Hubungan Promosi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Dengan Perilaku Aman (Safe Behavior) Pada Karyawan Bagian Produksi Pengolahan Minyak Sawit Di PTPN IV Kebun Dolok Ilir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Perilaku

2.1.1. Pengertian Perilaku

  Pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan mahluk hidup dan pada dasar nya perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan. Namun demikian tidak berarti bahwa perilaku hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakannya. Perilaku juga bersifat potensial, yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi (Notoatmodjo, 2003).

  Menurut Geller dalam Notoadmojo (2003), perilaku mengacu pada tindakan individu yang dapat diamati oleh orang lain. Robert Kwick mendefinisikan perilaku adalah tindakan-tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari .

  Perilaku dapat dibedakan menjadi dua, antara lain: 1.

  Perilaku tertutup (covert behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

  9

  2. Perilaku terbuka (overt behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.1.2. Pembentukan Perilaku

  Notoatmodjo (2003) menyebutkan faktor yang memegang peranan di dalam pembentukan perilaku, yaitu: faktor intern dan ekstern. Faktor intern berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi, dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Faktor ekstern meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Kedua faktor tersebut akan dapat terpadu menjadi perilaku yang selaras dengan lingkungan apabila perilaku tersebut dapat diterima oleh lingkungannya dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan.

  Menurut Reason (1997) mengungkapkan bahwa adanya saling mempengaruhi antara faktor psikologis dan faktor situasi dalam perilaku manusia dimana faktor manusia dipengaruhi faktor internal yaitu: faktor yang berkaitan dengan diri perilaku, seperti: kebutuhan, motivasi, kepribadian, harapan, pengetahuan, persepsi, dan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri perilaku atau dari lingkungan sekitarnya, seperti: kelompok, organisasi, atasan, teman, orang tua, dan lain-lain.

  (Syaaf, 2008).

  2.1.3. Proses Perubahan perilaku

  Terbentuknya dan perubahan perilaku manusia terjadi dikarenakan adanya proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui suatu proses yakni proses belajar. Oleh sebab itu, perubahan perilaku dan proses belajar itu sangat erat kaitannya. Perubahan perilaku merupakan hasil dari proses belajar (Notoadmojo, 2003).

  Proses pembelajaran yang terjadi pada diri individu terjadi dengan baik apabila proses pembelajaran tersebut menghasilkan perubahan perilaku yang relatif permanen. Dengan demikian dikatakan bahwa proses pembelajaran terjadi bila individu tersebut berperilaku, bereaksi dan menanggapi sebagai hasil dari pembelajarannya dengan cara yang berbeda dari individu tersebut berperilaku sebelumnya. (Halimah, 2010).

  2.1.4. Faktor Penentu Perilaku

  Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.

  Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

  1. Faktor internal, yaitu karekteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

  2. Faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).

2.1.5. Perilaku Aman

  Peril aku aman menurut Heinrich dalam Suma’mur (1996) adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang atau beberapa orang karyawan yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap karyawan. Sedangkan menurut Bird dan Germain, perilaku aman adalah perilaku yang tidak dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden. Perbedaan perilaku aman dan perilaku Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yaitu perilaku aman hanya berfokus pada keselamatannya saja sedangkan perilaku K3 tidak hanya pada keselamatan tetapi juga kesehatan kerjanya. Dibawah ini adalah jenis-jenis perilaku aman: 1.

  Menurut Frank E bird dan Germain (1990) dalam teori Loss Caution

  Model menyatakan bahwa jenis-jenis perilaku aman meliputi: a.

  Melakukan pekerjaan yang sesuai wewenang yang diberikan.

  b.

  Berhasil memberikan peringatan terhadap adanya bahaya.

  c.

  Berhasil mengamankan area kerja dan orang-orang disekitarnya.

  d.

  Bekerja sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan. e.

  Menjaga alat pengaman agar tetap berfungsi.

  c.

  Mengambil benda dengan posisi yang benar. j.

  Mengangkat dengan beban yang seharusnya dan menempatkannya di tempat yang seharusnya. i.

  h.

  Menggunakan PPE dengan benar.

  g.

  Berhasil memperingatkan karyawan lain yang bekerja tidak aman.

  f.

  Menjaga peralatan keselamatan tetap berfungsi.

  e.

  Menggunakan peralatan yang benar.

  d.

  Menggunakan peralatan yang sesuai.

  Mengoperasikan peralatan yang memang haknya.

  f.

  b.

  Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang sesuai.

  Tidak bersenda gurau atau bercanda ketika bekerja. (Halimah, 2010) 2. Menurut Heinrich dalam Suma’mur (1987), perilaku aman terdiri dari : a.

  Memperbaiki peralatan dalam kondisi alat yang telah dimatikan. m.

  Penempatan material atau alat-alat sesuai dengan tempatnya dan cara mengangkat yang benar. l.

  Pengisian alat atau mesin yang sesuai dengan aturan yang berlaku. k.

  Menggunakan APD dengan benar. j.

  Menggunakan peralatan yang sesuai. i.

  h.

  Menggunakan peralatan yang seharusnya.

  g.

  Tidak menghilangkan alat pengaman keselamatan.

  Cara mengangkat material atau alat dengan benar. k.

  Disiplin dalam pekerjaan. l.

  Memperbaiki peralatan dalam keadaan mati. (Halimah, 2010)

2.2. Promosi Kesehatan

  2.2.1. Pengertian

  Badan kesehatan dunia (World Health Organization) menjelaskan, promosi kesehatan di tempat kerja adalah berbagai kebijakan dan aktivitas di tempat kerja yang dirancang untuk membantu pekerja (employee) dan perusahaan (employer) di semua level untuk memperbaiki dan meningkatkan kesehatan mereka dengan melibatkan partisipasi pekerja, manajemen dan stakeholder lainnya (Notoadmojo, 2010).

  Promosi kesehatan di tempat kerja adalah, upaya promosi kesehatan yang diselenggarakan di tempat kerja, selain untuk memberdayakan masyarakat di tempat kerja untuk mengenali masalah dan tingkat kesehatannya, serta mampu mengatasi, memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya sendiri juga memelihara dan meningkatkan tempat kerja yang sehat (Kholid, 2012).

  2.2.2. Tujuan dan Sasaran

  Menurut Kholid (2012), tujuan promosi kesehatan di tempat kerja adalah : 1.

  Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja.

  2. Menurunkan angka absensi kerja.

  3. Menurunkan angka penyakit akibat kerja dan lingkungan kerja.

  4. Menciptakan lingkungan kerja yang sehat, mendukung, dan aman.

  5. Membantu berkembangnya gaya kerja dan gaya hidup yang sehat.

6. Memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan kerja dan masyarakat.

  Sasaran dari promosi kesehatan di tempat kerja adalah: 1. : karyawan di tempat kerja

  Primer 2. : pengelola K3, serikat atau organisasi pekerja. Sekunder 3. : pengusaha dan manajer/direktur. Tertier

2.2.3. Pengembangan Promosi Kesehatan di Tempat Kerja

  Menurut Kholid (2012), mengembangkan promosi kesehatan di tempat kerja dapat melalui delapan langkah yaitu:

  1. Menggalangkan dukungan manajemen Untuk mengembangkan promosi kesehatan di tempat kerja, dukungan dan komitmen dari pengambil keputusan dari semua pihak sangat penting sekali. Ini termasuk bukan saja sebagai sponsor, tetapi komitmen untuk pelaksanaan promosi kesehatan tersebut. Para manajer hendaknya membuat program dan informasi umum tentang pelaksanaan promosi kesehatan yang diedarkan ke seluruh staf untuk didiskusikan. Coordinator program hendaknya memilih fasilitas yang ada untuk pelaksanaan.

  2. Melakukan koordinasi Untuk lancarnya proses jalannya pelaksanaan, para pengambil keputusanmembentuk kelompok kerja (team) yang baik, contohnya panitia dari bagian kesehatan, bagian keselamatan, lingkungan dan ketenagaan. Kelompok kerja tersebut hendaknya mengikuti semua komponen yang terkait di semua tingkatan di tempat kerja maupun di sektor terkait. Anggota dari kelompok kerja disesuaikan dengan lingkungan yang ada, baik besarnya dan struktur dari tempat kerja tersebut.

  3. Penjajakan Kebutuhan Team hendaknya melakukan need assessment. Hal ini untuk mengumpulkan segala informasi yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja. Tujuan dari need assessment ini adalah adalah mengidentifikasi masalah yang memengaruhi kesehatan dan menjadikannya program. Need assessment merupakan dasar untuk desain program dan hal ini harus focus pada permasalahan atau perhatian dari perusahaan dan pekerja. Hasil secara rinci dari need assessment ini hendaknya dikoordinasikan dengan team dan manajemen perusahaan.

  4. Memprioritaskan kebutuhan memprioritaskan masalah berdasarkan keinginan dan kebutuhan

  Team masalah-masalah yang memengaruhi kesehatan.

  5. Menyusun perencanaan Berdasarkan prioritas masalah dan kebutuhan, team mengembangkan perencanaan yaitu perencanaan jangka panjang dan jangka pendek lengkap dengan goal dan tujuan,strateginya, aktivitasnya, biaya dan jadwal pelaksanaan. Biaya perencanaan hendaknya diajukan setiap tahun anggaran.

  6. Pelaksanaan Dalam pelaksanaannya hendaknya diawasi dan diberikan dukungan peralatan yang dibutuhkan, serta partisipasi aktif dari para team dan pengambil keputusan sangat membantu lancarnya pelaksanaan. Pelaksanaan disesuaikan dengan rencana yang dibuat, walaupun ada kemungkinan perubahan di tengah proses pelaksanaan apabila diperlukan.

  7. Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi merupakan hal yang sangat penting untuk melihat seberapa baiknya program tersebut terlaksana, untuk mengidentifikasi kesuksesan dan masalah-masalah yang ditemui dan umpan balik (feed back) untuk perbaikan.

  8. Revisi dan perbaikan program Setelah mendapatkan hasil dari evaluasi tentunya ada kekurangan dan masukan yang perlu untuk pertimbangan dalam melakukan perbaikan program, sekaligus merevisi hal yang sudah ada.

  Dibawah ini terlihat ilustrasi dari perencanaan dan pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan di tempat kerja (PKDTK).

  Siklus perencanaan dan pelaksanaan kegiatan PKDTK Menggalang dukungan manajemen pengembangan program PKDTK

Melaksanakan mekanisme koordinasi team

Penjajakan kebutuhan

  

Revisi dan perbaikaan Menyusun prioritas

Monitor dan evaluasi Menyusun Perencanaan Pelaksanaan

Gambar 2.1. Siklus Pengembangan Promosi Kesehatan di Tempat Kerja (Kholid, 2012).

2.2.4. Prinsip Promosi Kesehatan di Tempat Kerja

  Prinsip promosi kesehatan di tempat kerja hendaknya dilakukan secara

  

comprehensive , partisipasi dan kewenangan yang ada. Promosi kesehatan di tempat

  kerja hendaknya dikembangkan dengan melibatkan kerja sama dengan berbagai sektor yang terkait, dan melibatkan beberapa kelompok organisasi masyarakat yang ada sehingga lebih mantap dan berkesinambungan. (Kholid, 2012).

  a.

  Komprehensif Promosi kesehatan di tempat kerja merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa disiplin ilmu guna memaksimalkan tujuan yang ingin dicapai, yaitu berkembangnya tempat kerja yang sehat, aman dan nyaman sehingga dengan lingkungan kerja yang mendukung tersebut diharapkan terjadi perubahan perilaku individu dan kelompok kea rah yang positif sehingga dapat menjaga lingkungan agar tetap sehat.

  b.

  Partisipasi Para pekerja di smereka dalam semua tingkatan dalam perusahaan hendaknya terlibat secara aktif mengidentifikasi masalah kesehatan yang dibutuhkan untuk pemecahannya dan meningkatkan kondisi lingkungan kerja yang sehat. Partisipasi para pengambil keputusan di tempat kerja merupakan halyang sangat mendukung bagi para pekerja untuk leih percaya diri dalam meningkatkan kemampuan mereka dalam mengubah gaya hidup dan mengembangkan kemampuan pencegahan dan peningkatan terhadap penyakit.

  c.

  Keterlibatan berbagai sektor terkait Kesehatan yang baik adalah hasil dari berbagai faktor yang mendukung.

  Berbagai upaya untuk meningkatkan kesehatan pekerja hendaknya harus melalui pendekatan yang integrasi sehingga penekanannya pada berbagai faktor tersebut bila memungkinkan.

  Untuk itu, meningkatkan kesehatan pekerja dan membangun tempat kerja yang sehat dibutuhkan koordinasi berbagai pengambil keputusan, industri, sektor kesehatan, universitas yang terkait, organisasi pekerja, organisasi pengusaha, organisasi masyarakat, masyarakat dan lain-lain.

  Para professional dari berbagai disiplin ilmu juga diperlukan.

  d.

  Kelompok organisasi masyarakat Program pencegahan dan peningkatan kesehatan hendaknya melibatkan semua anggota pekerja, kelompok organisasi wanita dan laki-laki yang ada, termasuk juga tenaga honorer dan tenaga kontrak. Kebutuhan melibatkan dengan berbagai organisasi masyarakat yang mempunyai pengalaman atau tenaga ahli dalam membantu mengembangkan promosi kesehatan di tempat kerja hendaknya diperhitungkan dalam mengembangkan program selanjutunya.

  e.

  Berkesinambungan atau berkelanjutan Promosi kesehatan di tempat kerja yang berhubungan erat dengan kesehatan dan keselamatan kerja mempunyai arti penting pada lingkungan tempat kerja dan aktivitas manajemen sehari-hari. Program promosi kesehatan dan pencegahan hendaknya terus menerus dilakukan dan tujuannya jangka panjan. Apabila pelaksanaan promosi kesehatan di tempat kerja ingin lebih mantap, program hendaknya sesuai dan responsive terhadap kebutuhan pekerja dan masalah yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

2.2.5. Promosi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

  Menurut George (1998) dalam Helliyanti (2009), Safety promotions atau promosi K3 adalah suatu usaha yang dilakukan untkuk mendorong dan menguatkan kesadaran dan perilaku pekerja tentang K3 sehingga dapat melindungi pekerja, property, dan lingkungan. Program K3 menjadi efektif apabila terdapat perubahan sikap dan perilaku pada pekerja.

  Manfaat promosi K3 antara lain: 1.

  Bagi pihak manajemen di tempat kerja a. Peningkatan dukungan terhadap program K3.

  b.

  Citra positif (tempat kerja) yang maju dan peduli keselamatan dan kesehatan).

  c.

  Peningkatan moral staff.

  d.

  Penurunan angka absensi krena kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

  e.

  Peningkatan produktivitas.

  f.

  Penurunan biaya kecelakaan dan kesakitan.

2. Bagi pekerja a.

  Peningkatan percaya diri b.

  Penurunan stress c. Peningkatan semangat kerja d.

  Peningkatan kemampuan mengenali bahaya di tempat kerja dan mencegah penyakit.

  e.

  Peningkatan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat sekitar (Tresnaningsih dalam Helliyanti, 2009)

  Menurut Notoatmodjo (2003), media promosi adalah alat bantu untuk menyampaikan informasi. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan sangat bervariasi, antara lain : a.

  Media Cetak 1.

  Booklet merupakan suatu media untuk meyampaikanpesan dalam bentuk buku, baik merupa tulisan maupun gambar.

  2. Flif chart (lembar balik), biasanya dalam bentuk buku dimana tiap lembaran baliknya berisi kalimat sebagai pesan cetak yang berisi pesan atau informasi yang berkaitan dengan gambar tersebut.

3. Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas masalah.

  4. Poster adalah bentuk media cetak yang berisi pesan-pesan berupa peringatan kepada pekerja untuk bekerja dengan aman dan sehat. Lokasi pemasangan poster sebaiknya di tempat yang mencolok sehingga orang tertarik untuk melihatnya, penerangan baik, dan tidak terganggu oleh lalu lintas.

  5. Rambu-rambu K3 dapat membantu meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja serta dapat dipakai untuk mengurangi kebiasaan buruk yang banyak ditemukan.

  b. Media Papan

  1. Poster/billboard Poster didesain oleh designer dan kemudian dicetak untuk ditempel di papan.

  Dipasang di lokasi seperti pemasangan wallpaper.

  Menurut Suma’mur (1987), poster-poster dipergunakan untuk meniadakan kebiasaan-kebiasaan buruk, mempertunjukkan keuntungan-keuntungan jika berbuat selamat, atau memberikan keterangan terperinci, nasehat atau pengarahan terhadap masalah-masalah tertentu. dalam keraguan.

  Poster dapat dipakai untuk pengarahan sesuatu sikap atau tindakan yang selamat. Misalnya poster tentang tangga dapat mengarahkan tenaga kerja untuk tidak memakai tangga yang cacat. Poster juga dapat dipakai untuk memperlihatkan ketentuan umum, umpamanya pemasngan poster tentang perlunya setiap tenaga kerja mendapat pertolongan pertama yang tepat jika terjadi kecelakaan.

  2. Painted bulletin

   Painted bulletin biasanya langsung digambar di tempat, misalnya : sebuah sisi dari gedung tertentu, atap bahkan dapat digambar dalam fiberboard.

  Bentuk-bentuk promosi keselamatan dan kesehatan (K3) di tempat kerja antara lain: a.

  Rambu-rambu K3 Menurut Goestch dalam penelitian Syaaf (2008), membuat safety promotion secara visual merupakan cara yang efektif untuk mempromosikan keselamatan.

  Sebagai contoh, rambu keselamatan yang tampak secara visual bagi operator mesin dapat mengingatkannya untuk menggunakan pengaman mesin. Rambu diletakkan di dekat mesin tersebut. Jika operator tidak dapat mengaktifkan mesin tanpa membaca rambu-rambu ini, maka operator tersebut akan selalu diingatkan untuk menggunakan cara aman setiap kali mengoperasikan mesin.

  Kegunaan rambu-rambu K3 tersebut antara lain: 1.

  Menarik perhatian terhadap adanya kesehatan dan keselamatan kerja 2. Menunjukkan adanya potensi bahaya yang mungkin tidak terlihat 3. Menyediakan informasi umum dan memberikan pengarahan.

  4. Mengigatkan para karyawan dimana harus menggunakan peralatan perlindungan diri

  5. Mengindikasikan dimana peralatan darurat keselamatan berada.

  6. Memberikan peringatan waspada terhadap beberapa tindakan yang atau perilaku yang tidak diperbolehkan.

  Perundangan yang berkaitan dengan rambu-rambu K3 antara lain: 1.

  Undang-undang no 1 Tahun 1970 Pasal 14b : “ Memasang dalam tempat

  kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang

  diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja “ 2.

  Permenaker No. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kriteria audit 6.4.4 :

  “Rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda pintu darurat harus dipasang sesuai dengan standar dan pedoman

  Kelompok rambu-rambu dibagi dalam tiga bagian yakni : 1.

  Perintah, berupa : larangan , kewajiban.

  2. Waspada, berupa : bahaya, peringatan, perhatian.

  3. Informasi. Adapun jenis rambu dapat berupa : 1.

  Rambu dengan simbol 2. Rambu dengan simbol dan tulisan 3. Rambu berupa pesan dalam bentuk tulisan .

  Pedoman umum rambu-rambu K3 berasarkan warna antara lain: Gambar 2.

Gambar 2.2. Pedoman umum rambu-rambu K3 berasarkan warna (DC Konsultan, 2012). b.

  Komunikasi Komunikasi vertikal terjadi secara timbal balik antara penyelia dengan tenaga kerja atau penyelia dengan manajer di atasnya. Komunikasi horizontal adalah komunikasi kesamping antara penyelia atau manajer satuan kerja yang sejajar. Sedang komunikasi silang terjadi secara timbal balik antara manajer pada suatu satuan kerja dengan penyelia pada satuan kerja yang lain. Manfaat komunikasi kesehatan keselamatan kerja baik itu komunikasi secara vertikal maupun horizontal adalah agar terhindar dari kecelakaan dan penyakit kerja sehingga proses produksi dapat dilakukan dengan selamat (winarsono, 2013).

  Komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja dapat menggunakan berbagai meda baik lisan maupun tertulis. Pesan harus mudah diingat oleh penerima. Daya ingat rata-rata melalui berbgai media adalah sebagai berikut:

  10% apa yang dibaca, 20% apa yang didengar, 30% apa yang dilihat, 50% apa yang didengar dan dilihat, 70% apa yang dikatakan, 90% apa yang dikatakan dan dikerjakan.

  Bagaimaan pesan disampaikan dan diterima dipengaruhi berbagai faktor seperti perbedaan pendidikan dan kecerdasan, gaya belajar (learning style), faktor stress, perbedaan sikap, serta pengaruh bahasa non verbal. Oleh karena itu dalam berkomunikasi perlu diperhatikan:

  Instruksi atau pesan harus jelas Sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pengalaman penerima pesan Tidak memerlukan pertimbangan Ada umpan balik untuk mengetahui tingkat pemahaman Kesesuaian pemikiran, kata dan tindakan pemberi pesan.

  Disamping untuk menyampaikan perintah dan pengarahan dalam pelaksanaan pekerjaan, Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja digunakan untuk mendorong perilaku, sehingga pekerja termotivasi untuk bekerja dengan selamat.

  c.

  Bulan K3 Pemerintah telah menunjukkan komitmennya terhadap pentingnya

  Keselamatan dan kesehatan kerja, terbukti dengan menerbitkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep. 268/MEN/XII/2008 tanggal 30 Desember 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional Tahun 2009. Disebutkan tujuan dan sasaran kampanye K3 pada tahun 2009 adalah: a. Tujuan

  1. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi semua pihak untuk efektifitas pelaksanaan K3.

  2. Mendorong terciptanya budaya K3 sebagai kebutuhan individu dan masyarakat.

  3. Mendorong peningkatan peran perguruan tinggi dan lembaga lainnya dalam peningkatan kualitas SDM dalam bidang K3. b. Sasaran Terciptanya kesadaran dan perilaku masyarakat yang mencerminkan budaya

  K3 di setiap tempat kerja dalam mencegah serta menurunkan dan meniadakan terjadinya kecelakaan kerja dalam menjamin stabilitas usaha guna mendukung iklim investasi yang kondusif.

  Kampanye K3 secara nasional dimulai sejak tanggal 12 Januari 1984. Dalam pendahuluan Petunjuk Pelaksanaan Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja tahun 2009 disebutkan bahwa kampanye tersebut dilaksanakan sebagai upaya untuk pencegahan kecelakaan kerja yang ada dilingkungan tempat kerja (Depnakertrans RI, 2009).

  Peringatan Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di selenggarakan di setiap masing

  • – masing Perusahaan, selain memasang bendera K3 dan Spanduk yang bertemakan budaya K3, juga dilaksanakan kegiatan lain seperti lomba
  • – lomba yang bertemakan K3.

  (Isma, 2014) d. Pengawasan

  Pengecekan terhadap tindakan pencegahan keselematan dan kesehatan kerja adalah penting untuk dilakukan, sama pentingnya dengan pengecekan terhadap kemajuan dan hasil kerja. Para supervisor perlu melihat bahwa pertimbangan pemenuhan kewajiban akan keselamatan, kesehatan dan lingkungan mereka adalah merupakan bagian yang penting dari tugas. (Rijanto, 2010)

  Pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian dalam Halimah, 2010)

  Menurut Roughton dalam penelitian Syaaf (2008), beberapa individu yang harus terlibat dalam mengawasi tempat kerja yaitu: a.

  Pengawas (supervisor) Setiap pengawas yang ditunjuk harus mendapatkan pelatihan terdahulu mengenai bahaya yang mungkin akan ditemui dan juga pengendaliannya.

  b.

  Pekerja Ini merupakan salah satu cara untuk melibatkan pekerja dalam proses keselamatan. Setiap pekerja harus mengerti mengenai potensi bahaya dan cara melindungi diridan rekan kerjanya dari bahaya tersebut. Mereka yang terlibat dalam pengawasan membutuhkan pelatihan dalam mengenali dan mengendalikan potensi hazard.

  c.

   Safety Professional Safety Professional harus menyediakan bimbingan dan petunjuk tentang

  metode inspeksi. Safety Professional dapat diandalkan untuk bertanggung jawab terhadap kesuksesan atau permasalahan dalam program pencegahan dan pengendalian bahaya.

  e.

  Pelatihan Pelatihan atau magang adalah proses melatih kegiatan ata edisi 2, 1989). Pelatihan merupakan suatu program yang diharapkan dapat memberikan rangsangan/stimulus kepada seseorang untuk dapat meningkatkan kemampuan dalam pekerjaan tertentu dan memperoleh pengetahuan umum dan pemahaman terhadap keseluruhan lingkungan kerja atau organisasi (Sofyandi, 2008).

  Tujuan umum pelatihan sebagai berikut : (1) untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, (2) untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).

  Pelatihan memberikan manfaat ganda dalam promosi keselamatan. Pertama, pelatihan memastikan pekerja tahu bagaimana cara bekerja dengan aman dan mengapa hal itu penting. Kedua, pelatihan menunjukkan bahwa manajemen memiliki komitmen memiliki komitmen terhadap keselamatan. (Goestsch dalam Syaaf, 2008)

2.2.6. Promosi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PTPN IV Kebun Dolok Ilir

  Beberapa jenis kegiatan dari program promosi keselamatan dan kesehatan kerja di PTPN IV Kebun Dolok Ilir antara lain:

  1. Pemasangan rambu-rambu keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Pada setiap unit stasiun produksi pengolahan, rambu-rambu K3 yang dipasang berupa peringatan tanda bahaya akan kondisi lingkungan kerja dan risiko penyakit akibat kerja (PAK) dan peringatan pemakaian APD.

  2. Komunikasi pesan (informasi K3) a.

  Safety talk (pesan-pesan K3). Pesan K3 tersebut setiap tahunnya dilaksanakan pada periode tertentu seperti saat apel pagi setiap bulannya, saat sebelum pengoperasian proses produksi oleh mandor unit, saat rapat bulanan P2K3 yang meninjau aspek K3 pekerja dan lingkungan kerja dengan melibatkan setiap mandor unit dan perwakilan pekerja.

  b.

  Penyebarluasan informasi K3 di setiap unit kerja yang bukan dalam bentuk rambu-rambu K3 dan bagi para tamu yang hendak masuk ke unit PKS juga diberikan informasi K3.

  c.

  Pemberian buku saku K3 berupa PP 50 tahun 2012 tentang SMK3 yang didistribusikan dan disosialisasikan pada bulan Juli 2013.

  3. Kegiatan Perayaan Bulan K3 Nasional

  Kegiatan ini dilaksanakan aksi sosial K3 dengan gotong royong bersama di area pabrik, perumahan perkebunan dan tempat ibadah, upacara bendera dengan pembacaan pesan-pesan K3, pemasangan bendera, baliho, spanduk dan poster K3, pengadaan perlombaan pembuatan poster K3 lukis dan cerdas cermat K3.

  4. Pengawasan a.

  Pengawasan harian oleh mandor unit terhadap perilaku bawahan atau karyawan bagian pengolahan PKS.

  b.

  Patroli rutin peninjauan aspek K3 pekerja dan lingkungan setiap 1 bulan sekali oleh P2K3.

  5. Pelatihan Pelatihan yang dilaksanakan bagi karyawan unit pengolahan meliputi: a.

  Pelatihan pelaksanaan instruksi kerja b.

  Pemadaman kebakaran (fire fighting) c. Pelatihan Rescue (tanggap darurat) d.

  Pelatihan P3K dilengkapai dengan fasilitasnya.

  e.

  Pemberian safety permit yang merupakan izin pekerjaan untuk memastikan pekerjaan yang berpotensi bahaya boleh dilakukan stelah ada pengarahan, pelatihan, dan pengeluaran sertifikat izin dengan Surat izin Operator (SIO) bagian Lori dan Ketel Uap yang berjumlah 4 orang.

  2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.3. Bagan Kerangka Konsep

  Promosi K3

  Rambu-rambu K3 Komunikasi pesan K3

  Safe behavior

  Kegiatan Bulan K3 (Perilaku Aman)

  Pengawasan Pelatihan

  2.4. Hipotesis Penelitian Ho : Tidak ada hubungan antara Promosi K3 (Rambu-Rambu K3,

  Komunikasi pesan K3, Kegiatan Bulan K3, Pengawasan, dan Pelatihan) dengan perilaku aman (safe behavior).

  Ha : Ada hubungan antara Promosi K3 (Rambu-Rambu K3, Komunikasi

  pesan K3, Kegiatan Bulan K3, Pengawasan, dan Pelatihan) dengan perilaku aman (safe behavior).

Dokumen yang terkait

Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada Bagian Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) di PTPN IV Kebun Sosa Tahun 2015

22 226 87

Hubungan Promosi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Dengan Perilaku Aman (Safe Behavior) Pada Karyawan Bagian Produksi Pengolahan Minyak Sawit Di PTPN IV Kebun Dolok Ilir

81 412 124

Analsis Pengaruh Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Tingkat Kecelakaan Kerja Karyawan Pada PTPN IV (Persero) Unit Kebun Bah Jambi Sumatera Utara

4 96 90

Gambaran Perilaku Pemakaian APD Dan Gejala Keracunan Pada Penyemprot Pestisida Di Afdeling V Dan VI Kebun Dolok Ilir PTPN IV Tahun 2010

11 104 72

Pengaruh Penerapan Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Keamanan Kerja Dan Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi PT. Sinar Oleochemichal Internasional (SOCI) Mas Medan

11 143 212

Gambaran Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PTPN IV Kebun Bah Jambi Tahun 2006-2008

6 91 77

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Di Area Pengolahan PT.Antam Tbk,Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Kabupaten Bogor Tahun 2008

6 33 133

Hubungan Rambu-Rambu K3 dan Pengawasan Kerja dengan Perilaku Aman (Safe Behavior) Pada Pekerja di PT X Pelabuhan Batu Ampar Kota X Tahun 2017

2 3 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) - Hubungan Persepsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Perilaku K3 pada Pekerja Bagian Produksi PT. Supratama Juru Enginering Medan Tahun 2015

0 3 22

Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja pada Bagian Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) di PTPN IV Kebun Sosa Tahun 2015

0 0 14