Perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien vaginosis bakterial dengan bukan pasien vaginosis bakterial di RSUP Haji Adam Malik Medan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vaginosis Bakterial

2.1.1. Definisi

  Vaginosis bakterial merupakan salah satu keadaan yang berkaitan dengan adanya keputihan yang tidak normal pada wanita usia reproduksi. VB merupakan sindrom polimikroba , yang mana laktobasilus vagina normal, khususnya yang menghasilkan hidrogen peroksidase digantikan oleh berbagai bakteri anaerob dan mikoplasma. Bakteri yang sering ada pada VB adalah G.

  1-3,14,15 vaginalis, Mobiluncus sp, Bacteroides sp dan M. hominis.

  2.1.2 Epidemiologi Menentukan prevalensi VB sulit karena sepertiga sampai seperempat wanita yang terinfeksi bersifat asimptomatik. VB merupakan infeksi vagina yang paling sering pada wanita yang aktif melakukan hubungan seksual, penyakit ini dialami pada 15% wanita yang mendatangi klinik ginekologi, 10-

  11,12 25% wanita hamil dan 33-37% wanita yang mendatangi klinik IMS.

  Prevalensi VB juga sangat bervariasi, dikarenakan kriteria diagnostik yang berbeda serta perbedaan dalam sampel populasi klinik, beberapa penelitian nasional telah dilakukan di Amerika serikat, prevalensi VB yang dilaporkan oleh National Health and Nutrition Survey (NHAES) yang menegakkan VB melalui kriteria Nuggent menemukan dari 12.000 pasien yang dikumpulkan, prevalensi VB sebesar 29, 2% dan ditemukan prevalensi 3,13 kali lebih tinggi pada Afro Amerika, Afrika dan Afro karibia dibandingkan dengan kulit

  5

  11,12,15

  menyatakan prevalensi VB pada wanita di New Delhi India sebesar 17%, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ocviyanti dan kawan – kawan (2010) menyatakan prevalensi VB di Indonesia sebesar 30, 7%.

  2.1.3. Faktor – faktor resiko Beberapa faktor diketahui merupakan faktor resiko terjadinya VB, yaitu :

  1. Aktivitas seksual Dikatakan VB lebih jarang pada wanita paskapubertas tanpa pengalaman seksual dibandingkan yang mempunyai pengalaman seksual.

  Amsel dan kawan- kawan menemukan pada wanita tanpa pengalaman seksual tidak menderita VB dari 18 orang yang diperiksa, sedangkan pada wanita yang mempunyai pengalaman seksual didapatkan sebanyak 69 (24%)

  11

  menderita VB. Studi kohort longitudinal memberikan bukti bahwa wanita yang memiliki banyak pasangan seksual pria pasangan seksual pria dalam 12

  11,14,17 bulan terakhir berkaitan dengan terjadinya vaginosis bakterial.

  VB juga meningkat pada wanita yang melakukan hubungan seksual dengan wanita (women sex women/WSW ) dan berkaitan dengan wanita yang memiliki satu atau lebih pasangan seksual wanita dalam 12 bulan terakhir Studi pada lesbian memberikan bukti lebih jauh tentang peranan hubungan seksual dalam penularan VB. Sekitar 101 lesbian yang mengunjungi klinik ginekologi sebesar 29 % menderita VB begitu juga pasangan seksualnya. Kemungkinan wanita menderita VB hampir 20 kali, jika pasangannya juga menderita

  2,4,14,17

  satu penjelasan yang mungkin adalah adanya persamaan antara bakteri

  17

  anaerob yang berkaitan dengan gingivitis dan VB. Kebiasaan seksual melalui anus dikatakan juga memegang peranan dalam terjadinya VB, transfer perineal atau bakteri pada rektum ke vagina, telah diketahui menjadi konsekuensi pada hubungan seksual melalui anal. Bakteri yang sering, yaitu

  Echerria coli

  dan Streptococcus , dan hal ini memungkinkan bahwa VB dapat ditimbulkan atau dicetuskan oleh hubungan seksual yang tidak terlindungi ,

  11 sehingga terjadi translokasi bakteri dari rektum ke vagina.

2. Douching

  Faktor epidemiologi lain juga penting dalam terjadinya VB. Studi kohort terbaru dari 182 wanita menunjukkan terjadinya VB tidak hanya berhubungan dengan pasangan seksual baru, tetapi juga berhubungan dengan penggunaan douching vagina. Pemakaian douching vagina yang merupakan

  4,11,12

  produk untuk menjaga hiegene wanita bisa menyebabkan VB. Kebiasaan

  douching

  dikatakan dapat merubah ekologi vagina, penelitian yang dilakukan oleh Onderdonk dan kawan – kawan menyatakan douches yang mengandung povidon iodine lebih mepunyai efek penghambatan terhadap laktobasilus

  4 vagina dibandingkan yang mengandung air garam atau asam asetat.

  3. Merokok Merokok dikatakan berkaitan dengan VB dan penyakit IMS lainnya, dari penelitian yang dilakukan di Inggris dan Swedia, dikatakan merokok dapat menekan sistem imun, sehingga memudahkan terjadinya infeksi serta

  14,15

  peroksidase. Mekanisme lain yang menghubungkan antara merokok dan

  VB adalah, dikatakan rokok mengandung berbagai zat kimia, nikotin, kotinin, dan benzopirenediolepoxide, yang mana zat – zat kimia ini ada pada cairan mukosa servik perokok dan secara langsung dapat merubah mikroflora vagina atau merusak sel langerhan pada epitel servik yang menyebabkan terjadinya

  17 imunosupresi lokal.

  Penelitian yang dilakukan oleh Smart dan kawan – kawan (2003) menyatakan resiko terjadinya VB sebanding dengan jumlah rokok yang dihisap tiap hari, yang mana jika jumlah rokok yang dihisap makin banyak

  16,17 (> 20 batang/perhari) maka resiko terkena VB juga makin besar.

  4. Pengunaan AKDR Amsel dkk, dan Holst dkk menemukan VB lebih sering ditemukan pada wanita yang menggunakan AKDR dibandingkan yang tidak menggunakannya (18,8 % vs 5,4% dengan p <0,0001 dan 35 % vs 16 %

  11,12

  dengan p <0,03). Pada studi retrospektif yang dilakukan oleh Avonts dan kawan –kawan melaporkan BV meningkat diantara pengguna AKDR dibandingkan kontrasepsi oral hal ini mungkin disebabkan oleh bagian ekor dari AKDR yang ada pada endoservik atau vagina menyebabkan lingkungan untuk berkembangnya bakteri anaerob dan G.vaginalis , yang mungkin memegang peranan dalam terjadinya VB pada wanita yang menggunakan

  2,11,14,18 AKDR.

  2.1.4 Etiologi spesies bakteri yang dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur, tetapi ada juga bakteri lain yaitu bakteri aerob dan anaerob. Pada saat VB muncul, terdapat pertumbuhan berlebihan dari beberapa spesies bakteri, dimana dalam keadaan normal ditemukan dalam konsentrasi rendah. Oleh karena itu VB dikategorikan sebagai salah satu infeksi endogen saluran reproduksi wanita. Diketahui ada 4 kategori dari bakteri vagina yang berkaitan dengan VB, yaitu : G.vaginalis, bakteri anaerob, M. hominis dan

  11,12,14-16,19,20 mikroorganisme lainnya.

  1. G. vaginalis

  G. vaginalis

  merupakan bakteri berbentuk batang gram negatif, tidak berkapsul dan nonmotile. Selama 30 tahun terakhir, berbagai literatur menyatakan G. vaginalis berkaitan dengan VB. Dengan media kultur yang lebih sensitif G. vaginalis dapat diisolasi pada wanita tanpa tanda- tanda infeksi vagina. G.vaginalis diisolasi sekitar >90 % pada wanita dengan VB. Saat ini dipercaya G.vaginalis berinteraksi dengan bakteri anaerob dan

  M.hominis

  menyebabkan VB. Gardner dan Duke juga mengisolasi organisme lain dan berkesimpulan bahwa G.vaginalis bukan merupakan penyebab

  11-15,19 satu – satunya VB.

  2. Bakteri anaerob Kuman batang dan kokus anaerob pertama kali diisolasi dari vagina pada tahun 1897 dan dianggap berkaitan dengan sekret vagina oleh Curtis.

  Pada tahun 1980, Spiegel menganalisis cairan vagina dari 53 wanita dengan untuk mendeteksi metabolisme asam organik rantai pendek dari flora vagina. Ditemukan bacteroides sp (sekarang disebut provotella dan prophyromonas) sebesar 75% dan peptococcus (sekarang peptostreptococcus) sebesar 36% dari wanita dengan VB. Penemuan spesies anaerob berkaitan langsung dengan penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa mikroorganisme anaerob berinteraksi

  11,12

  dengan G.vaginalis dalam menyebabkan VB. Mikroorganisme anaerob lain yang dikatakan juga memiliki peranan dalam VB adalah Mobiluncus.

  Mobiluncus

  selalu terdapat bersamaan dengan mikroorganisme lain yang

  11,12,14 berhubungan dengan VB.

  3. Mycoplasma genital Tylor – Robinson dan McCormack (1980) yang pertama kali berpendapat bahwa M.hominis berperan pada VB, bersimbiosis dengan

  G.vaginalis

  maupun organisme patogen lainnya. Pheifer dan dan kawan – kawan mendukung hipotesis ini dengan penemuan M. hominis pada 63 % wanita dengan VB dan 10 % pada wanita normal. Paavonen (1982) juga melaporkan hubungan dari VB dengan M.hominis dan G.vaginalis pada

  15 cairan vagina.

  4. Mikroorganisme lainnya Wanita dengan VB tidak mempunyai peningkatan streptokokus grup

  B, stafilokokus koagulase negatif, tetapi mempunyai peningkatan yang bermakna dari bakteri yang merupakan karier vagina yaitu kelompok spesies

  streptococcus viridians, streptococcus asidominimus, morbilorum

  . Suatu analisis multivariat menemukan hubungan antara VB dengan empat kategori bakteri vagina yaitu ; Mobiluncus spesies, kuman batang gram negatif anaerob, G.vaginalis dan M.hominis. Prevalensi masing

  • – masing mikroorganisme meningkat pada wanita dengan VB. Selain itu organisme – organisme tersebut ditemukan pada konsentrasi 100 – 1000 lebih besar pada wanita dengan VB dibandingkan pada wanita normal,

  11,12 sedangkan konsentrasi laktobasilus menurun pada wanita pasien VB.

  2.1.5 Patogenesis Pada lingkungan mikrobiologi vagina, secara alami terdapat bakteri yang berperan sebagai penjaga ekosistem vagina dan mencegah gangguan dari lingkungan luar yang dapat mempengaruhi lingkungan vagina. Flora normal vagina ini didominasi oleh laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksidase, yaitu Lactobaciluss crispatus, Lactobasilus acidofilus serta

15 Lactobasilus rhamnosus

  . Laktobasilus penghasil hidrogen dapat ditemukan

  11,15 sebesar 96% pada vagina normal dan hanya 6% pada wanita dengan VB.

  Laktobasilus penghasil hidrogen ini juga memiliki kemampuan untuk menghasilkan asam organik (asam laktat) sehingga menjaga ph vagina <4,7 dengan menggunakan glikogen pada epitel vagina sebagai substrat, selain itu laktobasilus juga menghasilkan bakteriosin, suatu protein yang dapat menghambat spesies bakteri lainnya. Laktobasilus yang tidak menghasilkan

  11,12,15 wanita dengan VB.

  VB ditandai dengan hilangnyanya laktobasilus penghasil hidrogen peroksidase dan pertumbuhan pesat spesies anaerob. Tidak diketahui secara pasti mana peristiwa yang mendahului, apakah terdapat faktor yang dapat menyebabkan kematian laktobasilus sehingga bakteri anaerob ini berkembang secara pesat atau bakteri anaerob yang sangat banyak jumlahnya menyebabkan laktobasilus menghilang. Pertanyaan dasar yang merupakan

  15,19 patogenesis VB ini masih belum dapat terjawab sampai sekarang.

  Sejumlah perubahan biokimia juga telah dijelaskan, epitel vagina

  21-23

  normal dilapisi oleh lapisan musin tipis. Pada VB lapisan pelindung ini

  21

  digantikan oleh biofilm yang dihasilkan G.vaginalis. β defensin -1 dan konsentrasi secretory leukosit protease inhibitor juga berkurang pada VB.

  Interleukin (IL) 1 α, 1β dan reseptor 1 agonis meningkat, IL8 ( sitokin

  22

  leukotaktik primer ) berkurang. Terjadi peningkatan pada protein 70 kD heat

  shock,

  enzim lytic sialidase, matriks metaloproteinase 8 dan fosfolidase A2,

  23 nitrit oksida dan endotoksin juga ditemukan pada vagina dengan VB.

  Kesemuanya ini dapat menghilangkan mekanisme proteksi normal dan

  21-23 meningkatkan terjadinya proses inflamasi.

  2.1.6 Gambaran klinik Gejala klasik dari VB adalah bau yang biasanya dideskripsikan sebagai fishy odor yang disebabkan oleh produksi amin (trimetalamin, putresin dan kadaverin ) oleh bakteri anaerob. Volatilasi amin ini meningkat memburuk jika terjadi peningkatan alkanin, misalnya setelah berhubungan seksual ( karena adanya cairan sperma) atau selama menstruasi. Hampir semua wanita dengan VB memiliki ph vagina >4,5 jika diukur menggunakan kertas indikator pH. Meskipun pemeriksaan pH ini membantu dalam pemeriksaan klinis tetapi tidak spesifik untuk VB. Peningkatan sekret vagina sering tetapi bukan merupakan gejala yang spesifik pada VB. Keluhan ini

  11,12,15,24

  ditemukan sekitar 73 – 92% pada pasien VB. Pemeriksaan mikroskopis cairan vagina ( dengan pembesaran 400 x) memperlihatkan

  Clue cells pada 81% pasien VB dibandingkan bukan pasien VB sebesar 6%. Clue cell

  s merupakan sel epitel yang ditempeli oleh bakteri sehingga tepinya

  6,11-15,24 tidak rata. Pada pasien VB tidak tampak inflamasi vulva atau vagina.

  2.1.7 Diagnosis Diagnosis VB ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan didukung oleh

  1,5,15,16 pemeriksaan laboratorium.

  1. Kriteria Amsel Amsel dan kawan –kawan menganjurkan dasar diagnosis VB berdasarkan adanya paling tidak tiga tanda – tanda berikut : sekret vagina berwarna putih yang homogen, pH cairan vagina > 4,5. adanya fishy odor dari cairan vagina yang ditetesi KOH 10% ( whiff test ), serta pada

  ,1,2-4,6,11-15,24

  pemeriksaan mikroskop ditemukan Clue cells

  Sekret vagina pada VB berwarna putih , melekat pada dinding vagina, jumlahnya meningkat sedikit sampai sedang dibandingkan

  11,12,19 wanita normal.

  b. pH cairan vagina pH normal vagina berkisar antara 3,8- 4,1, sedangkan pH pada

  19

  pasien VB biasanya 4,7 – 5,5. Pemeriksaan pH vagina memerlukan kertas indikator pH rentang yang sesuai yaitu antara 4,0 sampai dengan 6,0. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan pH vagina paling baik dilakukan pada bagian lateral atau posterior fornik vagina

  12

  dan langsung diperiksa/ditempatkan pada kertas pH. pH vagina mempunyai sensitifitas yang paling tinggi pada VB tetapi mempunyai

  11,12 spesifisitas yang paling rendah.

  c. Malodor vagina ( whiff test ) Malodor pada vagina merupakan gejala yang paling sering terjadi pada wanita dengan VB, untuk dapat membantu membantu deteksi malodor bagi klinisi dapat dilakukan tes Whiff, hasilnya positif jika tercium aroma yang khas berupa fishy odor setelah ditetesi KOH

  11,12,19 10%.

  d. Pemeriksaan Clue Cells

  Clue cell

  s merupakan sel epitel skuamous vagina yang tertutup banyak bakteri sehingga memberikan gambaran tepi yang tidak rata.

  Gardnerella

  dan Mobiluncus. Clue Cells merupakan kriteria terbaik

  11,12,15 untuk diagnosis VB.

  2. Kultur Kultur G. vaginalis hanya memberikan sedikit keuntungan untuk mendiagnosis VB karena G.vaginalis merupakan flora vagina sehingga didapatkan juga pada cairan vagina normal , meskipun dalam

  11,12,15,19 konsentrasi rendah.

  3.Pewarnaan gram Dengan tujuan untuk mendiagnosis VB secara objektif ,

  Spiegel dan kawan – kawan memperkenalkan pewarnaan gram untuk diagnosis VB. Sistem skoring pewarnaan gram dipakai untuk metode standar untuk diagnosis VB berdasarkan tiga morfotipe , yaitu kuman batang gram positif besar (laktobasilus), kuman batang gram negatif kecil atau bervariasi (Gardnerella) dan kuman batang anaerob

  11,12,15,19 (Mobiluncus).

  Selanjutnya, Nugent dan kawan – kawan memformulasikan sistem skoring untuk pewarnaan gram, yang mana jika terdapat banyak laktobasilus nilai skor akan kecil, sedangkan jika terdapat banyak morfotipe Gardnerella dan bakteroides nilai skor akan tinggi, dan akan ditambahkan satu atau dua poin jika terdapat Mobiluncus. Skor 0-3 dianggap normal, skor 4- 6 dianggap

  11-16,24 intermediat dan skor 7 – 10 didiagnosis dengan VB. VB dapat didiagnosis banding dengan trikomoniasis dan kandidiasis. Pada trikomoniasis, pemeriksaan hapusan vagina hampir menyerupai hapusan vagina VB, namun Mobilluncus dan clue cells tidak pernah dijumpai.

  Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan peningkatan sel polimorfonuklear dan dengan preparat basah ditemukan protozoa. Whiff test dapat positif pada

  12 trikomoniasis.

  Pada kandidiasis, pemeriksaan mikroskop sekret vagina ditambah KOH 10% berguna untuk mendeteksi hifa dan spora kandida. Keluhan yang sering terjadi pada kandidiasis adalah gatal dan iritasi pada vagina. Sekret

  12 vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan pH normal.

  2.1.9 Pengobatan Pengobatan direkomendasikan pada wanita yang memiliki gejala VB.

  Tujuan pengobatan pada wanita tidak hamil ialah untuk menghilangkan tanda dan gejala infeksi vagina, dan mengurangi resiko untuk terkena penyakit , yaitu Chlamidia trachomatis, Neissseria gonorhoea, HIV dan penyakit IMS

  11,12,20

  lainnya. Berdasarkan Centre for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2010 regimen pengobatan yang direkomendasikan untuk VB pada wanita tidak hamil ialah metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari, atau metronidazol 0,75% intravagina yang diberikan satu kali sehari selama 5 hari, atau klindamisin krim 2% intravagina yang diberikan

  11,12,16,20

  pada malam hari selama 7 hari. Atau regimen alternatif , yaitu tinidazol 2 gram, yang diberikan satu kali sehari selama dua hari, atau klindamisin 300 mg, yang diberikan dua kali sehari selama lima hari atau

  20 klindamisin ovula 100 mg satu kali sehari pada malam hari selama tiga hari.

  sedangkan pada wanita hamil , berdasarkan CDC tahun 2010 pengobatan yang direkomendasikan ialah ; metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari, atau metronidazol 250 mg yang diberikan tiga kali sehari selama 7 hari atau klindamisin 300 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari. Dari beberapa penelitian dan metaanalisis dikatakan pemberian metronidazol pada wanita hamil tidak berkaitan dengan efek teratogenik dan

  11,20

  mutagenik pada bayi. Dokter harus mempertimbangkan pilihan pasien, efek samping yang mungkin terjadi , serta interaksi obat. Pasien harus diberitahukan untuk tidak berhubungan seksual atau selalu memakai kondom

  

12

dengan tepat selama masa pengobatan.

  2.1.10 Komplikasi

  VB paling banyak dihubungkan dengan komplikasi pada obstetri dan ginekologi yaitu dalam kaitan kesehatan reproduksi. VB merupakan faktor resiko gangguan pada kehamilan, resiko kelahiran prematur dan berat badan

  9-12

  lahir rendah. Selain itu VB juga merupakan faktor resiko mempermudah mendapat penyakit IMS lain, yaitu gonore, klamidia, trikomoniasis, herpes

  11-15 genital dan HIV.

  VB meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HIV melalui mekanisme diantaranya karena pH vagina yang meningkat, menyebabkan berkurangnya jumlah Lactobacillus penghasil hidrogen peroksidase dan produksi enzim oleh flora VB yang menghambat imunitas

  1,2,11,12,24

  infertilitas tuba, dimana dua penelitian yang dilakukan di Glasgow dan Bristol menemukan rerata infertilitas tuba lebih tinggi pada pasien VB dibandingkan yang tidak menderita VB. VB disertai peningkatan resiko infeksi traktus urinarius dan infeksi traktus genitalis bagian atas. Konsentrasi tinggi mikrorganisme pada suatu tempat cenderung meningkatkan frekuensi infeksi

  12,25 ditempat yang berdekatan.

2.2 Vitamin D

  Vitamin D termasuk kedalam golongan hormon steroid dan memiliki reseptor hormon pada inti sel (nukleus). Vitamin D memiliki dua bentuk

  3

  2

  utama , cholecalciferol (vitamin D ) dan ergocalciferol (vitamin D ). Kedua bentuk vitamin ini dapat kita temukan pada makanan atau suplemen, akan

  3

  tetapi hanya vitamin D yang dihasilkan dikulit akibat paparan terhadap matahari. Sumber utama dari vitamin D (80-90%) berasal dari paparan terhadap matahari, sedangkan sisanya berasal dari makanan sebesar (10-20%), bahan makanan yang menjadi sumber vitamin D adalah tumbuh – tumbuhan (jamur shitake), kuning telur, lemak ikan, produk – produk susu

  26-28 yang telah difortifikasi dan hati sapi .

3 Previtamin D dibentuk dari 7- dehydrocholesterol (yang disebut juga

  3

  dengan provitamin D ) pada kulit selama paparan terhadap radiasi ultraviolet B (UVB), dengan panjang gelombang 290 – 315 nm. Previtamin D3 secara cepat melalui pemanasan menginduksi terjadinya isomerisasi yang kemudian

  3

  

3

  memasuki sirkulasi darah dan berikatan dengan vitamin D binding protein yang kemudian mengalami hidroksilasi pada hati menjadi 25 hidroksivitamin D (25(OH)D) dan ginjal menjadi 1,25 dihidroksivitamin D

  28,29,30-32

  (1,25(OH)2D). 25 (OH) D merupakan bentuk yang tidak aktif dan menunjukkan jumlah vitamin D yang tersimpan pada tubuh, sedangkan 1,25(OH)2 D merupakan bentuk aktif metabolik vitamin D. Metabolisme

  26

  vitamin D pada tubuh kita dapat kita lihat pada gambar 2.1 Pada awalnya, fungsi klasik dari vitamin D adalah meningkatkan absorbsi kalsium dengan mengatur beberapa calcium transport protein pada usus halus serta untuk mobilisasi dan reabsorbsi kalsium dari tulang yang

  26,29,33 merupakan tempat penyimpanan kalsium terbesar pada tubuh manusia.

  Akan tetapi pada tahun 1979 Deluca menemukan bahwa vitamin D terdapat pada semua jaringan tubuh manusia, sehingga setiap sel memilki reseptor

  26

  3

  untuk vitamin D. Vitamin D dipercayai memiliki peranan dalam mengontrol sistem imun ( dapat mengurangi resiko kanker dan penyakit autoimun), meningkatkan fungsi neuromuskular dan memperbaiki mood, melindungi otak dari toksin kimia dan juga telah terdapat beberapa review mengenai peranan vitamin D terhadap imunitas bawaan dan fungsi barier

  34 tubuh.

  25 (OH) D merupakan bentuk vitamin D yang paling banyak bersirkulasi pada darah manusia serta memiliki waktu paruh yang panjang (2-3 minggu), sehingga 25 (OH) D ini merupakan bentuk yang dapat dinilai

  26-28,35

  Tingkatan 25 (OH) D serum dikategorikan menjadi : defisiensi (< 12 ng/mL),

  7,26,28,35

  insufisiensi (12-20 ng/mL), suffisiensi (>20-80 ng/mL). Paparan terhadap matahari tiap hari membantu tubuh untuk dapat memproduksi kadar vitamin D yang diperlukan bagi tubuh kita. Akan tetapi , sekarang banyak orang yang menghindari matahari dikarenakan kemungkinan resiko terjadinya kanker kulit. Konsentrasi melanin yang tinggi pada kulit dapat menyebabkan produksi vitamin D menjadi lebih lambat, hal ini juga terjadi pada kulit yang menua, yang secara signifikan mengurangi produksi vitamin D pada kulit. Penggunaan tabir surya, jendela kaca pada rumah dan mobil, semuanya dapat menghambat paparan radiasi UVB, walaupun pada musim panas. Orang – orang yang bekerja didalam ruangan , memakai pakaian yang tertutup, memakai tabir surya secara teratur, memiliki kulit gelap, obesitas, usia tua, atau menghindari sinar matahari secara sadar merupakan faktor resiko untuk

  26,30,32,34

  terjadinya defisiensi vitamin D. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara jumlah lemak tubuh dengan kadar vitamin D.Obesitas didefinisikan sebagai lemak yang berlebihan pada jaringan adiposa yang berpengaruh pada kesehatan. Beberapa penelitian juga menyatakan jika kadar lemak tubuh meningkat, kadar 25(0H) D serum menurun, hal ini dikarenakan vitamin D disimpan pada jaringan adiposa dan lemak yang berlebihan

  30-33 menyebabkan vitamin D susah dilepaskan ke aliran darah. Ga ambar 2.1 Fot tokonversi da an hidroksilas i vitamin D. D Dikutip sesua ai aslinya dari i ke epustakaan no o. 26

2.3 V Vitamin D d dan Vaginos sis Bakteria al

  Sistem im munitas baw waan merupa akan barier pertama ter rhadap inva asi mikr roorganisme , yaitu bak kteri, virus, protozoa da an jamur. T Tugas pertam ma sistem m imunitas bawaan ada alah untuk m mengenali or rganisme asi ing dan unt tuk organisme yang menginvasi. Pola pengenalan reseptor diekspresikan oleh sel imunitas bawaan yang akan mengenali pola molekular yang ada berbagai kelas patogen . Pola molekuler ini disebut juga patogen associated moleculer

  pattern

  (PAMPs) Contoh dari PAMPs ini adalah lipopolisakarida, flagelin, protein viral dan ikatan rantai tunggal dan ganda dari RNA. Toll like receptor (TLRs) merupakan subklas pola pengenalan yang terutama diekpresikan pada membran sel dan atau endosom. Respon sistem imunitas bawaan ini tergantung terhadap TLR spesifik yang dicetuskan oleh PAMPs. Respon terhadap pensinyalan yang dicetuskan oleh TLR ini adalah produksi peptida antimikroba (AMP) dan sitokin serta apoptosis sel host. Peptida antimikroba ini memiliki aktivitas antimikroba yang dapat melawan bakteri gram positif

  27-29,33

  dan gram negatif , serta virus dan jamur. Walaupun begitu beberapa organisme yang komensal pada tubuh manusia , yaitu laktobasilus dan

  36 fosabacterium nucleatum

  resisten terhadap peptida antimiroba ini. Terdapat tiga kelas peptida antimikroba pada tubuh manusia , yaitu katelisidin, defensin β dan defensin α . Manusia hanya memiliki satu katelisidin, yaitu hCAP18 yang akan dipecah ke bentuk LL-37. Manusia yang mengalami defisiensi katelisidin lebih rentan terhadap infeksi pada permukaaan epitel , yaitu kulit

  29,33,37 dan membran mukosa.

  Produksi katelisidin dan beberapa defensin pada tubuh manusia

  27

  tergantung pada sirkulasi yang cukup dari 25(OH)D. Penelitian yang dilakukan oleh Wang dan kawan – kawan menyatakan bahwa vitamin D dapat terapi dengan 1,25 (OH)2D dapat mengupregulasi mRNA katelisidin pada sel dan kultur keratinosit, netrofil dan makrofag. Gombart dan kawan - kawan menyatakan bahwa 1,25 (OH) 2D memiliki kemampuan untuk mengupregulasi ekspresi katelisidin pada sel –sel bronkhial, urogenital, sel

  27-29,38,39 epitel , keratinosit dan sel mieloid.

  Epitel vagina merupakan barier pertahanan terhadap infeksi mikroorganisme. Permukaan vagina dipenuhi dengan peptida antimikroba yang akan memediasi imunitas bawaan dalam melawan patogen yang

  27

  menginvasi. Gangguan flora normal vagina yang terjadi pada VB disertai dengan perubahan penting pada imunitas bawaan pada vagina. Dalam hal ini, vitamin D dikatakan dapat mempengaruhi bagaimana host untuk dapat mengenali patogen dan bagaimana sistem imun berespon untuk dapat mencegah dan mengontrol invasi mikroorganisme. 1,25 (OH) D yang merupakan bentuk aktif vitamin D , penting dalam mengatur produksi dan fungsi molekul antimikroba bawaan, yaitu katelisidin, yang merupakan produk degranulasi netrofil yang melindungi terhadap infeksi bakteri.

  Hubungan vitamin D dengan produksi defensin dan fungsi lain dari netrofil

  30,33,35,37 juga mungkin berhubungan dengan infeksi bakteri ini.

  Penelitian yang dilakukan oleh Bodnar dan kawan – kawan (2009) mengenai hubungan defisiensi vitamin D dengan VB pada wanita hamil menyatakan rerata serum 25 (OH) D lebih rendah diantara wanita hamil dengan VB (11,6 ng/mL) dibandingkan dengan wanita dengan vagina flora kons entrasi serum m 25 (OH) D D < 8 ng/mL L menderita a VB dibandi ingkan deng gan 23% wanita deng gan serum 2 5 (OH)D > 16,04 ng/mL L, sehingga dari peneliti ian terse ebut diambil l kesimpulan n bahwa de efisiensi vita amin D ber rkaitan deng gan

  3 3,7

  VB. Sedangka an penelitian n yang dilak kukan oleh H Hensel dan k kawan – kaw wan (201 1) menyatak kan walaupu un hubungan n antara defi fisiensi vitam min D dan V

  VB berbe eda oleh sta atus kehami ilan, tetapi defisiensi v vitamin D p penting dala am

  7,8

  terjad dinya penin ngkatan VB pada wanit ta hamil da an tidak ham mil. Peran nan

  39

  vitam min D dalam m respon imu un dapat dilih hat pada gam mbar 2.2

Gambar 2.2. P G Peranan vitam min D terha adap imunita as tubuh. Dik kutip sesuai aslinya a dari kepust takaan nome er 39

2.4 Kerangka Teori

  Penurunan peptida Defisiensi Vitamin D antimikroba (katelisidin dan defensin )

  Pertumbuhan bakteri anaerob yang berlebihan Vaginosis Bakterial Faktor resiko terjadinya VB :

  • Wanita yang memiliki pasangan seksual lebih dari satu
  • - Wanita berhubungan seksual

    dengan wanita (WSW)
  • Douching - Merokok - Pemakaian AKDR

Gambar 2.3 Diagram kerangka teori penelitian

  2.5. Kerangka Konsep

  2.6. Hipotesis

  Ada perbedaan yang bermakna antara kadar vitamin D serum pada pasien VB dengan bukan pasien VB.

  Pasien vaginosis bakterial Kadar vitamin D serum

Gambar 2.4 Diagram kerangka konsep penelitian

  Bukan pasien vaginosis bakterial