Karakteristik Egg Replacer Dari Isolat Protein Kedelai, Isolat Protein Susu, Pati Jagung, Pati Kentang, Guar Gum, Dan Xanthan Gum

  Isolat Protein Kedelai

  Kacang kedelai (soybean) merupakan sumber protein nabati yang paling digemari. Hal ini disebabkan oleh kandungan proteinnya yang tinggi, namun harganya lebih terjangkau. Kedelai juga mempunyai manfaat bagi orang yang memiliki lactose intolerance atau alergi terhadap susu sapi. Selain itu, kacang kedelai juga mengandung antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas (Yuwono, dkk., 2010). Protein kedelai adalah protein nabati lengkap yang berkualitas karena berisi semua asam amino esensial, cocok dijadikan sebagai sumber protein dan alternatif produk hewani untuk vegetarian murni atau untuk yang menderita alergi laktosa (Koswara, 2006). Komposisi kimia kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia kedelai kering per 100 g

  Komposisi Jumlah

  Kalori (kkal) 331,0 Protein (g) 34,9 Lemak (g) 18,1 Karbohidrat (g) 34,8 Kalsium (mg) 227,0 Fosfor (mg) 585,0 Besi (mg) 8,0 Vitamin A (SI) 110,0 Vitamin B

  1

  (mg) 1,1 Air (g)

  7,5

  Sumber : Koswara (1995)

  Isolat protein kedelai cukup kaya nutrisi sehingga banyak digunakan untuk meningkatkan nilai nutrisi berbagai jenis pangan. Berdasarkan konsentrasi protein yang terdapat dalam pekatan kedelai, terdapat tiga tingkatan kedelai yaitu tepung, konsentrat, dan isolat kedelai. Kandungan tepung pada bungkil kedelai

  7 mengandung 40 - 62,5% protein. Kadar protein meningkat dari tepung ke konsentrat dan ke isolat, masing-masing 56%, 72%, dan 96%. Kadar karbohidrat sebaliknya turun dari 33,5% menjadi 7,5% dan 0,3%. Adanya pemanasan akan menginaktivasi antitripsin dan enzim lipoksigenase sehingga menghasilkan tepung atau bubuk isolat protein kedelai yang bergizi tinggi dan bau langunya hilang (Liu dan Tang 2014; Wu, dkk., 2014). Hal yang diinginkan dari konsentrat dan isolat protein kedelai adalah sifat fungsional proteinnya. Sifat ini menentukan pemakaian atau fungsi produk tersebut dalam berbagai produk makanan (Messina dan Redmond, 2006). Komposisi isolat protein kedelai per 28 g dapat dilihat pada Tabel 2.

  Tabel 2. Komposisi isolat protein kedelai per 28 g

  

Komponen Komposisi

Protein (g)

  25 Lemak total (g)

  1 Lemak jenuh (g) Lemak trans (g) Kolesterol (mg) Karbohidrat total (g) Serat (g) Gula (g) Natrium (mg) 300 Kalium (mg)

  30 Sumber: Puritan’s Pride (2014)

  Isolat protein kedelai memiliki beberapa fungsi dalam olahan daging seperti penyerapan dan pengikat lemak, pengikatan flavor, pembentuk dan menstabilkan emulsi lemak, dan membuat ikatan disulfida. Hal ini berkaitan dengan kuantitas air yang terikat bersama dengan protein dalam emulsi produk.

  Jumlah protein yang ditambahkan akan berdampak pada jumlah air yang terikat dalam matriks protein-air atau matriks emulsi yang ditandai dengan peningkatan nilai water holding capacity (Bahnol dan El-Aleem, 2004).

  8

  Isolat Protein Susu

  Secara kimia, susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral, dan protein dalam bentuk suspensi koloidal (Rahman, dkk., 1992). Lemak susu merupakan komponen paling penting berbentuk butiran yang mengandung asam lemak jenuh (65 - 75%), asam lemak tidak jenuh (25 - 30%) dan asam lemak tidak jenuh ganda sebesar 4%. Protein utama susu adalah kasein dalam bentuk koloidal dalam susu dan serum whey dalam bentuk cairan yang jumlahnya mencapai 0,5 – 0,7% (Buckle, dkk., 1985). Sekitar 80% dari protein susu berupa kasein. Karbohidrat susu adalah laktosa terdiri dari glukosa dan galaktosa (Fennema, 1996). Mineral yang ada pada susu adalah K, Ca, Cl, F, Na, Mg dan sulfur juga terdapat vitamin yang larut dalam lemak seperti A, D dan E serta vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin C, D, B (tiamina, riboflavin, niasin, pantotenat, asam folat, biotin, piridoksin, dan kobalamin) (Buckle, dkk., 1985). Komposisi nilai gizi susu bervariasi tergantung jenis dan sumbernya, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi ASI, susu sapi, susu kambing, susu domba, dan susu kerbau

  Susu Komposisi ASI Sapi Kambing Domba Kerbau Air (%) 88,3 87,3 83-87,5 84,4 73,8

  Protein (%) 1,0 3,3 3,3-4,9 5,8 6,3 Lemak(%) 4,4 3,7 4,0-7,3 6,7 12,0 Sumber: Sutama (1997); Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2014)

  

Whey protein diproduksi dari susu sapi digunakan oleh para binaragawan

  atau atlet-atlet lainnya karena kemampuannya untuk kesembuhan dan pertumbuhan. Tetapi seiring berkembangnya penemuan, whey protein juga dapat digunakan untuk hal lainnya. Beberapa diantaranya yaitu penurunan berat badan,

  9 pengobatan kanker, kesehatan anak, pemulihan luka, dan juga bagi orang usia lanjut (Zolfi, dkk., 2014).

  Whey protein merupakan sumber protein terbaik dengan kualitas tertinggi.

Whey protein kaya akan asam amino rantai cabang dan mengandung banyak

  sumber makanan alami. Whey protein merupakan salah satu dari dua jenis protein yang berasal dari susu selain casein protein. Whey protein terbentuk pada saat pemrosesan susu sapi menjadi keju. Saat pembuatan susu menjadi keju, whey

protein merupakan hasil samping yang dihasilkan dari proses pembuatan keju.

  

Whey protein isolate (isolat protein susu) diproses lebih lanjut dengan mengurangi

  kadar lemak dan karbohidrat. Umumnya isolat protein susu memiliki kadar protein 85% dari berat total (Bryant dan McClements, 1998). Komposisi isolat protein susu per 28 g dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi isolat protein susu per 28 g

  

Komponen Komposisi

Protein (g)

  25 Lemak total (g) 0,5 Lemak jenuh (g) Lemak trans (g) Kolesterol (mg)

  5 Karbohidrat total (g) < 1 Serat (g) Gula (g) < 1 Natrium (mg)

  45 Kalium (mg) 135 Sumber: Now Sports (2014)

  Pemanasan isolat protein susu di bawah kondisi yang sesuai dapat membentuk gel. Isolat protein susu dapat digunakan dalam industri makanan untuk mengubah tekstur dan pengikat air. Gel isolat protein susu dengan kekuatan ion yang tepat, pH, dan kondisi termal gelasi mampu mengikat air dan bahan lainnya dengan baik. Penyesuaian fisik dengan kondisi tersebut menentukan

  10 jaringan struktural, daya ikat air, dan sifat reologi yang dimiliki oleh gel isolat protein tersebut (Hudson, dkk., 2000).

  Pati Jagung

  Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Budidaya jagung telah meluas di Indonesia dengan penyebaran yang cukup merata dari wilayah barat sampai wilayah timur. Tanaman jagung dapat ditemukan di setiap provinsi dengan luas areal, produksi, dan produktivitasnya semakin meningkat (Syukur dan Rifianto, 2013). Komposisi kimia jagung dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi kimia jagung

  

Komponen Persentase

Air 13,5 Protein 10,0 Lemak/minyak 4,0 Karbohidrat 61,0

   Zat Tepung 1,4  Gula 6,0  Pentosa 2,3  Serat kasar 1,4 Abu 0,4 Zat lainnya

  Sumber: Warisno (1998)

  Pati jagung dapat diperoleh dengan mengekstrak pati dari biji jagung dengan cara penggilingan, pemisahan kulit, perendaman endapan dengan menggunakan natrium metabisulfit, pencucian dengan natrium hidroksida dan air, lalu dilakukan pengeringan dan pengayakan (Nurmala, 1998). Biji jagung mengandung pati 54,1 - 71,7% dan gula 2,6 - 12,0% berupa pentosan, dekstrin, sukrosa, dan gula pereduksi. Pati jagung mempunyai ukuran granula yang cukup

  11 besar, yaitu 1-7 µm untuk yang kecil dan 15-20 µm untuk yang besar (Richana dan Suarni, 2010).

  Pati biji jagung terdiri atas amilosa (27%) dan amilopektin (73%). Pati tersebut terdapat dalam beberapa tempat seperti endosperm (84,4%), lembaga (8,2%), dan tudung biji (5,3%). Pati jagung merupakan bahan yang bernilai untuk industri makanan, terutama digunakan sebagai agen pengental, pengisi, gel, penyimpanan air, pembawa (carrier), maupun sebagai pelapis (Singh, dkk., 2003; Ferrero, dkk., 1994). Pati berperan dalam menentukan sifat fisik bahan olahan pangan, khususnya tekstur dan reologi. Kadar amilosa pati jagung lebih tinggi daripada tepung terigu dan tepung beras. Kadar amilosa yang tinggi ini akan berpengaruh terhadap sifat gel yang dihasilkan pada proses gelatinisasi (Seetharaman, dkk., 2001). Keuntungan menggunakan pati jagung diantaranya adalah memiliki daya ikat air rendah sehingga memperpanjang masa simpan produk, mudah terdispersi secara sempurna, kecenderungan retrogradasi dan sineresis kecil, dan viskositas stabil pada pH netral (Gardjito, dkk., 2013).

  Varietas jagung yang berbeda memiliki kandungan pati yang relatif sama dengan perbedaan pada kandungan amilosa yang menyebabkan perbedaan pada rasio amilosa dan amilopektin. Kadar pati jagung varietas Bisi-2 78,18%, Sub-maraga 78,73%, Lamuru 80,18%, Motoro 76,66%, dan Pulo 79,63% (Tahir, 2009). Bentuk granula pati jagung merupakan campuran poligonal dan bulat dengan ukuran partikel yang sangat beragam dan sebagian kecil diantaranya dijumpai dalam bentuk terpotong. (Rambitan, 1988).

  Pati jagung memiliki sifat tidak larut pada air dingin tetapi larut dalam air panas yang dapat membentuk gel yang bersifat kental sehingga dapat mengatur

  12 tekstur dan sifat gelnya. Granula pati jagung dapat membengkak luar biasa dan tidak bisa kembali ke bentuk semula dengan memberikan pemanasan yang semakin meningkat. Pada cookies atau kue kering, pati jagung digunakan sebagai bahan pembantu kerenyahan. Pada resep cake, pati jagung digunakan untuk membantu melembutkan, sebagai pengental, sebagai anti gumpal pada gula halus (Smith, 1982).

  Pati Kentang

  Umbi kentang merupakan sumber karbohidrat yang mengandung vitamin dan mineral cukup tinggi. Kentang termasuk makanan pokok dunia selain gandum, beras, dan terigu. Kentang kini sudah dijadikan sebagai salah satu komoditi yang mendapat prioritas untuk dikembangkan. Beberapa alasan yang melatarbelakangi pentingnya pengembangan kentang di Indonesia yaitu kentang dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif terutama dalam memenuhi kebutuhan gizi dan pangan masyarakat Indonesia (Aceng, 2008). Kentang selain digunakan sebagai bahan pangan (salad, chip), juga sebagai bahan industri (pati, alkohol, dan dekstrin), pakan, dan berpotensi untuk biofarma (Pantastico, 1986).

  Kentang memiliki kadar air cukup tinggi, yaitu sekitar 80%. Hal tersebut yang menyebabkan kentang segar mudah rusak, sehingga harus disimpan dan ditangani dengan baik. Pengolahan kentang menjadi kerupuk, tepung, dan pati, merupakan upaya untuk memperpanjang daya guna umbi tersebut. Pati kentang mengandung amilosa dan amilopektin dengan perbandingan 1 : 3. Sebagai bahan makanan, kentang banyak mengandung karbohidrat, sumber mineral (fosfor, besi, dan kalium), mengandung vitamin B, vitamin C, dan sedikit vitamin A sehingga sangat berpotensi untuk dimanfaatkan penggunaannya (Soelarso, 1997). Kandungan gizi kentang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan gizi kentang per 100 gram bahan

  Senyawa Komposisi Protein (g/100 g)

  2 Lemak (g/100 g) 0,1 Karbohidrat (g/100 g) 19,1 Vitamin A Sedikit/diabaikan Thiamine (Vitamin B1) (mg/100 g) 0,081 Riboflavin (Vitamin B2) (mg/100 g) 0,04 Fosfor (mg/100 g)

  60 Besi (mg/100 g) 0,8

  Kalsium (mg/100 g)

  10 Air (g/100 g) 77,8 Kalori (kal) 83,0 - 85,0 Bagian dapat dimakan (%)

  85 Sumber : Soelarso (1997) Pati kentang mengandung jumlah protein dan lemak yang minimum. Hal ini membuat bubuknya menjadi warna putih bersih. Pati kentang yang telah dimasak memiliki ciri khas rasa netral, kejernihan yang tinggi, kekuatan mengikat yang tinggi, tekstur baik, dan kecenderungan minim terjadinya busa atau perubahan warna menjadi kuning pada larutan tersebut (Elliason, 2004).

  Granula pati kentang adalah yang terbesar ukurannya di antara pati

  13

  • – pati komersial, yaitu antara 5
  • – 100 μm. Bentuk kentang adalah bulat telur, granulanya mempunyai hilum terletak di dekat ujung (Mandala dan Palogou, 2003). Pati kentang juga memiliki kemampuan membentuk viskositas yang elastis dan tebal pada gel saat pemanasan dan pendinginan terutama saat gelatinisasi. (Alvani, dkk., 2011). Karakteristik kimia pati jagung dan kentang merah dan karakteristik pasta pati kentang dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.
Tabel 7. Kadar proksimat pati jagung dan pati kentang merah varietas desiree

  Komponen Komposisi (%) Pati jagung Pati kentang merah varietas desiree

  Air Abu Protein Lemak Karbohidrat 11,83

  0,003 0,685 0,060 87,42

  17,33 0,005 0,669 0,085

  81,91 Sumber: Erika (2010)

  Tabel 8. Karakteristik pasta pati kentang varietas desiree

  Parameter Pati kentang merah varietas desiree Suhu gelatinisasi (°C) Viskositas puncak (cP) Hot-paste viscosity (cP) Viskositas akhir (cP) Viskositas breakdown (cP) Viscositas setback (cP) Stability ratio Setback ratio

  68,32 4752,33 2559 3587,33 2193 1028

  0,54 1,40 Sumber: Tharise (2014) Guar Gum

  Guar gum merupakan suatu galaktomanan yang diekstrak dari biji kacang guar. Secara kimia, guar gum merupakan polisakarida yang terdiri dari galaktosa dan manosa. Sekitar 85% dari guar gum merupakan guaran, yaitu suatu polisakarida yang larut dalam air yang terdiri dari rantai lurus manosa dengan 1β→4 yang terhubung dengan unit-unit galaktosa melalui ikatan 1α→6. Perbandingan manosa dan galaktosa yaitu 2:1. Guar gum merupakan emulsifier yang lebih baik karena memiliki lebih banyak titik cabang galaktosa (FAO, 2014).

  Guar gum adalah bahan pengental yang murah dan juga merupakan bahan penstabil (Naresh dan Shailaja, 2006). Guar gum memiliki rantai yang lebih tersubstitusi dengan galaktosa, sehingga gum ini lebih mudah larut di dalam air dibandingkan gum biji jenis lainnya. Gum ini juga dapat dilarutkan dalam air dingin dan memberikan kekentalan yang tinggi dalam konsentrasi rendah

  14

  15 (Syafarini, 2009). Struktur kimia guar gum (FAO, 2014) dapat dilihat pada Gambar 1.

  Gambar 1. Struktur kimia guar gum Guar gum dapat membantu mengentalkan, mengikat, dan menstabilkan bahan dalam makanan. Dalam makanan, tepung guar gum dapat menarik dan mengikat air sehingga terjadi proses pengentalan makanan. Guar gum dapat digunakan dalam resep tepung putih bagi mereka dengan alergi gluten. Selain itu guar gum juga dapat digunakan sebagai pengganti tepung dan lemak dalam resep untuk membantu mengurangi kadar kalori pada makanan namun tetap mempertahankan makanan sesuai dengan ketebalan dan tekstur yang diinginkan. Guar gum mengandung, setidaknya hanya 1 kalori/g dibandingkan dengan karbohidrat 4 kalori/g, dan lemak pada 9 kalori/g (McWilliams, 2011).

  Guar gum terdispersi dalam air dingin atau panas untuk menghasilkan dispersi koloid dengan viskositas yang sangat tinggi. Sifat ini membuat guar gum sangat bernilai tinggi di industri makanan, kosmetik, pengeboran minyak, dan farmasi. Kapasitas air yang unik dari olahan guar gum membuat guar gum

  16 dapat membantu meningkatkan viskositas dari isi lambung sehingga waktu pengosongan lambung tertunda. Tingkat pencernaan dan waktu pengosongan lambung dapat membantu merasa lebih kenyang untuk jangka waktu yang lama, sehingga asupan kalori dari makanan menurun (Kobayashi, 2012).

  Viskositas guar gum dipengaruhi oleh suhu, pH, kehadiran garam, dan padatan lainnya. Semakin rendah suhu, peningkatan viskositas dan viskositas puncak akan semakin rendah. Di atas suhu 80 °C viskositas akhir sedikit berkurang. Bubuk halus guar gum membengkak lebih cepat dari pada bubuk yang kasarnya. Viskositas larutan guar gum meningkat secara bertahap dengan meningkatnya konsentrasi guar gum dalam air (Gupta dan Arora, 2011).

  Xanthan Gum

  Xanthan gum merupakan polisakarida ekstraseluler yang berasal dari kedelai, jagung, atau produk tanaman lainnya yang disekresikan oleh mikroorganisme Xanthomonas campestris. Melalui proses enzimatik yang kompleks, Xanthomonas campestris menghasilkan polisakarida pada permukaan dinding selnya selama siklus hidup normal. Di alam, bakteri ini ditemukan pada daun sayuran Brassica seperti kol atau kubis. Secara komersil, xanthan gum diproduksi dari kultur murni bakteri secara aerobik melalui proses fermentasi (Mandala dan Bayas, 2004). Struktur kimia xanthan gum (Tucson, 2008) dapat dilihat pada Gambar 2.

  Xanthan gum bersifat stabil pada kisaran pH 6

  • – 9 dan perubahan pH juga mempengaruhi viskositas xanthan gum. Xanthan gum memiliki viskositas tinggi pada konsentrasi rendah, perubahan suhu pada kisaran 60 – 70 °C memberikan

  17 efek yang kecil terhadap viskositas xanthan gum. Xanthan gum mudah larut dalam air panas atau air dingin (McNelly dan Kang, 1973).

  Gambar 2. Struktur kimia xanthan gum Xanthan gum telah banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada pati dalam makanan karena dapat meningkatkan karakteristik fisik dari beberapa pasta pati seperti pati kentang, ketela, jagung dan terigu (Ferrero, dkk., 1994). Keuntungan penggunaan xanthan gum dalam pembuatan roti adalah mampu berinteraksi dengan komponen lain, seperti pati dan protein. Xanthan gum bersifat mengikat air selama pembentukan adonan sehingga saat pemanggangan, air yang dibutuhkan untuk gelatinisasi pati tersedia dan gelatinisasi lebih cepat terjadi.

  Xanthan gum dapat membentuk lapisan tipis dengan pati sehingga dapat berfungsi seperti gluten dalam roti (Whistler dan Miller, 1993).

  Xanthan gum diharapkan dapat meningkatkan kemampuan adonan roti untuk menahan gas yang dihasilkan selama fermentasi sehingga dapat memberikan mutu produk olahan. Xanthan gum memiliki sifat pengemulsi karena adanya kompleks antara gliadin dengan xanthan gum. Roti yang dihasilkan pun

  18 memiliki kestabilan, penampakan elastis, dan sifat mutu lain yang diinginkan meski xanthan gum diberikan dalam konsentrasi rendah (Sibuea, 2001).

  Telur Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya.

  Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Komposisinya terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur, dan 31% kuning telur (Sudaryani, 2000). Kandungan gizi telur dan olahannya dapat dilihat pada Tabel 9.

  Tabel 9. Kandungan gizi telur dan olahannya Basah Kering

  Nutrisi Asinan Asinan Manisan Telur Kuning Putih Telur Kuning Putih

  (per 100 g) kuning telur kuning utuh telur telur utuh telur telur telur utuh telur

  Protein (g) 12,56 15,86 10,90 14,00 10,97 13,80 47,35 34,25 82,40 Air (g) 76,15 52,31 87,57 50,80 67,83 51,25 3,10 2,95 8,54 Lemak (g) 9,51 26,54 0,17 23,00 10,07 22,75 40,95 55,80 0,04 Abu (g) 1,06 1,71 0,63 10,60 10,30 1,40 3,65 3,40 4,55 Karbohidrat (g) 0,72 3,59 0,73 1,60 0,83 10,80 4,95 3,60 4,47 Kalori (Kal) 143 322 52 274 138 307 594 666 376 Kolesterol (mg) 372 1085 955 387 959 1507 2052

  Sumber: USDA (2010)

  Fungsi telur pada proses pembuatan roti yaitu dalam proses pembentukan krim, meningkatkan jumlah gas yang ditangkap oleh gluten, memberikan warna serta flavor yang khas, menangkap air, sebagai pelunak, dan memberikan kontribusi terhadap nilai gizi. Sifat telur yang unggul dalam hal ini sulit diganti dengan bahan lain. Albumin pada telur menyebabkan pengikatan air yang lebih baik pada crumb roti. Protein putih telur mempunyai sifat yang mirip dengan gluten karena dapat membentuk lapisan tipis yang cukup kuat untuk menahan gas yang dihasilkan selama proses fermentasi (Nugraheni, 2013).

  19 Telur juga dapat digunakan sebagai senyawa pengental dan pembentuk gel karena mengandung protein yang dapat terdenaturasi dengan adanya panas.

  Perubahan komponen alami molekul protein karena pemanasan mengakibatkan terjadinya penggumpalan protein atau pembentukan gel. Suhu terjadinya penggumpalan protein dipengaruhi beberapa faktor seperti pH, adanya garam, dan kecepatan kenaikan suhu. Pemberian panas pada putih telur juga mengakibatkan perubahan telur dari yang semula kental dan jernih menjadi keruh serta mempunyai sifat sebagai padatan yang elastis. Kuning telur juga meningkat kekentalannya pada saat dipanaskan, akan tetapi sensitivitas kuning telur terhadap pemanasan ini masih lebih rendah dibandingkan dengan putih telur pada saat dipanaskan (Charley dan Weaver, 1998).

  Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih putih telur untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak dikocok atau diregangkan seluas mungkin, hal ini berakibat pada penurunan volume buih (Stadelman dan Cotterill, 1995).

  Pada proses pembuatan emulsi dibutuhkan jenis emulsifier yang cocok dengan tujuan untuk memperoleh tipe emulsi yang diinginkan secara cepat dan ekonomis. Pada produk tepung dan pasta, emulsifier berfungsi untuk memodifikasi tekstur yaitu dapat menghomogenkan tepung dan mencegah penggumpalan sehingga adonan lebih konsisten dan seragam. Komponen yang berfungsi sebagai pengemulsi pada telur terutama terdapat pada kuning telur yaitu

  20 senyawa fosfolipid. Pada produk-produk jasa boga, kuning telur merupakan pengemulsi yang mudah dicari dan baik. Peran kuning telur sebagai pengemulsi ditentukan oleh kadar lesitin serta lipoprotein berdensitas rendah yang terdapat pada plasma kuning telur. Contoh penggunaan telur sebagai emulsifier adalah pada produk-produk cake, mayonnaise, dan french dressing (Sarwono, 1995).

  Tepung Telur

  Saat ini telur sebagai ingridien pangan tidak hanya tersedia dalam bentuk utuhnya, tetapi juga tersedia dalam bentuk telur refrigerasi, telur beku, dan tepung telur. Ketersediaan bahan-bahan ini tentunya akan membantu mempermudah aplikasi telur dalam pembuatan suatu produk pangan. Pengeringan telur sudah dilakukan di Amerika Serikat sejak tahun 1880. Proses pengeringan telur akan menghasilkan produk berupa tepung telur atau telur bubuk. Pada pengeringan telur, air dikeluarkan dari cairan telur dengan cara penguapan sampai tinggal bagian padatan dengan sedikit air. Kadar air bahan dikurangi sampai batas dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh di dalamnya. Di samping mencegah aktivitas mikroorganisme sehingga memperpanjang daya simpan, pengeringan telur juga bertujuan untuk mengurangi ruang penyimpanan, serta mempermudah penanganan dan transportasi (Koswara, 2009).

  Tepung telur disebut juga telur kering yang merupakan salah satu bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan. Selain lebih awet, keuntungan lain dari tepung telur ialah volume bahan menjadi jauh lebih kecil sehingga menghemat ruang penyimpanan dan biaya pengangkutan. Tepung telur juga memungkinkan jangkauan pemasaran yang lebih luas dan penggunaannya lebih beragam dibandingkan telur segar (Suprapti, 2006)

  21 Tepung putih telur dibuat dari putih telur yang dikeringkan. Karena sifat putih telur yang relatif tidak tahan terhadap panas, biasanya proses pengeringan dilakukan dengan cara pengeringan lapisan tipis atau pengeringan busa. Tepung kuning telur biasanya terbuat dari campuran 80% kuning telur dan 20% putih telur ayam. Hal ini terjadi karena agak sulit memisahkan 100% kuning telur dengan putihnya. Tepung kuning telur umumnya dibuat dengan teknik spray dryer.

  Produk tepung telur utuh terbuat dari campuran alami kuning dan putih telur yang ada dalam telur. Tepung telur utuh memiliki sifat yang hampir sama dengan tepung kuning telur, hanya saja kandungan putih telur lebih banyak (Suprapti, 2006).

  Sifat utama telur sebagai emulsifier yang banyak dibutuhkan dalam industri, misalnya lesitin masih berfungsi dengan baik di dalam tepung telur.

  Tepung telur memang umumnya diproduksi oleh industri. Pembuatan tepung telur dengan cara yang sederhana dapat dilakukan, namun menghasilkan tepung telur yang daya simpannya tidak terlalu lama. Proses pengeringan di industri mampu menghasilkan tepung telur dengan kadar air yang sangat rendah yang menjadikan tepung telur lebih tahan lama disimpan (Yuliarti, 2008).

  Egg Replacer

  Telur adalah salah satu bahan pangan yang multifungsi. Konsumsi enam butir dalam seminggu adalah batas maksimal yang diperbolehkan. Namun jumlah ini juga harus diimbangi dengan aktivitas hidup yang lebih dinamis. Bila tidak, tubuh akan mengalami peningkatan kolesterol dan meningkatkan risiko penyakit jantung. Kandungan lemak dalam telur juga bisa memicu penyakit kencing manis,

  21 terutama pada wanita. Makan telur ayam setiap hari membuat pria berisiko 55% mengalami diabetes tipe dua, sedangkan wanita sekitar 77% (Kingham, 2009).

  Banyak orang ingin menghindari telur untuk berbagai alasan seperti kesehatan, budaya, agama, ketidaksukaan, dan lainnya. Meskipun menambahkan telur membuat produk akhir jauh lebih baik, namun tidak berarti bahwa kita tidak bisa hidup tanpa telur. Fungsi telur seharusnya bisa digantikan oleh bahan yang memiliki sifat sama dengan telur atau setidaknya yang mirip dengan telur (Chefinyou, 2013).

  Egg replacer merupakan bahan yang digunakan untuk dapat menggantikan

  keseluruhan sifat fisik, kimia, dan fungsional dari telur yang digunakan dalam pengolahan bahan pangan. Berbeda dengan egg substitute yang hanya menggantikan sebagian dari telur, atau mengurangi penggunaan telur (Tucson, 2008). Egg replacer yang ada di pasaran saat ini terbuat dari pati kentang, tapioka, leavening agent (kalsium laktat, kalsium karbonat, dan asam sitrat) dan gum yang berasal dari biji kapas. Produk tersebut terutama ditujukan untuk menggantikan karakteristik leavening telur dalam kue, tetapi dapat digunakan untuk roti dan bakery (Vegweb, 2013).

  Egg replacer adalah suatu keharusan jika ingin membuat bakery tanpa

  telur. Banyak orang menggunakan biji rami, pisang atau bahkan tahu sutra untuk menggantikan telur dalam resep bakery mereka namun hasilnya tidak sebaik jika menggunakan telur. Egg replacer memerlukan formulasi dari beberapa bahan untuk memenuhi syarat karakteristik sebagai pengganti telur (Vegetarian, 2010).

  Egg replacer yang berbeda telah dicoba selama bertahun-tahun untuk

  sebagian atau sepenuhnya menggantikan telur. Beberapa egg replacers terbuat

  22 dari whey protein dan gum. Banyak penelitian yang sudah ada dan sebagian besar dari penelitian tidak mencakup evaluasi sensorik yang sangat penting dalam produk bakery (Kohrs, dkk., 2010). Patino, dkk., (2007), menunjukkan bahwa kapasitas buih meningkat dengan meningkatnya protein dan hidrolisat dalam larutan. Stabilitas buih juga meningkat seiring meningkatnya jumlah protein. Ashwini, dkk., (2009), menemukan bahwa penambahan beberapa jenis hidrokoloid meningkatkan kualitas keseluruhan eggless cake dengan natrium stearoil-2-laktilat (SSL) dan peningkatan tertinggi dibawa oleh hydroxylpropyl metilselulose (HPMC).

  Sebagian besar produk pengganti telur komersil tidak mengandung produk hewani, dan dengan demikian tidak mengandung kolesterol.

  Beberapa produk egg replacer komersial yaitu Ener-G Egg Replacer, The Vegg, dan Beyond Egg (Vegweb, 2013). Ener-G Egg Replacer terbuat dari campuran dari pati kentang, tepung tapioka, leavening (kalsium laktat, kalsium karbonat), gum selulosa, dan selulosa termodifikasi. The Vegg seperti kuning telur cair, cocok dalam setiap resep alternatif pengganti kuning telur. The Vegg terbuat dari serpihan ragi nutrisional, sodium alginat, dan beta-karoten. The Vegg pertama kali dijual pada tahun 2012, dan tersedia dalam berbagai media online dan di dalam toko pengecer di Amerika Serikat, beberapa negara Eropa Barat, Inggris, Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan (The Vegg, 2012). Beyond Egg dipasarkan secara sehat, lebih murah, berkelanjutan, bebas alergi, alternatif telur yang akan digunakan baik dalam memasak dan maupun baking. Beyond Egg terbuat dari bahan termasuk kacang polong, lesitin bunga matahari, canola, dan

  23 gum. Selain itu, Beyond Egg juga bebas gluten dan bebas kolesterol (Anthony, 2013).

  Sifat Fungsional Protein

  Pemanfaatan protein dalam industri pangan selain berfungsi sebagai zat gizi juga berkaitan dengan sifat-sifat fungsionalnya yang dapat mempengaruhi karakteristik produk pangan. Di antara sifat fungsional tersebut adalah daya ikat air, kelarutan, daya emulsi dan daya buih. Sifat fungsional yang dimiliki protein tersebut memperluas pemanfaatan berbagai sumber protein sebagai ingredien dalam formulasi produk pangan (Kusnandar, 2010). Beberapa sifat fungsional protein beserta mekanisme dan sumber proteinnya di dalam sistem pangan dapat dilihat pada Tabel 10.

  Tabel 10. Sifat fungsional protein beserta mekanisme dan sumber proteinnya di dalam sistem pangan Sifat Mekanisme Sistem pangan Sumber protein

  Daya ikat air Ikatan H, hidrasi Sosis, cake, roti Whey protein Gelasi Pemerangkapan air dan Daging, gel, Protein otot, imobilisasi, cake , keju protein telur pembentukan jaringan

  Emulsifikasi Adsorpsi pada Sosis, bologna, Protein otot, permukaan, sup, cake, protein telur, pembentukan film dressing protein susu

  Daya buih Adsorpsi interfasial, Es krim, cake, Protein telur, pembentukan film dessert protein susu

  Sumber: Kinsella (1981)

  Sifat fungsional protein kebanyakan berhubungan dengan interaksi protein tersebut dengan air. Interaksi protein-air menentukan sifat fungsional protein tersebut dalam bahan pangan, seperti daya ikat air, kelarutan, daya emulsi, viskositas, daya gel, dan sineresis. Protein berinteraksi dengan air dalam berbagai cara. Interaksi antara molekul air dengan sisi hidrofilik protein terjadi melalui

  24 pangan dalam mencegah terlepasnya air dari struktur tiga dimensi protein. Semakin besar jumlah air yang diikat, semakin baik pula kualitas tekstur dan mouthfeel bahan pangan yang dihasilkan (Bryant dan McClements, 1998).

  Protein bersifat amfoter dimana kelarutannya akan ditentukan oleh muatannya. Protein mencapai kelarutan pada titik terendah saat mencapai titik isoelektriknya, karena pada titik ini interaksi protein dengan protein lebih kuat bila dibandingkan dengan interaksi protein dengan air. Pada saat pH di atas atau dibawah titik isoelektrik, yang terjadi adalah interaksi protein dengan air lebih kuat bila dibandingkan interaksi protein dengan protein, sehingga protein dapat larut (McWilliams, 2011).

  Protein merupakan surface active agents yang efektif karena memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan interfasial antara komponen hidrofobik dan hidrofilik pada bahan pangan. Untuk memproduksi emulsi yang stabil, harus dipilih protein yang larut, memiliki grup bermuatan, dan memiliki kemampuan untuk membentuk film kohesif yang kuat. Berdasarkan mekanisme hidrofobisitas, protein ampifilik yang memiliki hidrofobisitas permukaan yang tinggi diadsorpsi pada permukaan minyak/air. Protein yang diadsorpsi ini menurunkan tegangan interfasial yang membantu terbentuknya emulsi. Protein dengan kandungan asam amino non polar yang tinggi (lebih dari 30% dari total asam amino) menunjukkan aktivitas emulsi dan daya busa yang tinggi, namun memiliki daya gel yang rendah (Kinsella, 1982).

  Protein yang banyak digunakan sebagai pembentuk busa adalah putih telur, gelatin, kasein, protein kedelai, protein susu, dan gluten. Protein pembentuk busa harus memiliki sifat-sifat berikut: dapat membentuk busa secara padat pada

  25 konsentrasi rendah, efektif pada kisaran pH yang luas, efektif pada media yang mengandung inhibitor busa seperti lemak, alkohol, atau substansi flavor. Protein teradsorpsi pada permukaan dan membentuk film yang stabil mengelilingi buih dan membentuk busa (Charley dan Weaver, 1998).