KAJIAN KRITIS MENGENAI UNDANG UNDANG NO
TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
KAJIAN KRITIS MENGENAI UNDANG-UNDANG NO 31 TAHUN 2004 DAN NO 45 TAHUN 2009
TENTANG PERIKANAN
Rizka Amalia (P052130301) Syahminan (P052130371) Mardiana Wahyuni (P052120021)
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Alloh SWT, karena hanya dengan berkat, rahmat, dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dengan judul “Kajian Kritis Mengenai Undang-Undang No 31 Tahun 2004 dan No 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan ”.
Dalam penyusunan makalah, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan tugas ini atas bantuan dari berbagai pihak, terutama oleh dosen pembimbing. Oleh sebab itu kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku dosen penanggungjawab mata kuliah AMDAL dan Dr. drh. Akhmad Arif Amin yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan mengenai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Kami berharap makalah ini dapat berguna bagi semua pihak dan menjadi sumbangan pemikiran yang baik, khususnya dalam bidang pembangunan lingkungan yang berkelanjutan. Kami juga menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Bogor,18 November 2014
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i Daftar Isi
ii Daftar Gambar
iii Daftar Tabel
iii Bab I. Pendahuluan
1 1.1.Latar Belakang
1 1.2.Tujuan
3 Bab II. Uraian substansi isi
2.1. Sistematika UU no. 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009
2.2. Uraian substansi UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009
A. Pengertian
B. Ketentuan umum
C. Ruang lingkup
D. Wilayah pengelolaan perikanan
E. Pengelolaan perikanan
F. Usaha perikanan
G. Sistem informasi dan data statistik perikanan
H. Pungutan perikanan
40 J. Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perikanan
I. Penelitian dan pengembangan perikanan
41 K. Pemberdayaan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil
41 L. Penyerahan urusan dan tugas pembantuan
43 M. Pengawasan perikanan
43 N. Pengadilan perikanan
44 O. Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
44 perikanan P. Ketentuan pidana
45 Q. Ketentuan peralihan
46 R. Ketentuan penutup
46 Bab III. Analisis isi
3.1. Analisis perubahan substansi UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun
3.2. Kekuatan dan kelemahan UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun
3.3. Tantangan UU no 45 tahun 2009
85 AMDAL
3.4. Implementasi UU no 45 tahun 2009 dalam kaitan pelaksanaan
3.5. Keterkaitan UU no 45 tahun 2009 dengan beberapa peraturan
94 Bab IV. Penutup
3.6. Upaya yang harus dilakukan
97 Daftar pustaka
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Estimasi potensi sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan perikanan
84 Negara Republik Indonesia
DAFTAR TABEL
4 Tabel 2. Perbandingan definisi terkait segala hal tentang perikanan menurut UU
Tabel 1. Perbandingan sistematika UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009
5 no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009 Tabel 3. Perbandingan asas dan tujuan pada UU no 31 tahun 2004 dan UU no 45
10 tahun 2009 Tabel 4. Perbandingan ketentuan pengelolaan perikanan pada UU no 31 tahun
11 2004 dan UU no 45 tahun 2009 Tabel 5. Perbandingan ketentuan usaha perikanan pada UU no 31 tahun 2004
24 dan UU no 45 tahun 2009 Tabel 6. Perbandingan ketentuan sistem infornasi dan data statistik perikanan
38 pada UU no 31 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009
Tabel 7. Perbandingan pungutan perikanan pada UU no 31 tahun 2004 dan UU
39 no 45 tahun 2009
Tabel 8. Ketentuan penelitian dan pengembangan perikanan menurut UU no 31
40 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009
Tabel 9. Ketentuan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan perikanan menurut
41 UU no 31 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009
Tabel 10. Ketentuan pemberdayaan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil
41 pada UU no 31 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009
Tabel 11. Perbandingan ketentuan penyerahan urusan dan tugas pembantuan
43 menurut UU no 31 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009 Tabel 12. Perbandingan ketentuan pengawasan perikanan menurut UU no 31
43 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009
Tabel 13. Perbandingan ketentuan pengadilan perikanan pembantuan menurut
44 UU no 31 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009 Tabel 14. Perbandingan ketentuan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
44 sidang pengadilan perikanan padaUU no 31 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009
Tabel 15. Perbandingan ketentuan pidanapadaUU no 31 tahun 2004 dan UU no
46 45 tahun 2009
Tabel 16. Perbandingan ketentuan penutup padaUU no 31 tahun 2004 dan UU
46 no 45 tahun 2009
Tabel 17. Pasal-pasal dalam UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009 yang
48 mengalami perubahan Tabel 18 . Penyediaan Ikan Untuk Konsumsi 2007-20011
83 Tabel 19. Konsumsi ikan 2007-2011
83 Tabel 20. Jenis Kegiatan Usaha budidaya Perikanan yang wajib AMDAL
85 Tabel 21. keterkaitan UU no 45 tahun 2009 tentang perikanan dengan Undang-
88 undang RI lainnya
Tabel 22. Keterkaitan UU no 45 tahun 2009 tentang perikanan peraturan perundang
89 undangan (Perpu) lainnya.
Tabel 23. Keterkaitan UU no 45 tahun 2009 tentang perikanan dengan Peraturan
89 pemerintah lainnya
Tabel 24. Keterkaitan UU no 45 tahun 2009 tentang perikanan dengan Peraturan
90 menteri
Tabel 25. keterkaitan UU no 45 tahun 2009 tentang perikanan dengan keputusan
91 menteri Tabel 26. Keterkaitan UU no 45 tahun 2009 tentang perikanan dengan Peraturan
91 presiden lainnya Tabel 27. Keterkaitan UU no 45 tahun 2009 tentang perikanan dengan Keputusan
95 presiden Tabel 28. Keterkaitan UU no 45 tahun 2009 tentang perikanan dengan Instruksi
95 presiden
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara maritim yang membentang luas di
khatulistiwa dari 94 o BT - 141 BT dan 6 LU - 11 LS memiliki luas daratan 191.093.132 Km 2 (Kemendagri 2010) dengan luas laut territorial 284.210,90 Km 2 ,
luas Zona Ekonomi Eksklusif 2.981.211,00 Km 2 dan luas laut 12 mil 279..322,00 Km 2 (UNCLOS 1982) dengan garis pantai indonesia 104000,00 Km 2 (Bakosurtanal 2006) merupakan garis pantai terpanjang ke dua di dunia setelah Kanada, dengan karakteristik sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau besar dan kecil (Kemendagri 2008). Selain itu Indonesia memiliki wilayah yuridiksi nasional yang meliputi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 12 mil dan landas kontingen sampai 350 mil dari garis pantai. Dengan ditetapkannya konvensi PBB tentang hukum laut Internasional 1982 wilayah laut yang dapat dimanfaatkan diperkirakan dapat
mencapai 5,8 juta km 2 merupakan perairan ZEE dan termasuk di dalamnya sektor perikanan (Dahuri, 2003). Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan (UU No 45 Tahun 2009).
Dengan luas laut 5,8 juta km 2 , Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang besar dan beragam. Potensi lestari sumberdaya
perikanan laut (MSY) Indonesia yang dikemukakan Aziz et al. (1998) adalah sebesar 6,18 juta ton per tahun, yang terdiri dari potensi Ikan Pelagis Besar sebesar 975,05 ribu ton, Ikan Pelagis Kecil 3,23 juta ton, Ikan Demersal 1,78 juta ton, Ikan Karang Konsumsi 75 ribu ton, Udang Penaid 74 ribu ton, Lobster 4,80 ribu ton, dan Cumi- cumi 28,25 ribu ton.
Walaupun potensi perikanan laut Indonesia cukup besar, namun tingkat pemanfaatannya masih belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari hasil produksi perikanan tangkap untuk tahun 2001 sebesar 4,1 juta ton per tahun (BRKP dan LIPI 2001), sedangkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar lebih kurang 5 juta ton per tahun (80% dari MSY). Jadi peluang untuk meningkatkan hasil tangkapan masih terbuka lebih kurang 1 juta ton per tahun. Meskipun demikian, beberapa jenis ikan telah mengalami gejala tangkap lebih (over fishing) di beberapa perairan nusantara. Berdasarkan hasil perhitungan potensi lestari perikanan yang dilakukan oleh Aziz et al. (1998), beberapa jenis sumberdaya yang telah mengalami gejala tangkap lebih adalah:
Ikan pelagis besar di sekitar perairan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik.
Ikan pelagis kecil di sekitar perairan Selat Malaka dan Laut Jawa. Ikan demersal di sekitar perairan Selat Malaka, Selat Makasar dan Laut Flores,
Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik serta Laut Arafura. Ikan karang konsumsi di perairan Laut Jawa, Selat Makasar dan Laut Flores, Laut Banda, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik serta Samudera Hindia. Udang peneid hampir di semua perairan kecuali di perairan Laut Seram sampai Teluk Tomini, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik serta Samudera Hindia. Lobster di perairan Selat Makasar dan Laut Flores.
Cumi-cumi di perairan Selat Malaka, Laut Jawa, Selat Makasar dan Laut Flores serta Laut Arafura.
Salah satu penyebab dari gejala tangkap lebih ini, adalah adanya ketimpangan struktur armada penangkapan yang didominasi oleh kapal tanpa motor. Dengan komposisi kapal yang didominasi oleh kapal tanpa motor, maka kawasan perairan yang mengalami tekanan eksploitasi yang besar adalah perairan pantai. Permasalahan lain atau isu yang terlihat di kawasan ini adalah jumlah nelayan yang besar, IUU (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing), degradasi lingkungan, kesadaran para pelaku usaha (sense of business) masih rendah, pemahaman aparat tentang otonomi daerah sempit, dan peningkatan penegakan hukum. Kondisi ini tidak hanya menyebabkan over eksploitasi, tetapi juga rendahnya produktivitas nelayan. Melihat pentingnya peran dan nilai strategis sumberdaya perikanan dan kelautan serta isu dan permasalahan yang dihadapi maka,diperlukan peraturan dan kebijakan dalam mengelola dan menjaga kelestarian potensi-potensi tersebut agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (sustainable). Oleh karena itu, perlu pengkajian kritis mengenai peraturan-peraturan yang telah ada.
Sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi dan peluang pasar hasil kelautan dan perikanan yang cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan permintaan terhadap produk perikanan yang diperkirakan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dunia yang terus meningkat pula, serta kesadaran manusia akan arti penting nilai gizi ikan bagi kesehatan dan kecerdasan umat manusia. Semakin berkurangnya sumberdaya alam dan jasa lingkungan di daratan yang disebabkan antara lain oleh meningkatnya pemanfaatan sumberdaya alam, jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat, maka diharapkan sektor perikanan ini dapat menjadi sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia.
Pembangunan kelautan dan perikanan ke depan, diharapkan dapat meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi nasional yang antara lain meliputi peningkatan pendapatan nelayan dan pembudidaya ikan serta masyarakat pesisir lainnya, penyerapan tenaga kerja, kesempatan berusaha, dan memperkuat ketahanan pangan nasional, serta penerimaan devisa negara melalui pemanfaatan Pembangunan kelautan dan perikanan ke depan, diharapkan dapat meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi nasional yang antara lain meliputi peningkatan pendapatan nelayan dan pembudidaya ikan serta masyarakat pesisir lainnya, penyerapan tenaga kerja, kesempatan berusaha, dan memperkuat ketahanan pangan nasional, serta penerimaan devisa negara melalui pemanfaatan
Sesuai amanat konstitusi sebagaimana tertuang pada Pasal 3 Undang-Undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, pembangunan rerikanan tangkap ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan, dan sekaligus untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta lingkungannya. Tujuan tersebut dewasa ini diperluas cakupannya pada Undang-Undang No 31 Tahun 2004 dan No 45 Tahun 2009 tentang perikanan, sehingga tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan, tetapi juga untuk meningkatkan kontribusi sub sektor perikanan tangkap terhadap pembangunan perekonomian nasional, utamanya guna membantu mengatasi krisis ekonomi yang sedang melanda negara kita, baik dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, penerimaan devisa melalui ekspor, maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah berusaha untuk menerapkan manajemen perikanan tangkap secara terpadu dan terarah, agar pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dilakukan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi. Hal ini karena sumberdaya ikan dapat mengalami degradasi bahkan pemusnahan apabila dieksploitasi secara tidak terkendali, meskipun dikatakan bahwa sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharukan (renewable resources ). Disamping itu, penerapan manajemen perikanan yang baik, juga merupakan wujud dari implementasi komitmen pemerintah Indonesia terhadap issu mengenai pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab sebagaimana tertuang dalam FAO-Code of Conduct for Responsible Fisheries, yang dewasa ini bergaung di dunia internasional.
1.2 Tujuan
Tujuan dari kajian ini adalah menganalisis isi Undang-Undang No 31 Tahun 2004 dan No 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan yang meliputi
1. Sistematika UU no. 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009
2. Uraian substansi UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009
3. Perubahan substansi UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009
4. Kekuatan dan kelemahan UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009
5. Tantangan UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009
6. Implementasi UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009 dalam kaitannya pelaksanaan AMDAL
7. Keterkaitan UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009 dengan beberapa peraturan
BAB II URAIAN SUBSTANSI ISI
2.1. Sistematika UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009
Terdapat beberapa perubahan, sisipan dan pengapusan pasal dari UU no 31 tahun 2004 ke UU 45 tahun 2009 yang diuraikan dalam tabel 1. Tabel 1. Perbandingan sistematika UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009
UU no 31 tahun 2004 UU 45 tahun 2009
dari 17 Bab I. Ketentuan umum
1-3
terdiri
Peruba Sisi- Peng
Bab
dari 111 han
pan hapus
111 Bab II. Ruang lingkup
1, 2, 7, 15A, 16(1), pasal
4 tetapi
9, 14, 25A, 14 perikanan
Bab III. Wilayah pengelolaan 5 ada
18, 23, 25B, Bab IV. Pengelolaan perikanan
beberapa
25, 27, 25C, Bab V. Usaha perikanan
6-24
perubaha
28, 32, 28A, Bab VI. Sistem informasi dan data 46-47
25-45
n, sisipan
36, 41, 35A, statistik perikanan
pasal dan
42, 43, 41A, Bab VII. Penguat perikanan
pengapus
44, 46, 46A, Bab
48-51
an pasal
48, 50, 71A, pengembangan perikanan
VIII.
Penelitian
dan 52-56
sebagai
65, 66, 73A, Bab IX. Pendidikan, pelatihan dan 57-59
berikut:
69, 71, 73B, penyuluhan perikanan
71(4), 76(9), Bab X. Pemberdayaan nelayan 60-64
75, 85, 83A, kecil dan pembudi daya ikan kecil
93, 98, 94A, Bab XI. Penyerahan urusan dan 65 100b
100A, tugas pembantuan
100B, 100C,
Bab XII. Pengawasan perikanan
66-70
100D, Bab XIII. Pengadilan perikanan
110A Bab XIV. Penyidikan, penuntutan, 72-83
dan pemeriksaan di sidang pengadilan perikanan Bab XV. Ketentuan pidana
84-105
Bab XVI. Ketentuan peralihan
106-109
Bab XVII. Ketentuan penutup
110-111
2.2. Uraian Substansi UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009
Berdasarkan UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009, substansi isi diuraikan sebagai berikut:
A. Pengertian
Dalam bab ketentuan umum terdapat beberapa pengertian yang menjelaskan segala hal tentang perikanan yang dimaksud dalam UU no 31 tahun 2004 dan UU no
45 tahun 2009. Pengertian-pengertian tersebut dapat dilihat dalam tabel 2. Tabel 2. Perbandingan definisi terkait segala hal tentang perikanan menurut UU no
31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009
Definisi
Menurut UU no 31 tahun 2004
Menurut UU no 45 tahun 2009
Perikanan semua kegiatan yang berhubungan Sama dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
Sama Lingkungan sumber
Sumber daya ikan
potensi semua jenis ikan.
perairan tempat kehidupan sumber Sama daya ikan
daya ikan, termasuk biota dan faktor alamiah sekitarnya
ekosistem, jenis, dan
segala jenis organisme yang seluruh Tidak ada
genetik untuk
atau sebagian dari siklus hidupnya
menjamin keberadaan, berada di dalam lingkungan perairan ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman Ikan Ikan
Tidak ada
segala jenis organisme
yang seluruh
atau sebagian dari siklus atau sebagian dari siklus
Penangkapan ikan kegiatan untuk memperoleh ikan di Sama perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
Pembudidayaan ikan
kegiatan
untuk
memelihara, Sama
membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk
dan/atau
mengawetkannya.
Pengelolaan perikanan semua upaya, termasuk proses yang Sama
konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan
untuk
mencapai
kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.
Konservasi sumber upaya perlindungan, pelestarian, dan Upaya daya ikan
pemanfaatan sumber daya ikan, perlindungan, termasuk sumber daya ikan .
pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya
ikan,
termasuk termasuk
tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman
sumber daya ikan . Kapal perikanan
kapal, perahu, atau alat apung lain Sama yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan
perikanan, dan
penelitian/ eksplorasi perikanan
Nelayan orang yang mata pencahariannya Sama melakukan penangkapan ikan.
Nelayan kecil orang yang mata pencahariannya orang yang mata melakukan penangkapan ikan untuk pencahariannya memenuhi kebutuhan hidup sehari- melakukan hari.
penangkapan ikan untuk
memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari
yang menggunakan kapal
perikanan berukuran paling besar 5 (lima)
gross ton (GT) . Pembudi daya ikan
orang yang mata pencahariannya Sama melakukan pembudidayaan ikan.
Pembudi daya-ikan
orang yang mata pencahariannya Sama
kecil
melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
Setiap orang
Sama Korporasi
orang perseorangan atau korporasi
kumpulan orang dan/atau kekayaan Sama yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Surat izin usaha izin tertulis yang harus dimiliki Sama perikanan, yang
perusahaan perikanan untuk melakukan
selanjutnya disebut
usaha perikanan dengan menggunakan
SIUP
sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut
Surat izin izin tertulis yang harus dimiliki setiap Sama penangkapan ikan,
kapal perikanan untuk melakukan
yang selanjutnya
penangkapan ikan yang merupakan
disebut SIPI
bagian tidak terpisahkan dari SIUP
Surat izin kapal izin tertulis yang harus dimiliki setiap Sama pengangkut ikan, yang kapal perikanan untuk melakukan selanjutnya disebut
pengangkutan ikan
SIKPI Laut teritorial
jalur laut selebar 12 (dua belas) mil Sama Indonesia
laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia
Perairan Indonesia laut teritorial Indonesia beserta Sama perairan kepulauan dan perairan pedalamannya
Zona ekonomi jalur di luar dan berbatasan dengan laut Sama eksklusif Indonesia,
yang selanjutnya
ditetapkan berdasarkan undang-undang
disebut ZEEI
Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia.
Laut lepas bagian dari laut yang tidak termasuk Sama dalam ZEEI, laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesia
Pelabuhan perikanan tempat yang terdiri atas daratan dan Sama perairan di sekitarnya dengan batas- batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
Menteri menteri yang bertanggung jawab di menteri yang
bidang perikanan
membidangi urusan perikanan
Pemerintah
Sama Pemerintah Daerah
Pemerintah Pusat
Pemerintah
Provinsi
dan/atau Sama
Pemerintah Kabupaten/Kota
B. Ketentuan umum
Terdapat perbedaan dalam ketentuan mengenai asas dan tujuan pada UU no 31 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
Sementara itu, tidak ada perbedaan antara penjelasan pasal 3 mengenai “tujuan pengelolaan perikanan” dalam UU no 31 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009
yaitu:
a. meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil;
b. meningkatkan penerimaan dan devisa negara;
c. mendorong perluasan dan kesempatan kerja;
d. meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan;
e. mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan;
f. meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing;
g. meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan;
h. mencapai pemanfataan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal; dan
i. menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan tata ruang.
Tabel 3. Perbandingan asas dan tujuan pada UU no 31 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009
Pasal Menurut UU no 31 tahun 2004 Menurut UU 45 tahun 2009
Pasal 2 Pengelolaan perikanan dilakukan Pengelolaan perikanan Asas dan
manfaat, dilakukan berdasarkan asas: tujuan
berdasarkan
asas
keadilan, kemitraan, pemerataan, a) manfaat; keterpaduan,
keterbukaan, b) keadilan;
efisiensi, dan kelestarian yang c) kebersamaan;
berkelanjutan d) kemitraan;
e) kemandirian;
f) pemerataan;
g) keterpaduan;
h) keterbukaan;
i) efisiensi; j) kelestarian; dan
k) pembangunan yang
berkelanjutan.
C. Ruang lingkup
Berdasarkan pasal 4 di dalamUU no 31 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009 ternyata tidak ada perubahan substansial maka ruang lingkup UU no 45 tahun 2009 berlaku untuk :
1) setiap orang, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing dan badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing, yang melakukan kegiatan perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia;
2) setiap kapal perikanan berbendera Indonesia dan kapal perikanan berbendera asing, yang melakukan kegiatan perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia;
3) setiap kapal perikanan berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di luar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia; dan
4) setiap kapal perikanan berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan ikan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dalam bentuk kerja sama dengan pihak asing.
D. Wilayah pengelolaan perikanan
Berdasarkan pasal 5 di dalam UU no 31 tahun 2004 dan UU 45 tahun 2009 ternyata tidak ada perubahan substansial maka wilayah pengelolaan perikanan terdiri dari:
1) Wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan ikan
dan/atau pembudidayaan ikan meliputi:
a. perairan Indonesia;
b. ZEEI; dan
c. sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia.
2) Pengelolaan perikanan di luar wilayah pengelolaan perikanan Republik
Indonesia, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, persyaratan, dan/atau standar internasional yang diterima secara umum.
E. Pengelolaan perikanan
Tidak terdapat perbedaan substansi pada pasal 6 menurut UU no 31 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009 dimana Pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan untuk:
1. tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan.
2. kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat. Sementara itu pada pasal-pasal lain tentang pengelolaan perikanan menurut UU
no 31 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009 terdapat beberapa perubahan (lihat tabel 4). Tabel 4. Perbandingan ketentuan pengelolaan perikanan pada UU no 31 tahun 2004
dan UU no 45 tahun 2009
Pasal Menurut UU no 31 tahun 2004 Menurut UU 45 tahun 2009
Pasal 7 (1) Dalam rangka mendukung kebijakan (1) Dalam rangka mendukung pengelolaan sumber daya ikan, Menteri
kebijakan pengelolaan sumber menetapkan:
daya ikan, Menteri menetapkan:
a. rencana pengelolaan perikanan;
a. rencana pengelolaan perikanan;
b. potensi dan alokasi sumber daya ikan di b. potensi dan alokasi sumber wilayah
ikan di wilayah Republik Indonesia;
pengelolaanperikanan Negara
c. jumlah tangkapan yang diperbolehkan Republik Indonesia; di wilayah pengelolaan perikanan c. jumlah
tangkapan yang Republik Indonesia;
diperbolehkan di wilayah
d. potensi
pengelolaan perikanan Negara pembudidayaan ikan di wilayah
Republik Indonesia; Republik Indonesia;
Republik d. potensi dan alokasi lahan Indonesia;
perikanan
pembudidayaan ikan di
e. potensi dan alokasi induk serta benih wilayah pengelolaan perikanan ikan tertentu di wilayah pengelolaan
Negara Republik Indonesia; perikanan Republik Indonesia;
e. potensi dan alokasi induk serta
f. jenis, jumlah, dan ukuran alat benih ikan tertentu di wilayah penangkapan ikan;
pengelolaan perikanan Negara
g. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan Republik Indonesia; alat bantu penangkapan ikan;
f. jenis, jumlah, dan ukuran alat
h. daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan; penangkapan ikan;
g. jenis, jumlah, ukuran, dan
i. persyaratan atau standar prosedur penempatan alat bantu operasional penangkapan ikan;
penangkapan ikan; j. sistem pemantauan kapal perikanan;
h. daerah, jalur, dan waktu atau k. jenis
musim penangkapan ikan; dibudidayakan;
i. persyaratan atau standar l. jenis ikan dan wilayah penebaran
operasional kembali serta penangkapan ikan
prosedur
penangkapan ikan; berbasis budi daya;
j. pelabuhan perikanan;
m. pembudidayaan
pemantauan kapal perlindungannya;
ikan
dan k. sistem
perikanan;
n. pencegahan pencemaran dan kerusakan l. jenis ikan baru yang akan sumber daya ikan serta lingkungannya;
dibudidayakan; o. rehabilitasi dan peningkatan sumber m. jenis ikan dan wilayah daya ikan serta lingkungannya;
kembali serta p. ukuran atau berat minimum jenis ikan
penebaran
penangkapan ikan berbasis yang boleh ditangkap;
budi daya;
q. suaka perikanan; n. pembudidayaan ikan dan r. wabah dan wilayah wabah penyakit
perlindungannya; ikan;
o. pencegahan pencemaran dan s. jenis ikan yang dilarang untuk
kerusakan sumber daya ikan diperdagangkan, dimasukkan, dan
serta lingkungannya; dikeluarkan ke dan dari wilayah p. rehabilitasi dan peningkatan Republik Indonesia; dan
sumber daya ikan serta t. t. jenis ikan yang dilindungi.
lingkungannya; (2) Setiap orang yang melakukan usaha q. ukuran atau berat minimum dan/atau
ikan yang boleh perikanan wajib mematuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) r. kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) r. kawasan konservasi
perairan;
a. jenis, jumlah, dan ukuran alat s. wabah dan wilayah wabah penangkapan ikan;
penyakit ikan;
b. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan t. jenis ikan yang dilarang untuk alat bantu penangkapan ikan;
diperdagangkan, dimasukkan,
c. daerah, jalur, dan waktu atau musim dan dikeluarkan ke dan dari penangkapan ikan;
wilayah Negara Republik
d. persyaratan atau standar prosedur Indonesia; dan operasional penangkapan ikan;
u. jenis ikan yang dilindungi.
e. sistem pemantauan kapal perikanan;
f. jenis ikan
akan (2) Setiap orang yang melakukan dibudidayakan;
dan/atau kegiatan
g. jenis ikan dan wilayah penebaran pengelolaan perikanan wajib kembali serta penangkapan ikan mematuhi ketentuan sebagaimana berbasis budi daya;
dimaksud pada ayat (1) mengenai:
h. pembudidayaan
dan a. jenis, jumlah, dan ukuran alat perlindungannya;
ikan
penangkapan ikan;
i. pencegahan pencemaran dan kerusakan b. jenis, jumlah, ukuran, dan sumber daya ikan serta lingkungannya;
penempatan alat bantu j. ukuran atau berat minimum jenis ikan
penangkapan ikan; yang boleh ditangkap;
c. daerah, jalur, dan waktu atau k. suaka perikanan;
musim penangkapan ikan; l. wabah dan wilayah wabah penyakit d. persyaratan
atau standar ikan;
operasional m. jenis ikan yang dilarang untuk
prosedur
penangkapan ikan; diperdagangkan, dimasukkan, dan e. sistem
pemantauan kapal dikeluarkan ke dan dari wilayah
perikanan;
f. jenis ikan baru yang akan n. jenis ikan yang dilindungi.
Republik Indonesia; dan
dibudidayakan; (3) Menteri menetapkan potensi dan jumlah g. jenis ikan dan wilayah
kembali serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
penangkapan ikan berbasis
huruf b dan huruf c setelah
budi daya;
mempertimbangkan rekomendasi dari h. pembudidayaan ikan dan komisi nasional yang mengkaji sumber
perlindungannya; daya ikan.
i. pencegahan pencemaran dan (4) Komisi nasional sebagaimana dimaksud
kerusakan sumber daya ikan pada ayat (3) dibentuk oleh Menteri dan
serta lingkungannya; beranggotakan para ahli di bidangnya j. ukuran atau berat minimum serta lingkungannya; beranggotakan para ahli di bidangnya j. ukuran atau berat minimum
yang berasal dari lembaga terkait.
jenis
ditangkap;
kawasan perairan yang masing-masing k. kawasan konservasi
dilindungi, termasuk taman nasional
perairan;
laut, untuk
ilmu l. wabah dan wilayah wabah pengetahuan, kebudayaan, pariwisata,
kepentingan
penyakit ikan; dan/atau kelestarian sumber daya ikan m. jenis ikan yang dilarang untuk dan/atau lingkungannya.
diperdagangkan, dimasukkan, (6)
dan dikeluarkan ke dan dari pembangunan perikanan, pemerintah
wilayah Negara Republik membentuk
Indonesia; dan pembangunan perikanan nasional yang n. jenis ikan yang dilindungi. diketuai
anggotanya terdiri atas menteri terkait, (3)
Kewajiban mematuhi
asosiasi perikanan, dan perorangan
ketentuan mengenai sistem
yang mempunyai kepedulian terhadap
pemantauan kapal perikanan
pembangunan perikanan.
sebagaimana dimaksud pada
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai
ayat (2) huruf e, tidak berlaku
susunan organisasi dan tata kerja dewan
bagi nelayan kecil dan/atau
pertimbangan pembangunan perikanan pembudi daya-ikan kecil . nasional sebagai-mana dimaksud pada (4) Menteri menetapkan potensi ayat (6) ditetapkan dengan Keputusan
dan jumlah tangkapan yang Presiden.
diperbolehkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan
c setelah mempertimbangkan rekomendasi
huruf
dari komisi nasional yang mengkaji sumber daya ikan.
(5) Komisi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibentuk oleh Menteri dan beranggotakan para ahli di bidangnya yang berasal dari lembaga terkait.
(6) Menteri menetapkan jenis
ikan yang dilindungi dan kawasan konservasi perairan untuk
kepentingan ilmu
pengetahuan , kebudayaan, pengetahuan , kebudayaan,
Pasal 8 (1) Setiap orang dilarang melakukan Sama penangkapan
ikan
dan/atau
menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.
(2) Nakhoda atau pemimpin kapal perikanan, ahli penangkapan ikan, dan anak buah kapal yang melakukan penangkapan ikan dilarang menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/ atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.
(3) Pemilik kapal perikanan, pemilik perusahaan
perikanan,
penanggung
jawab perusahaan perikanan, dan/atau operator kapal perikanan dilarang menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.
(4) Pemilik perusahaan pembudidayaan ikan,
dan/atau
penanggung
jawab
perusahaan perusahaan
(5) Penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara,
dan/atau
dan/atau
dimaksud pada ayat (1), diperbolehkan hanya untuk penelitian.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau
bangunan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9 Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, (1) Setiap orang dilarang memiliki, membawa, dan/atau menggunakan di kapal
menguasai, membawa, dan/atau penangkap ikan di wilayah pengelolaan
menggunakan alat penangkapan perikanan Republik Indonesia:
dan/atau
alat bantu
a. alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu
penangkapan ikan yang
penangkapan ikan yang tidak sesuai
mengganggu dan merusak
dengan ukuran yang ditetapkan;
keberlanjutan sumber daya
b. alat penangkapan ikan yang tidak sesuai ikan di kapal penangkap ikan di dengan persyaratan atau standar yang
wilayah pengelolaan perikanan ditetapkan untuk tipe alat tertentu;
Negara Republik Indonesia. dan/atau
(2) Ketentuan mengenai alat
a. alat penangkapan ikan yang dilarang. penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan
ikan yang mengganggu
dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri. Pasal 10
(1) Untuk kepentingan kerja sama Sama internasional, Pemerintah:
a. dapat memublikasikan secara berkala hal- hal yang berkenaan dengan langkah konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan;
b. bekerja sama dengan negara tetangga atau dengan negara lain dalam rangka konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan di laut lepas, laut lepas yang bersifat tertutup, atau semi tertutup dan wilayah kantong;
c. memberitahukan serta menyampaikan bukti-bukti terkait kepada negara bendera asal kapal yang dicurigai melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan hambatan
pengelolaan sumber daya ikan. (2) Pemerintah ikut serta secara aktif
lembaga/organisasi
regional
dan
internasional dalam rangka kerja sama pengelolaan perikanan regional dan internasional.
Pasal 11 (1) Untuk kepentingan kelestarian sumber Sama daya ikan dan pemanfaatan lahan pembudidayaan
ikan,
Menteri
menetapkan suatu keadaan kritis yang membahayakan
atau
dapat
membahayakan sediaan ikan, spesies ikan, atau lahan pembudidayaan ikan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.
keadaan kritis sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 12 (1) Setiap orang dilarang melakukan Sama Pasal 12 (1) Setiap orang dilarang melakukan Sama
pengelolaan
perikanan
Republik Indonesia. (3)
membudidayakan ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan, lingkungan sumber daya ikan, dan/atau kesehatan
membudidayakan ikan hasil rekayasa genetika yang dapat membahayakan sumber daya ikan, lingkungan sumber daya ikan, dan/atau kesehatan manusia di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.
(4) Setiap orang dilarang menggunakan obat-obatan dalam pembudidayaan ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan, lingkungan sumber daya ikan, dan/atau kesehatan manusia di wilayah
pengelolaan
perikanan
Republik Indonesia. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai hal- hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13 (1) Dalam rangka pengelolaan sumber daya Sama ikan, dilakukan upaya konservasi ekosistem, konservasi jenis ikan, dan konservasi genetika ikan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai konservasi ekosistem, konservasi jenis ikan, dan konservasi genetika ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14 (1)
dan/atau (1) Pemerintah mengatur dan/atau mengembangkan pemanfaatan plasma
Pemerintah
mengatur
mengembangkan pemanfaatan nutfah yang berkaitan dengan sumber
plasma nutfah yang berkaitan daya ikan dalam rangka pelestarian
dengan sumber daya ikan dalam ekosistem dan pemuliaan sumber daya
rangka pelestarian ekosistem dan ikan.
pemuliaan sumber daya ikan. (2) Setiap orang wajib melestarikan plasma (2) Setiap orang wajib melestarikan nutfah yang berkaitan dengan sumber
plasma nutfah yang berkaitan daya ikan.
dengan sumber daya ikan. (4) Pemerintah mengendalikan pemasukan (3) Pemerintah mengendalikan ikan jenis baru dari luar negeri dan/atau
pemasukan dan/atau pengeluaran lalu lintas antarpulau untuk menjamin
ikan jenis baru dari dan ke luar kelestarian plasma nutfah yang berkaitan
negeri dan/atau lalu lintas dengan sumber daya ikan.
antarpulau untuk menjamin (5) Setiap orang dilarang merusak plasma
kelestarian plasma nutfah yang nutfah yang berkaitan dengan sumber
berkaitan dengan sumber daya daya ikan.
ikan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai (4) Setiap orang dilarang merusak pemanfaatan dan pelestarian plasma
plasma nutfah yang berkaitan nutfah sumber daya ikan sebagaimana
dengan sumber daya ikan. dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai ayat (3), diatur dengan Peraturan
pemanfaatan dan pelestarian Pemerintah.
plasma nutfah sumber daya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15 Pemerintah mengatur pemasukan dan/atau pengeluaran, jenis calon induk, induk, dan/atau benih ikan ke dalam dan dari wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.
Pasal 15 A Tidak ada Pemerintah mengatur pengendalian mutu induk dan benih ikan yang dibudidayakan.
Pasal 16 (1) Setiap orang dilarang memasukkan, mengeluarkan
mengadakan,
mengedarkan, dan/atau memelihara ikan yang
merugikan
masyarakat, masyarakat,
perikanan
Republik
Indonesia. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan, pengeluaran, pengadaan, pengedaran, dan/atau pemeliharaan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17 Pemerintah mengatur dan mengembangkan Sama penggunaan
pembudidayaan ikan dalam
rangka
pengembangan pembudidayaan ikan. Pasal 18
(1) Pemerintah mengatur dan membina tata (1) Pemerintah mengatur dan pemanfaatan
membina tata pemanfaatan air pembudidayaan ikan.
dan lahan pembudidayaan ikan. (2) Pengaturan dan pembinaan tata (2) Pengaturan dan pembinaan tata pemanfaatan
pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan
pembudidayaan ikan, dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam
ikan,
sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada rangka menjamin kuantitas dan kualitas
ayat (1) dilakukan dalam rangka air untuk kepentingan pembudidayaan
menjamin kuantitas dan kualitas ikan.
air
untuk kepentingan pembudidayaan ikan.
Pelaksanaan tata pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan
ikan dilakukan oleh pemerintah
daerah . (4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai
pengaturan dan pembinaan tata pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19 (1) Pemerintah menetapkan persyaratan dan Sama standar
alat
pengangkut,
unit unit
(2) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap
penyimpanan hasil produksi budi daya ikan, dan unit pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungannya.
melaksanakan pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
pengawasan alat pengangkut, unit penyimpanan hasil produksi budi daya ikan, dan unit pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungannya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta pelaksanaan pengelolaan kesehatan ikan dan
lingkungannya
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20 (1) Proses pengolahan ikan dan produk Sama perikanan wajib memenuhi persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan hasil perikanan.
(2) Sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas subsistem:
a. pengawasan dan pengendalian mutu;
b. pengembangan
dan
penerapan
persyaratan atau standar bahan baku, persyaratan atau standar sanitasi dan teknik penanganan serta pengolahan, persyaratan atau standar mutu produk, persyaratan atau standar sarana dan prasarana, serta persyaratan atau standar persyaratan atau standar bahan baku, persyaratan atau standar sanitasi dan teknik penanganan serta pengolahan, persyaratan atau standar mutu produk, persyaratan atau standar sarana dan prasarana, serta persyaratan atau standar
c. sertifikasi. (3) Setiap orang yang melakukan penanganan dan pengolahan ikan wajib memenuhi dan menerapkan persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan hasil perikanan.
(4) Setiap orang yang memenuhi dan menerapkan
persyaratan
kelayakan
pengolahan ikan, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memperoleh Sertifikat Kelayakan Pengolahan.
(5) Setiap orang yang memenuhi dan menerapkan persyaratan
penerapan
sistem jaminan mutu hasil perikanan, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memperoleh
Sertifikat
Penerapan
Program Manajemen Mutu Terpadu. (6) Ikan hasil penangkapan dan/atau pembudidayaan harus memenuhi standar mutu dan keamanan hasil perikanan.
(7) Produk hasil pengolahan perikanan harus memenuhi persyaratan dan/atau standar mutu dan keamanan hasil perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(8) Industri pengolahan ikan yang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 21 Setiap orang yang melakukan pemasukan Sama atau pengeluaran ikan dan/atau hasil perikanan dari dan/atau ke wilayah Republik Indonesia harus melengkapinya dengan sertifikat kesehatan untuk konsumsi manusia.
Pasal 22 Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem Sama Pasal 22 Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem Sama
20, dan sertifikat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23 (1) Setiap orang dilarang menggunakan (1)
orang dilarang bahan baku, bahan tambahan makanan,
Setiap
menggunakan bahan baku, bahan bahan penolong, dan/atau alat yang
tambahan makanan, bahan membahayakan
penolong, dan/atau alat yang dan/atau
kesehatan
manusia
membahayakan kesehatan melaksanakan
lingkungan
dalam
manusia dan/atau lingkungan pengolahan ikan.
penanganan
dan
melaksanakan (2) Pemerintah menetapkan bahan baku,
dalam
penanganan dan pengolahan bahan tambahan makanan, bahan
ikan.
yang (2) Pemerintah menetapkan bahan membahayakan
penolong,
dan/atau
alat
baku, bahan tambahan makanan, dan/atau
kesehatan
manusia
bahan penolong, dan/atau alat dimaksud pada ayat (1).
lingkungan
sebagaimana
yang membahayakan kesehatan manusia dan/atau lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pemerintah melakukan
sosialisasi bahan baku, bahan tambahan makanan, bahan penolong, dan/atau alat yang membahayakan
kesehatan manusia dan/atau lingkungan. Pasal 24
(1) Pemerintah mendorong peningkatan Sama nilai tambah produk hasil perikanan. (2) Pemerintah dapat membatasi ekspor bahan baku industri pengolahan ikan untuk menjamin ketersediaan bahan baku tersebut di dalam negeri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah produk hasil perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan jaminan ketersediaan bahan (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah produk hasil perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan jaminan ketersediaan bahan
F. Usaha perikanan
Terdapat beberapa perbedaan ketentuan mengenai usaha perikanan meurut UU no 31 tahun 2004 dan UU no 45 tahun 2009 (lihat tabel 5). Tabel 5. Perbandingan ketentuan usaha perikanan pada UU no 31 tahun 2004 dan UU
no 45 tahun 2009
Pasal Menurut UU no 31 tahun 2004 Menurut UU 45 tahun 2009
Pasal 25 Usaha perikanan dilaksanakan dalam sistem (1) Usaha perikanan dilaksanakan bisnis perikanan yang meliputi praproduksi,
dalam sistem bisnis perikanan, produksi, pengolahan, dan pemasaran.
meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran.
(2) Ketentuan lebih lanjut
pengolahan, dan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
pemasaran
Pasal Tidak ada (1) Pelaku usaha perikanan dalam tambahan
melaksanakan bisnis perikanan Pasal 25A
harus memperhatikan standar mutu hasil perikanan.
(2) Pemerintah dan pemerintah
daerah
membina dan
memfasilitasi pengembangan usaha perikanan agar memenuhi standar mutu hasil perikanan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar mutu hasil perikanan diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 25B Tidak ada
Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan
dan memfasilitasi
kegiatan pemasaran usaha perikanan baik kegiatan pemasaran usaha perikanan baik
(2) Pengeluaran hasil produksi usaha perikanan ke luar negeri
dilakukan apabila produksi dan pasokan di dalam negeri telah mencukupi kebutuhan
konsumsi nasional .
Pemerintah berkewajiban menciptakan
iklim usaha perikanan yang sehat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25C Tidak ada (1) Pemerintah membina dan
memfasilitasi berkembangnya
industri perikanan nasional dengan
mengutamakan penggunaan bahan baku dan sumber daya manusia dalam negeri.
Pemerintah membina terselenggaranya kebersamaan dan kemitraan yang sehat antara
industri perikanan,
nelayan
dan/atau koperasi
perikanan.
Ketentuan mengenai pembinaan, pemberian fasilitas, kebersamaan, dan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 26
(1) Setiap orang yang melakukan usaha Sama perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan,
pengangkutan,
pengolahan, dan pemasaran ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki SIUP.
(2) Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku bagi nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan kecil.
Pasal 27 (1) Setiap orang yang memiliki dan/atau (1) Setiap orang yang memiliki mengoperasikan kapal penangkap ikan
dan/atau mengoperasikan kapal berbendera Indonesia yang dipergunakan
penangkap ikan berbendera untuk melakukan penangkapan ikan di
Indonesia yang digunakan untuk wilayah pengelolaan perikanan Republik
melakukan penangkapan ikan di Indonesia dan/atau laut lepas wajib
wilayah pengelolaan perikanan memiliki SIPI.
Negara Republik Indonesia (2) Setiap orang yang memiliki dan/atau
dan/atau laut lepas wajib mengoperasikan kapal penangkap ikan
memiliki SIPI. berbendera asing yang dipergunakan (2) Setiap orang yang memiliki untuk melakukan penangkapan ikan di
dan/atau mengoperasikan kapal wilayah pengelolaan perikanan Republik
penangkap ikan berbendera Indonesia wajib memiliki SIPI.
asing yang digunakan untuk (3) SIPI sebagaimana dimaksud pada ayat
melakukan penangkapan ikan di (1) diterbitkan oleh Menteri.
ZEEI wajib memiliki SIPI. (4) Kapal penangkap ikan berbendera (3)
orang yang Indonesia yang melakukan penangkapan
Setiap
mengoperasikan kapal ikan di wilayah yurisdiksi negara lain