BAB I HARAPAN DAN KENYATAAN PEDAGANG KAK (1)

BAB I :HARAPAN DAN KENYATAAN

PEDAGANG KAKI LIMA
A. Latar belakang dari munculnya PKL
Dikarenakan sampai saat ini jumlah lapangan pekerjaan lebih sedikit dibanding jumlah
pencari kerja ya tentunya dengan Desakan desakan kebutuhan yang tidak bisa di bendung
dan tidak mungkin untuk dihindari .segala hal yang ber urusan dengan “PERUT” pekerjaan
apa pun pasti di tempuh dan setelah saya sendiri ber tukar fikiran dengan pedagang kaki lima
di daerah Tasikmalaya,Jakarta,Bandung, pada prinsip nya mereka semua berjualan di trotoar
jalan ,di kolong kolong jalan layang ,dijalan macet lampu merah dll.

Adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup nya didunia ini .dan bukan hanya ke
butuhan dia sendiri tetapi kebutuhan hidup seluruh keluarga mereka semua harus menafkahi
anak dan istri mereka .dan sebagai bekal untuk ber ibadah karena mereka berkata tidak
mungkin orang bisa berfikir bisa beribadah dengan tenang apabila dia tidak bisa mencari
sesuap nasi .tidak menunaikan kewajiban mereka selaku kepala keluarga sebagai orangtua
yang wajib menafkahi seluruh keluarga , mungkin yang terpikir hanya lah bagai mana
caranya supaya kita bisa makan hari ini.dan bisa mencukupi berbagai macam kebutuhan.

Pedagang kecil biasa nya di trotoar , tapi selain di trotoar misalnya di emperan
pasar ,alun alun , dan pusat pusat keramaian lain nya .ituada stand dari perusahaan

perusahaan besar yang memanfaatkan lokasi lokasi emperan juga karena itu yang dinamakan
pkl itu berbagai macam tingkat ekonomi mulai dari pedagang eceran kecil hingga pedagang
grosiran bisa saja memanfaat kan lokasi emperan tersebut .

1

Cerita Dibalik Pedagang Kaki Lima

Siapa di antara kita yang tidak pernah makan makanan yang dijajakan di
pinggir jalan? Entah itu hanya sekedar minuman dan jajanan ringan ataupun makanan
berat untuk mengisi tenaga sebagai bekal melanjutkan aktivitas kita. Saya rasa dari
jaman saya kecil hingga sekarang, mayoritas orang Indonesia pasti mengenal yang
namanya Pedagang Kaki Lima. Bila disesuaikan dengan pertanyaan sebelumnya,
yang tidak tahu Pedagang Kaki Lima mungkin belum pernah merasakan nikmatnya
bersantap di pinggir jalan dengan harga yang sesuai ukuran kantong juga dalam
suasana kekeluargaan yang santai.

B. KISAH SUKSES,PEDAGANG KAKI LIMA JADI JURAGAN TAS

Adi, Pedagang Kaki Lima yang Jadi Juragan Tas


Sudah banyak cerita pedagang kaki lima yang kemudian menjadi pengusaha
sukses. Salah satunya adalah Muhammad Adi, pemilik CV Intascus Sport, produsen
tas yang cukup besar.

Bisa dibilang, Adi merintis usahanya ini benar-benar dari bawah. Pria tamatan
sebuah SMA di Surabaya ini sudah kenyang makan asam garam sebagai pekerja
rendahan.

2

Mulanya, selulus SMA pada 1991, Adi mencoba mengadu nasib merantau ke
Sulawesi dengan menjadi buruh di sebuah toko agen barang pecah belah. Adi
terpaksa merantau karena harus membantu membiayai sekolah adik-adiknya.

Namun, ia tidak lama bekerja di toko itu. Adi pun kemudian meloncat ke
Kalimantan untuk bekerja sebagai buruh kasar di PT Newmont. Namun, lagi-lagi,
Adi tak betah dan memutuskan pulang ke Surabaya.

Ternyata pulang ke rumah malah membuatnya gelisah, apalagi kalau melihat

adik-adiknya yang membutuhkan bantuannya. Karena itu, pada 1992, Adi nekat ke
Jakarta. Di ibu kota negara ini, Adi tinggal di kawasan Senayan berkat kebaikan
sesama perantau asal Jawa Timur dan Jawa Tengah. "Mereka bekerja sebagai pelayan
dan buruh," ujar pria kelahiran Surabaya, 12 April 1972 ini.

Untuk menyambung hidup, Adi bekerja serabutan. Pagi hingga siang hari ia
menjadi penjual tas keliling dari kantor ke kantor. Malam harinya Adi menjadi juru
parkir di Senayan.

Meski penghasilannya kecil, dengan sekuat tenaga Adi berusaha menyisihkan
penghasilannya untuk modal berbisnis. "Modal pertama saya hanya Rp 50.000,"
kenang Adi.

3

Dengan uang segitu, Adi kulakan tas di Pasar Pagi untuk dijual kembali.
Beruntung, dagangannya selalu habis terjual. "Hasil jualan saya putar lagi," kata
bapak tiga anak ini.

Sayang, jiwa muda Adi yang masih bergelora membuatnya tergoda untuk

berfoya-foya. Namun, setelah menikah pada 1995, Adi mulai berpikir serius menjadi
pengusaha tas sendiri. Ketika itu, modalnya pun pas-pasan. "Saya terpaksa menjual
perhiasan istri untuk modal awal," kata Adi. Lagi-lagi dengan uang Rp 50.000 Adi
memulai usahanya.

Lantaran tak punya mesin jahit, Adi terpaksa meminjam milik temannya.
Sedikit keahlian menjahit ia manfaatkan sebaik-baiknya.Setelah enam bulan berjalan,
usahanya mulai menampakkan hasil. Adi pun memberanikan diri menggaji seorang
karyawan untuk meningkatkan produksi. Dengan satu karyawan itu, Adi mampu
menghasilkan 150 tas per tahun seharga Rp 20.000 per tas. Dari harga segitu, Adi
mengambil laba Rp 12.000 per tas. Maklum, modal membuat satu tas hanya Rp
8.000.

Sejak saat itu, setiap enam bulan sekali Adi menambah seorang karyawan.
Untuk pemasaran, Adi memanfaatkan jaringan yang telah ia rintis saat masih
berdagang tas keliling.

4

Pada 1997, Adi mulai menjalin kerja sama dengan panitia penyelenggara rapat

atau pelatihan di hotel-hotel. "Pada 1997 saya sudah memiliki tenaga pemasaran 18
orang," tutur Adi.

Omzetnya pun telah melonjak hingga Rp 3 juta per hari, jumlah rupiah yang
sangat besar kala itu. Sementara itu, total produksi mencapai 600 unit per hari.
Laiknya roda kehidupan, posisi Adi tak selalu di atas. "Saya pernah kekurangan
modal untuk menyelesaikan pesanan sampai harus menjual kendaraan operasional,"
tutur Adi.

Masa yang paling suram bagi Adi adalah saat pecah kerusuhan pada Mei
2000. Saat itu, para karyawannya ketakutan dan memilih pulang kampung. Sialnya,
barang dagangan juga ikut mereka bawa hingga tak ada yang tersisa. "Saya rugi
ratusan juta," kenang dia.

Toh, semangat Adi tidak pernah surut. Berbekal pinjaman bank, Adi mencoba
bangkit. Beruntung, pada 1999 bisnis tas kantor kembali naik daun. Adi pun kembali
menggenjot produksi dan mampu mencetak omzet Rp 50 juta per bulan.

Sekarang, dalam sebulan paling sedikit Adi memproduksi lebih dari 1.000 tas.
"Omzetnya sekitar Rp 100 juta, dengan margin laba 20 persen sampai 40 persen,"

ungkap Adi. Kini, ia punya klien tetap dari instansi pemerintah, seperti Departemen
Perhubungan dan Kepolisian Republik Indonesia. Selain tas kantor, Adi juga

5

memproduksi jenis tas lain, seperti tas perempuan. "Ini hasil belajar otodidak," ujar
dia.

Bagi rezeki Sudah menjadi kodrat, setiap orang membutuhkan orang lain.
Begitu juga dalam bisnis. Karena itu, untuk memenuhi banyaknya pesanan tas,
Muhammad Adi tak segan-segan membagi order ke konveksi lain. Adi mengatakan,
kadang-kadang jumlah pesanan tas memang tak bisa ia tangani sendiri. Alhasil,
daripada order lepas, ia membagi lagi (subkontrak) pesanan kepada konveksi lain.
"Hitung-hitung berbagi rezeki dengan orang lainlah," ujar Adi.

Untuk pola kerja sama ini, Adi memilih menggunakan sistem bagi hasil yang
ia nilai lebih adil. Artinya, keuntungan yang ia peroleh dari penjualan tas akan ia bagi
ke pengusaha lain sesuai dengan porsi yang mereka kerjakan.

Soal pesanan, Adi tak terlalu khawatir. Pasalnya, ia sudah memiliki pelanggan

tetap, yaitu Kepolisian Republik Indonesia dan Departemen Perhubungan. Misalnya,
Polri biasanya memesan tas kantor dua kali dalam setahun. Satu kali pesanan
sebanyak 8.000 unit dengan tenggat waktu pengerjaan selama empat bulan. "Pesanan
rutin ini baru empat tahun belakangan ini," imbuh Adi.

Di luar pesanan Polri, Adi biasanya menerima pesanan tas belanja dari biro
perjalanan. "Jumlahnya memang tidak sebanyak pesanan Polri. Rata-rata 500 unit,"
kata Adi. (Widyasari/Kontan).

6

C. DAMPAK YANG DITIMBULKAN PKL

1 .Dampak Negatif :

Yang di timbulakan ialah pedagang memenuhi trotoar pinggiran jalan ada
juga emperan emperan toko yang bila mana kita mau belanja ke toko tsb menjadi
susah parkir, susah berjalan karena sempit dan selalu ber desak desakan ,rawan
pencopetan dll. Dan selain itu tak jarang muncul bentrok antara petugas dengan para
pedagang. .Adalah hal biasa . dan kemacetan pun adalah hal biasa walau pun

kita rasakan Sebenar nya Dikala melewati jalan macet :yang di timbulkan oleh
pedagang yang terlalu depan dalam memasang tempat jualanya atau dalam
menjajakan dagangannya , kita agak merasa kesal juga soal nya waktu kita didalam
menempuh perjalanan jadi melar apa lagi bila dibelakang pasar yang tentunya
pedagang kaki lima nya bahkan lebih banyak di banding pedagang yang ber ada di
kios di dalam pasar .

Demikian juga soal alasan kebersihan. Umumnya, daerah badan jalan dan
trotoar yang digunakan sebagai arena berjualan biasanya dekat dengan pasar
tradisional. Dan daerah tersebut biasanya tidak terjaga kebersihannya. Padahal pasar
tradisional bukan berarti dibiarkan kotor. Malahan, bila perlu pasar tradisional, harus
lebih bersih dibandingkan dengan pusat keramaian lainnya. Bahkan PARA
PEDAGANG : yang mempunyai kios di dalam pasar pun ikut ikutan pasang stand
Kaki lima ini juga.untuk mengejar omset dan ke untungan.

7

2 Dampak positif :

Pembeli tidak terlalu berputar putar di dalam pasar kalo dia hanya

memerlukan satu atau dua macam barang saja tentunya dia dengan mudah dapat
membeli nya di PKL dengan harga yang relative lebih murah walau pun untuk
kwalitas tidak jaminan . bisa saja kwalitas nya sama dengan barang di toko bisa saja
kwalitas nya kurang bagus . hal itu tergantung dari harga yang di tawar kan dan
biasanya barang yang di jual di kaki lima harga nya relative murah

Hal itulah yang menurut pembeli di anggap menarik sehingga dengan harga
obral alias harga murah pembeli merasa butuh oleh pedagang kaki lima .

Dikarenakan para pembeli sebelum masuk keu pasar terlebih dahulu dia akan
melewati para pedagang kaki lima ini dengan demikian barang yan g di jajakan oleh
para pedagang kaki lima ini akan lebih cepat laku dari pada barang yang di simpan di
toko.

Karena terlihat secara jelas oleh orang orang yang lewat . .Dan tidak sedikit
Orang Orang yang sekarang meraih kesuksesan di bidang usaha diantaranya dengan
memulai sebagai pedagang kaki lima inilah.

D. METODE PEMBAHASAN


8

Kita coba membahas hal ini agar kita dapat memberikan sedikit masukan kepada
para : pelaksana ketertiban kota supaya didalam menertibkan kota tidak hanya
menggunakan cara yaitu dengan penggusuran penyitaan Dan pengrusakan barang
dagangan dari pedagang kaki lima tsb. Tanpa Adanya solusi

Tetapi kita lihat mereka adalah cerminan kehidupan masyarakat kita yang
membutuhkan penghidupan sebagai mana yang dimiliki oleh orang lain pada umum
nya engah terjangan ekonomi global. Maka, di tengah kepungan pasar-pasar modern
yang datang berbondong-bondong, pemerintah justru harus melindungi rakyat kecil.
Kiranya, pemerintah kota menyediakan ruang yang kondusif bagi kebangkitan
ekonomi rakyat, termasuk dengan menyediakan pasar yang representatif.

Untuk itulah, pemerintah kota mesti mencari solusi yang bijak. Sebab, pada pasar
tradisionillah merupakan cerminan kekuatan perekonomian rakyat. Keberadaan pada
pedagang kaki lima, mesti dilindungi dengan memberi tempat yang baik dan
mendukung. Pasar yang tersedia sudah tidak cukup lagi menampung aktifitas
pedagang kaki lima. Oleh karena itu, perlu sekali ada pembukaan pasar tradisional
baru.untuk menempatkan para pedagang kakim lima ini.


Langkah penertiban PKL bukan berarti berjalan mulus. Respon para pedagang
kaki lima pun beranekaragam. Ada yang menerimanya sebagai kenyataan pahit yang
tak bisa dielakkan lagi. Pasalnya, warga masyarakat sudah paham bahwa
menggunakan badan jalan sebagai arena berjualan adalah melanggar aturan.

9

BAB II : TEORI EKONOMI

I.

TEORI EKONOMI KEUARGA

Keluarga merupakan lembaga sosial pertama dan dasar dari semua lembagalembaga sosial lainnya yang berkembangan dalam masyarakat luas. Di masyarakat
manapun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang universal dan
menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu. Keluarga dapat
digolongkan ke dalam kelompok penting, selain karena para anggotanya saling
mengadakan kontak langsung juga karena adanya keintiman dari para anggotanya.

Pranata keluarga merupakan sistem norma dan tata cara yang diterima untuk
menyesuaikan beberapa tugas penting. Keluarga berperan membina anggota
anggotanya untuk beradaptasi dengan lingkungan fisik maupun lingkungan budaya di
mana ia berada. Bila semua anggota sudah mampu untuk beradaptasi dengan
lingkungan di mana ia tinggal, maka kehidupan masyarakat akan tercipta menjadi
kehidupan yang tenang, aman dan tenteram.

10

I.1 DEFENISI KELUARGA

Definisi keluarga dikemukakan oleh beberapa ahli :

a. Reisner (1980)

Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik,
kakak, kakek dan nenek.

b. Logan’s (1979)

Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen yang
saling berinteraksi satu sama lain.

c. Gillis (1983)

Keluarga adalah sebagaimana sebuah kesatuan yang kompleks dengan atribut yang
dimiliki tetapi terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing mempunyaiarti
sebagaimana unit individu.

11

d. Duvall

Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,
adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya
yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari
tiap anggota.

e. Bailon dan Maglaya

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena
hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling
berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan
mempertahankan suatu budaya.

f. Johnson’s (1992)

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah
yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang
tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai
kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya.

12

I.2 ISTILAH DALAM KELUARGA
a. Keluarga Sejahtera

Keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada
TYME, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antar
keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.

Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1996), tahapan
keluarga sejahtera terdiri dari:

 Prasejahtera

Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal atau
belum seluruhnya terpenuhi seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan
KB.

 Sejahtera I

Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi
belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan
pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan
transportasi.

13

 Sejahtera II

Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan sosial
psikologisnya tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti
kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.

 Sejahtera III

Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan
pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi
masyarakat atau kepedulian sosialnya belum terpenuhi seperti sumbangan materi, dan
berperan aktif dalam kegiatan masyarakat.

 Sejahtera III plus

Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan
pengembangan, dan telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan
aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau memiliki kepedulian sosial yang tinggi.

b. Keluarga Berencana

Upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan
usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

14

c. Kualitas keluarga

Kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial
budaya, kemandirian keluarga, dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang
merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera.

d. Kemandirian keluarga

Sikap mental dalam hal berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam
pembangunan, mendewasakan usia perkawinanan, membina dan meningkatkan
ketahanan keluarga, mengatur kelahiran dan mengembangkan kualitas dan
keejahteraan keluarga, berdasarkan kesadaran dan tanggungjawab.

e. Ketahanan Keluarga

Kondisi dinamik sebuah keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta
mengandung kemampuan fisik-material dan psikis-mental spiritual guna hidup
mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam
meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.

f. NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera)

Suatu nilai yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang
membudaya dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat, yang berorientasi kepada

15

kehidupan sejahtera dengan jumlah anak ideal untuk mewujudkan kesejahteraan lahir
dan kebahagiaan batin.

1.3 BEBERAPA PENDEKATAN TEORI SOSIOLOGI DALAM
KELUARGA
1. Teori Struktural Fungsional. Ritzer (2009: 21)

Konsep utama dalam teori ini adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi
manisfest, dan keseimbangan (equilibrium). Menurut teori ini masyarakat adalah
suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan menyatu
dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan mempengaruhi
akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya bahwa
setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya, jika
tidak fungsional maka struktur tidak akan nada atau akan hilang dengan sendirinya.
Penganut teori ini cenderung melihat hanya kepada sumbangan satu sistem atau
peristiwa terhadap sistem yang lain dan karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa
suatu peristiwa dapat beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu sistem
sosial. Secara ekstrim penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan
semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat.

Keluarga sebagai lingkungan pertama seorang anak mendapatkan didikan dan
bimbingan. Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari
kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak

16

diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Sehingga keluarga yang merupakan
institusi sosial yang bersifat universal dan multifungsional mempunyai fungsi
pengawasan, sosial, ekonomi, pendidikan, keagamaan, perlindungan, dan rekreasi
terhadap anggota-anggotanya.

Sebagaimana para penganut teori struktural fungsional melihat masyarakat
dengan menganalogikan masyarakat ibarat organisme biologis. Makhluk hidup yang
bisa sehat atau sakit. Ia sehat jika bagian-bagian dari dirinya (kelompok/individu
fungsional) memiliki kebersamaan satu sama lain. Jika ada bagiannya yang tidak lagi
menyatu secara kolektif, maka kesehatan dari masyarakat tersebut terancam, atau
sakit. Demikian halnya juga dalam keluarga yang terdiri dari anggota-anggota
keluarga yang saling berhubungan satu sama lain dan fungsional terhadap anggota
keluarga lainnya. Bahwa pada umumnya, keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak
dimana masing-masing anggota keluarga tersebut saling mempengaruhi, saling
membutuhkan, semua mengembangkan hubungan intensif antar anggota keluarga.

Misalnya fungsi ekonomi keluarga, dalam keluarga terdapat pembagian kerja
yang disesuaikan dengan status, peranan, jenis kelamin, dan umur anggota-anggota
keluarga. Ayah sebagai kepala rumah tangga fungsional terhadap istri dan anakanaknya. Bagi keluarga pada umumnya ayah mempunyai peranan dan tanggung
jawab utama dalam pemenuhan kebutuhan material para anggota keluarganya,
meskipun para anggota keluarga lain (ibu dan anak-anak sudah dewasa) juga bekerja.

17

Disamping fungsional, Robert K.Merton dalam Ritzer (2009: 22) juga mengajukan
konsep disfungsi dalam struktur sosial atau pranata sosial. Bahwa dalam suatu
pranata sosial selain menimbulkan akibat-akibat yang bersifat positif juga ada akibatakibat bersifat negatif. Masih terhubung dengan contoh di atas, bahwa seorang ayah
bisa disfungsi terhadap anggota-anggota keluarga lain (istri dan anak-anaknya).
Dimana ayah tidak menjalankan peranan dan tanggung jawabnya sebagai pencari
nafkah utama dalam keluarganya. Jika hal tersebut terjadi dalam suatu keluarga maka
akan mengganggu sistem yang ada dalam keluarga, membuat fungsi ekonomi
keluarga mengalami pergeseran.

2. Teori Konflik.

Tidak dapat dipungkiri dalam suatu lembaga keluarga tidak selamanya akan
berada dalam keadaan yang statis atau dalam kondisi yang seimbang (equilibrium),
namun juga mengalami kegoncangan di dalamnya. Menurut teori konflik masyarakat
senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang
terus-menerus di antara unsur-unsurnya (Ritzer, 2009:26). Pertentangan (konflik) bisa
terjadi antara anggota-anggota dalam keluarga itu sendiri, ataukah antara keluarga
yang satu dengan keluarga yang lain.

Menurut teori konflik Dahrendrof mengatakan bahwa konflik menurutnya
memimpin ke arah perubahan dan pembangunan. Dalam situasi konflik golongan
yang terlibat melakukan tindakan-tindakan untuk mengadakan perubahan dalam

18

struktur sosial. Kalau konflik itu terjadi secara hebat maka perubahan yang timbul
akan bersifat radikal. Begitu pula kalau konflik itu disertai oleh penggunaan
kekerasan maka perubahan struktural akan efektif (Ritzer, 2009:28).

Para penganut teori konflik mengakui bahwa konflik dapat memberikan
sumbangan terhadap integrasi dan sebaliknya integrasi dapat menimbulkan konflik.
Berghe dalam Ritzer (2009:29) mengemukakan empat fungsi dari konflik sebagai
berikut:

 Sebagai alat untuk memelihara solidaritas,
 Membantu menciptakan ikatan aliansi dengan kelompok lain,
 Mengaktifkan peranan individu yang semula terisolasi. (Protes terhadap
perang Vietnam mendorong pemuda AS untuk aktif berkampanye untuk Mc.
Carthy dan Mc. Govern yang anti perang tersebut),
 Fungsi komunikasi. Sebelum konflik kelompok tertentu mungkin tidak
mengakui posisi lawan. Tapi dengan adanya konflik, posisi dan batas antara
kelompok menjadi lebih jelas. Individu dan kelompok tahu secara pasti di
mana mereka berdiri dan karena itu dapat mengambil keputusan lebih baik
untuk bertindak dengan lebih tepat.

Misalnya dalam sebuah keluarga terjadi konflik atau pertentangan antara anggota
keluarga (kakak dan adiknya), kemudian di luar lingkungan keluarganya mereka

19

memiliki musuh yang sama. Maka mereka terintegrasi dalam melawan musuhnya
tersebut dengan mengabaikan konflik internal antara mereka. Dalam keluarga yang
broken home, di mana sering terjadi percekcokan di antara orang tua dan saling
bermusuhan disertai tindakan-tindakan yang agresif, maka dengan sendirinya
keluarga yang bersangkutan akan mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsifungsi keluarga yang sebenarnya.

3. Teori Interaksionis Simbolik.

Menurut Herbert Blumer (1962) seorang tokoh modern dari Teori
Interaksionisme Simbolik dalam Ritzer (2009:52) mengungkapkan bahwa istilah
interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia.
Kekhasannya adalah manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan
tindakannya. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan
orang lain, melainkan didasarkan pada “makna” yang diberikan terhadap tindakan
orang lain itu. Interaksi antara individu diantarai oleh penggunaan simbol-simbol,
interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari
tindakan masing-masing. Jadi dalam interaksionisme simbolik bahwa dalam proses
interaksi individu dimulai dari suatu proses stimulus secara otomatis dan langsung
menimbulkan respon oleh si aktor. Tetapi antara stimulus dan respon atau tanggapan
diantarai oleh proses interpretasi. Proses interpretasi adalah proses berpikir yang
merupakan kemampuan yang khas yang dimiliki manusia.

20

Secara sederhana dapat digambarkan suatu proses interaksi yang terjadi dalam
lembaga keluarga yang dimulai dengan adanya proses stimulus kemudian respon atau
tanggapan. Dalam masyarakat dikenal simbol komunikasi. Ritzer (2009:55)
mengemukakan simbol komunikasi merupakan proses dua arah di mana kedua pihak
saling memberikan makna atau arti terhadap simbol-simbol itu. Dengan mempelajari
simbol-simbol tersebut berarti manusia belajar melakukan tindakan secara bertahap.
Dalam lembaga keluarga juga dikenal simbol komunikasi, sehingga antara anggota
keluarga saling memahami dan mengerti tindakan anggota keluarga lainnya.

Contoh seorang kakek memerintahkan cucunya untuk mengambilkan obatnya di
dalam kamar kakek. Cucu tersebut mendengarkan perintah kakek dan melaksanakan
perintah kakeknya dengan mengambilkan obat itu. Ini artinya si kakek memberikan
stimulus kemudian secara tidak langsung si cucu menerima stimulus itu dan
selanjutnya memberikan tanggapan atau respon atas stimulus dari si kakek. Contoh
lain, ketika seorang kakak memukul adiknya, kemudian sang adik menangkis pukulan
tersebut maka terjadi proses interaksi antara kedua kakak adik tersebut. Ataukah
seorang datang ke rumah kemudian memberikan salam, orang dalam rumah
menjawab salam tersebut dan mempersilahkannya masuk. Ada simbol bahasa yang
digunakan yang menandakan ada orang yang bertamu ke rumah tersebut.

Dari pendekatan ketiga teori sosiologi yang dipaparkan di atas yakni teori
struktural fungsionalis, teori konflik, dan teori interaksionisme simbolik terhadap

21

lembaga keluarga, masing-masing sangat jelas mendiskripsikan proses sosial yang
terjadi dalam keluarga. Bahwa dalam sebuah keluarga ada fungsi dan disfungsi yang
terjadi antara anggota keluarga. Dalam keluarga pun sering terjadi pertentangan
(konflik) internal maupun eksternal anggota keluarga. Dan sebagai lembaga
sosialisasi pertama (lembaga keluarga) dimana di dalamnya terdapat proses interaksi
antara anggota keluarga sehingga ada kesepahaman dan tercipta keharmonisan dalam
keluarga itu.

Menurut saya ketiga pendekatan tersebut masih terdapat dalam lembaga keluarga
saat sekarang. Hal ini terlihat terjelas dalam kehidupan sehari-hari individu sebagai
anggota dalam lembaga keluarga. Meskipun pada dasarnya keluarga yang
mempunyai fungsi antara lain: biologis, afeksi, pendidikan, ekonomi, sosialisasi,
keagamaan, dan perlindungan sudah mengalami perubahan (pergeseran). Berbicara
yang mana ketiga pendekatan yang telah disebut sebelumnya lebih menarik? Penulis
menitikberatkan pada pendekatan konflik dalam keluarga, karena dalam realitas
sekarang begitu banyak suami istri yang bercerai akibat terjadinya perubahan sosial
ekonomi dalam masyarakat.

Proses perubahan ekonomi pada masyarakat industri telah mengubah sifat
keluarga, dari institusi pedesaan yang agraris menuju ke institusi perkotaan yang
bernuansa industrialis. Dengan demikian peranan anggota-anggota keluarga juga

22

mengalami perubahan. Fungsi produksi hilang, keluarga menjadi kesatuan konsumsi
semata-mata. Keluarga di kota tidak lagi melakukan fungsi produksi langsung.

Fenomena sosial tersebut dapat kita lihat pada masyarakat perkotaan yang
memiliki kesibukan yang cukup padat. Seorang ibu yang memiliki jam kerja yang
begitu padat sehingga tidak sempat untuk mendidik anaknya terpaksa menitipkan
anaknya kepada pembantu, pengasuh anak atau pada lembaga pendidikan non formal.
Fenomena tersebut menjelaskan bahwa ada peralihan fungsi yang di mana keluarga
yang menjadi tempat sosialisasi yang utama berpindah pada lembaga pendidikan non
formal atau orang lain yang mempunyai kapabilitas dalam hal tersebut. Dengan kata
lain ibu tersebut meninggalkan fungsi sebagai ibu rumah tangga yakni pengasuh
anak-anaknya.

Fenomena tersebut di atas dapat mengganggu proses pertumbuhan anak
terutama dalam hal sosialisasi. Lembaga keluarga sebagai media sosialisasi pertama
anak menjadi tidak berfungsi atau akan hilang. Selain itu, fenomena ini bisa juga
mendatangkan konflik dalam rumah tangga tersebut. Ketika anak mengalami
kegagalan maka orang tua (suami dan istri) akan saling menuduh. Terjadi
pertengkaran antara suami dan sitri. Mungkin juga berakhir pada perceraian suami
dan istri tersebut, karena sudah tidak ada lagi kecocokan antara mereka. Akibatnya
anak mengalami tekanan psikologis (depresi). Anak melakukan pelarian di luar
lingkungan keluarga, yang mungkin melakukan hal-hal yang bersifat negatif.

23

Keluarga tersebut tidaklah lagi berjalan statis dengan fungsi-fungsi yang ideal,
runtuhlah keluarga yang harmonis pada mulanya.

1.4 STRUKTUR DAN FUNGSI KELUARGA

Struktur dan fungsi merupakan hal yang berhubungan erat dan terus menerus
berinteraksi satu sama lain. Struktur didasarkan pada organisasi, yaitu perilaku
anggota keluarga dan pola hubungan dalam keluarga. Hubungan yang ada
dapatbersifat kompleks, misalnya seorang wanita bisa sebagai istri, sebagai ibu,
sebagai menantu, dll yang semua itu mempunyai kebutuhan, peran dan harapan yang
berbeda.

Pola hubungan itu akan membentuk kekuatan dan struktur peran dalam keluarga.
Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung dari kemampuan dari
keluarga tersebut untuk merespon stressor yang ada dalam keluarga. Struktur
keluarga yang sangat kaku atau sangat fleksibel dapat mengganggu atau merusak
fungsi keluarga.

a) Struktur Keluarga

Menurut Friedman (1988) struktur keluarga terdiri atas:

Pola dan Proses Komunikasi

24

Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak, hal ini
bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi
seperti :sender, chanel-media, massage, environtment dan reciever. Komunikasi
dalam keluarga yang berfungsi adalah:

1). Karakteristik pengirim yang berfungsi: Yakin ketika menyampaikan
pendapat, Jelas dan berkualitas,meminta feedback, menerima feedback

2). Pengirim yang tidak berfungsi: Lebih menonjolkan asumsi (perkiraan
tanpa menggunakan dasar/data yangobyektif), ekspresi yang tidak jelas (contoh:
marah yang tidak diikuti ekspresi wajahnya),jugmental exspressions, yaitu ucapan
yang memutuskan/menyatakan sesuatu yang tidak didasari pertimbangan yang
matang. Contoh ucapan salah benar, baik/buruk,normal/tidak normal, misal: ”kamu
ini bandel...”, ”kamu harus...”, tidak mampu mengemukakan kebutuhan, komunikasi
yang tidak sesuai

3). Karakteristik penerima yang berfungsi: mendengar, feedback (klarifikasi,
menghubungkan dengan pengalaman), memvalidasi

4). Penerima yang tidak berfungsi : tidak bisa mendengar dengan jelas/gagal
mendengar, offensive (menyerang bersifat negatif), kurang mengeksplorasi
(miskomunikasi)

25

5). Pola komunikasi di dalam keluarga yang berfungsi : menggunakan
emosional : marah, tersinggung, sedih, gembira, komunikasi terbuka dan jujur,
hirarki kekuatan dan peraturan keluarga

b) Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (1992) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan
keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk
mencapai tujuan keluarga tersebut. Proses ini termasuk komunikasi diantara anggota
keluarga, penetapan tujuan, resolusi konflik, pemberian makanan, dan penggunaan
sumber dari internal maupun eksternal. Tujuan reproduksi, seksual, ekonomi dan
pendidikan dalam keluarga memerlukan dukungan secara psikologi antar anggota
keluarga, apabila dukungan tersebut tidak didapatkan maka akan menimbulkan
konsekuensi emosional seperti marah, depresi dan perilaku yang menyimpang.
Tujuan yang ada dalam keluarga akan lebih mudah dicapai apabila terjadi komunikasi
yang jelas dan secara langsung. Komunikasi tersebut akan mempermudah
menyelesaikan konflik dan pemecahan masalah.

Menurut Soelaeman (1994), fungsi keluarga adalah sangat penting sehingga tidak
dapat dipisah-pisahkan satu dengan yang lainnya. Jenis-jenis fungsi keluarga adalah:
a. Fungsi edukatif Fungsi ini berkaitan dengan pendidkan anak serta pembinaan
anggota keluarga. Keluarga merupakan sumber pembelajaran lingkungan pendidikan
yang pertama dan utama bagi anak. Contoh orang tua bertugas untuk meberikan

26

pembelajaran tentang bagaimana cara makan menggunakan sendok dengan baik . b.
Fungsi sosialisasi Tugas keluarga dapat membantu menyiapkan diri anaknya agar
dapat menempatkan dirinya sebagai pribadi yang berkontribusi dalam masyarakat.

1.5 NILAI-NILAI KELUARGA

Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau
tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga
merupakan suatu pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan
peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan
sistem nilai dalam keluarga. Budaya adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat
dipelajari, dibagi dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.

1.6 PERANAN KELUARGA

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial
yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu
dalam masyarakat, misalnya status sebagai istri/suami atau anak.

Peranan ayah : pencari nafkah, pelindung dan pemberi rasa aman, kepala
keluarga, sebaagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat
dari lingkungannya.

27

Peranan ibu : mengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-naknya,
pelindung dan sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan sosialnya serta
sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, serta bisa berperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarga.

Peranan anak : melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan tingkat
perkembangannya, baik fisik, mental, sosial dan spiritual

1.7 SISTEM DAN PENGOLAHAN KELUARGA
a. Sistem keluarga

Keluarga dipandang sebagai sistem sosial terbuka yang ada dan berinteraksi
dengan sistem yang lebih besar (suprasistem) dari masyarakat (misal: politik, agama,
sekolah dan pemberian pelayanan kesehatan). Sistem keluarga terdiri dari bagian
yang saling berhubungan (anggota keluarga) yang membentuk berbagai macam pola
interaksi (subsistem). Seperti pada seluruh sistem, sistem keluarga mempunyai dua
tujuan baik impisit maupun eksplisit, yang berbeda berdasarkan tahapan dalam siklus
hidup keluarga, nilai keluarga dan kepedulian individual anggota keluarga.

Karakteristik dari sistem keluarga (sistem terbuka):

a. Komponen: dalam suatu keluarga masing-masing anggota mempunyai sifat
interdependensi, interaktif dan mutual.

28

b. Batasan : dalam suatu keluarga pasti adanya batasan (filter) yang digunakan untuk
menyeleksi informasi yang masuk dan keluar. Batasan masing-masing keluarga akan
berbeda tergantung dari beberapa faktor seperti : sosial, budaya, ekonomi,dll.

c. Keberadaan : keluarga merupakan bagian dari sistem yang lebih luas yaitu
masyarakat.

d. Terbuka (batas yang permeable) dimana di dalam keluarga terjadi pertukaran
antar sistem.

e. Mempunyai : masing-masing keluarga mempunyai organisasi/struktur yang akan
berpengaruh di dalam fungsi yang ada dari anggotanya.

b. Pengelolaan Keluarga
 Perencanaan

Masa depan keluarga tergantung pada bagaimana kita merencanakan. Dalam
penerapan ilmu menejemen, nabi telah mengajarkan melalui haditsnya: “barang siapa
yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia tergolong orang yang beruntung.
Barang siapa yang hari ini sama saja dengan hari kemarin, maka ia tergolong orang
yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia
tergolong orang terlaknat”.Mengutip dari artikel dari tabloid MQ (rubrik keluarga
sakinah). Dalam artikel yang berjudul “merancang masa depan keluarga”, ada

29

beberapa langkah untuk merancang masa depan. Yaitu: pertama mengenal gambaran
masa depan. Kedua, mengenal dan memahami keadaan diri sendiri. Ketiga,
menjabarkan beberapa alternatif tindakan. Keempat, mengkaji tiap alternatif yang
telah dijabarkan. Kelima, mengadakan persiapan. Sepertinya langkah-langkah ini
perlu kita teladani. Karena kita tidak ingin keluarga kita terjerumus pada kondisi yang
tidak diinginkan, dikarenakan arus lingkungan yang negatif.

Dengan perencanaan yang matang, masa depan keluarga yang lebih baik akan
terwujud. Namun ada hal lain yang tak kalah pentingnya, yaitu bagaimana
mewujudkan perencanaan itu dalam tindakan nyata.

 Operasional

Untuk merealisasikan perencanaan yang ada, perlu adanya tindakan yang nyata.
Pekerjaan yang sulit adalah memulai sesuatu. Namun jika kita mau memulai,
kesulitan dalam melaksanakan apa yang kita rencanakan akan menemui jalan. Tidak
ada yang lebih jelek dari pekerjaan yang tidak diselesaikan kecuali pekerjaan yang
tidak pernah dimulai.

 Organisasi

Anggota keluarga yang paling ideal adalah adanya bapak, ibu, dan anak. Jika
ternyata dalam keluarga terdapat kakek/nenek atau tante harus kita masukkan sebagai

30

anggota keluarga. Anggota keluarga adalah unsur organisasi yang masing-masing
mempunyai peran dan fungsi sendiri-sendiri. Sudah saatnya anak bukan lagi obyek
dalam keluarga dan orang tua sebagai subyekdan bertindak otoriter. Karena keluarga
kita dibangun untuk kehidupan yang panjang. Anak-anak kita hidup di masa yang
berbeda dengan kehidupan kita (Al-Hadits). Munculkan peran setiap anggota
keluarga yang sinergis (saling bekerja sama dan tergantung) agar kebaikan dan
kemajuan keluarga menjadi cita-cita bersama dan hasilnya dirasakan bersama.

 Koordinasi

Komunikasi merupakan modal pokok dalam mengelola keluarga. Komunikasi
yang baik antar anggota keluarga akan menimbulkan koordinasi yang positif. Kalau
kita sudah bisa menjadikan anggota keluarga sebagai bentuk organisasi yang saling
bersinergi (bekerja sama) setiap saat perlu adanya koordinasi (saling mengingatkan
dan menasehati) dalam operasionalnya. Suatu saat ibu dapat menjadi pimpro
(pimpinan) dalam acara liburan di puncak. Disaat lain kakak juga berhak menjadi
pimpro pada acara tahun baru. Atau dalam kegiatan beres-beser rumah bapak lah
pimpronya. Dengan begitu saling koordinasi menjadi suatu kebiasaan yang
menyenangkan.

 Pengendalian dan pengawasan

31

Orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik dan membimbing
anakanak,mempunyai hak untuk memberikan pengawasan. Meskipun pengawasan
dapat diberikan pada siapa pun dalam anggota keluarga. Adik wajib mengingatkan
jika kakak belum melakukan pekerjaannya membuang sampah. Atau kakak wajib
mengingatkan bapak jika saking asyiknya beres-beser mobil lupa belum sholat
dzuhur. Dan sebagainya.

 Penganggaran

Dalam setiap kegiatan dalam keluarga diperlukan biaya. Mulai dari keperluan
pendidikan, makan, kesehatan hingga kegiatan wisata. Perencanaan keuangan
menjadi perlu untuk dipelajari agar kepentingan dalam keluarga dapat tercukupi.
Skala prioritas perlu diajarkan pada anak-anak. Pemenuhan skala prioritas dapat
menjadi pendidikan pertama pada anak-anak dalam mengelola uang.

II.

TEORI USAHA KECIL MENENGAH
II.1

LATAR BELAKANG USAHA KECIL MENENGAH

Usaha skala kecil dan menengah (UKM) di negara berkembang hampir selalu
merupakan kegiatan ekonomi yang terbesar dalam jumlah dan kemampuannya dalam
menyerap tenaga kerja. Begitu pula dengan kondisi yang ada di Indonesia, meskipun
dalam ukuran sumbangan terhadap PDB belum cukup tinggi, sektor ini dapat tetap

32

menjadi tumpuan bagi stabilitas ekonomi nasional. Sehingga perannya diharapkan
dapat menciptakan kesejahteraan kepada masyarakat Indonesia.

Pada pasca krisis tahun 1997 di Indonesia, UKM dapat membuktikan bahwa
sektor ini dapat menjadi tumpuan bagi perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan
UKM mampu bertahan dibandingkan dengan usaha besar lainnya yang cenderung
mengalami keterpurukan. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin bertambahnya
jumlah UKM setiap tahunnya.

Diketahui bahwa UKM mengalami peningkatan dalam jumlah unit usaha. Adapun
alasan-alasan UKM dapat bertahan dan cenderung meningkat jumlahnya pada masa
krisis yaitu karena: pertama; sebagian besar UKM memproduksi barang konsumsi
dan jasa-jasa dengan elastisitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah.
Kedua; sebagian besar UKM mempergunakan modal sendiri dan tidak mendapat
modal dari bank. Implikasinya pada masa krisis keterpurukan sektor perbankan dan
naiknya suku bunga tidak berpengaruh terhadap UKM. Ketiga; dengan adanya krisis
ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan
pekerjanya. Sehingga para penganggur tersebut memasuki sektor informal dengan
melakukan kegiatan usaha yang berskala kecil, akibatnya jumlah UKM meningkat
(Partomo dan Soejodono, 2004).

Sektor ekonomi UKM di Indonesia secara kuantitas memiliki proporsi unit
terbesar berdasarkan angka statistik UKM terhadap lapangan usaha. Hal ini diketahui

33

bahwa sebagian besar usaha di Indonesia berbentuk usaha kecil dan menengah.
Berdasarkan kondisi tersebut dengan bertambahnya jumlah unit UKM dari tahun ke
tahun akan membuka kesempatan kerja yang lebih luas sehingga jumlah tenagakerja
dalam unit UKM akan terserap cukup banyak.

Selain potensi yang dimiliki UKM selain itu terdapat keunggulan-keunggulan
UKM dibandingkan dengan usaha besar yaitu: (1) inovasi dalam teknologi yang telah
dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk; (2) berbasis pada sumber daya
lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal dan memperkuat
kemandirian; (3)kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau
penyerapannya terhadap tenaga kerja; (4) fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan
diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibanding dengan perusahaan
skala besar yang pada umumnya birokratis; (5) terdapatnya dinamisme manajerial
dan peranan kewirausahaan; (6) dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal
sehingga mampu mengembangkan sumber daya manusia; (7) tersebar dalam jumlah
yang banyak sehingga merupakan alat pemerataan pembangunan yang efektif (Azrin,
2004).

Walaupun mempunyai potensi yang sedemikian banyak, kenyataan menunjukan
bahwa UKM masih belum dapat mewujudkan kemampuan dan peranannya secara
maksimal dalam fungsi sosial dan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa
UKM masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat

34

eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran,
permodalan, sumberdaya manusia dan teknologi serta iklim usaha yang belum
mendukung bagi perkembangannya.

Berdasarkan kondisi yang kurang menguntungkan tersebut diperlukan suatu
upaya untuk mengembangkan UKM. Perhatian untuk mengembangkan usaha kecil
dan menengah setidaknya dilandasi oleh beberapa alasan. Salah satunya yaitu, UKM
banyak menyerap tenaga kerja. Kecenderungan menyerap banyak tenaga kerja
umumnya membuat banyak UKM juga intensif dalam menggunakan sumberdaya
alam lokal. Apalagi karena lokasinya banyak di daerah, pertumbuhan UKM akan
menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja, pengurangan
jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan, dan pembangunan
ekonomi (Kuncoro, 1996). Dari sisi kebijakan,UKM jelas perlu mendapat perhatian
karena tidak hanya memberikan penghasilan bagi sebagian besar angkatan kerja
Indonesia, namun juga merupakan ujung tombak dalam upaya pengentasan
kemiskinan.

Untuk mewujudkan perekonomian nasional yang kokoh usaha kecil perlu
diberdayakan agar dapat menjadi usaha kecil yang mandiri serta dapat berkembang
menjadi usaha menengah. Disamping itu juga usaha menengah perlu ditingkatkan
jumlahnya menjadi usaha yang tangguh, mandiri dan unggul. Sehingga peranannya
dalam penyerapan tenaga kerja, ekspor dan pembentukan PDB semakin meningkat.

35

Perhatian pada UKM sebelumnya telah dilakukan oleh pemerintah melalui
kebijakan untuk pemberdayaan UKM melalui kredit bersubsidi dan bantuan teknis.
Kredit untuk pengembangan UKM bahkan telah dilakukan sejak tahun 1974. Kredit
program pertama UKM, Kredit Investasi Kecil (KIK), dan Kredit Modal Kerja
Permanen (KMKP). Setelah deregulasi perbankan pada tahun 1988, kredit UKM
dengan bunga bersubsidi secara berangsur dihentikan, diganti dengan kredit bank
komersial.

II.2

DEFENISI DAN RUANG LINGKUP UKM

Pengertian mengenai Usaha Kecil Menengah (UKM) tidak selalu sama,
tergantung konsep yang digunakan. Dalam konsep tersebut mencakup sedikitnya dua
aspek yaitu aspek penyerapan tenaga kerja dan aspek pengelompokan perusahaan
ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang diserap dalam kelompok perusahaan tersebut.
Usaha kecil dioperasikan dan dimiliki secara independent, tidak dominan dalam
daerahnya dan tidak menggunakan praktek-praktek inovatif. Tapi usaha yang bersifat
kewirusahaan adalah usaha yang pada awalnya bertujuan untuk tumbuh dan
menguntungkan serta dapat dikarakteristikkan dengan praktekpraktek inovasi
strategis.

Pengertian usaha kecil dan menengah di Indonesia masih sangat beragam.
Sebelum dikeluarkannya UU No.9/1995, setidaknya ada lima instansi yang
merumuskan usaha kecil dengan caranya masing-masing. Kelima instansi itu adalah

36

Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Perindustrian, Bank Indonesia,Departemen
Perdagangan serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Pada kelima instansi itu,
kecuali BPS, usaha kecil pada umumnya dirumuskan dengan menggunakan
pendekatan finansial.

Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia manggambarkan bahwa perusahaan dengan
jumlah tenaga kerja 1 - 4 orang digolongkan sebagai industri kerajinan dan rumah
tangga, perusahaan dengan tenaga kerja 5 - 19 orang sebagai industri kecil,
perusahaan dengan tenaga kerja 20 - 99 orang sebagai industri sedang atau menengah,
dan perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar.

Mengacu Undang-Undang No 9 Tahun 1995, kriteria usaha kecil dilihat dari segi
keuangan dan modal yang dimilikinya adalah: (1) memiliki kekayaan bersih paling
banyak 200 Juta Rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau (2)
memiliki hasil penjualan paling banyak 1 Milyar Rupiah per tahun. Sedangkan untuk
kriteria usaha menengah : (1) untuk sektor industri, memiliki total aset paling banyak
5 Milyar Rupiah per tahun, dan (2) untuk sektor nonindustri, memiliki kekayaan
bersih paling banyak 600 Juta Rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 3 Milyar Rupiah per tahun.
INPRES No. 10 Tahun 1999 mendefinisikan usaha menengah adalah unit kegiatan
yang memiliki kekayan bersih lebih besar dari 200 Juta Rupiah sampai maksimal 10
Milyar Rupiah. Departemen Perindustrian memalui Surat Keputusan Menteri

37

Perindustrian No. 286/M/SK/10/1989 dan Bank Indonesia, mendefinisikan usaha
kecil berdasarkan nilai asetnya. Menurut kedua instansi ini, yang dimaksud dengan
usaha kecil adalah usaha yang asetnya (tidak termasuk tanah dan
bangunannya),bernilai kurang dari 600 Juta Rupiah. Departemen Perdagangan
membatasi usaha kecil berdasarkan modal kerjanya.

Menurut Departemen Perdagangan, usaha kecil adalah usaha (dagang) yang
modal kerjanya bernilai kurang dari 25 Juta Rupiah. Sedangkan Kamar Dagang dan
Industri (Kadin) terlebih dahulu membedakan usaha kecil menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama adalah yang bergerak dalam bidang perdagangan, pertanian dan
industri. Kelompok kedua adalah bergerak dalam bidang konstruksi.

Menurut Kadin yang dimaksud dengan usaha kecil untuk kelompok pertama
adalah yang memiliki modal kerja kurang dari 600 Juta Rupiah. Adapun untuk
kelompok kedua yang dimaksud dengan usaha kecil adalah yang memiliki modal
kerja kurang dari 250 Juta Rupiah dan memiliki nilai usaha kurang dari 1 Milyar
Rupiah.

Selain itu, pengelompokan atau kategorisasi usaha-usaha di suatu negara
mempunyai tujuan strategis, antara lain dikaitkan dengan standar kuantitatif tertentu,
serta seberapa jauh dapat dimasukkan kedalam jenis-jenis usaha atau bisnis. Tujuan
pengelompokan usaha dapat disebutkan beragam dan pada intinya mencakup empat
macam tujuan, yaitu sebgai berikut.

38

1. untuk keperluan analisis yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan
(teoritis).
2. untuk keperluan penentuan kebijakan-kebijakan pemerintah.
3.

untuk meyakinkan pemilik modal atau pengusaha tentang posisi
perusahaannya.

4.

untuk pertimbangan badan tertentu berkaitan dengan antisipasi
kinerja perusahaan (Partomo dan Soejodono,2004)

II.3

KARAKTERISTIK UKM

Suatu komite untuk pengembangan ekonomi mengajukan konsep tentang, usaha
kecil dan menengah dengan lebih menekankan pada kualitas atau mutu daripada
kriteria kuantitatif untuk membedakan perusahaan usaha kecil, menengah dan besar.
Ada empat aspek yang dipergunakan dalam konsep UKM tersebut, yaitu pertama,
kepemilikan; kedua, operasinya terbatas pada lingkungan atau kumpulan pemodal;
ketiga, wilayah operasinya terbatas pada lingkungan sekitar, meskipun pemasaran
dapat melampaui wilayah lokalnya; keempat, ukuran dari perusahaan lainnya dalam
bidang usaha yang sama. Ukuran yang dimaksud bisa jumlah pekerja atau karyawan
atau satuan lainnya yang signifikan (Partomo dan Soejodono, 2004)

Dari suatu penelitian Balton (1971) dalam Partomo dan Soejodono (2004),
menyatakan bahwa pimpinan atau pengurus perusahaan skala kecil, menengah pada
umumnya kurang atau tidak mengenyam pendidikan formal atau mempunyai
pendapat yang lemah terhadap perlunya pendidikan dalam pelatihan. Diantara usaha

39

kecil menengah tersebut terdapat jenis kegiatan yang disebut kerajinan yang bisa
dibedakan yaitu kerajinan yang bermutu tinggi dan yang bermutu rendah.

Kerajinan yang bermutu tinggi mempunyai nilai seni yang tinggi dan pembelinya
dari kalangan tertentu, sedangkan yang bermutu rendah untuk dijual lokal dengan
harga yang relatif murah. Disamping itu, terdapat pula karakteristik UKM ditinjau
dari aspek permodalan dan sumber daya manusia UKM.

II.4ASPEK PERMODALAN UKM

Salah satu hambatan bagi pengembangan kesempatan kerja disektor UKM adalah
terbatasnya modal yang dimiliki produsen sektor ini. Modal adalah sumber-sumber
ekonomi yang diciptakan manusia dalam bentuk nilai uang atau barang. Modal dalam
bentuk uang dapat digunakan oleh sektor produksi untuk membeli sektor produksi
untuk membeli modal baru dalam bentuk barang baru lagi (Cahyono, 1983). Salah
satu bentuk permodalan bagi suatu usaha yaitu dalam bentuk kredit.

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang d