Media Sosial sebagai Platform Komunikasi

MEDIA SOSIAL SEBAGAI PLATFORM KAMPANYE PRA PEMILIHAN UMUM
KEPALA DAERAH DI INDONESIA TAHUN 2018
Sumardi : 20171040032
Sumardi1610@gmail.com
PROGRAM MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH YOGYAKARTA

A. PENDAHULUAN
Perkembangan media sosial pada era millenial saat ini memberi dampak
signifikan disegala aspek kehidupan masyarakat bahkan kekuatan media sosial secara
ekslusif efeknya sangat dirasakan pada aspek sosialnya, jika awalnya hanya digunakan
sebagai alat dalam berinteraksi bersama teman, kerabat dan para pengguna media sosial
pada umumnya, namun saat ini bahkan menjembatani komunikasi antara individu
dengan institusi, selain itu mengintegrasikan masyarakat dengan elit politik baik dalam
bentuk kebijakan maupun dalam proses sosialisasi atas kegiatan-kegiatan politik. Traffic
media sosial melalui platform Facebook, Twitter, WhatsApp dan Youtube dalam dunia
politik semakin meningkat berbarengan massifnya kegiatan politik baik berupa
pengenalan calon kandidat, kendaraan politik yang digunakan maupun kampanye visimisi para kontestan yang ingin ikut bertarung baik pada pemilihan presiden dan legislatif
terlebih dalam pemilihan Kepala Daerah seperti seperti pemilihan umum Gubernur,
Walikota dan Bupati, (Ardha, 2014).
Hubungan media sosial sebagai framework dalam proses pemenangan kandidat

tentunya bukan keniscayaan, para penggunanya dengan mudah berpartisipasi, berbagi
dan menyampaikan berbagai hal, baik penilain subjektif maupun objektif menyangkut
ketokohan, latar belakang maupun ekspresi dan bentuk dukungan lainnya misalnya
pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017 dari 85% pengguna media sosial
khususnya di Jakarta Utara, 335 responden menyetujui bahwa kehadiran media sosial
membawa dampak positi terhadap terhadap peluang kemenangan kandidat Calon
Gubernur. Penggunaan media sosial sebagai komunikasi politik menjelang menjelang
Pilkada DKI Jakarta tersebut juga menujukkan bahwa salah satu platform media sosial
yang dominan bepengaruh adalah facebook yang digunakan untuk menyampaikan visimisi kanditat dan publik bisa langsung merespon baik positif maupun negatif,
(Raenaldy, et al: 2017 & (Budiyono, 2016).

Bahkan (Yannis, et al, 2014) juga menyebut bahwa interaksi masyarakat dan para
calon kandidat melalui platform media sosial dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek
pertama kemudahan masyarakat dalam memperoleh informasi terhadap identitas calon
kanditat kepala daerah yang akan ikut berkompetisi dalam pemilihan umum, kedua
adalah membuka cakrawala publik dalam mempertimbangkan penentuan pilihannya hal
ini biasanya didukung oleh sosialisasi visi-misi yang logis dan berorientasi pada
kebutuhan masyarakat dan ketiga adalah menjadi referensi bagi para kandidat dalam
menyusun, konsep, strategi dan taktik pemenangan dengan berdasar atas beragam respon
yang di sampaikan oleh buplik. menegaskan bahwa dalam konteks yang lebih luas dan

berorintasi masa depan interaksi antara pejabat publik dengan publik itu sendiri paltform
media sosial menetukan arah kebijakan pemerintah.
Dengan demikian partisipasi bublik melalui media sosial merupakan suatu analisa
komprehensif dalam platform komunikasi politik dan marketing politik, dimana dalam
komunikasi politik para kandidat calon berhak untuk membangun komunikasi dengan
partisipan atau publik dan dengan marketing politik memungkinkan adanya kemudahan
bagi para aktor untuk melakukan transaksi antar sektor saat tahapan sosialisasi dan
kampanye berlangsung

B. LANDASAN TEORI
1. Komunikasi Politik
Political Communication merupakan lokomotif yang menetukan bagi demokrasi.
Kepentingan komunikator politik dalam rangka, mempengaruhi dan memperoleh
legitimasi. Kecenderungan Political Communication pada tatanan demokrasi ditandai
oleh relasi, control and chek and balance legitimasi antara aktor politik dengan rakyat.
Fenomena komunikasi politik dalam strategi kampanye, dengan memberikan visi, misi
dan program kampanye yang sesuai dengan aspirasi, identifikasi dan daftar infentarisasi
masalah serta potensi dari rakyat sendiri berdasarkan hasil riset kampanye. Bahkan
dinamika fenomena komunikasi politik mengalami perkembangan atas adanya dukungan
dan kekuatan media sosial dalam mewujudkan demokratisasi, (Sulaiman, 2013).

Denton & Woodward dalam (Sandra, 2013), mengatakan bahwa komunikasi
politik adalah diskusi murni tentang alokasi sumber daya publik, otoritas resmi dan
legalitas dari suatu kebijakan yang dilihat sebagai proses interakti yang terfokus pada
transmisi informasi diantara politisi, media dan publik sama halnya dengan kegiatan

kampanye poltik dalam hubungannya dengan sistem demokrasi Indonesia komunikasi
politik tentu ikut andil di dalamnya.
Dari dua penjelasan di atas (Elva Retnawati, Irawan Suntoro, 2014),
menyebutkan bahwa komunikasi politik melalui media sosial setidaknya beriplikasi pada
dua hal, pertama adalah sebagai bentuk penguatan opini yang terjadi dalam masyarakat
dalam arti lokomotif kampanye melalui media sosial mengasumsikan berbagai ajakan
sebagai bentuk dalam meyakinkan masyarakat atas program-progma kanditat dan kedua
adalah sebagai bentuk agenda setting dimana media dianggap dapat dan memiliki
pengaruh terhadap apa yang kita pikirkan.
Menurut (Arianto, 2015) hakikat kampanye merupakan bentuk komunikasi
politik dalam upaya membujuk pemilih (voter) agar mendapat dukungan dari publik.
Sehingga dibalik keramaian media sosial berbarengan dengan adu penyebaran gagasan
sebagai pemantik dalam mengartikulasi kampanye massif yang dapat menarik simpati
pbublik. Persoalannya kemudian adalah kampanye sebagai lokus komunikasi poltik
dalam ranah sosial media memicu lahirnya arena diskusi, perbedaan dan perdebatan

sampai akhirnya berujung pada kontek yang irrasional dalam artian bahwa adanya
kemungkinan saling mendistrust dan menyebar kebencian atara sesama partisipan
kandidat, yang pada akhirnya berimpilkasi terhadap kualitas dan kemampuan kanditat
untuk tampil bertarung secara sehat dan bijaksana. Berbeda dengan kalangan terdidik
mislanya mereka yang memiliki pemahaman fisioner terhadap dimensi poltik dan
demokrasi maka mereka kemudian menggunakan teknologi informasi atau media sosial
lebih eektif dan efesien ketimbang ikut melampiaskan amarah dan mendiskreditkan
kandidat yang bukan pilihannya.
2. Marketing Politik
(Aziz, 2007) mengatakan bahwa meskipun pada hakikatnya bahwa istilah marketing
lebih populer dalam dunia bisnis dan ekonomi, namun pada prinsispnya marketing
tentunya menjadi bagian dari kehidupan politik. Marketing politik untuk membangun
kepercayaan publik terhadap partai politik dan prosesnya dilakukan dalam jangka
panjang dan terus-menerus. Penerapan konsep marketing politik mengandung pesanpesan antara lain adalah :
a. Menjadikan pemilih sebagai subjek, bukan objek partai politik atau seorang kandidat
Presiden, Gubernur, mupun Bupati.

b. Menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai langkah awal dalam
menyusun program kerja yang ditawarkan dengan bingkai ideologi mesing-masing
partai.

c. Menyediakan tools untuk menjaga hubungan dengan pemilih sehingga terbangun
kepercayaan, sehingga akan diperoleh dukungan rusara mereka
Berdasarkan kedua teori di atas maka dapat di simpulkan bahwa komunikasi
politik dan marketing politik merupakan dua hal yang tidak dapat dipisaahkan dalam
proses politik dan kampanye baik dalam kontek mengukur tingkat elektabilitas partai
maupun dalam memperkuat basis partisipan para kandidat. Kenyataan ini sekaligus
memberikan efek yang cukup signifikan bagi publik dalam mengakses informasi
politiknya di media sosial. Meskipun dalam jangka pendek menimbulkan berbagai
dikotomi misalnya terbukanya peluang bagi

publik untuk menyuarakan beragam

pandangannya tekait dengan partai politik maupun kandidat tetapi dilain sisi memberi
keuntungan tersendiri bagi partai dan kandidat untuk menyusun strategi yang lebih
visioner. Sehingga inilah yang akan menjadi landasan dalam mengakselesari esensi atas
pembahasan berikutnya sehingga melahirkan suatu output dan outcome. Terhadap
lokomotif media sosial sebagai corong dalam memepengaruhi tingkat partisipasi
masyarakat dalam pemilihan umum Kepala Daerah seperti terurai dalam pembahsan
berikut ini.


C. PEMBAHASAN
Penyelenggaraan tata pemerintahan berbasis e-governance menuntut adanya
sistem perencanaa dan inovasi di seluruh level pemerintahan, sehingga hadirnya media
sosial di kancah pemerintahan dan perpolitikan bersifat universal dengan harapan
mengakselerasi informasi pada kota dunia baik pada tatanan peningkatan taraf hidup
maupun pertumbuhan iklim investasi masyarakat dengan demikian komunikasi dan
proses marketing politik adalah salah satu sosuli yang di tawarkan selain untuk
memberikan informasi terhadap perkembangan pemerintahan yang berbasis egovernance platform media sosial seperti facebook, twitter beragam situs media online
lainnya menjadi alat komunikasi dan marketing politik yang real time dalam
mengejawantahkan hasrat politik dari para aktor untuk memainkan perannya masingmasaing, (Mainka, et al., 2015).

Riset yang di lakukan oleh (Hartono, 2011), menyangkut aktifitas komunikasi
masyarakat melalui jejaring sosial, sejumlah sistus jejaring sosial yang di eksplorasi dari
para pengguna seperti pada tabel berikut :

Tabel 3.1: Responden menurut Kepemilikan akun situs jejaring sosial Sumber:
(Hartono, 2011),
Berdasarkan data di tas maka dapat di analisa bahwa dari sepuluh situs jejaring
sosial, tiga di antaranya tidak memiliki responden. Yakni hi5, classmater.com dan
Habbo. Sementara 7 diantaranya memiliki responden dengan volume kepemilikannya

berbeda-beda. Selain itu facebok kepemilikannya 100% friendster 52.7% sementara Multiply
14.7 Fixter 10.0, Adult FriedFFinde dan Bebo masing-masing 4% dan Linkedin 0.7%. Dengan demikian
tidak semua situs jejaring sosial populer di kalangan responden, melainkan hanya facebook dan Friendster.

Tinjauan berikutnya adalah hubungan media sosial terhadap peluang kemenangan
pasangan Calon Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017 menjelaskan media sosial dan
politik dari data yang ada sebanya 85 % responden memiliki media sosial dan 15%
diantaranya tidak memiliki media sosial dalam mengakses informasi seputar pagelaran
Pilkada, hal itu didasari oleh faktor usia dan ketidak mapuan menggunakan media
melalui situs internet.

Gambar 3.1. Pengguna Media Sosial
Kemudian dalam perkembangannya bermunculan beragam media sosial sebagai
bukti nyata atas perkembangan dunia digital dan informasi sekaligus menjadi corong
dalam komunikasi poltik dan marketing politik. Sebagai contoh di Jakarta Utara, media
sosial yang mayoritas di akases oleh masyarakat adalah facebook. Dimana facebook
menyediakan dan mempermudah dalam berbagi foto dan video dalam jumlah yang tidak
terbatas dan ini tidak dimiliki oleh situs lain demikian karakter tulisan dalam
mendeskirpsikan sesuatu pun tidak terbatas dan ini menjadi sesuatu yang sangat berharga
dalam mengukur kekuatan dari masing-masing Kandidat Calon Gubernur di DKI Jakarta.


Gambar 3.2. Media Sosial yang dimiliki oleh Responden

Secara keseluruhan komunikasi dan marketing politik melalui media sosial yang
berlangsung sepanjang pra Pilkada DKI Jakarta putaran pertama tersebut akhirnya
menunjukkan bahwa akun media sosial Basuki Tjahaja Purnama memiliki responden
39% disusul oleh Agus Harimurti Yudhoyono dengan 18% responen dan Anis Baswedan
menempati urutan terakhir ditinjau dari respon masyarakat melaui media sosial.

Gambar 3.3. Persentase Pilihan Responden terhadap Kandidat
Tuntutan

elit

politik

maupun

kandidat


calon

Kepala

Dareah

dalam

mendayagunakan media sosial di era kontemporer saat ini dianggap penting. Hal ini
sebagai upaya melakukan komunikasi politik dengan masyarakat, misalnya pada saat
menakar peran aktif dan kekuatan media sosial menjelang pemilu Tahun 2014, media
sosial kemudian hadir dan menjadi salah satu alat, sarana dan wadah partisipasi politik
masyarakat sebagai bagian dari aktivitas politik, bahkan mampu mengukur kekuatan
media sosial dalam mendorong partisipasi masyarakat Indonesia (Alami, 2014)
Agresifitas komunikasi dan marketing politik melalui lokomotif media sosial
nampak pula terjadi saat ini menjelang pemilihan umum serentak 2014 Kepala Daerah di
Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia hal ini mengindikasikan sejumlah faktor
antara lain :
1. Melaui media sosial akan mempermudah kandidat untuk menyampaikan atau
memberikan hal-hal yang mengandung makna dan bobot politik termasuk ajakan

untuk menyatukan pilihan calon pada ajang pilkada,
2. Melalui media sosial, maka marketing politik kan massif menyampaikan pesan-pesan
politiknya baik berupa wejangan visi-misi maupun kebutuhan-kebutuhan mendasar

dari masyarakat dan strategi yang di tawarkan oleh para kandidat jika natinya berhasil
memenangkan pertarungan.
3. Membuka peluang kerjasama antar kandidat dengan para tim suksesya untuk
menyusun agenda-agenda pertemuan dengan konstituen seagai wahana dalam
memberikan penjelasan atas informasi-informasi yang di peroleh dari media sosial
sekaligus sebagai bentuk klarifikasi.
4. Dengan komitmen penggunaan media sosial yang didukung oleh komunikasi dan
marketing politik yang visioner akan memungkinkan terciptanya loyalitas dan strong
voter masyarakat.
5. Media sosial tentunya memberi efek komunikasi politik yang diharapkan terciptanya
pemahaman terhadap sistem pemerintahan dan partai-partai politik, dimana nuansanya
akan bermuara pada pemberian suara dalam pemilihan umum. (Pattiasina, 2015)

Keberhasilan komunikasi dan mareketing politik melalui pemanfaatan media
sosial juga di akui oleh kubu Barack Obama pada masa kampanye dan mendokngkrak
kemenangan dalam pemilihan presiden Tahun 2008 di Amerika Serikat, di salah satu

artikel resensi buku berjudul Communicator in Chief: How Barack Obama Used New
Media Technology to Win The White House yang ditulis oleh Jarvis 2010, disebutkan
bahwa situs untuk kampanye Obama mengarganisasi lebih dari 150.000 ribu kegiatan,
menciptakan lebih dari 30 Ribu Kelompok, 1,5 Juta akun dan mendapatkan lebih dari
USD 600 Juta dari 3 Juta Dono. Kampanye tersebut juga menggunakan Youtube untuk
iklan gratis, mengirim alamat iklan kepada para pendukung dan meminta kepada
pendukung untuk meneruskan iklan tersebut kepada teman dan keluarga mereka. Bahkan
akun facebook Obama mempunyai 3.176.886 dan lewat situs MySpace Obama mendapat
987.923 orang teman selain itu Kampanye menggunakan text massaging untuk
berhubungan dengan pemilih muda dan mengirim email seagai counter attacks
sementara high tech, menggunakan internet untuk mencetak fakta informasi, counter
attacks, memperkuat koneksi kepada pendukung dan selalu siap dalam 247 atau 24 jam
setip hari. Demikian pada saat momentum kampanye di Indonesia pada Tahun 2009
Calon Presiden Prabowo Subianto memanaatkan platform facebook dalam mengalang
dukungan dan memperolah banyak friends bahkan sempat mengalami masalah karena
akun facebooknya melebihi kapasitas sehingga mendapat email notifikasi dari
pengelolanya, (Situmorang, 2013).
Fakta atas keberhasilan komunikasi dan marketing politik melalui pendayagunaan
media sosial bahkan merambah bahkan berlangsung sampai sekarang menjelang

pemlihan umum kepala daerah di seluruh Indonesi, dan menariknya adalh lagi-lagi
platform facebook yang mendominasi gelanggang kampanye online. Banyaknya grupgrup facebook yang yang pergunakan oleh para kanditat seakan menajdi perekat bagi
semua elemen masyarakat dalam mengenal sosok, figus dan sepak terjang dan programprogram para kanditat calon kepala daerah di Indonesia. Ini membuktikan bahwa
komunikasi dan marketing politik dalam kampanye di asumsikan memberi pengaruh
yang sangat strategis dalam mengukur tingkat popularitas, elektabilitas dan harapan
kemenangan calon kepala daerah seperti yang terjadi pada pagelaran pilkada 2015 di
Bojonegoro para aktor kemudian berlomba-lomba melakukan bahasa pencitraan melalui
motif iklan kampanye mereka, (Asror, 2015)
D. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa dari seluruh literatur di atas maka dapat di simpulkan bahwa
media sosial di era digitan mampu mempengaruhi segala aspek kehidupan. Tidak
terkecuali dalam kehidupan perpolitikan di Indonesia. Media sosial hadir tidak sekedar
menjadi icon dalam berkomunikasi antar sesama tema, kerabat dan masyarakat pada
umumnya akan tetapi perkembangan media sosial dengan sejumlah platform seperti
facebook, twitter, WathsApp, Youtube dan berbagai media online lainnya menjadi alat
dan sarana yang inklusif bagi pemerintah dalam aspek e-governance sekaligus menjadi
wadah yang cukup solutif dalam memperkaya khsana para aktor poltik untuk melakukan
kampanye politik.
Masifnya penggunaan media sosial oleh masyarakat semakin menambah
akselerasi para calon kandidat kepala daerah dan konsultan poltik dalam mengukur
tingkat elektabilitas, popularitas serta penyampaian program visi-misi politik dalam
kehidupan demokrasi terutama menjelang pemilihan umum kepala daerah di seluruh
Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia. Meskipun pada prinsipnya ukuran dalam
menentukan partisipan dalam memastikan kemenangan pada pilkada mendatang masih
terbilang abstrak. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa komunikasi dan marketing politik
yang berlangsung melalui media sosial memberi nuansa tersendiri terhadap keberhasilan
dalam menyosialisasikan figur dan program-program politik yang akan di jalakan ketika
terpilih. Hasilnya kemudian adalah masyarakat memperoleh pertimbangan secara
rasional dalam menetukan hak pilihnya.
Dengan demikian pesan-pesan yang tersirat dari hasil literatur ini adalah
bagaiman kemudian dalam komunkasi dan marketing politik di Indonesia dengan
platfom media sosial mampu di berdayakan secra bijak, tanpa harus menciptakan issu-

issu sarah yang memungkinakan perpecahan kebhinekaan dalam berbangsa dan
bernegara.

DAFTAR PUSTAKA

Alami, A. N. (2014). Menakar Kekuatan Media Sosial Menjelang Pemilu 2014 Measuring the
Power of Social Media Ahead of the 2014 Election. Jurnal Penelitian Politik, 10 No.
1(January

2013),

85–99.

Retrieved

from

http://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/viewFile/219/95
Ardha, B. (2014). Social Media Sebagai Media Kampanye Partai Politik 2014 Di Indonesia.
Jurnal Visi Komunikasi, 13(1), 105–120.
Arianto, B. (2015). Kampanye Kreatif Dalam Kontestasi Pilpres 2014. Jurnal Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik ( JSP), 1 No 1, 40–52.
Asror, A. G. (2015). Bahasa Pencitraan dalam Iklan Kampanye Pilkada Kabupaten
Bojonegoro, 92 Th. XXV(0215–9511).
Aziz, N. L. L. (2017). Review: Peran Marketing dalam Dunia Politik, 127–137.
Budiyono. (2016). Media Sosial dan Komunikasi Politik: Media Sosial sebagai Komunikasi
Politik Menjelang PILKADA DKI Jakarta 2017. Jurnal Komunikasi, 11(1), 47–62.
Elva Retnawati, Irawan Suntoro, Y. N. (2014). Pengaruh Media Massa dan Sikap Politik
Terhadap

Partisipasi

Politik

Siswa

dalam

Pemilu.

Retrieved

from

http://studentjournal.petra.ac.id/index.php/ilmu-komunikasi/article/view/912
Hartono, Y. (2011). Aktifitas Komunikasi Masyarakat Melalui Situs Jejaring Sosial, 15(2),
175–190.
Mainka, A., Hartmann, S., Stock, W. G., & Peters, I. (2015). Government and Social Media :
A Case Study of 31 Informational World Cities.
Pattiasina, H. Y. (2015). Strategi Komunikasi Politik PDI Perjuangan Kabupaten Maluku
Tengah pada Pemilu 2014. Jurnal Penelitian Komunikasi Dan Opini Publik, 19(1), 17–
27. Retrieved from http://jurnal.kominfo.go.id/index.php/jpkop/article/view/333
Raenaldy, A., Erviantono, T., Ilmu, F., Politik, I., & Udayana, U. (2017). Hubungan antara
Media Sosial terhadap Peluang Kemenangan Pasangan Calon Gubernur DKI Jakarta
Pada Pilkada 2017 ( Studi Wilayah Jakarta Utara ), 2017. Retrieved from
file:///E:/Proposal Disertasi V2/New folder/33205-1297-65553-1-10-20170829.pdf
Sandra, L. J. (2013). Political Branding Jokowi Selama Masa Kampanye Pemilu Gubernur
Dki Jakarta 2012 Di Media Sosial Twitter. Jurnal E-Komunikasi, 1(2), 276–287.
Retrieved

from

http://studentjournal.petra.ac.id/index.php/ilmu-

komunikasi/article/view/912
Situmorang, J. R. (2013). Pemanfaatan Internet Sebagai New Media Dalam Bidang Politik ,

Bisnis , Pendidikan Dan Sosial Budaya. Jurnal Administrasi Bisnis, 8(2), 77–91.
Sulaiman, A. I. (2013). Dinamika Komunikasi Politik Menjelang Pemilu 2014. Politik Dan
Demokrasi, Vol. 11, N(ISSN. 1412 – 5900).
Yannis Charalabidis, Euripidis N. Loukis, Aggeliki Androutsopoulou, Vangelis Karkaletsis,
A. T., & Triantafillou, A. (2014). crowdsourcing pasif dalam pemerintahan
menggunakan media sosial.

TABEL TAXONOMY

No
1

Author
Ardha,
(2014)

Title
Social Media Sebagai
Media Kampanye Partai
Politik
2014
Di
Indonesia

Methodh
Mixet
combinasi
dengan analisi yang
komprehensif
terhadap
data
responden
dengan
literatur

2

Raenaldy,
, (2017)

Metode
yang
digunakan
adalah
deskriptif kuantitatif
dengan
rumus
perhitungan slovin

3

Mainka, et
al, (2015)

Hubungan antara Media
Sosial terhadap Peluang
Kemenangan Pasangan
Calon Gubernur DKI
Jakarta Pada Pilkada
2017 (Studi Wilayah
Jakarta Utara )
Government and Social
Media : A Case Study
of 31 Informational
World Cities

4

Sandra,
(2013)

Political
Branding
Jokowi Selama Masa
Kampanye
Pemilu
Gubernur Dki Jakarta
2012 Di Media Sosial
Twitter

Analisis
kualitatif
untuk
membuat
replikan
dan
terjemahan
valid
dengan pendekatan
directed content

Mengidentifikasi
tautan
secara
menyeluruh dari akun
pada situs web resmi
kemudian
menganalisa
relasi
pemerintah dengan
intensitas
penggunaan platform
media sosial

Findngs
Media sosial telah memainkan
dan akan terus memainkan peran
penting dalam kampanye politik
politik 2014. Sejauh penggunaan
masa depan media sosial melalui
platform
seperti
Facebook,
Twitter, dan Youtube, kandidat
politik akan terus berinteraksi
dengan pendukung dan menerima
dukungan
dalam
bentuk
sumbangan dan relawan.
85% masyarakat Jakarta Utara
memiliki sosial media dan 335
responden setuju bahwa sosial
media memberi pengaruh potif
terhadap pemenangan pasangan
calon gubernur DKI Jakarta
Tahun 2017.
Platform media sosial semakin
digunakan pemerintah dalam
rangka mendorong interaksi
pengguna khususnya di KotaKota
melalui
peningkatan
infrastruktur
TIK
sehingga
menjangkau 31 Kota Informasi di
Dunia, sekaligus sarana bagi
pemerintah
dalam
menginformasikan
popularitasnya
kepada
para
pengguna media sosial.
Political
branding Jokowi
sebagai politisi terbuka, dekat
dengan masyarakat, kredibel dan
merakyat (egaliter) yang dibentuk
melalui personalitas, penampilan
dan pesan-pesan politis di Twitter
Jokowi.

5

Situmoran Pemanfaatan Internet
g, James R Sebagai New Media
(2013)
Dalam Bidang Politik,
Bisnis, Pendidikan Dan
Sosial

Metode
yang
digunkan
adalah
Analisis Perandingan
dengan
merujupa
pada aspek media
lama dan media baru
sebagai pembanding

Antara media baru dengan media
lama memiliki perbedaan dari
segi platorm namun orintasinya
tetap sama bahwa pemanfaatan
Internet dalam politik, bisnis,
pendidikan, dan sosiokultural.
Alasannya adalah bahwa keempat
bidang ini telah memanfaatkan
hampir semua media baru di
Internet.

6

Arianto,
Bambang
(2015)

Kampanye
Kreatif Analisis detail tekait
dalam
Kontestasi kecenderungan
Presidensial 2014
fenomena
yang
terjadi
kemudian
mendeskripsikan
secara kreatif

Artikel ini menjelaskan model
penampilan kampanye kreatif
dapat
menjadi
efektivitas
komunikasi
politik
untuk
membangun budaya partisipatif
dan juga mendorong perubahan
perilaku politik

7

Elva, et al
(2014)

Pengaruh Media Massa
dan
Sikap
Politik
Terhadap
Partisipasi
Politik Siswa dalam
Pemilu

Berdasarkan hasil analisis dan uji
hipotesis menunjukan bahwa
terdapat pengaruh media media
massa dan sikap politik terhadap
partisipasi politik siswa dalam
pemilu presiden tahun 2014 di
SMA Negeri 2 Gadingrejo
Kabupaten Pringsewu sebesar
58,8%, oleh karena itu siswa
harus selalu di berikan arahan
dalam setiap pemilu agar siswa
ikut berpartisipasi dalam pemilu.

Penelitian kuantitatif
asosiatif
dengan
pendekatan
deskripstif ex post
facto yang sampel
penelitian berjumlah
26 responden. Teknik
pengumpulan
data
menggunakan angket
dan teknik analisis
data
menggunakan
regresi.