Hiperealitas Iklan Representasi Anak yan
Hiperealitas Iklan:
Representasi Anak yang Ideal oleh Iklan Televisi
Irsanti Widuri Asih
Lektor Kepala pada Jurusan Komunikasi dan Informasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
Abstrak
Media massa tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia modern karena digunakan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhannya akan informasi dan sebagai sarana hiburan. Meskipun di era digital
culture saat ini di mana internet telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang mengubah
secara cukup signifikan cara masyarakat mencari informasi, namun televisi tetap memiliki posisi yang
kuat sebagai media memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dan hiburan. Iklan adalah bagian
takterpisah dari televisi, karena slot iklanlah yang dijual televisi sebagai sumber finansial untuk
kegiatan operasionalnya. Iklan di televisi dengan demikian dianggap sebagai sarana paling ampuh
bagi produsen suatu produk dalam mengiklankan produknya. Penonton perempuan yang berstatus
sebagai ibu rumah tangga ternyata adalah penonton televisi yang cukup dominan. Dengan demikian,
iklan televisi yang ditujukan kepada ibu rumah tangga, memiliki nilai strategis yang tinggi bagi
pengiklan produk rumah tangga. Penelitian ini menyorot bagaimana iklan menyajikan berbagai imaji
hiperealitas yang ketika secara terus-menerus dikonsumsi oleh audiens, akan dianggap sebagai
sebuah nilai kebenaran karena ada ideologi yang diusung. Iklan susu anak merupakan objek penelitian
yang dibedah dengan menggunakan pendekatan semiotika. Hasil analisis menunjukkan bahwa iklan
susu anak menyajikan representasi anak sehat sebagai anak yang memiliki tubuh tinggi, cerdas,
kreatif, banyak akal, responsif, pemberani, cekatan, dan solutif. Sayangnya, iklan-iklan tersebut
membawa ideologi simplifikasi yang membawa kepada budaya serba instan, bahwa kondisi ideal
tersebut dapat dicapai hanya dengan meminum susu dengan mengabaikan berbagai proses lainnya
dalam membentuk seorang anak tumbuh berkembang menjadi anak yang sehat secara fisik dan
psikilogis.
Kata kunci: hiperealitas, iklan, televisi, semiotika, representasi
A. Pendahuluan
Dalam beberapa dekade ini, konsep audiens dalam teori komunikasi massa telah mengalami
perubahan signifikan dari audiens pasif menjadi audiens aktif, sebagaimana diungkapkan
Burton (1991) bahwa sejak 1950-an terdapat pergeseran yang nyata dari berbagai asumsi
tentang audiens yang pasif ke kepercayaan terhadap audiens yang aktif. Namun demikian,
beberapa ahli berargumentasi bahwa pergeseran ini telah beranjak terlalu jauh dalam
asumsinya te ta g i depe de si audie s. Jadi, eskipu studi e ge ai audie s aktif
telah didengungkan sejak tahun 1950-an melalui konsep pembacaan audiens terhadap teks
yang ditampilkan media yang akan menimbulkan pemaknaan yang berbeda-beda, namun
1
tetap terdapat relasi yang kuat antara teks media massa dan penerimaan audiens di mana
pesan yang disampaikan media massa tetap berpotensi memengaruhi audiens.
Salah satu hal penting yang perlu dicatat adalah bahwa media massa merupakan alat
penanaman suatu ideologi. Seperti Lull (1995) yang menjelaskan bahwa beberapa ideologi
diangkat dan digaungkan oleh media massa, sehingga memberi legitimasi terhadap idelogi
tersebut dan didistribusikan secara persuasif kepada khalayak luas. Lebih jauh Lull
berargumentasi bahwa televisi memiliki kekuatan taktertandingi dalam mengekspos,
mendramatisir, dan mempopulerkan cuplikan-cuplikan kultural melalui acara-acara
entertainmen, berita, dan iklan. Cuplikan-cuplikan tersebut kemudian menjadi alat tukar
dalam perubahan sosial. Perancangan agenda televisi berada di tangan penguasa kultural
ekonomis-politis masyarakat. Informasi yang dipilih kerap dimanfaatkan untuk membentuk
ideologi dan kepentingan mereka yang berkuasa dan meminggirkan kepentingan yang lain.
Iklan di televisi dewasa ini sangat diwarnai dengan tampilan yang seakan-akan merupakan
suatu kebenaran di dalam realitas. Misalnya, hanya dengan meminum susu X, seorang
batita (bayi di bawah usia tiga tahun) akan menjadi sangat pandai melebihi kepandaian
anak-anak seusianya, hanya dengan memakan biskuit Y, seorang anak bisa menjadi sangat
kuat layaknya idealman, atau hanya dengan meminum minuman Z, semua permasalahan
hidup seseorang sirna, berganti dengan kebahagiaan.
Iklan-iklan yang membawa nilai-nilai ideologis tersebut setiap menit hadir di ruang TV,
didengungkan terus-menerus, dan dikonsumsi secara kontinu. Baik disadari atau tidak,
ideologi yang dibawa iklan-iklan TV ini akan membawa pengaruh terhadap kehidupan
terutama anak-anak. Penelitian ini akan mengamati bagaimana iklan di televisi berperan
dalam menanamkan suatu ideologi yang banyak mengandung tanda palsu (pseudo-sign)
kepada khalayak pemirsanya. Tanda palsu (pseudo-sign) adalah tanda yang bersifat tidak
tulen, tiruan, berpretensi, gadungan, yang di dalamnya berlangsung semacam reduksi
realitas (Piliang, 2003). Tanda palsu (pseudo-sign) yang tertanam di iklan-iklan yang
ditayangkan di televisi ini apabila digaungkan terus-menerus tentu berpotensi menjadi
ideologi yang akan membentuk masyarakat yang cenderung menebar kebohongan dalam
hidup termasuk di dalamnya memegang ideologi simplisitis (terlalu menyederhanakan
persolan hidup). Kemajuan teknologi menodong para tim kreatif pembuat iklan makin
kreatif pula membuat tanda-tanda artifisial yang hanya terdapat dalam realitas virtual
(virtual reality) sehingga membuahkan relasi semiotika. Baudrillard (dalam Piliang, 2003)
mengategorikan tanda virtual sebagai bentuk dari hyper-signs dan merupakan bagian dari
hiperealitas.
Ulasan mengenai penanaman nilai-nilai di atas dari iklan di televisi ini diangkat dalam
penelitian ini karena beberapa alasan;
1. Lull berpendapat televisi sebagai media istimewa yang memiliki kekuatan luar biasa
dalam menanamkan ideologi terentu kepada khalayaknya;
2
2. klan televisi adalah salah satu contoh yang diberikan Lull sebagai alat penanaman
ideologi yang paling nyata;
3. berangkat dari keprihatinan peneliti akan materi dan kemasan iklan di televisi
Indonesia saat ini yang seakan mengabaikan etika beriklan karena sarat dengan
tanda palsu (pseudo-sign) dan hiperbola yang cenderung tidak masuk akal dan
terlalu berlebihan dalam menerangkan manfaat suatu produk, padahal ada aturanaturan yang menjadi koridor pembuatan iklan, antara lain pasal 44 ayat 1 Undangundang tentang Pangan dan Perlindungan Konsumen yang menetapkan sebagai
berikut; Setiap Iklan tentang pangan yang diperdagangkan wajib memuat
keterangan mengenai pangan secara benar dan tidak menyesatkan, baik dalam
bentuk gambar dan atau suara, pernyataan, dan atau bentuk apapun lainnya.
Artikel ini bertujuan untuk melihat bagai a a represe tasi a ak ya g ideal ya g disajika
oleh iklan-iklan produk konsumsi anak di televisi sekaligus mengungkap apa ideologi yang
diusung oleh iklan-iklan tersebut.
B. Kajian Pustaka
B.1. Iklan dan Audiens
Apa yang terlintas di pikiran kita saat mendengar kata iklan? Apakah kreativitas? Sesuatu
yang menyenangkan? Atau yang terlintas justru tipu muslihat? Dunia khayal? Hiperbola?
Tidak logis? Iklan akhir-akhir ini memang kerap memiliki imej seperti itu, tidak masuk akal,
berlebihan, terlalu mengkhayal, tidak realistis, dan sebagainya. Padahal, awal konsep iklan
mengacu pada upaya menarik perhatian pada sesuatu hal atau untuk memberitahu atau
menginformasikan seseorang mengenai sesuatu hal (Dyer, 1982 dalam Branston dan
Stafford, 2003: 365). Jika kita berpijak pada definisi iklan menurut pandangan Dyer tersebut,
maka selayaknya iklan bersifat menarik, informatif, dan mencerahkan khalayak mengenai
keberadaan suatu produk. Namun, iklan berada dalam ranah industri yang dijadikan sebagai
alat untuk meningkatkan penjualan suatu produk. Dengan demikian, iklan tidak hanya
sekadar harus mampu memberi informasi mengenai keberadaan suatu produk kepada
khalayak, namun juga harus mampu menarik perhatian khalayak dan mampu
menggerakkan khalayak untuk membeli produk yang diiklankan (ingat teori AIDDA). Jika
iklan telah dijadikan sebagai alat yang harus mampu meningkatkan angka penjualan suatu
produk, maka dituntut kemampuan yang sangat tinggi bagi para kreator iklan untuk mampu
menghasilkan iklan yang menarik. Berbagai strategi akan digunakan oleh para kreator iklan
u tuk e ghasilka ikla ya g aik . Dala du ia perikla a ahka
u ul se a a
pemeo, bahwa iklan yang akan diingat khalayak adalah iklan yang sangat bagus atau sangat
jelek (nyeleneh). Dalam berpacu menciptakan iklan yang inovatif dan atraktif, kadang
kreator iklan kurang menghargai nilai-nilai logis iklan yang dihasilkan. Seperti Dyer (dalam
Branston dan Stafford, 2003: 367) yang mengungkapkan opininya mengenai iklan bahwa
iklan mencuci otak audiens bukan melalui iklan-iklan yang bersifat subliminal, namun
3
melalui janji-janji yang memperdaya yang didesain untuk menanamkan konsumerisme,
sampah, hedonisme, dan iri hati.
Dalam membuat sebuah iklan, terdapat sederet aturan main yang menjadi koridor bagi para
kreatif iklan dalam berkreasi. Rambu-rambu tersebut terdiri atas:
1. Undang-undang (antara lain Undang-undang tentang Pangan dan Perlindungan
Konsumen)
2. Peraturan yang berupa Standar Usaha Periklanan Indonesia dan beberapa Peraturan
Pemerintah (antara lain PP tentang Label dan Iklan Pangan, Pedoman Perilaku Televisi
Indonesia)
3. Buku Pedoman (Swakrama Periklanan, Etika Pariwara Indonesia, Panduan Periklanan
Obat dan Makanan, Himpunan Peraturan & Etika Periklanan).
Rambu-rambu tersebut diharapkan dijadikan sebagai pegangan bagi para insan periklanan
dalam mengkreasi suatu iklan. Apabila dalam iklan yang telah diproduksi terdapat
pelanggaran terhadap etika yang telah ditetapkan, maka Badan Pengawas Periklanan (BPP)
memiliki wewenang dalam melakukan teguran dan memberikan sanksi kepada pengiklan
atau pun perusahaan periklanan. Bahkan untuk level undang-undang, apabila dilakukan
pelanggaran terhadap undang-undang yang berkaitan dengan periklanan ini, maka terdapat
ancaman tuntutan pidana maupun perdata yang akan dikenakan kepada para pelanggar.
Tanpa bermaksud membatasi kreativitas, rambu-rambu dalam beriklan tersebut dibuat
tentu dengan maksud agar kreator iklan mampu membuat iklan yang baik, tidak
mengandung nilai kebohongan, dan beretika. Namun meskipun demikian, kita tetap dapat
menemui iklan-iklan yang ditayangkan melalui medium televisi yang mengabaikan beberapa
dari rambu-rambu tersebut.
B.2. Iklan dan Ideologi
Secara umum, ideologi dapat maknai sebagai pemikiran yang terorganisasi, disertai nilai,
orientasi, dan pembentukan ulang perspektif ideal yang diekspresikan melalui komunikasi
interpersonal dan bermedia dengan menggunakan teknologi (Lull, 1995: 9-10).
Ideologi merupakan ekspresi yang tepat untuk mendeskripsikan nilai-nilai dan agenda
publik suatu bangsa, kelompok relijius, gerakan dan kandidat politik, dan sebagainya.
Namun, istilah ini paling sering dihubungkan dengan hubungan antara informasi dan
kekuatan sosial dalam konteks skala besar dan bersifat ekonomis-politis.
Penyebaran ideologi dominan sangat tergantung pada penggunaan system image, yang
terdiri dari dua jenis dasar: ideational dan mediational. Ideational image system tersusun
atas satuan representasi ideational (morfem), dengan bentuk organisasi internal yang
kompleks (sintaksis), yang menyukai interpretasi tertentu (semantic) (lihat Gambar 1).
4
Ideational Systems
Mediational Systems
Representational Units
Internal Organization
Suggested Interpretations
Technological Mediation
Social Mediation
Gambar 1. Sistem Imaji
Namun, Martin-Barbero, (dalam Lull, 1995: 10) mengingatkan bahwa ideologi tidak hanya
terbentuk dari representasi simbolis tertentu dengan pandangannya masing-masing,
ideologi juga ditransmisikan oleh apa yang disebut sebagai produksi gra
ar
elalui
mana media menguniversalkan gaya hidup tertentu. Periklanan merupakan domain simbolis
yang bisa dijadikan contoh analisis ideologis. Ideologi dengan transmisi media (mediational
image system) dalam konteks kultural ekonomis-politis direpresentasikan dalam bahasa dan
diinterpretasikan melalui bahasa serta kode dan modus lain, misalnya bentuk visual dan
musik.
Ideologi yang ditransmisikan melalui media dalam konteks politis-ekonomis-kultural mana
pun direpresentasikan sebagian melalui bahasa serta diekspresikan dan diinterpretasikan
melalui bahasa, kode dan bentuk lainnya, seperti bentuk visual dan musik yang kemudian
diinterpretasikan dan digunakan khalayak dalam interaksi sosial yang rutin. Proses-proses
ini merupakan bagian dari efek ideologis yang termasuk ke dalam sistem imej yang terbagi
menjadi technological mediation dan social mediation.
Technological mediation mengacu kepada intervensi teknologi komunikasi dalam interaksi
sosial. Dalam contoh yang diberikan Lull (1995: 16) ia mengilustrasikan bagaimana para
pengiklan di Amerika menghabiskan dana hingga milyaran dolar setiap tahun untuk
menemukan sistem mediasional yang tepat untuk iklan-iklan mereka yang bertujuan
mengeruk keuntungan. Strategi yang digunakan para pengiklan ini berhasil mendapatkan
keuntungan dari tingginya sifat persuasif media massa. Pemilihan juru bicara perusahaan,
logo visual, audio jingles, slogan yang menarik mata, bentuk iklan, efek teknis khusus,
konvensi editing, pengemasan produk, dan pengkombinasian antara media cetak dan
elektronik, adalah sederet faktor-faktor utama yang menjual produk-produk kapitalisme
disertai infrastruktur politis-ekonomis-kultural.
Social mediation dalam konsep mediational systems termanifestasikan ketika ideologi yang
dibawa media massa menjadi begitu akrab dan terlihat seperti sangat normal dalam
aktivitas rutin sehari-hari masyarakat.
Iklan merupakan domain simbolis yang menggambarkan analisis ideologis secara apik (Lull,
1995: 10). Sudah sangat jelas bahwa para pengiklan tidak hanya menjual produk, jasa, atau
ide-ide yang terisolasi, namun mereka menjual sistem ideasional yang terintegrasi,
5
multilapis yang mencakup, menginterpretasi, dan memperihatkan imej produk yang saling
tergantung satu sama lain, mengagungkan keuntungan konsumer produk, perusahaan yang
memperoleh keuntungan dari produk, dan yang paling penting adalah pembelokan struktur
politis ekonomis kultural serta nilai dan aktivitas sosial yang dicakupnya yang sepertinya
membuat aktivitas mengonsumsi terjadi.
Sementara itu, Hall (dalam Griffin, 2006 :371) mendefinisikan ideologi sebagai imaji, konsep,
dan premis yang memberikan kerangka kerja melalui mana kita merepresentasikan,
menginterpretasikan, memahami dan melogikakan aspek-aspek eksistensi sosial. Namun
demikian, Hall berpendapat bahwa khalayak tidak akan begitu saja menelan ideologi yang
ditawarkan media melalui interpretasi tertentu yang disukainya. Ia berargumentasi bahwa
ada kemungkinan khalayak yang tidak memiliki power, tetap memiliki kemungkinan untuk
menolak ideologi dominan dan menerjemahkan pesan dengan cara yang lebih
menyenangkan bagi kepentingannya.
Dalam menghubungkan antara ideologi yang dikomunikasikan melalui perantaraan media,
Burton (1991: 170-171) menguraikan idenya mengenai audiens, efek, dan kaitannya dengan
ideologi. Industri periklanan dan kritik terhadap media lebih suka berbicara tentang audiens
seolah-olah hakikat audiens disepakati dan konsisten. Klien industri periklanan ingin merasa
yakin bahwa mereka mendapatkan nilai untuk uang, bahwa benar-benar terdapat audiens
target yang sudah jelas di luar sana, kumpulan orang dengan karakteristik yang dapat
didefinisikan, dan bahwa terdapat perilaku responsif terhadap materi media yang jelas
sama dengan efek-efek. Tetapi berbagai gagasan tentang audiens dan efek tersebut terlalu
tidak konsisten. Sebagai suatu objek studi, audiens juga harus dipahami dalam konteks
istilah-istilah kunci yang lain. Audiens juga digunakan berkaitan dengan institusi, teks,
konteks, dan teknologi.
Ideologi
Wacana
Institusi
Konteks Sosial
Teks
Audiens
Gambar 2. Bagaimana Ideologi Diungkapkan Kepada Audiens Melalui Teks
6
Dari Gambar di atas terlihat bahwa ideologi yang dimanifestasikan dalam bentuk wacana
akan disosialisasikan kepada khalayak dengan perantaraan institusi yang bisa berupa media
massa melalui teks (salah satunya dalam bentuk pesan melalui iklan di televisi).
C. Semiotika sebagai Pembedah Ideologi di balik Iklan Televisi
Sebagai penelitian yang berupaya mengungkap ideologi yang diusung oleh iklan televisi
berupa perpaduan teks dan simbol sebagai kumpulan tanda-tanda, maka penelitian ini
menggunakan metode semiotik. Patton (2002: 133) memasukkan semiotik sebagai salah
satu perspektif penelitian yang mengelaborasi bagaimana berbagai tanda (kata-kata
maupun simbol-simbol) mengarahkan pada makna-makna pada konteks tertentu.
Penelitian ini menggunakan metode semiotik. Metode semiotik yang digunakan adalah
model Roland Barthes (dalam Sobur, 2009: 118 – 119) dengan membongkar tiga pesan,
yaitu pesan linguistik, pesan ikonik yang terkodekan (pesan konotasi), dan pesan ikonik tak
terkodekan (pesan denotasi). Dengan menggunakan metode semiotik, penelitian ini akan
membongkar iklan-iklan produk anak yang bersifat hiperealistis dan berupaya mengungkap
ideologi yang diusung di baliknya.
Pada dasawarsa ini, revolusi di bidang teknologi informasi dan komunikasi memang
mengalami masa yang sangat signifikan. Internet telah mendominasi kehidupan hampir
seluruh masyarakat di dunia ini. Budaya digital (digital culture) telah menjadi bagian dari
gaya hidup dan mengubah banyak cara hidup masyarakat, baik di bidang sosial, politik,
pendidikan, budaya, bahkan religi.
Televisi yang pada tahun 1970-an menjadi media yang demikian kuat mempengaruhi
masyarakat yang sering digambarkan laksana kekuatan jarum hipodermik dalam
menyuntikkan pesan, pada dasawarsa terakhir ini meski nampak seolah mulai bergeser,
namun televisi tetap menjadi pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya akan
informasi dan hiburan. Apalagi, belakangan ini marak acara-acara televisi dengan durasi
yang sangat panjang. Masyarakat terterpa iklan secara intensif melalui acara-acara
berdurasi panjang tersebut.
Perempuan tetap menjadi penonton dominan berbagai tayangan televisi, terutama iklan
televisi. Dengan menggunakan teknik analisis semiotik yang diusung Roland Barthes yang
mengungkap bahwa pesan akan terdiri atas pesan denotatif, pesan konotatif, dan mitos.
Barthes menggunakan istilah konotasi dan mitos untuk menggambarkan suatu makna yang
berupaya ditampilkan melalui denotasi tertentu. Namun demikian, Hoed (2014)
memperjelas perbedaan antara konotasi dan mitos. Mitos terbentuk karena adanya
konotasi. Konotasi ini didengungkan secara terus-menerus ke tengah-tengah masyarakat
sehingga masyarakat secara tidak sadar menerimanya sebagai sebuah kebenaran. Sesuatu
yang sudah dianggap sebagai kebenaran pada akhirnya melahirkan mitos. Mitos yang
7
dibangun secara terus-menerus dan diterima sebagai cara dalam memahami realitas yang
ada di sekeliling kita pada akhirnya melahirkan ideologi.
Dengan menggunakan teori semiotik yang diungkapkan Barthes tersebut, penelitian ini
membongkar ideologi yang diusung sepuluh buah iklan susu anak. Iklan tersebut adalah
iklan susu HiLo School: My Kid My Hero, Indomilk Siapin Buka Puasa, Susu Frisian Flag Susu
Bendera Jelajah Edisi Sembunyi Kaya Bunglon, Dancow 1 Edisi Koboi, Dancow 1+ dengan
Exelnutri+ Edisi Ngasih Makan Domba, Susu S-26 Procal Gold, Susu Frisian Flag Mangga
Jatuh, Susu SGM Eksplor Buah & Sayur, Susu Ultra Mimi, dan Susu Zee.
D. Ideologi di Balik Iklan Susu Anak
Berikut ini adalah analisis kesepuluh iklan susu anak tersebut dengan menggunakan
pendekatan semiotika, dengan langkah-langkah sebagai berikut: pertama, menguraikan apa
pesan denotatif (realitas) yang digambarkan di kesepuluh iklan yang menjadi objek
penelitian. Kedua, mencari tahu makna konotatif (representasi) yang ditampilkan oleh
kesepuluh iklan tersebut yang dipengaruhi oleh imaji apa yang ingin ditampilkan oleh
kreator iklan melalui iklan yang diciptakannya, yang dibentuk melalui kekuatan visual, audio,
dan grafis.
Tabel 1. Analisis Semiotika Iklan Susu Anak
No
1
Judul Iklan
HiLo School
My Kid My
Hero
Realitas
Representasi
Ideologi
Bel sekolah berdering tanda waktu
sekolah selesai. Para murid
termasuk dua anak laki-laki
berseragam, keluar ruang kelas
dengan canda dan tawa. Disaat
yang bersamaan dua orang Ibu
datang menjemput mereka. Namun
tiba-tiba hujan turun, sang Ibu yang
kedua nya tidak membawa payung
secara reflex menutupi bagian atas
kepala masing-masing. Anak
pertama secara spontan dan sigap
membuka payung untuk
memayungi Ibunya tanpa ada rasa
sulit sedikitpun karena tubuhnya
yang cukup tinggi. Anak kedua
melakukan hal serupa, namun
sayangnya dengan badan yang
terlalu pendek, ia tidak bisa
menjangkau untuk memayungi
ibunya, Sehingga ia mencari akal
dan menemukan ide untuk
menggunakan balon-balon dari
sebuah stand festival lalu
mengikatnya di atas dan gagang
payung. Hal tersebut cukup
Konsep anak sehat
direpresentasikan sebagai
anak yang memiliki tinggi
tubuh di atas rata-rata
anak seusianya dan tinggi
tubuh ini diperoleh
dengan meminum susu
HiLo
Untuk mencapai tubuh
anak sehat yang
bertubuh tinggi, cukup
dengan meminum susu
HiLo. Tidak ada adegan
yang menggambarkan
untuk membentuk tubuh
yang sehat diperlukan
pola hidup sehat dan
proses yang panjang,
mulai dari mengonsumsi
makanan yang bergizi,
menjaga kesehatan,
berolahraga, dan cukup
istirahat.
8
berhasil dan membuat beberapa
anak perempuan takjub melihat
aksi cemerlangnya sampai ketika
mereka melintas dibawah pohon
yang mengakibatkan hampir
semua balon meledak terkena
ranting pohon, payung pun
menjatuhi kedua ibu dan anak lakilaki ini. Ditunjukkan rahasia anak
pertama mempunyai badan lebih
tinggi karena rutin minum HiLo
School. Kedua anak laki-laki tadi
kembali keluar sekolah menuruni
tangga, dengan posisi laki-laki
kedua berdiri di satu tangga yang
lebih tinggi dari laki-laki pertama
untuk dibandingkan tinggi
badannya.
2
Indomilk
Siapin Buka
Puasa
Di depan teras sebuah rumah,
seorang Ibu sedang menyiram
tanaman dengan sang Ayah yang
sedang mencuci mobil. Tiba-tiba
kedua anak mereka, seorang lakilaki dan seorang perempuan berlari
menghampiri keduanya seraya
berkata bahwa akan ada tetanggatetangga mereka datang ingin
berbuka puasa di rumah mereka.
Sang Ibu panik, lalu berniat
membuat es campur. Dengan
semangat, anak laki-laki dan adik
perempuannya membantu Ibu
membuat es campur secara
cekatan, bahkan seperti bermain
sulap karena bisa bergerak sangat
cepat menaruh buah-buahan ke
dalam beberapa mangkuk yang
sudah disiapkan diatas meja. Hal
terakhir yang dilakukan anak lakilaki tersebut yaitu menambahkan
susu kental manis Indomilk diatas
es campur. Kemudian adzan
maghrib berkumandang diikuti
kedatangan tetangga-tetangga
untuk menikmati es campur diiringi
canda dan tawa.
9
Konsep anak sehat
direpresentasikan sebagai
anak yang memiliki ide
yang banyak, mampu
mengerjakan suatu
pekerjaan yang rumit
hanya dalam waktu
singkat dan dengan
gerakan cepat
Untuk membentuk anak
sehat yang banyak akal
dan mampu bekerja
dengan cekatan, cukup
dengan meminum susu
3
Susu Frisian
Flag Susu
Bendera
Jelajah Edisi
Sembunyi
Kaya Bunglon
Iklan ini menceritakan tentang
seorang anak perempuan berusia
sekitar tiga tahun sedang minum
susu sambil memperhatikan seekor
bunglon tengah merubah warna
tubuhnya. Sang ibu menghampiri
dan menjelaskan bahwa bunglon
dapat berubah warna untuk
sembunyi. Seketika Ayah pulang
kerja, anak perempuannya itu
bergegas lari ke dalam rumah
untuk mengambil kain motif floral
senada dengan dinding rumah
kemudian mendekati dinding dan
menutupi tubuh mungilnya
menggunakan kain floral tersebut.
Sang Ayah berakting mencari-cari
dimana anak perempuannya.
Setelah beberapa saat anak
perempuan itu melepas tudungnya
lalu memeluk sang Ayah.
Konsep anak cerdas
direpresentasikan sebagai
anak yang mampu
menyerap informasi
dengan cepat
4
Dancow 1
Edisi Koboi
Seorang anak laki-laki berpakaian
koboi lengkap dengan topi dan
sepatunya sedang menunggangi
kuda dan berlagak seperti ingin
menangkap penjahat. Sang anak
memerintahkan kudanya untuk
maju namun tak ada respon
apapun dari kuda. Hingga ia harus
menarik kuda dengan tali dari
depan sampai akhirnya ia terjatuh
sendiri. Ayah yang melihatnya
terjatuh, seakan ingin menghampiri
namun disanggah Ibu yang
membawakannya segelas susu
Dancow untuk diminum sang anak.
Ibu berbisik bahwa kuda menyukai
buah apel. Si anak laki-laki itu
langsung terfikir untuk
menggunakan apel sebagai umpan
yang ia gantungkan seperti alat
pancing. Lalu sang anak menaiki
kuda lagi dan dari tempatnya
duduk, ia mengulurkan alat
pancingnya ke depan wajah kuda.
Kuda dapat merespon untuk
kemudian jalan.
Konsep anak cerdas
direpresentasikan sebagai
anak yang banyak akal
dan mampu mencari jalan
keluar atas permasalahan
yang sedang dihadapinya.
5
Dancow 1+
dengan
Exelnutri+
Edisi Ngasih
Seorang anak laki-laki bersama Ibu
memakai atribut koboi lengkap
sedang melihat domba-domba
didalam kandang dan berniat
Anak sehat digambarkan
sebagai anak yang tidak
mudah putus asa dan
mampu mencari solusi
10
Membentuk anak pintar
dan kreatif yang cepat
menyerap informasi
adalah dengan
memberinya susu
Membentuk anak yang
ideal, yaitu anak yang
tidak mudah putus asa
dan pandai mencari
Makan Domba
memberi makan. Anak laki-laki itu
berlari menggandeng Ibu, namun
kemudian dilepaskannya tangan
Ibu, menuju tumpukkan rumput tak
jauh dari kandang domba. Ia
berusaha mendorong tumpukkan
rumput namun gagal dan terjatuh
hingga Ibu membawakan segelas
susu Dancow untuk diminum oleh
anaknya. Ketika Ibu menyuruhnya
meminta bantuan sama teman
yang kuat, dengan semangat ia
bersiul memanggil kuda untuk
membantunya menarik tumpukkan
rumput agar dapat memberi makan
domba.
atas permasalahan yang
dihadapinya
solusi atas
permasalahannya,
adalah dengan
memberinya susu
6
Susu S-26
Procal Gold
Iklan ini menampilkan seorang
anak laki-laki sedang melihat video
pesawat luar angkasa dan ketika ia
melihat pancaran sinar matahari di
dinding rumahnya menyerupai
pancaran cahaya dari piring
terbang, ia terpikir untuk
menggambar piring terbang di
dinding kemudian menata mainanmainan monsternya di bawah
pancaran sinar menyerupai hal
yang ada dalam video. Anak ini
kemudian minum segelas susu S26 Procal Gold yang diberikan
sang Ibu.
Anak sehat dalam iklan ini
direpresentasikan sebagai
anak yang memiliki daya
imajinasi yang tinggi.
Daya imajinasi yang tinggi
ini diperoleh dari
kebiasaan si anak
mengonsumsi susu S-26
Procal Gold.
Untuk membentuk anak
yang memiliki daya
imajinasi tinggi, maka
berilah ia susu
7
Susu Frisian
Flag Mangga
Jatuh
Di halaman belakang rumah,
seorang anak laki-laki mengambil
sebuah mangga di atas tanah dan
melihatnya telah busuk. Kemudian
ia bergegas mengambil beberapa
payung dari dalam rumah untuk
kemudian meminta tolong Ibu
menyangkutkan payung-payung
tersebut di ranting-ranting pohon
mangga menghadap atas.
Keesokkan harinya, ia mengajak
Ibu untuk menurunkan payungpayung yang ternyata sudah terisi
mangga.
Anak yang sehat dan
pintar direpresentasikan
sebagai anak yang
memiliki banyak akal
dalam menyikapi kondisi
yang terjadi di sekitarnya
Anak sehat adalah yang
dapat mencari langkah
solutif yang dapat
diperoleh dengan cara
meminum susu
8
SGM Eksplor
Buah & Sayur
Di sebuah kebun nampak tiga
orang ibu sedang piknik dengan
tiga orang anak mereka yang terdiri
atas 2 orang anak laki-laki dan satu
orang anak perempuan. Ketiga
Anak yang sehat
direpresentasikan sebagai
anak yang memiliki
banyak akal
Untuk membentuk anak
sehat yang banyak akal,
cukup dengan
memberikan susu
11
anak tersebut berlarian ke sebuah
pohon jeruk yang sedang berbuah
banyak. Anak laki-laki A mengajak
kedua temannya untuk memetik
jeruk. Karena pohon jeruk tersebut
rendah, maka jeruk mudah dipetik.
Namun, ketika mereka ingin
memetik jeruk lagi, ternyata jeruk
tersebut lebih tinggi dan mereka
tidak dapat memetiknya. SI anak
laki-laki A pun tiba-tiba mendapat
akal dengan meminta bantuan
teman-temannya. Temannya itu
adalah buah-buahan dan sayursayuran yang awalnya berada di
dalam keranjang yang dibawa si
Ibu yang terdiri atas pisang, jeruk,
stroberi, apel, brokoli, dan wortel.
Si anak mengajak mereka untuk ke
dahan pohon. Serta merta sayursayuran dan buah-buahan tersebut
naik ke atas pohon lalu melakukan
gerakan melompat-lompat.
Sementara, si anak dan kedua
temannya sudah berada di bawah
pohon dan bersiap menampung
jeruk yang berjatuhan karena
kelima sayur dan buah tersebut
melompat-lompat yang
mengakibatkan jeruk berjatuhan.
9
Susu Ultra
Mimi
Seorang anak perempuan sekitar
tiga tahun, bersama Ibu
mengunjungi peternakan sapi.
Dengan sedikit rasa takut, sang
anak membelai kepala sapi.
Kemudian mereka masuk ke dalam
kandang. Dengan penuh
kelembutan, sang anak sedikit
berbicara dengan sapi, membelai
kepala sapi, memeluk tubuh sapi,
memberi makan sapi dengan
rumput. Saat ketika ia berdiri di
depan sapi, sapi tersebut
menggigit bagian bawah baju anak,
namun tidak ada rasa takut yang
terlihat, sang anak tetap membelai
lembut kepala sapi dan mencium
bagian tengah wajah sapi.
12
Anak sehat
direpresentasikan sebagai
anak yang pemberani
Untuk membentuk anak
yang sehat, maka
berikan anak susu
10
Susu Zee
Di sebuah sekolah, seorang anak
laki-laki berambut ikal menuruni
tangga, karena kurang hati-hati ia
terpeleset jatuh tapi pada waktu
yang bersamaan, temannya
menolong menangkap tubuhnya
dan langsung mengikat tali sepatu
anak rambut ikal dengan pola
mengikat dari bawah agar bolong
dari alas sepatunya dapat tertutup
sementara. Saat anak laki-laki
yang menolong tadi berdiri, anak
berambut ikal terkejut, karena
tinggi mereka lumayan berbeda
jauh. Anak penolong lebih tinggi,
membuat anak rambut ikal
bertanya apa rahasia tumbuh tinggi
dan banyak akal. Yaitu dengan
minum susu Zee yang
mengandung nutria-procomplex.
Diakhir cerita, anak berambut ikal
tergiur oleh susu yang sedang
diminum oleh anak penolong.
Anak sehat
direpresentasikan sebagai
anak yang memiliki tubuh
tinggi dan banyak akal
sehingga dapat dengan
mudah mencari solusi
atas persoalan yang ada
di sekitarnya. Tubuh tinggi
dan kemampuan mencari
jalan keluar ini diperoleh
dengan cara meminum
susu Zee.
Untuk memperoleh
kondisi anak sehat
dengan tinggi tubuh
yang melebihi temantemannya dan mampu
mengatasi persoalan,
berilah ia susu
E. Penutup
E.1. Simpulan
Iklan adalah sebuah produk kaum kapitalis yang terus didengungkan melalui media massa
dengan tujuan memacu tingkat penjualan produknya. Perkembangan dunia digital yang
mengubah gaya hidup sebagian masyarakat dalam mencari informasi, belum dapat
menggeser keperkasaan televisi sebagai media massa yang dimanfaatkan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhannya akan informasi dan mencari hiburan.
Perempuan di Indonesia yang sebagian besar berstatus sebagai ibu rumah tangga adalah
penonton terbesar televisi. Gempuran iklan yang terus-menerus ditayangkan melalui media
televisi, dengan menggunakan teori semiotika Barthes, adalah sebuah alat untuk
menghembuskan mitos-mitos yang pada akhirnya memiliki fungsi menebarkan ideologi.
Penelitian yang mengelaborasi ideologi yang tersembunyi di balik iklan susu anak ini
memberi hasil sebagai berikut:
Iklan susu anak memberi imaji bahwa anak sehat adalah anak yang memiliki tubuh
tinggi, anak yang cerdas, anak yang banyak akal, anak yang kreatif, anak yang dapat
memecahkan masalah sendiri, anak yang cekatan, dan anak yang pemberani.
Kesemua imaji yang dibangun dapat dicapai dengan memberi anak susu secara rutin.
Iklan seperti ini, yang tidak memberi ruang bagi pemberian informasi bahwa ada
proses yang harus dilalui untuk terbentuknya anak yang memiliki tubuh tinggi, anak
13
yang cerdas, anak yang banyak akal, anak yang kreatif, anak yang dapat
memecahkan masalah sendiri, anak yang cekatan, dan anak yang pemberani,
sesungguhnya membawa ideologi tertentu. Iklan-iklan tersebut membawa ideologi
bahwa hidup ini simple, sederhana. Jika ingin membentuk anak yang ideal, anak
yang sesuai dengan harapan, maka berilah anak Anda susu, maka susu dapat
membentuk anak anda sesuai dengan harapan Anda. Proses panjang yang harus
dilalui dalam pembentukan karakter anak secara fisik dan psikologis melalui
pendidikan, pembiasaan, pemberian suri tauladan, tidak dimunculkan meski dalam
porsi kecil.
Nilai-nilai lain yang didengungkan melalui iklan susu anak ini adalah keluarga ideal
digambarkan sebagai keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dua anak yang terdiri atas
anak laki-laki dan anak perempuan. Tugas Ibu adalah di rumah mengasuh anak-anak,
sedangkan ayah adalah kepala keluarga yang bertugas mencari nafkah. Mayoritas
imaji yang dibentuk adalah anak laki-laki yang sehat. Mayoritas iklan menggunakan
model anak laki-laki.
Ideologi seperti ini jika terus-menerus didengungkan, maka akan berpotensi menjadi
nilai-nilai kebenaran yang dipegang oleh pemirsanya, yaitu kaum ibu bahwa untuk
membentuk anak yang sehat, yang pintar, yang kreatif, yang pemberani, yang
eksploratif, cukup dengan memberinya susu. Ibu bisa berpotensi melupakan faktorfaktor lain yang lebih penting yang berkontribusi signifikan dalam membentuk
kondisi ideal tersebut, yaitu dengan menerapkan pola hidup sehat dan mendidik
putra-putrinya. Ideologi seperti ini juga berpotensi membentuk pemirsa
menyederhanakan hidup. Sebuah kondisi ideal dapat dicapai dengan cara mudah
tanpa harus melewati proses yang panjang. Sebuah kondisi ideal dapat diraih
dengan cara instan. Ideologi simplifikasi seperti ini berpotensi mereduksi daya juang
seseorang dan berharap segala hal dapat dicapai dengan cara instan.
E.2. Rekomendasi
Seperti yang telah disampaikan pada bagian tinjauan pustaka, bahwa dalam membuat
sebuah iklan, kreator iklan diharuskan untuk tunduk pada beberapa aturan, antara lain: 1)
Undang-undang tentang Pangan dan Perlindungan Konsumen, 2) Peraturan yang berupa
Standar Usaha Periklanan Indonesia dan beberapa Peraturan Pemerintah (antara lain PP
tentang Label dan Iklan Pangan, Pedoman Perilaku Televisi Indonesia), 3) Buku Pedoman
(Swakrama Periklanan, Etika Pariwara Indonesia, Panduan Periklanan Obat dan Makanan,
Himpunan Peraturan & Etika Periklanan). Jika pada kenyataan, ada kreator iklan yang
melanggar aturan tersebut, maka harus ada tindakan tegas yang dikenakan kepada mereka
sesuai aturan yang berlaku, mulai dari sanksi yang bisa disampaikan oleh Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI), hingga perkara pidana.
Dengan adanya penegasan terhadap aturan yang berlaku (low inforcement), maka
diharapkan para kreator iklan dapat menciptakan iklan yang sehat namun tetap kreatif,
yang tidak akan menjejali pemirsa dengan nilai-nilai yang membawa dampak merugikan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Branston, Gill, Roy Stafford. 2003. The Media Student’s Book. Third Edition.
Routledge. New York.
Burton, Graeme. 1991. Edisi Terjemahan: Media dan Budaya Populer. Jalasutra.
Yogyakarta.
Griffin, E.M. 2006. A First Look at Communication Theory. McGraw-Hill. New York.
Lull, James. 1995. Media, Communication, Culture: A Global Approach. Polity Press.
Patton, Michael Quinn. 2002. Qualitative Research and Evaluation Methods. Third
Edition. California: Sage Publications, Inc.
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Culural Studies atas Matinya
Makna. Jalasutra. Yogyakarta.
Poerwandari, Kristi. 2001. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3),
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.
Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Web Site
http://www.pppi.or.id/rambu-EPI2.php
15
Representasi Anak yang Ideal oleh Iklan Televisi
Irsanti Widuri Asih
Lektor Kepala pada Jurusan Komunikasi dan Informasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka
Abstrak
Media massa tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia modern karena digunakan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhannya akan informasi dan sebagai sarana hiburan. Meskipun di era digital
culture saat ini di mana internet telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang mengubah
secara cukup signifikan cara masyarakat mencari informasi, namun televisi tetap memiliki posisi yang
kuat sebagai media memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi dan hiburan. Iklan adalah bagian
takterpisah dari televisi, karena slot iklanlah yang dijual televisi sebagai sumber finansial untuk
kegiatan operasionalnya. Iklan di televisi dengan demikian dianggap sebagai sarana paling ampuh
bagi produsen suatu produk dalam mengiklankan produknya. Penonton perempuan yang berstatus
sebagai ibu rumah tangga ternyata adalah penonton televisi yang cukup dominan. Dengan demikian,
iklan televisi yang ditujukan kepada ibu rumah tangga, memiliki nilai strategis yang tinggi bagi
pengiklan produk rumah tangga. Penelitian ini menyorot bagaimana iklan menyajikan berbagai imaji
hiperealitas yang ketika secara terus-menerus dikonsumsi oleh audiens, akan dianggap sebagai
sebuah nilai kebenaran karena ada ideologi yang diusung. Iklan susu anak merupakan objek penelitian
yang dibedah dengan menggunakan pendekatan semiotika. Hasil analisis menunjukkan bahwa iklan
susu anak menyajikan representasi anak sehat sebagai anak yang memiliki tubuh tinggi, cerdas,
kreatif, banyak akal, responsif, pemberani, cekatan, dan solutif. Sayangnya, iklan-iklan tersebut
membawa ideologi simplifikasi yang membawa kepada budaya serba instan, bahwa kondisi ideal
tersebut dapat dicapai hanya dengan meminum susu dengan mengabaikan berbagai proses lainnya
dalam membentuk seorang anak tumbuh berkembang menjadi anak yang sehat secara fisik dan
psikilogis.
Kata kunci: hiperealitas, iklan, televisi, semiotika, representasi
A. Pendahuluan
Dalam beberapa dekade ini, konsep audiens dalam teori komunikasi massa telah mengalami
perubahan signifikan dari audiens pasif menjadi audiens aktif, sebagaimana diungkapkan
Burton (1991) bahwa sejak 1950-an terdapat pergeseran yang nyata dari berbagai asumsi
tentang audiens yang pasif ke kepercayaan terhadap audiens yang aktif. Namun demikian,
beberapa ahli berargumentasi bahwa pergeseran ini telah beranjak terlalu jauh dalam
asumsinya te ta g i depe de si audie s. Jadi, eskipu studi e ge ai audie s aktif
telah didengungkan sejak tahun 1950-an melalui konsep pembacaan audiens terhadap teks
yang ditampilkan media yang akan menimbulkan pemaknaan yang berbeda-beda, namun
1
tetap terdapat relasi yang kuat antara teks media massa dan penerimaan audiens di mana
pesan yang disampaikan media massa tetap berpotensi memengaruhi audiens.
Salah satu hal penting yang perlu dicatat adalah bahwa media massa merupakan alat
penanaman suatu ideologi. Seperti Lull (1995) yang menjelaskan bahwa beberapa ideologi
diangkat dan digaungkan oleh media massa, sehingga memberi legitimasi terhadap idelogi
tersebut dan didistribusikan secara persuasif kepada khalayak luas. Lebih jauh Lull
berargumentasi bahwa televisi memiliki kekuatan taktertandingi dalam mengekspos,
mendramatisir, dan mempopulerkan cuplikan-cuplikan kultural melalui acara-acara
entertainmen, berita, dan iklan. Cuplikan-cuplikan tersebut kemudian menjadi alat tukar
dalam perubahan sosial. Perancangan agenda televisi berada di tangan penguasa kultural
ekonomis-politis masyarakat. Informasi yang dipilih kerap dimanfaatkan untuk membentuk
ideologi dan kepentingan mereka yang berkuasa dan meminggirkan kepentingan yang lain.
Iklan di televisi dewasa ini sangat diwarnai dengan tampilan yang seakan-akan merupakan
suatu kebenaran di dalam realitas. Misalnya, hanya dengan meminum susu X, seorang
batita (bayi di bawah usia tiga tahun) akan menjadi sangat pandai melebihi kepandaian
anak-anak seusianya, hanya dengan memakan biskuit Y, seorang anak bisa menjadi sangat
kuat layaknya idealman, atau hanya dengan meminum minuman Z, semua permasalahan
hidup seseorang sirna, berganti dengan kebahagiaan.
Iklan-iklan yang membawa nilai-nilai ideologis tersebut setiap menit hadir di ruang TV,
didengungkan terus-menerus, dan dikonsumsi secara kontinu. Baik disadari atau tidak,
ideologi yang dibawa iklan-iklan TV ini akan membawa pengaruh terhadap kehidupan
terutama anak-anak. Penelitian ini akan mengamati bagaimana iklan di televisi berperan
dalam menanamkan suatu ideologi yang banyak mengandung tanda palsu (pseudo-sign)
kepada khalayak pemirsanya. Tanda palsu (pseudo-sign) adalah tanda yang bersifat tidak
tulen, tiruan, berpretensi, gadungan, yang di dalamnya berlangsung semacam reduksi
realitas (Piliang, 2003). Tanda palsu (pseudo-sign) yang tertanam di iklan-iklan yang
ditayangkan di televisi ini apabila digaungkan terus-menerus tentu berpotensi menjadi
ideologi yang akan membentuk masyarakat yang cenderung menebar kebohongan dalam
hidup termasuk di dalamnya memegang ideologi simplisitis (terlalu menyederhanakan
persolan hidup). Kemajuan teknologi menodong para tim kreatif pembuat iklan makin
kreatif pula membuat tanda-tanda artifisial yang hanya terdapat dalam realitas virtual
(virtual reality) sehingga membuahkan relasi semiotika. Baudrillard (dalam Piliang, 2003)
mengategorikan tanda virtual sebagai bentuk dari hyper-signs dan merupakan bagian dari
hiperealitas.
Ulasan mengenai penanaman nilai-nilai di atas dari iklan di televisi ini diangkat dalam
penelitian ini karena beberapa alasan;
1. Lull berpendapat televisi sebagai media istimewa yang memiliki kekuatan luar biasa
dalam menanamkan ideologi terentu kepada khalayaknya;
2
2. klan televisi adalah salah satu contoh yang diberikan Lull sebagai alat penanaman
ideologi yang paling nyata;
3. berangkat dari keprihatinan peneliti akan materi dan kemasan iklan di televisi
Indonesia saat ini yang seakan mengabaikan etika beriklan karena sarat dengan
tanda palsu (pseudo-sign) dan hiperbola yang cenderung tidak masuk akal dan
terlalu berlebihan dalam menerangkan manfaat suatu produk, padahal ada aturanaturan yang menjadi koridor pembuatan iklan, antara lain pasal 44 ayat 1 Undangundang tentang Pangan dan Perlindungan Konsumen yang menetapkan sebagai
berikut; Setiap Iklan tentang pangan yang diperdagangkan wajib memuat
keterangan mengenai pangan secara benar dan tidak menyesatkan, baik dalam
bentuk gambar dan atau suara, pernyataan, dan atau bentuk apapun lainnya.
Artikel ini bertujuan untuk melihat bagai a a represe tasi a ak ya g ideal ya g disajika
oleh iklan-iklan produk konsumsi anak di televisi sekaligus mengungkap apa ideologi yang
diusung oleh iklan-iklan tersebut.
B. Kajian Pustaka
B.1. Iklan dan Audiens
Apa yang terlintas di pikiran kita saat mendengar kata iklan? Apakah kreativitas? Sesuatu
yang menyenangkan? Atau yang terlintas justru tipu muslihat? Dunia khayal? Hiperbola?
Tidak logis? Iklan akhir-akhir ini memang kerap memiliki imej seperti itu, tidak masuk akal,
berlebihan, terlalu mengkhayal, tidak realistis, dan sebagainya. Padahal, awal konsep iklan
mengacu pada upaya menarik perhatian pada sesuatu hal atau untuk memberitahu atau
menginformasikan seseorang mengenai sesuatu hal (Dyer, 1982 dalam Branston dan
Stafford, 2003: 365). Jika kita berpijak pada definisi iklan menurut pandangan Dyer tersebut,
maka selayaknya iklan bersifat menarik, informatif, dan mencerahkan khalayak mengenai
keberadaan suatu produk. Namun, iklan berada dalam ranah industri yang dijadikan sebagai
alat untuk meningkatkan penjualan suatu produk. Dengan demikian, iklan tidak hanya
sekadar harus mampu memberi informasi mengenai keberadaan suatu produk kepada
khalayak, namun juga harus mampu menarik perhatian khalayak dan mampu
menggerakkan khalayak untuk membeli produk yang diiklankan (ingat teori AIDDA). Jika
iklan telah dijadikan sebagai alat yang harus mampu meningkatkan angka penjualan suatu
produk, maka dituntut kemampuan yang sangat tinggi bagi para kreator iklan untuk mampu
menghasilkan iklan yang menarik. Berbagai strategi akan digunakan oleh para kreator iklan
u tuk e ghasilka ikla ya g aik . Dala du ia perikla a ahka
u ul se a a
pemeo, bahwa iklan yang akan diingat khalayak adalah iklan yang sangat bagus atau sangat
jelek (nyeleneh). Dalam berpacu menciptakan iklan yang inovatif dan atraktif, kadang
kreator iklan kurang menghargai nilai-nilai logis iklan yang dihasilkan. Seperti Dyer (dalam
Branston dan Stafford, 2003: 367) yang mengungkapkan opininya mengenai iklan bahwa
iklan mencuci otak audiens bukan melalui iklan-iklan yang bersifat subliminal, namun
3
melalui janji-janji yang memperdaya yang didesain untuk menanamkan konsumerisme,
sampah, hedonisme, dan iri hati.
Dalam membuat sebuah iklan, terdapat sederet aturan main yang menjadi koridor bagi para
kreatif iklan dalam berkreasi. Rambu-rambu tersebut terdiri atas:
1. Undang-undang (antara lain Undang-undang tentang Pangan dan Perlindungan
Konsumen)
2. Peraturan yang berupa Standar Usaha Periklanan Indonesia dan beberapa Peraturan
Pemerintah (antara lain PP tentang Label dan Iklan Pangan, Pedoman Perilaku Televisi
Indonesia)
3. Buku Pedoman (Swakrama Periklanan, Etika Pariwara Indonesia, Panduan Periklanan
Obat dan Makanan, Himpunan Peraturan & Etika Periklanan).
Rambu-rambu tersebut diharapkan dijadikan sebagai pegangan bagi para insan periklanan
dalam mengkreasi suatu iklan. Apabila dalam iklan yang telah diproduksi terdapat
pelanggaran terhadap etika yang telah ditetapkan, maka Badan Pengawas Periklanan (BPP)
memiliki wewenang dalam melakukan teguran dan memberikan sanksi kepada pengiklan
atau pun perusahaan periklanan. Bahkan untuk level undang-undang, apabila dilakukan
pelanggaran terhadap undang-undang yang berkaitan dengan periklanan ini, maka terdapat
ancaman tuntutan pidana maupun perdata yang akan dikenakan kepada para pelanggar.
Tanpa bermaksud membatasi kreativitas, rambu-rambu dalam beriklan tersebut dibuat
tentu dengan maksud agar kreator iklan mampu membuat iklan yang baik, tidak
mengandung nilai kebohongan, dan beretika. Namun meskipun demikian, kita tetap dapat
menemui iklan-iklan yang ditayangkan melalui medium televisi yang mengabaikan beberapa
dari rambu-rambu tersebut.
B.2. Iklan dan Ideologi
Secara umum, ideologi dapat maknai sebagai pemikiran yang terorganisasi, disertai nilai,
orientasi, dan pembentukan ulang perspektif ideal yang diekspresikan melalui komunikasi
interpersonal dan bermedia dengan menggunakan teknologi (Lull, 1995: 9-10).
Ideologi merupakan ekspresi yang tepat untuk mendeskripsikan nilai-nilai dan agenda
publik suatu bangsa, kelompok relijius, gerakan dan kandidat politik, dan sebagainya.
Namun, istilah ini paling sering dihubungkan dengan hubungan antara informasi dan
kekuatan sosial dalam konteks skala besar dan bersifat ekonomis-politis.
Penyebaran ideologi dominan sangat tergantung pada penggunaan system image, yang
terdiri dari dua jenis dasar: ideational dan mediational. Ideational image system tersusun
atas satuan representasi ideational (morfem), dengan bentuk organisasi internal yang
kompleks (sintaksis), yang menyukai interpretasi tertentu (semantic) (lihat Gambar 1).
4
Ideational Systems
Mediational Systems
Representational Units
Internal Organization
Suggested Interpretations
Technological Mediation
Social Mediation
Gambar 1. Sistem Imaji
Namun, Martin-Barbero, (dalam Lull, 1995: 10) mengingatkan bahwa ideologi tidak hanya
terbentuk dari representasi simbolis tertentu dengan pandangannya masing-masing,
ideologi juga ditransmisikan oleh apa yang disebut sebagai produksi gra
ar
elalui
mana media menguniversalkan gaya hidup tertentu. Periklanan merupakan domain simbolis
yang bisa dijadikan contoh analisis ideologis. Ideologi dengan transmisi media (mediational
image system) dalam konteks kultural ekonomis-politis direpresentasikan dalam bahasa dan
diinterpretasikan melalui bahasa serta kode dan modus lain, misalnya bentuk visual dan
musik.
Ideologi yang ditransmisikan melalui media dalam konteks politis-ekonomis-kultural mana
pun direpresentasikan sebagian melalui bahasa serta diekspresikan dan diinterpretasikan
melalui bahasa, kode dan bentuk lainnya, seperti bentuk visual dan musik yang kemudian
diinterpretasikan dan digunakan khalayak dalam interaksi sosial yang rutin. Proses-proses
ini merupakan bagian dari efek ideologis yang termasuk ke dalam sistem imej yang terbagi
menjadi technological mediation dan social mediation.
Technological mediation mengacu kepada intervensi teknologi komunikasi dalam interaksi
sosial. Dalam contoh yang diberikan Lull (1995: 16) ia mengilustrasikan bagaimana para
pengiklan di Amerika menghabiskan dana hingga milyaran dolar setiap tahun untuk
menemukan sistem mediasional yang tepat untuk iklan-iklan mereka yang bertujuan
mengeruk keuntungan. Strategi yang digunakan para pengiklan ini berhasil mendapatkan
keuntungan dari tingginya sifat persuasif media massa. Pemilihan juru bicara perusahaan,
logo visual, audio jingles, slogan yang menarik mata, bentuk iklan, efek teknis khusus,
konvensi editing, pengemasan produk, dan pengkombinasian antara media cetak dan
elektronik, adalah sederet faktor-faktor utama yang menjual produk-produk kapitalisme
disertai infrastruktur politis-ekonomis-kultural.
Social mediation dalam konsep mediational systems termanifestasikan ketika ideologi yang
dibawa media massa menjadi begitu akrab dan terlihat seperti sangat normal dalam
aktivitas rutin sehari-hari masyarakat.
Iklan merupakan domain simbolis yang menggambarkan analisis ideologis secara apik (Lull,
1995: 10). Sudah sangat jelas bahwa para pengiklan tidak hanya menjual produk, jasa, atau
ide-ide yang terisolasi, namun mereka menjual sistem ideasional yang terintegrasi,
5
multilapis yang mencakup, menginterpretasi, dan memperihatkan imej produk yang saling
tergantung satu sama lain, mengagungkan keuntungan konsumer produk, perusahaan yang
memperoleh keuntungan dari produk, dan yang paling penting adalah pembelokan struktur
politis ekonomis kultural serta nilai dan aktivitas sosial yang dicakupnya yang sepertinya
membuat aktivitas mengonsumsi terjadi.
Sementara itu, Hall (dalam Griffin, 2006 :371) mendefinisikan ideologi sebagai imaji, konsep,
dan premis yang memberikan kerangka kerja melalui mana kita merepresentasikan,
menginterpretasikan, memahami dan melogikakan aspek-aspek eksistensi sosial. Namun
demikian, Hall berpendapat bahwa khalayak tidak akan begitu saja menelan ideologi yang
ditawarkan media melalui interpretasi tertentu yang disukainya. Ia berargumentasi bahwa
ada kemungkinan khalayak yang tidak memiliki power, tetap memiliki kemungkinan untuk
menolak ideologi dominan dan menerjemahkan pesan dengan cara yang lebih
menyenangkan bagi kepentingannya.
Dalam menghubungkan antara ideologi yang dikomunikasikan melalui perantaraan media,
Burton (1991: 170-171) menguraikan idenya mengenai audiens, efek, dan kaitannya dengan
ideologi. Industri periklanan dan kritik terhadap media lebih suka berbicara tentang audiens
seolah-olah hakikat audiens disepakati dan konsisten. Klien industri periklanan ingin merasa
yakin bahwa mereka mendapatkan nilai untuk uang, bahwa benar-benar terdapat audiens
target yang sudah jelas di luar sana, kumpulan orang dengan karakteristik yang dapat
didefinisikan, dan bahwa terdapat perilaku responsif terhadap materi media yang jelas
sama dengan efek-efek. Tetapi berbagai gagasan tentang audiens dan efek tersebut terlalu
tidak konsisten. Sebagai suatu objek studi, audiens juga harus dipahami dalam konteks
istilah-istilah kunci yang lain. Audiens juga digunakan berkaitan dengan institusi, teks,
konteks, dan teknologi.
Ideologi
Wacana
Institusi
Konteks Sosial
Teks
Audiens
Gambar 2. Bagaimana Ideologi Diungkapkan Kepada Audiens Melalui Teks
6
Dari Gambar di atas terlihat bahwa ideologi yang dimanifestasikan dalam bentuk wacana
akan disosialisasikan kepada khalayak dengan perantaraan institusi yang bisa berupa media
massa melalui teks (salah satunya dalam bentuk pesan melalui iklan di televisi).
C. Semiotika sebagai Pembedah Ideologi di balik Iklan Televisi
Sebagai penelitian yang berupaya mengungkap ideologi yang diusung oleh iklan televisi
berupa perpaduan teks dan simbol sebagai kumpulan tanda-tanda, maka penelitian ini
menggunakan metode semiotik. Patton (2002: 133) memasukkan semiotik sebagai salah
satu perspektif penelitian yang mengelaborasi bagaimana berbagai tanda (kata-kata
maupun simbol-simbol) mengarahkan pada makna-makna pada konteks tertentu.
Penelitian ini menggunakan metode semiotik. Metode semiotik yang digunakan adalah
model Roland Barthes (dalam Sobur, 2009: 118 – 119) dengan membongkar tiga pesan,
yaitu pesan linguistik, pesan ikonik yang terkodekan (pesan konotasi), dan pesan ikonik tak
terkodekan (pesan denotasi). Dengan menggunakan metode semiotik, penelitian ini akan
membongkar iklan-iklan produk anak yang bersifat hiperealistis dan berupaya mengungkap
ideologi yang diusung di baliknya.
Pada dasawarsa ini, revolusi di bidang teknologi informasi dan komunikasi memang
mengalami masa yang sangat signifikan. Internet telah mendominasi kehidupan hampir
seluruh masyarakat di dunia ini. Budaya digital (digital culture) telah menjadi bagian dari
gaya hidup dan mengubah banyak cara hidup masyarakat, baik di bidang sosial, politik,
pendidikan, budaya, bahkan religi.
Televisi yang pada tahun 1970-an menjadi media yang demikian kuat mempengaruhi
masyarakat yang sering digambarkan laksana kekuatan jarum hipodermik dalam
menyuntikkan pesan, pada dasawarsa terakhir ini meski nampak seolah mulai bergeser,
namun televisi tetap menjadi pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya akan
informasi dan hiburan. Apalagi, belakangan ini marak acara-acara televisi dengan durasi
yang sangat panjang. Masyarakat terterpa iklan secara intensif melalui acara-acara
berdurasi panjang tersebut.
Perempuan tetap menjadi penonton dominan berbagai tayangan televisi, terutama iklan
televisi. Dengan menggunakan teknik analisis semiotik yang diusung Roland Barthes yang
mengungkap bahwa pesan akan terdiri atas pesan denotatif, pesan konotatif, dan mitos.
Barthes menggunakan istilah konotasi dan mitos untuk menggambarkan suatu makna yang
berupaya ditampilkan melalui denotasi tertentu. Namun demikian, Hoed (2014)
memperjelas perbedaan antara konotasi dan mitos. Mitos terbentuk karena adanya
konotasi. Konotasi ini didengungkan secara terus-menerus ke tengah-tengah masyarakat
sehingga masyarakat secara tidak sadar menerimanya sebagai sebuah kebenaran. Sesuatu
yang sudah dianggap sebagai kebenaran pada akhirnya melahirkan mitos. Mitos yang
7
dibangun secara terus-menerus dan diterima sebagai cara dalam memahami realitas yang
ada di sekeliling kita pada akhirnya melahirkan ideologi.
Dengan menggunakan teori semiotik yang diungkapkan Barthes tersebut, penelitian ini
membongkar ideologi yang diusung sepuluh buah iklan susu anak. Iklan tersebut adalah
iklan susu HiLo School: My Kid My Hero, Indomilk Siapin Buka Puasa, Susu Frisian Flag Susu
Bendera Jelajah Edisi Sembunyi Kaya Bunglon, Dancow 1 Edisi Koboi, Dancow 1+ dengan
Exelnutri+ Edisi Ngasih Makan Domba, Susu S-26 Procal Gold, Susu Frisian Flag Mangga
Jatuh, Susu SGM Eksplor Buah & Sayur, Susu Ultra Mimi, dan Susu Zee.
D. Ideologi di Balik Iklan Susu Anak
Berikut ini adalah analisis kesepuluh iklan susu anak tersebut dengan menggunakan
pendekatan semiotika, dengan langkah-langkah sebagai berikut: pertama, menguraikan apa
pesan denotatif (realitas) yang digambarkan di kesepuluh iklan yang menjadi objek
penelitian. Kedua, mencari tahu makna konotatif (representasi) yang ditampilkan oleh
kesepuluh iklan tersebut yang dipengaruhi oleh imaji apa yang ingin ditampilkan oleh
kreator iklan melalui iklan yang diciptakannya, yang dibentuk melalui kekuatan visual, audio,
dan grafis.
Tabel 1. Analisis Semiotika Iklan Susu Anak
No
1
Judul Iklan
HiLo School
My Kid My
Hero
Realitas
Representasi
Ideologi
Bel sekolah berdering tanda waktu
sekolah selesai. Para murid
termasuk dua anak laki-laki
berseragam, keluar ruang kelas
dengan canda dan tawa. Disaat
yang bersamaan dua orang Ibu
datang menjemput mereka. Namun
tiba-tiba hujan turun, sang Ibu yang
kedua nya tidak membawa payung
secara reflex menutupi bagian atas
kepala masing-masing. Anak
pertama secara spontan dan sigap
membuka payung untuk
memayungi Ibunya tanpa ada rasa
sulit sedikitpun karena tubuhnya
yang cukup tinggi. Anak kedua
melakukan hal serupa, namun
sayangnya dengan badan yang
terlalu pendek, ia tidak bisa
menjangkau untuk memayungi
ibunya, Sehingga ia mencari akal
dan menemukan ide untuk
menggunakan balon-balon dari
sebuah stand festival lalu
mengikatnya di atas dan gagang
payung. Hal tersebut cukup
Konsep anak sehat
direpresentasikan sebagai
anak yang memiliki tinggi
tubuh di atas rata-rata
anak seusianya dan tinggi
tubuh ini diperoleh
dengan meminum susu
HiLo
Untuk mencapai tubuh
anak sehat yang
bertubuh tinggi, cukup
dengan meminum susu
HiLo. Tidak ada adegan
yang menggambarkan
untuk membentuk tubuh
yang sehat diperlukan
pola hidup sehat dan
proses yang panjang,
mulai dari mengonsumsi
makanan yang bergizi,
menjaga kesehatan,
berolahraga, dan cukup
istirahat.
8
berhasil dan membuat beberapa
anak perempuan takjub melihat
aksi cemerlangnya sampai ketika
mereka melintas dibawah pohon
yang mengakibatkan hampir
semua balon meledak terkena
ranting pohon, payung pun
menjatuhi kedua ibu dan anak lakilaki ini. Ditunjukkan rahasia anak
pertama mempunyai badan lebih
tinggi karena rutin minum HiLo
School. Kedua anak laki-laki tadi
kembali keluar sekolah menuruni
tangga, dengan posisi laki-laki
kedua berdiri di satu tangga yang
lebih tinggi dari laki-laki pertama
untuk dibandingkan tinggi
badannya.
2
Indomilk
Siapin Buka
Puasa
Di depan teras sebuah rumah,
seorang Ibu sedang menyiram
tanaman dengan sang Ayah yang
sedang mencuci mobil. Tiba-tiba
kedua anak mereka, seorang lakilaki dan seorang perempuan berlari
menghampiri keduanya seraya
berkata bahwa akan ada tetanggatetangga mereka datang ingin
berbuka puasa di rumah mereka.
Sang Ibu panik, lalu berniat
membuat es campur. Dengan
semangat, anak laki-laki dan adik
perempuannya membantu Ibu
membuat es campur secara
cekatan, bahkan seperti bermain
sulap karena bisa bergerak sangat
cepat menaruh buah-buahan ke
dalam beberapa mangkuk yang
sudah disiapkan diatas meja. Hal
terakhir yang dilakukan anak lakilaki tersebut yaitu menambahkan
susu kental manis Indomilk diatas
es campur. Kemudian adzan
maghrib berkumandang diikuti
kedatangan tetangga-tetangga
untuk menikmati es campur diiringi
canda dan tawa.
9
Konsep anak sehat
direpresentasikan sebagai
anak yang memiliki ide
yang banyak, mampu
mengerjakan suatu
pekerjaan yang rumit
hanya dalam waktu
singkat dan dengan
gerakan cepat
Untuk membentuk anak
sehat yang banyak akal
dan mampu bekerja
dengan cekatan, cukup
dengan meminum susu
3
Susu Frisian
Flag Susu
Bendera
Jelajah Edisi
Sembunyi
Kaya Bunglon
Iklan ini menceritakan tentang
seorang anak perempuan berusia
sekitar tiga tahun sedang minum
susu sambil memperhatikan seekor
bunglon tengah merubah warna
tubuhnya. Sang ibu menghampiri
dan menjelaskan bahwa bunglon
dapat berubah warna untuk
sembunyi. Seketika Ayah pulang
kerja, anak perempuannya itu
bergegas lari ke dalam rumah
untuk mengambil kain motif floral
senada dengan dinding rumah
kemudian mendekati dinding dan
menutupi tubuh mungilnya
menggunakan kain floral tersebut.
Sang Ayah berakting mencari-cari
dimana anak perempuannya.
Setelah beberapa saat anak
perempuan itu melepas tudungnya
lalu memeluk sang Ayah.
Konsep anak cerdas
direpresentasikan sebagai
anak yang mampu
menyerap informasi
dengan cepat
4
Dancow 1
Edisi Koboi
Seorang anak laki-laki berpakaian
koboi lengkap dengan topi dan
sepatunya sedang menunggangi
kuda dan berlagak seperti ingin
menangkap penjahat. Sang anak
memerintahkan kudanya untuk
maju namun tak ada respon
apapun dari kuda. Hingga ia harus
menarik kuda dengan tali dari
depan sampai akhirnya ia terjatuh
sendiri. Ayah yang melihatnya
terjatuh, seakan ingin menghampiri
namun disanggah Ibu yang
membawakannya segelas susu
Dancow untuk diminum sang anak.
Ibu berbisik bahwa kuda menyukai
buah apel. Si anak laki-laki itu
langsung terfikir untuk
menggunakan apel sebagai umpan
yang ia gantungkan seperti alat
pancing. Lalu sang anak menaiki
kuda lagi dan dari tempatnya
duduk, ia mengulurkan alat
pancingnya ke depan wajah kuda.
Kuda dapat merespon untuk
kemudian jalan.
Konsep anak cerdas
direpresentasikan sebagai
anak yang banyak akal
dan mampu mencari jalan
keluar atas permasalahan
yang sedang dihadapinya.
5
Dancow 1+
dengan
Exelnutri+
Edisi Ngasih
Seorang anak laki-laki bersama Ibu
memakai atribut koboi lengkap
sedang melihat domba-domba
didalam kandang dan berniat
Anak sehat digambarkan
sebagai anak yang tidak
mudah putus asa dan
mampu mencari solusi
10
Membentuk anak pintar
dan kreatif yang cepat
menyerap informasi
adalah dengan
memberinya susu
Membentuk anak yang
ideal, yaitu anak yang
tidak mudah putus asa
dan pandai mencari
Makan Domba
memberi makan. Anak laki-laki itu
berlari menggandeng Ibu, namun
kemudian dilepaskannya tangan
Ibu, menuju tumpukkan rumput tak
jauh dari kandang domba. Ia
berusaha mendorong tumpukkan
rumput namun gagal dan terjatuh
hingga Ibu membawakan segelas
susu Dancow untuk diminum oleh
anaknya. Ketika Ibu menyuruhnya
meminta bantuan sama teman
yang kuat, dengan semangat ia
bersiul memanggil kuda untuk
membantunya menarik tumpukkan
rumput agar dapat memberi makan
domba.
atas permasalahan yang
dihadapinya
solusi atas
permasalahannya,
adalah dengan
memberinya susu
6
Susu S-26
Procal Gold
Iklan ini menampilkan seorang
anak laki-laki sedang melihat video
pesawat luar angkasa dan ketika ia
melihat pancaran sinar matahari di
dinding rumahnya menyerupai
pancaran cahaya dari piring
terbang, ia terpikir untuk
menggambar piring terbang di
dinding kemudian menata mainanmainan monsternya di bawah
pancaran sinar menyerupai hal
yang ada dalam video. Anak ini
kemudian minum segelas susu S26 Procal Gold yang diberikan
sang Ibu.
Anak sehat dalam iklan ini
direpresentasikan sebagai
anak yang memiliki daya
imajinasi yang tinggi.
Daya imajinasi yang tinggi
ini diperoleh dari
kebiasaan si anak
mengonsumsi susu S-26
Procal Gold.
Untuk membentuk anak
yang memiliki daya
imajinasi tinggi, maka
berilah ia susu
7
Susu Frisian
Flag Mangga
Jatuh
Di halaman belakang rumah,
seorang anak laki-laki mengambil
sebuah mangga di atas tanah dan
melihatnya telah busuk. Kemudian
ia bergegas mengambil beberapa
payung dari dalam rumah untuk
kemudian meminta tolong Ibu
menyangkutkan payung-payung
tersebut di ranting-ranting pohon
mangga menghadap atas.
Keesokkan harinya, ia mengajak
Ibu untuk menurunkan payungpayung yang ternyata sudah terisi
mangga.
Anak yang sehat dan
pintar direpresentasikan
sebagai anak yang
memiliki banyak akal
dalam menyikapi kondisi
yang terjadi di sekitarnya
Anak sehat adalah yang
dapat mencari langkah
solutif yang dapat
diperoleh dengan cara
meminum susu
8
SGM Eksplor
Buah & Sayur
Di sebuah kebun nampak tiga
orang ibu sedang piknik dengan
tiga orang anak mereka yang terdiri
atas 2 orang anak laki-laki dan satu
orang anak perempuan. Ketiga
Anak yang sehat
direpresentasikan sebagai
anak yang memiliki
banyak akal
Untuk membentuk anak
sehat yang banyak akal,
cukup dengan
memberikan susu
11
anak tersebut berlarian ke sebuah
pohon jeruk yang sedang berbuah
banyak. Anak laki-laki A mengajak
kedua temannya untuk memetik
jeruk. Karena pohon jeruk tersebut
rendah, maka jeruk mudah dipetik.
Namun, ketika mereka ingin
memetik jeruk lagi, ternyata jeruk
tersebut lebih tinggi dan mereka
tidak dapat memetiknya. SI anak
laki-laki A pun tiba-tiba mendapat
akal dengan meminta bantuan
teman-temannya. Temannya itu
adalah buah-buahan dan sayursayuran yang awalnya berada di
dalam keranjang yang dibawa si
Ibu yang terdiri atas pisang, jeruk,
stroberi, apel, brokoli, dan wortel.
Si anak mengajak mereka untuk ke
dahan pohon. Serta merta sayursayuran dan buah-buahan tersebut
naik ke atas pohon lalu melakukan
gerakan melompat-lompat.
Sementara, si anak dan kedua
temannya sudah berada di bawah
pohon dan bersiap menampung
jeruk yang berjatuhan karena
kelima sayur dan buah tersebut
melompat-lompat yang
mengakibatkan jeruk berjatuhan.
9
Susu Ultra
Mimi
Seorang anak perempuan sekitar
tiga tahun, bersama Ibu
mengunjungi peternakan sapi.
Dengan sedikit rasa takut, sang
anak membelai kepala sapi.
Kemudian mereka masuk ke dalam
kandang. Dengan penuh
kelembutan, sang anak sedikit
berbicara dengan sapi, membelai
kepala sapi, memeluk tubuh sapi,
memberi makan sapi dengan
rumput. Saat ketika ia berdiri di
depan sapi, sapi tersebut
menggigit bagian bawah baju anak,
namun tidak ada rasa takut yang
terlihat, sang anak tetap membelai
lembut kepala sapi dan mencium
bagian tengah wajah sapi.
12
Anak sehat
direpresentasikan sebagai
anak yang pemberani
Untuk membentuk anak
yang sehat, maka
berikan anak susu
10
Susu Zee
Di sebuah sekolah, seorang anak
laki-laki berambut ikal menuruni
tangga, karena kurang hati-hati ia
terpeleset jatuh tapi pada waktu
yang bersamaan, temannya
menolong menangkap tubuhnya
dan langsung mengikat tali sepatu
anak rambut ikal dengan pola
mengikat dari bawah agar bolong
dari alas sepatunya dapat tertutup
sementara. Saat anak laki-laki
yang menolong tadi berdiri, anak
berambut ikal terkejut, karena
tinggi mereka lumayan berbeda
jauh. Anak penolong lebih tinggi,
membuat anak rambut ikal
bertanya apa rahasia tumbuh tinggi
dan banyak akal. Yaitu dengan
minum susu Zee yang
mengandung nutria-procomplex.
Diakhir cerita, anak berambut ikal
tergiur oleh susu yang sedang
diminum oleh anak penolong.
Anak sehat
direpresentasikan sebagai
anak yang memiliki tubuh
tinggi dan banyak akal
sehingga dapat dengan
mudah mencari solusi
atas persoalan yang ada
di sekitarnya. Tubuh tinggi
dan kemampuan mencari
jalan keluar ini diperoleh
dengan cara meminum
susu Zee.
Untuk memperoleh
kondisi anak sehat
dengan tinggi tubuh
yang melebihi temantemannya dan mampu
mengatasi persoalan,
berilah ia susu
E. Penutup
E.1. Simpulan
Iklan adalah sebuah produk kaum kapitalis yang terus didengungkan melalui media massa
dengan tujuan memacu tingkat penjualan produknya. Perkembangan dunia digital yang
mengubah gaya hidup sebagian masyarakat dalam mencari informasi, belum dapat
menggeser keperkasaan televisi sebagai media massa yang dimanfaatkan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhannya akan informasi dan mencari hiburan.
Perempuan di Indonesia yang sebagian besar berstatus sebagai ibu rumah tangga adalah
penonton terbesar televisi. Gempuran iklan yang terus-menerus ditayangkan melalui media
televisi, dengan menggunakan teori semiotika Barthes, adalah sebuah alat untuk
menghembuskan mitos-mitos yang pada akhirnya memiliki fungsi menebarkan ideologi.
Penelitian yang mengelaborasi ideologi yang tersembunyi di balik iklan susu anak ini
memberi hasil sebagai berikut:
Iklan susu anak memberi imaji bahwa anak sehat adalah anak yang memiliki tubuh
tinggi, anak yang cerdas, anak yang banyak akal, anak yang kreatif, anak yang dapat
memecahkan masalah sendiri, anak yang cekatan, dan anak yang pemberani.
Kesemua imaji yang dibangun dapat dicapai dengan memberi anak susu secara rutin.
Iklan seperti ini, yang tidak memberi ruang bagi pemberian informasi bahwa ada
proses yang harus dilalui untuk terbentuknya anak yang memiliki tubuh tinggi, anak
13
yang cerdas, anak yang banyak akal, anak yang kreatif, anak yang dapat
memecahkan masalah sendiri, anak yang cekatan, dan anak yang pemberani,
sesungguhnya membawa ideologi tertentu. Iklan-iklan tersebut membawa ideologi
bahwa hidup ini simple, sederhana. Jika ingin membentuk anak yang ideal, anak
yang sesuai dengan harapan, maka berilah anak Anda susu, maka susu dapat
membentuk anak anda sesuai dengan harapan Anda. Proses panjang yang harus
dilalui dalam pembentukan karakter anak secara fisik dan psikologis melalui
pendidikan, pembiasaan, pemberian suri tauladan, tidak dimunculkan meski dalam
porsi kecil.
Nilai-nilai lain yang didengungkan melalui iklan susu anak ini adalah keluarga ideal
digambarkan sebagai keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dua anak yang terdiri atas
anak laki-laki dan anak perempuan. Tugas Ibu adalah di rumah mengasuh anak-anak,
sedangkan ayah adalah kepala keluarga yang bertugas mencari nafkah. Mayoritas
imaji yang dibentuk adalah anak laki-laki yang sehat. Mayoritas iklan menggunakan
model anak laki-laki.
Ideologi seperti ini jika terus-menerus didengungkan, maka akan berpotensi menjadi
nilai-nilai kebenaran yang dipegang oleh pemirsanya, yaitu kaum ibu bahwa untuk
membentuk anak yang sehat, yang pintar, yang kreatif, yang pemberani, yang
eksploratif, cukup dengan memberinya susu. Ibu bisa berpotensi melupakan faktorfaktor lain yang lebih penting yang berkontribusi signifikan dalam membentuk
kondisi ideal tersebut, yaitu dengan menerapkan pola hidup sehat dan mendidik
putra-putrinya. Ideologi seperti ini juga berpotensi membentuk pemirsa
menyederhanakan hidup. Sebuah kondisi ideal dapat dicapai dengan cara mudah
tanpa harus melewati proses yang panjang. Sebuah kondisi ideal dapat diraih
dengan cara instan. Ideologi simplifikasi seperti ini berpotensi mereduksi daya juang
seseorang dan berharap segala hal dapat dicapai dengan cara instan.
E.2. Rekomendasi
Seperti yang telah disampaikan pada bagian tinjauan pustaka, bahwa dalam membuat
sebuah iklan, kreator iklan diharuskan untuk tunduk pada beberapa aturan, antara lain: 1)
Undang-undang tentang Pangan dan Perlindungan Konsumen, 2) Peraturan yang berupa
Standar Usaha Periklanan Indonesia dan beberapa Peraturan Pemerintah (antara lain PP
tentang Label dan Iklan Pangan, Pedoman Perilaku Televisi Indonesia), 3) Buku Pedoman
(Swakrama Periklanan, Etika Pariwara Indonesia, Panduan Periklanan Obat dan Makanan,
Himpunan Peraturan & Etika Periklanan). Jika pada kenyataan, ada kreator iklan yang
melanggar aturan tersebut, maka harus ada tindakan tegas yang dikenakan kepada mereka
sesuai aturan yang berlaku, mulai dari sanksi yang bisa disampaikan oleh Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI), hingga perkara pidana.
Dengan adanya penegasan terhadap aturan yang berlaku (low inforcement), maka
diharapkan para kreator iklan dapat menciptakan iklan yang sehat namun tetap kreatif,
yang tidak akan menjejali pemirsa dengan nilai-nilai yang membawa dampak merugikan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Branston, Gill, Roy Stafford. 2003. The Media Student’s Book. Third Edition.
Routledge. New York.
Burton, Graeme. 1991. Edisi Terjemahan: Media dan Budaya Populer. Jalasutra.
Yogyakarta.
Griffin, E.M. 2006. A First Look at Communication Theory. McGraw-Hill. New York.
Lull, James. 1995. Media, Communication, Culture: A Global Approach. Polity Press.
Patton, Michael Quinn. 2002. Qualitative Research and Evaluation Methods. Third
Edition. California: Sage Publications, Inc.
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Culural Studies atas Matinya
Makna. Jalasutra. Yogyakarta.
Poerwandari, Kristi. 2001. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3),
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.
Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Web Site
http://www.pppi.or.id/rambu-EPI2.php
15