MAKALAH OBAT GANGGUAN ENDOKRIN DAN SALUR

MAKALAH OBAT GANGGUAN ENDOKRIN DAN SALURAN CERNA
OSTEOPOROSIS
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Obat Gangguan Endokrin dan Saluran Cerna

disusun oleh:
Arini Wulansari
Aryaty Ekasary
Clara Jikesya
Delvika Yessi Chumala
Eninta Kartagena Ginting
Erni Destiarini
Farahia Khairina W.
Made Laksmi Dewi D.
Monica Arnady
Nurul Aisyah

(1306413492)
(1306377455)
(1306479766)
(1306377032)
(1306412584)

(1306377354)
(1306480080)
(1306480540)
(1306397173)
(1306480143)

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan petunjuknya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Osteoporosis” tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini kami juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Anton Bachtiar, M.Si., Ph.D., Apt. selaku dosen mata kuliah Obat Gangguan Endokrin dan

1

Saluran Cerna serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah

ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Makalah ini membahas banyak hal berkaitan dengan osteoporosis. Materi-materi yang
kami bahas dalam makalah ini meliputi fisiologi tulang, patofisiologi osteoporosis, terapi
farmakologi dan non-farmakologi osteoporosis, serta alogoritma terapi osteoporosis.
Banyak hal yang kami harapkan dapat kami peroleh dari makalah ini. Kami berharap
dengan adanya makalah ini, dapat memuaskan rasa keingintahuan teman-teman serta dapat
menambah pengetahuan mengenai osteoporosis. Kami juga berharap makalah ini dapat
berguna dalam aplikasi kehidupan sehari-hari. Kami berharap makalah ini dapat dipakai
sebagai petunjuk dan rujukan untuk mempelajari seputar osteoporosis.
Kami tentu menyadari bahwa masih banyak ketidaksempurnaan yang terdapat dalam
makalah ini. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca sehingga kami dapat
menulis lebih baik pada laporan berikutnya. Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahankesalahan dalam penyusunan serta penyampaian isi dalam makalah ini.
Depok, 13 September 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul..........................................................................................................1
Kata Pengantar .........................................................................................................2
Daftar Isi ..................................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan......................................................................................4
1.3 Metode Penulisan.....................................................................................5
1.4 Sistematika Penulisan..............................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Fisiologi Tulang ......................................................................................6
2.2. Patofisiologi Osteoporosis......................................................................14
2.3. Terapi Farmakologi dan Non-farmakologi Osteoporosis.......................18
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................................40
2

3.2 Saran........................................................................................................40

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang

keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah
atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di
Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa
tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan
tulang dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang mempunyai
struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberi kekuatan dan
membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus mengalami perubahan
Universitas Sumatera Utara karena berbagai stres mekanik dan terus mengalami
pembongkaran, perbaikan dan pergantian sel.
Untuk mempertahankan kekuatannya, tulang terus menerus mengalami proses
penghancuran dan pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan dirusak dan
digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan peremajaan tulang
yang akan mengalami kemunduran ketika usia semakin tua.

3


Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan
makin bertambah setelah diatas 40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan
bertambahnya usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya
penurunan massa tulang yang berakibat pada osteoporosis (Tandra, 2009).
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Mengetahui fisiologi tulang secara umum
1.2.2. Mengetahui patofisiologi osteoporosis
1.2.3. Mengetahui terapi farmakologi dan non-farmakologi osteoporosis
1.2.4. Mengetahui algoritma terapi osteoporosis
1.3. Metode Penulisan
Dalam menulis makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan untuk
mendapatkan data-data yang dibutuhkan, yakni dengan mencari informasi dan
beberapa sumber buku dan jurnal yang berkaitan dengan makalah serta melalui
media internet dari situs-situs yang dapat dipercaya.
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Metode Penulisan

1.4 Sistematika Penulisan
Bab II: Osteoporosis
2.1 Fisiologi Tulang
2.2 Patofisiologi Osteoporosis
2.3 Terapi Farmakologi dan Non-farmakologi Osteoporosis
Bab III: Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

BAB II
4

ISI
2.1. FISIOLOGI TULANG
Tulang adalah jaringan hidup dan merupakan jaringan ikat yang terdiri dari sel
dan matriks organik ekstrasel. Tulang terdiri atas 2 lapis, lapisan terluar disebut
compact bone dan lapisan dalam yang berspons disebut trabecular bone. Sel-sel
tulang menghasilkan matriks organik dikenal sebagai osteoblas. Matriks organik
terdiri dari serat kolagen dalam suatu gel setengah padat. Matriks ini memiliki
konsistensi seperti karet dan berperan menentukan kekuatan tensile tulang (keuletan

tulang menahan patah yang ditimbulkan oleh tegangan). Tulang dapat menjadi keras
karena adanya pengendapan kristal kalium fosfat di dalam matrik. Kristal inorganik
ini memberi tulang kekuatan kompresi (kemampuan tulang mempertahankan bentuk
ketika ditekan). Jika seluruhnya terbentuk dari kristal inorganik maka tulang akan
rapuh, seperti potongan kapur. Tulang tidak rapuuh dan jauh lebih ringan karena
tulang memiliki campuran berupa perancah organik yang duperkeras oleh kristal
inorganik.
Tulang panjang pada umumnya terdiri dari batang silindris yang cukup
uniform yaitu diafisis, dengan bongkol sendi yang melebar pada ujungnya yaitu
epifisis. Pada tulang yang sedang tumbuh diafisis dipisahkan dikedua ujungnya dari
epifisis oleh suatu lapisan tulang rawan yang dikenal sebagai lempeng epifisis.
Rongga sentral tulang terisi oleh sumsum tulang tempat produksi sel darah.
2.1.1. Pertumbuhan Tulang
Penambahan ketebalan tulang dicapai melalui penambahan tulang baru diatas
permukaan luar tulang yang sudah ada. Pertumbuhan ini dihasilkan oleh osteoblas
didalam periosteum yaitu suatu selubung jaringan ikat yang menutupi bagian luar
tulang. Sewaktu osteoblas aktif mengendapkan tulang baru dipermukaan eksternal sel
lain didalam tulang yaitu osteoklas akan melarutkan jaringan tulang dipermukaan
dalam didekat rongga sumsum. Dengan cara ini rongga sumsum membesar untuk
mengimbangi bertambahnya lingkar batang tulang.

Pertumbuhan linear tulang panjang dicapai melalui mekanisme yang berbeda.
Tulang memanjang akibat aktivitas sel-sel tulang rawan atau kondrosit di lempeng
epifisis. Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan ditepi luar lempeng disamping
epifisis membelah dan memperbanyak diri, secara temporer memperlebar lempeng
epifisis. Seiring dengan terbentuknya kondrosit-kondrosit baru ditepi epifisis, sel-sel
tulang rawan yang sudah tua kearah batas diafisis membesar. Kombinasi proliferasi
5

sel tulang rawan baru dan hipertrofi kondrosit matang secara temporer memperlebar
lempeng epifisis. Penebalan sisipan lempeng tulang rawan ini mendorong epifisis
tulang semakin jauh dari diafisis. Matriks yang mengelilingi tulang rawan paling tua
segera mengalami kalsifikasi. Tulang rawan tidak memiliki jaringan kapiler sendiri
maka kelangsungan hidup sel tulang rawan bergantung pada difusi nutrien dan
oksigen melalui matrik, namun hal ini terhambat karena adanya proses kalsifikasi
pada matriks. Hal ini menyebabkan sel-sel tulang rawan yang telah tua tersebut mati
ditepi diafisis karena kekurangan nutrien. Selagi osteoklas membersihkan kondrosit
yang mati dan matriks yang telah mengalami kalsifikasi, osteoblas masuk menginvasi
mengalir ke atas dari diafisis, menyeret pembuluh darah kapiler bersamanya.
Penghuni baru ini meletakkan tulang disekitar tulang disekitar sisa-sisa tulang rawan
yang telah hancur sampai tulang menggantikan seluruh bagian dalam tulang rawan di

sisi diafisis lempeng.

2.1.2. Hormon-Hormon yang Berperan dalam Pertumbuhan Tulang
Kelenjar Endokrin
Hipofisis anterior

Hormon
Hormon Pertumbuhan (GH)

Fungsi
Merangsang pertumbuhan

Sel C kelenjar Tiroid

Kalsitonin

tulang dan jaringan lunak
Menurunkan konsentrasi

Kelenjar Tiroid


Hormon tiroid

kalsium plasma
Merngsang sekresi GH dan
prosuksi IGF-I pada
6

Kelenjar Paratiroid

Hormon Pratiroid (PTH)

pertumbuhan tulang
Meningkatkan konsentrasi
kalsium plasma, menurunkan
konsentrasi fosfat plasma,
merangsang pengaktivan

Ovarium
Testis


Estrogen

vitamin D
Mendorong penutupan

Testosteron

lempeng epifisis
Mendorong lonjakan
pertumbuhan masa pubertas,
mendorong penutupan

Hati

Somatomedin (IGF-I)

2.1.2.1.

lempeng epifisis
Mendorong pertumbuhan

Efek GH terhadap pertumbuhan tulang
Hormon pertumbuhan (GH) berfungsi

dalam

mendorong

pemanjangan dan penebalan tulang. Mekanismenya yaitu dengan
merangsang aktivitas osteoblas dan proliferasi tulang rawan epifisis
sehingga terbentuk ruang untuk pembentukan tulang lebih banyak.
GH dapat mendorong pertumbuhan tulang panjang selama
lempeng epifisis dari tulang tersebut masih terbuka atau lempeng
epifisis masih berupa tulang rawan. Ketika akhir masa remaja,
lempeng epifisis akan mengalami penulangan sempurna atau tertutup,
sehingga tulang tidak dapat bertambah panjang lagi meskipun terdapat
GH.
2.1.2.2.

Hormon Tiroid
Regulator fisiologik dari sekresi hormone tiroid adalah Thyroidstimulating hormone (TSH) dari hipofisis anterior.

7

Hormone tiroid memiliki efek terhadap hormone pertumbuhan
dan IGF-I. Efek dari hormone pertumbuhan akan bermanifestasi secara
penuh jika terdapat hormone tiroid dalam jumlah memadai. Hormone
tiroid merangsang sekresi GH dan meningkatkan produksi IGF-I, dan
mendorong efek keduanya dalam sintesis protein structural baru dan
pada pertumbuhan tulang.
2.1.3. Hormon-Hormon yang Mempengaruhi Metabolisme Kalsium
Dalam tubuh, 99% kalsium terdapat pada tulang. Sebagian kecilnya yang
disebut juga sebagai kalsium nontulang, yang memiliki pengaruh paling penting
pada fungsi fisiologis tubuh. Beberapa fungsi fisiologi dari kalsium yang bebas
dalam CES yaitu:
a. Kalsium merupakan molekul sinyal penting pada tubuh. Pergerakan
kalsium dari satu kompartemen tubuh ke kompartemen lain akan
menimbulkan adalanya sinyal kalsium. Jika kalsium memasuki
sitoplasma, akan menginisiasi terjadinya eksositosis dari sinaps dan
vesikel sekretori, kontraksi pada serabut otot, atau mengubah aktifitas
enzim dan transporter.
b. Pemeliharaan taut erat antar sel-sel. Kalsium merupakan semen
interseluler yang berfungsi menyatukan sel-sel tertentu secara erat.
c. Kalsium merupakan suatu kofaktor dalam proses pembekuan darah.
d. Konsentrasi kalsium plasma mempengaruhi rangsangan neuron. Jika
kalsium plasma sangat rendah (hipokalsemia), permeabilitas neuronal
untuk natrium akan meningkat, neuron mengalami depolarisasi, dan
system saraf menjadi hyperexcitable. Dalam bentuk yang paling
ekstrim, hipokalsemia dapat menyebabkan kontraksi berkelanjutan dari
otot-otot pernapasan dan menyebabkan sesak napas. Jika terjadi
hiperkalsemia, maka aktifitas neuromuskuler akan ditekan.
2.1.4. Fungsi kalsium intrasel:
a. Sebagai pembawa pesan kedua di banyak sel.
b. Motilitas dan gerakan silia.
c. Kalsium di tulang dan gigi merupakan unsure esensial bagi integritas
truktural dan fungsional kedua jaringan ini.
2.1.5. Hormon yang Mengatur Keseimbangan Kalsium
Tiga hormon yang mengatur pergerakan kalsium pada ginjal, tulang, dan
usus adalah hormone paratiroid, kalsitriol (vitamin D3), dan kalsitonin.
8

2.1.5.1.

Hormon paratiroid (PTH)
Hormone paratiroid juga disebut parathormon. Hormone paratiroid
merupakan hormone peptide yang disekresikan oleh kelenjar paratiroid.
Kelenjar paratiroid terdiri dari empat kelenjar seukuran bulir padi yang
terletak di permukaan belakang kelenjar tiroid. Fungsi PTH adalah untuk
meningkatkan konsentrasi kalsium plasma. Stimulus untuk pelepasan
hormone paratiroid adalah penurunan konsentrasi kalsium plasma, yang
dimonitori oleh membrane sel kalsium-sensing receptor (CaSR).
Hormone paratiroid meningkatkan konsentrasi kalsium plasma dengan
bekerja pada tulang, usus, dan ginjal. Peningkatan konsentrasi kalsium
plasma bertindak sebagai umpan balik negative dan menghentikan sekresi

hormone paratiroid.
Remodeling tulang:
 Ligan-RANK (RANKL)  meningkatkan aktifitas osteoklas. Ligan
RANK akan berikatan dengan RANK, suatu protein reseptor di
permukaan membrane makrofag, sehingga memicu makrofag untuk
berdiferensiasi


menjadi

osteoklas.

Sehingga,

resorpsi

tulang

ditingkatkan dan masa tulang berkurang.
Osteoprotegerin (OPG)  merupakan kebalikan dari RANKL, menekan
perkembangan dan aktifitas osteoklas. OPG disekresikan ke dalam
matriks dan berfungsi sebagai reseptor pengecoh yang berikatan
dengan RANKL, mencegah RANKL mngaktifkan aktivitas osteoklas
untuk meresorpsi tulang.

Sehingga, osteoblas penghasil tulang

mengalahkan osteoklas penyerap tulang, sehingga massa tulang
bertambah.
Keseimbangan antara RANKL dan OPG adalah penentu penting
densitas tulang. Jika osteoblas menghasilkan lebih banyak RANKL maka
aktivitas osteoklas akan meningkat dan massa tulang akan berkurang. Jika
osteoblas lebih banyak menghasilkan OPG, maka aktivitas osteoklas akan
berkurang sehingga massa tulang akan bertambah.
Sepanjang hidup, PTH menggunakan tulang sebagai ‘bank’ untuk
menarik kalsium sesuai kebutuhan agar kadar kalsium plasma dapat
dipertahankan.

9

i. PTH memicu efluks cepat kalsium ke dalam plasma dari cadangan labil
kalsium yang jumlahnya terbatas di cairan tulang.
ii. PTH merangsang disolusi tulang, mendorong pemindahan kalsium dan
fosfat secara perlahan dari cadangan stabil mineral tulang di dalam
tulang itu sendiri ke dalam plasma. Sehingga, remodeling tulang lebih
ke arah resorpsi tulang dari pada pengendapan tulang.
Kerja paling awal PTH adalah mengaktifkan pompa kalsium terikat
membrane di membrane plasma osteosit dan osteoblas yang kemudian akan
mendorong perpindahan kalsium tanpa disertai fosfat dari cairan tulang ke
dalam sel-sel tersebut. Setelah kalsium dipompa keluar, cairan tulang akan
diganti dengan kalsium dari tulang yang mengalami mineralisasi parsial di
sepanjang permukaan tulang sekitar. Oleh karena itu, pertukaran cepat kalsium
tidak mempengaruhi massa tulang.
Pada kondisi hipokasemia kronik, PTH akan mempengaruhi pertukaran
lambat kalsium antara tulang dan CES dengan mendorong disolusi local
tulang. PTH merangsang osteoklas untuk untuk menelan tulang, meningkatkan
pembentukan lebih banyak osteoklas , dan secara transien mengahambat
aktivitas osteobla.
Sekresi berlebihan PTH yang terus menerus akan menyebabkan
terbentuknya rongga-rongga di seluruh tulang yang terisi oleh osteoklas yang
sangat besar.
Ginjal juga dapat meningkatkan reabsorpsi kalsium yang terfiltasi
dibawah pengaruh PTH, sehingga kalsium yang dikeluarkan melalui urin akan
lebih sedikit. Hal ini akan dapat meningkatkan kadar kalsium plasma.
PTH juga memiliki efek tidak langsung pada usus yang akan
meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfat dari usus halus dengan
membantu mengaktifkan vitamin D.
2.1.5.2.

Kalsitonin
Kalsitonin merupakan suatu hormone yang diproduksi oleh sel C
kelenjar tiroid. Kalsitonin memiliki dua efek yang menurunkan kadar
kalsium plasma:
a. Dalam jangka pendek, kalsitonin akan menurunkan perpindahan
kalsium dari cairan tulang ke plasma.
b. Dalam jangka panjang, kalsitonin menurunkan resorpsi tulang dengan
menghambat aktivitas osteoklas.
10

Regulator

utama

dalam

pelepasan

kalsitonin

adalah

adanya

peningkatan kadar kalsium plasma. Kalsitonin juga membentuk control
umpan balik negative. Kalsitonin memiliki kemungkinan berperan dalam
melindungi integritas tulang ketika terjadi peningkatan besar kebutuhan
akan kalsium seperti pada saat hamil ataupun menyusui.

2.1.5.3.

Kolekalsiferol (vitamin D)
Kolekalsiferol adalah suatu senyawa mirip steroid yang esensial bagi
penyerapan kalsium di usus. Vitamin D dalam bentuk aktif disebut juga
sebagai kalsitriol. Fungsi dari kalsitriol adalah untuk meningkatkan
penyerapan kalsium dan fosfat di usus. Vitamin D juga meningkatkan
kepekaan tulang terhadap PTH. PTH dan vitamin sangat esensial bagi
keseimbanagan pemasukan dan pengeluaran kalsium dalam tubuh.

2.1.5.4.

Esterogen
Esterogen membantu pembentukan tulang yang kuat. Penurunan
esterogen pada wanita pascamenopause meningkatkan aktivitas
osteoklas pelarut tulang dan menurunkan aktivitas osteoblas penghasil
tulang.

Sehingga

kepadatan
11

tulang

menurun.

Esterogen

juga

mendorong penutupan lempeng epifisis. Dalam kondisi tidak adanya
estrogen, sel T mendatangkan osteoclast, menyebabkan diferensiasi,
dan memperpanjang usianya melalui IL-1, IL-6, dan tumor necrosis
factor (TNF)-alpha. Estrogen menghambat sekresi IL-6, dan IL-6
berperan dalam mendatangkan osteoclast dari jalur sel monosit,
sehingga berkontribusi terhadap osteoporosis. Sel T juga menghambat
diferensiasi dan aktivitas osteoblast dan menyebabkan apoptosis
prematur dari osteoblast melalui sitokin seperti IL-7. Hal lain yang
ditemukan adalah bahwa defisiensi estrogen menyebabkan tulang
menjadi sensitif terhadap efek hormon paratiroid.

2.1.5.5.

Testosteron
Testosterone berperan dalam mendorong lonjakan pertumbuhan masa
pubertas, mendorong penutupan lempeng epifisis.
Somatomedin (IGF)
Sintesis IGI dirangsang oleh hormone pertumbuhan (GH) an

2.1.5.6.

memerantarai efek dari hormone tersebut dalam mendorong pertumbuhan
dan pertumbuhan tulang.
2.2. PATOFISIOLOGI OSTEOPOROSIS
Osteoporosis adalah penyakit tulang metabolik yang ditandai oleh
penurunan kepadatan tulang yang menyebabkan mudah terjadi patah tulang.
Osteoporosis terjadi ketika tingkat resorpsi tulang sangat melebihi laju
pembentukan tulang. Tulang yang dihasilkan adalah normal, namun karena
pembentukan tulang lebih sedikit dari resorpsi tulang, maka tulang menjadi
12

lemah. Semua tulang dapat mengalami osteoporosis, meskipun osteoporosis
biasanya terjadi di tulang pinggul, panggul, pergelangan tangan, dan tulang
belakang.
Laju pembentukan tulang menurun secara progresif dengan bertambahnya
usia, dimulai sekitar usia 30 atau 40. Sebelumnya osteoporosis kecil
kemungkinan akan terjadi. Sebagai orang usia ke 70-an dan 80-an,
osteoporosis menjadi penyakit yang umum. Meskipun resorpsi tulang mulai
melebihi formasi pada dekade keempat atau kelima kehidupan, pada wanita
penipisan paling signifikan dari tulang terjadi selama dan setelah menopause.
Pada wanita menopause terjadi penurunan estrogen dimana estrogen
bertanggung jawab untuk pengembangan ini dalam populasi wanita lanjut
usia. Meskipun mekanisme estrogen bertindak untuk melestarikan kepadatan
tulang tidak jelas, namun diperkirakan bahwa estrogen dapat merangsang
aktivitas osteoblastik dan membatasi efek hormon paratiroid. Oleh karena itu,
hilangnya estrogen menyebabkan pergeseran terhadap aktivitas osteoklastik.
Laki-laki lanjut usia kurang rentan terhadap osteoporosis karena mereka
biasanya memiliki tulang lebih padat daripada wanita (sekitar 30%), dan
tingkat hormon reproduksi tetap tinggi sampai seorang pria berusia 80-an nya.
Namun, laki-laki tua memiliki tulang kurang padat daripada pria yang
lebih muda.
Untuk pria dan wanita, penyebab lain dari osteoporosis termasuk
kurangnya

aktivitas

fisik

dan

konsumsi

obat-obatan

tertentu

yaitu

kortikosteroid dan beberapa antasida yang mengandung aluminium yang
meningkatkan kalsium eliminasi. Telah terbukti bahwa bahkan pria dan wanita
yang sangat tua secara signifikan dapat meningkatkan kepadatan tulang
dengan berpartisipasi dalam bentuk moderat aktivitas berat-bearing. Riwayat
keluarga juga berperan dalam menentukan risiko individu masa depan.
Kepadatan tulang telah terbukti menurunkan di menyusui perempuan,
meskipun kembali ke kepadatan mendekati normal terjadi setelah penyapihan.

2.2.1. Mekanisme Resorpsi Tulang
Kondisi penipisan tulang yang dikarakterisasi oleh berkurangnya matriks
organik sebagai hasil dari berkurangnya aktivitas osteoblast dan/atau
13

peningkatan aktivitas osteoclast dibanding kalifikasi tulang. Osteoporosis yang
terjadi pada wanita postmenopause berhubungan dengan penarikan

bone-

preserving estrogent.
Desposisi tulang dan resorpsi tulang secara normal berlangsung secara
berkesinambungan, sehingga secara konstant tulang mengalami remodeling.
Melalui remodeling

rangka tulang orang deawas secara keseluruhan

beregenarsi kurang lebih setiap 10 tahun. Bone Remodeling bertujuan utnuk :


Menjaga tulang tetap beretenaga untuk efektifitas maksimum dalam
kegunaannya secara mekanik.



Membantu menjaga level Ca2+ dalam plasma

Terdapat tiga tipe sel tulang yang terdapat dalam tulang :
1. Osteoblast mensekresi matriks organik ekstraselular yang mengandung
kristal presipitat Ca3(PO4)2.
2. Osteocytes adalah osteoblast yang sedang tidak bekerja lagi yang
terkurung di didding tulang yang didposisi oleh dirinya sendiri.
3. Osteoclast resorp bone in thei vinicity
Proses mekanisme resorpsi dan deposisi tulang diawali dari osteoclast
menempel pada matriks organik dan membentuk “ruffled membrane” yang
meningkatkan luas atre kontak dengan tulang. Setelah menempel, osteoclast
secara aktif mensekresi hydrocloric acid yang melarutkan kristal presipitat
Ca3(PO4)2 dan enzim yang menghancurkan matriks organik. Setelah
terbentung rongga-rongga, osteoclast berpindah ke sel disekitarnya untuk
membentuk lubang-lubang lain atau mati karena apoptosis, bergantung dari
signal yang diterimanya
Sementara itu, osteoblast berpindah ke rongga dan menskeresikan osteoid
untuk mengisi lubangnya. Mineralisasi dari subsequent dari matrix organik ini
mengasilkan tulang baru yang menggantikan tulang diluruhkan oleh
osteoclast. Sehingga, secara konstant tarik ulur antra resorpsi dan formasi
berjalan berdampingan.
Dalam sistem komunikasi yang unik, osteoblast dan prekusor immatur nya
memproduksi

dua

singnal

(RANKligand

dan

osteoprotegerin)

memerintahkan pemebnrukan osteoclast dan aktivitasnya.

14

yang

(Sherwood, 2013)
RANK ligand (RANKL) mempercepat aksi osteoclast. RANK, sebuah
reseptor protein pada permukaan membran di dekat makrofag. Ikatan ini
mengindksi makrofag untuk berdifresiasi menjadi osteoclast dan membantu
mereka hidup lebih lama dengan menekan aopotosis. Sebagai hasilnya,
resorpsi tulang meningkat.
Selain itu, osteoblast yang lain dapat menskresikan osteoprotegerin
(OPG) yang secara berlawanan menekan aktivitas osteoclast. OPG
diskeresikan di matriks sebagai umpan agar RANKL tidak berikatan dengan
reseptornya. Jadi OPG juga menghambat resorpsi tulang. Sebagai hasilnya,
matrix-matrix osteoblast dapat tidak dapat mempercepat peningkatan massa
tulang.
Sepanjang hidup orang dewasa, kecepatan formasi dan resorpsi tulang
adalah sama, sehingga massa ulang total kontsan selama periode ini. Oleh
karena itu, keseimbangan antara RANKL dan OPG penting untuk densitas
15

tulang. Peneliti sedang meneliti faktor faktor lain yanng mempengaruhi
kesetimbanagn resorpsi dan formasi sel tulang. Contohnya, estrogen pada
wanita yang menstimulasi akitivtas OPG-producing gene pada osteoblast dan
juga mempercepat apopotosis osteoclast.
2.3. TERAPI FARMAKOLOGI DAN NON-FARMAKOLOGI OSTEOPOROSIS
2.3.1. Terapi Farmakologi
2.3.1.1.

BISFOSFONAT

2.3.1.1.1.

Farmakologi
Bisfosfonat adalah analog pirofosfat yang mengandung 2
kelompok fosfonat yang terikat pada atom C sentral yang
menggantikan oksigen di pirofosfat. Bisfosfonat merupakan
pengobatan lini pertama untuk osteoporosis karena bisfosfonat
mampu meningkatkan massa tulang dan mengurangi risiko
fraktur (Dipiro, 2009). Bisfosfonat meningkatkan massa tulang
dengan mengikat kalsium hidroksiapatit di tulang untuk
mencegah pelarutan kalsium tulang. Bisfosfonat bertindak
sebagai antiresorptif dengan cara menghambat langsung kerja
osteoklas melalui 2 mekanisme, yaitu apoptosis osteoklas dan
menghambat komponen dalam jalur biosintesis kolesterol
(Goodman & Gilman, 2006).
Bisfosfonat berada di tulang untuk waktu yang lama dan
dilepaskan dengan sangat lambat, sehingga bisfosfonat efektif
untuk meningkatkan kepadatan mineral tulang. Contoh obat
golongan bisfosfonat adalah alendronat, ibandronat, dan
risedronat.

Alendronat,

ibandronat,

dan

risedronat

meningkatkan kepadatan mineral tulang hingga 5-8% di lumbar
tulang belakang dan 3-5% di pinggul. Kepadatan mineral
tulang meningkat dengan terapi jangka panjang selama 7-10
tahun (Chisholm-Burns dkk., 2008).
Hampir semua obat golongan bisfosfonat memiliki
gugus hidroksil yang terikat pada atom C sentral (posisi R1).
Kelompok fosfat pada bisfosfonat memberikan afinitas yang
16

kuat untuk kristal hidroksiapatit, sedangkan gugus hidroksilnya
meningkatkan kemampuan bisfosfonat untuk mengikat kalsium
(Drake dkk., 2008).
Potensi obat golongan bisfosfonat ditentukan oleh rantai
samping. Golongan pertama bisfosfonat mengandung rantai
samping

yang

dimodifikasi

(medronat,

klodronat,

dan

etidronat) atau mengandung sebuah kelompok klorofenil
(tiludronat). Generasi pertama ini dimetabolisme menjadi
analog ATP nonhidrolisis (AppCCl2p) yang bersifat sitotoksik
bagi osteoklas karena menghambat banyak proses selular yang
bergantung ATP (Drake dkk., 2008). ATP nonhidrolisis ini
terakumulasi dalam osteoklas dan menginduksi apoptosis
(Goodman & Gilman, 2006). Golongan kedua bisfosfonat
mengandung rantai samping kelompok nitrogen (alendronat
dan pamidronat), yang lebih poten 10-100 kali daripada
generasi pertama. Generasi ketiga bisfosfonat (risedronat dan
zoledronat) mengandung sebuah atom nitrogen dalam cincin
heterosiklik dan lebih poten hinggan 10.000 kali daripada
generasi pertama.

Gambar . Struktur bisfosfonat.

17

Nitrogen

bisfosfonat

(aminobisfosfonate,

N-BP)

mengurangi fungsi osteoklas dengan menghambat enzim dalam
jalur biosintesis kolesterol, yaitu farnesil difosfat sintase
(Stepan dkk., 2003). Berkurangnya farnesil difosfat atau
geranylgeranyl difosfat menghambat prenilasi (modifikasi
pasca translasi) GTP kecil pengikat protein Rab, Rac, dan Rho,
yaitu protein yang penting untuk pengaturan kegiatan seluler
inti osteoklas, seperti perakitan serat stres, pengacakan
membran, dan kelangsungan hidup, sehingga menyebabkan
apoptosis osteoklas (Drake dkk., 2008).
Statin, yang merupakan inhibitor dari 3-hidroksi-3glutaril-koenzim A (HMG-CoA) reduktase, juga menghambat
resorpsi

tulang

osteoklastik.

Dibandingkan

dengan

aminobisfosfonat, statin menghambat jalur mevalonat hulu dari
farnesil difosfat sintase. Namun statin dan aminobisfosfonat,
keduanya

mengganggu

produksi

farnesil

geranylgeranyl difosfat (Stepan dkk., 2003).

18

difosfat

atau

Gambar . Penghambatan jalur mevalonat oleh bisfosfonat yang
mengandung nitrogen (N-BP).

Gambar . Penghambatan jalur mevalonat oleh statin.
2.3.1.1.2.

Dosis dan Jenis-jenis Bisphosphonate
Berikut adalah beberapa jenis bisfosfonat yang disetujui
oleh FDA (Food and Drug Administration) :

2.3.1.1.2.1. Alendronate (merek dagang Fosamax atau Fosamax plus D)
Alendronate sodium bisa digunakan untuk pencegahan
dan pengobatan untuk osteoporosis pasca menopause. Dosis
yang diberikan untuk pencegahan yaitu 5 mg per hari dan 35
mg tablet mingguan, sedangkan untuk pengobatan, yaitu 10 mg
per hari dan 70 mg tablet mingguan atau dalam bentuk cair).
Alendronate juga bisa digunakan untuk meningkatkan massa
tulang pada pria yang mengidap osteoporosis dan pada pria
serta wanita yang mengidap osteoporosis yang sedang
mengonsumsi glukokortikoid.
2.3.1.1.2.2. Ibandronate (merek dagang : Boniva)
Ibandronate sodium digunakan untuk pengobatan
osteoporosis pasca menopause dengan dosis 2,5 mg tablet
harian, 150 mg tablet bulanan, dan 3 mg IV per tiga bulan
2.3.1.1.2.3. Risendronate (merek dagang : Actonel)

19

Risendronate sodium digunakan untuk pencegahan dan
pengobatan untuk osteoporosis pasca menopause dengan dosis
5 mg per hari da 35 mg tablet mingguan
Semua bifosfonat dapat menganggu fungsi ginjal dan
kontraindikasi dengan pasien yang memiliki GFR (Glomerular
Filtration Rate) dibawah 30-35 mL/menit.
2.3.1.1.3.

Efek Samping
Pemberian obat jenis bisfosfonat dapat memberikan efek

samping. Semua jenis bisfosfonat dapat memberikan efek nyeri
muskuloskeletal. Nyeri muskuloskeletal terjadi pada 6% pengguna
alendronate dan ibandronate. Terdapat juga beberapa laporan bahwa
terjadi osteonekrosis pada rahang, yaitu suatu lesi pada gusi sehingga
menyebabkan tulang rahang terbuka dan tidak tertutupi oleh gusi dan
pada akhirnya jaringan mati karena kekurangan suplai darah. Hal ini
umumnya terjadi pada penggunaan bifosfonat IV pada pasien kanker.
Namun, pada umumnya efek samping yang sering terjadi adalah
nausea (mual), dispepsia, iritasi lambung, dan perdarahan lambung.
2.3.1.1.4.

Interaksi Obat
Pada penggunaannya bifosfonat tidak boleh diberikan
bersamaan dengan makanan dan obat-obatan lainnya. Hal ini
dapat mengurangi absorpsi dari bisfosfonat. Sebagai contoh
yaitu Alendronat harus dikonsumsi setidaknya 30 menit
sebelum makanan pertama pada hari itu dan air yang diminum
adalah bukan air mineral (plain water) kurang lebih 240 ml air.
Jika mengonsumsi Alendronat dalam bentuk cair, harus
meminum satu botol (75 ml) dan minum air kurang lebih 60 ml
air. Selama interval waktu untuk mengonsumsi makanan atau
obat-obatan lain, pasien harus tetap dalam posisi tegak baik itu
duduk atau berdiri dan tidak boleh berbaring. Pasien tidak
boleh mengunyah tablet. Jika pasien tidak mematuhi aturan
yang sudah diberikan maka akan beresiko terjadi gangguan
pada esofagus.

20

2.3.1.2.

VITAMIN D DAN METABOLIT
Vitamin D bertanggung jawab

dalam

mempertahankan

homeostasis kalsium. Konsentrasi kalsium yang rendah menyebabkan
hiperparatiroidisme dan resorpsi tulang. Konsentrasi vitamin D yang
rendah disebabkan karena asupan yang tidak cukup, penurunan
paparan sinar matahari, penurunan produksi vitamin D di kulit,
penurunan metabolisme hati dan ginjal, dan pemukiman musim dingin
di iklim utara (Dipiro J. T., Talbert R. L., Yees G.C., Matzke G.R.,
Wells B.G., Posey L.M., 2005). Pemberian suplemen vitamin D
memaksimalkan absorpsi kalsium intestinal dan meningkatkan densitas
mineral tulang atau BMD serta mengurangi fraktur (Wells B.G., Dipiro
J.T., Schwinghammer T.L., Dipiro C.V., 2009).

2.3.1.2.1.

Farmakologi
Vitamin D adalah faktor yang berperan dalam metabolisme
kalsium yaitu dengan penyerapan efisien kalsium dan memungkinkan
PTH untuk bekerja maksimal. Vitamin D sebenarnya adalah hormon.
Reseptor untuk bentuk aktif Vitamin D (VDR) terdapat pada banyak
sel yang tidak terlibat dalam homeostasis kalsium, termasuk sel
hematopoietik, limfosit, sel-sel epidermis, pankreas, otot, dan neuron.
Iradiasi ultraviolet dari beberapa hewan dan tumbuhan menghasilkan
21

sterol yang dalam konversinya menjadi senyawa yang memiliki
aktivitas vitamin D. Provitamin yang ditemukan pada hewan adalah 7dehydrocholesteroldan pada tumbuhan ergosterol. Berikut bagan yang
menunjukkan bagaimana vitamin D dikonversi menjadi metabolit aktif.

Calcitriol adalah metabolit primer aktif vitamin D adalah
calcitriol [1α, 25 dihidroksivitamin D, 1,25 (OH) 2D]. Calcitriol
meningkatkan efisiensi penyerapan kalsium sepanjang usus halus,
tetapi

terutama

di

duodenum

dan

jejunum.

Calcitriol

juga

meningkatkan penyerapan fosfor sepanjang usus halus, tetapi terutama
di jejunum dan ileum. Bentuk yang diaktifkan dari ergokalsiferol,
doxercalciferol, dan cholecalciferol memiliki efek umpan balik negatif
pada produksi hormon paratiroid (PTH). Fungsi fisiologis dari
Calcitriol yaitu meningkatkan penyerapan dan retensi Ca 2+ dan fosfat,
serta menjaga konsentrasi normal Ca2+ dan fosfat dalam plasma dengan
memfasilitasi

absorpsi

mereka

pada

usushalus, yaitu

dengan

berinteraksi dengan PTH untuk meningkatkan mobilisasi mereka dari
tulang dan dengan menurunkan ekskresi di ginjal Mekanisme kerja
dari calcitriol mirip dengan hormon tiroid, yaitu :

22



Calcitriol yang dihasilkan di ginjal dibawa melalui sirkulasi
darah olehsuatu protein. Kompleks protein-calcitriol ini



kemudian menuju sel target
Calcitriol berikatan dengan reseptor sitosolik dalam sel target,
dan kompleks reseptor-hormon berinteraksi dengan DNA dari
gen tertentu untuk meningkatkan atau menghambat transkripsi

mereka.
Mekanisme aksi dari Calcitriol dibagi atas beberapa tahap :
a. Interaksi Calcitriol dengan VDR (Vitamin D Reseptor)
Calcitriol berikatan dengan sitosol VDR pada sel target dan
kompleks

reseptor-hormon

bertranslokasi

ke

nukleus

dan

berinteraksi dengan DNA untuk memodifikasi transkripsi gen
b. Absorpsi Kalsium pada usus
Kalsium diserap didominasi dalam duodenum, dengan jumlah
yang semakin kecil dijejunum dan ileum. Dengan tidak adanya
calcitriol, penyerapan kalsium tidak efisien dan berhasil dalam
proses termodinamika pasif melalui sisi ruang intraselular.
Calcitriol meningkatkan gerakan transelular Ca2+ dari mukosa ke
permukaan serosa duodenum. Gerakan transelular Ca2+ melibatkan
tiga proses:
 Ca2 masuk ke seluruh permukaan mukosa,
 difusi melalui sel, dan
 Ekstrusi energi-bebas ke seluruh sel serosa membran.
Kalsium juga disekresikan dari serosa ke kompartemen mukosa.
Penyerapan Ca2+ secara potensial dipengaruhi oleh calcitriol.
Kemungkinan calcitriol yang meningkatkan semua tiga langkah
tersebut.
c. Mobilisasi Mineral Tulang
Peran utama calcitriol adalah untuk merangsang penyerapan
kalsium di usus, yang secara tidak langsung mendukung
mineralisasi

tulang.

PTH

dan

calcitriol

bertindak

untuk

meningkatkan resorpsi tulang. Calcitriol meningkatkan regenerasi
tulang oleh beberapa mekanisme :

23

– Osteoklas dewasa memiliki sedikit VDR sehingga calcitriol
akan mendukung pembuatan sel prekursor osteoklas pada
daerah resorpsi
– Osteoblas, sel yang berperan dalam pembentukan tulang,
mengekspresikan VDR, dan calcitriol menginduksi produksi
mereka dari beberapa protein,termasuk osteocalcin, protein
Vitamin K-dependen yang mengandung residu asam γcarboxyglutamic, dan interleukin-1 (IL-1), yaitu limfokin
mempromosikan resorpsi tulang
d. Retensi Kalsium dan Fosfat pada ginjal
Calcitriol meningkatkan retensi Ca2+ pada tubulus distal dan
meningkatkan absorpsi fosfat pada tubulus proximal.
2.3.1.2.2. Dosis
Berdasarkan Institute of Medicine Dietary Reference Intake,
kebutuhan kalsium dan vitamin D harian digolongkan berdasarkan
umur yaitu, bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa. Penggolongan dan
jumlah kalsium dan vitamin D yang dibutuhkan per hari tertera pada
tabel berikut.

Bayi
Anak-anak
Remaja
Dewasa

0 sampai 6 bulan
6 bulan - 1 tahun
1-3 tahun
4-8 tahun
9-13 tahun
14-18 tahun
19-50 tahun
51-70 tahun
71 tahun

Asupan Kalsium

Asupan Vitamin yang

yang Cukup (mg)
210
270
500
800
1300
1300
1000
1200
1200

cukup (unit)
200
200
200
200
200
200
200
400
600

Tabel 1. Kebutuhan Asupan Kalsium dan Vitamin D harian berdasarkan Institute
of Medicine Dietary Reference Intake.
Kombinasi suplementasi kalsium dan vitamin D (700 hingga
800 unit/per hari) mengurangi patah tulang atau fraktur pada
masyarakat lanjut usia dan panti jompo. Penggunaan dosis yang lebih
tinggi untuk vitamin D diikuti dengan meningkatnya BMD.
Suplementasi 400 unit vitamin D dengan 500 mg kalsium dua kali
24

sehari meningkatkan BMD tulang belakang dan pinggang pada orang
dewasa dengan defisiensi vitamin D. Pemberian vitamin D3 per oral
dengan dosisi 100.000 unit sekali setiap 4 bulan selama 5 tahun
mengurangi resiko patah tulang sebesar 22-33% pada populasi pria dan
wanita (Dipiro J. T., Talbert R. L., Yees G.C., Matzke G.R., Wells B.G.,
Posey L.M., 2005).
Pada pasien dengan defisiensi vitamin D, direkomendasikan
pemberian vitamin D 50.000 unit secara oral per hari selama 10 hari
atau sekali seminggu selama 8 minggu, atau 50.000 hingga 500.000
unit secara intramuskular. Pada pasien dengan malabsorpsi vitamin D,
dibutuhkan pemberian 25(OH) vitamin D (calcidiol). Pada pasien
dengan penyakit hati atau ginjal parah, dibutuhkan terapi calcitriol.
Obat ini membutuhkan titrasi yang hati-hati dan pengawasan serum
kalsium dan kreatinin karena adanya potensi hiperkalsemia dan
kemampuan calciuric terbatas dari disfungsi ginjal (Dipiro J. T., Talbert
R. L., Yees G.C., Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M., 2005).
2.3.1.2.3.

Adverse effect
Penggunaan vitamin D dan metabolitnya seperti D2 dan D3
dapat

menimbulkan

efek

samping

seperti

hiperkalsiuria

dan

hiperkalemia yang meliputi lemah, sakit kepala, rasa kantuk, nausea,
dan gangguan ritme jantung (Wells B.G., Dipiro J.T., Schwinghammer
T.L., Dipiro C.V., 2009).
2.3.1.2.4.

Interaksi Obat
Ditinjau dari interaksi obatnya, vitamin D dengan Phenytoin,
barbiturat, carbazepine, rifampin meningkatkan metabolisme vitamin
D. Sedangkan Cholestyramine, colestipol, orlistat, atau minyak mineral
menurunkan absorpsi vitamin D. Vitamin D dengan diuretik thiazide
pada pasien hiperparatiroid dapat memicu hiperkalemia (Wells B.G.,
Dipiro J.T., Schwinghammer T.L., Dipiro C.V., 2009).

2.3.1.2.5.

Kondisi Khusus
Pada pasien penerima transplan, bone-loss dapat meningkat
dalam 6 bulan pertama. Kalsitriol mungkin dibutuhkan sebagai
25

pengganti vitamin D, tergantung dari keparahan disfungsi hati dan
ginjal.
Pada penderita HIV/AIDS, hubungan antara HIV, terapi, dan
osteoporosis masih dipelajari. Namaun, data yang telah ada
mengemukakan bahwa virus dan pengobatannya dapat menurunkan
BMD dan efek lebih besar jika terdapat faktor resiko osteoporosis.
Ketika

telah

terdiagnosa

osteoporosis

pada

pasien

HIV,

direkomendasikan perawatan standar yang mengandung bifosfonat
plus kalsium dan suplementasi vitamin D.
Pada pasien dengan cystic fibrosis dengan osteoporosis,
pencegahan dan pengobatan umumnya mencakup asupan kalsium dan
vitamin D yang cukup. Kalsitriol mungkin dibutuhkan dalam
mengatasi masalah malabsorpsi vitamin D, namun kemungkinan
terjadi hiperkalemia tetap harus diawasi.
2.3.1.3.

SERM (Selective Estradiol Receptor Modulator)
Estrogen reseptor modulator selektif (SERM) pertama yang

disetujui untuk digunakan dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis
postmenopausal adalah Raloxifene, yang merupakan estrogen agonis dalam
jaringan tulang tapi antagonis dalam payudara dan uterus. SERM lain yaitu
tamoxifen dapat digunakan dalam pencegahan kanker payudara dan
menghambat kehilangan tulang. Namun, tamoxifen merupakan agonis
dalam uterus sehingga dapat menyebabkan kanker rahim.
2.3.1.3.1.

Farmakologi
SERMs bekerja dengan menempati reseptor estrogen baik ERα
maupun ERβ. Setelah memasuki sel dengan cara difusi pasif melalui
membran plasma, hormon tersebut akan berikatan dengan salah satu
ER

di

dalam

nucleus. Terjadi

perubahan

konformasi

yang

menyebabkan dimerisasi yang menyebabkan terjadinya peningkatan
afinitas dan laju pengikatan reseptor dengan DNA. ER tersebut
berikatan dengan elemen respon estrogen (ERE) di dalam gen target.
Kompleks ER/DNA merekrut satu atau lebih protein koaktivator ke
daerah promoter. (Koaktivator paling baik adalah SRC-1 dan CBP).
Koaktivator tersebut memiliki aktivitas sebagai histon asetilase.
26

Adanya asetilasi histon mengubah struktur kromatin di daerah
promoter gen target dan memudahkan interaksi protein membentuk
perangkat transkripsi umum (General Transcription Apparatus) diikuti
terjadinya sintesis mRNA.

Bagi wanita degan osteoporosis parah, khususnya ketika adanya
resiko reduksi fraktur pinggang, pengobatan lebih disarankan untuk
menggunakan bifosfonat dibandingkan SERM.
2.3.1.3.2.
Dosis
Raloxifene diberikan 60 mg per hari secara oral.
2.3.1.3.3.
Kontraindikasi
Raloxifene belum disetujui untuk untuk pencegahan dan
pengobatan kanker payudara dan tidak diperuntukkan untuk
pengobatan bagi wanita dengan riwayat tromboembolisme
aktif. Terapi harus dihentikan apabila pasien mengalami
2.3.1.3.4.

imobilitas dengan periode signifikan (beberapa jam atau lebih).
Adverse Effect
Secara umum, terapi raloxifene dapat diterima dengan baik,
tetapi dapat menimbulkan hot flushes yang menyebabkan
pasien menghentikan terapi. Selain itu, dapat memberikan efek
samping seperti kaki keram, tromboemboli vena, edema
periferal, penyakit katarak, dan jantung koroner. Raloxifene

2.3.1.3.5.

tidak menginduksi perdarahan rahim.
Interaksi Obat
Kombinasi raloxifene dengan alendronat meningkatkan efek
BMD dibanding penggunaan tunggal raloxifene, namun tidak
lebih besar dari penggunaan alendronat tunggal.

27

2.3.1.4.
KALSITONIN
2.3.1.4.1.
Farmakologi

Gambar . Hormon yang berpengaruh pada tulang.
Kalsitonin disekresikan dari sel C kelenjar tiroid saat
kadar Ca2+ tinggi. Kalsitonin digunakan sebagai pengobatan lini
ketiga karena khasiatnya lebih rendah daripada antiresorptif
yang lain. Kalsitonin diindikasikan untuk wanita yang telah
mengalami osteoporosis postmenopause selama 5 tahun.
(Dipiro, 2006).
Kalsitonin memiliki mekanisme kerja yang sama
dengan kalsitonin alami yang terdapat pada tubuh manusia,
yaitu:
1. Dalam jangka pendek, kalsitonin akan menurunkan
perpindahan kalsium dari cairan tulang ke plasma.
2. Dalam jangka panjang, kalsitonin menurunkan resorpsi
tulang dengan menghambat aktivitas osteoklas.

28

Gambar . Mekanisme kerja kalsitonin.
Kalsitonin merupakan hormon

hipokalemia

yang

efeknya berlawanan dengan hormon paratiroid (PTH),
tetapi kerjanya tidak menghambat PTH, melainkan
berinteraksi langsung dengan kalsitonin reseptor (CTR)
pada osteoklas (Goodman & Gilman, 2006).
2.3.1.4.2.

Farmakoterapi
Calcitonin (nama dagang : Miacalcin) diberikan dengan
dosis 200 IU per hari dengan bentuk sediaan intranasal spray.
Efektivitas dari Calcitonin untuk mengurangi resiko fraktur
tidak lebih luas daripada obat-obat osteoporosis lainnya. Efek
samping dari penggunaan Calcitonin umumnya adalah rhinitis,
yaitu peradangan membran mukosa di dalam hidung, serta efek
samping lain yang ditimbulkan adalah epistaksis, yaitu
perdarahan pada hidung yang mengalir keluar lewat lubang
hidung. Efek samping ini khususnya terjadi pada pasien yang
29

alergi dengan salmon. Calcitonin tidak memiliki interaksi
dengan obat lain dan makanan.

2.3.1.5.
ESTROGEN DAN TERAPI HORMON
2.3.1.5.1.
TERAPI ESTROGEN
2.3.1.5.1.1. Farmakologi
Reseptor estrogen terdapat pada osteoblas, osteoklas, sel
makrofag, sel intestinal, dan di banyak jaringan lainnya.
Estrogen menurunkan aktivitas dan pengerahan osteoklas,
menghambat PTH secara periferal, meningkatkan konsentrasi
kalsitriol dan absopsi kalsium intestinal, dan menurunkan
ekskresi kalsium ginjal. Estrogen juga menurunkan konsentrasi
dan menurunkan aktivitas dari jalur OPG/RANK/RANKL,
menghambat resorpsi tulang.
Efek BMD yang dihasilkan ET dan HT lebih rendah
dibanding bifosfonat atau teriparatida, namun lebih besar
dibanding raloxifene, tibolone, dan fitoestrogen. Peningkatan
BMD terjadi pada pasien postmenopausal wanita muda dan
lebih tua dengan terapi estrogen dan terapi hormon. Pemberian
estrogen secara oral atau transdermal pada dosis yang sama dan
berkelanjutan atau siklus rejimen HT memiliki efek BMD
serupa. Adapun mekanisme aksi dari terapi estrogen adalah
sebagai berikut :
Pemeliharaan massa tulang total, pembentukan, serta
resorpsi tulang berada pada tingkat yang sama pada masa
dewasa awal, setelah itu resorpi yang mendominasi. Osteoklas
dan osteoblas mengekspresikan Estrogen Reseptor (ER) α dan
ER β. Tulang juga mengekspresikan reseptor androgen dan
progesteron.

Aksi ER α mendominasi di tulang. Estrogen

secara langsung meregulasi osteoblas dan peningkatan sintesis
kolagen tipe I, osteokalsin, osteopontin, osteonektin, alkalin
fosfatase, dan komponen lain. Estrogen juga meningkatkan
kelangsungan hidup osteosit dengan menghambat apoptosis.
Aksi estrogen pada osteoklas dimediasi oleh pengubahan sinyal
sitokin (parakrin dan autokrin) dari osteoblast. Estrogen
30

menurunkan produksi osteoblas dan sel stroma melalui pemicu
osteoklas sitokin interleukin (IL) -1, IL-6, dan faktor nekrosis
tumor

(TNF)



dan

meningkatkan

produksi

faktor

pertumbuhan insulin, seperti (IGF)-1, protein morfogenik
tulang (BMP)-6 , dan faktor pertumbuhan (TGF) –β, yang
antiresorptif.
Estrogen

juga meningkatkan produksi osteoblas dari

sitokin osteoprotegrin (OPG),

senyawa larut

non-

membranbound yang termasuk dalam Aksi estrogen pada
osteoklas dimediasi oleh pengubahan sinyal sitokin (parakrin
dan autokrin) dari osteoblast. Estrogen menurunkan produksi
osteoblas dan sel stroma melalui pemicu osteoklas sitokin
interleukin (IL) -1, IL-6, dan faktor nekrosis tumor (TNF) -α
dan meningkatkan produksi faktor pertumbuhan insulin, seperti
(IGF)-1, protein morfogenik tulang (BMP)-6 , dan faktor
pertumbuhan (TGF) –β, yang antiresorptive. Estrogen

juga

meningkatkan produksi osteoblas dari sitokin osteoprotegrin
(OPG),

senyawa larut

non-membranbound yang termasuk

dalam superfamili TNF.

2.3.1.5.1.2.

Dosis
Efek BMD tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang
memberikan efek terlihat pada dosis rendah 0,025 mg estradiol
transdermal, 0,3 mg equine estrogen terkonjugasi, dan 0,3 mg
estrogen teresterifikasi. Penggunaan dengan durasi yang lebih
lama memberikan efek BMD yang lebih besar. Namun,
berdasarkan studi yang telah dilakukan, didapatkan adanya
kejadian negatif sehingga sampai saat in masih digunakan dosis
terendah ET dan HT untuk pencegahan dan pengendalian gejala
menopausal, dan menghentikan penggunaan saat gejala
berhenti.
Bagi wanita dengan tanpa gangguan uterus, progestin
(contohnya medroksiprogesteron 2,5 hingga 5 mg per hari)
digunakan untuk menurunkan resiko kanker rahim (Dipiro J. T.,
31

Talbert R. L., Yees G.C., Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M.,
2005).
The

American

Academy

of

Pediatrics

merekomendasikan dosis rendah suplementasi estrogen bagi
penderita amenorrhea jika diatas 16 tahun hingga menstruasi
normal kembali.
2.3.1.5.1.3.

Kontraindikasi
Estrogen tidak lagi direkomendasikan untuk pencegahan karena
adanya faktor toksisitas dan terdapat obat yang lebih aman dan
baik (Wells B.G., Dipiro J.T., Schwinghammer T.L., Dipiro C.V.,
2009).

2.3.1.5.1.4.

Adverse effect
Manfaat bagi tulang dari terapi estrogen dan hormon yang
terekan dalam uji klinik dan observsi tidak lebih besar dibanding
efek negatif yang dihasilkan. Kejadian negatif yang ditemukan
dalam beberapa observasi dari 10.000 women-years diantaranya
penyakit jantung koroner, stroke, kanker payudara, dan emboli
paru (Dipiro J. T., Talbert R. L., Yees G.C., Matzke G.R., Wells
B.G., Posey L.M., 2005).

2.3.1.5.1.5. Interaksi obat
Penggunaan kombinasi ET atau HT dengan bifosfonat dan
hormon paratiroid meningkatkan efek BMD. Penambahan
progestin

pada

ET

tidak

memberikan

perubahan

atau

peningkatan yang sangat sedikit pada efek BMD (Wells B.G.,
Dipiro J.T., Schwinghammer T.L., Dipiro C.V., 2009).
2.3.1.5.1.6. Kondisi Khusus
Pada

pasien

penerima

transplan,

metabolisme hepatik dari siklosporin.
2.3.1.5.2.

TERAPI TESTOSTERON
32

estrogen

meningkatkan

Terapi

penggantian

testosteron

sebenarnya

tidak

disetujui FDA untuk pencegahan atau pengobatan osteoporosis.
Tetapi terapi testosteron ini bermanfaat untuk mengurangi
peristiwa kehilangan massa tulang pada pasien hipogonadisme.
Baik pada wanita maupun pria, testosteron berfungsi untuk
pematangan tulang dan homeostasis dengan mekanisme sama
seperti di jaringan lainnya, yaitu:
a. konversi
enzimatik

Testosteron

menjadi

dihidrotestosteron (DHT) oleh 5α reduktase I dan II
isoenzim untuk memperkuat tindakan androgenik;
b. konversi enzimatik menjadi 17β estradiol (E2) oleh aksi
CYP-19 aromatase
Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya, AR, ERα dan
ERβ pada osteoblast, osteosit,dan di kondrosit dari lempeng
pertumbuhan

tulang

rawan.

Namun

sebuah

penelitian

membuktikan bahwa, pada osteoklas manusia tidak terdeteksi
adanya AR. Hanya terdapat sedikit ekspresi dari ER.

2.3.1.5.3.

TIBOLON
Tibolon merupakan steroid sintetis. Metabolit dari tibolon
merupakan estrogen-progesteron lemah dan agonis androgen-reseptor.
Tibolon

dan

metabolitnya

menghilangkan

hot

flushes

dan

meningkatkan BMD, tetapi tidak memiliki efek pada rahim. Pada
wanita muda dan postmenopausal, tibolon meningkatkan BMD tulang
33

belakang dan pinggang setelah konsumsi 1,25 atau 2,5 mg per hari
selama 1 hingga 10 tahun. Belum diketahui adanya efek pada fraktur
dan penyakit kardiovaskular. Efek samping yang diberikan lebih
sedikit dibandingkan rejimen estrogen/progestin. Meskipun telah
digunakan di Eropa, tibolon belum disetujui oleh FDA di US untuk
digunakan.
2.3.1.5.4.

PHYTOESTROGEN
Bentuk umum dari phytoestrogen adalah isoflavonoid (protein
kedelai)

dan

lignan

(biji

lenan

/