ANALISA PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERH

ABSTRAK

Pengerasan permukaan dengan menggunakan listrik banyak digunakan,
hal ini dikarenakan prosesnya tiak terlalu rumit dan juga banyak keuntungannya.
Proses pelapisan logam dengan bantuan listrik ini bertujuan untuk melindungi
bahan yang dilapisi dengan memperbaiki mutu dan sifat permukaan benda kerja
dengan melapiskan logam lain pada logam yang diperbaiki mutunya.
Sifat-sifat yang penting dari khrom adalah kekerasannya, daya lekat, dan
daya tahan korosi. Pada khrom keras ini untuk mendapatkan hasil yang baik
diantaranya kekerasan dan tebal permukaan yang tinggi diperlukan pengaturan
variabel-variabel yang ada yaitu kuat arus, temperatur, dan waktu proses yang
tepat.
Dengan teknologi lapis khrom dapat meningkatkan ketebalan permukaan
dan kekerasan permukaan benda kerja. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh
kondisi proses lapis khrom keras terhadap tebal pelapisan dan kekerasan
permukaan, maka perlu dilakukan percobaan dan penelitian.
Setelah dilakukan penelitian tentang kekerasan dan ketebalan baja khrom
(Baja ST 60) dengan temperatur yang berbeda. Dapat diambil kesimpulan bahwa
titik yang menunjukkan angka kekerasan yang paling tinggi berada pada suhu
60OC dengan 46,3 HRB, begitu juga dengan ketebalan berada pada suhu 60OC
dengan ketebalan 5,15 mm.

Kata kunci: variasi temperatur, kekerasan, ketebalan, pelapisan khrom.

ii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

i

ABSTRAK .....................................................................................................

ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................

iii

DAFTAR TABEL ..........................................................................................


vi

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................

vii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................

1

1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................................

1

1.2. Rumusan Masalah ...........................................................................

2

1.3. Batasan Masalah ..............................................................................


2

1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................

3

1.5. Metode Penelitian ............................................................................

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................

4

2.1. Baja .................................................................................................

4

2.1.1. Klasifikasi baja ........................................................................


4

2.1.2. Sifat-sifat mekanis baja ...........................................................

5

2.1.3. Susunan kimia baja ................................................................

5

2.1.4. Sifat dan penggunaan baja ....................................................

5

2.2. Besi Tuang, Jenis dan Penggunaannya ...........................................

6

2.3. Proses Pelapisan Khrom ..................................................................


8

2.3.1. Macam-macam lapis khrom ..................................................

10

iii

2.3.2. Daya tahan oksidasi dan perubahan warna ...........................

12

2.3.3. Daya tahan terhadap bahan kimia .........................................

12

2.3.4. Koefisien gesek .....................................................................

12


2.4. Proses Kimia Pelapisan ..................................................................

13

2.4.1. Anoda yang dipakai .................................................................

16

2.5. Uji Kekerasan ................................................................................

17

2.5.1. Brinnel .....................................................................................

17

2.5.2. Rockwell .................................................................................

18


2.5.3. Vickers ...................................................................................

18

2.5.4. Kekerasan Mayer ...................................................................

19

2.5.5. Microhardness test .................................................................

20

2.6. Korosi dan Pencegahannya ...........................................................

21

2.6.1 Pencegahan korosi ...................................................................

21


2.6.2. Mekanisme dan bentuk-bentuk macam korosi ......................

24

2.6.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi korosi .............................

28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................

30

3.1. Persiapan Percobaan ........................................................................

30

3.2. Proses Pelapisan Khrom Keras .......................................................

33


3.3. Diagram Alir Penelitian ................................................................

35

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN .....................................

36

4.1. Data Penelitian ...............................................................................

36

4.1.1. Ketebalan pelat baja ST 60 setelah dilapisi khrom ..............

36

4.1.2. Kekerasan pelat baja ST 60 setelah dilapisi khrom ............

37


iv

4.2. Pembahasan ....................................................................................

38

4.2.1. Analisa ketebalan lapisan khrom ........................................

38

4.2.2. Analisa kekerasan lapisan khrom ........................................

39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................

40

5.1. Kesimpulan .....................................................................................


40

5.2. Saran ...............................................................................................

40

DAFTAR PUSTAKA

v

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.

Hasil perhitungan kadar air pasir silika ........................................

37

Tabel 4.2.

Data hasil kekuatan tekan pasir silika ...........................................

39

Tabel 4.3.

Data hasil kekuatan tekan pasir sungai .........................................

43

Tabel 4.4.

Data hasil kekuatan tekan pasir pantai ..........................................

47

vi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Melihat betapa besar penggunaan logam dalam era sekarang ini, maka
diperlukan suatu proses yang berguna untuk melindungi pada permukaan, yaitu
dengan cara proses pelapisan khrom keras. Pada proses pelapisan khrom keras
lebih banyak berkaitan dengan kebutuhan rutin dari suatu komponen yang perlu
diperbaiki disebabkan oleh keausan dan juga sering mengalami gesekan terusmenerus dalam fungsi kerjanya, sehingga akan cepat mengalami keausan.
Sejak dimulai rencana pembangunan di Indonesia, berbagai macam
industri seperti industri mesin, perakitan kendaraan bermotor serta barang-barang
logam yang lain telah berkembang dengan pesat. Sebagai contoh, diperlukannya
industri pelapisan khrom keras yang menghasilkan lapisan yang mempunyai sifat
teknik yang khusus, disamping juga memiliki sifat-sifat teknis seperti hasil lapis
listrik pada umumnya. Jenis lapis khrom keras ini banyak digunakan antara lain
untuk peralatan industri, misal komponen mesin pabrik kertas, kalender, pin dan
sebagainya. Sedangkan komponen kendaraan bermotor yang perlu mendapat lapis
khrom antara lain adalah ring piston, shock absorber, silinder liner dan lain-lain.
Proses pelapisan dilakukan karena korosi dapat didefinisikan sebagai
perusakan

suatu

material

(terutama

logam

karena

bereaksi

dengan

lingkungannya). Karena bereaksi dengan lingkungannya ini sebagaian logam akan
menjadi oksida, sulfida atau menjadi reaksi yang lain yang dapat dianggap sebagai
peristiwa kembalinnya logam menuju bentuknya sebagaimana ia terdapat di alam.
Dan ini merupakan kebalikan dari proses extractive metallurgy, yang memurnikan
logam dari senyawanya. Dalam hal ini korosi mengakibatkan kerugian akibat
hilangnya sebagaian hasil usaha manusia memurnikan logam.
1

Hilangnya sebagaian logam ini mengakibatkan pula kerugian lain yang
lebih besar, antara lain:
-

Hasil

reaksi

korosi

yang

menempel

di

permukaan

logam

sering

mengakibatkan penampilan yang kurang sedap dipandang.
-

Kerusakan pada suatu bagian peralatan sering kali dapat menghentikan suatu
proses produksi.

-

Hasil reaksi korosi mungkin juga akan membuat pencemaran pada suatu
produk, misal pada makanan dan minuman.
Melihat kerugian kerugian yang mungkin ditimbulkan oleh korosi ini

maka berbagai usaha dilakukan untuk dapat mencegah korosi, atau setidaknya
mengantisipasi akibat yang ditimbulkan korosi dengan cara melapisi logam atau
pengekhroman baik dengan cara pelapisan khrom dekoratif maupun pelapisan
khrom keras.

1.2 Rumusan Masalah
Apakah pengekhroman yang dilakukan dengan kuat arus yang sama dan
variasi temperatur yang berbeda akan mempengaruhi ketebalan dan kekerasan
pada spesimen atau bahan setelah dilakukan proses pelapisan logam atau
pengekhroman.

1.3 Batasan Masalah
Agar pembahasan lebih terfokus, maka pada penelitian ini digunakan
batasan-batasan masalah berikut:
1.

Bahan dasar yang dipakai baja ST 60.

2.

Rapat arus yang dipakai 15 Ampere arus searah.
2

3.

Variasi temperatur adalah 50C, 55C, 60C, 65C.

4.

Tidak memberikan keterangan tentang masalah biaya.

5.

Hanya melakukuan pengujian ketebalan dan pengujian kekerasan dalam
temperatur yang berbeda.

1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1.

Dapat mengetahui ketebalan dan kekerasan baja ST 60 yang dikhrom dengan
variasi temperatur yang berbeda.

2.

Dapat mengetahui pengaruh varisi temperatur yang digunakan pada proses
pengekhroman ini terhadap baja ST 60.

1.5 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode pengumpulan data antara
lain:
1.

Data Primer
Dalam pengambilan data ini penulis mengambil dari data hasil
percobaan dan mengadakan penelitian dilaboratorium BLK (Balai Latihan
Kerja) Surabaya.

2.

Data Sekunder
Suatu metode pengambilan data dengan cara mempelajari dan
membandingkan dengan data-data yang diperoleh di bengkel khrom, serta
literatur-literatur yang mendukung dalam penulisan ini.

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja
Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan manusia untuk
berbagai

keperluan.

Bahan

ini

telah

banyak

sumbangannya

terhadap

perkembangan budaya manusia. Adapun beberpa hal yang dapat membuat logam
ini banyak digunakan oleh manusia, antara lain:
a.

Jumlahnya yang cukup melimpah

b.

Mempunyai sifat mekanik (kekuatan, keuletan) yang memadai.

c.

Mudah dikerjakan baik dengan forming maupun dengan machining.

d.

Harganya relatif murah.
Baja tidak digunakan dalam keadaan murni, tetapi sebagai paduan,

terutama dengan karbon dikenal dengan baja dan besi tuang, dan ada yang
mengelompokkan menurut kekuatan tariknya yang dikenal dengan ST37, ST42,
ST50, ST60 dan seterusnya. Adapun yang mengelompokkan menurut komposisi
kimianya dikelompokan menjadi baja karbon rendah, baja karbon menengah, baja
karbon tinggi, baja paduan rendah, baja paduan tinggi. Dan juga dikelompokkan
menurut strukturnya yaitu baja hypoeutektoid, baja eutektoid, dan baja
hipereutektoid.
2.1.1 Klasifikasi baja
Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan. Pada dasarnya baja
merupakan panduan besi dan karbon dengan sedikit unsur lain ini dinamakan baja
karbon, bila baja tersebut mengandunng juga unsur lain dalam jumlah yang cukup
4

besar sehingga akan merubah sifatnya, ini dinamakan baja panduan (alloy steel).
Sifat baja banyak ditentukan oleh kadar karbonnya, disamping juga unsur
panduannya (jenis dan jumlahnya).
2.1.2 Sifat-sifat mekanis baja
Diberi symbol Fe, dapat dikuti

dengan bilangan yang menunjukan

kekuatan tarik minimum (N/mm2). Fe 360 (baja dengan kekuatan tarik minimal
360 N/mm2), Fe E 230 (baja dengan batas lumer minimal sebesar 230 N/mm2).
Symbol Fe diikuti huruf lambang penerapannya, Fe B = Baja cocok untuk
pemakaian dalam beton bertulang, Fe G = Baja Tuang (Fe G 440 N/mm2). DIN
jerman: symbol St (Stahl) diikuti bilangan yang menunjukan kakuatan tarik
minimum (kgf/mm2), St 37 (baja dengan kekautan tarik minimal sebesar 37
kgf/mm2).
2.1.3 Susunan kimia baja
Baja selain mengandung besi, hanya karbon yang memegang peranan
penting dinyatakan dengan huruf C diikuti oleh kadar karbon (%) x 100, symbol C
dapat didahului angka kualitas 1,2,3. Angka 3 merupakan kualitas terbaik. 3 C 23
= adalah baja karbon dengan kadar karbon 0,23% dari kualitas 3. Baja karbon
rendah (0,1-0,3% C), Baja karbon menengah (0,4-0,6% C), Baja karbon tinggi
(0,7-1,5% C).
2.1.4 Sifat dan penggunaan baja
Baja adalah logam yang paling banyak digunakan, seperti yang telah
diuraikan di depan bahwa baja pada dasarnya adalah paduan besi dan karbon
5

dengan sedikit unsur lain, hal ini dinamakan baja karbon (plain carbon steel). Bila
baja ini juga mengandung unsur lain dalam jumlah yang cukup besar sehingga
akan merubah sifatnya, maka baja itu dinamakan baja paduan (alloy steel).Sifat
baja banyak ditemukan oleh kadar karbonnya, disamping juga ada unsur
paduannya.
Pada baja hypoeutektoid, strukturnya terdiri dari ferrit, yang sangat lunak
dan ulet dan perlit yang kuat, keras dan sedikit getas. Pada kadar karbon yang
rendah jumlah ferritnya lebih sedikit, tentu mudah dimengerti bahwa kekuatannya
akan rendah. Dengan naiknya kadar karbon jumlah perlit bertambah tentu juga
kekuatan dan kekerasan akan bertambah. Dan akan mencapai maksimum bila
struktur seluruhnya perlit (0,8 % C, eutektoid).
Pada baja hypereutektoid, strukturnya terdiri dari perlit dan sementit yang
berupa network. Kekerasan memang akan lebih tinggi, tetapi kekuatannya akan
sedikit menurun dibandingkan baja eutektoid.
Sebelumnya yang mempengaruhi sifat baja bukanlah kadar karbon dan
atau paduannya sendiri, tetapi yang paling penting adalah struktur mikronya. Baja
dengan komposisi kimia yang sama dapat mempunyai sifat yang sangat berbeda
bila struktur mikronya berbeda. Perbedaan struktur mikro dapat terjadi karena
perbedaan komposisi kimia, perbedaan pembentukan atau pengerjaan mekanik
atau perlakuan panas yang dialami.

2.2 Besi Tuang, Jenis dan Penggunaannya
Besi tuang pada dasarnya adalah paduan besi dan karbon juga tetapi
dengan kadar karbon yang tinggi,lebih dari 2,0 %, yang banyak diguinakan
6

biasanya antara 2,5 % - 4,0 %. Karbon dalam besi tuang dapat berupa sementit
(FeC) atau karbon bebas (grafit).
Bila seluruh karbon dalam besi tuang berupa sementit maka besi tuang itu
akan sangat karas dan getas, dinamakan basi tuang putih (white cast iron). Besi
tuang inio tidak dapat digunakan, karena sangat sulit di machining. Ia hanya
digunakan untuk membuat besi tuang mampu tempa (mailable cast iron), besi
tuang mampu tempa ini di buat dengan memanaskan kembali besi tuang putih
pada temperatur cukup tinggi selama beberapa waktu sehingga sebagian atau
seluruh sementit akan terurai menjadi ferrit dan grafit (temper carbon). Sifat
mekaniknya mirip baja,basi tuang mampu tempa ini dapat digunakan pipe filtings,
sprocket, roll, pump, dll, bahkan juga camshaft dan camshaft mesin mobil.
Bila sebagaian karbon atau seluruh berupa grafit, maka sifat mekaniknya
akan banyak ditentukan oleh bentuk grafit itu dan didistribusikan didalam matriks
itu sendiri. Matriks ini dapat berupa ferrit, perlit, martensit atau bainit, atau
campuran dari dua atau beberapa struktur tersebut.
Besi tuang yang paling banyak digunakan adalah besi tuang kelabu (grey
cast iron), yaitu besi tuang dengan grafit berbentuk flake (serpih), berbentuk
lempengan melengkung. Besi tuang ini kekuatan tariknya tidak terlalu tinggi dan
keuletannya juga rendah sekali (nil ductility) sehingga tidak dapat dibentuk
dengan cara selain penuangan dan machining.
Walau demikian penggunaan besi tuang kelabu ini sangat luas, karena
terdapat sifat keuntungan antara lain:
a.

Mudah dituang menjadi bentuk yang rumit.

b.

Mudah di machinning.
7

c.

Tahan aus.

d.

Mempunyai daya redam yang tinggi.

e.

Kekuatan tekan.

f.

Sifat tahan korosi yang lebih baik dari pada baja kontruksi biasa.

g.

Harga ekonomis, paling murah diantara besi paduan yang lain.
Karena sifatnya itu besi tuang kelabu banyak digunakan bed mesin

perkakas, engine block, pump casing, pipa dan lain-lain. Kekuatan besi tuang ini
akan lebih tinggi bila grafitnya terdistribusi lebih halus, dan matriksnya memiliki
kekuatan yang lebih tinggi, misalnya perlitik. Kecenderungan untuk membentuk
grafit atau sementit pada besi tuang dipengaruhi oleh komposisi kimia dan laju
pendinginan (terutama pada saat pembekuan). Beberapa unsur lain akan
mendorong terbentuknya sementit, unsur unsur ini dinamakan carbide stabilizer.
Pembuatan besi tuang ini dapat dilakukan pada dapur listrk atau dapur lain
yang mampu mencapai temperatur 1300 derajat Celcius. Yang banyak dipakai
adalah dapur kupola. Dapur ini berbentuk silinder tegak, terbuat dari baja yang
dalamnya dilapisi batu tahan api. Sebagai bahan bakar digunakan cokes dan batu
kapur digunakan sebagai fluks. Bahan bakunya adalah besi bekas dan seringkali
ditambahkan besi kasar. Penambahan bahan baku dilakukan secara berkala bila
jumlah cairan sudah cukup banyak. Penambahan juga dilakukan secara berkala
dan dapur ini dapat digunakan karena harganya relatif murah.

2.3 Proses Pelapisan Khrom
Khromium

tidak

dapat diendapkan

langsung dari

larutan

yang

mengandung CrO dan air saja. Di dalam larutan tersebut harus ada sekurang-

8

kurangnya satu atau lebih asam yang berfungsi sebagai katalis untuk membantu
terjadinya proses pelapisan atau pengendapan chromius katoda, asam yang sering
digunakan adalah asam sulfat. Yang penting dalam operasi atau proses pelapisan
khrom adalah pengendalian perbandingan berat ratio asam khromat dan asam
yang digunakan sebagai katalis harus berada pada batas tertentu, pada umumnya
asal usul asam yang akan digunakan atau bahan ikutannya tidak terlalu penting,
tetapi yang utama adalah asam yang akan digunakan sebagai katalis harus larut
dalam air.
Temperatur adalah sarana untuk mempermudah terjadinya reaksi dalam
larutan elecktrolit khrom, akan tetapi selama proses berlangsung terjadi panas
yang ditimbulkan oleh adanya reaksi dalam larutan elektrolit khrom, oleh sebab
itu diperlukan suatu peralatan khusus

untuk mengontrol suhu dalam proses

pelapisan ini.

RECTIFIER
+
-transmiter

V

Keterangan:
Kondisi operasi pelapisan khrom keras

A



konsentrate Cromic Acid = 200 gr/i



kuat arus = 18 Amp

anoda
katoda

Pengontrol
temperatur

Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Reaksi
9

Mekanisme terjadinya reaksi pada pelapisan khrom ini mula - mula pada
anoda dan katoda, akan tetapi penguraian oksigen disamping mengirimkan
elektron-elektron ke katoda terjadi pula perekduksian komplek khrom menjadi
logam khrom yang menempel pada katoda.
Larutan yang digunakan pada proses pelapisan ini pada umumnya hanya
terdapat dua macam bahan yaitu Chomic acid dan asam yang berfungsi sebagai
katalis. Khrom yang akan diendapkan atau dilapiskan pada katoda semuanya
berasal dari larutan CrO yang biasa disebut dengan asam khromat.
Chomic Acid mempunyai warnna coklat merah kehitaman dan mempunyai
sifat higroskopis (mudah larut dalam air).Asam khromat (CrO) yang digunakan
hanya boleh mengandung sulfat (S) dalam jumlah yang sangat kecil sekali dan
harus bebas dari khlorida (CL).
2.3.1 Macam–macam lapis khrom
Perlu diketahui bahwa produk yang dihasilkan oleh pelapisan khrom
secara visual lebih menarik, karena memiliki warna putih perak kebiruan, dan
produk yang dihasilkan ini juga memiliki ketahanan terhadap keausan karena
dimakan waktu. Ketahanan terhadap benda cair sangat besar, seperti terhadap air,
olie dan sebagainya. Sehingga lapisan khrom itu tidak mudah untuk di solder,
dicat, dan digesek (lecquer). Lapisan ini tahan dari pengaruh bahan kimia dari gas,
asam, dan garam, kecuali oleh asam sulfat, dan asam khlorida. Dari kedua macam
kepentingan serta kegunaan lapis khrom, maka dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu:
1.

Lapis khrom dekoratif
Yaitu pelapisan khrom yang hanya menitik beratkan pada segi tampak
rupa yang menarik, ditinjau dari segi dekoratifnya. Lapisan ini umumnya

10

dikombinasikan dengan pelapisan berganda, yaitu umumnya pelapisan
tembaga, nikel, dan khrom. Kombinasi pelapisan ini mempunyai beberapa
fungsi yaitu:

2.

a.

Melindungi logam dari korosi.

b.

Mempermudah pembentukan permukaan.

c.

Memperkecil biaya penggosokan.

Lapisan khrom keras
Lapisan khrom keras juga disebut sebagai industrial atau engineering
chromium plating. Pelapisan khrom keras dilakukan langsung kepermukaan
benda kerja, tanpa ada lapisan logam lain diatasnya atau disebut juga lapis
khom tebal, karena pada dasarnya lapis khrom keras lebih tebal dari pada
lapis khrom dekoratif. Lapis khrom ini banyak digunakan untuk benda-benda
yang karena penggunaanya memerluakan ketahanan gesekan yang terus
menerus, misal:
a.

Untuk ring piston.

b.

Untuk poros.

c.

Untuk peralatan – peralatan kendaraan bermotor.

d.

Untuk alat – alat pemotong dan sebagainya.
Lapis khrom ini mempunyai sifat-sifat kombinasi yang khusus. Sifat-

sifat yang paling penting dari lapis khrom keras adalah:
a.

Kekerasan.

b.

Daya tahan korosi.

c.

Memiliki koefisien gesek.

11

Faktor yang menentukan diperolehnya pelapisan khrom keras yang
berfungsi dengan baik adalah ketebalan lapisannya. Cara pengerjaan dan
pengaturan proses khrom keras tidaklah susah dan biayanya relatif murah,
dan dapat dilapisi kembali dalam hal lapisan sebelumnya menjadi aus karena
pelapisan.
2.3.2 Daya tahan oksidasi dan perubahan warna

Lapisan khrom memiliki lapisan film oksidasi yang tipis. Lapisan ini
sangat stabil dan melekat erat sehingga melindungi logam yang dilapisinya.
Benda yang dilapisi khrom akan mengkilap bila dipanaskan sampai 250oC.
Pemanasan cukup lama pada temperatur 350oC menyebabkan film akan menebal
dan menghitam. Pada temperatur 1000oC yang lebih tinggi warna akan terbakar
akan muncul dan film akan menjadi warna hijau kehitaman.
2.3.3 Daya tahan terhadap bahan kimia

Daya tahan lapisan khrom tidak sehebat penampilannya di atmosfer.
Lapisan khrom mudah terserang oleh asam sulfat dan asam khlorida. Daya tahan
lapisan khrom terhadap bahan kimia lebih baik bila terdapat lapisan logam lain
dibawahnya.
2.3.4 Koefisien gesek
Rendahnya koefisien gesek dan kekerasan yang tinggi dari lapisan khrom
yang keras terhadap logam lain yang merupakan suatu sifat yang menyebabkan
lapisan khrom keras banyak dibutuhkan. Pada tabel 2.1 dapat dilihat keunggulan
lapisan khrom bila dibandingkan dengan logam lain.

12

Tabel 2.1
Koefisien Gesekan Dari Berbagai Kombinasi Logam

Metal

Static Coefficient

Sliding Coefficient

0.41

0.12

Babbitt

0.15

0.13

Chromium-plated steel on steel

0.17

0.16

Stel on babbit

0.25

0.20

Babbit on babbit

0.54

0.19

Steel on steel

0.30

0.20

Reference 261
Chromiu-plated steel
on Chromium-plated steel
Chromium-plated steel on

Reference 262
Bright chromium plate on cast iron

0.06

Bright chrominon plate on bronze

0.05

Bright chromium on plate Babbitt

0.08

Hardened steel on cast iron

0.22

Hardned steel on bronze

0.11

Hardned steel on Babbitt

0.19

2.4 Proses Kimia Pelapisan
Elektrolisis adalah peristiwa berlangsungnya reaksi kimia oleh arus listrik.
Alat elektrolisis terisi atas sel elektrolitik yang berisi elektrolit (larutan atau
leburan), dan dua elektroda, anoda dan katoda. pada anoda terjadi reaksi oksida
sedangkan pada elektroda katoda terjadi reaksi reduksi. Pada suatu percobaan
13

elektrolisis reaksi yang terjadi pada katoda bergantung pada kecenderungan
terjadinya reaksi reduksi.
Mengalirnya arus searah melalui suatu larutan berkaitan dengan gerak
partikel bermuatan (ion). Ujung keluar masuknya arus ke larutan disebut
elektroda. Pada anoda terjadi oksidasi, pada katoda berlangsung reduksi. Ion yang
bergerak ke anoda disebut anion, sedangkan yang menuju katoda dinamakan
kation, larutannya disebut elektrolit.
Elektrokimia lebih banyak berurusan dengan konduktor elektrolitik.
Logam dan alloy kebanyakan bersifat konduktor jauh lebih baik dari pada larutan
elektrolit. Itulah sebabnya, tahanan konduksi logam dapat diabaikan terhadap
tahanan elektrolit. Bila listrik mengalir antar jenis konduktor, biasanya disertai
reaksi kimia. Itulah sebabnya pada batas antara elektroda dan elektrolit (selalu)
terjadi reaksi kimia.
Pada system elektrokimia, bila diberi beda tegangan, ion-ion bergerak
menuju elektroda. Kation bergerak ke katoda, anion bergerak ke anoda. Masingmasing mempunyai laju khas, yang bila tegangannya satu (satuan), laju tersebut
dinamai mobilitas atau konduktivitas ion individu.
Begitulah, ion bergerak dalam larutan sebagai satuan-satuan, yang agak
terhalangi oleh efek gesekan atau seretan molekul pelarut yang mengitarinya serta
hambatan dari ion-ion sekitar yang bermuatan berlawanan. Larutan asam atau
basa kuat merupakan konduktor baik dibandingkan larutan berair lainya, maka
proses elektrolitik asam atau basa bebas sering dipergunakan untuk memperbaiki
konduktivitas (daya hantar) larutannya.

14

Hukum elektrolisis Faraday (18,33), sampai saat ini merupakan basis
utama pemahaman elektrokimia:
1.

Jumlah perubahan kimia oleh satuan arus listrik sebanding dengan banyaknya
arus yang yang mengalir.

2.

Jumlah aneka bahan berbeda yang dibebaskan oleh sejumlah tertentu listrik
sebanding dengan berat ekivalen kimianya.
Kini ditinjau aneka variable platting tersebut dengan persamaan, hukum

Faraday itu diungkapkan seperti dibawah ini:
g = I.e.t/96.500

……………………….....……………….....

(2.1)

Dimana:
g = berat zat yang bereaksi.
I = arus listrik dalam Ampere.
E = berat ekivalen kimianya.
T = waktu (dalam detik).
Jumlah total perubahan kimia pada elektroda (akibat arus) sebanding
dengan jumlah arus listrik yang lewat. Akan tetapi sering diperlukan hanyalah
perubahan kimia tertentu saja dan perubahan-perubahan kimia lain diangap sia-sia
(terbuang). Pada electroplatting, yang dilihat jumlah logam yang terdeposisi pada
katoda atau lenyap dari anoda. Reaksi terjadinya gas lain dan sebagainya diangap
terbuang. Jadi, efisiensi arus ialah perbadingan perubahan kimia yang dikehendaki
terhadap perubahan kimia
Efisiensi Arus  100 x

Actual
Teoritik

…...………..…………….

(2.2)

15

Dengan Aktual ialah berat logam yang terendap atau melarut, dan teoritik
ialah berat dihitung memakai hukum Faraday dengan anggapan tidak berlangsung
reaksi sampai.
Pada electroplating, yang lebih diperlukan bukan mencari berat total
logam yang terdeposisi pada katoda, melainkan tebal dan distribusi endapan di
katoda. Jadi yang penting bukan arus total, melainkan rapat arus. Dalam praktek,
luas permukaan yang nampak dianggap sama dengan luas sebenarnya, kecuali bila
katodanya amat kasar.
Sebenarnya, arus tidak terdistribusi merata kesegenap permukaan katoda.
Arus cenderung mengumpul pada titik tonjolan dan pinggir tepi runcing
permukaan.
Bila deposisi terlalu banyak pada bagian tertentu permukaan barang yang
dilapis, hal itu merupakan pemborosan. Maka katoda harus ditempatkan
sedemikian rupa tangki atau bentuk katodanya diatur, agar platting seragam.
Larutan dapat dibuat agar beda antara endapan tertebal dan tertipis sekecil
mungkin (artinya daya lontar atau throwing power larutan besar). Jadi, selain
masalah geometri juga masalah kimia larutannya.
2.4.1

Anoda yang dipakai
Logam khrom tidak berfungsi dengan baik sebagai anoda, hal ini

disebabkan adanya kelarutan yang terlalu tinggi maka biasanya digunakan timbal
(Pb) sebagai anoda, disamping itu juga ada alasan yang lain adalah mahalnya
harga logam khrom yang murni. Dalam proses pelapisan khrom fungsi anoda
sebagai penghubung dalam larutan. Anoda Pb (timah hitam) atau Pb dan Sn

16

(timah hitam dengan timah putih) atau campuran Pb dan antinom sering dipakai
dalam operasinya.
Banyak ahli telah mencoba memakai anoda dari bahan lain, misal: besi
murni, nikel, dan baja tahan karat, namun demikian ternyata anoda Pb harus
dibersihkan yang terbaik diantaranya. Anoda Pb harus dibersihkan secara teratur
pencuciannya dengan cara mencelupkan kedalam larutan asam dan disikat, tetapi
kurang efisien karena memerlukan waktu yang lama.

2.5 Uji Kekerasan
Kekerasan merupakan suatu istilah yang didefisinikan sendiri – sendiri
yang sesuai dengan persepsi dan keperluannya.Ada beberapa cara pengujian
kekerasan yang standart digunakan untuk menguji kekerasan logam yakni Brinnel
Hardness Tester, Rocwell Hardness Tester, Vickers Hardness Tester.
2.5.1

Brinell
Adalah suatu pengujian kekerasan yang paling banyak digunakan, pada

pengujian brinell digunakan bola baja yang digunakan sebagai indentor, indentor
ini ditusukkan kepermukaan logam yang diuji dengan gaya tekan tertentu pula
(antara 10 – 30 detik) karena penusukan tersebut maka pada permukaan logam
akan terjadi tampak tekan yan terbentuk tembereng bola kekerasan. Brinell dapat
dihitung dengan kekerasan sebagai berikut:
BHN 

BHN 

Gaya Tekan
Luas Tapak Tekan

P

 .D / 2.{D  ( D  d 2)}

………….……………..

(2.3)

17

Dimana:
P : Gaya tekan (kg).
D : Diameter bola indentor (mm).
d : Diameter tapak tekan (mm).
Biasanya pada pengujian brinell yang standart digunakan adalah bola baja
yang dikeraskan berdiameter 10 mm, gaya tekan 3000 kg (untuk pengujian
kekerasan baja), atau 1000 kg atau 5000 kg (untuk logam non ferrous, yang lebih
lunak), dengan lama penekanan 10 – 15 detik.
2.5.2

Rockwell
Pada pengukuran brinell dilakukan pengukuran diameter tapak tekan

secara manual, sehingga hal itu akan memberikan peluang terjadinya kesalahan
dalam pengukuran, disamping itu akan memakan waktu, sehingga pada
pengukuran rockwell menunjukan angka kekerasan dari spesimen yang diuji lebih
cepat dan akurat. Disamping rockwell yang normal ada pula yang disebut
superfisicial rockwell, yang menggunakan beban awal 3 Kg, identor kerucut intan
(diamond cron, brale) dan beban utama 15 Kg, 30 Kg dan 45 Kg. Superficial
rockwell digunakan spesimen yang tipis.
2.5.3

Vickers
Prinsip dasar pengujian ini hampir sama dengan pengujian brinell, hanya

saja pada pengujian ini menggunakan intan sebagai identor yang berbentuk
piramid beralas bujur sangkar dan bersudut puncak antara 2 sisi yang behadapan
adalah 136. Tapak tekan tentu akan berbetuk bujur sangkar, dan yang diukur

18

adalah panjang kedua diagonal lalu diambil rata-ratanya. Angka kekerasan dapat
dihitung dengan:
HV = { 2P sin ( / 2) / d = 1,854 P/ d

………………..………

(2.4)

Dimana:
P : Gaya tekan
 : Sudut puncak identor (136)
d : Diagonal tapak tekan rata-rata (mm)

Tabel 2.2
Load And Identor For Rockwell Hardness Tester

2.5.4

Test

Load kilograms

Identor

A

60

Brale

B

100

1 / 6 ball

C

150

Brale

D

100

Brale

E

60

1 / 6 ball

F

150

1 / 6 ball

Kekerasan Meyer
Meyer mengukur mengukur kekerasan dengan cara yang hampir sama

seperti brinell, juga menggunakan identor bola, hanya saja kekerasanya tidak
dihitung dengan luas permukaan tapak tekan, tetapi dihitung dengan luas proyeksi
tapak tekan. Angka kekerasan meyer:
Pm = 4 P/ (d)

…………………….………………………….

(2.5)
19

Dimana:
P : gaya tekan (Kg)
d : diameter gaya tekan (mm)
Dengan cara ini hasil pengukuran tidak lagi terpengaruh oleh besarnya
gaya tekan yang digunakan untuk menekan identor (jadi tidak seperti brinell)
hasilnya tidak akan sama walaupun pengukuran dilakukan dengan cara gaya tekan
yang berbeda, walau demikian ternyata pengujian meyer tidak banyak digunakan.

2.5.5

Microhardness test
Untuk keperluan metallurgic sering kali digunakan pengukuran kekerasan

pada daerah yang sangat kecil, misal pada suatu structur micro, atau lapisan yang
sangat tipis misalnya pada lapisan electroplating. Untuk itu pengujian dilakukan
dengan gaya tekan yang sangat kecil, dibawah 1000 gram, menggunakan mesin
yang dikombinasi dengan microscope. Cara ini biasanya digunakan adalah Micro
Vickers atau Knoop.
Pada Micro Vickres, identor yang digunakan juga sama seperti pada
Vickers, juga cara perhitungan angka kekerasannya, hanya saja gaya tekan yang
digunakan kecil sekali, 1-1000 gram, dan panjang diagonal identasi diukur dalam
micron.
Pada knoop micro hardness test, digunakan identor piramid intan dengan
alas berbentuk belah ketupat yang panjang diagonal 1: 7. Maka angka kekerasan
Knoop dapat dihitung:
HK = 14,229 P/L

…………………………….……………….

(2.6)

20

Dimana:
P : Gaya tekan (gr)
L : Panjang diagonal tapak tekan yang panjang (micron)
Mengingat bentuk identornya maka Knoop akan menghasilkan identasi
yang sangat dangkal (dibandingkan dengan Vickers), sehingga sangat cocok untuk
pengujian kekerasan yang sangat tipis dan getas.

2.6 Korosi Dan Pencegahannya
Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan suatu material (terutama
logam karena bereaksi dengan lingkungannya). Karena bereaksi dengan
lingkungannya ini sebagaian logam akan menjadi oksida, sulfida atau menjadi
reaksi yang lain yang dapat dianggap sebagai peristiwa kembalinnya logam
menuju bentuknya sebagaimana terdapat di alam. Dan ini merupakan kebalikan
dari proses extractive metallurgy, yang memurnikan logam dari senyawanya.
Dalam hal ini korosi mengakibatkan kerugian akibat hilangnya sebagaian hasil
usaha manusia memurnikan logam.
2.6.1

Pencegahan korosi

Penanggulangan masalah korosi harus sudah dimulai sejak suatu produk
atau peralatan masih dalam perancangan. Ada beberapa prinsip yang dapat
dijadikan pedoman dalam usaha pencegahan korosi antara lain:
1.

Pemilihan bahan yang tepat.
Bahan-bahan yang bisa digunakan untuk menanggulangi korosi antara
lain: Stainless stell-nitrid acid, Monel-hydrofluoric acid, Aluminium-

21

atmospheric exposure, Titanium-hot storng oxydising solutions dan Stellconcetrate sulfuric acid.
Kombinasi diatas bukanlah kombinasi yang mutlak, tetapi dapat
digunakan sebagai pilihan pertama, untuk kemudian dicoba mencari logam
atau panduan lain yang mungkin lebih murah bila kondisi elektrolit masih
memungkinkan.
2.

Merubah kondisi lingkungan
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat
korosi dengan merubah kondisi lingkungan yaitu:
a.

Menurunkan temperatur

b.

Menurunkan kecepatan aliran elektrolit.

c.

Menghilangkan

oksigen/oksidier

terlarut,

bisanya

efektif

sekali

menurunkan laju korosi.
d.

Menurunkan konsentrasi, memang seringkali efektif. Tetapi juga hrus
diperhitungkan bahwa untuk logam/panduan yang memiliki passivity, ia
akan menjadi pasif pada tingkat konsentrasi yang cukup tinggi, sehingga
kadang-kadang

menurunkan

konsentrasi

jusrtu

akan

menaikkan

korosinya.
3.

Desain yang tepat.
Ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam melakukan
perancangan antara lain:
a.

Untuk konstruksi tangki hindari adanya celah-celah sempit pada
sambungan-sambungan.

22

b.

Harus dirancang lubang pembuangan/pembersihan. Dan hindari adanya
kantong yang memungkinkan adanya sisa cairan yang sulit dibersihkan.

c.

Bagian-bagian yang mudah rusak harus mudah penggantiannya.

d.

Hidari adanya bagian yang menghasilkan tegangan tinggi.

e.

Bila

terpaksa memakai logam/panduan

dengan electrochemichal

potential yang berbeda, beri isolasi yang cukup antara keduanya.

4.

f.

Pada konstruksi pipa hindari adanya belokkan yang terlalu tajam.

g.

Hindari adanya kantong udaara pada tangki.

Cathodic protection.
Dapat dilaksanakan dengan mengalirkan electron ke logam yang akan
dilindungi.pada reaksi korosi di anode akan terjadi reaksi yang menghasilkan
electron, dan bila electron ini dialirkan keluar dari anode ke katode maka
reaksinya berlanjut terus. Tetapi bila pada anode di berikan electron maka
reaksinya akan berhenti.

5.

Anodic protection
Merupakan kebalikan dari cathodic protection, arus listrik hasil reaksi
korosi bukan dilawan tetapi justru diperbesar, sehingga kekuatan arus itu
mencapai daerah pasif, reaksi korosi terhenti. Memang proteksi semacam ini
hanya dapat dilakukan untuk bahan yang bersifat passivity, tetapi karena
kebetulan logam yang paling banyak dipakai adalah baja termasuk yang
memiliki passivity maka keterbatasan itu tidaklah merugikan.

6.

Surface coating.
Yaitu memberi lapisan pelindung pada permukaan logam dengan
logam, dengan oksida atau dengan senyawa organik. Metallic coating dapat
dilakukan dengan hot dipping, electroplating dan metal spraying, cladding.
23

2.6.2 Mekanisme dan bentuk – bentuk macam korosi
Menurut jenis reaksi korosinya dapat digolongkan sebagai chemical
corosion dan electrochemical corrosion. Chemical corrosion yaitu korosi yang
terjadi dengan reaksi kimia secara murni, yang terjadi tanpa ikut sertanya
elektrolit. Ini biasanya terjadi pada temperatur tinggi atau dalam keadaan kering,
seperti misalnya pada korosi pada katubbahan bakar.electrochemical corrosion
terjadi bila reaksinya berlangsung dengana suatu elektrolit, cairan yang
mengandung ion-ion. Reaksi ini berlangsung dengan adanya air/uap air.reaksi ini
semacam inilah yang paling banyak terjadi pada reaksi korosi.
Bila sepotong logam dicelupkan kedalam larutan elektrolit maka beberapa
atom logam akan larut kedalam elektrolit dengan melepaskan sebuah elektron.
Reaksi oksida ini segera mencapai keseimbangan, yaitu bila laju pembentukan ion
logam + electron sama dengan laju pembentukan logam dari larutan. Pada
keadaan ini potogan logam itu kelebihan sejumlah elektorn sehingga bermuatan
listrik. Besarnya muatan listrik ini dinamakan electrode pontensial.
Dari logam itu, besarnya electode potensial ini tergantung pada chemical
activity dari logamnya dan jenis elektrolitnya. Besarnya electrolide potential
menyatakan besanya kecenderungan logam untuk larut/terkorosi dalam elektrolit
tadi.
Mengukur besarnya electrode potential dari suatu electrode (logam)
tidaklah mungkin, maka untuk mengukur besarnya electrode potential suatu
logam dilakukan pengukuran besarnya beda potential antara logam itu dengan
suatu electrode standart, biasanya hydrogen, dalam suatu electrolite tertentu.

24

Dalam hal ini hydrogen dianggap mempunyai electrode potential nol.
Logam dengan electrode potential yang lebih negative berarti lebih mudah
berkorosi, yang lebih positif lebih mulia tidak terkorosi.
Bila electron yang terkumpul pada potongan logam tadi dapat mengalir ke
suatu tempat lain maka keseimbangan akan terganggu, dan reaksi akan berlanjut
ke kanan yaitu semakin banyak atom logam yang larut menjadi ion logam dan
makin banyak electron yang dislurkan ke tempat lain itu. Dalam hal ini logam
tempat terjadinya reaksi oksidasi diatas akan berfungsi sebagai anoda, reaksi ini
terjadi di anoda dinamakan reaksi anodic. Electron yang dihasilkan di anoda
dialirkan ke tempat lain yaitu katoda, katoda ini berupa logam lain yang
dihubungkan dengan potongan logam anoda, atau bagian lain dari potongan
logam yang dicelupkan ke electroda tadi.
Pada katoda akan terjadi reaksi katodik yang akan mengkaonsumsi
electron yang mengalir pada anode. Bila pada katode terjadi hydrogen evolution
dan oxygen reduction maka jumlah yang dikonsumsi akan semakin banyak, makin
banyak juga electron yang harus dihasilkan pada anode, berarti makin banyak
atom logam menjadi ion, alju korosi akan menjadi tinggi.
Suatu korosi dapat belangsung bila ada bagian yang berfungsi sebagai
anode (yang terkorosi) dan ada bagian lain yang berfungsi sebagai katode, yang
berhubungan satu sama lain dinamakan galvanic cell. Galvanic cell ini terjadi
karena perbedaan potential antara kedua bagian itu.
Compotition cell dapat terjadi antara dua logam yang berbeda, karena tiap
logam memiliki elecktrode potential yang berbeda. Logam dengan electrode

25

potential yang lebih positif akan menjadi katode dan yang lebih negatif akan
menjadi anode, lebih besar perbedaannya lebih besar juga laju korosi yang terjadi.
Pada gambar diperlihatkan contoh korosi yang terjadi pada galvanic cell antara
dua logam yang berbeda.
Penggunaan tabel untuk meramalkan korosi kadang-kadang kurang tepat,
karena pengukuran dilakukan dengan menggunakan elektrolit menggunakan ionion masing, sedang proses korosi berlangsung pada kondisi yang berbeda. Untuk
itu akan lebih mendekati bila dipakai label galvanis series, yang membandingkan
anodhic/katodic antara dua logam yang dicelupkan dalam satu elektrolit yang
sama.perbedaan potential juga dapat terjadi dalam satu logam/paduan. Ini dapat
terjadi karena:
a.

Adanya impurity pada struktur mikro.

b.

Adanya perbedaan orientasi pada butir Kristal.

c.

Adanya perbedaan komposisi dalam suatu butiran kristal.

d.

Adanya lebih dari satu fase.
Concetration cell yaitu sel galvanic yang terjadi karena salah satu bagian

logam berada dalam suatu elektrolit dengan konsentrasi berbeda. Misalnya karena
larutan elektrolit yang tidak homogen, atau adanya konsentrasi oksigen terlarut
yang lebih tinggi di per5mukaan, atau adanya kotoran di permukaan logam yang
menyerap air dll.
Stress cell terjadi karena adanya baigan yang mengalami tegangan yang
berbeda dengan bagian lain. Misal akibat deformasi dingin, atau karena perlakuan
panas. Bagian yang mengalami tegangan lebih besar akan menjadi anode, dan

26

akan terkorosi lebih hebat. Contohnya bisa dilihat dalam gambar yaitu batang
yang ditekuk (mengalami tegangan pada bagian lekukan) dan sebuah paku
(mengalami tegangan kepala dan ujungnya).
Dilihat dari bentuknya korosi dapat diklarifikasikan menjadi beberapa
kelompok yaitu:
Uniform corrotion yaitu korosi yang terjadi pada seluruh permukaan
logam/paduan yang bersentuhan dengan elektrolit, dengan intensitas sama. Korosi
jenis ini yang paling banyak menghilangkan logam, tetapi justru yang paling tidak
berbahaya, kareana kerusakn yang ditimbulkan sudah dapat diperhitungkan dan
diantisipasi, juga mudah dideteksi. Ini adalah korosi yang sering dijumpai pada
baja karbon oleh atmosfer dan lingkungan krosif lain.
Galvanic corrotion yaitu korosi yang terjadi pada seluruh permukaan
logam/paduan yang bersentuhan dengan elektrolit, dalam keadaan ini logam yang
kurang mulia (lebih anodic) akan terkorosi, bahkan lebih hebat dari pada bila ia
tidak lagi bersama logam lain itu. Sedangkan logam yang lebih mulia (lebih
katodik) malah akan terlindungi dari korosi.
Crevuce corrotion terjadi pada celah yang sempit. Pada celah terjadi
concetration cell, sehingga terjadi korosi.
Intergranular corrotion korosi yang terjadi pada batas butir. Batas butir
seringkali merupakan tempat mengumpulnya suatu presipitat, juga merupakan
tempat yang paling tegang, karena tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi
korosi pada batas butir. Korosi ini juga sangat berbahaya, karena akan
menurunkan ketangguhan dan sulit dideteksi, sehingga kerusaskan akan terjadi
tanpa ddiketahui akan terjadinya korosi.
27

Selective leasing yaitu larutan salah astu komponen saja dari suatu paduan
yang tersisa akan menjadi berpori dan tentunya kekuatannya akan banyak
berkurang. Misal larutan seng dari suatu kuningan dinamakan decineification juga
ada dealuminiumication dll.
Erotion corrotion yaitu korsi yang dipercepat oleh adanya erosi yang
ditimbulkan oleh gerakan cairan. Ini terjadi misalnya pada sudut-sudut pompa,
pada pipa, terutama pada belokan-belokan dan sebagaian lain dimana ada
kecepatan aliran yang tinggi atau turbulensi.
Stress corrotion yaitu korosi yang timbul sebagai akibat bekerjanya
tegangan dan media korosif. Korosi ini menyebabkan terjadinya keretakan.
Tegangan adalah tegangan tarik, dapat berupa tengangan sisa ataupun yang
bekerja. Termasuk jenis korosi ini adalah season cracking pada kuningan juga
korotion fatigue yang menyebabkan turunnya fatigue strenght karena adanya
media korosif.
2.6.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi korosi.
Reaksi sebenarnya merupakan interaksi dari suatu logam/panduan dengan
lingkungannya, sehingga dicari faktor yang mempengaruhi korosif dapat dicari
dengan meninjau logamnya sendiri dan lingkungannya.
Faktor-faktor ini antara lain:
a. Jenis dan konsentrasi elektrolit. Tidak semua elektrolit akan berpengaruh
sama terhadap suatu logam/paduan. Demikian pula konsentrasi yang
makin tinggi akan makin korosif.

28

b. Adanya oksigen terlarut dalam elektrolit, pada umumnya akan menaikan
laju korosi.
c. Temperatur yang tinggi pada umumnya juga menaikkan laju korosi.
d. Kecepatan aliran/gerakan elektrolit yang makin tinggi juga akan
mempercepat kerusakan akibat korosi.
e. Jenis logam/panduan setiap logam atau panduan akan bereaksi secara
berbeda terhadap suatu elektrolit yang sama. Disamping itu perlu diketahui
bahwa ada ligam atau panduan tertentu justru menjadi pasif (tidak
bereaksi) bila kekuatan elektrolit melampaui batas tertentu.
f. Adanya galvanic cell.
g. Adanya tenganggan tarik, baik teganggan sisa atau teganggan kerja.
Sebenarnya peristiwa korosi sangat kompleks, masih banyak faktor-faktor
lain yang harus diperhitungkan. Untuk mepelajari dan mengatasi korosi ini
diperlukan berbagai bidang ilmu pengetahuan, bukan saja ilmu kimia dan
metallurgy, tetapi bidang-bidang yang lain, seperti bidang desain, teknik
pembentukan dan lain-lain.

29

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Persiapan Percobaan
Percobaan dilaksanakan terdiri atas tiga tahapan proses yaitu: pengolahan
awal, proses pelapisan, dan proses pengeringan. Kemudian diuji ketebalan dan
diuji kekerasannya.
1.

Tahap pengolahan awal
Pada tahap ini cukup berpengaruh terhadap hasil pelapisan yang
dilakukan, karena pada tahap ini bertujuan untuk:
a.

Menghaluskan permukaan benda kerja.

b.

Membersihkan benda kerja dari sisa-sisa geram dari bekas pengerjaan
mesin.

c.

Menghilangkan lemak dengan cara direndam HCI dan dicuci dengan air
sabun.

2.

Tahap pelapisan
Pada tahap ini telah dibicarakan pada bab sebelumnya, hanya perlu di
tekankan adalah jenis-jenis pelapisan yang dilaksanakan tersebut dipilih
berdasarkan pertimbangan ekonomis, jenis logamnya dan untuk maksudmaksud apa benda tersebut dilapis dan pertimbangan lainnya. Dalam bagan
alir tersebut istilah “dragout” yaitu merupakan tahap pembilasan juga, akan
tetapi pada tahap ini menggunakan air yang bebas dari mineral
(demineralisasi) dan berguna untuk penambahan larutan elektrolit pelapisan.

30

Larutan elektrolit tesebut akan terus berkurang setelah dipergunakan, hal ini
disebabkan karena penguapan ikut bersama benda kerja.
3.

Tahap pengolahan akhir
Merupakan tahap pengerjaan terkahir dari urutan proses tersebut, yang
juga cukup berperan dan harus dilaksanakan sebaik mungkin. Pada tahap ini
disebutkan tahap netraliser yaitu merupakan tahap yang berguna untuk
menarik sisa-sisa asam dari permukaan benda kerja yang terlapis sehingga
benda kerja menjadi netral dan siap untuk dikeringkan.

4.

Kondisi operasi
Sebelum percobaan dilaksanakan, terlebih dahulu dipersiapkan
peralatan-peralatan yang nantinya mendukung dalam percobaan ini, semisal
mempersiapkan bahan-bahan kimia, logam dasar yang akan dijadikan benda
kerja daan sebagainya.
a.

b.

Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain:
-

Cromic Acid (CrO3)

-

Larutan Alkalin soak

-

Asam Sulfat (H2SO4)

-

Cleaner (Air sabun)

-

Asam Chlorida (HCI)

-

Aquades (H2O)

Alat-alat yang digunakan
-

Rectifier

-

Breaker galss

31

c.

-

Elektroda panduan Pb

-

Thermometer

-

Multitester

-

Ratio cro3 : H2SO4

= 100 : 1

-

Rapat arus

= 15 A/dm2

-

Variasi temperatur

= 50C, 55C, 60C, 65C

-

Waktu

= 15 menit

Kondisi operasi untuk pengolahan awal
-

Untuk proses penghilangan karat atau pengotor oksida-oksida
digunakan asam Chlorida 10% - 15%

d.

Untuk proses penghilangan lemak digunakan alkalin soak cleaner.

Mesin uji kekerasan
Spesifikasi mesin:

e.

Merk

: Emco Universal Machine

Type

: RN – 3NRA

Identor

: Stell ( 2,5 mm)

Buatan

: Tokyo Jepang

Data awal pengujian
Bahan

: pelat baja ST 60

Beban

: 187,5 Kg

Identor

: bola baja ( 2,5 mm), Skala : HRB 30

32

3.2 Proses Pelapisan Khrom Keras
Tahapan proses pelapisan khrom keras adalah sebagai berikut:
a. Benda dipotong 20  4 cm dan tebal 5 mm
b. Digosok dengan ampelas
c. Dicuci dengan sabun
d. Di celup dengan pencuci lemak (detergent)
e. Dimasukan ke dalam beaker glass untuk menjalani proses pelapisan.
f. Pembilasan.

Gambar 3.1 Bak Plating Khrom
Mekanisme terjadinya reaksi pada pelapisan khrom ini mula - mula
pada anoda dan katoda, akan tetapi penguraian oksigen disamping
mengirimkan electron - elektron ke katoda terjadi pula perekduksian
komplek khrom menjadi logam khrom yang menempel pada katoda.

33

Larutan yang digunakan pada proses pelapisan ini pada umumnya
hanya terdapat dua macam bahan yaitu Chomic acid dan asam yang
berfungsi sebagai katalis.
Mengalirnya arus searah melalui suatu larutan berkaitan dengan
gerak partikel bermuatan (ion). Ujung keluar masuknya arus ke larutan
disebut elektroda. Pada anoda terjadi oksidasi, pada katoda berlangsung
reduksi. Ion yang bergerak ke anoda disebut anion, sedangkan yang
menuju katoda dinamakan kation. Larutannya disebut elektrolit.
Dalam siklus listrik, arus dikatakan mengalir dari kutub positif ke
negatife. Ada dua macam arus listrik : searah (DC) dan bolak-balik (AC).
Bagi elektroplatting yang penting ialah DC. Arus tidak berguna bagi
platting. Arus di berbagai Negara didistribusikan 220 V dengan 60
siklus/detik frekuensinya (Hertz). Proses elektroplatting memerlukan
tegangan jauh lebih rendah daripada tegangan PLN namun arus cukup
besar dibandingkan rumahtangga biasa.
Penyearah membolehkan arus berjalan ke satu arah namun
menghentikan arus yang mengalir sebaliknya. Fungsi ini disandang oleh
semi konduktor.

34

3.3 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Persiapan bahan
Pengekhroman
Pengujian
Pengambilan data

Studi pustaka

Pengolahan data
Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

35

BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Da