SENI PRASI DALAM KAJIAN ANTOPOLOGI DAN SOSIOLOGI

SENI PRASI DALAM KAJIAN ANTOPOLOGI DAN SOSIOLOGI
I Nyoman Lodra
Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan, FBS, Univrsitas Negeri Surabaya

Abstrak
Pracy Art is a kind of painting using leaf lontar media which is painted with the sharp iron, the former
charcoal mixed with coconut oil slightlyy on its surface. Themes are revealed; Mahabrata, Ramayana, Sotasoma,
Tantri, and other folklore. The existence of the palm leaf is important in the life of the people of Geriya, Talibeng,
Sidemen, Karangasem. Because the art is part of the civilization of Ancient Bali. To understand more deeply about
this art of pracy it is necessary to approach with anthropology and Sociology. Both fields of science are related to human
life in the activity of art. This Study the focuses on the discussion in "literature", collectors, and community observers of
pracy art. The purpose of the research is to know the existence of art pracy in the life of Geriya, Taliban, Karangasem
society. The benefit of research is to know existence of pracy art at Bali ancient, and in global era. The research method
uses qualitative discriminative, ethnographic approach, data retrieval with observation, interview, and documentation.
To solve the problem in the art of pracy use some big theories; ethnographic theory, social exchange, diffusion theory and
other small theories. The Findings show that Pracy Art in the life of Geriya Taliban, Karangasem is as a
representation of beliefs, beliefs and teachings of Hinduism.

Keywords: Pracy Art, antrophology, sociology, Hinduism
PENDAHULUAN
Keyakinan, kepercayaan, adat-istiadat dan


diantaranya; perhatian dari lingkungan keluarga

agama Hindu mendorong tumbuh-kembang

termasuk tahan serta awet.Pengkajian seni prasi

kerberagaman

tidak

budaya

masyarakat

di

Bali.

istana, banyak pohon lontar (ental), danbahan ini

terpisahkan

dari

konsep

penciptaan

Budaya Bali merupakan bentuk refleksi dari

menyangkut pencipta, wujud ciptaan, penikmat,

manusia

dalam

bentuk, fungsi, dan makna. Kajian pada seni

sekitarnya, terkandung nilai-nilai


prasi sama dengan mengungkap kehidupan

dalam

lingkungan

menyikapi

hidup

spritual, sosial, dan estetik.Diantara keberagaman
budaya

dimaksudkan

termasuk

kesenian

yang


memakai media daun lontar lazim disebut seni prasi.
Karya seni rupa dua demensi ini menggambarkan
tema-tema pewayangan, tantri, dan ceritra rakyat
lainnya digambar di atas daun lontar.Daun lontar
yang

telah

diproses

digambar

dengan

masyarakat zaman Bali Kuno.

alat

Menjadi


perhatian

permasalahan

dalam

dan

fokus

penelitian

adalah;

bagaimana konsep penciptaan seni prasi, dan
bagaimana eksistensi seni prasi di masyarakat
Geriya, Karangasem Bali. Untuk mengkaji dan

“pengerupak” menyisakan bekas-bekas goresan yang


pengungkapan

kemudian digosok dengan arang kemiri. Oleh

digunakan beberapa pendekatan diantaranya;

Agestia dikutif Suardana (2001) karya seni daun

ilmu

lontar ini sudah ada pada akhir abad ke-15 dan

antropologi

pertama kali berkembang di Geriya, Talibeng,

mengungkap lebih dalam kehidupan masyarakat,

Sidemen, Karangasem, Bali. Banyak faktor


seperti

pendukungberkembangnya

bekerjasama

kesenian

ini

kembali

ntropologi
dengan

bagaimana
dalam

persoalan


dan
teori

tersebut

Sosiologi.Kajian
etnografi

mereka
kehidupan

dapat

berintraksi,
sehari-

hari.Etnografi

akan


mampu

melakukan

pemilihan Kepala Daerah, pemilihan Perbekel

pemetaan melalui kajian seni prasi diketahui

maupun

bagaimana kehidupan masyarakat di Geriya,Desa

masyarakat datang berduyun-duyun menuju

Talibeng, Karangasemdi zaman Bali Kuno.

tempat dilakukan pemilihan.Masyarakat lebih

Menurut Symon dan Cassell, etnografi akar dari


mengedepankan

ilmu antropologi pada dasarnya adalah kegiatan

mendapatkan pelayanan dalam kependudukan,

penelitian untuk memahami cara orang-orang

pembangunan, keamanan seperti desa-desa lain

berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena

pada umumnya di Bali, disamping ketaatannya

teramati kehidupan sehari-hari (1998).

pada pemerintahan adat yang berdasarkan pada

Sedangkan sosiologi dapat mengungkap


pemilihan

Kelian

Banjar

pemerintahan

Dinas

desa

untuk

awig.

keterlibatan masyarakat lebih spesifik dan
peranan mempengaruhi aktifitas seni prasi.

b. Agama dan Kepercayaan

Begitu juga Max Weber, sosiologi merupakan
ilmu yang

berupaya memahami

tindakan-

Penduduk desa Talibeng sebagian besar
kaum Brahmana, dan sebagai pemeluk Agama

tindakan sosial dengan mempertimbangkan dan

Hindu

beroriantas pada perilaku orang lain. August

moyangnya. Secara habitus mereka melanjutkan

Comte, obyek studi dari sosiologi adalah tentang

termasuk seni prasi yang dianggap mereka

masyarakat, yaitu struktur dan proses-proses

sebagai bagian dari pengajaran Agama Hindu.

sosial. Maka antropologi dan sosiologi relevan

Dalam

digunakan mengkaji guna mengungkap ide,

masyarakat mengunakan seni prasi, hal ini

gagasan,

sebagai bukti kesenian ini juga sebagai prasasati

konsep

pengamat,

dan

hidup

sebagai

pengguna

pencipta,

seni

prasi

yang

telah

pengajaran

diwarisi

agama

sejak

mulai zaman Bali Kuno sampai sekarang.

kepercayaan agama Hindu.

struktur

dilingkungan

lama

telah

menganut

agama

dan

Geriya,

Dari sejumlah literatur yang saya baca,

Talibeng sistim pemerintahan berjalan dengan

seni prasi diperkirakan mencapai puncaknya

baik seiring dengan pemerintahan adat setempat

pada

seperti

Waturenggong di Gelgel, Klungkung. Zaman itu

tercermin

masyarakat

nenek

yang membuktikan masyarakat Desa Talibeng

masyarakatGeriya, Desa Talibeng Karangasem,
Secara

oleh

dalam

lembaga

kemasyarakatan, agama dan kepercayaan.

zaman

pemerintahan

Dalem

merupakan zaman keemasan Bali di mana saat
itu diciptakan berbagai jenis kesenian yang

a. Sistim Kemasyarakatan

bermutu tinggi, termasuk seni prasi itu.Secara

Sistim kemasyarakatan Desa Talibeng

pasti, prasi adalah tulisan dan gambar yang

dalam kegiatan mereka dengan bergotong-

menjorok ke dalam permukaan daun lontar

royong, dan menjunjung tinggi konsep toleransi.

(mirip dengan pola gambar hasil proses etching,

Seperti halnya dalam kegiatan pemilihan Umum,

etsa). Karena berbentuk luka – gores, tulisan dan

gambar menjadi aman, awet, dan tak bisa
diganti. Mengganti tulisan atau gambar berarti

PEMBAHASAN
A. Konsep Penciptaan Seni Prasi

merusak permukaan lontar. Sebagai dokumen,

Kosmologi Hindu terkait dengan filsafat

naskah di atas permukaan lontar aman dari

Hindu dikenal dengan “makrokosmos”atau alam

upaya pengubahan. Segala perubahan, kecuali

semestabeserta isinya.Dalam kitab “Reg weda”

penambahan goresan tertentu yang “sejalan”

tertulis

dengan tulisan dan gambar yang asli, bisa dilihat

dibangun dari 5 (lima) kekuatan, dan masing-

secara

ceritera

masing memiliki arti pada kehidupan seperti

diilustrasikan pada lembaran daun lontar, sebagai

tanah (zat padat), air (zat cair), udara (zat gas),

sebuah teks. Isi teks itu menurut Geertz

api (plasma), dan langit (ether). Disamping itu

ditasirkan

juga dikenal alam “mikrokosmos” terbentuk dari

kasat

mata.

Tema-tema

(interpretif)

konteksnya

dengan

kosmologi

Hindu,

alam

semesta

5 (lima) unsur yang ada pada tubuh manusia,

kehidupan sosio-kultural masyarakat Bali.
Menarik untuk dikaji Desa Talibeng

sama dengan unsur alam semesta, menyebabkan

termasuk desa yang masih tergolong tradisional,

manusia bisa hidup yaitu darah, tulang, paru,

yang tidak terlepas dari pengaruh pariwisata dan

ginjal, dan jantung. Dalam ajaran agam Hindu 5

budaya luar. Industri pariwisata Bali pada

(lima) unsur menyebabkan manusia hidup

akhirnya juga mereduksi seni prasi menjadi

tersebut disebut adalah “Pancamahabhuta”.

benda berharga seperti layaknya jenis benda seni

Unsur-unsur tersebut bersifatkekal, halus, dan

lainnya

yang

tidak dapat dipisahkan kemudian berwujud

berkunjung ke Desa Talibeng, bahkan ada

“Purusa” (kejiwaan) dan “Prakerti’ (material)

beberapa yang diekspor ke luar negeri.Tidak bisa

sebagai

dijual

terhindarkan

tradisionalisasi
“permintaan

kepada

Desa

pecinta

Talibeng

seni

melakukan

menyesuaikan
pasar”

dengan

dengan

tujuan

untuk

landasan

alam

semesta

(https://www.google.co.id/webhp?).
Kedua alam yang disebutkan dalam
filsafatkosmologi

Hindutersebut

munculkan

mendapat keuntungan secara finansial dari seni

berbagai gejala-gejala sebagai pengetahuan yang

prasi. Terkait dengan hal itu dan seirama dengan

digunakan manusia untuk mengkaji kehidupan

perkembangan zaman, Desa Talibeng lalu ditata,

manusia.

dikembangkan dengan dikomfratik sehingga

pangan, dan papan, mereka berusaha mengolah

semakin menarik untuk dikunjungi penikmat

alam makrokosmos, seperti halnya bercocok

seni prasi. Fenomena peradaban Bali Kuno dan

tanam dengan menanam tanaman kemudian

perkembangannya di Desa Talibeng, Sidemen,

menhasilkan bahan-bahan makanan,pakaian, dan

Karangasem

perumahan. Pada tingkat pengolahan alam

menarik

untuk

melakukan

Manusia

membutuhkan

sandang,

pendalaman dengan penelitian berjudul: “Seni

tersebut

Prasi dalam Kajian Antropologi dan Sosiologi”.

melenkapi mereka bekerja dan menghasilkan apa

mereka

menciptakan

yang menjadi kebutuhan.

alat

untuk

Penciptaan seni prasi dengan konsep
alam

semesta

(kejiwaan)

dan

menceritakan

dilandasai
“Prakerti’

wujud

“Purusa”

(material)

yang

hidup

dan

tentang

kehidupanmelalui tema-tema pewayangan, tantri,
dan figur lainnya. Pengetahuan kosmologi
Hindu dikenal masa peradaban manusia ditandai
dengan adanya benda-benda pemujaan bersifat
simbolis. Benda-benda pemujaan dimaksudkan
sebagai

tanda

penghormatan,

minta

perlindungan pada kekuatan penguni alam
semesta. Kegiatan ritual tersebut menjadikan

Gambar 1.

konsep-konsep penciptaan seni prasi. Hal

Sumber (N. Lodra, 2013)

tersebut dapat diketahui melalui pendekatan
antropologi dan sosiologi seperti telah diuraikan
di atas. Dalam struktur komposisi tampak pada
penggambaran seni prasi ada 3 (tiga) pembagian
yakni; alam dewa, alam manusia, dan alam
butakala. Begitu juga dalam kosmologi Hindu, 3
(tiga)alam tersebut pada bagian atas disebut
“shuah loka” tempatnya para dewa-dewi, pada
bagian tengah disebut “bhuwah loka”, tempat
aktivitas manusia dan tumbuh budaya profan.
Pada bagian paling bawah dari alam semesta ini
disebut “bhur loka”
kegiatan

dalam

ditempati “butkala”
bentuk

“pecaruan”

(https://www.google.co.id/webhp).
Konsep penciptaan seni prasi dengan

Gambar 2.
Sumber (N. Lodra, 2013)

landasan “kosmologi Hindu” seperti tampak
pada gambar di bawah ini

B. Pembuatan Seni Prasi
Seni

Prasitermasuk

kelompok

seni

menggambar “komik” memakai media daun
lontar dan “pengrupak” untuk alat menggores.
Proses dan teknik pembuatan seni tersebut
cukup unik alat-alat yang digunakan sangat
sederhana namun dapat menghasilkan gambar-

gambar yang begitu ornamentik, rumit, dan
detail. Seperti halnya pada tema Mahabrata,

Hasil wawancara denganIde Bagus Jelantik

Sotasoma Penanggalan (wuku) dan ditulis teks

Purwe (65 th) salah seorang penggiat seni prasi,

aksara Bali dibuat dengan menggunakan alat

cara pembuatan lontar yang akan digambar

pengutik “pengerupak” sejenis pisau kecil yang

sebagai berikut:

khusus dibuat dari besi baja. Hasil toresan
tersebutdgosok

dengan arang

buah kemiri

a.

Daun

rontal

dipotong

sesuai

bentuk,

(mangsi) dan dicampur dengan sedikit minyak

kemudian direbus selama kurang lebih 2-5jam.

kelapa..

b. Agar lontar bisa awet, tidak dimakan rayap,
Untuk pembuatan seni prasi diperlukan

tangan



tangan

terampil

yang

mampu

mewujudkan gagasan atau ide ke dalam bentuk
seni prasi. Penentuan bentuk seni prasi,
pengumpulan

bahan,

dan

tenaga

pada

saat

perebusan

tradisional

diisi

pengewet

yang terbuat dari akar pohon

kelapa, garam, dan sindrong.
c. Kemudian dijemur hingga kering, setelah

pekerja

kering, daun lontar di press, diwarnai dengan

merupakan langkah-langkah persiapan dalam

cat semprot, didiamkan selama 3 hari, lalu

pembuatan seni prasi. Konsep pembuatan seni

dibuat lubang di pinggir kanan, kiri, dan

prasi dengan beberapa pendekatan sehingga

tengah,

tercipta karya khas, unik, dan estetik.Konsep

kemudian siap digambar.

dengan

alat

pelubangnya

dan

dimaksudkan ide, gagasan, dan langkah yang
melingkupi

tahapanpelaksanaan

mulai

dari

Lebih lanjut dijelaskan oleh Ide Bagus

tahapan eksplorasi, tahap perancangan, dan

Jelantik

tahap perwujudan.

2013)proses pembuatan seni prasi sebagai

Purwe

(tanggal

17

Nopember

berikut.
1) Tahap Eksplorasi; ada aktivitas penjelajahan

2)

diri dari pengalaman dan penjelajahan diluar

a). Daun lontar yang sudah siap digambar atau

diri tentang ajaran agama, etika, dan lainnya,

diseket dengan cara menoreh menggunakan

mendorong munculkan ide, gagasan.

pengutik “pengerupak”

Tahap

Perancangan;

aktivitas

untuk

b). Penggambaran selesai yang menyisakan hasil

analisis

data

toresan dilanjutkan dengan gosokan arang

pengalaman dalam bentuk seket kemudian

(mangsi) buah kemiri secara merata ditambah

menjadi acuan perwujudan gambar seni prasi.

sedikit minyak kelapa.

memvisualkan

kajian,

3) Tahap Perwujudan; seket, difinalkan dengan
cara

menores

dengan

besi

tajam

c). Tampak semua permukaan daun lontar
ditutupi

“mangsi”

hitam

kemudian

“pengerupak” dipoles arang dan minyak

dibersihkan kembali dengan memakai kain

kemiri.

dan tampaklah gambar yang tajam.

d). Bidang-bidang daun lontar yang telah selesai

lainnya. Bentuk seni prasi merupakan kolaborasi

digambar digabungkan sesuai dengan alur

seni gambar dengan seni aksara terkait ajaran

cerita dengan menggunakan benang kasur.

agama, tentang pemerintahan, sangsi pengadilan,
ilmu pertanian sampai pada ilmu kedigjayaan
dan pengobatan. Pada zaman Bali Kuno

C. Kajian Seni Prasi
Daun lontar kering ditores dengan
“pengerupak” atau besi tajam dengan tema-tema

kesenian ini pembuatannya terbatas dikalangan
keluarga bangsawan, dan kaum Bramana.

pewayangan, tantri, ceritera rakyat lainnya, dan

Prasi pada awalnya merupakan suatu

disisipi cuplikan sinopsis bertuliskan aksara Bali.

media yang disucikan, berkembang memenuhi

Antara gambar dan aksara sangat komposisi,

kebutuhan estetis dan ekonomis bahkan lebih

proporsi, dengan warna naural menampakan

lanjut kegiatannya berkembang menjadi usaha

wujud estetis. Kesenian daun lontar

ini

industri seni. Prasi, secara fisik, terdiri atas

kalangan

bagian tulisan (naskah cerita) dan gambar

Griya,

(gambar ilustrasi). Tulisan yang digunakan dalam

berkembang
keluarga

secara

eksklusif

“Brahmana”

di

di
Desa

Karangasem, Bali. Para antropologi, sosiologi

prasi

keseniantersebut populer dengan sebutan Seni

melengkapi tulisan dibuat dengan gaya wayang.

Prasi.Kesenian ini memiliki nilai sejarah cukup

Kedua bagian prasi ini dibuat dengan cara

tua

khusus, menggunakan alat tulis/gambar khusus,

kemunculannya

diperkirakan

mulai

dikenalpada abad ke 14 di keluarga raja dan

adalah

huruf

Bali.

Gambar

yang

yaitu sejenis pisau.

kaum bangsawan pada zaman Bali Kuno. Pada

Dalam

catatan

Lodra

(2011),

dan

waktu itu juga berkembang seni lukis di

Suardana (2011) seni prasi erat kaitan dengan

Kamasan Kelungkung. Tampak dalam wujud

keberadaan seorang empu, akhli dalam penulisan

visual kedua kesenian tersebut ada kesamaan,

Seni Prasi (manuskrip lontar) yang bernama

dilihat dari tema, kontur penggambaran yang

Dangyang Nirata. Beliau berasal dari tanah Jawa

tegas,

hijrah ke Bali, menetap, menjadi penasehat

dan

zamannya.

mempersepsikan seni

Masyarakat

prasi

Bali

seperti

halnya

bidang

kerohanian

di

kerajaan

Gegel,

prasasti yang menyimpankonsep, ide, gagasan

Semarepura (Kelungkung).Selain dikenal sebagai

dan ideologi. Kesenian tersebut pada zaman Bali

penasehat kerajaan, juga sebagai “penyastre”

Kuno

yang

diperlakukan

disakralkan.

Seni

sangat
prasi

istimewa
secara

dan

membuat

karya-karya

sastra

seperti,

khusus

Kekawin Sotasoma, Mahabhrata, Ramayana, dan

diperuntukan untuk mencatat hal-hal yang

Bomantaka.Karya-karya sastra yang “adiluhung”

terkait dengan ajaran agama Hindu, sisilah raja,

sampai pada era-global masih lestari oleh para

dan pengetahuan lainnya. Kesakralan kesenian

“penyastre” tetap dibaca saat upacara “odalan”

daun lontar tersebut juga terkait prosesi ritual

di pura. Seni prasi yang dibuat oleh Empu dari

dan tema dewa-dewi, binatang, dan mahluk

tanah Jawa berisikan sebuah catatan untuk

pengajaran tentang tattwa, tata kepemerintahan,

dengan pikiran manusia yang terepresentasi

pengobatan, sampai sistem pengairan. Para

sebuah gejala-gejala sosial dalam wujud simbol

“pandita”, “empu” kesenian tersebut juga

yang merefleksikan makna tertentu (Geertz:

dipakai panduan pengajaran pada para santri

1973). Sebagaiman tersiratkan gejala-gejala sosial

yang ada dilingkungan kerajaan.

masyarakat di Desa Geriya Karangasem pada
zaman Bali Kuno dalam seni prasi. Kondisi
tersebut

masyarakat sosial secara kontiyu, tekun, dalam

menggambarkan kondisi sosial, budaya, religius,

kegiatan-kegiatan ritual, selain mereka menafkahi

dan politik masyarakatnya. Oleh Lyotard dan

hidup dari berkebun, bertani, pedagang, pegawai

Rorty (dalam Chris Barker, 2008: 27) skema

negeri, dan buruh bangunan. Di sela-sela waktu

kreasi kreatif tersebut sebagai etnisitas dengan

luang beberapa anggota masyarakat “penyastra”

konsep kultural yang berpusat pada norma, nilai,

mengambil kegiatan mmembuat “prasi” atau

simbolis

seni

Konsep

dan

penciptaan

kesenian

kepercayaan.

Perkembangan

prasi.

Awalnya

“penyastra”

sebagai

industri global, mengalami komodifikasi, tidak

pekerjaan sambilan, kemudian sejalan dengan

hanya sebagai media pengajaran pada zaman Bali

perkembangan industri pariwisata beberapa

Kuno, namun juga menjadi benda cinderamata.

orang menekuni sebagai pekerjaan pokok.

Secara kuantitas dan kualitas kesenian ini terus

Perkembangan

mengalami

sudah

generasi “penyastre”-“penyastre di Desa Geriya

menjadi matapencaharian hidup sehari-hari.

menekuni seni prasi. Perkembangan penyebaran

Manuskrip lontar yang merupakan salah satu

ketetangga desa yakni di Desa Tenganan

bentuk warisan budaya memiliki arti penting

Pegringsingan. Dalam perkembangan seni prasi

sebagai salah satu warisan dunia (world hertage)

tidak murni lagi diperuntukan untuk kegiatan

(lodra: 2012).Kesenian gambar dan aksara Bali

ritual, tetapi sudah mulai ada difusi budaya luar

dengan teknik gambar tores drawing dipoles

yang bersifat materiil.

perkembangan

bahkan

industri

pariwisata

tumbuh

arang “langes” dioles dengan minyak buah
kemiri menyiratkan pesan dan makna dari

Desa Geriya, Karangasem sebagai tempat

peradaban masyarakat. Untuk mengetahui lebih

cikal-bakal

mendalam ide, gagasan, konsep “manuskrip” di

pengerjaan tidak banyak berubah, yang terjadi

butuhkan

teori-teori

pada saat ini ada penggeseran nilai dan

Antropologi dan Sosiologi sehingga mampu

pemaknaan. Seni prasi merupakan “manuskrip”

mengurai kondisi masyarakatzaman Bali Kuno.

funsinya untuk mencatan ajaran agama, etika,

pendekatan

dengan

tumbuhnya

seni

prasi,

teknis

susila, ketata negaraan, dan panduan pengajaran
1) Teori Antropologi

”santri” bergeser fungsi serta makna sebagai

Antropologi berfokus pada studi mengurai

benda cendramata. Seni prasi di Desa Geriya

tentang hubungan anatara budaya manusia

dan di Desa Tenganan Pegringsingan tidak lagi

hanya dihargai sebagai benda-benda sakaral

adalah

tetapi sudah bernilai sekuler yang diperjual-

pemahaman interpretative mengenai tindakan

belikan. Secara etnografi,perkembangan tersebut

sosial agar dengan demikian bisa dipeoleh

tidak terlepas dari masuknya industri pariwisata

penjelasan

ke dua desa tersebut sehingga tidak terelakan

konsekuensi

terjadi perubahan sosial, ekonomi, dan budaya

enkulturasi, difusi adalah perangkat teori-teori

masyarakat setempat.

antropologi dan sosiologi berfungsi mengkaji,

ilmu

yang

kausal
dari

berhubungan

mengenai
tindakan

arah

dengan

dan

itu.Etnografi,

mengurai, menelaah konsep, ide, gagasan seni
prasi. Landasan dasar pada keyakinan, agama,

2) Teori Sosiologi
Dalam seni prasi menyiratkan ide, gagasan,

dan industri pariwisata. Penciptaan gambar-

konsep individu, dan perubahan yang bersifat

gambar dan teks-teks mengacu pada kebutuhan

komplek

konsumen.

dari

masyarakatDesa

Geriya

Konsumen

menuliskan

sisilah

Karangasem. Hal yang sama objek kajian

keluarga dengan teks latin agar mudah dipahami

sosiologi

dalam

dan digambarkan dengan figr-figur manusia.

perkembangan,

Begitu juga dalam pesebaran seni prasi kedaerah

perubahan, perbandingan, sistem atau organisasi.

lain tidak terlepas dari pertukaran budaya, baik

Dalam kajian sosiologi menjelaskan perubahan

melalui konsumen atau inisiatif pengerajin

sosial, fungsi-fungsi sosial, atau pola hubungan

sendiri. Dengan demikian seni prasi pada saat ini

individu

telah banyak mengalami perubahan yakni pada

mencakup

hubungannya

masyarakat

dengan

dengan

Perkembangan

kelompok/masyarakat.

sebagai

bentuk

perubahan

setelah masuknya industri pariwisata sehingga

makna, dari ritual- ke cendramata, dan sifat dari
sakral ke sekuler.

terjadi perubahan sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat.Sebagaiman
Durkheim,

sosiologi

dikatakan
adalah

ilmu

Emile

Penaksiran karya seni prasi sebagai sebuah

yang

teks, dapat dilakukan berlapis – lapis, untuk

mempelajari fakta sosial yang berada di luar

mencegah

individu. Hal tersebut sejalan dengan Peter

sehingga

L.berger, adanya hubungan antara individu dan

objektif. Pada seni prasi yang diilustrasikan itu

masyarakat

tentang wayang, karena wayang mengandung

(George

Ritzer

dan

Douglas

Goodman, 2009).

penaksiran
dapat

yang

menghasilkan

subjektivitas,
penaksiran

nilai filosofis yang amat dalam mengenai ajaran
agama Hindu. Ajaran agama Hindu dengan

Menurut Max Weber, sosiologi adalah

ketiga kerangka dasarnya, yaitu (1) tattwa (fisafat

ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami

keagamaan); (2) susila (moral keagamaan) dan

tindakan sosial secara interpretatif agar diperoleh

(3) ritual (upacara keagamaan). Ketiga kerangka

kejelasan mengenai sebab-sebab, proses dan

ini melandasi keseluruhan aspek kehidupan

konsekuensinya. Dengan kata lain, sosiologi

masyarakat, khususnya umat Hindu di Bali.

Selanjutnya ilustrasi wayang yang digarap para

bahasa gambar, dengan demikian masyarakat

seniman pemrasi pada daun lontar itu, sebagai

menjadi lebih mudah memahami intisari dari

suatu bayangan tentang alam dewa atau Tuhan

yang berisikan tuntunan hidup.

(Swah), alam jagat raya atau makrokosmos

Pada era-global kesenian daun lontar

(Bhuah) dan alam manusia atau mikrokosmos

menjadi perhatian para koleksi seni menjadikan

(Bhur).

barang koleksi berharga, bernilai tinggi. Seni
prasi berkembang daerah-daerah pariwisata,
seperti

KESIMPULAN
Kesenian daun lontar atau lazim disebut

halnya

di

Karangasem.Menurut

desa

Pengeringsingan

pengakuan

beberapa

seni prasi sudah ada dan berkembang sejak

“penyastra” atau pembuat seni prasi seperti

masuknya Agama Hindu. Para penekun dari

pengakuan Ide Bagus Jelantik Purwe (60 th)

kesenian ini lebih dikenal dengan sebutan

salah seorang penggiat seni prasi, hal tersebut

“penyastre” bukan seniman. Mereka tidak saja

dikarenakan, hasil karya seni prasi ini banyak

ahli, terampil dalam menggambar, tetapi mereka

dikenal oleh orang asing, bahkan ada pelanggan

sangat menguasai ilmu sastra mulai dari menulis

yang sering “mengorder” dari Prancis dan

aksara Bali, mengucapkan (“mekekawin”)dan

Belanda,

mengajarkan pada orang lain.Seorang penekun

berkembangnya objek pariwisata di Geria

seni

bisa

Wanasari, Kecamatan Sidemen, Karangasem.

dan

Kegiatan proses pembuatan seni prasi yang

mengajarkan isinya pada masyarakat. Masyarakat

diarahkan oleh Ida Bagus Purwa kepada cucu

Taliban menganggap orang yang ahli dalam seni

dan menantunya.dipesan dari luar negeri. Dalam

prasi adalah seorang Brahmana yang sudah

kondisi seni prasi seperti sekarang ini masyarakat

melakoni “kepanditaan” atau sulinggih (pandite).

lingkungan Geria Wanasari, Desa Talibeng,

Brahmana

Kecamatan Sidemen secara langsung merasakan

prasi

sudah

membaca,

dipastikan

menulis,

yang

telah

mereka

menggambar,

melakukan

prosesi

selain

itu

juga

dampak

dari

“kepanditaan” tidak lagi diragukan kemampuan

kehadiran

dalam pembuatan seni prasi, bahkan mereka

pemerhati seni ikut mengambil bagian untuk

mendalami isinya yang menyangkut ajaran agama

melestarikan warisan budaya nenek moyang

Hindu, ilmu kerohanian, pengobatan, dan

mereka.

industri

pariwisata,

kolektor,

sejenisnya. Para “penyastre” mendalami seni

Esistensi dari seni prasi merupakan ruang

gambar dan sekaligus mendalami seni sastra

tranformasi budaya masa Bali Kuno, melalui

yang telah banyak mentransformasikan naskah-

penulisan teks kakawin kakawin Ramayana,

naskah

Sotasoma, Tantri, dan yang lain disertakan

penting

Mahabharata,

seperti

Sutasoma

epos
dan

Ramayana,
Tantri

serta

dengan

gambar-gambar.

Sejak

kedatangan

sejumlah cerita rakyat ke dalam bentuk gambar.

penikmat seni prasi, Desa Talibeng, Geria

Dengan cara "menerjemahkan" naskah lewat

Wanasari, Kecamatan Sidemen, Kabupaten

Karangasem ini menjadi kajian yang tiada
habisnya. Demikian juga ketika Desa Talibeng
dijadikan obyek kebutuhan akan seni prasi, Desa
Talibeng

lebih

dikenal

sebagai

Bocock, Robert, t.t.,.
___, Pengantar
Komprehensif
Untuk
Memahami Hegemoni. Yogyakarta:
Jalasutra

tempat

pembuatan seni prasi, yang juga perpaduan
antara obyek wisata Sidemen yang layak untuk
dikunjungi.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Takwin.
2003. Akar-akar Ideologi: Pengantar Kajian
Kosep Ideologi dari Plato Hingga
Bourdieu. Yokyakarta: Jala Sutra.
Halaman 163-175
Bagus, I Gst Ngr.
1977. Masalah Budaya dan Pariwisata dalam
Pembangunan. Program Studi Magister
(S2) Kajian Budaya Universitas Udayana.
Denpasar.
Bagus, I Ngurah.
2002. Masalah Budaya dan Pariwisata dalam
Pembangunan. Suntingan. Cetakan 1.
Denpasar.
Bagus, I Ngurah.
1980. ”Kebudayaan Bali” dalam Manusia dan
Kebudayaan di Indonesia, 286-305.
Koentjaraningrat (ed.). Cetakan V.
Jakarta.
Barrker, Chris.
2008. Cultural Studies,
Yogyakarta.

Kreasi

Wacana

Biro Humas dan Protokol Setwilda Tk. I Bali.
1998. Pariwisata untuk Bali, Konsep dan
Implementasi Pariwisata Berwawasan
Budaya. Denpasar.

Darsana, Putu I Gusti.
1989. Dinamika Kebudayaan Bali, Upada
Sastra, Denpasar Bali.
Darwanto. Televisi sebagai Media Pendidikan.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar Offset. 2005.
Geriya, I W.
1995. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan
Lokal, Nasional, Global. Denpasar :PT
Upada Sastra.
Geriya, I W.
1995. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan
Lokal, Nasional, Global. Denpasar :PT
Upada Sastra.
Ketut Darmana.
___, Tesis “Kajian Tentang Bentuk dan
Makna Simbolik Seni Prasi dalam
Kehidupan Sosio-Kultural Masyarakat
Bali”. Program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada
Piliang. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural
Studies atas Matinya Batas-batas
Kebudayaan. Yokyakata & Bandung:
Jalsutra.
Pitana I Gede.
1994. Dinamika Masyarakat dan kebudayaan
Bali, BP Denpasar
Profil Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen,
Kabupaten Karangasem. 2012.
Triguna Yudha.IBG.
2008. Kebudayaan Dan Modal Budaya Bali
Dalam Teropong Lokal, Nasional,
Global, Mabhakti, Denpasar.

W. Suardana.
2010. Tesis “Pengaruh Seni Lukis Bali Modern
Terhadap Perkembangan Seni Prasi di
Bali”.
Wiwana Nyoman.
2010. Tesis “Bentuk Seni Lukis Prasi II”.
Denpasar.