PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP PENANGGULANGAN bencana

PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP PENANGGULANGAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA, MALAYSIA,
SINGAPURA, DAN FILIPINA

Oleh:
Muh Sutri Mansyah

145010107111090

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
FAKULTAS HUKUM
2017

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
perkembangan globalisasi yang begitu pesat saat ini, ditambah
dengan diberlakukannya pasar bebas pada tahun 2003 dalam wilayah
asean atau lebih dikenal dengan (Asean Free Trade Area), kejahatan yang

yang dilakukan tentunya bermacam-macam dalam hal penggunaan modus
operandi yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, salah satu kajahatan yang
kerapkali sering dialami menjadi permasalahan yang kunjung selesai
adalah tindak pidana narkotika, tersebut terdapat di berbagai negara dalam
lingkup asia tenggara, perlu diketahui bahwa tindak pidana narkotika
merupakan kehatan yang terorganisir sehingga hal ini menjadi salah satu
alasannya mengapa sampai dewasa ini masih terdapat kasus ini.
Kejahatan transnasional (organized Crime) yang dihadapi Asian
Tenggara adalah terbilang tinggi, mengingat akses satu dengan negara lain
begitu mudah untuk dijangkau baik melalui jalur udara apalagi
menggunakan jalur darat sulit terdekteksi oleh aparat penegak hukum,
indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang mengalami
peredaran narkoba yang sulit untuk tanggulangin meskipun penegak
hukum sudah berupaya sekuat tenaga mungkin untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana narkotika tersebut, sampai negara indonesia
beberapakali menjatuhkan hukumuan mati kepada pengedar namun tetap
belummemberikan jaminan negara indonesia bersih dari narkotika.
Pelaku tindak pidana narkotika yang oleh aparat penegak hukum
indonesia pun berasal dari berdaerah hingga negara sekalipun, adapun
pelaku yang dari daerah kebanyakannya menggunakan jalur darat akan

tetapi berbeda dengan pelaku yang berasal dari negara lain yang
menggunakan jalur udara, tentunya dalam melakukan penanggulangn
tindak pidana narkotika ini harus dilaksanakn secara kolektif atau bersama
dengan negara lain, mengingat kasus tindak pidana narkotika yang kerap
kali dihadapi merupakan termasuk kejahatan yang transnasional, sehingga
perlu

kerjasama

ataupun

mencari

formulasi

yang

tepat

untuk


menanggunalangi kejahatan tersebut, adapun negara yang yang ditinjau
yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina.
Tentunya permasalahan terkait tindak pidana narkotika yang
dihadapi oleh Indonesia , malaysia, singapuran dan filipina bervariasi serta
jenis nakotikanya sekali pun, seperti Malaysia memiliki narkotika yang
bervariasi: heroin, morfin, cannabis, opium, dan ekstasi, di Filipina jenis
yan tersebar sabu sabu dan cannabis, dan Singapura memiliki narkotika
yang bervariasi namun karena melihat kondisi georafisnya yang relatif
kecil maka dalam mengatasi produksi dan penggunaan narkotika sudah
berjalan efektif.
Perlu diketahui bahwa ASOD ( ASEAN Senior Officials on Drugs
Matters ) merupakan organisasi bentukan ASEAN pada tahun 1984 yang
bertugas dan bertanggung jawab dalam penanggulangan masalah narkoba
melalui konsolidasi dan upaya bersama di bidang hukum, kerjasama
internasional, penyusunan undang undang serta peningkatan partisipasi
organisasi organisasi non pemerintahan, membuat agenda, merencanakan
proyek kerjasama terkait permasalahan narkotika serta menghasilkan
rekomendasi dari hasil kerja kelompok yang diwadahi oleh ASOD sendiri.
Selain ASOD juga terdapat Senior Official Meeting on Transnational

Crime ( SOMTC ), ASEAN and China Cooperative Operation in Response
to Dangerous Drugs ( ACCORD ), dan ASEAN-EU sub Committe on
Narcotics1.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah dijabarkan diatas maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah Bagaimana penegakkan
hukum terhadap penanggulangan Tindak pidana narkotika di Indonesia,
Malaysia, Singapura, dan Filipina?

BAB II
1 ASEAN Selayang Pandang, edisi 2008. Direktorat Jendral ASEAN Departemen Luar Negri
Republik Indonesia 2008, hal 79

KAJIAN PUSTAKA
1. Pengertian Narkotika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia narkotika adalah obat untuk
menenangkan saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk,
atau merangsang (seperti opium, ganja), Narkotika diatur dalam UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, adapun pengertian
narkotika menurut undang-undang tersebut adalah Narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun

semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini2. Narkotika atau zat yang
menyebabkan ketidaksadaran atau pembiusan, karena zat tersebut bekerja
mempengaruhi susunan saraf sentral atau saraf pusat dengan cara menghisap
atau menyuntikan zat tersebut secara terus menerus ke dalam badan3
Menurut Pendapat Soedarto dalam ceramahnya di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, beliau menarik kesimpulan bahwa “Narkotika
merupakan suatu bahan yang menimbulkan rasa, menghilangkan rasa nyeri dan
sebagainya4. Pengertian Narkotika menurut Soedjono adalah zat yang bisa
menimbulkan pengaruh- pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan
dengan memasukkannya ke dalam tubuh. Pengaruh tersebut berupa pembiusan,
hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau khayalankhayalan. Sifat tersebut diketahui dan ditemui dalam dunia medis bertujuan
untuk dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan manusia, seperti di
bidang pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit5.
Sebelumnya adanya peraturan yang mengatut tentang pelarangan
narkotika, narkotika digunakan dalam dunia medis menggunakan sebagai obat
penghilang rasa sakit yang tentunya ditujukan untuk kepentingan umat, namun
2 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

3Jeanne Mandagi, M. Wresniwiro. Masalah Narkoba dan zat adiktif lainnya serta
penanggulangannya, pramuka saka bhayangkara, Jakarta 1999. hal 3.
4 Soedarto, Makalah Seminar Narkotika dan Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas
Sumatera Utara, 1997. Hal 7.
5 Soedjono, Narkotika dan Remaja, Bandung, Alumni, 1991, hal. 3

tenyata seiring perkembangan zaman, hal ini malah disalahgunakan oleh orangorang yang tidak bertanggungjawab sehingga kerapkali orang yang
mengkonsumsi narkotika secara berlebihan yang mengakibatkan overdosis dan
dampak yang ditimbulkan bisa sampai nyawa yang harus dikorbankan.
Secara umum vide keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
2882/70, Narkotika atau obat bius itu dapat diartikan sebagai semua bahan
yang pada umumnya mempunyai efek kerja yang bersifat :
a. Membiuskan (dapat menurunkan kesadaran)
b. Merangsang (meningkatkan prestasi kerja)
c. Menagihkan (mengikat/ketergantungan)
d. Mengkhayal (halusinasi). korban secara fisik maupun psikis
2. Jenis-Jenis Narkoba
1. Opium Getah berwarna putih yang keluar dari kotak biji tanaman papaper
sammi vervum yang kemudian membeku, dan mengering berwarna hitam
cokelat dan diolah menjadi candu mentah atau candu kasar.

2. Morpin Morphine dalam dunia pengobatan digunakan untuk bahan obat
penenang dan obat untuk menghilangkan rasa sakit atau nyeri, yang bahan
bakunya berasal dari candu atau opium.
3. Ganja Diistilahkan dengan marihuana (marijuana), yang berarti
memabukkan atau meracuni pohon ganja termasuk tumbuhan liar, yang
dapat tumbu dai daerah tropis maupun subtropis disesuaikan dengan
musim dan iklim daerah setempat
4. Cocaine

Merupakan tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan obat

perangsang, kebanyakan cocaine tumbuh di Amerika selatan, Ceylon,
India, dan Jawa
5. Heroin Tidak seperti Morphine yang masih mempunyai nilai medis, heroin
yang masih berasal dari candu, setelah melalui proses kimia yang sangat
cermat dan mempunyai kemampuan yang jauh lebih keras dari morphine.
6. Shabu-shabu Berbentuk seperti bumbu masak, yakni kristal kecil-kecil
berwarna putih, tidak berbau, serta mudah larut dalam air alkohol.
Pemakaiannya segera akan aktif, banyak ide, tidak merasa lelah meski


sudah bekerja lama, tidak merasa lapar, dan memiliki rasa percaya diri
yang besar. 7. Ekstasi Zat atau bahan yang tidak termasuk kategori
narkotika atau alcohol, dan merupakan jenis zat adiktif yang tergolong
simultansia (perangsang)
8. Putaw Merupakan minumam khas Cina yang mengandung alkohol dan
sejenis heroin yang serumpun dengan Ganja, pemakaiannya dengan
menghisap melalui hidung atau mulut, dan menyuntikkan ke pembuluh
darah. 9. Alkohol Termasuk dalam zat adiktif, yang menyebabkan
ketagihan dan ketergantungan, sehingga dapat menyebabkan keracunan
atau mabuk
10. Sedativa / Hipnotika Di dunia kedokteran terdapat jenis obat yang
berkhasiat sebagai obat penenang, dan golongan ini termasuk psikotropika
golongan IV6.
3. Faktor Penyebab Penyalahgunaan Napza
Penyalahgunaan napza adalah penggunaan zat secara terus menerus
bahkan sampai setelah yterjadi masalaha ketergantungan kondisi yang
parah dan sering dianggap sebagai penyakit7. Orang menggunakan bahkan
mecandu napza karena adanya sensasi psikologis berapa perasaan
meyenangkan muncul setelahnya. Faktanya, semua zat yang masuk
ketubuh manusia akan diproses secara fisiologis sebelum akhirnya diniali

otak; enak atau tidak enak, nyaman atau tidak nyaman8.
Penggunaan narkotika yang secara berlebihan akan membuat
seseorang menjadi ketergantungan, hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan
pengguna sehingga masuk dalam perangkap yang dilakukan oleh para
pedagang narkoba maupun pengedar yang berada yang dilingkungan
masyarakat sekitar

sehingga akses antara pemebeli dengan penjual

narkoba semakin mudah terjangkau apalagi ditambah dengan pemukiman
pendudukan yang padat semakin penyebaran narkoba tidak terkendali dan
6 Fransiska Novita Eleanora, “Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha Pencegahan Dan
Penanggulangannya (Suatu Tinjauan Teoritis)”, Jurnal Hukum, Vol XXV, No. 1, April 2011
7 Jenny Marlidawani purba, dkk, “Asuhan Keperawatan”, hlm. 2.
8 Reza Indragiri Amriel, Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba, (Jakarta: Salemba Humanika,
2008), hlm 27.

terjadi penyimpangan sosial pun yang berakibat kejahatan menjadi
bertambah.
a. Teori Anomie

Menurut Durkheim dalam bukung Frank E. Hagan 9 yang
berjudulpengantar kriminologi, teori, metode dan perilaku kriminal,
teori Anomei menggambarkan keadaan deregulation di dalam
masyarakat. Keadaan deregulasi oleh artikan ebagai tidak ditaatinya
aturan-aturan yang terdapat dalam masyarakat dan orang tidak tahu
apa yang diharapkan dari orang lain. Keadaan delegulation atau
normlessness atau kebijakan pemerintah inilah yang menimbulkan
perilaku deviasi (penyelewengan terhadap norma-norma dan nilainilai). Pada tahun 1938 Merton dan bukunya Frank E Hagan,
mengambil konsep anomi untuk menjelaskan deviasi di Amerika10.
Pada kondisi deregulation, orang dapat menerima atau menolak tujuan
budaya dan cara-cara yang ditetapkan dengan tujuan dan mungkin
menggantinya dengan tujuan dan cara-cara yang tidak disetujui secara
budaya. Teori anomi disebut juga dengan teori tekanan, karena alasan
adanya terori anomi adalaha untuk mengatasi tekanan, salah satunya
merupakan konformitas sedagkan lainnya adalah penyimpangan11.
Menurut

merton

dalam


bukunya

JokieM.S

Siahaan12,

mengatakan bahwa setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan tertentu
yang ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan
tersebut terdapat sarana yang dapat dipergunakan. Tetapi dalam
kenyataan tidak setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang
tersedia. Hal ini menyebabkan penggunaan cara yang tidak sah dalam
mencapai tujuan. Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur
sosial, yang bentuk kelas-kelas, menyebabkan adanya perbedaanperbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan. Keadaan-keadaan
tersebut (tidak meratanya sarana-sarana serta perbedaan-perbedaan
9 Frank E. Hagan, Pengantar Kriminologi, Teori, Metode, dan Perilaku Krimininal, (Jakarta:
Kencana, 2013), hlm. 211.
10 Ibid, hlm. 211-212.
11 Jokie, M.S Siahaan, Perilaku Menyimpang Pendekatan Sosiologi, hlm. 118.
12 Jokie, M.S Siahaan, Perilaku Menyimpang Pendekatan Sosiologi, hlm 117

struktur kesempatan) akan menimbulkan frustasi dikalangan para
warga yang tidak mempunyai kesempatan dalam mencapi tujuan.
Dengan demikian ketidakpuasan, konflik, frustasi dan penyimpangan
muncul karena mencapi tujuan. Dengan demikian ktidakpuasan,
konflik,

frustasi

dan

penyimpangan

muncul

karena

adanya

kesempatan bagi mereka dalam mencapai tujuan13. Cara adaptasi
individu dalam rangka mencapai tujuan budaya14;
1) Inovasi, merupakan adaptasi yang masih menerima tujuan
budaya, namun dengan cara yang tidak sah. Misalnya uuntuk
mendapatkan uang, seseorang mengambil barang miliki orang
lain.
2) Retreatisme, merupakan adaptasi diama seorang meningkan
tujuan budaja dan cara memperolehnya, misalnya, mengonsumsi
narkotika.
3) Pembangkangan,

merupakan

adaptasi

yang

memelihara

ketidakteraturan sistem yang menciptakan tujuan budaya, adaptasi
ini akan membntuk tatanan sosial yang baru untuk mewujudkan
tujuan budaya dan cara memperoleh tujuan tersebut.
Gambaran penjahat dan penyimpangan adalah orang yang
berusaha mencari jalan keluar dari tekanan yang dihasilkan oleh
masalah dan penilaian yang dibudayakan secara sosial 15. Dalam
lingkup napza, seseorang melakukan penyahgunaan mengonsumsi
narkotika ketika ada persalahan yang dihadapinya yang tidak selesai
sehingga dia frustasi, agar dapat meredakan frustasi yang dialaminya
tanpa memikir panjang apa efek yang diakibatkan dari penggunaan
narkotika yang berlebihan. Hal tersebut dimungkinkan terjadi
dikarenakan sistem pengawasan yang masih sangat terbatas dan
kesadaran hukum masyarakat juga masih sangat kurang sehingga
efektifitas penegakan hukum umumnya16.
13 Ibid, hlm 117.
14 Ibid, hlm 118-119.
15 Ibid
16 Daniel Saputra, Mohd. Din, Mahfud, “Penggunaan Alat Bukti Informasi Elektronik Dalam
Pembuktian Tindak Pidana Narkotika Di Aceh “, Jurnal Ilmu Hukum Pasacasarjana Universitas
Brawijaya, Vol. 3:2 (Aceh: Universitas Syiah Kuala, Mei, 2015), hlm. 32.

b. Teori Pelabelan/Labeling
Teori Labeling menolak jika penyimpangan merupakan suatu
tindakan yang melanggar norma, namun teori ini lebih melihat bahwa
penyimpangan merupakan suatu ha yang bersifat relatif17
Proses pemberian label, merupakan penyebab seseorang untuk
menjadi jahat. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam proses
pemberian label:18
a. Adanya label akan menimbulkan perhatian masyarakat terhadap
orang yang diberi label. Hal ini, akan menyembabkan masyarakat
sekitarnya memperhatikan terus menerus orang yang diberi labe,
maka hal ini akan terbentuk Attachment Partial.
b. Adanya label mungkin akan ditrima oleh individu tersebut dan
berusaha untuk menjalankan sebagaiaman label yag dilekatkan
pada dirinya. Dalam istillah hal ini akan menjadi Secondary
Deviance
1. Faktor Keluarga
Keluarga memiliki penting disini, karena lingkungan pertama
anak adalah keluarga namun karena permasalahan anak yang tidak
mendaptkan kasih sayang dan komukasi yang butuk antara anak
dengan orangtuan semakim memperparah kondisi tersebut sehingga
anak menjadi frustasi, konlik keluarga dapat mendorng anggota
keluarga merasa, sehingga terjebak untuk memilih narkoba sebagai
solusi, adapun hal-hal yang dapat menyudutkan anak kearah narkoba
adalaha19:
1.Anak merasa kurang mendapat kasih sayang dalam keluarga,
merasa kesal, kecewa, dan kesepian.
2.Anak

merasa

kurang

dihargai,

kurang

mendapatkan

kepercayaan, dan selalu dianggap salah.

17 Jokie, M.S Siahaan, Perilaku Menyimpang Pencekatan Sosiologi, hlm 127.
18 Ibid, hlm 110.
19 Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba Dan Penyalgunaannya, (Jakarta: Esensi Erlangga
Group, tt), hlm 77.

3.Anak mengalami konflik dengan orang tua dalam masalah
memilih pasangan hidup, atau menentukkan pilihan profesi,
cita-cita dan sebagainya.
4.Anak kesal dan kecewa karena ayah dan ibunya kurag
harmonis atau broken home.
2. Faktor Orang Lain
Pergualan remaja saat ini tidak dapat titutupi bahwa telah
melanggar norma-norma yang hidup dimasyarakat, pengaruh
dari orang lain atau teman untuk membujuk, merayu, atau
karena setia kawan sehingga mengikuti perintah orang lain
tersebut untuk mengonsumsi narkoba, seorang yang terpaksa
biasanya diserta dengan ancaman meskipun berasal dari
keluarga yang baik-baik, namun karena hal inilah tidak menutup
kemungkinan yang berasal keluarga harmonis juga akan
terjerumus untuk pemakaian narkoba20, selain itu , adanya teman
menggunakan narkoba maka akan kemungkinan besar akan ikutikutan21, sikap seperti ini akan menyebabkan anak terpengaruh
dan ikut-ikutan. Dengan tipuan ini tidak heran jika banyak
korban dari kalangan keluarga harmonis ikut juga terjerumus
dalam tipuan ini untuk mencicipi narkoba, namun akhirnya
terjebak karena sudah terlanjur mengonsumsi tanpa mengetahui
bahwa itu adalah narkoba, maka mereka semua mulai terbiasa22.

BAB III
PEMBAHASAN
20 Ibid., hlm. 79.
21 Ibud., hlm. 73
22 Ibid., hlm 78.

1. Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika
A. Indonesia.
Bahwa dewasa ini Indonesia dalam kondisi darurat narkotika, hal ini
dibuktikan dengan Lebih dari 90% korban penyalahgunaan narkotika
adalah remaja. Remaja cenderung menjadi sasaran utama para pengedar
obat/zat adiktif, karena sifat remaja yang dinamis, energik, dan cenderung
menempuh hidup berisiko, mudah dimanfaatkan oleh pengedar obat/zat
adiktif untuk menjerusmuskan seorang remaja ke perbuatan negatif23.
Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum diartikan sebagai suatu
proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum, yaitu pikiranpikiran dari badan-badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dan
ditetapkan dalam peraturan-peraturan hukum yang kemudian menjadi
kenyataan24. Lebih lanjut penegakan hukum dapat diartikan sebagai
kegiatan untuk menyerasikan hubungan nilai nilai yang terjabarkan di
dalam kaedah-kaedah yang mantap dan pengejawantahan dalam sikap dan
tindakan sebagai rangkaian penjabaran nilai-nilai tahap akhir, untuk
menciptakan dan memelihara, serta mempertahankan kedamaian dan
pergaulan. Secara konsepsional maka inti dan arti penegakan hukum
terletak pada pergaulan hidup25
Adapun upaya pemerintah dalam melakukan penanggulangan
terhadap tindak pidana narkotika telah dilegitimasi dalam bentuk peraturan
perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, kebijakan penanggulangan melalui penal maupun
nonpenal merupakan bagian dari politik hukum yang saling memiliki
kompherensif agar terciptanya generasi muda yang sehat, selaras dengan
itu pendapat Soehardjo Sastrosoehardjo yang mengemukakan:

23 Suhendar, “Persepsi Remaja Terhadap Penyalahgunaan Obat/Zat Adiktif “Jurnal Ilmiah
Pekerjaan Sosial Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif, Vol. 3:1 (Bandung: STKS, Juli, 2004),
hlm. 409.
24 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru,
Bandung, 1993, hlm. 1
25 Soekanto, Soerjono, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 2005 hlm. 5

Politik hukum tidak berhenti setelah dikeluarkannya Undang-undang,
tetapi justru disinilah baru mulai timbul persoalan-persoalan. Baik
yang sudah diperkirakan atau diperhitungkan sejak semula maupun
masalah-masalah lain yang tinbul dengan tidak terduga-duga. Tiap
Undang-undang memerlukan jangka waktu yang lama untuk
memberikan kesimplan seberapa jauh tujuan politik hukum undangundang tersebut bisa dicapai. Jika hasilnya diperkirakan sulit untuk
dicapai, apakah perlu diadakan perubahan atau penyesuaian
seperlunya26.
Aspek penanggulangan secara garis besar terbagi menjadi dua: yaitu
jalur “penal” (hukum pidana) dan Jalur “non penal” (bukan / di luar hukum
pidana), upaya penanggulangan tindak pidana mealui “penal”

lebih

menitik beratkan pada tindakan represif yang maksudnya menggunakan
cara

penindakan/pemberantasan/penumpasan

sedangkan

upaya

penanggulangan tindak pidana melalui “non penal” lebih menitik beratkan
pada tindakan preventif yang maksudnya adalah menggunakan cara-cara
pencegehan/penanggalan/pegendalian.

sebelum

kejahatan

terjadi.

Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan refresif pada
hakekatnya Undang-undang dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam
arti luas27.
Lembaga yang berwenang melakukan tindakan melalui penal
maupun non penal yakni Badan Narkotika Nasional adalah lembaga
pemerintahan nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan
bertanggung jawab kepada Presiden28. Badan Narkotika adalah sebuah
lembaga non-struktural Indonesia yang bertugas untuk membantu walikota
dalam mengkoordinasikan perangkat daerah dan instansi pemerintah di
Kabupaten/Kota, mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam
penyusunan kebijakan dan pelaksanaannya di bidang ketersediaan dan
operasional P4GN (pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika)29
26 Al. Wisnubroto dan G. Widiatana, 2005, Pembaharuan Hukum Acara Pidana, Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal. 10.
27 Sudarto, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hal. 118.
28 Lihat Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
29 Rina Heningsih Gustina Tampubolo, “Peran Badan Narkotika Nasional (Bnn) Dalam
Penanggulangan Narkotika Di Kota Samarinda” Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 3:1 (Samarinda:

Lembaga yang hadir ditengah-tengah problematika tindak pidana
narkotika yang tidak kunjung selesai menjadi harapan masyarakat
indonesia agar tindak pidana tersebut dapat dicegah maupun diberantas
sejak dini mungkin, adapun peran dari Badan Narkotika Nasional sesuai
dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional30
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika;
b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika;
c. Berkoordinasi dengan kepala kepolisian republik negara indonesia
dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika;
d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial pecandu narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat;
e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam
pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika;
g. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun
internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika;
Universitas Mulawarman, Februari, 2015), hlm. 142.
30 Lihat Pasal 2 Peraturan Presiden No. 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional.

h. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekursor narkotika.
i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan tehadap perkara
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
Lembaga yang berwenang melakukan penanggulangan terhadap
tindak pidana narkotika bukan hanya Badan Narkotika Nasional namun
Kepolisian juga berwenang melakukan penindakan maupun pencegahan,
sehingga Kepolisian dan Badan Narkotika Nasiona melakukan koordinasi 31
karena mengingat akhir-akhir ini sering mendengar kabar bahwa
narapidana yang sedang menjalani pembinaan di suatu Lapas itu ternyata
masih bisa mengendalikan kejahatannya dari tembok penjara32.
1. Upaya Penal
Upaya

penanggulangan

melalui

“penal”

atau

penindakan/pemberantasan yang dilakukan oleh baik Kepolisian
maupun Badan Narkotika Narkotika dimulai dari penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pemerinksaan di sidang pengadilan, dan
hingga pelaksanaan putusan pengadilan, adapun penjatuhan sanksisanksi sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, diharapkan dalam penjatuhan sanksi pidana yang tegas dan
seberat beratnya dalam rangka menyelamatkan masa depan dan
generasi bangsa indonesia33. Sanksi yang yang dijatuh oleh Hakim
bermacam-macam seperti sanksi pidana penjara, sanksi pidana denda,
dan rehabilitasi. Sebagai negara hukum tentu menjunjung tinggi
supremase hukum yang menjamin adanya persamaan kedudukan
31 Lihat Pasal 70 huruf C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
32 Haryanto Dwiatmodjo, “Pelaksanaan Pidana Dan Pembinaan Narapidana Tindak Pidana
Narkotika (Studi Terhadap Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas
IIa Yogyakarta) “, Jurnal Perspektif, Vol. 18:2 (Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma, Mei, 2013),
hal 64
33 Hatarto Pakpahan, “Kebijakan Formulasi Sanksi Tindakan Bagi Pengguna Dalam Tindak
Pidana Narkotika, Jurnal Arena Hukum, Volume 7: 2, Malang: Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya, Agustus 2014, hlm. 232.

dihadapan hukum dan pemerintahan bagi setiap warga negaranya
tidak terkecuali dalam upaya pelaksanaan penegakan hukum terhadap
pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, jika terbukti secara
sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana harus dihukum sesuai
kaedah hukum yang berlaku34.
Adapun bunyi pasal pidana yang mengatur terkait dengan sanksi
tindak pidana narkotika sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai berikut:
1. menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau
menyediakan narkotika golongan i dalam bentuk tanaman contoh:
ganja
Pasal 111 (1) :Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum


menanam,memelihara,memiliki,menyimpan,menguasai

atau

menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman
dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun
dan denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp
8 miliar rupiah.
Pasal 111 (2) : Dalam hal perbuatan menanam, memelihara,


menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I
dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat(1)
beratnya melebihi 1 kilogram atau melebihi 5 batang pohon
,pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama
20 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 8 miliar rupiah
ditambah 1/3.
2. memiliki, menyimpan,menguasai, atau menyediakan narkotika
bukan tanaman (contoh:sabu,ekstacy)


Pasal 112 ayat(1): Setiap orang yang tanpa hak atau melawan
hukum memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan

34 Dara thia ardiyan, “Pelaksanaan Penegakan Hukum Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
Yang Dilakukan Oleh Anggota Kepolisian Di Resort Indragiri Hilir”, Jurnal Online Mahasiswa
Fakultas Hukum, Volume 1: 1, Riau: Fakultas Hukum Universitas Riau, Juli 2014, hlm. 11.

narkotika bukan tanaman dipidana penjara paling singkat 4
tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp
800 juta rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah
Pasal 117 ayat (1) : setiap orang yang tanpa hak atau melawan


hukum memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan
narkotika golongan II dipidana penjara paling singkat 3 tahun
dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
600 juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah.
Pasal 122 ayat (1): setiap orang yang tanpa hak dan melawan


hukum memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan
narkotika golongan III dipidana penjara paling singkat 2 tahun
dan paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
400 juta rupiah dan paling banyak Rp 3 miliar rupiah
3. memiliki,menyimpan,menguasai

atau

menyediakan

narkotika

bukan tanaman lebih dari 5 gram
Pasal 112 ayat (2) : Dalam hal perbuatan memiliki,


menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan
I bukan tanaman lebih dari 5 gram pelaku dipidana penjara
paling singkat 5 tahun, dan paling lama 20 tahun dan pidana
denda paling banyak Rp 8 miliar rupiah ditambah 1/3
Pasal


117

ayat(2)

:

Dalam

hal

perbuatan

memiliki,menyimpan ,menguasai atau menyediakan narkotika
golongan II yang beratnya melebihi 5 gram, pelaku dipidana
penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan
pidana denda paling banyak Rp 5 miliar rupiah ditambah 1/3


Pasal 122 ayat(2) : Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan,
menguasai atau menyediakan narkotika golongan III beratnya
melebihi 5 gram ,pelaku dipidana penjara paling singkat 3
tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana dengan paling
banyak Rp 3 miliar ditambah 1/3

4. memproduksi,mengimpor,mengekspor atau menyalurkan narkotika

Pasal 113 ayat(1) :Setiap orang yang tanpa hak atau melawan


hukum memproduksi,mengimpor,mengekspor,atau menyalurkan
narkotika golongan I dipidana penjara paling singkat 5 tahun
dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1
miliar rupiah dan paling banyak Rp 10 miliar rupiah.
Pasal 118 ayat (1) : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan


hukum memproduksi,mengimpor,mengekspor atau menyalurkan
narkotika golongan II dipidana penjara paling singkat 4 tahun
dan paling lama 12 tahun,dan denda paling sedikit Rp 800 juta
rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah
Pasal 123 ayat(1):Setiap orang yang tanpa hak atau melawan


hukum memproduksi,mengimpor,mengekspor atau menyalurkan
narkotika golongan III dipidana penjara paling singkat 3 tahun
dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp 600 juta
rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah
5. memproduksi,mengimpor,mengekspor,atau menyalurkan narkotika
dalam bentuk tanaman lebih dari 1 kilogram/5 batang pohon atau
bukan tanaman lebih dari 5 gram
Pasal 113 AYAT (2) : Dalam hal perbuatan memproduksi,


mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika golongan
I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman
beratnya lebih dari 1 kilogram atau 5 batang pohon, atau dalam
bentuk bukan tanaman berat lebih dari 5 gram pelaku dipidana
mati,penjara seumur hidup,paling singkat 5 tahun,paling lama



20 tahun,dan denda maksimum 10 miliar ditambah 1/3
Pasal 118 ayat (2): Dalam hal perbuatan memproduksi,
mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika golongan
II sebagaimana dimaksud pada ayat(1) beratnya lebih dari 5
gram, pelaku dipidana mati, penjara seumur hidup, penjara
paling singkat 5 tahun,paling lama 20 tahun, dan denda paling
banyak Rp 8 miliar ditambah 1/3

Pasal 123 ayat(2) : dalam hal perbuatan memproduksi,


mengimpor,

mengekspor,

atau

menyalurkan

narkotika

golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat(1) beratnya
lebih dari 5 gram pelaku dipidana penjara paling singkat 5
tahun,paling lama 15 tahun, dan denda paling banyak Rp 5
miliar rupiah ditambah 1/3
6. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, atau menyerahkan
Pasal 114 ayat (1) : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan


hukum

menawarkan

untuk

dijual,

menjual,

membeli,

menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau
menyerahkan narkotika golongan I , pelaku dipidana penjara
seumur hidup, penjara paling singkat 5 tahun, paling lama 20
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1 miliar rupiah dan
paling banyak Rp 10 miliar rupiah.
Pasal 119 ayat(1) : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan


hukum

menawarkan

untuk

dijual,

menjual,

membeli,

menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau
menyerahkan narkotika golongan II, pelaku dipidana penjara
paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun,dan pidana
denda paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan paling banyak Rp
8 miliar rupiah.


Pasal 124 ayat (1) :Setiap orang yang tanpa hak dan melawan
hukum

menawarkan

menerima,

menjadi

untuk

dijual,

perantara

menjual,

dalam

jual

membeli,
beli

atau

menyerahkan narkotika golongan III pelaku dipidana penjara
paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun,dan pidana
denda paling sedikit Rp 600 juta rupiah dan paling banyak Rp
5 miliar rupiah.
7. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli atau menyerahkan

 Pasal 114 ayat (2) : dalam hal perbuatan menawarkan untuk
dijual,menjual,membeli,menerima,menjadi

perantara

dalam

jual beli atau menyerahkan narkotika golongan I sebagaimana
dimaksud pada ayat(1) yang dalam bentuk tanaman beratnya
lebih dari 1 kilogram atau 5 batang pohon,atau dalam bentuk
bukan tanaman beratnya lebih dari 5 gram pelaku dipidana
mati,penjara seumur hidup,paling singkat 6 tahun,paling lama
20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar ditambah 1/3
Pasal 119 ayat (2) : Dalam hal perbuatan menawarkan untuk


dijual,menjual,membeli,menerima,menjadi

perantara

dalam

jual beli atau menyerahkan narkotika golongan II sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) beratnya lebih dari 5 gram dipidana
mati,penjara

seumur

hidup,penjara

paling

singkat

5

tahun,paling lama 20 tahun, dan denda paling banyak Rp 8
miliar ditambah 1/3
Pasal 124 ayat(2) :dalam hal perbuatan menawarkan untuk


dijual,menjual,membeli,menerima,menjadi
jual

beli

atau

menyerahkan

perantara

narkotika

dalam

golongan

III

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya lebih dari 5
gram pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan
paling lama 15 tahun, dan denda paling banyak Rp 5 miliar
ditambah 1/3.
8. membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito
Pasal 115 ayat (1) : setiap orang yang tanpa hak dan melawan


hukum membawa,mengirim,mengangkut atau mentransito
narkotika golongan I dipidana penjara paling singkat 4 tahun
dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp 800 juta



rupiah dan paling banyak Rp 8 miliar rupiah.
Pasal 120 ayat (1) : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan
hukum membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito
narkotika golongan II dipidana penjara paling singkat 3

tahun,paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
600 juta rupiah dan paling banyak Rp 5 miliar rupiah
Pasal 125 ayat (1) : Setiap orang yang tanpa hak dan melawan


hukum membawa,mengirim,mengangkut atau mentransito
narkotika golongan III dipidana penjara paling singkat 2
tahun ,paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
400 juta rupiah dan paling banyak Rp 3 miliar rupiah.
9. membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito narkotika
golongan i dalam bentuk tanaman lebih dari 1 kilogram atau 5
batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya lebih dari
5 gram
Pasal


115

ayat

(2):

dalam

hal

perbuatan

membawa,mengirim,mengangkut,atau menransito narkotika
golongan I sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) beratnya
lebih dari 1 kilogram atau lebih dari 5 batang pohon dan dalam
bentuk bukan tanaman beratnya lebih dari 5 gram pelaku
dipidana penjara seumur hidup,penjara paling singkat 5
tahun,paling lama 20 tahun dan pidana denda paling banyak
Rp 8 miliar rupiah ditambah 1/3
Pasal


120

ayat(2)

:

dalam

hal

perbuatan

membawa,mengirim,mengangkut atau mentransito narkotika
golongan II sebagaimana pada ayat (1) beratnya lebih dari 5
gram pelaku dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan
paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar
rupiah ditambah 1/3


Pasal

125

ayat

(2):

dalam

hal

perbuatan

membawa,mengirim,mengangkut atau mentransito narkotika
golongan III sebagimana pada ayat (1) beratnya lebih dari 5
gram , pelaku dipidana penjara paling singkat 3 tahun , paling
lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar rupiah
ditambah 1/3
10. menggunakan narkotika terhadap atau diberikan untuk orang lain

Pasal 116 ayat(1) : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan


hukum menggunakan narkotika golongan I terhadap orang lain
atau memberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang
lain dipidana penjara paling singkat 5 tahun ,paling lama 15
tahun, pidana denda paling sedikit Rp 1 miliar rupiah dan
paling banyak rp 10 miliar rupiah.
Pasal 121 ayat(1) setiap orang yang tanpa hak dan melawan


hukum menggunakan narkotika golongan II terhadap orang
lain atau memberikan narkotika golongan II untuk digunakan
orang lain dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling
lama 12 tahun,dan denda Paling sedikit Rp 800 juta rupiah dan
paling banyak Rp 8 Miliar rupiah.
11. menggunakan narkotika terhadap atau diberikan untuk orang lain
yang mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen


Pasal 116 ayat (2) :Dalam hal penggunaan narkotika terhadap
orang lain atau pemberian narkotika golongan I untuk orang
lain sebagaimana dimaksud pada ayat I mengakibatkan
mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen pelaku
dipidana mati atau penjara seumur hidup ,paling singkat 5
tahun,paling lama 20 tahun,denda paling banyak Rp 10 miliar
rupiah ditambah 1/3

12. Upaya Non Penal
Mencegah jauh lebih bermanfaat daripada mengobati, untuk ini dapat
dilakukan35 :
a) Pencegahan Umum
Bahaya Penyalahgunaan Narkoba, Narkoba merupakan satu wabah
International yang akan menjalar ke setiap negara, apakah negara
itu sedang maju atau berkembang. Semua jadi sasaran dari sindikat35 Fransiska Novita Eleanora, “Persepsi Remaja Terhadap Penyalahgunaan Obat/Zat Adiktif
“Jurnal Hukum, Vol XXV, No. 1, Jakarta, April 2011, hlm. 446.

sindikat narkoba, menghadapi kenyataan seperti ini Pemerintah
telah berupaya dengan mengeluarkan :
b) Dalam Lingkungan Rumah Tangga
(i) Jadikanlah rumah untuk berteduh seluruh keluarga dalam arti
yang seluas-luasnya.
(ii) Antar komunikasi yang harmonis antar sekuruh anggota
keluarga. Hubungan antara ayah, ibu, dan anak harus terjalin
cukup harmonis dalam arti saling menghormati pupuk rasa
kasih saying yang sedalam-dalamnya.
(iii) Keterbukaan orang tua dalam batas tertentu kepada anak akan
member

kesempatan

kepada

anak

untuk

mengambil

tanggungjawab terbatas dalam rumah tangga meskipun dalam
arti

yang

sangat

tanggungjawab

kecil.

Keikutsertaan

bagaimanapun

kecilnya

anak
akan

dalam
menjadi

kebanggaan anak itu sendiri sebagai anggota keluarga yang
diperhitungkan
c) Di Luar Lingkungan Rumah Tangga Lingkungan di luar rumah
tangga adalah merupakan masyarakat tersendiri yang merupakan
bagian dari kegiatan sehari-hari yang tak dapat dipisahkan. Dalam
lingkungan ini akan tercipta suatu masyarakat sendiri dengan latar
belakang social ekonomi yang berbeda-beda, budaya yang berbeda,
agama yang berbeda dan banyak lagi perbedaan-perbedaan yang
kemudian berkumpul jadi satu kelompok. Ke dalam lingkungan ini
pengaruh narkoba mudah masuk dan berkembang. Untuk itu,
kelompok ini harus cepat diarahkan kepada kegiatan-kegiatan
dimana perbedaan-perbedaan tadi tidak menjadi penghalang,
seperti: kegiatan oleh raga, kesenian, kegiatan pengamanan
lingkungan, kegiatan sosial, membantu kegiatan-kegiatan lainnya
yang positif.

d) Seluruh Masyarakat Berperan Serta Dengan Pemerintah Meskipun
sudah diancam hukuman yang berat kepada pengedar dan sindikat
narkoba namun pelanggaran tidak pernah berhenti, mungkin karena
perdagangan ini sangat menguntungkan atau subversi yang sangat
berat. Penghancuran tanaman ganja terjadi di mana-mana namun
masih dijimpai tanaman baru. Hal ini harus dihadapi bersama oleh
seluruh lapisan masyarakat dengan aparat-aparat pemerintah dalam
penumpasannya.
B. Malaysia
Penggunaan narkoba di malaysia sudah sejak lama berlangsung
sejak abad ke sembilan belas berawal dengan kehadiran di Timur Jauh
termasuk Malaya, dulunya opium merupakan komoditas penting dimana
British Company digunakan secara paksa sebagai ganti barang seperti
rempah-rempah dan lain-lain dari Malaya Archipelago digunakan untuk
pembelian teh dari China. Inggris, di India menjadi tuan dari sebuah
kerajaan dan untuk membayar kerajaan tersebut, ada urgensi keuntungan
perdagangan mereka dengan China, sebagian besar merupakan teh
perdagangan ke London Populasi China yang sangat besar menawarkan
Inggris, kemungkinan tak terbatas untuk ekspansi komersialnya. Jung Cina
punya Sebelum tahun 1819, dikumpulkan berbagai produk dari Siam
(Thailand), yaitu semenanjung Melayu, dan nusantara: rotan, merica,
mutiara, timah, sarang burung walet, dan pinang dari Malaya: timah dari
Pulau Bangka; Sesekali beras dari Manilla; Koral, amber, dan kayu
cendana dari Maluku dan Mikronesia. 3 Untuk mencari barang untuk
dijual ke China (China) Sebagai gantinya - lada dan timah - Inggris pindah
ke Selatan36. Tan Cheng Lock berpendapat sebagai berikut :
“Throughout the history of Malaya during perhaps the last one
hundred years or more, a very substantial portion of its revenue
was derived from the opium consumed by the Chinese population
36 Terjemahan dari, Abdul Rani Kamarudin, “The Misuse Of Drugs In Malaysia: Past And
Present Jurnal Antidadah Malaysia, Volume 1: 1, Malaysia: Agensi Antidadah Kebangsaan,
Desember 2014, hlm. 2.

of the country. The pernicious habit of opium smoking should be
completely done away with, and more drastic step should be taken
to eradicate the evil, which has caused a marked deterioration in
the character and physique of the Chinese who indulge in it37”
Atau dengan terjemahan secara bebas yang artinya adalah
“Sepanjang sejarah Malaysia selama mungkin yang terakhir Seratus tahun
atau lebih, sebagian besar pendapatannya Berasal dari candu yang
dikonsumsi oleh orang Cina Populasi negara. Kebiasaan merusak opium
Merokok harus selesai sama sekali, dan banyak lagi Langkah drastis harus
dilakukan untuk membasmi kejahatan yang dimilikinya Menyebabkan
kerusakan pada karakter seseorang dan fisik Orang Cina yang
mengkonsumsi itu ...” Namun seiring perkembangan ternyata obat-obatan
mulai disalahgunakan di malaysia, sehingga pada tahun 1952 untuk
kepemilikan, penggunaan, pembuatan, penjualan, dan Impor obat-obatan
berbahaya dibuat peraturan oleh Komisaris Tinggi dengan persetujuan
Dewan Federasi Malaysia saat itu38.
Adapun peraturan yang mengatur terkait penggunaan obat-obatan
yang masuk dalam kategori berbahaya yakni Poisons Act 1952 (UndangUndang Tahun 1952 tentang Bahaya Narkoba), (Treatment and
Rehabilitation)

Act

1983

(Undang-Undang

Tahun

1983

tentang

Pengobatan dan Rehabilitasi), (Special Preventive Measures) Act 1985
(Undang-Undang Tahun 1985 tentang Tindakan Khusus Pencegahan);
(Forfeiture of Property) Act 1988.(Undang-Undang Tahun 1985 tentang
Penyitaan Properti), lembaga penegak hukum di malaysia yang berwenang
melakukan pemberantasan dan pencegahan tindak pidana narkotika adalah
Agensi Antidadah Kebangsaan atau disingkat AADK sebagamana dibawah
Kementrian Dalam Negeri.
1. Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika di Malaysia
37 Tan Cheng Lock (1947) Malayan Problems, from a Chinese Point of View, pg. 36 - quoted by
Mimi Kamariah Majid (1995) Dangerous Drugs Laws, at pg. 1; Trocki (1990) Opium and Empire:
Chinese Society in Colonial Singapore, 1800-1910, at pg. 183.
38 Terjemahan dari F.M. Ordinance No. 30/1952 w.e.f. 1.11.1952 (L.N. 544/52). It repealed
previous ordinances and enactments on drug control laws. See also Malaysia’s Sale of Food and
Drugs Act 1952, and the Poison Act, 1952.

Dalam melakukan upaya penanggulangan melalui cara pemberantasan
dilakukan oleh Agensi Antidadah Kebangsaan,

mengenai penjatuhan

sanksi baik pidana denda, pidana penjara, maupun rehabilitasi berdasarkan
Undang-Undang Tahun 1952 tentang Bahaya Narkoba.
Undang-Undang Tahun 1952 tentang Bahaya Narkoba adalah undangundang terdepan di Malaysia untuk mengontrol obat yang mencakup halhal pidana, prosedural dan evolusioner, sebagaimana Serta mengatur
impor, ekspor, pembuatan, penjualan dan penggunaan Opium dan beberapa
obat dan zat berbahaya lainnya. Tindakan Bahkan memberikan hukuman
mati wajib kepada Penjual, sementara pelanggaran penanaman dan
produksi dapat dihukum Dengan penjara seumur hidup39.
Modus yang digunakan dalam tindak pidana nartika adalah, narkoba
sering diangkut ke sasaran Daerah atau negara melalui pengiriman
tersembunyi diKaleng makanan, kantung kopi yang diekspor, atau bahkan
makanan Seperti acar dan buah-buahan. Makanan beku seperti Ikan atau
udang juga digunakan sebagai medium Untuk menyembunyikan obatobatan Obat terlarut menjadi cairan Bentuk untuk menyamar sebagai
alkohol atau minuman dalam botol Adalah tren yang akan datang. Tapioka,
buku mengikat, Karya seni, kain dan sepatu telah dibuat 40. Sehingga dalam
penjatuhan sanksi kepada pelaku haruslah berat.
berikut Tabel 1: Jenis Pelanggaran di bawah menurut Undang-Undang
Tahun 1952 tentang Bahaya Narkoba “Catatan: tidak kurang dari (>), tidak
melebihi (