PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAG (2)

PE RLINDUNGAN HUKUM TE RHADAP PASIE N SE BAGAI KONSUME N
YANG ME NGALAMI MALPRAKTIK JASA PE LAYANAN KE SE HATAN
(Studi di Rumah Sakit Umum Daerah Sanggata Kabupaten Kutai Timur)
Indrawati1, La Sina2, Prija Djamika3
Magister Ilmu Hukum (S2) Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Malang

ABSTRAC
Journal writing is about Medical service is an important issue and its quality needs to be maintained and
improved based on the applicable service standard so that the community as the patients can get benefits
from the services provided without ignoring the rights of the patients. Hospital has a role in providing
medical service and becomes the spearhead of medical development in Indonesia. In providing services, the
hospital needs to mak e efforts to increase its public service quality and its medical service, either through
accreditation, certification, or other process of quality improvement. the implementation of legal protection
and responsibility for the loss suffered by the patients is needed and must be performed by the hospitals as
institutions which provide medical services.

Keywords: Health, Medical Service, Patients, Hospital.

ABSTRAK
Pelayanan kesehatan (medis) merupakan hal yang penting yang harus dijaga maupun

ditingkatkan kualitasnya sesuai standar pelayanan yang berlaku tanpa mengurani hak-hak
pasien, agar masyarakat sebagai pasien dapat merasakan pelayanan yang diberikan.
Rumah Sakit berperan menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan merupakan ujung
tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Dalam penyelenggaraan pelayanan rumah
sakit, maka rumah sakit harus melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan umum dan
pelayanan medik baik melalui akreditasi, sertifikasi, ataupun proses peningkatan mutu
lainnya. pelaksanaan perlindungan hukum dan tanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh pasien sangat diperlukan dan wajib dilaksanakan oleh Rumah Sakit yang
menyelenggarakan jasa pelayanan kesehatan.

Kata Kunci: Kesehatan, Pelayanan kesehatan, Pasien, Rumah Sakit.

1
2
3

Mahasiswa Magister Ilmu Hukum angkatan 2011, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Doktor pada Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
Doktor pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya


PE NDAHULUAN
Di Indonesia hukum memegang peran penting dalam berbagai segi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Salah satunya yaitu di bidang kesehatan, kesehatan
merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang
merupakan bagian dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan
di bidang kesehatan. Pada mulanya upaya penyelenggaraan kesehatan hanya berupa
upaya pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Kemudian secara berangsurangsur berkembang kearah kesatuan pada upaya pembangunan kesehatan yang
menyeluruh,

terpadu

dan

berkesinambungan

yang


mencakup

upaya

promotif

(peningkatan), preventif (pencegahan), k uratif (penyembuhan) dan rehabilitatif (pemulihan).
Upaya penyelenggaraan kesehatan sebagaimana dimaksud di atas, dipengaruhi oleh
faktor lingkungan sosial budaya, termasuk ekonomi, lingkungan fisik dan biologis yang
bersifat dinamis dan kompleks. Menyadari betapa luasnya hal tersebut, pemerintah
melalui sistem kesehatan nasional, berupaya menyelenggarakan kesehatan yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata, dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat luas, guna mencapai derajat kesehatan yang optimal.4
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka harus
secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi penyelenggaraan
pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya jaminan atas pemeliharaan
kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi bidang
kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah tentu memerlukan perangkat hukum
kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan agar
adanya kepastian hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara

upaya kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan.
Dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan dalam masyarakat, pada dasarnya
terdapat 2 (dua) macam hak dasar yang bersifat individual, yaitu hak atas informasi (the
4

Bahder Johan Nasution, Huk um Kesehatan Pertanggungjawaban Dok ter, (Jakarta, PT. Rineke Cipta, 2005),
hlm. 2.

rigth to information) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the rigth of self determonation).

Kalau dulu obyek keputusan dokter adalah manusia dalam wujud badaniah (fisikalistis),
dengan adanya perkembangan dibidang sosial dan budaya yang menyertai perkembangan
masyarakat telah membawa perubahan terhadap status manusia sebagai obyek ilmu
kedokteran menjadi subyek yang berkedudukan sederajat. Pelayanan kesehatan kepada
masyarakat merupakan suatu hal yang sangat penting, sehingga sangat diperlukan suatu
kehati-hatian dan keprofesionalisme dari seorang tenaga kesehatan, untuk menunjang
program pemerintah dalam mewujudkan indonesia sehat maka sangat diperlukan tenaga
kesehatan yang lebih profesional dan bertanggung jawab dalam bidang pelayanan
kesehatan.
Dalam hal program pembanguan nasional di bidang kesehatan yang diupayakan

untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui pengembangan dan pemantapan semua
kebijaksanaan dalam sistem kesehatan nasional yang mencerminkan upaya pemerintah
untuk membela hak-hak pasien selaku konsumen dalam pelayanan kesehatan,
peningkatan derajat kesehatan merupakan suatu konsekwensi logis terhadap mutu
pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu sehingga mutu pelayanan dan
penyediaan fasilitas pada setiap rumah sakit harus dirasakan oleh semua pihak dengan
perasaan yang lega.
Kemampuan manajemen kesehatan yang merupakan kunci dari keberhasilan
pembangunan kesehatan pada saat ini belum sepenuhnya memadai. Beberapa hal yang
menjadi faktor penyebabnya adalah masih belum memadainya sistem informasi
kesehatan untuk diserbarluaskan kepada masyarakat, integrasi pelayanan kesehatan yang
belum berjalan dengan baik, dan belum mantapnya pengendalian dan pengawasan serta
penilaian program yang ditetapkan. Akhir-akhir ini media masa sering menyoroti dunia
pelayanan kesehatan khususnya mengenai kesenjangan hubungan antara pasien dan
dokter, penyediaan fasilitas yang kurang memadai, terjadinya kasus pelanggaran
pelayanan medis (malpraktik). Umumnya sorotan tersebut lebih ditujukan pada
kekurangan pihak dokter dalam memenuhi hak-hak pasien, pemeriksaan dokter yang
tidak tepat waktu, kurangnya informasi medis yang diberikan kepada pasien, prosedur
pelayanan yang menyulitkan konsumen (pasien), perlakuan para medis yang diskriminatif


antara yang kaya dan yang miskin, pelayanan dokter yang tidak tepat waktu akhirnya
terdapat pasien yang meninggal sebelum mendapat pertolongan dan lain-lain.
Pada dasarnya kesalahan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesi medis,
merupakan suatu hal yang penting untuk dibicarakan, hal ini disebabkan karena akibat
kesalahan atau kelalaian tersebut mempunyai dampak yang sangat merugikan. Selain
merusak atau mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap profesi kedokteran juga
menimbulkan kerugian pada pasien.5 Namun demikian untuk mengetahui seorang dokter
melakukan malpratik atau tidak maka dapat dilihat dari unsur standar profesi kedokteran.
Standar profesi merupakan batasan kemampuan yang meliputi pengetahuan (k nowledge),
keterampilan (sk ill performance) dan sikap profesionalitas (professional attitude) minimal yang
harus dikuasai oleh seorang dokter untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada
masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.6
Dari uraian diatas maka perlunya perlindungan hukum terhadap pasien dari
tindakan malpraktik di rumah sakit, khususnya di lingkungan Rumah Sakit Umum
Daerah Sangata Kabupaten Kutai Timur.

ME TODE PE NE LITIAN
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian empiris yang bersifat
memaparkan dan menjelaskan yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan secara sistematis, faktual, akurat dan lengkap tentang keadaan

hukum yang berlaku di Rumah Sakit Umum Daerah Sangata Kabupaten Kutai
Timur, khususnya terhadap perlindungan hukum Pasien akibat terjadi malpraktik.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan yuridis-sosiologis (Sociology of law) yaitu menggunakan aturan hukum yang
ada sebagai alat untuk mengkaji dan meneliti sejauh mana aturan hukum tersebut
berlaku di masyarakat. Penelitian dengan metode pendekatan ini dilakukan dengan
cara mengumpulkan bahan melalui data yang diperoleh secara langsung melalui
keterangan dokter atau tenaga kesehatan lainnya di Rumah Sakit Umum Daerah

5
6

Ibid, hlm. 5.
Lihat Penjelasan Pasal 50 Undang-undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Sangatta Kabupaten Kutai Timur dan pasien, yang berhubungan dan berkompeten
dalam memberikan informasi yang berhubungan dengan penulisan tesis ini.
Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Sangata Kabupaten
Kutai Timur beralamat di Jalan Cut Nyak Dien No 1 Sangata Kutai Timur.
Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini antara lain: (a).Data primer

yaitu data yang diperoleh dengan melakukan penelitian lapangan (field research).
Penelitian lapangan ini adalah penelitian data yang dilakukan secara langsung
dilapangan terhadap obyek penelitian di lokasi yang telah ditentukan dan yang
berhubungan dengan pembahasan dalam hal ini berupa wawancara yang bersumber
dari pimpinan Rumah Sakit, dokter, mantri dan tenaga kesehatan lainnya serta
beberapa pasien Rumah Sakit Umum Daerah Sangata Kabupaten Kutai timur. (b).
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan guna mendapatkan
landasan teoritis berupa pendapat-pendapat atau tulisan-tulisan para ahli atau pihakpihak lain yang berwenang, peraturan perundang-undangan dan lain-lain.
Populasi dari penelitian ini adalah pihak manajemen Rumah Sakit Umum yaitu
Direktur dan 34 Dokter serta 3 pasien Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan cara proportional stratified
random sampling dengan rincian sebagai berikut : (a). Pihak Rumah Sakit Umum

Daerah sangata sebagai pihak yang memberikan pelayanan kesehatan. Responden
yang diambil adalah : Direktur Rumah Sakit Yaitu dr. Aisyah, M.Kes dan satu orang
Dokter yaitu dr. H. Bahrani. (b). Pasien rumah sakit sebagai pihak yang memperoleh
pelayanan kesehatan yaitu satu orang pasien.
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut : (a). Teknik Pengumpulan Data Primer, Teknik wawancara (Interview)
yaitu mengadakan komunikasi langsung untuk melakukan tanya jawab kepada

responden seperti pimpinan Rumah Sakit Umum Daerah Sangata, dokter dan pasien
Rumah Sakit Umum Daerah Sangata Kabupaten Kutai timur.(b). Teknik
Pengumpulan Data Sekunder dilakukan dengan 2 cara yaitu: 1). Studi Kepustakaan
yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data-data dari
literatur, perundang-undangan, tulisan-tulisan, laporan serta bahan lainnya yang
sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam tesis ini. (2). Studi Dokumentasi yaitu

teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data-data dokumen resmi
berupa arsip rekam medis pasien rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Umum
Daerah Sangata Kabupaten Kutai Timur.
Analisis yang penulis gunakan terhadap data-data yang dipakai adalah desk ripsi
k ualitatif artinya menguraikan data dalam bentuk kalimat yang baik dan benar.

Maksudnya data yang diperoleh disajikan secara desk riptif dalam bentuk kalimat yang
benar dan sistematis sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang beragam serta
dianalisis secara k ualitatif (Content analisis) sebagai suatu dasar dalam menarik
kesimpulan.

HASIL DAN PE MBAHASAN
1.


Perlindungan

Hukum

Terhadap

Pasien

Sebagai

Konsumen

Yang

Mengalami Malpraktik Jasa Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum
Daerah Sangatta Kabupaten Kutai Timur Rumah sakit
Menurut pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa perlindungan hukum bagi konsumen
adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan

perlindungan

kepada

konsumen”.

Kepastian

hukum

untuk

memberikan

perlindungan kepada konsumen antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan
martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa
baginya, dan menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung
jawab. Tetapi dalam kenyataannya masih banyak pelanggaran hak-hak konsumen
yang di lakukan oleh pelaku usaha. Hal semacam ini sudah sampai mewabah pada
bidang kesehatan di Indonesia pada umumnya dan di Sangatta kabupaten Kutai
Timur pada Khususnya.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sangatta merupakan rumah sakit milik
Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur yang berlokasi di ibukota kabupaten
tepatnya di Jalan Soekarno Hatta Sangatta. Rumah Sakit berperan menyelenggarakan
pelayanan kesehatan dan merupakan ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia. Dalam penyelenggaraan pelayanan rumah sakit, maka rumah sakit harus

melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan umum dan pelayanan medik baik
melalui akreditasi, sertifikasi, ataupun proses peningkatan mutu lainnya.
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan
upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur,
proses, outcome secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu
dan

kewajaran

meningkatkan

pelayanan
pelayanan

terhadap
pasien,

dan

pasien,

menggunakan

memecahkan

peluang

masalah-masalah

untuk
yang

terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di rumah sakit berdaya guna dan
berhasil guna. Mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit perlu didukung oleh sumber
daya yang dimiliki meliputi sumber daya manusia, sarana, prasarana, peralatan medis,
dan anggaran rumah sakit yang memadai.
Di kabupaten sangatta banyak terdapat Rumah Sakit maupun klinik swasta,
akan tetapi Rumah Sakit pemerintah hanya satu yaitu Rumah Sakit Umum Daerah
Sangatta yang menurut masyarakat tarif biaya perawatan maupun pengobatannya
lebih terjangkau dibandingkan dengan Rumah Sakit dan klinik swasta. Oleh karena
itu, mayoritas sebagian masyarakat sangat memanfaatkan kesempatan dan fasilitas
yang diberikan oleh pemerintah daerah setempat walaupun letak Rumah Sakit sangat
jauh dari pemukiman masyarakat. Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta sangat
diperlukan oleh masyarakat sekitar untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Peranan
Rumah Sakit sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju
mundurnya rumah sakit akan sangat ditentukan oleh keberhasilan dari pihak-pihak
yang bekerja di rumah sakit, dalam hal ini dokter, perawat dan orang-orang yang
berada di tempat tersebut.
Khusus pada pasien rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta
Kabupaten Kutai Timur ditemukan data bahwa tidak semua pasien mendapatkan
pelayanan dengan optimal yang disebabkan karena keterbatasan keahlian yang
dimiliki seorang dokter atau kurangnya kehati-hatian atau adanya kelalaian dalam
menjalankan profesinya, sehingga berdampak pada keselamatan pasien. Padahal
pasien berobat ke Rumah Sakit dengan tujuan mendapatkan pelayanan yang layak
dan optimal dari seluruh tenaga kesehatan tanpa diskriminasi antara si kaya dan si
miskin, yang memakai Jamkesmas atau yang tidak menggunakannya. Pelayanan

kesehatan merupakan hal yang penting yang harus dijaga maupun ditingkatkan
kualitasnya sesuai standar pelayanan yang berlaku, agar masyarakat sebagai pasien
dapat merasakan pelayanan yang diberikan.
Pada umumnya dalam proses pengobatan atau perawatan yang diberikan oleh
dokter, pasien selalu menerima tanpa mengetahui tindakan yang diberikan
kepadanya. Padahal informasi mengenai tindakan yang akan dilakukan oleh dokter
sangat penting untuk diketahui oleh pasien agar tidak ada masalah atau kekecewaan
dibelakangnya nanti. Akan tetapi kebanyakan masyarakat dengan mudahnya percaya
akan segala hal yang ditawarkan oleh seorang dokter karena mereka menganggap
segala upaya yang dilakukan oleh dokter baik untuk kesehatannya. Itu disebabkan
kurangnya sikap kritis atau pendidikan yang dimiliki pasien sehingga dengan
ketidaktahuannya, mereka tidak merasa perlu mengetahui kebenaran mengenai
tahapan pengobatan yang diberikan oleh seorang dokter kepada pasien karena
semuannya diserahkan kepada dokter yang menanganinya.
Dari hasil wawancara pasien yang merasa dirugikan yaitu BY (nama samaran),
yang bekerja disalah satu instansi pemerintah di kabutaten Sangatta dan tinggal di
kota sangatta. Pasien tersebut mengalami kecelakaan sehingga mengakibatkan patah
tulang pada kaki. Pada saat akan dilakukan operasi, pihak rumah sakit meminta
persetujuan kepada keluarga pasien. Keluarga pasien yang diwaliki oleh ayah kandung
pasien sendiri menyatakan kesediaan anaknya akan dioperasi. Operasi berjalan lancar
sehingga dalam waktu beberapa hari pasien dibolehkan pulang karena kondisinya
sudah membaik. Seminggu sekali pasien melakukan check up untuk melakukan kontrol
pada kaki kanan pasca dioperasi. Setelah beberapa kali dilakukan check up tiba saatnya
dilakukan pengambilan pen. Pada saat pengambilan pen berjalan dengan lancar.
Namun pasca dilakukan pengambilan pen semakin hari kaki pasien terasa nyeri dan
sakit. Kemudian pasien menyampaikan keluah tersebut kepada dokter yang
menanganinya dan melakukan check up lagi untuk mengetahui keadaan kakinya.
Ternyata terdapat benda yang tertinggal pasca pengambilan pen tersebut.
Pasien meminta rumah sakit untuk bertanggung jawab atas kerugian yang
dialaminya. Pasien mengadukan hal tersebut kepada Direktur Rumah Sakit. Selang
beberapa hari pasien diminta datang ke rumah sakit untuk menyelesaikan masalah

tersebut. Setelah dilakukan musyawarah dengan pihak rumah sakit dengan pasien
ditemukan sepakat yaitu rumah sakit akan melakukan operasi pengambilan benda
tersebut dan hanya menanggung sebagian biaya operasi. Sampai sekarang kaki kanan
BY tidak dapat berfungsi seperti sedia kala yaitu menggunakan tongkat sebagai alat
bantu jalan.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas penulis berpendapat bahwa di
bidang kesehatan khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta Kabupaten
Kutai Timur, Pelaksanaan pelayanan kesehatan belum optimal sesuai dengan harapan
masyarakat,

adapun

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

dalam

pemberian

perlindungan hukum terhadap pasien dari pihak tenaga kesehatan maupun pihak
Rumah Sakit itu sendiri adalah sebagai berikut : Pertama, Hubungan dokter dan
Pasien, Dalam pelayanan di bidang medis, tidak terpisah akan adanya hubungan
hukum antara dokter atau rumah sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan dengan
pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan. Hubungan yang timbul antara
pasien dan rumah sakit dapat dibedakan pada dua macam perjanjian yaitu: pertama,
perjanjian perawatan dimana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien
bahwa pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan dan dimana tenaga
perawatan melakukan tindakan perwatan. Kedua, perjanjian pelayanan medis dimana
terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada rumah
sakit akan berupaya secara maksimal untuk menyembuhkan pasien melalui tindakan
medis Inspanning V erbintenis.7
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka hubungan hukum antara pasien dan
dokter adalah transaksi terapiutek yaitu sebuah transaksi antara dokter dan pasien
dimana masing-masing harus memenuhi syarat-syarat dalam aturan hukum atau
syarat sahnya suatu perjanjian yang tercantum dalam pasal 1320 K UH Perdata.
Sedangkan untuk pelaksanaan perjanjian itu sendiri harus dilaksanakan dengan itikad
baik sesuai dengan ketentuan pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata. Dengan adanya
ketentuan tersebut, maka proses terhadap kepastian perlindungan hukum bagi pasien

7

Fred Ameln (1991) dalam perlindungan konsumen kesehatan berkaitan dengan malpraktik medic, http:/id.shyoong.com/law-and-polities/1853631-perlindungan-konsumen-kesehatan-berkaitandengan-malpraktik-medik/diakses 01 Maret 2013.

dan rumah sakit terjadi dengan lahirnya kata sepakat yang disertai dengan kecakapan
untuk bertindak dalam perjanjian dan berlaku secara sah sebagai undang-undang.
Dalam perkembangan ilmu dan kemajuan teknologi kedokteran yang sangat
pesat belum diikuti dengan perilaku profesi dokter yang akomoditif terhadap hak-hak
pasien, sehingga resiko yang dihadapi pasien semakin tinggi. Pasien pada umumnya
selalu menerima apa saja kata dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Padahal menurut
pasal 4 sampai dengan pasal 8 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang
kesehatan yang mengatur mengenai hak-hak pasien, pasien dihadapan dokter
memiliki hak penuh untuk mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dan berhak
untuk ikut menentukan tindakan yang akan diambil dalam penyembuhan penyakit,
serta berhak untuk mendapatkan pelayanan yang layak bagi kesehatan.
Dalam ketentuan pasal 5 huruf c dan pasal 8 Undang-undang Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan juga disebutkan bahwa : Pasal 5 huruf c “Setiap
orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan
kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.” Pasal 8 “Setiap orang berhak memperoleh
informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang
telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.”
Oleh karena itu, sebagai unit pelayanan kesehatan di Kabupaten Kutai Timur,
Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta setidaknya memiliki dua fungsi yaitu pelayanan
kesehatan kuratif dan preventif. Fungsi kuratif lebih bertitik berat pada upaya
pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit (sakit), pengurangan
penderitaan akibat sakit, pengendalian penyakit atau pengendalian kecacatan agar
kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin sedangkan fungsi preventif
membawa konsekuensi misi pelayanan kesehatan dalam meningkatkan daya tahan
manusia terhadap ancaman penyakit. Namun dalam penelitian ditemukan data bahwa
pasien yang menggunakan jasa pelayanan medis di Rumah Sakit Umum Daerah
Sangatta menurut apa saja kata dokter tentang penyakit yang dideritanya, penjelasan
akan hak dan kewajiban pasien hampir tidak pernah dilakukan, bahwa ada beberapa
tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum daerah Sangatta tidak tahu akan eksitensi
dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen juga
melindungi pasien dan tenaga kesehatan dengan segala hak dan kewajibannya.

Oleh karena itu selain dokter, pasien juga memerlukan perlindungan hukum
yang proporsional yang diatur dalam perundang-undangan. Perlindungan tersebut
terutama diarahkan kepada kemungkinan-kemungkinan bahwa dokter melakukan
kekeliruan karena kelalaian. Sehingga kepastian dan rasa perlindungan hukum bagi
pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dapat terwujud secara baik dan
optimal.

Kedua, Sistem perlindungan hukum bagi pasien yang ditetapkan pihak Rumah
Sakit, Rumah Sakit menjamin perlindungan hukum bagi dokter/tenaga kesehatan
agar tidak menimbulkan kesalahan medic dalam menangani pasien, sebaliknya pasien
mendapatkan perlindungan hukum dari suatu tanggung jawab rumah sakit dan
dokter/tenaga kesehatan. Untuk menciptakan perlindungan bagi pasien maka para
pihak harus memahami hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya termasuk
pemberi jasa pelayanan kesehatan agar bertanggung jawab terhadap profesi yang
diberikan kepada penerima jasa pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu, dokter dan tenaga kesehatan lainnya perlu memahami adanya
landasan hukum dalam transaksi terapeutik antara dokter dengan pasien, mengetahui
dan memahami hak dan kewajiban pasien serta hak dan kewajiban dokter dan adanya
wajib simpan rahasia kedokteran, rahasia jabatan dan pekerjaan. Dari hasil penelitian
oleh penulis, Pihak rumah sakit dalam memberikan perlindungan hukum kepada
pasien yaitu dengan cara menghindari segala kemungkinan buruk yang terjadi
terhadap pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Apabila terdapat keluhan
dari pihak pasien mengenai pelayanan yang diberikan akan diproses sesuai aturan
yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta.
Dari hasil wawancara dengan pasien sebagai responden diperoleh data, Jaminan
pelayanan dan perlindungan hukum dengan indikator: perhatian Tenaga Medis akan
Hak dan Kewajiban Pasien termasuk persetujuan tindakan medis, pengarahan yang
diberikan saat berada dalam pemeriksaan serta informasi medis yang diterima pasien.
Hasil analisis deskriptif data membuktikan bahwa responden tidak mengetahui
tentang jaminan dan perlindungan yang diberikan, di samping itu responden
mengatakan bahwa ketika mereka dalam pemeriksaan tidak pernah dijelaskan akan
hak dan kewajibannya, bahkan hampir semua responden tidak mengetahui akan

eksistensi dari Undang-undang perlindungan konsumen juga melindungi pasien yang
tentu saja berkaitan dengan hak dan kewajiban pasien selaku konsumen baik oleh
dokter maupun perawat.
Padahal perlindungan pasien dengan jelas diatur dalam Undang-undang No. 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 56 yang berisikan ketentuan antara lain sebagai
berikut :
“(1)

Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh
tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima
dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.

(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku pada:
a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke
dalam masyarakat yang lebih luas;
b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
c. gangguan mental berat.
(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.”

Ketiga, Fasilitas, sarana dan prasarana yang kurang memadai. Keberhasilan
suatu pelayanan medis sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang
didukung dengan fasilitas-fasilitas lain yang tersedia namun, Sarana dan prasarana di
Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta seperti ambulan yang hanya berjumlah satu
unit saja tidak dapat memenuhi pelayanan yang memadai. Lokasi Rumah Sakit yang
berada jauh dari pemukiman warga membuat warga memilih Rumah Sakit atau klinik
swasta di sekitar tengah kota, begitu juga mengenai pasien gawat yang membutuhkan
pertolongan cepat terlalu jauh dan menyita waktu apabila dibawa ke Rumah Sakit
Umum Daerah Sangatta. Oleh karena itu warga sangat menyayangkan keberdaan
Rumah Sakit yang sangat jauh dengan keberadaan masyarakat.

Keempat, Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter/tenaga kesehatan
dan Rumah Sakit. Peran dan fungsi rumah sakit sebagai tempat untuk melakukan

pelayanan medis yang professional akan erat kaitannya dengan 3 (tiga) unsur, yaitu
terdiri dari: pertama, unsur mutu yang dijamin kualitasnya. Kedua, unsur keuntungan
atau manfaat yang tercermin dalam mutu pelayanan. Ketiga, hukum yang mengatur
perumahsakitan secara umum dan kedokteran dan/atau medik khususnya.8 Unsurunsur sebagaimana dimaksud akan bermanfaat bagi pasien dan dokter/tenaga
kesehatan serta rumah sakit, disebabkan karena adanya hubungan yang saling
melengkapi unsur tersebut. Pelayanan kesehatan memang sangat membutuhkan
kualitas mutu pelayanan yang baik dan maksimal dengan manfaat yang dapat
dirasakan oleh penerima jasa pelayanan kesehatan dan pemberi jasa pelayanan
kesehatan.
Disamping itu, seorang dokter harus memiliki pengetahuan yang baik tentang
standar pelayanan medik dan standar profesi medik, pemahaman tentang malpraktik
medik, penanganan penderita gawat darurat, rekam medis, euthanasia dan lain-lain.
Semua itu merupakan pengetahuan masa kini yang perlu untuk didalami secara
professional. Agar tidak terjadi tindakan medik yang menimbulkan kesalahan dan
atau kelalaian dari dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit, yang akan menimbulkan
kerugian bagi pasien.

Kelima, Hak-hak pasien selaku konsumen yang mengalami malpraktik dalam
pelayanan kesehatan tidak dipenuhi oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta.
Dalam hal ini mengenai hak Konsumen diatur dalam pasal 4 huruf c, d, e dan f
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu :
a. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
b. hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
c. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
d. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

8

Hermien Haditi Koeswadji, Huk um dan Masalah Medik , (Surabaya: Airlangga Press, 2002), hlm. 118.

Dari hasil penelitan ditemukan data bahwa selama dalam pemeriksaan, pasien
tidak pernah mendapat penjelasan tentang hak dan kewajibannya sehingga apabila
terjadi masalah antara pasien dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya selalu
diselesaikan oleh pihak Rumah Sakit lewat jalan damai. disamping itu, sebagian hakhak pasien selaku konsumen tidak dipenuhi oleh pihak Rumah Sakit diantaranya: hak
untuk menolak pengobatan dan memilih dokter yang menurut pasien lebih ahli
dalam bidangnya, hak untuk mendapatkan advokasi, hak untuk mendapatkan
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
serta hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan pasien.

2.

Tanggung Jawab Pihak Rumah Sakit Terhadap Kerugian Yang Dialami
Oleh Pasien Akibat Terjadi Malpraktik Di Rumah Sakit Umum Daerah
Sangatta
Setiap

pertanggungjawaban

harus

mempunyai

dasar,

yaitu hal

yang

menyebabkan timbulnya hak hukum seseorang untuk menuntut orang lain sekaligus
berupa hak yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi
pertanggungjawabannya.
Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dibedakan sebagai
berikut :
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault)
2. Prinsip praduga untuk bertanggung jawab (presumption of liability)
3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of non liability)
4. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability)
5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability)9
Dalam hukum perdata dasar pertanggungjawaban itu ada dua macam yaitu
kesalahan dan resiko. Dengan demikian dikenal pertanggungjawaban atas dasar
kesalahan (liability without based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan
(liability without fault) yang dikenal dengan tanggungjawab resiko (risk liability) atau

9

Titik Triwulan Tutik dan Sinta Febriana, (Jakarta: Perlindungan Huk um Bagi Pasien, Prestasi Pustaka
Publisher, 2010), hlm. 49.

tanggung jawab mutlak (strict liability). Prinsip dasar pertanggungjawaban atas dasar
kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena
seseorang tersebut telah bersalah melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
Sebaliknya prinsip tanggung jawab resiko merupakan dasar pertanggungjawaban,
maka konsumen (pasien) sebagai penggugat tidak diwajibkan lagi membuktikan
kesalahan produsen (dokter) sebagai tergugat sebab menurut prinsip ini dasar
pertanggungjawaban bukan lagi kesalahan melainkan produsen (dokter) langsung
bertanggung jawab sebagai resiko usahanya.10
Menurut hukum perdata, pertanggungjawaban dapat dikualifikasikan dalam tiga
kategori yaitu pertama, pertanggungjawaban karena kasus Perbuatan Melanggar
Hukum

(PMH)

sesuai

ketentuan

Pasal

1365

KUH

Perdata.

Kedua,

pertanggungjawaban karena Wan Prestasi (WP) sesuai pasal 1243 K UH Perdata dan
ketiga, pertanggungjawaban penyalahgunaan keadaan berdasarkan doktrin hukum.
Pemberian hak ganti rugi merupakan upaya untuk memberikan perlindungan bagi
setiap orang atas suatu akibat yang timbul, baik fisik maupun non fisik karena
kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan. Perlindungan ini sangat penting karena
akibat kelalaian atau kesalahan tersebut mungkin dapat menyebabkan kematian atau
menimbulkan cacat yang permanen.
Masalah hukum dalam pelayanan medis umumnya terjadi di rumah sakit
dimana tenaga kesehatan bekerja. Secara umum unsur pokok malpraktik dalam
pengertian malpraktik kedokteran adalah ketidaksesuaian dengan standar medis.
Standar medis perlu dihubungkan dengan tujuan ilmu kedokteran, yang oleh
leenen sebagaimana dikutip dari Fred Ameln11 dirinci sebagai berikut :
a. Menyembuhkan dan mencegah penyakit (cure and preventive)
b. Meringankan penderita
c. Comforting pasien termasuk mengantar mengakhiri hidup

10

11

Janus Sidabalok, Huk um Perlindungan Konsumen di Indonesia, Pertanggung-jawaban Menurut Huk um Perdata,
(Jakarta: Raja Grafindo Perada, 2006), hlm. 125.
Fred Ameln, kapita Selekta Hukum Kedokteran, (Jakarta: Grafikatama Jaya, 1991), hlm. 89-90.

d. Penerapan atas keseimbangan, berhubungan dengan tindakan diagnostik dan
terapiutek dengan peringanan penderitaan dan comforting dan pula dengan
tindakan preventif.

Dalam hal pertanggungjawaban atas pelayanan medis yang mana pihak pasien
merasa dirugikan maka perlu untuk diketahui siapa yang terkait di dalam tenaga
medis tersebut. Tenaga medis yang dimaksud adalah dokter yang bekerjasama
dengan tenaga professional lain di dalam menyelenggarakan dan memberikan
pelayanan medis kepada pasien. Apabila dalam tindakan medis terjadi kesalahan dan
mengakibatkan kerugian terhadap pasien, maka tanggung jawab tidak langsung
kepada pihak rumah sakit, terlebih dahulu harus melihat apakah kesalahan tersebut
dilakukan oleh dokter atau tenaga medis yang lain. Setiap masalah yang terjadi baik
sengaja maupun tidak sengaja perlu diteliti terlebih dahulu. Apabila kesalahan
dilakukan oleh dokter, maka rumah sakit yang bertanggung jawab secara umumnya
dan dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dikenakan sanksi.
Seorang dokter harus membandingkan tujuan tindakan mediknya dengan
resiko dari tindakan tersebut dan harus berusaha menerapkan tujuan itu dengan
resiko yang terkecil. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab rumah sakit selaku
badan hukum, maka pada prinsipnya rumah sakit bertanggung jawab secara perdata
terhadap semua kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan bunyi
pasal 1365 KUH Perdata yaitu :
“Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian tersebut”.

Selain itu juga tertuang dalam pasal 58 ayat 1 Undang-Undang Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 yaitu:
“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan
dan/atau penyelenggaraan kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat
kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”

Terdapat dua kategori rumah sakit selaku pihak tergugat yaitu rumah sakit
pemerintah dan rumah sakit swasta. Berkaitan dengan rumah sakit pemerintah, maka
manajemen rumah sakit pemerintah c.q Dinas kesehatan/Menteri Kesehatan dapat
dituntut. Menurut pasal 1365 K UH Perdata, seorang pegawai yang bekerja pada
rumah sakit pemerintah menjadi pegawai negeri dan Negara sebagai suatu badan
hokum dapat dituntut untuk membayar ganti rugi atas tindakan pegawai negeri yang
dalam menjalankan tugasnya merugikan pihak lain. Sedangkan untuk manajemen
rumah sakit swasta diterapkan pasal 1365 dan pasal 1367 KUH Perdata, karena
rumah sakit swasta sebagai badan hukum memiliki kekayaan sendiri dan dapat
bertindak dalam hukum dan dapat dituntut seperti halnya manusia.
Tenaga kesehatan khususnya yang bekerja di Rumah Sakit Pemerintah yaitu
tenaga dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan Swasta. Di dalam melaksanakan tugas
profesinya, baik tenaga dari PNS ataupun swasta mempunyai perbedaan dalam
tanggung

jawab.

Apabila

dokter

dari

PNS

yang

melakukan

kesalahan/kelalaian/malpraktik dalam tindakan medis, dokter tersebut diberikan
sanksi berupa pemindahan kerja ke instansi kesehatan lain atau pemberhentian
sementara,

bahkan pemberhentian tidak dengan

hormat

apabila dianggap

pelanggaran tersebut merupakan pelanggaran disiplin tingkat berat. Hal ini sesuai
dengan peraturan disiplin PNS yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999.
Sedangkan, dokter swasta apabila melakukan kesalahan biasanya sanksi yang
dijatuhkan berupa diberhentikan oleh Rumah Sakit tempat ia bekerja sesuai dengan
kesepakatan

dalam kontrak kerjanya.

Akibat

dari kesalahan

dokter

yang

menyebabkan kerugian terhadap pasien akan menjadi beban bagi pihak rumah sakit.
Seorang dokter hanya sebatas berusaha sesuai dengan kemampuan dan standar yang
digariskan atas profesinya. Sehingga apabila pasien mengalami ketidaksembuhan,
maka dokter tidak dapat dituntut selama menjalankan sesuai dengan prosedur
pelayanan yang ada. Namun berbeda keadaan, apabila seorang dokter menjalankan
pelayanan tidak sesuai dengan prosedur, pasien dapat menuntut kerugian kepadanya.

Mengenai tanggung jawab bagi pasien yang diberikan/dilakukan oleh pihak
Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta berdasarkan penelitian ditemukan data bahwa
apabila terjadi kesalahan/kelalaian/malpraktik yang dilakukan oleh dokter, maka
pasien yang menderita kerugian dapat menuntut ganti rugi kepada pihak Rumah
Sakit. Pasien yang merasakan dirugikan atas pelayanan medis dapat menyampaikan
pengaduan atau kerugian tersebut kepada direktur Rumah Sakit kemudian ke komite
medik dengan memberikan keterangan mengenai hal yang diadukan atau dirugikan
dari pelayanan dokter atau tenaga medis lainnya, kemudian Direktur Rumah Sakit
akan memanggil kedua belah pihak yaitu pasien dan dokter untuk dimintai
keterangan tentang masalah apa yang terjadi diantara keduanya dan dicari pemecahan
masalahnya. Apabila terbukti bahwa kerugian yang diderita oleh pasien diakibatkan
oleh kesalahan/kelalaian/malpraktik dokter maka yang bertanggung jawab atas
kerugian tersebut bisa rumah sakit atau dokter sesuai hasil keputusan yang diambil
direktur rumah sakit.
Apabila dalam penyelesaian oleh pihak Rumah Sakit tidak ditemukan jalan
damai, artinya pasien tidak puas atas keputusan yang diambil oleh direktur rumah
sakit atau tidak ada pemecahan masalah yang diperoleh. Maka pasien sendiri dapat
melaporkan sengketa tersebut ke Dinas Kesehatan atau Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) Sangatta agar sengketa tersebut dapat diselesaikan. Apabila tetap tidak
ditemukan pemecahan atas sengketa tersebut maka pasien dapat mengadukan secara
tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sesuai
dengan pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Kedokteran.
Pasien dapat mengajukan sengketa tersebut ke Pengadilan Negeri Sangatta.
Apabila seorang dokter melakukan kesalahan profesi (criminal malpractice), secara
yuridis semua kasus culpa dapat diajukan ke pengadilan pidana maupun perdata
sebagai malpraktik untuk dilakukan pembuktian berdasarkan standar profesi
kedokteran dan informed consent. Apabila dokter terbukti tidak menyimpang dari
standar profesi kedokteran dan sudah memenuhi informed consent maka dokter
tersebut tidak dipidana atau diputuskan bebas membayar ganti kerugian.
Data yang diperoleh dalam penelitian bahwa tanggung jawab berupa
penggantian kerugian yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah

Sangatta khususnya terhadap kerugian yang dialami BY, tidak sesuai karena pihak
rumah sakit hanya menanggung sebagian biaya operasi saja. Padahal dengan jelas
pasal 1365 KUH Perdata disebutkan bahwa pelaku harus mengganti kerugian
sepenuhnya. Oleh karena itu, pasien (BY) mengharapkan keadilan dari Pihak Rumah
Sakit karena dalam hal ini dokter telah melakukan kesalahan dalam melakukan
tindakan medis kepadanya. Dari ketentuan tersebut maka pihak rumah sakit dan
tenaga kesehatan harus lebih berhati-hati didalam melakukan tindakan medis yang
mana dari pihak pasien mempercayakan sepenuhnya akan tindakan medis yang
dilakukannya.

KE SIMPULAN
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut : Pertama, Perlindungan Hukum Terhadap Pasien
Sebagai Konsumen Yang Mengalami Malpraktik Jasa Pelayanan Kesehatan di Rumah
Sakit Umum Daerah Sangatta Kabupaten Kutai Timur Rumah sakit. Pihak Rumah Sakit
Umum Daerah Sangatta sudah berupaya untuk memberikan perlindungan hukum
terhadap pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ini dokter dan penerima pelayanan
kesehatan (pasien). Namun dalam pelaksanannya perlindungan hukum yang diberikan
pihak Rumah Sakit belum berjalan dengan optimal, hal tersebut disebabkan karena
beberapa faktor yaitu: pertama, hubungan dokter dan pasien, yang selama ini lebih
dominan dokter karena pasien selalu menuruti segala perintah dan arahan yang diberikan
dokter tanpa mengetahui kebenarannya terlebih dahulu. Kedua, system perlindungan
hukum yang ditetapkan pihak rumah sakit. Ketiga, fasilitas, sarana dan prasarana yang
kurang memadai. Keempat, mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter/tenaga
kesehatan dan rumah sakit. Kelima, Hak-hak pasien selaku konsumen yang mengalami
malpraktik dalam pelayanan kesehatan tidak dipenuhi oleh pihak Rumah Sakit Umum
Daerah Sangatta.

Kedua,Tanggung Jawab Pihak Rumah Sakit Terhadap Kerugian Yang Dialami
Oleh Pasien Akibat Terjadi Malpraktik Di Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta, apabila
terjadi suatu kelalaian/kesalahan/malpraktik medis maka rumah sakit Umum Daerah
Sangatta yang merupakan rumah sakit pemerintah c.q Dinas kesehatan/Menteri

Kesehatan dapat dituntut. Menurut pasal 1365 K UH Perdata, seorang pegawai yang
bekerja pada rumah sakit pemerintah menjadi pegawai negeri dan Negara sebagai suatu
badan hukum dapat dituntut untuk membayar ganti rugi atas tindakan pegawai negeri
yang dalam menjalankan tugasnya merugikan pihak lain. Apabila dokter berstatus PNS
yang melakukan kesalahan/kelalaian/malpraktik dalam tindakan medis, dokter tersebut
diberikan sanksi berupa pemindahan kerja ke instansi kesehatan lain atau pemberhentian
sementara, bahkan pemberhentian tidak dengan hormat apabila dianggap pelanggaran
tersebut merupakan pelanggaran disiplin tingkat berat. Selain itu pasien yang menderita
kerugian dapat menuntut ganti rugi kepada pihak Rumah Sakit. Pasien yang merasa
dirugikan atas pelayanan medis dapat menyampaikan pengaduan atau kerugian tersebut
kepada direktur Rumah Sakit kemudian ke komite medik dengan memberikan
keterangan mengenai hal yang diadukan atau dirugikan dari pelayanan dokter atau tenaga
medis lainnya.

DAF TAR PUSTAKA
A. LITE RATUR
Ameln, Fred. kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta: Grafikatama Jaya, 1991.

Nasution, Bahder Johan. Huk um Kesehatan Pertanggungjawaban Dok ter. Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2005.

Koeswadji, Hermien Haditi. Huk um dan Masalah Medik . Surabaya: Airlangga Press,
2002.
Sidabalok, Janus. Huk um Perlindungan Konsumen di Indonesia, Pertanggung-jawaban Menurut
Huk um Perdata. Jakarta: Raja Grafindo Perada, 2006.

Tutik, Titik Triwulan dan Shita Friana. Perlindungan Huk um Bagi Pasien. Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher, 2010.

B. PE RATURAN PE RUNDANG-UNDANGAN
Republik Indonesia. Undang-undang Dasar republik Indonesia Tahun 1945

Republik Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen. Undangundang Nomor 8 Tahun 1999. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 42. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4126.

Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Praktik Kedokteran. Undang-undang
Nomor 29 Tahun 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 116.

Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Kesehatan. Undang-undang Nomor
36 Tahun 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144.

Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Rumah Sakit. Undang-Undang Nomor
44 Tahun 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
153.

C. LAINNYA
Fred Ameln. 1991: dalam perlindungan konsumen kesehatan berkaitan dengan
malpraktik medik, -http:/id.shyoong.com/law – and – polities /1853631 perlindungan – konsumen – kesehatan – berkaitan – dengan - malpraktik
medik/ diakses 01 Maret 2013.