RAGAM GENETIK DAN DAYA WARIS BEBERAPA SI

RAGAM GENETIK DAN DAYA WARIS BEBERAPA SIFAT
JAGUNG PUTIH LOKAL ASAL BEBERAPA DAERAH
Tyastuti Purwani 1) dan Astuti Setyowati 2)
1) Prodi Agroteknologi Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogya
tyas_purwani@yahoo.co.id
2) Prodi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Mercu Buana Yogya
aina_set@yahoo.com

Abstract
Corn is still a major food commodities as wheat and rice. There are various kinds of corn. One kind of
theme is white corn.. Many of theme is used for food not feed . But now the existing of white corn is
rare because many people select paddy for make rice.The purpose of this study was to know how much
growth and yield characters of local white corn used as research material were genetically influenced.
Six white Field experiment has been conducted by growing those seeds in Randomized Complete
Block Design with three replications at Field Experiment Station of Mercu Buana Yogyakarta
University from Juny to September 2014. The results showed that there was not significantly
difference among the 6 types of local white corn in mean of plant height, the main ear height , ear
length and diameter, ear weight, grain weight per ear, ear yiel /ha, and grain yield / ha. Only ear
weight character was significantly different. Estimates of the genotype variance and broad sense
heritability (H ) indicates that plant height, ear height, and grain yield /ha had H value less than 20%
(low category of heritability); ear length and diametre and cob yield/ha had H value among 20% to

60% ( medium category heritability); and height category of heritability ( more than 60% ) were found
in cob and grain weight per ear.

PENDAHULUAN
Sektor pertanian memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Kontribusi
dominan sektor pertanian khususnya adalah dalam pemantapan ketahanan pangan,
pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan.
Tujuan akhir pembangunan pertanian Indonesia adalah terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui sistem pertanian industrial. Dalam rangka menjaga kesinambungan
pembangunan, Departemen Pertanian telah menyusun Cetak Biru (Blue Print) Pembangunan
Pertanian Jangka Panjang (2005 - 2025), Jangka Menengah , dan tahunan. Visi Kementerian
Pertanian 2010-2014 adalah sistem pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis
sumber daya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor, dan
kesejahteraan petani. Sistem pertanian industrial merupakan suatu sistem yang menerapkan
integrasi usaha tani disertai dengan koordinasi vertikal dalam alur produk, sehingga
1

karakteristik produk akhir yang dipasarkan dapat dijamin dan sesuai dengan preferensi
konsumen akhir. Dalam upaya mencapai visi tersebut, ditetapkanlah empat (4) target sukses
Kementerian Pertanian , yaitu : 1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan,

2) peningkatan diversifikasi pangan, 3) peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor,
serta 4) peningkatan kesejahteraan petani.
Secara garis besar, kebijakan pembangunan pertanian diprioritaskan kepada beberapa
kegiatan guna tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan pertanian tersebut. Salah
satunya adalah program ketahanan pangan. Program peningkatan ketahanan pangan
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di dalam negeri dari produksi
nasional. Disamping itu juga diarahkan pada kemandirian masyarakat/petani berbasis
sumber daya lokal yang secara operasional dilakukan melalui program peningkatan produksi
pangan, menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan beragam (diversifikasi pangan),
aman, dan halal di setiap daerah setiap saat, dan antisipasi agar tidak terjadi kerawanan
pangan .
Fakta mengatakan bahwa jumlah penduduk selalu meningkat. Diperkirakan pada tahun
2035 jumlah penduduk Indonesia mencapai 400 juta jiwa, berlipat dua dari jumlah sekarang.
Karena hal ini maka tentu saja kebutuhan persediaan pangan juga akan meningkat. Seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk maupun kesejahteraannya, kebutuhan terhadap
jenis dan kualitas produk pangan juga semakin meningkat dan beragam. Oleh karena itu,
selain upaya untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan., peningkatan
diversifikasi pangan menjadi sangat penting , terutama untuk mengurangi konsumsi beras
dan terigu (Haryono, dkk., 2012).
Dalam kurun waktu 2010-2014 ini konsumsi beras ditargetkan turun 1.5% per tahun,

diimbangi dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, buah-buahan dan
sayuran. Diversifikasi pangan pada dasarnya mencakup aspek produksi, konsumsi,
pemasaran, dan distribusi

Dari aspek produksi , diversifikasi berati penganekaragaman

komoditas pangan dalam pemanfaatan sumberdaya, pengusahaan maupun pengembangan
poduk (diversifikasi horisontal dan vertikal). Dari aspek konsumsi, tercakup perilaku yang
didasari pertimbangan ekonomis (pendapatan dan harga komoditas) dan non-ekonomis
( selera, kebiasaan, dan pengetahuan). Diversifikasi pangan dan pola konsumsi secara
dinamis mengalami perubahan. Jadi, diversifikasi pangan selain merupakan upaya
mengurangi ketergantungan pada beras (padi), juga penganekaragaman dari beras ke
2

sumber kalori dan protein lainnya yang lebih berkualitas ( Darmawati, 1998 dalam Haryono
dkk., 2012 ).
Rata-rata produktivitas tanaman pangan nasional masih rendah. Rerata produktivitas
tanaman pangan nasional empat tahun terakhir (2009 – 2013) baru mencapai 3,71 ton/ha
( olah data produktivitas tanaman pangan seluruh propinsi tahun 2009 – 2013 dari data.go.id
grup Kementan ) , masih jauh lebih rendah dibanding produktivitas tanaman pangan

beberapa negara lain di dunia, misal Australia 9.5 ton/ha, Jepang 6.65 ton/ha, dan China
6.35 ton/ha pada tahun 1993 yang lalu (FAO, 1993 dalam Haryono, dkk. 2012). Faktor
dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan adalah : a) penerapan
teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah, b) tingkat kesuburan lahan yang terus
menurun (Adiningsih, dkk. 1994 dalam Haryono, 2012) , dan c) eksplorasi potensi genetik
tanaman yang masih belum optimal (Guedev S Kush , 2002 dalam Haryono, 2012) .
Jagung merupakan salah satu hasil pertanian yang bijinya dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pangan. Di Indonesia, jagung merupakan hasil palawija pertama yang memegang
peranan penting dalam pola menu makanan masyarakat setelah beras. Jagung
menyumbang 24% kalori dan 30% protein bagi masyarakat Indonesia sepanjang umur rataratanya (Munarso dkk., 1988) . Ada berbagai macam ragam jagung. Mendasarkan atas
bentuk biji, kandungan endosperm, serta sifat lainnya dikenal 7 tipe jagung yaitu jagung tipe
dent , tipe flint, jagung tepung (fluory corn), jagung berondong (pop corn), jagung manis
(sweet corn), jagung berlilin (waxy corn), dan jagung polong (pod corn). Mendasarkan atas
warna bijinya, dikenal jagung berwarna biji kuning, berwarna biji puith, berwarna biji ungu,
dan berwarna biji merah.
Jagung putih lokal menjadi pilihan komoditas dalam penelitian ini karena berbagai
alasan, diantaranya : 1) jagung putih adalah juga menjadi sumber makanan pokok di
beberapa wilayah di Indonesia, seperti Nusa Tenggara, Madura, dan daerah-daerah di Jawa
terutama daerah pegunungan, 2) tanaman jagung lebih mudah cara budidayanya dibanding
tanaman padi, sehingga pengadaan bahan pangan asal jagung pun menjadi lebih mudah, 3)

dapat dikonsumsi dalam beranekaragam bentuk olahan , mulai dari yang sederhana ( direbus
, dibakar) sampai ke bentuk olahan yang lebih rumit dan beragam seperti nasi, penganan
basah (bakwan, campuran sayur asem, grontol, jenang, dlsb) , penganan kering (campuran
bahan baku pembuatan kue kering, biscuit, emping, berondong, dlsb). Disamping itu, tepung
jagung merupakan salah satu bahan baku penting dalam berbagai olahan pangan. Pati
3

jagung juga memiliki banyak manfaat dalam pembuatan berbagai barang industri ( sirup
jagung, gula jagung, dan yang lainnya).
Untuk memuliakan suatu jenis tanaman secara umum perlu ditempuh suatu proses yang
terdiri atas ( Puspodarsono, 1988 ; Mangoendidjojo, 2013) :
a. Penentuan tujuan program pemuliaan
b. Penyediaan materi pemuliaan
c. Penilaian genotype atau populasi ( tindak gen, keragaman genetic termasuk di
dalamnya daya waris)
d. Pengujian materi pemuliaan terpilih menuju dihasilkannya varietas baru
Dilanjutkan oleh Mangoendidjojo ( 2013) bahwa kunci keberhasilan pelaksanaan program
pemuliaan adalah hendaknya pemulia memiliki informasi mengenai :
a.
b.

c.
d.
e.

Pengetahuan tentang tanamannya
Tindak gen (gene action ) dari karakter atau sifat yang diinginkan
Kecukupan keragaman genetiknya
Pemilihan metode seleksi yang sesuai
Kriteria seleksi yang paling efektif yang digunakan.

Tujuan pemuliaan erat kaitannya dengan cara seleksi yang akan ditempuh, agar seleksi
berjalan secara efektif. Penyediaan materi pemuliaan berkaitan dengan ketersediaan
keragaman genetic. Penilaian genotype atau populasi dilaksanakan melalui seleksi, yang
cara/metodenya bergantung dari tujuan pemuliaan, cara berkembangbiak tanaman, serta
tersedianya fasilitas dan dana.
Bila suatu populasi tanaman diperhatikan dan dicermati, akan terlihat bahwa setiap
individu tanaman memiliki perbedaan antar tanaman yang satu dengan tanaman lainnya
berdasarkan sifat yang dimiliki. Keragaman sifat individu setiap populasi tanaman tersebut
dinamakan variabilitas.
Dalam pemuliaan tanaman, adanya variabilitas (keanekaragaman) pada populasi

tanaman yang digunakan memiliki arti yang sangat penting. Besar kecilnya variabilitas dan
tinggi rendahnya rerata populasi tanaman yang digunakan sangat menentukan keberhasilan
pemuliaan tanaman. Misalnya, bila hendak mengadakan pemuliaan untuk memperoleh suatu
varietas baru dengan produksi atau hasil tinggi, maka populasi yang digunakan sebagai
populasi dasar atau populasi awal, disamping memiliki variabilitas yang besar, akan lebih
baik bila disertai rerata produksi atau hasil yang relative tinggi .

4

Ukuran besar kecilnya variabilitas dinyatakan dengan variasi (variation), yaitu besarnya
nilai simpangan dari nilai rata-rata. Timbulnya variasi disebabkan oleh pengaruh lingkungan
dan factor keturunan (genetic). Variasi yang terjadi karena pengaruh lingkungan disebut nonheritable variation. Variasi yang timbul karena factor genetic dinamakan heritable variation,
yakni variasi yang diwariskan kepada keturunannya. Karena variasi atau keragaman genetic
ini diwariskan, maka perhatian utama para pemulia ditujukan pada variasi ini.
Pewarisan sifat kepada keturunannya dapat merupakan sifat kualitatif atau sifat
kuantitatif. Pengelompokan berdasarkan sifat kualitatif lebih mudah karena sebarannya diskrit
dan dapat dilakukan dengan melihat apa yang tampak. Untuk sifat kualitatif ini , karena
sebarannya merupakan sebaran diskrit, pengujiannya banyak menggunakan Chi-squared
Test; sedang sifat kuantitatif pengujian dilakukan dengan analisis varian dan modifikasinya.
Besar kecilnya peranan factor genetic terhadap fenotip dinyatakan dengan heritabilitas

(heritability), atau sering disebut daya waris.heritabilitas menyatakan perbandingan atau
proporsi varian genetic terhadap varian total (varian fenotip), biasanya dinyatakan dengan
persen (%). Heritabilitas disimbolkan dengan huruf H atau h2 .

Heritabilitas dapat diduga

dengan menggunakan cara antara lain : 1) dengan perhitungan varian keturunan, dan 2)
dengan perhitungan komponen varian dari analisis varian ( Mangoendidjojo, 2003 ).
Mendasarkan pada kandungan gizi biji jagung yang telah diamati oleh para peneliti
terdahulu, maka biji jagung mengandung karbohidrat, protein, dan lemak sebagai komponen
utamanya, serta komponen lainnya adalah serat, mineral, dan air. Jagung putih local yang
telah diamati oleh Balitserealia Maros menunjukkan bahwa jagung putih local jenis Pulut
memiliki kadar amilosa ( % bb ) lebih rendah dibanding local putih lain yang diamati, yakni
putih local Bantul, Blora, Gorontalo, Pakelo, Jeneponto, Koasa Takalar, Tfenpah, dan Pen
Kikis ( Yasin dkk., 2009), sedang kandungan zat gizi lainnya relative tidak berbeda . Jagung
putih dengan amilopektin tinggi , bila direbus akan memiliki sifat fisik seperti ketan. Granula
pati jenis jagung ini bergelatinasi hampir sama dengan pati jagung normal ( Munarso, dkk.,
1988). Jenis ini diketahui sangat digemari dari factor rasa oleh masyarakat / konsumen.
Upaya untuk mencari sumber plasma nutfah jagung putih lain yang setara dengan
jenis Pulut ini perlu dilakukan. Menggalakkan kembali budaya menjadikan jagung sebagai

salah satu kudapan menyehatkan perlu mendapat perhatian dan dukungan. Bila generasi

5

muda kembali dibiasakan mengkonsumsi kudapan sehat, akan terbentuklah penerus bangsa
yang sehat, pendukung bangsa yang kokoh dan kuat.
Hasil penelitian Purwani (2012) diperoleh informasi tampilan fenotipe beberapa
genotype/varietas lokal jagung putih yang berhasil dikoleksi. Genotipe/varietas lokal jagung
putih yang dikoleksi berasal dari Blora, Gunung Kidul, Kebumen, Banjarnegara, Wonosobo,
Semarang, dan Wonogiri. Beberapa genotype menampakkan sifat-sifat sebagai berikut :
berdasarkan bobot biji , jagung putih lokal asal Blora, Gunung Kidul 2, dan Wonosobo
memiliki hasil tonase per hektar lebih tinggi , sedangkan berdasarkan kadar lemak bijinya
jagung asal Blora dan Wonosobo yang lebih tinggi, serta berdasarkan kadar proteinnya
jagung asal Kebumen, Gunung Kidul 1, dan Banjarnegara lebih tinggi dibanding sesamanya
yang diuji.

METODE PENELITIAN
1. Bahan dan Alat Percobaan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini benih jagung putih lokal diperoleh dari hasil
eksplorasi . Asal-usul jagung putih lokal yang digunakan di sini adalah sebagai berikut :

Kebumen, Wonosobo, Banjarnegara, Temanggung 1 , Temanggung 2, dan Magelang.
Masing-masing aksesi tersebut ditanaman di UPT Kebun Percobaan Gunung Bulu,
Argomulyo, Sedayu, Bantul dengan jenis tanah lahan percobaan vertisol, bekas tanaman
kacang tanah .
2. Metode Percobaan :
Seluruh aksesi ditanam dalam petak-petak percobaan yang disusun menurut rancangan
lingkungan Acak Kelompok Lengkap dengan 3 ulangan ( 3 blok).
Tahapan percobaan lapangan yang dilakukan meliputi : 1) pengolahan lahan, 2)
pengukuran petak percobaan (plotting), 3) pemupukan dasar menggunakan pupuk kandang
dosis 10 ton/ha, yang diawali dengan leb petak percobaan karena tanah dalam kondisi
kering, 4) penanaman dengan lay out unit-unit percobaan terlampir ,5) pemupukan pupuk
kimiawi Urea 100 kg/ha, TSP 100 kg/ha, serta KCl 50 kg/ha pada umur tanaman 2 minggu.
6

Disertai penyiangan gulma. Pemeliharaan , meliputi pengairan , pembumbunan, dan
penyiangan, dilaksanakan setiap waktu, sesuai kebutuhan tanaman.
Luas petak setiap unit percobaan adalah 3 m x 3 m , dengan jarak tanam 50 cm (antar
baris) x 25 cm ( dalam baris), sehingga dalam setiap unit akan ada 6 x 12 = 72 tanaman.
Tanaman tepi tidak digunakan sebagai sampel pengamatan.
Diambil secara acak 10 tanaman sampel berasal dari 2 baris tanaman setelah tanaman

tepi. untuk diamati sifat-sifat pertumbuhan dan komponen hasil . Hasil per petak diamati dari
hasil yang diperoleh pada dua baris tanaman yang di tengah.
Sifat-sifat tanaman yang diamati meliputi : tinggi tanaman (cm), tinggi letak tongkol dari
pangkal batang (cm), saat keluar malai dan tongkol ( hst ), jumlah tongkol produktif per
tanaman, panjang dan diameter tongkol (cm), bobot tongkol (gelondong), jumlah baris biji per
tongkol, bobot biji per tongkol (gram), hasil gelondong per petak (gram), dan hasil pipilan per
petak (gram) .
3. Metode Analisis Data
Data-data yang diperoleh diuji normalitasnya, selanjutnya data yang telah dinormalkan
digunakan untuk analisis varians dengan tingkat kesalahan α = 5% . Nilai harapan Kudrat
Tengah digunakan untuk menaksir besarnya ragam genetic dan menghitung nilai heritabilitas
arti luas.
Tabel 1. Sumber keragaman, derajat bebas, jumlah kuadrat, kuadrat tengah, dan nilai
harapan kuadrat tengah dalam analisis varians yang akan digunakan dalam
penelitian ini
Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat tengah
E ( KT )
keragama
bebas
kuadrat
n
Blok
b-1
JK B
JKB / db blok
σ 2E + n σ2B
genotipe
g-1
JKG
JKG / db genotip
σ 2 E + b σ2 G
Galat
(b-1)(g-1)-1
JKE
JKE / db galat
σ 2E
Total
b.g – 1
JKT
Keterangan : b = jumlah blok = 3 ; g = jumlah genotip yang dicoba termasuk varietas
pembanding ;
Pendugaan besarnya ragam genotip dan heritabilitas :
Varians fenotipe = σ 2 P = ( σ 2E ) / b +

σ2 G , dimana σ 2E = KTE
7

Varians genotip = σ2 G = 1/b ( KTG - KTE ) ; heritabilitas (arti luas) = H = σ2 G / σ 2 P

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data sifat pertumbuhan jagung ditabulasi dan dianalisis dengan analisis varians taraf
kesalahan 5%. Hasil analisis varians, rerata, kuadrat tengah dari analisis varians beserta
nilai estimasi ragam genetik dan heritabilitas arti luas adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Rerata , hasil uji F (α = 5% ), estimasi nilai σ2 G , σ 2 P , dan heritabilitas ( H ) arti
luas sifat tinggi tanaman (cm) enam jagung putih lokal
No.

Asal jagung putih
lokal

Tinggi tan.
(cm)

Rerata
Tinggi letak
Panjang
tongkol (cm)
tongkol
(cm)
84.107
12.72

Diameter
tongkol
(mm)
25.85

1

TEMANGGUNG 1

182.0867

2

WONOSOBO

161.4467

59.733

13.19

25.92

3

KEBUMEN

130.1947

67.528

12.20

22.44

4

MAGELANG

168.6462

88.150

13.28

17.76

5

TEMANGGUNG 2

156.6484

69.087

13.59

22.38

6

BANJARNEGARA

127.9067

108.8+)

12.75

14.93 +)

Uji F

Tidak
signifikan

Tidak
signifikan

Tidak
signifikan

Tidak
signifikan

Estimasi σ2 G

207.7132

20.21346

6.387

38.092

Estimasi σ 2 P

1218.686

348.1194

12.689

64.163

17.044

5.806

50.332

59.369

H arti luas (%)
Keterangan :

+)

= data dianggap kurang mewakili kondisi sebenarnya karena hanya
berasal dari 1 ulangan saja ; dua ulangan yang lain tanaman tidak
tumbuh/pertumbuhannya tidak baik. Diduga faktor lingkungan ( hama)
berpengaruh di sini karena dalm 2 petak percobaan tersebut tidak ada
tanaman yang tumbuh sama sekali .

Rerata tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, panjang tongkol, dan diameter tongkol antar
genotipe dari keenam macam jagung putih lokal asal enam daerah tidak berbeda secara
signifikan. Secara morfologis memang tidak terlihat perbedaan tinggi tanaman, tinggi letak
8

tongkol, panjang, dan diameter tongkol. Namun dilihat dari nilai daya waris dalam arti luas,
panjang dan diameter tongkol mempunyai peluang tinggi untuk diwariskan ke keturunannya.
Sifat-sifat bobot tongkol, bobot biji pipil per tongkol, hasil tongkol (gelondong) per ha
juga memiliki daya waris yang tergolong tinggi , artinya peluangnya tinggi bagi sifat tersebut
diwariskan, namun untuk sifat hasil biji pipilan per ha nilai heritabilitas ( arti luas ) tergolong
rendah. Banyak faktor non genetik tanaman yang berpengaruh terhadap hasil biji pipilan.
Tabel 3. Rerata , hasil uji F (α = 5% ), estimasi nilai σ2 G , σ 2 P , dan heritabilitas ( H2 ) arti
luas sifat bobot per gelondong (gram), bobot biji pipilan/tan, hasil gelondongan /ha ,
dan hasil biji pipilan/ha enam jagung putih lokal
No.

Asal jagung putih
lokal

Bobot
gelondonga
n (gram)
68.61

1

TEMANGGUNG 1

2

WONOSOBO

79.16

3

KEBUMEN

60.17

4

MAGELANG

54.36

5

TEMANGGUNG 2

89.11

6

BANJARNEGARA

50.57

Uji F ( genotipe)

signifikan

Estimasi σ2 G

Rerata
Bobot biji
Hasil
pipilan/tan
gelondonga
(gram)
n /ha (ton)
58.12
4.76
51.54
5.87
65.41
3.91
43.02
2.36
50.51
3.25
42.933
4.4 +)

Hasil biji
pipilan / ha
(ton)
3.71
4.23
2.23
1.86
1.95
4.4 +)

508.286

Tidak
signifikan
214.798

Tidak
signifikan
1.504

Tidak
signifikan
0.370

Estimasi σ 2 P

634.105

315.982

2.557

1.250

H arti luas (%)

80.158

67.978

58.815

29.626

KESIMPULAN
a. Karakter pertumbuhan yakni rerata tinggi tanaman 4 mst (cm) dan tinggi letak tongkol
utama (cm) tidak berbeda ( menurut uji F α = 5%) antar keenam jenis jagung putih
lokal tersebut.
9

Karakter hasil meliputi rerata panjang dan diameter tongkol, bobot per gelondong dan
bobot biji pipilan kering panen per tongkol, serta hasil gelondong per hektar dan hasil
biji pipilan kering panen per hektar tidak berbeda ( menurut uji F α = 5%) antar
keenam jenis jagung , kecuali bobot per gelondong.
b. Kisaran rerata dan Daya Waris (H ) arti luas beberapa sifat jagung putih lokal asal
beberapa daerah sebagai berikut :
Karakter
Tinggi tanaman (cm)
Tinggi letak tongkol utama
(cm)
Panjang tongkol (cm)
Diameter tongkol (mm)
Bobot per gelondong
Bobot biji pipilan/tan (gram)

Kisaran rerata

H arti luas

127,91 s/d 182,09
59,73 s/d 88,150

17,044%
5,806%

Kategori potensi
pewarisan
rendah
rendah

12,20 s/d 13,59
17,76 s/d 25,92
50,57 s/d 89,11
42,933 s/d 65,41

50,332 %
59,369 %
80,158%
67,978 %

sedang
sedang
tinggi
Tinggi

2,36 s/d 5,87
1,86 s/d 4,23

58,815%
29,626 %

sedang
rendah

Hasil gelondong/ha (ton)
Hasil pipilan biji/ha (ton)
UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dirjen Dikti Kemendiknas atas pemberian
hibah dana penelitian Dosen Pemula Tahun Anggaran 2014.

DAFTAR PUSTAKA
Haryono, Kasdi Subagyono, dan Nandang Sunandar. (2012). Peran dan Strategi Litbang
Pertanian dalam Peningkatan Produksi dan Produktivitas Pangan. Dalam Prosiding
Seminar Nasional Kemandirian Pangan 2012 : Meningkatkan Daya Saing dan Nilai
Tambah Produ Pertanian Berbasis Sumberdaya Lokal. Fakultas Teknologi Industri
Pertanian UNPAD . Bandung. hal 2-21
Mangoendidjojo, W. (2003). Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta . 182 p.
-------------------. (2013). PROSES Perakitan Varietas Tanaman dalam Rangka
Permohonan Hak PVT. Makalah pada acara Koordinasi Teknis dan Workshop
Permohonan hak PVT. Hotel Novotel Yogyakarta pada 18 April 2013.
Muhadjir, F. (1988). Karakteristik Tanaman Jagung. Dalam Jagung. Subandi, Mahyudin
Syam, dan Adi Widjono (eds). Balitbangtan. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.
Hal 33 – 38.
10

Munarso, S.J. Susilo Santoso, dan S. Damardjati. (1988). Struktur, Komposisi, dan Nilai
Gizi Jagung. Dalam Jagung. Subandi, Mahyudin Syam, dan Adi Widjono (eds).
Balitbangtan. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Hal 379 – 400
Poespodarsono, S. (1988). Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar
Universitas IPB. Bogor. 168 hal.
Purwani, T. (2010). Ragam Genetik dan Daya Waris Kandungan Kimiawi Biji Populasi
Dasar Jagung. Dalam Pujimulyani et al. (eds) .Prosiding Seminar Nasional Hasil
Penelitian Dosen Kopertis Wilayah V Yogyakarta. Bidang Ilmu Pertanian. hal 197 205
_______ . (2012). Upaya Pengembangan Jagung Putih Lokal sebagai Bahan Pangan
Alternatif : Koleksi dan Kajian Potensi Pertumbuhan, Kuantitas, dan Kualitas
Hasil . dalam Mimin Muhaemin dkk. (eds). Prosiding Seminar Nasional
Kemandirian Pangan 2012. Buku 1 : Strategi dan Kebijakan Pertanian. Universitas
Padjadjaran dan BPTP dan Dewan Riset Daerah Provinsi Jawa Barat. Bandung.
Hal. 217-231

CATATAN :
Draft naskah ; masih dalam tahap penyempurnaan dan penyesuaian format sesuai format seminar yang
akan diikuti. Batas akhir pengiriman abstrak tgl 23 Maret 2015.

11