S1 PRODI ILMU KOMUNIKASI MK. SISTEM POLI

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
1

S1 PRODI ILMU KOMUNIKASI
MK. SISTEM POLITIK INDONESIA
(RASIONAL, SILABUS DAN URAIAN SATUAN PERKULIAHAN)
N
o.
1.

Aspek Mata Kuliah

Uraian Mata Kuliah

7.

Nama Mata Kuliah
Sistem Politik Indonesia
Kredit
2 Sks
Strata

S1
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Status Mata Kuliah
Dosen
Sayid M R N, SH.,M.H.
Rasional Mata Kuliah
Matakuliah ini hendak mengantarkan mahasiswa untuk mengetahui
serta memahami sistem Politik yang berlaku di Indonesia. Sistem
politik di Indonesie pada masa orba begitu statis hampir tiada riak
yang mengiasinya, tak pelak lagi ketika rezim orba runtuh gonjangganjing berbagai isu perubahan mulai ramai. Berbagai harapan
kehidupan politik yang lebih baik hingga kini masih terus diupayakan
oleh beberapa pihak. Turut diperkenalkan beberapa isu khusus yakni,
Demokrasi dan HAM, dengan tetap berfokus pada beberapa materi
utama yang berperan terhadap kajian Sistem Politik Indonesia
Kompetensi untuk dikuasai siswa
Siswa memahami Sistem Politik Indonesia, lalu beralih agar tidak
selalu menjadi objek politik, tetapi lebih jauh lagi menjadi partisipan
dalam kehidupan politik di negeri kita Indonesia
Kata-kata kunci

Sistem Politik, Lingkungan Eksternal dan Internal, Badan Eksekutif,
Badan Legeslatif, Badan Yudikatif, Parlementer, Presidensiil,
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Partai Politik, Pemilihan Umum,
Partisipasi Politik.
Rangkuman topik-topik bahasan

8.

Sistem Penilaian

2.
3.
4.

5.

6.

9.


Kehadiran
: 20 %
Aktivitas dalam diskusi : 20 %
kelas
: 10 %
Tugas
: 20 %
UTS
: 30 %
UAS
Sumber Bahan / Kepustakaan.
(Periksa bahwa Daftar ini sesewaktu diadakan pembaharuan)
Utama :
1) Miriam

Budiardjo,

Dasar-dasar

Ilmu


Politik,

Jakarta

:

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
2

Gramedia, 2010.
2) A. Masyhur Effendi, Hak Asasi Manusia, Bogor : Ghalia Indonesia.
3) A. Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta : Graha Ilmu,
2007.
4) Abu bakar Ebyhara, Pengantar Ilmu Politik, Yogyakarta : Ar-ruzz
Media, 2010.
5) Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia : Kestabilan, Peta Kekuatan
Politik dan Pembangunan, Jakarta : Rajawali Pers, 2008.
6) Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia, Surabaya : SIC, 2001.
7) Asykuri (eds), Pendidikan Kewarganegaraan : Menuju Kehidupan

yang
demokratis
dan
berkeadaban,
Yogyakarta
:
PP
Muhammadiyah, 2004.
8) Deliar Noer, Pemikiran Politik Barat, Bandung : Mizan, 1997.
9) Efriza, Ilmu Politik : Dari Ilmu Politik sampai sistem Pemerintahan,
Bandung : Alfabeta, 2009.
10) Eipstein. Richard A, Skeptisme dan Kebebasan, terjemahan :
Sugianto, Jakarta : Freedom Institute, 2006.
11) Hafied Cangara, Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan
Strategi, Jakarta : Rajawali Pers, 2009.
12) Inu Kencana Syafiie dan Azhari, Sistem Politik Indonesia,
Bandung : Refika Aditama, 2010.
13) Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia : Konsolidasi
Demokrasi Pasca Orde-Baru, Jakarta : kencana, 2010.
14) Ian Shapiro, Asas Moral dalam Politik, Jakarta : Freedom

Institute, 2006.
15) Losco. Joseph, dan Williams. Leonard, Political Theory : Kajian
klasik dan Kontemporer , terjemahan : Haris Munandar, Jakarta :
Raja Grafindo, 2005.
16) Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM : Mengurai Hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Jakarta : Rajawali Pers, 2008.
17) Muchtar Pakpahan, Ilmu Negara dan Politik, Jakarta : Bumi
Intitama Sejahtera, 2010.
18) P. Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik, Yogyakarta : Graha Ilmu,
2008.
19) P. Anthonius Sitepu, Teori-Teori Politik, Yogyakarta : Graha Ilmu,
2012.
20) Rodee (eds), Pengantar Ilmu Politik, Jakarta : Raja Grafindo,
2008.
21) Syarofin (eds), Demitologisasi Politik Indonesia : Mengusung
Elitisme dalam Orde Baru, Jakarta : Cidesindo, 1998.
22) Toni Andrianus Pito, Efriza, Kemal Fasyah, Mengenal Teori-Teori
Politik : Dari Sistem Politik Sampai Korupsi, Bandung : Nuansa,

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA

3

10
.

2006.
23) William Blum, Demokrasi, Bandung : Bentang, 2013.
Topik dan Urutan Satuan Perkuliahan
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
IX.
X.
XI.
XII.

XIII.
XIV.

11
.

Pengantar.
Lingkungan Internal Sistem Politik Indonesia.
Lingkungan Eksternal Sistem Politik Indonesia.
Fungsi Sistem Politik.
Badan Eksekutif.
Badan Legislatif .
Ujian Tengah Semester.
Badan Yudikatif.
Demokrasi.
Hak Asasi Manusia.
Partai Politik .
Pemilihan Umum
Partisipasi Politik.
Ujian Akhir Semester.


Pertemuan Ke-1.
Pengantar Materi, Kontrak Belajar antara mahasiswa dan
dosen, penyampaian silabus.

Pertemuan Ke-2.

Lingkungan Internal Sistem Politik Indonesia
Masyrakat (penduduk) tetangga rumah, komplek, desa,
kecamatan, kabupaten/kota, propinsi. Demikian juga sumber daya di
darat, laut, udara dan dirgantara serta sumber daya buatan (sarana
transportasi) lembaga infrastruktur dan suprastrukur politik yang
memberi nilai tambah (Value Added) adalah semuanya merupakan
lingkungan internal Sistem Politik Indonesia.
Menurut Gabriel Almond, Lingkungan Internal Sistem Politik
adalah lingkungan dalam negeri yang meliputi lingkungan fisik, sosial
dan ekonomi domestik yang menjadi sumber devisa bagi input
(masukan) lingkungan fisik, negara dalam membiayai struktur politik,
yang meliputi lembaga dan ekonomi domestik infrastruktur maupun
suprastruktur politik dalam upaya melaksanakan tugas dan fungsinya

bagi terwujudnya tujuan nasional suatu negara.
Berdasarkan definisi di atas, maka lingkungan internal sistem
politik adalah meliputi :

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
4

1. Lingkungan Fisik
a. Kondisi Geografis
b. Sumber Kekayaan Alam
1) Sumber Daya Alam Kehutanan
2) Sumber Daya Kelautan
3) Sumber Daya Migas (SDM)
c. Kondisi Demografi ( Kependudukan)
2. Lingkungan Sosial
a. Lingkungan Politik
b. Lingkungan Sosial Budaya
c. Lingkungan HanKam
d. Lingkungan Hukum
3. Lingkungan Ekonomi Domestik

a. Sumber Daya Migas
b. Sumber Daya Non-Migas
c. Sumber Daya Pajak
Catatan Untuk Diskusi.
a. Klasifikasi Lingkungan Internal
b. Peranan yang diberikan oleh setiap lingkungan internal
sistem politik
c. Kelebihan dan Kekurangan yang dimiliki oleh Indonesia

Pertemuan Ke-3.

Lingkungan Eksternal Sistem Politik Indonesia
Negara-negara yang tergabung dalam lingkungan ASEAN, APEC,
SEATO, OKI, PBB, serta Negara-negara yang tergabung dalam pakta
pertahanan (NATO, Warsawa) maupun dalam bidang perdagangan
seperti WTO, APEC serta negara yang tergabung dalam kawasan
negara maju (utara) dan negara miskin (Selatan). Semua negara atau
kelompok negara yang tersebut yang tentu saja memiliki hubungan
diplomatik dengan Indonesia adalah merupakan lingkungan Eksternal
Sistem Politik Indonesia.
Lingkungan Eksternal adalah lingkungan masyarakat suatu
negara yang berada berbatasan dengan wilayah negara, baik
regional maupun internasional yang satu sama lain memiliki saling
ketergantungan.
Pada dasarnya tujuan negara-negara yang ada di seluruh dunia,
memiliki ketergantungan satu sama lainnya. Ketergantungan
tersebut dapat terjadi karena adanya kebutuhan suatu negara
kepada negara lain. Adanya saling ketergantungan ini dapat terjadi

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
5

dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan negara. Berbagai
bidang tersebut dapat meliputi bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, hukum dan hankam. Interaksi dalam upaya memperoleh
kebutuhan dimaksud, melahirkan motivasi dan dorongan (support)
bagi setiap bangsa dan negara untuk membangun hubungan yang
harmonis atau hubungan yang saling menguntungkan bagi kedua
belah pihak melalui pendekatan dan pembukaan hubungan bilateral (
hubungan dua negara), dan multilateral (hubungan dengan banyak)
yang diresmikan dengan pembukaan secara resmi hubungan
diplomatik kedua negara).
Sistem
Lingkungan
Masyarakat
Internasional
dapat
diklasifikasikan dalam 3 macam, yaitu :
1) Sistem Politik Internasional
a. Sistem Politik Individu
b. NATO
c. PBB
d. Subsistem Lainnya
1) Pakta Warsawa
2) SEATO
3) NAFTA (North American Free Trade Aggrement)
2) Sistem Ekologi Internasional
3) Sistem Sosial Internasional
a. Kebudayaan Internasional
b. Struktur Sosial Internasional
c. Sistem Ekonomi Internasional
d. Sistem Demografi Internasional
Catatan Untuk Diskusi.
a. Klasifikasi Lingkungan Eksternal
b. Peranan yang diberikan oleh setiap lingkungan Eksternal
sistem politik
c. Kekurangan serta tantangan yang dimiliki dan dihadapi
oleh Indonesia.

Pertemuan Ke-4.

Fungsi Sistem Politik
Sistem Politik merupakan akumulasi dari sub-sub sistem politik
yang saling interdepedensi dan bekerjasama untuk mencapai tujuan
bersama. Dalam rangka melaksanakan dan menyukseskan kerjasama
sehingga dapat mencapai hasil yang besar dan menyeluruh bagi
keseluruhan bagi keseluruhan masyarakat, bangsa dan negara

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
6

Indonesia, tentu sistem politik memiliki fungsi yang perlu
dilaksanakan, meskipun fungsi ini tidak memiliki “pengaruh secara
langsung dalam pembuatan dan pelaksanakan.”
Fungsi sistem politik ini mempengaruhi lingkungan fisik, sosial
dan ekonomi domestik, kelompok kepentingan, partai politik, badan
legeslatif, eksekutif, birokrasi, dan badan-badan peradilan. Fungsi
dimaksud adalah meliputi 3 (tiga) macam yaitu :
1) Sosialisasi Politik
Sosialisasi Politik berasal dari dua kata yaitu Sosialisasi dan Politik.
Sosialisasi berarti pemasyarakatan dan Politik berarti urusan
negara. Jadi secara Etimologis, Sosialisasi Politik adalaha
pemasyarakatan urusan negara. Urusan Negara yang dimaksud
adalah semua aspek kehidupan bermasyarkat, berbangsa dan
bernegara.
a. Tujuan
Untuk menumbuhkembangkan serta menguatkan sikap politik
dikalangan
masyarakat
(penduduk)
secara
umum
(menyeluruh), atau bagian-bagian dari penduduk, atau melatih
rakyat
untuk
menjalankan
peranan-peranan
politik,
administratif, judisial tertentu.
2) Rekruitmen Politik
Rekruitmen Politik berasal dari dua (2) kata yaitu Rekruitmen dan
Politik. Rekruitmen berarti penyeleksian dan politik berarti urusan
negara. Jadi Rekruitmen Politik adalah penyelesaian rakyat untuk
melaksanakan urusan negara. Menurut kamus besar bahasa
Indonesia rekruitmen politik adalah pemilihan dan pengangkatan
orang untuk mengisi peran tertentu dalam sistem sosial
berdasarkan sifat dan status (kedudukan), seperti suku, kelahiran,
kedudukan sosial dan prestasi atau kombinasi dari kesemuanya.
a. Tujuan
Terpilihnya penyelenggara politik (pemimpin pemerintah
negara) dari tingkat pusat hingga tingkat terbawah
(Lurah/Desa) yang sesuai dengan kriteria (persyaratan) yang
telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan atau yang ditentukan melalui konvensi (hukum
tidak tertulis) yang berlaku dalam masyarakat (rakyat)
Indonesia.
b. Mekanisme Rekruitmen Politik
1) Pemilihan Umum
2) Fit and Propertest
3) dll
3) Komunikasi Politik

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
7

Catatan Untuk Diskusi.
a. Telah berjalankah fungsi sistem politik di Indonesia
b. Kelebihan yang dimiliki oleh Indonesia
c. Kekurangan yang dimiliki oleh Indonesia
d. Langkah serta solusi bagi Indonesia

Pertemuan Ke-5.

Badan Eksekutif.
Dalam setiap wilayah, secara bertingkat kita mengenal
Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/kota, Propinsi dan Pemerintah
Pusat. Semua badan/ instansi itu adalah dinamakan Badan Eksekutif.
Negara yang melindungi kepentingan keseluruhan rakyat
(demokratis) adalah negara yang melakukan “Distribution of Power”
dalam semua aspek dalam pelaksanaan kehidupan bangsa dan
neagra secara merata dan seimbang. Namun pada kenyatannya
negara yang menjalankan sistem pemerintahan yang memusatkan
kekuasaan kepada raja (monarki), pada umumnya kekuasaan
terkonsentrasi pada satu tempat (pemerintahan pusat saja). Artinya
tidak dilakukan pembagian (distribusi) secara baik dan merata
kepada keseluruhan rakyat. Kenyataan ini menyebabkan terjadinya
hambatan (barrier) untuk terciptanya sistem pemerintahan yang
berjalan secara cepat dan lancar serta mudah dalam mencapai
tujuan nasional yang telah ditetapkan oleh suatu Negara. Keadaan ini
melahirkan pemikiran dari pada para filosof bahwa kenyataan seperti
tersebut di atas tidak boleh secara terus menerus terjadi sehingga
lahirlah sebuah konsep mengenai pemisahan kekuasaan (Trias
Politica) Oleh Montesqiau dan John Locke. Konsep pemisahan
kekuasaan tersebut adalah bahwa kekuasaan perlu dipisahkan dalam
tigas prinsip yang meliputi kekuasaan Legeslatif, eksekutif dan
Yudikatif. Tujuannya adalah untuk melakukan perubahan terhadap
sistem pemusatan kekuasaan pada pemerintahan pusat (monarki)
kepada pemerintahan yang membagi kekuasaan pemerintah
(negara) kepada keseluruhan rakyat demokrasi sehingga proses
pembangunan nasional suatu Negara dapat berjalan cepat, lancar
dan mudah bagi kesejahteraan seluruh rakyat suatu negara.
Badan Eksekutif adalah merupakan badan pelaksana undangundang yang dibuat oleh Badan Legislatif bersama dengan
Pemerintah. Badan ini memiliki ruang lingkup tugas dan fungsi yang
luas serta perangkat institusi pendukung dalam berbagai aspek dan
keahlian yang dapat memberi dukungan (support) bagi percepatan
pelayanan masyarakat (public service)
dan pencapaian tujuan

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
8

pembangunan nasional. Badan eksekutif ini dikepalai oleh Raja,
Presiden serta dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dibantu oleh
para Kabinet (Menteri).
Penerapan sistem badan eksekutif ini ikut ditentukan oleh sistem
yang dianut oleh badan eksekutif dalam suatu negara yang
menerapkannya. Sistem yang dianut dimaksud ada yang sistem
presidensiil dan ada yang parlementer. Dalam sistem presidensiil
menteri-menteri merupakan pembantu presiden dan langsung
dipimpin olehnya, sedangkan dalam sistem parlementer para menteri
dipimpin langsung oleh seorang Perdana Menteri.
Dalam sistem parlementer perdana menteri beserta menterimenterinya dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang
bertanggungjawab”, sedangkan raja dalam monarki konstitusional
dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang tidak dapat diganggugugat” (The King Can do no wrong).
Jumlah anggota badan eksekutif jauh kecil daripada jumlah
anggota badan legislatif, biasanya berjumlah 20-30 orang, sedangkan
ada badan legisatif yang anggotanya sampai 1000 orang lebih.
Badan eksekutif yang kecil dapat bertindak cepat dan memberi
pimpinan yang tepat dan efektif, dalam hal ini ia berbeda dengan
badan legislatif yang biasanya terlalu besar untuk mengambil
keputusan dengan cepat.
Dalam mempelajari Badan Eksekutif di negara-negara
demokratis kita melihat adanya dua macam Badan Eksekutif yaitu
menurut sistem parlementer dan menurut sistem Presidensiil
Catatan Untuk Diskusi.
a. Tria Politica
b. Sistem Parlementer
c. Sistem Presidensiil
d. Kondisi Badan Eksekutif di Indonesia saat ini, dengan
kekurangan dan kelebihan
e. Harapan serta langkah menujunya.

Pertemuan Ke-6.

Badan Legeslatif.
Setiap warga negara dalam suatu negara dalam berbicara,
bersikap dan berperilaku tidak dapat terlepas dari aturan, ketentuan
suatu negara. Aturan dan ketentuan tersebut semuanya tertuang
dalam UUD, UU, PERPU dan PERDA bagi pelaksanaan semua bidang
kehidupan, baik politis ekonomi, sosial budaya dan hankam. Badan

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
9

yang bertugas menyusun aturan dan ketentuan yang tersebut di atas
adalah Badan Legislatif (Badan pembuat undang-undang)
Badan legislatif yaitu lembaga yang “legislate” atau membuat
undang-undang yang anggota-anggotanya merupakan representasi
dari rakyat Indonesia dimanapun dia berada (termasuk yang
berdomisili di luar negeri) yang dipilih melalui pemilihan umum.
Pada awalnya Badan Legisatif hanya sekelompok orang yang
diberi tugas oleh raja untuk mengumpulkan dana untuk membiayai
kegiatan pemerintahan serta peperangan. Akan tetapi lambat laun
dalam setiap penyerahan dana (semacam pajak) disertai tuntutan
agar pihak raja menyerahkan pula beberapa hak Privilage sebagai
imbalan. Dengan demikian secara berangsur-angsur sekelompok
orang tersebut berubah namanya menjadi badan legeslatif
(parlemen) yang bertindak sebagai badan yang membatasi
kekuasaan raja yang absolute. Dalam perkembangannya badan
legislatif ini dilakukan pemilihan melalui mekanisme pemilihan umum
sehingga dapat diterima keberadaannya secara sah dan menyeluruh
di seluruh dunia sebagai badan yang mewakili rakyat dan memiliki
wewenang untuk menentukan kebijaksanaan umum dalam membuat
undang-undang. Contoh, Badan Legislatif yang tertua di dunia adalah
DPR (Parlemen) Inggris Dengan berkembangnya gagasan bahwa
kedaulatan adalah di tangan rakyat, maka dewan perwakilan rakyat
menjadi badan yang berhak menyelenggarakan kedaulatan itu
dengan jalan menentukan kebijaksanaan umum dan menuangkannya
dalam Undang-Undang. Sehingga badan eksekutif hanya merupakan
penyelenggara dari kebijaksanaan umum itu
Dewan Perwakilan Rakyat di negara demokratis disusun
sedemikan rupa sehingga ia mewakili mayoritas dari rakyat dan
pemerintah bertanggungjawab kepadanya. Untuk meminjam
perumusan C.F Strong : “Demokrasi adalah suatu sistem
pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewasa dari
masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang
menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan
tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.
Catatan Untuk Diskusi.
a. Sejarah Badan Legeslatif di Indonesia
b. Fungsi Badan Legeslatif
c. Susunan
Keanggotan
Badan
Legeslatif
Indonesia
dibandingkan dengan Negara Lain
d. Kondisi Badan Legeslatif di Indonesia saat ini, dengan
kekurangan dan kelebihan
e. Harapan serta langkah menujunya.

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
10

Pertemuan Ke-7.
UJIAN TENGAH SEMESTER
Pertemuan Ke-8.

Badan Yudikatif.
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal penyelidikan,
penyidikan, penuntutan dan pemutusan perkara kepada pelaku
pencurian, pembunuhan, pemerkosaan penyelundupan, pengedaran
dan pemakaian narkoba serta penyelewengan uang negara
( korupsi). Atas perilaku tersebut, maka diberi hukuman sesuai
dengan hukum yang berlaku. Pemutus perkara atas aktivitas
kejahatan dan tindakan pelanggaran hukum tersebut dilakukan oleh
Badan Yudikatif.
Kekuasaan Negara yang absolut (mutlak) yang menguasai
seluruh bidang kehidupan secara sentralistik dalam satu kekuasaan
( pada seseorang atau institusi) akan melahirkan hasil yang tidak
efektif dan tidak efisien bahkan cenderung menyimpang dari
konstitusi dan peraturan yang berlaku. Untuk itu kenyataan ini
mendorong para filosof untuk mencari solusi (jalan keluar) mengenai
upaya distribusi kekuasaan agar merata dan tidak menumpuk pada
satu orang atau institusi kekuasaan saja. Pemikiran yang dilahirkan
oleh para filosof tersebut adalah salah satunya berupa teori Trias
Politica (teori pemisahan kekuasaan). Teori ini menyatakan baha
kekuasaan Negara perlu dilakukan pemisahan dalam 3 (tiga) bagian
yaitu kekuatan legeslatif, Eksekutif dan Yudikatif. Pemisahan ini
ditujukkan untuk menciptakan efektifitas dan efisiensi serta
transparansi pelaksanaan kekuasaan dalam Negara (pemerintah)
sehingga tujuan nasional suatu Negara dapat terwujud dengan
maksimal. Khusus mengenai Yudikatif adalah fungsi untuk mengadili
penyelewengan peraturan yang telah dibuat oleh legislatif dan
dilaksanakan oleh eksekutif.
Badan Yudikatif adalah suatu badan yang memiliki sifat teknis
yuridis yang berfungsi mengadili penyelewengan pelaksanaan
konstitusi dan peraturan perundang-undangan oleh institusi
pemerintahan secara luas serta bersifat independent (bebas dari
intervensi pemerintah) dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Badan Yudikatif ini termasuk dalam bidang ilmu hukum daripada
bidang politik, kecuali dibeberapa negara dimana Mahkamah Agung
memainkan peranan politik berdasarkan konsep “yudicial review”

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
11

(menguji ulang peraturan perundang-undangan yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang diatasnya )
Di Negara Komunis, peran seluruh lembaga kenegaraan lembaga
kenegaraan diarahkan untuk kemajuan komunis, karenanya segala
aktivitas serta semua alat kenegaraan, termasuk penyelenggaraan
hukum dan wewenang badan hukum merupakan termasuk
penyelenggaraan hukum dan wewenang badan hukum merupakan
prasarana untuk melancarkan perkembangan ke arah komunis.
Contoh : (1) Hongaria; (2) Uni Soviet ( Kini : Rusia).
Catatan Untuk Diskusi.
a. Sejarah Badan Yudikatif di Indonesia
b. Fungsi Badan Yudikatif
c. Perbandingan Badan Yudikatif dengan negara lain
d. Kondisi Badan Yudikatif di Indonesia saat ini, dengan
kekurangan dan kelebihan
e. Harapan serta langkah menujunya.

Pertemuan Ke-9.

Demokrasi
Definsi demokrasi adalah sebuah bentuk kekuasaan (kratein)
dari/oleh untuk rakyat (demos). Menurut konsep demokrasi,
kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan
rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga
negara. Kenyataannya, bagi dari segi konsep maupun praktek,
demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukanlah rakyat
keseluruhan, tetapi hanya populus tertentu, yaitu mereka yang
berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal mengontrol akses ke
sumber-sumber kekuasaan dan bisa mengklaim kepemilikan atas
hak-hak prerogratif dalam proses pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan urusan publik atau pemerintahan.
Dalam perkembangan jaman modern, ketka kehidupan
memasuki skala luas, tidak lagi berformat lokal, dan demokrasi tidak
mungkin lagi direalisasikan dalam wujud partisipasi langsung,
masalah diskriminasi dalam kegiatan politik tetap berlangsung
meskipun prakteknya berbeda dari pengalaman yang terjadi di masa
Yunani kuno.
Demokrasi dapat kita pandang sebagai suatu mekanisme dan
cita-cita berkelompok yang di dalam UUD 1945 disebut kerakyatan.
Demokrasi dapat dikatakan merupakan pola hidup berkelompok di
dalam organisasi negara, sesuai dengan keinginan orang-orang yang

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
12

hidup berkelompok tersebut. Keinginan orang-orang (demos) yang
berkelompok tersebut ditentukan oleh pandangan hidup bangsa,
falsafah hidup bangsa dan ideologi bangsa yang bersangkutan.
Demokrasi Indonesia adalah pemerintahan rakyat yang
berdasarkan nilai-nilai falsafah Pancasila atau pemerintahan dari,
oleh, dan untuk rakyat berdasarkan sila-sila Pancasila.
Catatan Untuk Diskusi.
a. Pengertian Demokrasi
b. Ciri-Ciri Demokrasi
c. Demokrasi di Indonesia
d. Peristiwa
lepasnya
Timor-Timor
dikaitkan
Demokrasi
e. Kelebihan dan Kekurangan Demokrasi

dengan

Pertemuan Ke-10.

Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia mempunyai arti penting bagi kehidupan
manusia, terutama dalam hubungan antara negara (penguasa) dan
warga negara (rakyat), dan dalam hubungan antara sesama warga
negara. HAM yang berisi hak-hak dasar manusia memuat standar
normatif untuk mengatur hubungan penguasa dengan rakyatnya dan
hubungan rakyat dengan sesama rakyat. Oleh karena itu, penegakan
HAM mempunyai makna penting untuk memberikan perlindungan
terhadap hak-hak rakyat dari kesewenangan-wenangan penguasa.
HAM adalah hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri
manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai
manusia.Dari pengertian tersebut maka dalam HAM terkandung dua
makna :
Pertama. HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri
setiap manusia sejak ia dilahirkan ke dunia. Hak alamiah adalah hak
yang sesuai dengan kodrat manusia sebagai insan merdeka yang
berakal budi dan berperikemanusiaan. Karena itu, tidak ada
seorangpun yang diperkenankan merampas hak tersebut dari tangan
pemiliknya, dan tidak ada kekuasaan apapun yang memiliki
keabsahan untuk memperkosanya. Hal ini tidak berarti bahwa HAM
bersifat mutlak tanpa pembatasan, karena batas HAM seseorang
adalah HAM yang melekat pada orang lain. Bila HAM dicabut dari
tangan pemiliknya, manusia akan kehilangan eksistensinya sebagai
manusia.
Kedua, HAM merupakan instrumen untuk menjaga ahrkat da

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
13

martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya yang luhur.
Tanpa HAM manusia tidak akan dapat hidup sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaannya sebagai mahluk Tuhan yang paling
mulia.
HAM bukan hanya merupakan hak-hak dasar yang dimiliki oleh
setiap manusia sejak dilahirkan ke dunia, tetapi juga merupakan
standar normatif yang bersifat universal bagi perlindungan hak-hak
dasar itu dalam lingkup pergaulan naional, regional, dan global.
Esensi HAM itu dapat dibaca dalam Mukadimah Universal Declaration
of Human Rights, yang menyebutkan bahwa “Pengakuan atas
martabat yang luhur dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut
dari semua anggota keluarga manusia merupakan dasar
kemerdekaan, keadilan dan perdamaian dunia”.
Jenis hak asasi manusia, diantaranya dapat diketahui dari
deklarasi universal tentang hak asasi manusia yang disetujui dan
diumumkan oleh Resolusi Majelis Umum PBB pada 10 Desember
1948.
Menurut Deklarasi PBB yang isinya terdiri dari 30 Pasal tersebut,
secara singkat dijelaskan seperangkat hak-hak dasar manusia yang
sangat sarat dengan hak-hak yuridis, seperti hk untuk hidup, hak
tidak menjadi budak, hak tidak disiksa dan tidak ditahan, hak
dipersamakan di muka hukum, hak untuk mendapatkan praduga
tidak bersalah, dan sebagainya. Hak-hak lain juga dimuat dalam
deklarasi tersebut, seperti hak-hak akan nasionalitas, pemilikan, dan
pemikiran; hak untuk menganut agama dan memperoleh pendidikan,
pekerjaan, dan kehidupanya berbudaya.
Catatan Untuk Diskusi.
a. Pengertian HAM
b. Sejarah Perkembangan HAM
c. MAGNA CHARTA
d. Pelanggaran HAM di Indonesia
e. Hukuman Mati dalam perspektif HAM

Pertemuan Ke-11.

Partai Politik.
Dalam kehidupan masyarakat banyak terlihat individu warga
negara yang ramai mendirikan organisasi politik, melakukan
kampanye dilapangan, dijalan raya, di gelora, di televisi, radio, koran,
serta melalui spanduk-spanduk, umbul-umbul dan lIflet. Setelah
aktivitas tersebut para pengurus, aktivis, partisipan ramai-ramai

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
14

mendaftarkan diri CALEG DPR, baik tingkat II Kabupaten/ Kota,
Tingkat I/ Propinsi serta DPR-RI. Semua bentuk aktivitas itu disebut
dengan pesta demokrasi yang menurut masyarakat memiliki
keinginan berkuasa melalui organisasi politik yang disebut dengan
PARTAI POLITIK.
Partai Politik pertama lahir di negara-negara Eropa Barat.
Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang
perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka
partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi
penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah di pihak lain.
Partai Politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu
sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses
memodernisasikan diri. Maka dari itu, dewasa ini di negara-negara
baru pun partai politik sudah menjadi lembaga politik yang biasa di
jumpai. Di Negara-negara yang menganut faham demokrasi, gagasan
mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis, bahwa
rakyat berhak turut menentukan kebijaksanaan umum (Public Policy).
Di negara totaliter gagasan mengenai partisipasi politik rakyat
didasari pandangan elite politiknya bahwa rakyat perlu di bimbing
dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai
tujuan itu partai politik merupakan alat yang baik.
Pada permulan perkembangnnya di negara-negara Barat seperti
Inggris, Perancis, Kegiatan politik pada mulanya dipusatkan pada
kelompok-kelompok politik dalam parlemen. Kegiatan ini mula-mula
bersifat elitis dan aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum
bangsawan terhadap-terhadap tuntutan raja. Dengan meluasnya hak
pilih, kegiatan politik juga berkembang di luar parlemen dengan
terbentuknya panitia-pantitia pemilihan yang mengatur pengumpulan
suara para pendukungnya menjelang masa pemilihan umum. Oleh
karena di rasa perlu memperoleh dukugan dari berbagai golongan
masyarakat, kelompok politik dalam parlemen lambat laun berusaha
memperkembangkan organisasi massa, dan dengan demikian
terjalinlah suatu hubungan tetap antara kelompok-kelompok politik
dalam parlemen dengan panitia pemilihan yang memiliki faham dan
kepentingan yang sama, dan lahirlah partai politik. Partai politik
semacam ini menekankan kemenangan dalam pemilihan umum dan
dalam masa antara kedua pemilihan umum biasanya kurang aktif. Ia
bersifat partai lindungan (Patronage party) yang biasanya tidak
memiliki disiplin partai yang ketat/
Dalam perkembangang selanjutnya di Eropa Barat, timbul pula
partai yang lahir di luar parlemen. Partai-partai ini bersandar pada
suatu pandangan hidup atau ideologi tertentu seperti Sosialisme,
Kristen Demokrat, dan sebagainya. Dalam partai semacam ini disiplin

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
15

partai lebih kuat, sedangkan pimpinan-pimpinan lebih bersifat
terpusat.
Di negara-negara jajahan partai-partai politik sering didirikan
dalam rangka pergerakan nasional di luar DPR kolonial; Malahan
partai-partai kadang-kadang menolak untuk duduk dalam badan
legislatif, seperti yang terjadi di India dan Hindia Belanda. Setelah
kemerdekaan dicapai dan dengan meluasnya proses urbanisasi,
komunkasi massa, serta pendidikan umum, maka bertambah kuatlah
kecenderungan untuk berpartisipasi dalam politik melalui partai.
Menurut Miriam Budiarjo, partai politik adalah suatu kelompok
yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,
nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah
memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik
melalui cara yang konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan
yang mereka miliki.
Dalam menjalankan fungsinya, partai politik akan ikut ditentukan
oleh kelompok-kelompok dan tujuan yang ingin dicapai. Suatu partai
revolusioner akan berjuang untuk merubah seluruh tatanan
organisasi pemerintahan, kebudayaan masyarakat, dan sistem
ekonomi dasi suatu kondisi; dan apabila berhasil ia mungkin
mengendalikan setiap kegiatan penting dalam masyarakat itu. Suatu
partai konservatif dan tradisional, yang terjadi adalah sebaliknya
yaitu hanya berusaha mempertahankan keadaan seperti adanya.
Fungi Partai Politik yang melekat dalam suatu partai politik adalah
meliputi :
1. Sosialisasi Politik
2. Partisipasi Politik
3. Komunikasi Politik
4. Artikulasi Kepentingan
5. Agregasi Kepentingan
6. Pembuat Kebijaksanaan
Klasifikasi partai politik dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Bila dilihat dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya, secara
umum dapat dibagi :
1. Partai Massa
2. Partai Kader
Klasifikasi lainnya menurut sifat dan orientasi, partai politik
dapat dibagi dalam dua (2) jenis :
1. Partai Lindungan (Patronage Party)
2. Partai Ideologi atau Partai Azaz
Klasifikasi Partai Politik menurut jumlah sistem partai yang ada
dalam suatu negara. Klasifikasi ini dikemukakan oleh Marice Duverger
dalam bukunya yang terkenal dengan nama Political Parties, yaitu :

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
16

1. Sistem Partai Tunggal ( One-Party-System)
2. Sistem Dwi Partai (Two Party System)
3. Sistem Multi Partai ( Multi Party System)
Catatan Untuk Diskusi.
a. Sejarah Partai Politik
b. Definisi, Fungsi dan Tujuan Partai Politik
c. Klasifikasi Partai Politik
d. Partai Politik di Indonesia
e. Keadaan Partai Politik saat ini di Indonesia ( baik/ kurang
baik )
f. Harapan serta langkah menujunya.

Pertemuan Ke-12.

Pemilihan Umum.
Kita sering mendengar ada pemilihan Kepada Desa, Bupati/ Wali
Kota, Gubernur maupun ketua organisasi masyarakat seperti, ketua
karangtaruna, Ketua BEM, namun itu bukanlah pemilihan umum. Tapi
ketika kita mendengar pemilihan Anggota DPR dan Presiden, maka
pemilihan itulah disebut PEMILIHAN UMUM anggota DPR dan
Presiden.
Pemilihan umum disebut juga dengan “Political Marker”. Artinya
bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/
masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian
masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan
pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu
melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye,
propaganda, iklan politik melalui media massa cetak (audio) radion
maupun audiovisual (televisi) serta media lainnya seperti, spanduk,
pamflet, selebaran bahkan komunikasi antar pribadi yang berbentuk
face to face (tatap muka) atau lobby yang berisi penyampaian pesam
mengenai program, platform, asas, ideology serta janji-janji politik
lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan dapat
menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang
menjadi peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan
legislatif maupun eksekutif.
Mengenai asas pemilu di Indonesia meliputi : (1) Langsung; (2)
Umum; (3) Bebas; (4) Rahasia; (5) Jujur; (6) Adil. Dalam ilmu politik
dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi
umunya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu : Single- Member
Constituency dan Multi-Member Constituency.

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
17

Catatan Untuk Diskusi.
a) Tujuan Pemilihan Umum
b) Asas Pemilihan Umum.
c) Sistem Pemilihan.
d) Pemilihan Umum di Indonesia.
e) Implementasi Umum di Indonesia.

Pertemuan Ke-13.

Partisipasi Politik.
Mengamati dan mengkritisi pernyataan dan kinerja Presiden,
pernyataan DPR, menjadi pengurus partai politik, LSM, Ormas,
petugas KPU serta melaksanakan segala bentuk peraturan
perundang-undangan dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab
serta atas kesadaran sendiri maka itu disebut dengan Partisipasi
Politik.
Partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting dari
demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi (partisipasi) adalah
orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah
orang itu sendiri. Karena keputusan politik yang dibuat dan
dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi
kehidupan warga negara maka warga masyarakat berhak ikut serta
menentukan isi keputusan yang mempengaruhi hidupnya dalam
keikutsertaan warga negara dalam mempengaruhi proses pembuatan
dan pelaksanaan keputusan politik. Kegiatan warga negara dapat
dibagi dua : mempengaruhi isi kebijakan umum dan ikut menentukan
pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
Menurut Samuel Hungtington, partisipasi politik adalah kegiatan
seseorang/ kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam
kehidupan politik seperti memilih pimpinan negara atau upaya-upaya
mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Secara umum tipologi partisipasi sebagai kegiatan dibedakan
menjadi Partisipasi Aktif, Partisipasi pasif dan golongan putih.
Sedangkan model partisipasi terbagi dalam 4 tipe :
1. Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan
kepada pemerintah tinggi maka partisipasi politik menjadi
cenderung aktif.
2. Sebaliknya kesadaran dan keercayaan sangat kecil maka
partisipasi politik menjadi pasif dan apatis.
3. Kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan terhadap pemerintah

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
18

lemah maka perilaku yang muncul adalah militan radikal
4. Kesadaran politik rendah tetapi kepercayaan pemerintah tinggi
maka partisipasinya menjadi sangat pasif, artinya hanya
berorientasi pada out-put politik.
Catatan Untuk Diskusi.
a) Pengertian Partisipasi Politik
b) Bentuk-bentuk partisipasi politik
c) Model Partisipasi Politik
d) Tipologi pastisipasi Politik
e) Partisipasi yang telah dilakukan kita

Pertemuan Ke-14.
UJIAN AKHIR SEMESTER

Lampiran 1
Judul

Hukuman Mati, Konstitusi Dan HAM
Penulis
Sumber

 

http://yapthiamhien.org/index.php?
find=news_detail&id=106

Hukuman Mati, Konstitusi Dan HAM
Tuesday ,21 May 2013
Beberapa hari lalu, tiga terpidana Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan
telah di eksekusi mati. Mereka adalah Ibrahim, Jurit dan Suryadi Swabuana. Jenazah
ketiganya langsung diserahakan ke pihak keluarga setelah dirawat lebih dulu.

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
19

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil
Kemenkumham) Jawa Tengah menyebutkan ketiganya di eksekusi oleh regu tembak dari
Satuan Brimob Kepolisian Daerah Jawa Tengah sekitar pukul 00.15 WIB di Lembah Nirbaya,
Nusakambangan.
Suryadi Swabuana asal Palembang di dakwa telah melakukan pembunuhan satu
keluarga di kawasan Pupuk Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, pada 1991. Adapun
Jurit dan Ibrahim, bersama-sama melakukan pembunuhan berencana di Sekayu, Kabupaten
Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, pada 2003.
Pelaksanaan hukuman mati memang telah banyak di tentang oleh penggiat HAM.
Alasannya eksekusi mati melanggar Pasal 28 huruf (a) UUD 1945. Sementara menurut Ketua
Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, eksekusi mati tidak menyalahi konstitusi.
"Itu kan pelaksanaan putusan pengadilan dan hukum positifnya masih berlaku.
Sampai hari ini pelaksanaan hukuman mati tidak bertentangan dengan konsitusi. Meskipun di
dunia ada dua mahzab yang saling bertentangan kuat, antara yang setuju dengan yang tidak.
Hukuman mati sudah pernah diuji materi di Mahkamah Konstitusi jadi tidak ada masalah,"
ujar Akil seperti dikutip dari salah satu media online.
Kontroversi Hukuman Mati
Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau
tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat
perbuatannya.
Sementara itu, di dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi "Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Namun,
mengapa Indonesia mengenal adanya hukuman mati?
Dasar hukum yang menjamin hak untuk hidup di Indonesia juga terdapat dalam Pasal
9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”) yang
berbunyi: (1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan
taraf kehidupannya (2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera
lahir dan batin (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Studi ilmiah secara konsisten gagal menunjukkan adanya bukti yang meyakinkan
bahwa hukuman mati membuat efek jera dan efektif dibanding jenis hukuman lainnya.
Survey yang dilakukan PBB pada 1998 dan 2002 tentang hubungan antara praktik hukuman
mati dan angka kejahatan pembunuhan menunjukkan, praktik hukuman mati lebih buruk
daripada penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan.
Tingkat kriminalitas berhubungan erat dengan masalah kesejahteraan dan kemiskinan
suatu masyarakat, maupun berfungsi atau tidaknya institusi penegakan hukum. Dukungan
hukuman mati didasari argumen di antaranya bahwa hukuman mati untuk pembunuhan sadis
akan mencegah banyak orang untuk membunuh karena gentar akan hukuman yang sangat
berat.

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
20

Jika pada hukuman penjara penjahat bisa jera dan bisa juga membunuh lagi jika tidak
jera,pada hukuman mati penjahat pasti tidak akan bisa membunuh lagi karena sudah dihukum
mati dan itu hakikatnya memelihara kehidupan yang lebih luas.
Dalam berbagai kasus banyak pelaku kejahatan yang merupakan residivis yang terus
berulang kali melakukan kejahatan karena ringannya hukuman. Seringkali penolakan
hukuman mati hanya didasarkan pada sisi kemanusiaan terhadap pelaku tanpa melihat sisi
kemanusiaan dari korban sendiri, keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang tergantung pada
korban. Lain halnya bila memang keluarga korban sudah memaafkan pelaku tentu vonis bisa
diubah dengan prasyarat yang jelas.
Hingga Juni 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan praktik hukuman mati,
termasuk Indonesia, dan lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan
praktik hukuman mati. Ada 88 negara yang telah menghapuskan hukuman mati untuk seluruh
kategori kejahatan, 11 negara menghapuskan hukuman mati untuk kategori kejahatan pidana
biasa, 30 negara negara malakukan moratorium (de facto tidak menerapkan) hukuman mati,
dan total 129 negara yang melakukan abolisi (penghapusan) terhadap hukuman mati.
Praktek hukuman mati di juga kerap dianggap bersifat bias, terutama bias kelas dan
bias ras. Di AS, sekitar 80% terpidana mati adalah orang non kulit putih dan berasal dari
kelas bawah. Sementara di berbagai negara banyak terpidana mati yang merupakan warga
negara asing tetapi tidak diberikan penerjemah selama proses persidangan.
MK dan Judicial Review
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian Pasal 80 Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1997 tentang Narkotika (“UU Narkotika”) yang memuat sanksi pidana mati
terhadap UUD 1945.
Mahkamah Konstitusi (“MK”) dalam putusannya pada 30 Oktober 2007 menolak uji
materi hukuman mati dalam UU Narkotika dan menyatakan bahwa hukuman mati dalam UU
Narkotika tidak bertentangan dengan hak hidup yang dijamin UUD 1945 lantaran jaminan
hak asasi manusia dalam UUD 1945 tidak menganut asas kemutlakan.
Menurut MK, hak asasi dalam konstitusi mesti dipakai dengan menghargai dan
menghormati hak asasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan keadilan sosial.
Dengan demikian, MK, hak asasi manusia harus dibatasi dengan instrumen Undang-Undang,
yakni Hak untuk hidup itu tidak boleh dikurangi, kecuali diputuskan oleh pengadilan.
Alasan lain pertimbangan putusan MK salah satunya karena Indonesia telah terikat
dengan konvensi internasional narkotika dan psikotropika yang telah diratifikasi menjadi
hukum nasional dalam UU Narkotika. Sehingga, menurut putusan MK, Indonesia justru
berkewajiban menjaga dari ancaman jaringan peredaran gelap narkotika skala internasional,
yang salah satunya dengan menerapkan hukuman yang efektif dan maksimal.
Masih dalam artikel yang sama dijelaskan bahwa dalam konvensi tersebut Indonesia
telah mengakui kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa serius terhadap kemanusiaan
(extra ordinary) sehingga penegakannya butuh perlakuan khusus, efektif dan maksimal.

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
21

Salah satu perlakuan khusus itu, menurut MK, antara lain dengan cara menerapkan
hukuman berat yakni pidana mati. Dengan menerapkan hukuman berat melalui pidana mati
untuk kejahatan serius seperti narkotika, MK berpendapat, Indonesia tidak melanggar
perjanjian internasional apa pun, termasuk Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik
(ICCPR) yang menganjurkan penghapusan hukuman mati.
Bahkan MK menegaskan, Pasal 6 ayat 2 ICCPR itu sendiri membolehkan masih
diberlakukannya hukuman mati kepada negara peserta, khusus untuk kejahatan yang paling
serius.
Hukuman Mati dan HAM
Dalam Penjelasan Pasal 9 UU HAM dikatakan bahwa setiap orang berhak atas
kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Hak atas
kehidupan ini bahkan juga melekat pada bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana
mati. Dalam hal atau keadaan yang sangat luar biasa yaitu demi kepentingan hidup ibunya
dalam kasus aborsi atau berdasarkan putusan pengadilan dalam kasus pidana mati. Maka
tindakan aborsi atau pidana mati dalam hal dan atau kondisi tersebut, masih dapat diizinkan.
Hanya pada dua hal tersebut itulah hak untuk hidup dapat dibatasi. Dari penjelasan
Pasal 9 UU HAM di atas dapat diketahui bahwa dalam kondisi tertentu seperti pidana mati,
hak untuk hidup dapat dibatasi.
Dalam pandangan MK, keputusan pembuat undang-undang untuk menerapkan
hukuman mati telah sejalan dengan Konvensi PBB 1960 tentang Narkotika dan Konvensi
PBB 1988 tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, Pasal 3
Universal Declaration of Human Rights, dan UU HAM sebab ancaman hukuman mati dalam
UU Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat, tidak diancamkan pada semua
tindak pidana narkotika yang dimuat dalam UU tersebut.
Lebih lanjut, melihat pada UU HAM, MK memandang bahwa UU itu juga mengakui
adanya pembatasan hak asasi seseorang dengan memberi pengakuan hak orang lain demi
ketertiban umum. Dalam hal ini, MK menganggap hukuman mati merupakan bentuk
pengayoman negara terhadap warga negara terutama hak-hak korban.
Hal lain yang juga penting diketahui adalah orang yang dijatuhi hukuman mati
(terpidana mati) oleh pengadilan masih memiliki upaya hukum lain sehingga masih ada
peluang tidak dihukum mati. Dengan demikian, hak untuk hidup memang benar dijamin
dalam konstitusi Indonesia, namun hak tersebut dapat dibatasi dengan instrumen undangundang. Konstitusionalitas hukuman mati yang diatur sejumlah undang-undang, salah
satunya UU Narkotika, juga telah diperkuat juga oleh putusan MK. (redaksi)

Lampiran 2
Judul
Penulis
Sumber

DEMOKRASI DAN HAK ASASI MANUSIA
 Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
22

MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA

-----

DEMOKRASI DAN HAK ASASI MANUSIA1
Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.2

A. Demokrasi, HAM, dan Negara
HAM dan demokrasi merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial
yang dilahirkan dari sejarah peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. HAM
dan demokrasi juga dapat dimaknai sebagai hasil perjuangan manusia untuk
mempertahankan dan mencapai harkat kemanusiaannya, sebab hingga saat ini
hanya konsepsi HAM dan demokrasilah yang terbukti paling mengakui dan
menjamin harkat kemanusiaan.
Konsepsi HAM dan demokrasi dapat dilacak secara teologis berupa
relativitas manusia dan kemutlakan Tuhan. Konsekuensinya, tidak ada manusia
yang dianggap menempati posisi lebih tinggi, karena hanya satu yang mutlak
dan merupakan prima facie, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Semua manusia
memiliki potensi untuk mencapai kebenaran, tetapi tidak mungkin kebenaran
mutlak dimiliki oleh manusia, karena yang benar secara mutlak hanya Tuhan.
Maka semua pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya secara relatif.
Pemikiran yang mengklaim sebagai benar secara mutlak, dan yang lain berarti
salah secara mutlak, adalah pemikiran yang bertentangan dengan kemanusiaan
dan ketuhanan.
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang
menjamin derajatnya sebagai manusia. Hak-hak inilah yang kemudian disebut
dengan hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak kelahirannya
1

Materi yang disampaikan dalam studium general pada acara The 1st National Converence Corporate
Forum for Community Development, Jakarta, 19 Desember 2005.

2 Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Indonesia.

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
23

sebagai manusia yang merupakan karunia Sang Pencipta. 3 Karena setiap
manusia diciptakan kedudukannya sederajat dengan hak-hak yang sama,
maka prinsip persamaan dan kesederajatan merupakan hal utama dalam
interaksi sosial. Namun kenyataan menunjukan bahwa manusia selalu hidup
dalam komunitas sosial untuk dapat menjaga derajat kemanusiaan dan
mencapai tujuannya. Hal ini tidak mungkin dapat dilakukan secara individual.
Akibatnya, muncul struktur sosial. Dibutuhkan kekuasaan untuk menjalankan
organisasi sosial tersebut.
Kekuasaan

dalam

suatu

organisasi

dapat

diperoleh

berdasarkan

legitimasi religius, legitimasi ideologis eliter atau pun legitimasi pragmatis. 4
Namun

kekuasaan

sendirinya

berdasarkan

mengingkari

legitimasi-legitimasi

kesamaan

dan

kesederajatan

tersebut
manusia,

dengan
karena

mengklaim kedudukan lebih tinggi sekelompok manusia dari manusia lainnya.
Selain itu, kekuasaan yang berdasarkan ketiga legitimasi diatas akan menjadi
kekuasaan yang absolut, karena asumsi dasarnya menempatkan kelompok yang
memerintah sebagai pihak yang berwenang secara istimewa dan lebih tahu
dalam menjalankan urusan kekuasaan negara. Kekuasaan yang didirikan
berdasarkan ketiga legitimasi tersebut bisa dipastikan akan menjadi kekuasaan
yang otoriter.
Konsepsi demokrasilah yang memberikan landasan dan mekanisme
kekuasaan

berdasarkan

prinsip

persamaan

dan

kesederajatan

manusia.

Demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian
dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat. Berdasarkan pada teori kontrak
sosial,5 untuk memenuhi hak-hak tiap manusia tidak mungkin dicapai oleh
masing-masing orang secara individual, tetapi harus bersama-sama. Maka
dibuatlah perjanjian sosial yang berisi tentang apa yang menjadi tujuan
bersama, batas-batas hak individual, dan siapa yang bertanggungjawab untuk
pencapaian tujuan tersebut dan menjalankan perjanjian yang telah dibuat
dengan batas-batasnya. Perjanjian tersebut diwujudkan dalam bentuk konstitusi
sebagai hukum tertinggi di suatu negara (the supreme law of the land), yang
3 Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mendefinisikan “Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia”. Lembaran Negara RI Tahun 1999 No. 165, Tambahan Lembaran Negara RI No. 3886.
4 Franz Magnis-Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, (Jakarta; PT
Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal. 30 – 66.
5 Harus diingat bahwa paling tidak terdapat tiga macam teori kontrak sosial masing-masing
dikemukakan oleh John Locke, Thomas Hobbes, dan J.J. Rousseu yang masing-masing melahirkan konsep
negara yang berbeda-beda. Lihat George H. Sabine, A History of Political Theory, Third Edition, (New YorkChicago-San Fransisco-Toronto-London; Holt, Rinehart and Winston, 1961), hal. 517 – 596.

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
24

kemudian dielaborasi secara konsisten dalam hukum dan kebijakan negara.
Proses demokrasi juga terwujud melalui prosedur pemilihan umum untuk
memilih wakil rakyat dan pejabat publik lainnya.
Konsepsi HAM dan demokrasi dalam perkembangannya sangat terkait
dengan konsepsi negara hukum. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya
yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai
kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal
ini berarti bahwa dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya supremasi
konstitusi. Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari konsep
negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi
adalah wujud perjanjian sosial tertinggi.6
Selain itu, prinsip demokras