Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA pada Siswa Kelas IV SDN Kutowinangun 12 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran IPA

2.1.1 Pengertian Pembelajaran IPA

  Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sesuai dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.

  Kurnia Septa (2008: 2) menyatakan bahwa keterampilan proses dasar misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan waktu serta keterampilan proses terintegrasi misalnya merancang dan melakukan eksperimen yang meliputi menyusun hipotesa, menentukan variabel, menyusun definisi operasional, menafsirkan data, menganalisis dan mensintesis data. Poedjiati (2005: 78) menyebutkan bahwa ketrampilan dasar dalam pendekatan proses adalah observasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi dan membuat hipotesis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran

  IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Kedua ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru.

  Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat merupakan kegiatan investivigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah melakukan investivigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi perlu digeneralisasi agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik. Untuk itu perlu dibimbing berfikir secara induktif. Selain itu pada beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga perlu dibimbing berfikir induktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini dapat menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah.

2.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA

  Tujuan pembelajaran IPA di SD telah dirumuskan dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sehingga setiap kegiatan pendidikan formal di SD harus mengacu pada kurikulum tersebut. Tujuan pembelajaran

  IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah : a.

  Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

  b.

  Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  c.

  Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi anara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

  d.

  Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputuasan e.

  Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

  f.

  Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala g.

  Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTS.

2.1.3 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA

  Ruang lingkup pembelajaran IPA di SD dalam kurikulum KTSP secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Secara terperinci lingkup materi yang terdapat dalam Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) adalah: a.

  Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

  b.

  Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

  c.

  Energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.

  d.

  Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda- benda langit lainnya.

  Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek tersebut saling berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA.

2.2 Hasil Belajar

2.2.1 Pengertian Hasil Belajar

  Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengalaman dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3).

  Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Warsito (Depdiknas, 2006: 125) kegiatan akhir dalam pembelajaran adalah proses evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui hasil belajar yang telah dilakukan. Sehubungan dengan pendapat tersebut, maka Briggs (Taruh 2003: 17) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar mengajar. Sehingga untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran untuk mengukur kemampuan seseorang yang diwujud nyatakan dengan angka.

  Berdasarkan konsepsi di atas, pengertian hasil belajar dapat disimpulkan sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengamatan belajar dapat diambil atau diukur melalui tes. Hasil tes belajar siswa akan memberikan gambaran informasi tentang kemampuan dan penguasaan kompentensi siswa tersebut akan memberikan gambaran informasi tentang kemampuan dan penguasaan kompentensi siswa pada suatu materi pelajaran yang kemudian dikontroversi bentuk angka-angka.

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Ada berbagai faktor yang mempengaruhi belajar seseorang. Faktor tersebut bisa dalam diri individu sendiri maupun berasal dari luar individu. Slameto (2010: 54) menggolongkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar ke dalam 2 jenis, yaitu : a.

  Faktor Internal 1)

  Faktor Biologis (Jasmaniah) Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar. Di dalam menjaga kesehatan fisik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan dan minum yang teratur, olahraga serta cukup tidur. 2)

  Faktor psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang.

  Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar seseorang. Kedua, kemauan dapat dikatakan faktor utama penentu keberhasilan belajar seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Ketiga bakat, bakat ini bukan menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam suatu bidang.

  b.

  Faktor Eksternal 1)

  Faktor lingkungan keluarga Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama dan utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Suasana lingkungan rumah pula dalam menenukan keberhasilan belajar seseorang. Suasana lingkungan rumah yang cukup tentang adanya perhatian orang terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya maka akan mempengaruhi keberhasilan belajarnya. 2)

  Faktor Lingkungan Sekolah Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan belajar siswa. Hal ini yang paling mempengaruhi keberhasilan belajar para siswa disekolah mencakup metode mengajar, model pembelajaran, kurikulum, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, pelajaran, waktu sekolah, tata tertib, atau

  Dapat disimpulkan ada dua faktor yang muncul dalam penelitian ini. Faktor tersebut adalah faktor psikologis, yang meliputi: intelligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan faktor sekolah, yang meliputi: model serta metode mengajar. Sehingga dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar seseorang dan dapat mencegah siswa dari penyebab terhambatnya pembelajaran.

2.3 Model Pembelajaran

2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran

  Konsep model pembelajaran untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Bruce dan koleganya (Bruce Joyce et al., 1992 ). Model pembelajaran dapat diartikan sebagai pola komprehensif yang patut dicontoh, menyangkut bentuk utuh pembelajaran, meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Menurut Trianto (2010 : 51) model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Sehingga model pembelajaran digunakan sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran di kelas. (Agus Suprijono, 2009: 46).

  Sedangkan Syaiful Sagala (2005: 175) mengemukakan bahwa model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

  Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah perangkat rencana atau pola digunakan sebagai pedoman untuk merancang, mempersiapkan melaksanakan pembelajaran dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan akan dicapai dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahapan-tahapan (sintaks) yang dilakukan oleh peserta didik dengan bimbingan guru.

  2.3.2 Ciri Model Pembelajaran

  Model pembelajaran sendiri mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut menurut Kardi dan Nur (2000: 9) ialah : a. rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya b. landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai) c. tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil d. lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai.

  2.3.3 Karakteristik Model Pembelajaran

  Rangke L Tobing, dkk sebagimana dikutip oleh Indrawati dan Wanwan Setiawan (2009: 27) mengidentifikasi lima karakteristik suatu model pembelajaran yang baik, yang meliputi berikut ini: a.

  Prosedur ilmiah Suatu model pembelajaran harus memiliki suatu prosedur yang sistematik untuk mengubah tingkah laku siswa atau memiliki sintaks yang merupakan urutan langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru dan peserta didik.

  b.

  Spesifikasi hasil belajar yang direncanakan Suatu model pembelajaran menyebutkan hasil-hasil belajar secara rinci mengenai penampilan siswa.

  Suatu model pembelajaran menyebutkan secara tegas kondisi lingkungan di mana respon siswa diobservasi.

  d.

  Kriteria penampilan Suatu model pembelajaran merujuk pada kriteria penerimaan penampilan yang diharapkan dari para siswa. Model pembelajaran merencanakan tingkah laku yang diharapkan dari siswa yang dapat didemonstrasikannya setelah langkah-langkah mengajar tertentu.

  e.

  Cara-cara pelaksanaannya Semua model pembelajaran menyebutkan mekanisme yang menunjukkan reaksi siswa dan interaksinya dengan lingkungan.

  Guru sebagai perancang pembelajaran harus mampu mendesain seperti apa pembelajaran yang akan dilaksanakan. Model pembelajaran merupakan desain pembelajaran yang akan dilaksanakan guru di dalam kelas. Dengan model pembelajaran, guru dapat melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan pola, tujuan, tingkah laku, lingkungan dan hasil belajar yang direncanakan. Dengan demikian proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dan tepat sesuai dengan mata pelajaran serta materi yang akan diajarkan.

2.4 Model Pembelajaran Guided Discovery

2.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Guided Discovery Guided discovery adalah salah satu model discovery learning.

  Discovery learning merupakan salah satu model instruksional kognitif dari

  Jerome Bruner yang sangat berpengaruh. Menurut Bruner (Dahar, 1996)

  discovery learning sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh

  manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya akan menghasilkan pengetahuan yang bermakna (Trianto, 2007: 26).

  Menurut Bruner (dalam Mayer, 2004: 15),

  “...guided discovery

models, in which the student receives problems to solve but the teacher also

provides hints, direction, coaching, feedback, and/or modeling to keep the

student on track...

  ” Pendapat Bruner tersebut menyatakan bahwa dalam model guided discovery peserta didik diberikan suatu permasalahan untuk dipecahkan dan guru memberikan petunjuk, arahan, umpan balik serta contoh-contoh untuk membimbing peserta didik dalam menyelesaikan masalah tersebut. Selama pembelajaran dengan model guided discovery, guru masih perlu memberikan susunan (structure) dan bimbingan (guidance) untuk memastikan bahwa abstraksi yang sedang dipelajari sudah akurat dan lengkap. Bimbingan yang diberikan berupa pertanyaan- pertanyaan pengarah yang dapat diajukan guru secara langsung maupun melalui berbagai media seperti Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dibuat secara khusus. Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dapat membimbing dan mengarahkan siswa dalam menemukan konsep yang dipelajari maupun dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

  Pemilihan model pembelajaran ini sesuai dengan aliran belajar konstruktivis individual (individual constructivism). Piaget (hayati, 2013: 6) beranggapan bahwa faktor individual lebih berperan penting daripada faktor sosial, sehingga pengetahuan yang didapat bukanlah hasil “pemberian” orang lain seperti guru, tetapi hasil dari “proses membangun pengetahuan” yang dilakukan setiap individu. Salah satu model konstruktivis individual adalah model pembelajaran guided discovery. Model pembelajaran ini cocok diterapkan pada siswa SD sebagaimana yang dikatakan piaget bahwa anak usia SD (7-11 tahun) berada dalam tahap oprasional konkrit. Pada tahap ini anak mampu mengoprasionalkan berbagai logika dengan bantuan benda-benda yang bersifat konkret sehingga belum mampu untuk berfikir abstrak sehingga untuk menciptakan suatu pembelajaran yang menekankan pada proses belajar dengan mengalami langsung diperlukan suatu model pemecahan masalah dengan bimbingan dan arahan dari guru. (hayati, 2013: 6-7)

  Dalam proses pembelajaran guided discovery, guru berfungsi sebagai fasilitator. Guru bertindak sebagai petunjuk jalan dan membantu siswa agar dapat menggunakan ide, konsep dan keterampilan yang sudah mereka pelajari sebelumnya untuk menemukan pengetahuan baru. Siswa didorong untuk berpikir dan menganalisis sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang disediakan guru. Pelaksanaan pembelajaran dengan model ini memang memerlukan waktu yang relatif lama, tetapi jika dilakukan dengan efektif, model ini cenderung menghasilkan ingatan dan transfer jangka panjang yang lebih baik daripada pembelajaran dengan model pembelajaran ekspositori (Mayer, 2008 : 310).

  Menurut Mayer (2004: 15), “guided discovery is effective because it

  helps students meet two important criteria for active learning —(a)

activating or constructing appropriate knowledge to be used for making

sense of new incoming information and (b) integrating new incoming

information with an appropriate knowledge base

  .” Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa model guided discovery efektif dalam pembelajaran karena memuat dua kriteria penting dalam pembelajaran aktif, yaitu membangun pengetahuan yang tepat untuk mempermudah pemahaman tentang informasi baru dan menyempurnakan informasi baru dengan dasar pengetahuan yang tepat. Dengan demikian, informasi yang diperoleh siswa dapat tertaman dengan baik dan benar. Siswa tidak akan mudah lupa pada pengetahuan yang sudah tertanam dengan baik. Seperti yang dikatakan Carin (1993 :93) bahwa pengetahuan yang baru akan tersimpan pada memori jangka panjang (long term memory) apabila siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan mengkontruksi sendiri konsep atau pengetahuan tersebut. Serta Suherman, dkk (2001: 179) mengatakan bahwa “belajar dengan cara menemukan sendiri menimbulkan rasa puas”.

  2.4.2 Ciri – Ciri Model Pembelajaran Guided Discovery

  Richard Suchman (dalam Widdiharto: 2004) guided discovery lesson memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut : a.

  Adanya problema yang akan dipecahkan, yang dinyatakan dengan pernyataan dan pertanyaan.

  b.

  Jelas tingkat atau kelasnya (dinyatakan dengan jelas tingkat siswa yang akan diberi pelajaran, misalnya SD kelas III).

  c.

  Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan tersebut perlu ditulis dengan jelas.

  d.

  Alat atau bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan.

  e.

  Diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melaksanakan kegiatan.

  f.

  Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan atau percobaan untuk menemukan konsep atau prinsip yang telah ditetapkan.

  g.

  Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa yang diharapkan dalam kegiatan.

  h.

  Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa. i.

  Ada catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil, terutama penyelidikan yang mengalami kegagalan atau tidak berjalan sebagaimana seharusnya.

  2.4.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Guided Discovery

  Menurut Bruner (dalam Winataputra, 2008: 3.19), tahap-tahap penerapan belajar penemuan, yaitu; a. stimulus (pemberian perangsang/stimuli) b. problem statement (mengidentifikasi masalah) c. data collection (pengumpulan data) d. data processing (pengolahan data)

  Sedangkan langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery) menurut Jamil Suprihatiningrum (2014: 248) yang telah diadaptasi dari langkah-langkah penemuan menurut Bruner adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Langkah-langkah (sintaks)

  Model Pembelajaran Guided Discovery No Tahap-Tahap Kegiatan Guru

  1. Tahap 1 Menjelaskan tujuan/ Menyampaikan tujuan pembelajaran, mempersiapkan siswa memotivasi siswa dengan mendorong siswa untuk terlibat dalam kegiatan

  2. Tahap 2 Orientasi siswa pada Menjelaskan masalah sederhana yang masalah berkenaan dengan materi pembelajaran

  3. Tahap 3 Merumuskan hipotesis Membimbing siswa merumuskan hipotesis sesuai permasalahan yang dikemukakan

  4. Tahap 4 Melakukan kegiatan Membimbing siswa melakukan kegiatan penemuan penemuan dengan mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi yang diperlukan

  5. Tahap 5 Mempresentasikan Membimbing siswa dalam menyajikan hasil kegiatan hasil kegiatan, merumuskan kesimpulan/ penemuan menemukan konsep

  6. Tahap 6 Mengevaluasi Mengevaluasi langkah-langkah kegiatan kegiatan penemuan yang telah dilakukan.

  Tahap-tahap tersebut sejalan dengan pendapat Woolfolk (2001: 286) yang menyatakan bahwa “guided discovery is an adaptation of discovery penemuan terbimbing merupakan adaptasi dari pembelajaran penemuan, dimana guru memberikan beberapa arahan.

  2.4.4 Kelebihan Model Pembelajaran Guided Discovery

  Markaban (2006 : 16) menyatakan beberapa keunggulan model pembelajaran guided discovery sebagai berikut: a.

  Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.

  b.

  Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan).

  c.

  Mendukung kemampuan problem solving siswa.

  d.

  Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

  e.

  Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.

  2.4.5 Kekurangan Model Pembelajaran Guided Discovery

  Kelemahan dari model pembelajaran guided discovery menurut Markaban (2006: 16-17) sebagai berikut: a.

  Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.

  b.

  Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah.

  c.

  Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model guided discovery

2.5 Kajian yang Relevan

  Penelitian yang dilakukan oleh Yulis Purwanti (2009), “Penerapan

  guided discovery learning dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan

  penguasaan konsep bagian-bagian tumbuhan pada pembelajaran IPA pada penerapaan guided discovery learning nilai rata-rata siswa pada siklus I naik menjadi 79 dengan ketuntasan 80%. Pada siklus II nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 87,5 dengan ketuntasan 100%. Rata-rata keaktifan siswa pada siklus I 3,5 (75%) dan siklus II meningkat menjadi 3,75 (93,75%). Penerapan guided discovery learning hasil belajar juga meningkatkan juga meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

  Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Dian Hermawan (2013), “Upaya peningkatan hasil belajar tentang sifat-sifat cahaya melalui model pembelajaran guided discovery siswa kelas V SDN 05 Bleboh kecamatan Jiken kabupaten Blora Semester genap tahun pelajaran 2012/2013 ”.

  Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi awal siswa nilainya tuntas 8 siswa dengan prosentase (44,44 %) dan yang belum memenuhi KKM ada 10 siswa (55,56 %). Siklus I menerapkan model pembelajaran guided discovery terjadi peningkatan hasil belajar. Siswa yang tuntas ada 13 siswa (72,78 %) dan yang tidak tuntas ada 5 siswa (27,78 %). Kemudian pada siklus II terjadi peningkatan yang lebih baik lagi dari sebelumnya, siswa yang tuntas 16 (88,89 %) dan yang tidak tuntas 2 siswa (11,11 %). Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran guided discovery siswa kelas V SDN 05 Bleboh Kecamatan Jiken Kabupaten Blora Semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

  Penelitian yang dilakukan oleh Fatih Istiqmah (2014), Penerapan model guided discovery learning untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA siswa kelas VB SD Negeri 02 Tulung Balak. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran guided discovery learning pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA siswa kelas VB SD Negeri 02 Tulung Balak. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata motivasi siswa pada siklus I sebesar 61,58, sedangkan pada siklus II sebesar 77,47 meningkat

2.6 Kerangka Berfikir

  Dalam pembelajaran IPA diperlukan adanya model yang bisa menumbuhkan pemahaman siswa untuk mengajarkan konsep-konsep dan hubungan antar konsep serta konsep yang diperoleh siswa dapat tertaman dengan baik dan benar. Salah satu model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model guided discovery karena guided discovery merupakan salah satu model yang dapat menumbuhkan pemahaman materi pelajaran pada siswa dengan pemerolehan pengetahuan dengan cara siswa penemukan sendiri. Sehingga penerapan model pembelajaran guided discovery ini dapat menumbuhkan kemauan siswa untuk belajar secara aktif dan meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA.

  Dari pemikiran di atas dapat digambarkan kerangka berpikir pada

gambar 2.1 sebagai berikut :

  Hasil belajar siswa Guru menggunakan

  Kondisi rendah (banyak siswa

  model pembelajaran

  Awal

  yang belum konvensional mencapai KKM)

  Penyelesaian masalah Siklus I: Hasil belajar dengan menggunakan

  Tindakan

  siswa meningkat model pembelajaran

  guided discovery

  Siklus II: Hasil belajar siswa semakin meningkat

  Dengan penerapan model pembelajaran guided

  discovery dapat menciptakan pembelajaran yang

  berpusat pada siswa, melibatkan siswa untuk

  Kondisi

  berpartisipasi aktif dalam mencari informasi sehingga

  Akhir

  pembelajaran menjadi lebih menarik, bermakna dan meningkatkan hasil belajar.

2.7 Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut : Penerapan model pembelajaran guided discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SD Negeri Kutowinangun 12 Salatiga semester II tahun ajaran 2014/2015.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Role Playing dan Teams Games Tournaments pada Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SD/MI Gugus Jaka Tingkir Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Role Playing dan Teams Games Tournaments pada Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SD/MI Gugus Jaka Tingkir Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Role Playing dan Teams Games Tournaments pada Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SD/MI Gugus Jaka Tingkir Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Role Playing dan Teams Games Tournaments pada Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SD/MI Gugus Jaka Tingkir Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 104

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Melalui Metode Discovery Learning Kelas IV Semester II SD Nege

0 0 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Melalui Metode Discovery Learning Kelas IV Sem

0 0 13

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Melalui Metode Discovery Learning Kelas IV Semester II SD Ne

0 0 13

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Subyek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Melalui Metode Discovery Learnin

0 0 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Melalui Metode Discovery Learning Kelas IV Semester II SD Negeri 02 Kopeng Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Melalui Metode Discovery Learning Kelas IV Semester II SD Negeri 02 Kopeng Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 101