BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Melalui Metode Discovery Learning Kelas IV Sem

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

  2.1.1 Hakekat Belajar

  Menurut Slameto (1995) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dalam lingkungannya.

  Menurut Winkel (2007 : 59) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Jadi belajar pada hakekatnya merupakan salah satu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang relative dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

  Menurut Hilgard (1984 : 4) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan. Sedangkan menurut Nana Sudjana (1989 : 7) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan perubahan pada diri seseorang. Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk merubah tingkah laku seseorang dan berjalan sepanjang hayat.

  2.1.2 Keaktifan Belajar

  Pada dasarnya keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti kegiatan atau kesibukan. Yang dimaksud keaktifan belajar disini adalah bahwa pada saat proses pembelajaran guru harus mengusahakan dan membuat siswanya ikut berperan aktif jasmani maupun rohani. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menjadi unsur penting untuk keberhasilan proses pembelajaran.

  Menurut Mc. Keachie (1954) dalam Nur Hamiyah dan Muhamad Jauhar (2014), siswa belajar secara aktif berarti belajar dengan melibatkan keaktifan mental (intelektual-emosional) meskipun dalam banyak hal diperlukan keaktifan fisik. Jadi yang dimaksud disini adalah siswa harus aktif dengan anggota badan, membuat atau menemukan sesuatu, bermain atau bekerja, siswa tidak hanya duduk dan mendengarkan guru menjelaskan, siswa tidak hanya melihat dan pasif di tempat duduk. Siswa yang mempunyai aktifitas psikis (kejiwaan) adalah jika jiwanya bekerja sebanyak mungkin atau banyak berfungsi dalam proes pembelajaran.

  Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran yang berlangsung tidak lain adalah untuk memberikan kesempatan agar siswa menggali pengetahuannya sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman dan belajar untuk menemukan serta memecahkan sendiri masalah yang dihadapi saat proses pembelajaran berlangsung.

  Menurut Mc. Keachie dalam Dimyati (2009:45) mengemukakan bahwa manusia merupakan manusia yang aktif selalu ingin tahu. Jadi dalam proses pembelajaran yang berlangsung segala sesuatu diperoleh sendiri oleh siswa dari pengamatan, penggalaman, percobaan dan sampai menemukan sendiri pemecahan dalam suatu permasalahan yang ada.

  Menurut Whipple dalam Hamalik (2003), mengemukakan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik selama siswa berada di dalam kelas.

  Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006 : 115), menyatakan bahwa keaktifan siswa dalam pembelajaran merupakan proses pembelajaran yang mengarah kepada pengoptimalisasian yang melibatkan intelektual-emosional siswa dalam proses pembelajaran dengan melibatkan fisik siswa.

  Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan fisik maupun non fisik siswa agar kelas dapat menjadi kondusif dan siswa jadi aktif dalam pembelajaran yang berlangsung. Guru juga harus mendorong dan melibatkan siswa dalam pembelajaran agar siswa aktif.

  Sedangkan yang yang dimaksud dalam penelitian yang dilakukan ini adalah keaktifan siswa dalam proses pembelajaran yang berlangsung yang akan diukur dengan menggunakan lembar observasi yang disusun berdasarkan indikator keaktifan belajar.

  Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006 :122-125) indikator keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut : a.

  Perhatian dan antusias siswa dalam mengikuti pelajaran yang memberikan pengalaman belajar kepada siswa untuk memperoleh dan menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan.

  b.

  Kebebasan atau keleluasaan melakukan sesuatu hal tanpa tekanan dari guru atau pihak lainnya (kemandirian belajar).

  c.

  Kegiatan yang melibatkan siswa untuk belajar langsung dari media/alat peraga yang diciptakan.

  d.

  Kesediaan siswa dalam merespon dan menanggapi siswa dalam proses pembelajaran.

  e.

  Kesediaan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas kelompok belajar yang ada dalam proses pembelajaran.

  f.

  Kesiapan dan kesediaan siswa dalam mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.

  Indikator diataslah yang akan dipakai dalam penelitian ini, untuk mengukur keaktifan siswa dalam proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas. Khususnya di kelas IV SD Negeri Kopeng 02 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.

2.1.3 Pengertian Peserta Didik

  Peserta didik merupakan subjek yang menjadi focus utama dalam penyelenggaran pendidikan dan pembelajaran.

  Menurut Sinolungan (1997) mengemukakan bahwa ada 2 pengertian dari peserta didik yaitu peserta didik dalam arti luas merupakan setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar di sekolah.

  Sedangkan Departement Pendidikan Nasional (2003) menegaskan bahwa, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Peserta didik usia SD/MI adalah semua anak yang berada pada rentang usia 6-12/13 tahun yang sedang berada pada jenjang pendidikan SD/MI.

2.1.4 Hakekat Matematika a.

  Matematika disebut ilmu deduktif, sebab dalam matematika tidak menerima generalisasi yang berdasarkan pada observasi, eksperimen, coba-coba (induktif) seperti halnya ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan umumnya. Kebenaran generalisasi matematika harus dapat dibuktikan secara deduktif.

  b.

  Matematika sebagai ilmu tentang pola dan hubungan. Matematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan, sebab dalam matematika sering dicari keseragaman seperti keterurutan, dan keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-konsep tertentu atau model-model yang merupakan representasinya.

  c.

  Matematika sebagai Bahas. Bahasa merupakan suatu system yang terdiri dari lambing-lambang, kata-kata, dan kalimat-kalimatyang disusun menurut aturan tertentu dan digunakan sekelompok orang untuk berkomunikasi. Dengan semikian dapat kita simpulkan bahwa matematika adalah bahasa, sebab matematika merupakan sekumpulan symbol yangb memiliki makna atau dikatakan sebagai bahasa symbol.

  d.

  Matematika sebagai ilmu tentang Struktur yang terorganisasi. Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi, sebab berkembang mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke postulat/aksioma, ke teorema. e.

  Matematika sebagai seni. Matematika adalah seni, sebab dalam matematika terlihat adanya unsur keteraturan, keterurutan, dan konsisten.

  f.

  Matematika sebagai aktifitas manusia. Matematika merupakan hasil karya manusia, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa matematika merupakan kebudayaan manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Susilo (1998) bahwa matematika dipandang dari aspek metode, cara penalaran, bahasa, dan objek penyelidikannya memiliki kekhasan, yang keseluruhannya itu merupakan bagian dari kebudayaan manusia yang bersifat universal. Istilah “matematika” berasal dari kata Yunani “mathein” atau “manthenein” yang artinya “mempelajari”. Mungkin kata-kata tersebut memiliki hubungan yang erat dengan Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya “kepandaian”, “ketahuan”, atau “intelegensi”, hal tersebut berdasarkan pendapat dari Andi Hakim Nasution (1978 : 12). Namun di bagian yang lain beliau juga berpendapat bahwa istilah “matematika” lebih tepat digunakan daripada “ilmu pasti” karena memang benarlah, bahwa dengan menguasai matematika orang akan belajar mengatur jalan pikirannya dan sekaligus belajar menambah kepandaianya (Andi Hakim Nasution, 1978 : 12).

  Pada awal abad 20-an pemikiran Hans Freudenthal (1905-1990), seorang penulis, pendidik, dan matematikawan berkebangsaan Jerman/Belanda berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insane (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut berimplikasi pada proses pembelajaran matematika, siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru (Gravemeijer, 1994), dan bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia riil” (De Lange, 1995).

  Menurut Johnson dan Rising dalam Russefendi (1972), mengemukakan bahwa matematika merupakan pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan symbol dan padat, lebih berupa bahasa symbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.

  Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses, diolah, dalam struktur kognitif sehingga terbentuk kosep-konsep matematika supa konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atau notasi matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapatkan karena proses berpikir, oleh karena itu logia adalah dasar terbentuknya matematika.

  Dengan demikian maka pembelajaran Matematika adalah cara untuk berpikir dan bernalar dalam pemecahan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Lambang dan bahasa dalam matematika bersifat universal sehingga dapat dipahami oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia.

  Dengan pelajaran matematika yang telah diberikan kepada siswa, peneliti ingin agar peserta didik mampu berpikir kritis, logis, kreatif serta mampu bekerjasama. Sehingga dengan begitu peserta didik mampu memecahkan masalah yang ada dalam kehidup sehari-hari dengan caranya sendiri.

2.1.5 Metode Discovery Learning

  Discovery

  memiliki beberapa arti yaitu dari kata “discover” berarti menemukan dan “discovery” adalah penemuan. Jadi siswa dapat dikatakan melakukan

  “discovery apabila siswa terlihat menggunakan proses mentalnya dalam usaha untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip.

  Menurut Roestiyah (2001 :20) mengemukakan bahwa metode discovery adalah metode mengajar mempergunakan teknik penemuan. Metode ini merupakan suatu proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolongkan, membuatu suatu dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan lain sebagainya. Dalam teknik ini siswa dibiarkan untuk mandiri dalam menemukan suatu jawaban dan dibiarkan untuk mengalami berbagai proses mentar itu sendiri. Guru hanya membimbing dan memberikan intruksi.

  Menurut Bruner ( dalam Winataputra, 2008 :3.18) discovery adalah proses belajar dimana guru harus menciptakan situasi belajar yang problematic, menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban sendiri dan melakukan eksperimen.

  Sedangkan Suherman (2011) menyimpulkan bahwa metode discovery adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri oleh siswa.

  Menurut Suryobroto ( Suparno, 2007 : 73), mengemukakan pendapatmya bahwa metode pembelajaran discovery adalah sebagai cara mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai generalisasi umum.

  Metode discovery adalah mengatur pembelajaran hingga sedemikian rupa dan membuat anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak dari pemberitahuan, sebagaian bahkan seluruhnya ditemukannya sendiri. Selain into metode ini juga dapat diartikan proses pembelajaran yang mementingkan perseorangan, manipulasi obyek melakukan percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi umum.

  Dengan beberapa pendapat diatas makan dapat disimpulkan bahawa dalam pembelajaran dengan menggunkan metode discovery anak dituntut untuk belajar mandiri serta terlibat langsung dalam proses kegiatan belajar mengajar yang berlangsung, siswa juga dapat bertukar pendapat, berdiskusi membaca dan melihat sendiri berdasarkan pengalaman yang dimiliki atau diperolehnya, disini anak juga mencoba sendiri agar anak dapat belajar secara mandiri sendiri.

  Menurut Bruner ( dalam Hawa, 2009) langkah-langkah dalam pembelajaran dengan menggunakan Metode Discovery adalah sebagai berikut: a.

  Kegiatan belajar dimulai dengan memberikan rangsangan pertanyaan yang merangsang berpikir anak, mengajurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

  b.

  Problem Statement (mengidentifikasi masalah ) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa.

  c.

  Data Collection (pengumpulan data) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut.

  d.

  Data Processing (pengolahan data) Mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi, dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan.

  e.

  Verifikasi Mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil processing.

  f.

  Generalisasi Mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil relefan. Dibawah ini merupakan beberapa keuntungan belajar dengan menggunakan metode Discovery Learning dalam Nur Hamiyah dan Muhammad Jauhar (2014 : 183) : a.

  Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.

  b.

  Hasil belajar Discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil lainnya. c.

  Secara menyeluruh, belajar Discovery bisa meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus, belajar penemuan melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.

2.1.6 Hasil Belajar

  Hasil belajar merupakan proses perubahan tingkah laku seseorang yang meliputi aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan yang merupakan suatu hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukkan dalam bentuk angka-angka seperti yang terdapat pada laporan hasil belajar atau rapor. Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai tingkat penguasaan dimana siswa telah dapat mencapai suatu penguasaan melalui berbagai proses yang telah diikutinya dalam proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang telah ditetapkan. Hasil belajar digunakan untuk suatu pertimbagan dalam menentukan kenaikan kelas ke kelas selanjutnya, umpan balik dalam perbaikan proses pembelajaran, meningkatkan motivasi belajar siswa, sebagai alat evaluasi diri terhadap kinerja seseorang atau siswa.

  Menurut Gagne dan Briggs (1979 : 51) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penempilan siswa ( learner’s performance).

  Menurut Reigeluth (1983) berpendapat bahwa hasil belajar atau pembelajaran dapat juga dipakai sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai dari metode (strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda.

  Bloom (1981 : 4), menggambarkan hubungan antara hasil belajar dengan faktot-faktor belajar dengan mengemukakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kognitif dan afektifnya saat belajar. Dan kualitas pengajaran yang diterimanya dipengaruhi oleh cara pengelolaan proses interaksi kelas.

  Bloom membedakan 3 macam hasil belajar yaitu : a. Pengetahuan kognitif b.

  Hasil belajar afektif c.

  Penggolongan hasil belajar tersebut sesuai dengan tuntutan pembelajaran yang mengacu KTSP yaitu tercapainya kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil belajar dalam pembelajaran. Menurut Hamalik (2003 : 155), hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat di amati dan di ukur bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik sebelumnya yang tidak tahu hingga menjadi tahu. Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dipaparkan dia atas, maka dapat dikemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku pada diri seseorang akibat dari belajar yang mencakup aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik.

  Menurut Slameto (1995 : 54-72) faktor yang mempengaruhi prestasi belajar digolongkan menjadi 2 yaitu fator intern dan faktor ekstern. Adapun faktor intern (dari dalam diri siswa) yang mempengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut : a.

  Kesehatan b. Kecerdasan c. Cara belajar d. Bakat e. Minat f. Motivasi

  Faktor ekstern (dari luar diri siswa) yang mempengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut : a.

  Latar belakang pendidikan orang tua b. Status ekonomi social orang tua c. Ketersediaan sarana dan prasarana di rumah dan di sekolah d. Media yang dipakai guru e. Kompetensi guru

  Untuk mencapai hasil belajar yang bagus atau hasil yang optimal, seorang guru harus dapat memilih dan menyesuaikan mpodel pembelajaran yang efektif dan efesin yang sesuai dengan karakteristik siswa dan materu yang akan diajarkan. Selain model pembelajaran guru juga memerlukan metode pembelajaran dalam menumbuhkan kegiatan pembelajaran siswa, agar situasi belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik dan suasana pembelajaran yang tidak membosankan bagi siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menerapkan metode discovery. Metode discovery mempunyai keunggulan sebagai berikut : pengetahuan yang diperoleh siswa dalam pembelajaran akan bertahan lebih lama dan mudah diingat oleh siswa, hasil belajar dapat ditransfer siswa dengan lebih baik daripada hasil belajar yang lainnya, secara menyeluruh metode ini dapat melatih untuk meningkatkan penalaran serta kemampuan siswa dalam berpikir secara bebas. Sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

  Banyak penelitian yang dilakukan dalam rangka ingin meningkatkan hasil belajar siswa yang lebih baik serta meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menerapkan metode Discovery dalam pembelajaran. Seperti penelitian yang dilakukan diantaranya oleh : a.

  Prysta Widhiyani dalam buku penelitiannya yang berjudul : “Pembelajaran Matematika Melalui Metode Discovery Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas III SDN Sumbersari 02 Jember Pokok Bahasan Segitiga Dan Segiempat Tahun Ajaran 2012/2013” b. Beti Iriyanto dalam buku penelitiannya yang berjudul : “Peningkatan Hasil

  Belajar Matematika Dengan Metode Penemuan (Discovery) Menggunakan Bantuan Media Dua Dimensi Pada Siswa Kelas VI Semester II SD Negeri Posong Kecamatan Tulis Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011/2012” c. Vera Atmawati dalam buku penelitiannya yang berjudul : “Perbedaan Hasil

  Belajar Matematika Yang Diajar Dengan Metode Ekspositori dan Metode Discovery kelas VII SMP Negeri 2

  Tuntang Kabupaten Semarang”

  2.3 Kerangka Berpikir

  Berdasarkan permasalahan yang ada di SD Negeri 02 Kopeng dan kajian teori yang diperoleh, maka dalam penelitian ini peneliti akan menerapakn metode

  

Discovery Learning pada siswa kelas IV semester II SD Negeri 02 Kopeng

  Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Dengan metode Discovery Learning diharapan dapat membantu untuk mengingkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

  Dari hal diatas, maka dapat diperoleh kerangka pikir seperti yang terdapat pada bagan dibawah ini :

  Guru mengajar Masih

  Hasil Belajar Siswa Kondisi Awal

  Konvensional (Guru

  Rendah

  menggunakan metode ceramah)

  Siklus 1 Menerapkan Menerapkan

  Metode Discovery Tindakan

  Metode Discovery

  Learning

Learning

  Siklus 2 Menerapkan Kondisi Akhir, hasil belajar

  Metode Discovery Learning siswa meningkat

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

  2.4 Hipotesis

  Dengan menggunakan metode Descovery Learning dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kelas IV Semester

  II SD Negeri Kopeng 02 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Penerapan Model Make A Match Berbantuan Puzzle pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Watuagung 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajar

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Penerapan Model Make A Match Berbantuan Puzzle pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Watuagung 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajar

0 0 96

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Steganografi pada Citra Digital dengan Kombinasi Penyisipan LSB dan Algoritma Steepest Ascent Hill Climbing

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Role Playing dan Teams Games Tournaments pada Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SD/MI Gugus Jaka Tingkir Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Role Playing dan Teams Games Tournaments pada Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SD/MI Gugus Jaka Tingkir Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Role Playing dan Teams Games Tournaments pada Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SD/MI Gugus Jaka Tingkir Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Role Playing dan Teams Games Tournaments pada Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SD/MI Gugus Jaka Tingkir Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Role Playing dan Teams Games Tournaments pada Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SD/MI Gugus Jaka Tingkir Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Role Playing dan Teams Games Tournaments pada Hasil Belajar IPS Siswa Kelas III SD/MI Gugus Jaka Tingkir Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 104

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Melalui Metode Discovery Learning Kelas IV Semester II SD Nege

0 0 7