BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian 2.1.1 Konstruktivisme - Komunikasi Antarpribadi Bermedia Antara Anak Dan Orang Tua Yang Tinggal Terpisah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian

2.1.1 Konstruktivisme

  Menurut Von Glasersfeld (Ardianto, 2007: 154), konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah

  

konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pendirian ini merupakan kritik langsung pada

  perspektif positivisme yang meyakini bahwa pengetahuan itu adalah potret atau tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan objektif, kita tahu adalah pengetahuan yang apa adanya, terlepas dari peran subjek sebagai pengamat. Konstruktivisme menolak keyakinan itu, pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan justru selalu merupakan akibat dari suatu

  konstruksi kognitif.

  Subjek pengamat tidaklah kosong dan tidak mungkin tidak terlibat dalam tindakan pengamatan. Kemudian keberadaan realitas tidak hadir begitu saja pada benak subjek pengamat, realitas ada karena pada diri manusia terdapat skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang berkaitan dengan objek yang di amati. Para kontruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pada proses komunikasi, pesan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ke kepala orang lain. Penerima pesan sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka (Ardianto, 2007: 154).

  Kontruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Komunikasi dipahami, diatur, dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang pembicara. Oleh karena itu analisis dapat dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi (Ardianto, 2007: 151).

  Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Dengan demikian dunia muncul dalam pengalaman manusia secara terorganisasi dan bermakna.

  Keberagaman pola konseptual/kognitif merupakan hasil dari lingkungan historis, kultural, dan personal yang di gali secara terus-menerus. Jadi tidak ada pengetahuan yang koheren, sepenuhnya transparan dan independen dari subjek yang mengamati. Manusia ikut berperan, ia menentukan pilihan perencanaan yang lengkap, dan menuntaskan tujuannya di dunia. Pilihan-pilihan yang mereka buat dalam kehidupan sehari-hari lebih sering didasarkan pada pengalaman sebelumnya, bukan pada prediksi secara ilmiah-teoretis.

  Kontruktivisme memang merujukkan pengetahuan pada konstruksi yang sudah ada di benak subjek. Namun konstruktivisme juga meyakini bahwa pengetahuan bukanlah hasil sekali jadi, melainkan proses panjang sejumlah pengalaman (Ardianto, 2007: 154). Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Delia dan rekan-rekan sejawatnya (Miller, 2002). Konstruktivisme ini lebih berkaitan dengan program penelitian dalam komunikasi antarpribadi. Sejak 1970- an para akademisi mengembangkan komunikasi antarpribadi secara sistematik dengan membuat peta terminologi secara teoritis dan hubungannya; dengan mengolaborasi sejumlah asumsi, serta uji coba teori dalam ruang lingkup situasi produksi pesan.

  Penelitian ini menggunakan paradigma konstrukstivisme karena di dalam kajian paradigma konstruktivisme memandang tindakan komunikatif sebagai interaksi yang sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah subjek yang memiliki pilihan bebas, walalupun lingkungan sosial membatasi apa yang dapat dilakukan. Tindakan komunikatif dianggap sebagai tindakan sukarela, berdasarkan pilihan subjek. Dengan kajian konstruktivisme ini, peneliti berusaha memahami dan mendeskripsikan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan subjek yang akan diteliti. Selain itu, penelitian ini menggunakan paradigma konstrukstivis karena penelitian yang menggunakan metode riset deskriptif kualitatif (wawancara dan observasi) merupakan bagian dari pendekatan konstruktivis.

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Komunikasi

2.2.1.1 Definisi Komunikasi

  Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna (Effendy, 2006: 9). Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.

  Selain itu juga terdapat sebuah definisi lain yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) bahwa: “Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia; (2) melalui pertukaran informasi; (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain; serta (4) berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (Book, 1980) (Cangara, 2009: 20). Everret M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa: “Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”.

  Definisi tersebut kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama D.Lawrence Kincaid sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan bahwa: “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara, 2009: 20).

  Rogers mencoba menspesifikasikan hakikat suatu hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi (pesan), di mana ia menginginkan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

  Definisi komunikasi yang telah dipaparkan diperkuat juga dengan definisi lain, seperti definisi komunikasi menurut Shannon dan Weaver (Cangara, 2009: 20) yang menyebutkan bahwa komunikasi dapat juga diartikan sebagai bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain, dengan sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada pada komunikasi verbal saja, tetapi juga dalam ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Oleh karena itu, jika kita berada dalam situasi berkomunikasi, kita memiliki beberapa kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi.

  Dari beberapa definisi tersebut, peneliti dapat memahami bahwa komunikasi dapat diartikan sebagai pengiriman pesan berupa informasi, pemikiran dari seorang komunikator kepada komunikan. Komunikasi yang dilakukan dikatakan sebagai komunikasi yang efektif apabila antara kedua orang yang melakukan komunikasi tersebut terdapat kesamaan makna tentang hal yang dikomunikasikan. Terdapat dua jenis komunikasi yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.

  Defini komunikasi tidak terbatas pada itu saja, terdapat pula definisi lain menurut Carl I. Hovland (dalam Effendy 2006: 10), ilmu komunikasi adalah

  

“Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian

informasi serta pembentukan pendapat dan sikap”. Definisi Hovland tersebut

  menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals).

  Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Laswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: “Who Says

  

What In Which Channel To Whom With What Effect?” Paradigma Laswell

  tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni komunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media (channel, media), komunikan (communicant, receiver, recipient), efek (effect, impact). Jadi, berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2006: 10).

  Dengan demikian dari beberapa pengertian komunikasi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan secara singkat bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seorang komunikator kepada komunikan baik berupa verbal maupun non-verbal dengan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Komunikasi akan berhasil jika terjadi kesamaan makna di antara kedua pihak yang berkomunikasi. Selain itu, komunikasi juga dilakukan tidak hanya untuk saling bertukar informasi, tetapi juga dapat digunakan untuk saling mempengaruhi, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain- lain.

2.2.1.2 Proses Komunikasi

  Proses komunikasi menurut Effendy (2006: 11) pada hakikatnya adalah prose penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain- lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Adakalanya seseorang menyampaikan buah pikirannya kepada orang lain tanpa menampakkan perasaan tertentu. Pada saat lain seseorang menyampaikan perasaannya kepada orang lain tanpa pemikiran. Tidak jarang pula seseorang menyampaikan pikirannya disertai perasaan tertentu, disadari atau tidak disadari. Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari; sebaliknya komunikasi akan gagal jika sewaktu menyampaikan pikiran, perasaan tidak terkontrol.

  Effendy (2006: 11) menyebutkan bahwa proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

  Media primer komunikasi adalah bahasa, karena bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya bahasalah yang mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain. Pikiran tersebut dapat berbentuk idea, informasi atau opini; baik mengenai hal yang konkret maupun yang abstrak; bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lau dan pada masa yang akan datang. Berkat kemampuan bahasa maka kita dapat mempelajari ilmu pengetahuan; dapat menjadi manusia yang beradab dan berbudaya; dan dapat memperkirakan apa yang akan terjadi pada tahun, dekade, bahkan abad yang akan datang.

  Kial (gesture) memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang sehingga terekspresikan secara fisik. Akan tetapi menggapai tangan, memainkan jari, mengedipkan mata atau menggerakkan anggota tubuh lainnya hanya dapat mengkomunikasikan hal-hal tertentu saja (sangat terbatas). Demikian pula isyarat dengan menggunakan alat seperti tongtong, bedug, sirene dan lain-lain serta warna yang mempunyai makna tertentu. Kedua lambang itu amat terbatas kemampuannya dalam mentransmisikan pikiran seseorang kepada orang lain.

  Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalam komunikasi memangb melebihi kial, isyarat, dan warna dalam hal kemampuan “menerjemahkan” pikiran seseorang, tetapi tidak melebihi bahasa. Tetapi, demi efektifnya komunikasi, lambang-lambang tersebut sering dipadukan penggunaannya. Walaupun media primer yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa, tidak semua orang pandai mencari kata-kata yang tepat dan lengkap yang dapat mencerminkan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya. Selain itu, sebuah perkataan belum tentu mengandung makna yang sama bagi semua orang. Sedangkan proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

  Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sarananya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Pada umumnya kalau kita berbicara di kalangan masyarakat, yang dinamakan media komunikasi itu adalah media kedua sebagai diterangkan di atas. Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini disebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) – yakni pikiran dan perasaan – yang dibawanya menjadi totalitas pesan (message), yang tampak tak dapat dipisahkan. Tidak seperti media dalam bentuk surat, telepon, radio, dan lain-lainnya yang jelas tidak selalu dipergunakan. Tampaknya seolah- olah orang tak mungkin berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi orang mungkin berkomunikasi tanpa surat, atau telepon, atau televisi, dan sebagainya.

  Pada dasarnya memang bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi karena bahasa sebagai lambang mampu mentrasmisikan pikiran, ide, pendapat, dan sebagainya. Karena itu pula kebanyakan media merupakan alat atau sarana yang diciptakan untuk meneruskan pesan komunikasi dengan bahasa. Umpan balik dalam komunikasi bermedia, terutama media massa, biasanya dinamakan umpan balik tertunda (delayed feedback), karena sampainya tanggapan atau reaksi khalayak kepada komunikator memerlukan tenggang waktu.

  Dalam penelitian ini, proses komunikasi yang dilakukan oleh anak adalah proses komunikasi sekunder. Hal ini dikarenakan, anak yang di teliti tinggal terpisah dengan orang tua dan proses komunikasi yang di lakukan menggunakan media komunikasi. Dalam penelitian ini, media komunikasi yang digunakan yaitu

  handphone yang digunakan untuk menelepon dan SMS.

2.2.1.3 Fungsi Komunikasi

  Wiiliam I. Gorden dalam Mulyana, (2007: 5-33) mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu:

1. Sebagai Komunikasi Sosial

  Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan hubungan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.

  a. Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda mencintai diri anda bila anda telah dicintai; anda berpikir anda cerdas bila orang-orang sekitar anda menganggap anda cerdas; anda merasa tampan atau cantik bila orang-orang sekitar anda juga mengatakan demikian.

  b. Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri terlihat jelas misalnya pada penanya dalam sebuah seminar. Meskipun mereka sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan langsung ke pokok masalah, penanya atau komentator itu sering berbicara panjang lebarm mengkuliahi hadirin, dengan argumen-argumen yang terkadang tidak relevan.

  c. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan. Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memnuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai manusia, dan untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah, adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Abraham Moslow menyebutkan bahwa manusia punya lima kebutuhan dasar: kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri.

  2. Sebagai Komunikasi Ekspresif Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita.

  Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu menunjukkan kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Orang dapat menyalurkan kemarahannya dengan mengumpat, mengepalkan tangan seraya melototkan matanya, mahasiswa memprotes kebijakan penguasa negara atau penguasa kampus dengan melakukan demontrasi.

  3. Sebagai Komunikasi Ritual Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebaga rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa. Negara, ideologi, atau agama mereka.

  4. Sebagai Komunikasi Instrumental Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga menghibur. Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunika membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagi instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, ekonomi, dan politik, yang antara lain dapat diraih dengan pengelolaan kesan (impression management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti berbicara sopan, mengobral janji, mengenakankan pakaian necis, dan sebagainya yang pada dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan. Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan itu (jangka pendek dan panjang) tentu saja saling berkaitan dalam arti bahwa pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan dalam karier, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial, dan kekayaan.

  Berkenaan dengan fungsi komunikasi ini, terdapat juga beberapa pendapat dari para ilmuwan lain yang bila dicermati saling melengkapi. Sebagaimana yang disebutkan dalam Effendy (2006: 8) fungsi komunikasi antara lain: (a) Menyampaikan informasi (to inform), (b) Mendididik (to educate), (c) Menghibur (to entertain), (d) Mempengaruhi (to influence).

  Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, maka Harold D. Laswell (dalam Cangara, 2009: 59) mengemukakan bahwa fungsi komunikasi antara lain, yaitu: (1) manusia dapat mengontrol lingkungannya, (2) beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka berada, serta (3) melakukan transformasi warisan sosial kepada generasi berikutnya. Selain itu, ada beberapa pihak menilai bahwa dengan komunikasi yang baik, hubungan antarmanusia dapat dipelihara kelangsungannya. Sebab, melalui komunikasi dengan sesama manusia kita bisa memperbanyak sahabat, memperbanyak rezeki, memperbanyak dan memelihara pelanggan (costumers), dan juga memelihara hubungan antarmanusia dalam bermasyarakat.

  Dalam penelitian ini, komunikasi yang dilakukan oleh anak dan orang tua berfungsi untuk saling menyampaikan informasi, misalnya informasi mengenai keadaan dan kondisi kesehatan. Selain itu komunikasi juga dilakukan oleh ibu untuk mendidik anak, mengajarkan nilai-nilai kehidupan, bahkan ketika tinggal terpisah.

2.2.1.4 Tujuan Komunikasi

  Menurut Effendi (2006: 8), tujuan komunikasi antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Perubahan Sikap (attitude change) Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah sikapnya. Misalnya kegiatan memberikan informasi mengenai hidup sehat tujuannya adalah supaya masyarakat mengikuti pola hidup sehat dan sikap masyarakat akan positif terhadap pola hidup sehat.

  2. Perubahan pendapat (opinion change) Kegiatan komunikasi dilakukan untuk memberikan berbagai informasi pada masyarakat tujuan akhirnya supaya masyarakat mau berubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan, misalnya dalam informasi mengenai pemilu. Terutama informasi mengenai kebijakan pemerinatah yang biasanya selalu mendapat tantangan dari masyarakat maka harus disertai penyampaian informasi yang lengkap supaya pendapat masyarakat dapat terbentuk untuk mendukung kebijakan tersebut. Perubahan pendapat dapat terjadi dalam suatu komunikasi tergantung bagaimana komunikator menyampaikan komunikasinya.

  3. Perubahan perilaku (behaviour change) Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah perilakunya. Misalnya kegiatan memberikan informasi mengenai hidup sehat tujuannya adalah supaya masyarakat mengikuti perilaku hidup sehat. Perubahan perilaku dapat terjadi bila dalam suatu proses komunikasi komunikator berhasil menyampaikan maksud dari pesan komunikasinya dan hal ini juga bergantung kepada kredibilitas komunikator itu sendiri.

  4. Perubahan sosisal (social change) Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat tujuan akhirnya supaya masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi itu disampaikan. Misalnya supaya masyarakat ikut serta dalam pilihan suara pada pemilu atau ikut serta dalam berperilaku sehat, dan sebagainya.

  Perubahan yang terjadi dalam tatanan masyarakat itu sendiri sesuai dengan lingkungan ketika berlangsungnya komunikasi.

  Dalam penelitian ini, komunikasi yang dilakukan bertujuan untuk menyampaikan informasi, agar terjadinya perubahan sikap dan perilaku. Komunikasi juga dilakukan untuk membuat kesamaan pendapat di antara anak dan orang tua, sehingga jika terdapat kesamaan pendapat dapat mengurangi konflik di antara kedua belah pihak.

2.2.2 Komunikasi Antarpribadi

2.2.2.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi

  Menurut DeVito (Liliweri, 1991: 12), komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Sedangkan Effendy (1986b) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah komunikasinya positif atau negative, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (Liliweri, 1991: 12). th

  Dalam bukunya The interpersonal Communication Book 11 ed, DeVito mendefinisikan komunikasi antarpribadi sebagai “the communication that

  takes place between two persons who have an etablished relationship; the people

are in some way “connected”. Yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai

  komunikasi yang terjadi antara dua orang yang membangun hubungan dan orang- orang tersebut dalam hal tertentu memang terhubung (DeVito, 2007: 5). Komunikasi antarpribadi dapat terjadi antara lain pada anak dan ayahnya, seorang atasan dan bawahan, kakak dan adik, guru dan murid, sepasang kekasih, dua orang sahabat, dan lain sebagainya. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik yang melibatkan dua orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap orang menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.

  Dengan demikian, dari kedua pengertian komunikasi antarpribadi tersebut dapat diketahui bahwa karakteristik komunikasi antarpribadi adalah terjadi diantara dua orang yang memiliki hubungan yang jelas, berlangsung secara tatap muka, bersifat interaktif dimana para pelaku komunikasi dapat saling bereaksi satu sama lain. Selain itu, terdapat juga pendapat lain dari Dean C. Barnlund (dalam Liliweri, 1991: 12) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang, atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Menurut Rogers dalam Depari, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Sedangkan Tan mengemukakan bahwa interpersonal communication adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih orang.

  Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua macam, yakni Komunikasi Diadik (Dyadic Communication) dan Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication). Komunikasi diadik ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik menurut menurut Pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog, dan wawancara. Percakapan berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan informal. Dialog berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam, dan lebih personal, sedangkan wawancara sifatnya lebih serius, yakni adanya pihak yang dominan pada posisi bertanya dan yang lainnya pada posisi menjawab. Komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota- anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnya (Cangara, 2009: 32).

  Memperhatikan karakteristik komunikasi antarpribadi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses komunikasi yang paling efektif, karena para pelaku komunikasi dapat terus menerus saling menyesuaikan diri baik dari segi isi pesan maupun dari segi perilaku, demi tercapainya tujuan komunikasi. Komunikasi antarpribadi dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan di antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat seseorang bisa memperoleh kemudahan-kemudahan dalam hidupnya karena memiliki banyak sahabat. Melalui komunikasi antarpribadi juga kita dapat berusaha membina hubungan yang baik, sehingga dapat menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik di antara kita, apakah dengan tetangga, teman kantor, atau dengan orang lain (Cangara, 2009: 61)

  Dari beberapa definisi komunikasi antarpribadi yang telah dipaparkan, peneliti memahami komunikasi interpersonal didefinisikan sebagai suatu bentuk komunikasi yang terjadi antara dua oang atau lebih dari satu orang yang memiliki hubungan. Dalam penelitian ini, definisi yang peneliti pakai adalah definisi DeVito karena komunikasi yang diteliti adalah antara anak dan orang tua, di mana komunikasi tersebut terjadi antara dua orang yang memiliki hubungan yaitu sebagai anak dan orang tua. Namun pada kasus ini anak dan orang tua tersebut tinggal terpisah sehingga komunikasi antarpribadi yang mereka lakukan menggunakan media atau disebut dengan komunikasi bermedia.

  2.2.2.2 Elemen Komunikasi Antarpribadi Gambar 2.1 Proses Komunikasi Antarpribadi Messages Feedback Context

  Channel Feedforward

  Source/ Source/ noise receiver receiver

  Competence Competence Feedforward

  Channel

Feedback

Messages

th

  Sumber : The Interpersonal Communication Book ed 11 (DeVito, 2007: 12)

  Komunikasi antarpribadi terdiri dari beberapa elemen yaitu, “source-

  

receiver, encoding-decoding, messages, channel, noise, context, ethics, dan

competence” (DeVito, 2007: 10-20).

  Elemen yang pertama dalam komunikasi antarpribadi adalah source-receiver.

  Source adalah pihak yang menyusun dan mengirimkan pesan, sedangkan receiver

  adalah pihak yang menerima dan mengartikan pesan. Dalam komunikasi antarpribadi, kedua fungsi ini sama-sama dijalankan oleh masing-masing individu. Elemen kedua dari komunikasi antarpribadi adalah encoding-decoding. Encoding merupakan proses menciptakan pesan, sedangkan decoding adalah kegiatan untuk memahami suatu pesan. Dalam komunikasi antarpribadi, kedua proses ini dikombinasikan oleh sumber dan penerima pesan dalam proses komunikasi mereka. Elemen selanjutnya adalah messages atau pesan. Pesan adalah signal yang menstimuli penerima. Pesan ini dapat berupa pesan verbal maupun pesan nonverbal. Pesan verbal merupakan pesan yang diungkapkan melalui penggunaan bahasa dan kata-kata. Sedangkan pesan nonverbal adalah pesan yang diungkapkan tanpa menggunakan kata-kata, akan tetapi dengan bahasa dengan bahasa tubuh, senyum, atau ekspresi. Dalam pesan sendiri terbagi lagi menjadi dua, yaitu

  “feedback dan feedforward”.

  Setelah pesan, elemen berikutnya adalah channel. Channel adalah media yang dilewati oleh pesan. Itu adalah jembatan yang menghubungkan sumber pesan dan penerima pesan. Dalam komunikasi face-to-face, channel tersebut dapat berupa indera pendengaran atau indera penglihatan. Sedangkan dalam komunikasi (antarpribadi) bermedia, channel tersebut dapat berupa telepon atau alat elektronik yang digunakan untuk mengirimkan pesan. Elemen berikutnya adalah noise. Noise adalah segala sesuatu yang mengganggu isi pesan dan mengakibatkan penerima tidak dapat menerima pesan yang disampaikan oleh sumber. Ada empat macam noise yaitu gangguan fisik, gangguan fisiologis, gangguan psikologi, dan gangguan semantik. Gangguan fisik merupakan gangguan eksternal pada saat komunikasi berlangsung, contohnya adalah suara ribut saat berbicara. Selanjutnya gangguan fisiologis merupakan gangguan yang meliputi kondisi fisik komunikator dan komunikan. Sebagai contoh adalah tuli, artikulasi, atau hilang ingatan. Kemudian yang ketiga gangguan psikologi yaitu gangguan mental, antara lain yaitu suasana emosi, pikiran yang tidak terbuka dan lain sebagainya. Yang terakhir gangguan semantik adalah perbedaan makna antara komunikator dan komunikan yang diakibatkan karena pemakaian bahasa yang berbeda. Elemen komunikasi lainnya yaitu context atau konteks. Ada beberapa macam konteks yaitu dimensi fisik, dimensi temporal, dimensi sosial-psikologikal, dan konteks budaya. Dimensi fisik yaitu ruangan tempat komunikasi berlangsung. Dimensi temporal yaitu meliputi waktu berlangsungnya komunikasi. dimensi sosial-psikologikal meliputi peran, hubungan dan status sosial antara pelaku komunikasi antarpribadi. Dan konteks budaya adalah nilai budaya yang di anut oleh pelaku komunikasi antar pribadi. Elemen berikutnya dalam komunikasi antar pribadi adalah ethics atau etika. Etika ini meliputi benar salah. Untuk menciptakan komunikasi yang efektif perlu memperhatikan etika yang ada. Elemen terakhir dari komunikasi antar pribadi adalah competence atau kompetensi. Efektif tidaknya suatu komunikasi antar pribadi tergantung pada kompetensi antar pribadi para pelaku komunikasi tersebut. Yang dimaksud dengan kompetensi adalah ukuran atas kualitas penampilan baik secara intelektual maupun secara physical.

2.2.2.3 Tujuan Komunikasi Antarpribadi

  Orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan tujuan untuk belajar, berhubungan dengan orang lain, mempengaruhi orang lain, bermain, dan menolong orang lain (DeVito, 2007: 7). Komunikasi untuk belajar; melalui komunikasi antarpribadi seseorang dapat belajar untuk mengenal dunia luar, suatu peristiwa, orang lain dan juga belajar tentang dirinya sendiri. Dari hasil komunikasi antarpribadi dengan orang lain, manusia dapat bertukar informasi sehingga dapat belajar lebih banyak tentang dunia luar. Selain itu melalui komunikasi antarpribadi dengan orang lain, manusia juga dapat mengetahui bagaimana pandangan orang lain mengenai diri mereka sehingga dapat belajar tentang diri sendiri. Semakin banyak kita berkomunikasi dengan orang lain, semakin banyak mengenal orang dan kita juga semakin mengenal diri kita sendiri. Semakin banyak kita berkenalan dengan orang maka semakin banyak pengetahuan kita tentang lingkungan di sekitar kita dan bahkan tentang dunia.

  Komunikasi antarpribadi selain untuk belajar juga bertujuan untuk berhubungan atau membentuk hubungan antarpribadi dengan orang lain. Motivasi yang mendasari tujuan ini yaitu keperluan untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi kita dapat berkenalan dengan seseorang dan berkomunikasi. Dengan melakukan komunikasi antarpribadi seseorang dapat mengapresiasikan perasaan yang mereka miliki sehingga dapat membangun suatu hubungan (relationship). Dari hubungan yang tercipta tersebut, manusia dapat merasakan cinta dan kasih sayang serta dapat mengatasi rasa kesepian mereka. Hubungan antarpribadi yang intensif dan efektif bisa menciptakan suatu ikatan bathin yang erat. Hal ini terjadi ketika kita membangun dan memelihara persahabatan dengan orang lain yang sebelumnya tidak kita kenal. Disamping itu, melalui komunikasi antarpribadi ikatan kekeluargaan tetap bisa dipelihara dengan baik.

  Komunikasi antarpribadi juga bertujuan untuk mempengaruhi orang lain. Dalam hal ini kegiatan komunikasi ditujukan untuk memengaruhi atau membujuk agar orang lain memiliki sikap, pendapat dan atau perilaku yang sesuai dengan tujuan kita. Walaupun tidak selalu, akan tetapi melalui komunikasi antar pribadi dapat memberikan sesuatu untuk dipertimbangkan oleh orang lain. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang dapat terpengaruh untuk melakukan sesuatu dari hasil komunikasi antarpribadi yang dilakukannya. Misalnya mempengaruhi untuk melakukan suatu aktivitas atau kegiatan dan contoh lainnya adalah ketika seorang pramuniaga menawarkan produk yang dijualnya.

  Tujuan komunikasi antarpribadi yang lain adalah untuk bermain. Dalam hal ini, komunikasi dilakukan untuk hiburan atau menenangkan diri sendiri. Banyak komunikasi antarpribadi yang kita lakukan. yang sepertinya tidak memiliki tujuan yang jelas, hanya mengobrol kesana-kemari, untuk sekedar melepaskan kelelahan setelah seharian bekerja, atau hanya untuk mengisi waktu ketika harus menunggu giliran diperiksa di rumah sakit. Sepertinya ini merupakan hal yang sepele, tapi komunikasi seperti itu pun penting bagi keseimbangan emosi, dan kesehatan mental. Tujuan ini dapat dilihat pada saat seseorang bercanda atau membicarakan hal-hal lucu bersama orang lain. Melalui pembicaraan yang ringan atau lucu, seseorang dapat memperoleh hiburan sehingga dapat dikatakan sebagai fungsi bermain.

  Tujuan komunikasi antarpribadi yang terakhir adalah menolong orang lain. Melalui komunikasi antar pribadi yang dilakukan dengan orang lain, seseorang dapat menawarkan bantuan kepada orang lain. Komunikasi yang terjadi misalnya ketika kita sedang mendengarkan seorang teman yang mengeluhkan sesuatu (curhat) atau seorang klien bekonsultasi dengan seorang psikolog. Proses komunikasi antarpribadi yang demikian merupakan bentuk komunikasi yang bertujuan untuk menolong orang lain memecahkan masalah yang dihadapinya dengan bertukar pikiran.

  Pada penelitian ini, tujuan komunikasi antarpribadi yang dilakukan adalah untuk berhubungan dengan orang lain. Anak dan orang tua (ibu) melakukan komunikasi untuk tetap menjaga hubungan mereka sebagai anggota keluarga. Dengan adanya komunikasi di dalam keluarga, permasalahan yang terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik. Begitu juga halnya dengan anak dan orang tua yang tinggal terpisah, sangat dibutuhkan komunikasi yang baik agar tetap dapat menjaga hubungan yang baik walaupun mereka tinggal terpisah.

2.2.2.4 Hambatan Komunikasi AntarPribadi

  Menurut DeVito (2007: 17), hambatan komunikasi antarpribadi terdiri dari 4 macam, yaitu:

  1. Hambatan Fisik Hambatan fisik adalah gangguan yang berada di luar kedua pembicara dan pendengar. Gangguan tranmisi fisik isyarat atau pesan yang lain.

  Akibatnya bisa membuat pesan tersebut tetap ada atau menghilangkannya. Dalam komunikasi antarpribadi contohnya adalah suara bising yang mengganggu pembicaraan dan bisa menjadi hambatan fisik antara sumber dan penerima pesan.

  2. Hambatan Fisiologis Hambatan Fisiologis merupakan hambatan internal yang terjadi karena adanya keterbatasan fisik (bersifat biologis) sumber atau penerima pesan yang melakukan komunikasi antarpribadi. Hambatan fisiologis ini anntara lain adanya gangguan pendengaran pada sumber atau penerima pesan, masalah artikulasi dalam pengucapan pesan, dan kehilangan ingatan.

  3. Hambatan Psikologis Hambatan psikologis merupakan gangguan pikiran atau gangguan mental. Hambatan ini berhubungan dengan prasangka di antara pengirim dan penerima pesan. Pada komunikator hambatan psikologis terjadi karena adanya kecenderungan bias atau prasangka yang dimiliki oleh komunikator terhadap satu sama lain atau terhadap pesan. Sedangkan pada komunikan hambatan yang dimiliki akibat kecenderungan acuh tak acuh, pikiran yang tertutup, salah menafsirkan, atau tidak mampu mengingat pesan yang diterima dari komunikator.

  4. Hambatan Semantik Hambatan semantik adalah gangguan pada komunikasi antarpribadi yang disebabkan adanya perbedaan bahasa dan makna antara sumber dan penerima pesan. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan sumber dan penerima pesan tidak dapat menangkap makna pesan dengan baik. Hambatan semantik ini antara lain terjadi, ketika orang yang berkomunikasi menggunakan bahasa yang berbeda dan komunikator menggunakan istilah yang terlalu rumit tidak dimengerti oleh pendengar.

2.2.3 Komunikasi Antarpribadi Bermedia

  Di era modern saat ini, manusia tidak dapat lepas dari teknologi yang juga mengikuti perkembangan zaman. Kecanggihan teknologi saat ini juga turut menjadi salah satu media pendukung setiap orang dalam berkomunikasi. Dapat dilihat, kecanggihan teknologi komunikasi dalam kehidupan saat ini seperti berbagai fitur-fitur computer dan ponsel. Dahulu, sebelum adanya kecanggihan teknologi seperti ini, orang-orang menggunakan media surat dalam mengirimkan pesan untuk berkomunikasi dengan kerabat keluarga. Tetapi saat ini, masyarakat mulai satu persatu meninggalkan media surat tersebut. Media surat saat ini pun hanya digunakan di kalangan instansi perusahaan saja.

  Komunikasi antarpribadi bermedia (Mediated Interpersonal

  Communication) didefinisikan sebagai “a specialized type of interpersonal communication that is assited by a device such as a pen or pencil, a computer, or a telephone” (Turrow, 2010: 8) yang dalam bahasa Indonesia berarti sebuah jenis

  komunikasi antarpribadi yang dibantu oleh peralatan seperti pena atau pensil, komputer atau telepon. Komunikasi antarpribadi bermedia dapat dilakukan dalam jarak yang jauh karena disambungkan melalui media, sehingga orang yang ingin berkomunikasi tidak perlu bertemu tetap dapat berkomunikasi. Pada komunikasi antarpribadi bermedia, komunikator dan komunikan berada di tempat yang berbeda. Sehingga masing-masing tidak mengetahui kesibukan lawan bicaranya.

  Komunikasi antarpribadi bermedia itu efisien, tapi kurang efektif. Sebaliknya, komunikasi bertatap muka itu kurang efisien, tapi efektif. Bila kita membutuhkan kecepatan (atau pun keluasan) penyampaian informasi, maka komunikasi antarpribadi bermedia merupakan pilihan yang lebih tepat. Namun bila kita memerlukan kedalaman (atau keakuratan) isi informasi, maka komunikasi tatapmukalah yang lebih tepat. Tatap muka menjadi lebih efektif sebab, pesan nonverbal (di balik kata-kata) lebih tampak jelas dalam komunikasi tatap muka. Dalam komunikasi antarpribadi tatap muka komunikator juga bisa mendapatkan feedback langsung dari komunikan dan lebih efektif karena keakuratan informasinya.

  

  Kelebihan komunikasi antarpribadi bermedia antara lain adalah jangkauan luas hingga bisa diakses sampai ke daerah-daerah, lebih menghemat waktu dan tenaga. Apalagi jika orang yang saling ingin berkomunikasi ini terhalang jarak yang jauh, tentu akan sangat dipermudah jika melakukan komunikasi menggunakan media, dapat menghemat waktu dan juga biaya. Sedangkan, kelemahannya adalah tidak efektif karena kurang akurat dan tidak langsung mendapatkan feedback dari komunikan.

  Perbedaan lain dari komunikasi antarpribadi tatap muka dan komunikasi antarpribadi bermedia adalah sarana yang digunakan dalam berkomunikasi. Kalau komunikasi interpersonal tatap muka tidak menggunakan alat atau media apapun dalam melakukan komunikasi sedangkan kalau komunikasi antarpribadi bermedia harus menggunakan alat atau media seperti telepon atau internet untuk melakukan komunikasi. Sehingga jika ingin berkomunikasi, harus dipastikan komunikator dan komunikan memiliki media yang sama untuk dapat melakukan komunikasi, jika salah satu komunikan tidak memiliki media tersebut, tentunya komunikasi tidak dapat terjadi. Ketersediaan media adalah hambatan yang dimiliki komunikasi antarpribadi bermedia, apalagi jika ingin melakukan komunikasi dengan orang yang berada di pedalaman yang jaringan telepon belum sampai disana. Selain itu, hambatan pada komunikasi antarpribadi bermedia jika media komunikasi yang di gunakan memiliki gangguan, hal itu menjadi hambatan untuk dilakukannya komunikasi.

  Pada penelitian ini, peneliti meneliti komunikasi antarpribadi bermedia karena melibatkan dua orang yaitu anak dan orang tua (ibu). Dan komunikasi antarpribadi bermedia yang terjadi dilakukan dengan menggunakan peralatan elektronik, yaitu handphone yang digunakan untuk telepon dan SMS. Anak dan orang tua (ibu) melakukan komunikasi antarpribadi bermedia karena tinggal terpisah, dikarenakan anak sedang melanjutkan kuliah di kota Medan.

2.2.4 Komunikasi Keluarga

  Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya (Kurniadi, 2001: 271). Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. (Murdok 1949 dikutip oleh Dloyana, 1995: 11).

  Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian (Dikutip dari Achdiat, 1997: 30). Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan pnengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memprakarsai dan memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif.

  Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan (Friendly, 2002: 1). Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik.

  

  Hubungan yang baik dapat dicapai dengan membina dan memelihara komunikasi yang baik di dalam keluarga dan dengan masyarakat di luar keluarga. Hubungan antara anggota keluarga harus dipupuk dan dipelihara dengan baik. Hubungan yang baik, kesatuan sikap ayah dan ibu merupakan jalinan yang memberi rasa aman bagi anak-anak. Hubungan serasi ayah-ibu memberi rasa tenang dan keteladanan bagi anak dan keluarga yang kelak dibentuknya. Komunikasi yang baik terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu, dan anak (Gunarsa, 2000: 205).

2.2.5 Konflik

Dokumen yang terkait

Komunikasi Antarpribadi Bermedia Antara Anak Dan Orang Tua Yang Tinggal Terpisah

0 44 132

Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi Antar Orang Tua Dengan Anak Dalam Mengembangkan Kepribadian Anak (Suatu Studi Deskriptif Efektivitas Komunikasi Antarpribadi Antara Orang Tua Dengan Anak Dalam Mengembangkan Kepribadian Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan

0 20 130

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Paradigma Penelitian - Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita Di Kampus Universitas Sumatera Utara)

0 0 24

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian - Konstruksi Media Terhadap Jilbab di Majalah Noor

0 0 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Paradigma Kajian - Komunikasi Antarpribadi Pasangan Suami Istri Banyak Anak Yang Kurang Mampu Dalam Mem-bentuk Konsep Diri Anak (Studi Deskriptif Di Kecamatan Medan Johor / Kelurahan Kwala Bekala Simalingkar Kota Medan Provinsi

0 0 52

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Paradigma Kajian - Strategi Komunikasi Pasangan Backstreet Dengan Orang Tua (Studi Kasus Komunikasi Verbal Dan Nonverbal Pasangan Backstreet Dengan Orang Tua Di Kota Medan)

0 0 33

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Paradigma Kajian - Komunikasi Keluarga Dalam Hubungan Jarak Jauh (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Asuh Anak 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua - Pola Asuh Orang Tua Anak Korban Perceraian Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Sumatera Utara (KPAID-SU)

0 0 34

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Paradigma Kajian - Culture Shock dalam Interaksi Komunikasi Antarbudaya pada Mahasiswa Asal Papua di USU

0 0 24

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PerspektifParadigma Kajian - Peranan Komunikasi Antarpribadi Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan Di KFC Suzuya Binjai

0 1 36