BAB I Pendahluan 1.1. Latar belakang - Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013
BAB I Pendahluan
1.1. Latar belakang
Pada tanggal 07 Maret 2013 yang lalu, rakyat Sumatera Utara telah melaksanakan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) secara langsung untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur yang merupakan salah satu bentuk perubahan demokrasi, dimana pada masa reformasi telah memberikan kebebasan dan otonomi luas terhadap daerah, yang dimana pada masa orde baru selama 32 tahun mencengkram masyarakat Indonesia. Warisan budaya politik yang mengakar kuat, karena apa yang dilakukan pada masa orde baru terhadap sistem politik di Indonesia masih tertanam dan merasuk dalam mentalitas dan nilai-nilai masyarakat kita maupun pemerintahan secara nasional dan lokal.
Pada masa pimpinan Presiden Habiebie pemerintah berusaha merevisi UU NO.5/1974 dengan menerbitkan UU No.22/1999 sebagai landasan hokum pemerintahan daerah.Undang-undang ini berawal dari ketidakadilan dan ketimpangan hubungan yang terjadi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, diharapkan UU NO.22/1999 dapat mengakmodasikan perubahan paradigma pemerintahan dan dapat mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan perbedaan
1 potensi dan keanekaragamaan, dan dapat mencegah terjadinya disintegrasi bangsa.
Lahirnya undang-undang ini merupakan respon atas tuntutan masyarakat di era reformasi yang mengkehendaki pelaksanaan otonomi luas dengan prinsip-prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peningkatan peran serta masyarakat, diakuinya
2
potensi dan keanekaragaman daerah, serta terciptanya kemandirian daerah. Undang- undang pemerintahan daerah merupakan sebagai antisipasi pembahuruan dan penyempurnaan dari beberapa aturan yang melandasi pelaksanaan pemerintah didaerah yang sudah tidak antisifatif dalam perkembangan. Di sisi lain, undang- undamg ini merupakan implementasi dari beberapa aturan mendasar, dengan tegas dan jelas memberikan batasan-batasan beberapa pengertian sebagai dasar pelaksanaan pemerintahan daerah, antara lain memisahkan secara tegas fungsi dan peran pemerintah daerah dan DPRD, satu sisi lainnya menempatkan kepalada daerah beserta perangkat daerah otonom sebagai badan eksekutif daerah dan DPRD sebagai
3 badan legislatif daerah.
Pada masa pemerintahan Presiden Megawati dilakukan evaluasi yang mendasar, maka diterbitkanlah UU No.32/2004 sebagai landasan hukum pemerintah daerah yang menggantikan UU No. 22/1999 karena tidak lagi sesuai setelah
4 amandemen UUD 1945.
_________________________________________________________
1 Agussalim Andi Gadjong,Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum.Bogor: Ghalia Indonesia, 2 2007, hal.161 3 Ibid., hal.163 4 Ibid,. hal.161 Ibid ,. hal.3
Pada tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah, dipilih secara langsung oleh rakyat yang diatur dalam UU No.32/2004 tentang pemerintahan daerah
pasal 56. Dalan pasal 56 ayat 1 menyebutkan : “Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilh dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”. Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) ini dinilai sebagai perwujudan pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen pimpinan daerah mendinamisir kehidupan demokrasi di tingkat lokal. Demokrasi di tingkat lokal mulai mekar pada tahun 2005 untuk pertama kalinya dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia digelar pemilihan umum kepala daerah secara langsung, baik gubernur dan wakilnya, maupun bupati dan wakilnya atau walikota dan wakilnya. Pemilihan kepala daerah langsung merupakan kerja keras dalam demokrasi. Banyak hal yang menjadi konsekuensinya antara lain energi, waktu, pikiran dan lainnya. Keberhasilan pemilukada untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan
5 rakyat sangat tergantung pada sikap kritisisme dan rasionalitas rakyat sendiri.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari kategori pemilu. Pemilihan umum kepala daerah secara langsung merupakan
5 _________________________________________________________
Joko J Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal.3
suatu langkah maju dalam proses demokrasi di Indonesia. Melalaui pemilihan umum kepala daerah secara langsung berarti mengembalikan hak-hak masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam proses politik dalam rangka rekrutmen politik lokal secara
6
demokrasi. Sehingga hal ini semakin memajukan demokrasi di tingkat lokal karena masyarakat lokal akan memilih sendiri siapakah calon pemimpinnya atau yang mewakilinya di daerah. Oleh karena itu pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) ini diharapkan bisa membawa masyarakat Sumatera Utara kearah yang lebih demokratis,karena kita telah diberikan otonomi daerah, dalam kampanye pemilukada 2013 dimana kita telah diberikan kebebasan untuk memilih calon kepala daerah dan wakil kepada daerah.
Adapun pemilukada terkait dengan kedaulatan rakyat yang mencakup hal-hal
7
sebagai berikut: (1) Rakyat secara langsung dapat menggunakan hak-hak pilihnya secara utuh. Menjadi kewajiban negara memberikan perlindungan terhadap hak pilih rakyat. Salah satu hak politik rakyat tersebut adalah hak memilih calon pemimpin. Penundaan atau peniadaan hak pilih tidah hanya mengurangi secara signifikansi nilai- nilai demokrasi dalam pemilukada secara langsung namun bahkan setiap saat mengancam legitimasi pemimpin pemerintahan daerah; (2) Wujud nyata asas pertanggungjawaban dan akuntabilitas. Hal ini merupakan landasan amat penting guna menjaga kelangsungan sebuah kepemimpinan politik. Melalui pemilukada, 6 maka _________________________________________________________ 7 Ibid., hal.21 Ibid., hal.128-130 seseorang kepala daerah harus dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinan kepada rakyat yang memilih. Tingkat penerimaan rakyat kepada kepala daerah merupakan jaminan bagi peningkatan partisipasi politik rakyat yang akan menjaga kelanggengan sebuah kepemimpinan. Kepala daerah yang tidak dapat memenuhi pertanggungjawaban dan akuntabilitasnya akan ditinggalkan rakyat, bahkan rakyat akan menghukumnya dengan jalan tidak akan memilihnya lagi. Karena itu dalam beberapa sistem pemilihan, calon kepala daerah harus memiliki “trade merk”, yaitu ciri khas danprioritas program kerja, yang harus dipertanggungjawabkan; (3) Menciptakan suasana kondusif bagi terciptanya hubungan sinergis antara pemerintahan dan rakyat. Pemerintahan akan melaksanakan kehendaknya sesuai dengan kehendak rakyat. Keserasian dan kesimbangan hubungan antara keduanya akan membawa pengaruh yang sangat menentukan bagi tegaknya suatu pemerintahan yang demokratis. Oleh sebab itu, bilamana sebuah pemerintahan telah ditinggalkan rakyatnya, maka ambruknya pemerintahan tersebut tinggal menunggu waktu dalam hitungan yang tak lama.
Dengan adanya pemilukada maka rakyatlah yang menentukan siapa yang akan menduduki jabatan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pemilukada. Pemungutan suara oleh rakyat merupakan cerminan implementasi asas- asas pemilukada yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemungutan suara adalah proses pencurahan dan pertimbangan warga untuk memilih calon berdasarkan informasi dan data yang diperoleh pada masa kampanye. Bagi pemilih, pemberian suara ini merupakan seleksi akhir dalam pemilhan dengan memberikan suara pada pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, yang dikenal dengan seleksi politis.
Perilaku pemilih masyarakat adalah aspek penting yang menunjang keberhasilan suatu pelaksanaan pemiluada. Perilaku pemilih yang dimaksud disini adalah antara lain yaitu dalam pelaksanan kampanye, kepartaian dan juga proses
“voting” atau pemberian suara. Di sini kampanye telah mengalami pergeseran
paradigma. Paradigma lama bahwa kampanye merupakan bagian dari kegiatan pemilihan untuk meyakinkan pemilih telah pudar dan diganti dengan paradigma baru
8 bahwa kampanye merupakan komunikasi politik dan pendidikan politik.
Bergabung dengan partai politik juga merupakan bagaian atau bentuk dari perilaku pemilih, karena partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk
9 turut serta atau berpartisipasi dalam pengelelolaan negara.
Perilaku pemilih dalam pemilukada itu sangat penting . karena di dalam menentukan apakah pemilukada itu berhasil, maka perilaku pemilih masyarakatnya akan menjadi faktor penetu yang pentng pula. Bila didalam pelaksanaan pemilukada ternyata dapat dilihat bahwa masyarakat tidak mengambil bagian didalamnya, misalnya dapat dilihat dengan tingginya angka gollput, berarti pemilukada kurang berhasil dilaksanakan. Terbukti dengan masyarakatnya yang kurang memberi perhatian pada peserta demokrasi tersebut. 8 _________________________________________________________ 9 Ibid ., hal.256
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2008, hal.397
Karena pentingnya perilaku pemilih dalam pemilukada, maka memang perlu diadakan kajian intensif terhadap perilaku pemilih itu sendiri.
Sampai saat ini belum terlalu banyak kalangan pemerhati politik Indonesia yang melakukan kajian intensif terhadap perilaku pemilih. Kebanyakan, dalam mempelajari partai politik dan pemilu lebih banyak nmemfokuskan pada proses pelaksanaan pemilunnya, karakteristik pendukung partai politiknya serta kemungkinan perolehan suara dari masing-masing partai politik. Padahal kajian tentang perilaku pemilih juga tidak kalah pentingnya terutama di dalam pemilukada.
Dengan menyadari kurangnya penilitian serta menariknya tentang perilaku pemilih pemula untuk diteliti, maka di dalam proposal penelitian ini saya akan menjelaskan dan meneliti tentang perilaku pemilih pemula di Kelurahan Padang Bulan Selayang II, Kelurahan Padang Bulan Selayang II yang merupakan daerah pelaksanakan pemilukada. Dalam melakukan penelitian tentu saja terdapat berbagai variasi jenis atau bentuk perilaku pemilih pemula yang terdapat dalam wilayah ini. Keterlibatan masyarakat Kelurahan Padang BulanSelayang II dalam pimilukada merupakan sebuah partisipasi politik dan dalam partisipasinya itu maka akan kita lihat pula perilaku pemilih pemula yang seperti apa yang terdapat di dalam Kelurahan Padang Bulan Selayang II ini. Baik itu berupa kampanye yang berlangsung ataupun pada saat pemberian suaranya. Maka berdasarkan hal-hal diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang “Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Kepala Daerahdan Wakil Daerah di Sumatera Utara 2013”.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari pemecahannya, atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan
11
pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah. Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut: “Seberapa besar faktor orientasi kandidat dan orientasi isu
mempengaruhi perilaku pemilih pemula dalam pemilukada di Kelurahan
Padang Bulan Selayang II?”1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mendeskripsikan perilaku pemilih pemula seperti apa yang terdapat di Kelurahan Selayang II. Baik dari segi keikutsertaan mereka dalam masa kampanye menjelang pemilu, ataukah dengan ikut menjadi anggota partai politik, maupun partisipasi mereka dalam pemilu serta peran mereka dalam pemungutan suara.
2. Untuk mengetahui seberapa besar faktor orientasi kandidat dan orientasi isu mempengaruhi perilaku pemilih pemula dalam Pilkada Langsung di Kelurahan Padang Bulan Selayang II.
3. Untuk menambah wawasan bagi masyarakat luas mengenai perilaku pemilih dalam pemilukada.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Diharapkan dapat menambah referensi karya ilmiah dibidang ilmu sosial dan ilmu politik, serta diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang ada, terutama bagi mahasiswa ilmu politik dan juga bagi mahasiswa lainnya yang mungkin tertarik dengan bidang politik.
2. Bagi instansi yang terkait dalam penelitian ini yaitu KPU, maka manfaat yang di dapat adalah bahwa KPU dapat melihat seperti apakah antusiasme masyarakat di Kelurahan Selayang II, dalam menyambut pilkada sehingga dapat lebih meningkatkan sosialisasi Pilkada dan pada akhirnya lebih menyukseskan terlaksananya Pilkada.
3. Bagi Akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian di bidang ilmu sosial dan ilmu politik, khususnya mengenai studi tentang perilaku pemilih.
1.4. Kerangka Teori
I.4.1. Perilaku Pemilih
Pemilih adalah semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan memberikan suaranya kepada kontestan bersangkutan. Dinyatakan sebagai pemilih dalam pilkada yaitu mereka yang telah terdaftar sebagai peserta pemilih oleh petugas pendata peserta pemilih.
Pemilih dalam hal ini dapat berupa konsituen mapn masyarakat pada umumnya. Konstiuen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanfestasikan dalam institusi politik sebagai partai politik
10 dan seorang pemimpin.
Perilaku pemilih dapat ditujukan dalam memberikan suara dan menentukan siapa yang akan dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pemilukada. Pemberian suara atau “voting” secara umum dapat diartikan sebagai: “sebuah proses dimana seseorang anggota dalam suatu kelompok menyatakan pendapatnya dan ikut menentukan plihannya diantara anggota kelompok seorang pejabat maupun keptusan yang diambil”. Pemeberian suara dalam pemilukada diwujudkan dengan memberikan suara pada pasangan calon kandidat.
11 Adapun perilaku pemilih menurut Surbakti adalah : “aktivitas pemberian
suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not to vote) di dalam suatu pemilihan umum (pilkada secara langsung). Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote) maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu”.
Adapun bentuk-bentuk perilaku pemilih yang dimaksud disini adalah antara lain keikutsertaan masyarakat dalam kampanye, keikutsertaan masyarakat dalam partai politik dan juga puncaknya keikutsertaan masyarakat dalam pemungutan suara (vote), Sebagai komunikasi politik: (1) kampanye diarahkan 10 _________________________________________________________ 11 Firmanzah, Marketing Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, hal.102 Arbi Sanit, Partai, Pemilu dan Demokrasi,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, hal.170 pada penciptaan kondisi yang memungkinkan terbangunnya kepercayaan dan pertanggungjawaban terhadap program-program yang ditawarkan calon. Sebagai pendidikan politik, kampanye salah satu bentuk dari peilaku pemilih; (2) Kegiatan seseorang dalam partai politik merupakan sebuah partisipasi politik. Sehingga adapun peran dan fungsi partai politikmengandung penguatan rasionalitas dan kritisisme pemilih. Dan melalui kampanye kita dapat melihat, apakah memang masyarakat ikut andil dalam pelaksanaan kampanye tersebut karena dengan ikut di dalam pelaksanaan kampanye merupakan di dalam pilkada adalah: (a) sebagai komunikasi politik yaitu contohnya melaksanakan kampanye; (b) sebagai pendidikan politik yaitu memberikan pengarahan untuk ikut serta memberikan suara (vote); (c) sosialisasi pilkada yang
12
menjelaskan untuk apa dan mengapa diadakan pilkada; (d) fungsi rekrutmen politik; (3) Yang terakhir adalah puncaknya pada saat pemungutan suara atau “vote”. Disini akan dilihat seberapa besar masyarakat yang benar ikut ambil bagian dalam pemilihan.
Keputusan untuk memberikan dukungan dan suara tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi kepada calon pemimpin jagoannya.
Begitu juga sebaliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau mereka menganggap bahwa sebuah partai atau calon pemimpin tidak loyal serta tidak konsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan. Perilaku pemilih juga sarat dengan ideologi antara pemilih dengan partai politik 12 _________________________________________________________
Irtanto, Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal.178-
182atau konsestan pemilu. Masing-masing kontestan membawa ideologi yang saling berinteraksi. Selama periode kampanye pemilu, muncul kristalisasi dan pengelompokkan antara ideologi yang dibawa kontestan. Masyarakat akan mengelompokkan dirinya kepada kontestan yang memiliki ideologi sama dengan yang mereka anut sekaligus juga menjauhkan diri dari ideologi yang berseberangan
13 dengan mereka.
Di dalam mengambil keputusannya, maka masyarakat diperkirakan
14
mempunyai tolok ukur yang tradisional yang meliputi 3 aspek penting, yakni: (1) Identitas partai, dimana semakin solid dan mapan suatu partai maka akan memperoleh dukungan yang mantap dari pendukungnya. Sebaliknya kondisi partai politik yang buruk akan mengakibatkan berkurangnya dukungan terhadap partai politik yang bersangkutan. Begitu pula dalam pemilkada, dimana pasangan kepala daerah dan wakil kepala daeah yang di dukung oleh partai politik yang solid dan mapan akan mendapatkan dukungan dari pendukung dan simpatisan partai tersebut; (2) Kemampuan partai dalam menjual isu kampanye, partai yang Hegemoni biasanya menjual isu-isu kemapanan dan keberhasilan yang telah mereka raih. Partai-partai politik baru bisanya menjual isu-isu “menarik” dan partai politik tersebut, biasanya dianggap “bersih” terutama dari nuansa money politics; (3) Penampilan kandidat, dimana performa kandidat sangat menentukan keberhasilan kandidat. _________________________________________________________ 13 14 Muhammad Asfar, Pemilu dan Perilaku Pemilih 1955-2004, Jakarta: Pustaka Eureka, 2006, hal.137 Joko J Prihatmoko, Op. Cit., hal.50
Perilaku pemilih dapat dianalisis dengan tiga pendekatan yakni : (1) Pendekatan Sosiologis; (2) Pendekatan Psikologis dan; (3) Pendekatan Rasional.
Namun dalam penelitian ini saya menggunakan pendekatan sosiologis, yang dimana pendekatan ini pada dasarnya menekankan peranan-peranan faktor-faktor sosiologis dalam membentuk sebuah perilaku politik seseorang ataupun kelompok masyarakat, pendekatan ini menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial itu mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Karakter dan pengelompokan sosial berdasarkan umur (tua-muda), jenis kelamin
(laki-perempuan), agama, status-sosial, ekonomi, aspek geografis dan lain
15 sebagainya.
Pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologis (terutama konsep sosialisasi dan sikap) untuk menjelaskan perilaku memilih seseorang. Aliran yang menggunakan pendekatan sosiologis dalam menganalisis
voting behavior ini menyatakan bahwa preferensi politik termasuk preferesi
pemberian suara di kotak pemilihan seeorang merupakan produk dari karaktersitik sosial ekonomi di mana dia berada seperti profesi, kelas sosial, agama dan Dalam analisis tentang suatu hubungan atau pengaruh, yaitu antara lain pendidikan,
16 pekerjaan, pendapatan, atau kekayaan.
Gerald Pomper memperinci pengaruh pengelompokan sosial dalam kajian
voting behavior ke dalam dua variabel yaitu predisposisi (kecenderungan) sosial 15 _________________________________________________________ 16 Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Widya Sarana, 1992, hal.145 Damsar, Pengantar Sosioogi Politik, Jakata: Kencana Prenada Media Grop, 1990, hal.180
17
ekonomi pemilih dan keluarga pemilih. Sosialisasi politik yang diterima seseorang pada masa kecil sangat mempengaruhi pilihan politik mereka, terutama pada saat pertama kali menentukan pilihan politik. Apakah preferensi politik ayah atau ibu berpengaruh pada preferensi politik anak, sedangkan predisposisi sosial ekonomi berupa agama dianut, tempat tinggal, kelas sosial, karakteristik demografis dan sebagainya. Dalam studi-studi perilaku pemilih di negara-negara demokrasi, agama merupakan faktor sosiologis paling kuat dalam mempengaruhi sikap pilihan terhadap partai-partai politik.Hubungan antara agama dengan perilaku pemilih sangat mempengaruhi dimana nilai-nilai agama selalu hadir di dalam kehidupan privat dan public dianggap berpengaruh terhadap kehidupan politik dan pribadi para pemilih, hal ini biasanya berhubungan dengan status ekonomi seseorang.
Affan Gaffar menunjukkan bahwa pengaruh kelas dalam perilaku pemilih di
18 Indonesia tidak begitu dominan. Dalam studi-studi perilaku pemilih di negara-
negara demokrasi, agama tetap merupakan faktor sosiologis yang sangat kuat dalam mempengaruhi sikap pemilih terjadap partai politik atau kandidat. Dalam hal ini agama diukur dari afiliasi pemilih terhadap agama tertentu seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Partai Islam adalah partai yang secara eksplisit dan formal menyatakan diri sebagai partai Islam atau partai yang 17 _________________________________________________________
Gerald Pomper, Voter’s choice : Varieties of American ElectoralBehavior, New York : Dod, Mead
18 Company, 1978, hal.198 A.Rahman.H.I, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hal.48-49didasarkan atas asas Islam. Dalam hal ini, PPP, PBB, PK, PNU, PKU, PSII, Partai Masyumi, dan lain-lain, dapat dimasukkan ke dalam kategori ini.
Tapi kedalam partai Islam dapat pula dimasukkan partai-partai yang secara sosiologis berakar dalam organisasi sosial keagamaan Islam seperti NU dan Muhammadiyah walaupun partai-partai tersebut secara eksplisit menyatakan partai terbuka eksplisit menyatakan partai terbuka terhadap pemeluk agama-agama lain, dan secara formal tidak menyatakan diri sebagai partai Islam. Dengan karakteristik keagamaan seperti di atas suatu hipotesis tentang pilihan atas partai politik dapat dinyatakan seperti ini, pemilih yang beragama Islam cenderung akan memilih partai- partai Islam (PPP, PBB, PK, PNU, PKU, PSII, Masyumi, PKB, dan PAN), sementara pemilih non-Islam cenderung akan memilih partai-partai non- Islam (PDI-P, Golkar, dan PKP). Asumsinya bahwa para pemilih yang beragama Islam akan cenderung memilih partai-partai Islam. Yang beragama Kristen akan memilih partai Kristen, dan seterusnya.
1.4.2. Teori Partisipasi
1.4.2.1. Pengertian partisipasi Politik
Pada dasarnya masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya dan agama yang majemuk hidup dalam satu atap yaitu negara Indonesia, terkait dengan sistem yang ada pun harus disesuaikan dengan kemajemukan di Indonesia untuk menyatukan seluruh perbedaan itu sendiri harus dengan adanya musyawarah dan komunikasi yang baik dan tidak ada pelanggaran terhadap penyaluran aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat. Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang-surut, permasalahan yang timbul adalah bagaimana menyatukan pemikiran dari beraneka ragam masyarakat serta berusaha untuk menghapus sistem kediktatoran yang ada. Bukan hal yang mudah untuk dapat menyatukan masyrakat yang memiliki pemahaman yang berbeda, tetapi dengan semangat UUD 1945 dan perjuangan para pendidiri seiring dengan berjalannya waktu akhirnya Indonesia mampu mengakualisasi Demokrasi di Indonesia yaitu dengan dilaksanakannya pemilihan umum pertamakali yaitu pada tahun 1955.
Pemilihan umum ini merupakan salah satu bentuk dan cita-cita dari sistem demokrasi yang ada di Indonesia dengan lahirnya partai politik sebagai bentuk lahirnya demokrasi dalam “Pesta Demokrasi”. Salah satu tonggak utama yang sangat mendukung sistem politik di Indonesia adalah sistem demokrasi dengan begitu masyarakat dapat berpartisipasi terhadap ruang lingkup sistem politik. Pemilihan umum adalah salah satu pilar utama dari sebuah demokrasi, salah satu konsepsi modern yang menempatkan penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan berkala sebagai kriteria utama bagi sebuah sistem politik agar dapat disebut sebagai sebuah demokrasi.partisipasi langsung dari masyarakat berpartisipasi sangatlah penting karena masyarakat tersebut sangatlah mengetahui apa yang mereka kehendaki, hak-hak sipil dan kebebasan dihormati serta dijunjung tinggi.
Dalam analisis politik modern partisipasi politik merupakan suatu masalah yang penting, dan akhir-akhir ini banyak dipelajari terutama dalam hubungannya dengan negara-negara yang sedang berkembang.Apakah yang dinanamakan partisipasi politik, Sebagai defenisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi partai politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contatcting) dengan pejabat pemerintah atau anggota
19 parlemen, dan sebagainya.
Pengertian partisipasi menurut beberaoa ahli yakni:
1. Keith Fauls: Dalam bukunya, Political Sociology: A Criticical Introduction, Keith Faul memberikan batasan partisipasi politik sebagai keterlibatan secara aktif (the
active engage ment ) dari individu atau kelompok ke dalam proses pemerintahan.
Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan maupun
20 berlaku oposisi terhadap pemerintah.
2. Herbert McClosky: Dalam bukunya, International Encyclopedia of the Social
Sciences, Herbert McClosky memberikan batasan partisipasi politik sebagai
“ kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil
bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung,
21 dalam proses pembentukan kebijakan umum”.
3. Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson: Dalam bukunya, No Easy Choice: 19 _________________________________________________________ 20 Miriam Budiardjo, Op.cit., hal.1-2 21 Damsar, Op.cit, hal.180
Ibid ., hal.180
Political Participation in Developing Countries ,Huntington dan Nelson membuat
batasan partisipasi politik sebagai“kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksut sebagai pembuatan keputusan oleh pemerintah.
Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif,terorganisir atau sepontan, mantapatau secara damai atau kekerasan,legal atau illegal, edic, fektif atau tidak
22 efektif”.
4. Michael Rush dan Philip Althoff: Dalam bukunya Sosiologi Politik, Rush dan Althoff memberikan batasan partisipasi politik sebagai “keterlibatan dalam aktivitas politik pada suatu sistem politik.Beberapa pandangan ahli tentang tipologi partisipasi
23 politik.
1.4.2.2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik
Bentuk – bentuk partisipasi menurut beberapa para ahli yakni:
1. Dafid F Roth dan Frank L Wilsion
Dalam buku The Comparative Study of politics, Roth dan Wilson membuat tripologi partisipasi politik atas dasar piramida pattisipasi. Pandangan Roth dan Wilson tentang piramida politik menujukan bahwa semakin tinggi intensitas dan drajat aktivitas politik seseorang, maka semakin kecil kuantitas orang yang terlibat di
24
dalamnya. Intensitas dan derajat keterlibatan yang tinggi dalam aktivitas politik di kenal sebagai aktivis. Adapun yang termasuk dalam 22 _________________________________________________________
., hal.180 23 Ibid 24 Ibid ., hal.180 Ibid ., hal.183 kelompok aktivis adalah Intensitas dan derajat keterlibatan yang tinggi dalam aktivitas politik di kenal sebagai aktivis. Adapun yang termasuk dalam kelompok yang mengurus organisasi secara penuh waktu (full-time).
Termasuk dalam kategori ini adalah kegiatan politik dipandang menyimpang atau negatif seperti pembunuh politik, teroris, atau pelaku pembajakan untuk meraih tujuan politik. Lapisan berikutnya setelah lapisan puncak piramida dikenal dengan partisipan. Kelompok ini mencakup berbagai aktivitas sebagai petugas atau juru kampanye, mereka yang terlibat dalam partai politik atau kelompok kepentingan. Mereka ikut dalam kegiatan politik yang tidak banyak menyita waktu, tidak menuntut prakarsa sendiri, tidak intensif dan jarang melakukannya. Misalnya member suara dalam pemilihan umum (legislatif dan eksekutif), mendiskusikan isu politik, dan mengadiri kampanye politik. Sedangkan lapisan terbawah adalah kelompok orang yang apolitis, yaitu kelompok orang yang tidak peduli terhadap sesuatu yang berhubungan dengan politik.
2. Michael Rush dan Philip Althoff
Rush dan Althoff mengajukan hierarki partisipasi politik sebagai suatu tipologi politik. Hirarki tertinggi dari partisipasi politik menurut Rush dan Althoff adalah menduduki jabatan politik atau administrative. Sedangkan hierarki yang terendah dari suatu partisipasi politik adalah orang yang apati sacara total yaitu orang yang tidak melakukan aktivitas politik apapun secara total. Semakin tinggi hierarki partisipasi politik maka semakin kecil kuantitas dari keterlibatan orang-orang, seperti yang diperhatikan oleh bagan hirarki partisipasi politik dimana garis vertikal segitiga menujukan hierarki, sedangkan garis horizontalnya menujukan kuantitas dari keterlibatan orang-orang.
3. Gabriel A. Almond
Dalam buku perbandingan Sistem Politik yang disunting oleh Mas’oed dan MacAndrews, Almond membedakan partisipasi politik atas dua bentuk, yaitu: (1) Partisipasi politik konvensional, yaitu suatu bentuk partisipsi politik yang normal dalam demokrasi modern; (2) Partisipasi politik nonkonvensional, yaitu suatu bentuk partosipasi politik yang tidak lezim dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat
25 berupa kegiatan illegal, penuh kekerasan dan revolusioner.
1.4.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik
26 Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik yaitu:
(1) Pendidikan sangat mempengaruhi partisipasi politik. Menurut Heidjrachman mengatakan pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk didalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan. Oleh karena itu, pendidikan tinggi bisa memberikan informasi tentang politik dan persoalan-persoalan politik, bisa mengembangkan kecakapan menganalisa, dan menciptakan minat dan kemampuan berpolitik. Makin tinggi pendidikan masyarakat menjadi makin tinggi kesadaran politiknya.
25 _________________________________________________________ 26 Ibid ., hal.186
Heidjrachmant, Pelatihan Ketenagakerjaan,Jakarta: Aneka cipta, 1990, hal.770
Demikian juga sebaliknya, makin rendah tingkat pendidikannya, makin rendah pula tingkat kesadaran politiknya.
Menurut Dr.B. Siswanto Sastrohadiwiryo berdasarkan sifatnya, pendidikan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: (a) Pendidikan Umum, yaitu pendidikan yang dilaksanakan di dalam dan diluar sekolah, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, dengan tujuan mepersiapkan dan mengusahakan para peserta pendidikan memperoleh pengetahuan umum; (b) Pendidikan Kejuruan, yaitu pendidikan umum yang direncanakan untuk mepersiapkan para peserta pendidikan mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang kejuruannya; (2) Perbedaan jenis kelamin dan status sosial-ekonomi juga mempengaruhi keaktifan seseorang dalam berpartisipasi politik. Tingkat partisipasi politik memiliki hubungan erat dengan pertumbuhan sosial ekonomi. Artinya bahwa kemajuan sosial ekonomi suatu negara dapat mendorong tingginya tingkat partisipasi rakyat. Partisipasi itu juga berhubungan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat, sehingga apa yang dilakukan rakyat dalam partisipasi politiknya menunjukkan drajat kepentingan mereka. Kedudukan sosial tertentu, misalnya orang yang memiliki jabatan atau kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, akan memiliki tingkat partisipasi politik yang cenderung lebih tinggi daripada orang yang hanya memiliki kedudukan social yang rendah. Orang yang berstatus sosial ekonomi tinggi lebih aktif daripada yangberstatus rendah; (3) Media massa berfungsi sebagai penyampai informasi tentang perkembangan politik nasional maupun lokal. Media massa dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai kebijakan dan media
27
massa juga mencerminkan jiwa zaman dari suatu pemberitaan. Media massa juga mempengaruhi partisipasi politik masyarakat dikarenakan para calon kandidat menyampaikan visi-misinya melalui media yang ada, baik itu media elektronik seperti TV, dan Radio maupun media cetak seperti Koran; (4) Aktivitas kampanye, biasanya kampanye-kempenye politik hanya dapat mencapai pengikut setia partai, dengan memperkuat komitmen mereka untuk memberikan suara.
1.4.3. Pengertian Budaya Politik
Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikaporientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam
28 bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu.
Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol- simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam
29 sistem politik. Dengan memahami budaya politik, kita akan memperoleh paling tidak dua manfaat, yakni: (1) sikap-sikap warga Negara terhadap sistem politik akan mempengaruhi tuntutan -tuntutan, tanggapannya, dukungannya serta orientasinya 27 _________________________________________________________
Noveri, dkk, Peranan Media Massa Lokal Bagi Pembinaan dan Pembangunan Kebudayaan
28. DaerahSumatera Barat, Sumatera Barat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1997, hal.23-24Gabriel A. Almond, Sidney Verba, Budaya Pollitik, Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima
29 Negara, Jakarta: Bumi Aksara, 1990, Hal.13 Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia, Surabaya: LPM IKIP, 1998, hal.32terhadap sistem politik itu; (2) dengan memahami hubungan antara budaya politik dengan sistem politik, maksud-maksud individu melakukan kegiatan dalam sistem politik atau faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran politik dapat di mengerti. Budaya politik selalu intern pada setiap masyarakat yang terdiri dari sejumlah individu yang hidup dalam sistem politik tradisional, transnasional, maupun modern. Almond dan Verba melihat bahwa pandangan tentang obyek politik, terdapat tiga komponen yakni: (1) Orientasi kognitif: yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya; (2) Orientasi afektif: yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan penampilannya; (3) Orientasi evaluatif: yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.
Kebudayaan politik adalah bagian dari kebudayaan suatu masyarakat. Dalam kebudayaannya sebagai subkultur, kebudayaan politik dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat secara umum. Kebudayaan politik menjadi penting dipelajari karena ada dua sistem: (1) Sikap warga negara terhadap orientasi politik yang menentukan pelaksanaan sistem politik. Sikap orientasi politik sangat mempengaruhi bermacam- macam tuntutan itu di utarakan, respon dan dukungan terhadap golonganm elit politik, respons dan dukungan terhadap rezim yang berkuasa; (2) dengan mengerti sikap hubungan antara kebudayaan politik dan pelaksanaan sisitemnya, kita akan lebih dapat menghargai cara-cara yang lebih
30 membawa perubahan sehingga sisitem politik lebih demokratis dan stabil.
Alfian, menganggap bahwa lahirnya kebudayaan sebagai pantulan langsung dari keseluruhan sistem sosial-budaya masyarakat. Hal ini terjadi melalui proses sosialisasi politik agar masyarakat mengenal, memahami, dan menghayati nilai-nilai
31 lain yang hidup dalam masyarakat itu, seperti nilai-nilai sosial budaya dan agama.
1.4.3.1. Bentuk-bentuk budaya Politik
Tipe Budaya Politik: 1.
Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan. Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap ”militan” atau sifat ”tolerasi”. (a) Budaya Politik Militan: Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang.
Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi; (b) Buda ya Politik Toleransi: Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus 30 _________________________________________________________ 31 A.Rahman H.I, Op.cit, hal.269 Arifin Rahman, Op.cit, hal.35 untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.
Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas: (a) Budaya politik yang memiliki sikap mental absolute, budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan.
Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan
(bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi.
Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru; (b) budaya politik yang memiliki sikap mental akomodatif, struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus diawasi dan dikendalikan. Perubahan dianggap sebagaipenyimpangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan.Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.
2. Berdasarkan Orientasi Politiknya.
Realitas yang ditemukan dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam budaya politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut: (a) Budaya Politik parokial (parochial political culture) yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah). menyangkut budaya yang terbatas pada wilayah atau lingkup yang kecil, sempit misalnya yang bersifat provincial. Karena wilayah yang terbatas pelaku politik sering memainkan peranannya seiring dengan diferiensiasi, maka tidak terdapat peranan politik yang bersikap khas dan berdiri sendiri, yang menonjol dalam budaya politik adalah kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau kekuasaan politik dalam masyarakat; (b) Budaya Politik kaula (subyek political culture) yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih bersifat pasif. anggota masyarakat mempunyai minat perhatian, mungkin juga kesadaran terhadap sistem sebagai keseluruhan terutama pada aspek outputnya. Kesadaran masyarakat sebagai aktor dalam politik untuk memberikan input politik boleh dikatakan nol. Posisi sebagai kaula merupakan posisi yang pasif dan lemah.
Mereka menganggap dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau mengubah sistem dan oleh karena itu menyerah saja pada kepada segala kebijakan dan keputusan para pemegang jabatan; (c) Budaya Politik partisipan (participant political culture), yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi. Masyarakat dalam budaya ini memiliki sikap yang kritis untuk memberi penilaian terhadap sistem politik dan hampir pada semua aspek kekuasaan; (d) Budaya Politik campuran (mixed
political cultures ) yaitu gabungan karakeristik tipe-tipe kebudayaan politik yang
murni.1.5. Metodelogi Penelitian
1.5.1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Dimana saya akan menggambarkan atau melukiskan subjek ataupun objek yang diamati dan tentu saja yang sesuai dengan fakta-fakta yang terlihat di lapangan selama saya melakukan penelitian. Akan dipaparkan juga di dalamnya tentang hasil atau data-data yang telah diamati atau yang telah diteliti.
1.5.2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Padang Bulan Selayang II Medan. Alasan peneliti memlih lokasi Kelurahan Selayang II karena peneliti ingin melihat seberapa besarnya faktor orientasi kandidat dan orientasi isu yang mempengaruhi perilaku pemilih pemula dalam Pemilukada di Kelurahan Padang Bulan Selayang II.
1.5.3. Populasi dan Sampel Populasi Populasi
Jumlah poluasi yang ada di Kelurahan Padang Bulan Selayang yakni sebanyak 26.091 oran, namun dalam penelitian ini, sesuai dengan judul yang saya ambil maka saya mengambil populasi yang berumur antara 17 tahun sampai dengan 19 tahun, umur tersebut merupakan pemilih pemula pada Pilkada dalam pemilihan Gubernur Sumatera Utara yang telah berlangsung pada tahun 2013.
Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan cara tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah masyarakat yang berumur 17 tahun sampai dengan 19 tahun yang terdaftar sebagai pemilih tetap di Kelurahan Padang Bulan Selayang II. Dalam Menentukan jumlah sampel untuk kuesioner, saya
32
menggunakan rumus Taro Yaman, sebagai berikut: Keterangan : n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d = presisi, ditetapkan 10 % dengan derajat kepercayaan 90%.
Dari rumus diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 32 _________________________________________________________
Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandun: Remaja Rosdakarya, 1991, hal.81 .
Maka jumlah sampelnya adalah 92 jiwa.
Dengan diperolehnya jumlah sampel sebanyak 92 responden maka akan ditentukan cara pengambilan sampel dengan cara sistem acak sistematis dengan cara kelipatan 13 dari nomor 1 hingga 1212, sehingga dapat diperoleh data sampel sebanyak yang telah ditentukan yakni 92 responden. Yang dimana data responden yang diperoleh akan terdapat pada Bab III.
1.5.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a.
Data sekunder, yaitu dengan mencari sumber data dan informasi melalui buku-buku, jurnal, internet, dan lain-lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Atau dengan kata lain disebut dengan library research.
b.
Data primer yang didasarkan pada peninjauan langsung pada objek yang diteliti untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Studi lapangan yang dilakukan dengan datang langsung ke lokasi penelitian dengan cara menyebarkan angket atau kuesioner kepada responden yang dijadikan sebagai sampel penelitian. Responden menjawab dengan memilih pilihan jawaban yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan.
1.5.5. Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian disusun, dianalisa dan disajikan untuk memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi dan situasi yang ada dan juga yang sesuai dengan metode penelitian yang dipilih. Data-data tersebut diolah dan dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti.
1.6. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan Pada bab ini akan memuat latar belakang, masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dasar-dasar teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Deskripsi Lokasi Kelurahan Padang Bulan Selayang II Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum dari Kecamatan Medan Selayang dan Kelurahan Padang Bulan Selayang II yakni, sejarah Kecamatan Medan Selayang, letak geografis, demografi penduduk