Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Tidak Menggunakan Hak Pilihnya Pada Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus : Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun)
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT TIDAK MENGGUNAKAN HAK PILIHNYA PADA PEMILIHAN
KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH SUMATERA UTARA TAHUN 2013
(Studi Kasus : Di Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun)
ELKA LINDAWATI SARAGI
070906012
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
ELKA LINDA WATI SARAGI (070906012)
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Tidak Menggunakan Hak Pilihnya Pada Pemilihan Kepala Daerah dan wakil kepala daerah Tahun 2013,Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2013, Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun. Peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian ini, karena dalam pelaksanaan Pemilu masih banyak masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya khususnya di Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun yang merupakan salah satu Kecamatan penyumbang angka golput terbesar di Kabupaten Simalungun.
Teori yang digunakan dalam menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori perilaku politik, tingkah laku pemilih, partisipasi politik dan faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku golongan putih .Adapun metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptifdan analisis kuantatif, jenis data yang di gunakan adalah data primer dan skunder yang di peroleh melalui perpustakaan dan penyebaran kuesioner.
Hasil yang di dapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa status social ekonomi yang terdiri dari tingkat pendidikan, pepekerjaan dan penghasilan hamper tidak mempengaruhi masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya, faktor psikologi dan pilihan rasional merupakan faktor yang mempengaruhi masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya, selain itu ketidak percayaan terhadap pemerintah maupun pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, lebih mengutamakan urusan pekerjaan, tidak adanya pilihan ,minimnya informasi dan berhalangan pada hari pemungutan suara juga mempengaruhi masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya.
(3)
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE
ELKA LINDA WATI SARAGI (070906012)
Factors That Influence People To Unused At Governor and vice of Governor Election in 2013.District Bandar, Regence Simalungun, Province North Sumatera.
ABSTRACT
The purpose of this research is to know all factors that influence people to unused at governor and vice of Governor election in 2013, District Bandar.The researcher is so interest to do this research,because commonly in doing general election there are lot of people in district Bandar. That is one of district wich contribute high rate of trun voters out in Regence Simalungun.
The theorys that of used to clear this problem are politic behaviore, electorale behavior theory, politic participation theory and factors that influence behavior of turn voters out.The analiysis method that is used are descriftife analiysis and quantitative analisyis. Kind of data that is used are primary data and secondary data which get from library and distributing of questionnaire.
The result gets from this research show that economic social status that consist of degree of education,work and income aren’t almost influence people to unesed their election right. Psychology factor and rational choice are factors whice are influence people to unused their election right,biside, untrustworthy to government or couple of governor and vice of governor, give priority to works no choice, little of information and can’t attend on the election day are influence people to unused their election right too.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa karena penulis diberikan waktu, pikiran, kesehatan, dan kekuatan mental sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dengan judul
skripsi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Tidak
Menggunakan Hak Pilihnya Pada Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus : Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun) Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ilmu Politik pada Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi nilai kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman menulis. Maka dengan kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang membangun guna perbaikan di masa akan datang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini,dengan secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Badaruddin,M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dan Bapak Antonius Sitepu selaku sekertaris Departemen ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
(5)
3. Bapak Drs. Tonny P. Situmorang, Msi. selaku dosen pembimbing I, dan Bapak Adil Arifin .S.SOS.MA, selaku dosen pembimbing II, yang telah bersedia menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis serta memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan, bimbingan dan jasa-jasanya hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan. 5. Terimakasih yang tak terhingga kepada orang yang paling saya hormati dan
yang paling saya sayangi yaitu kepada kedua orang tuaku, ayahanda S.Saragi dan ibunda K.Br.Sihaloho. Terimakasih untuk segala-galanya , Atas kasih sayang, perhatian semangat dan doa yang selalu kalian berikan kepadaku selama ini .
6. Masyarakat Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun provinsi sumatera Utara atas kesediaanya membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Buat sahabatku seluruhnya.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.
Medan, 2014 Peneliti
(6)
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL
ABSTRACT ABSTRAK
HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Perumusan Masalah ... 11
C. Pembatasan Masalah ... 11
D. Hipotesis ... 12
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Manfaat Penelitian ... 13
G. Kerangka Teori ... 13
H. Metodologi Penelitian ... 41
I. Sistematika Penulisan ... 47
BAB II GAMBARAN UMUM DESA BANDAR PULO KECAMATAN BANDAR KABUPATEN SIMALUNGUN A. Sejarah Kecamatan Bandar ... 48
B. Visi Dan Misi Pemerintah Kecamatan Bandar ... 52
C. Keadaan Geografis ... 54
D. Keadaan Demografi ... 58
E. Hak Memilih ... 58
F. Daftar Memilih Tetap ... 58
G. Jumlah Kehadiran Pemilih ... 59
H. Profil Calon Kepala Derah Dan Wakil Kepala Daerah ... 59
BAB III FAKTOR – FAKTOR MASYARAKATTIDAK MENGGUNAKAN HAK PILIHNYA PADA PILKADA SUMATERA UTARA TAHUN 2013 A. Deskriptif Karakteristik Responden ... 73
B. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Tidak Menggunakan Hak Pilihnya. ... 77
(7)
BAB IV PENUTUP
A.Kesimpulan ... 108 B. Saran ... 111
DAFTAR PUSTAKA ... 112
(8)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
ELKA LINDA WATI SARAGI (070906012)
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Tidak Menggunakan Hak Pilihnya Pada Pemilihan Kepala Daerah dan wakil kepala daerah Tahun 2013,Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2013, Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun. Peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian ini, karena dalam pelaksanaan Pemilu masih banyak masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya khususnya di Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun yang merupakan salah satu Kecamatan penyumbang angka golput terbesar di Kabupaten Simalungun.
Teori yang digunakan dalam menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori perilaku politik, tingkah laku pemilih, partisipasi politik dan faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku golongan putih .Adapun metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptifdan analisis kuantatif, jenis data yang di gunakan adalah data primer dan skunder yang di peroleh melalui perpustakaan dan penyebaran kuesioner.
Hasil yang di dapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa status social ekonomi yang terdiri dari tingkat pendidikan, pepekerjaan dan penghasilan hamper tidak mempengaruhi masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya, faktor psikologi dan pilihan rasional merupakan faktor yang mempengaruhi masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya, selain itu ketidak percayaan terhadap pemerintah maupun pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, lebih mengutamakan urusan pekerjaan, tidak adanya pilihan ,minimnya informasi dan berhalangan pada hari pemungutan suara juga mempengaruhi masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya.
(9)
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE
ELKA LINDA WATI SARAGI (070906012)
Factors That Influence People To Unused At Governor and vice of Governor Election in 2013.District Bandar, Regence Simalungun, Province North Sumatera.
ABSTRACT
The purpose of this research is to know all factors that influence people to unused at governor and vice of Governor election in 2013, District Bandar.The researcher is so interest to do this research,because commonly in doing general election there are lot of people in district Bandar. That is one of district wich contribute high rate of trun voters out in Regence Simalungun.
The theorys that of used to clear this problem are politic behaviore, electorale behavior theory, politic participation theory and factors that influence behavior of turn voters out.The analiysis method that is used are descriftife analiysis and quantitative analisyis. Kind of data that is used are primary data and secondary data which get from library and distributing of questionnaire.
The result gets from this research show that economic social status that consist of degree of education,work and income aren’t almost influence people to unesed their election right. Psychology factor and rational choice are factors whice are influence people to unused their election right,biside, untrustworthy to government or couple of governor and vice of governor, give priority to works no choice, little of information and can’t attend on the election day are influence people to unused their election right too.
(10)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Tingginya angka masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya Pada pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada Tahun 2013 di daerah kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun Sebanyak 3.0702 orang, dari jumlah Daftar Pemilihan Tetap (DPT) yaitu sebanyak 52.984 orang yang terbagi dalam 105 TPS (Tempat Pemungutan Suara) dapat menimbulkan delegitimasi terhadap pemerintah. Hal ini sangat penting demi menjaga kestabilan poiltik di Indonesia. Khususnya di daerah Kecamatan Bandar, Karena kedatangan Masyarakat ke TPS adalah penting untuk menentukan pemimpin yang akan memimpin masyarakat itu sendiri.
Pemilihan umum merupakan sarana bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dalam penentuan wakil-wakilnya baik di lembaga legislatif maupun eksekutif juga sebagai sarana ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan politik. Demokrasi di indonesia mengalami perubahan yang signifikan pasca runtuhnya rezim orde baru. Kehidupan berdemokrasi menjadi jauh lebih baik, rakyat dapat dengan bebas mengeluarkan pendapat dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik yang sangat dibatasi pada orde baru.
Dengan lahirnya pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan suatu langkah maju dalam proses demokrasi di indonesia. Melalui pemilihan kepala daerah secara langsung berarti mengembalikan hak-hak dasar masyarakat
(11)
di daerah untuk berpartisipasi dalam proses politik dalam rangka rekruitmen politik lokal secara demokratis.1
Tingginya angka golput menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat rendah, yang dapat menyebabkan semakin rendah legitimasi kepada pemerintah ataupun dapat mengancam delegitimasi pemerintah kapan saja sehingga kedudukan dan kepemimpinan pemerintah kurang di percaya masyarakat.
Negara demokratis memberi masyarakat suatu kesempatan untuk mengambil bagian dalam proses pembuatan keputusan politik sebagai warga negara yang berpengaruh2
Di Indonesia pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan secara langsung dan dapat diikuti oleh
. Demokrasi merupakan bentuk atau sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya. Salah satu ciri pemerintahan demokrasi adalah adanya pemilu yang berazaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat diberbagai tingkat pemerintahan, kepala daerah sampai kepala desa. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dapat dikatakan sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung, sekarang dikenal dengan istilah Pemilukada.
daerah yang dimaksud yaitu kepala daerah dan Wakil kepala daerah untuk
1
Joko. J.Prihatmoko.2005. Pilkada Secara Langsung. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal. 21. 2
(12)
tingkat dan Wakil Walikota unt
Proses pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Dimulai dari tahap pendaftaran, penyaringan, penetapan pasangan calon, rapat paripurna khusus, pengiriman berkas pemilihan, pengesahan dan pelantikan.3
Walaupun telah menggunakan Undang-Undang No.22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu sebagai pedoman penyelenggaraan, akan tetapi pemilukada kali ini tidak akan jauh berbeda dengan pemilukada yang berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dimana calon independen belum diakui keberadaannya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam rangka penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah memiliki peranan yang sangat penting dibidang penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat dan bertanggung jawab sepenuhnya tentang jalannya pemerintahan daerah. Agar memperoleh figur Kepala Daerah yang baik, pasangan calon Kepala Daerah sebelum memangku jabatan wajib memaparkan visi misi dan program kerjanya agar masyarakat melalui lembaga perwakilannya dapat menilai sejauh mana kemampuan calon tersebut. Sehingga dalam memilih Kepala Daerahnya masyarakat dapat memilih pasangan yang tepat yang dianggap dapat memimpin dan membangun daerahnya.
Sehingga yang berhak mencalonkan diri menjadi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara adalah sesuai dengan PP No.6 tahun
3
Deddy Supriady Bratakusumah Dan Dadang Solihin.2002. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Jakarta : Pt.Gramedia Pustaka Utama. Hal. 61.
(13)
2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah, maka yang menjadi peserta pemilukada adalah sesuai dengan pasal 36 yaitu :
1) Peserta pemilihan adalah calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik secara berpasangan.
2) Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pasa ayat (1), dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan anggota DPRD didaerah yang bersangkutan.
3) Dalam hal Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila hasil bagi jumlah kursi DPRD menghasilkan angka pecahan, maka angka perolehan 15% dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan keatas.
Oleh karena itu Pemilihan Kepala Daerah ini diharapkan bisa membawa rakyat Sumatera Utara kearah yang lebih demokratis, karena kita telah diberikan otonomi,dalam kampanye Kepala Daertah dan wakil Kepala Daerah 2013 dimana kita telah diberikan kebebasan untuk memilih calon Kepala Daerah dan Wakil
(14)
kepala daerah. Pilkada langsung terkait dengan kedaulatan rakyat mencakup hal-hal sebagai berikut:4
1) Rakyat secara langsung dapat menggunakan hak-hak pilihnya secara utuh. Menjadi kewajiban negara memberikan perlindungan terhadap hak pilih rakyat. Salah satu hak politik rakyat tersebut adalah hak memilih calon pemimpin.
2) Wujud nyata atas pertanggungjawaban akuntabilitas.
Pertanggungjawaban (responsibility) dan akuntabilitas
(accountability) publik seorang pemimpin merupakan landasan yang amat penting guna menjaga kelangsungan sebuah kepemimpinan politik. Melalui pilkada langsung maka seorang Kepala Daerah harus dapat mempertanggungjawabkan kepemimpinan kepada rakyat yang memilih. Tingkat penerimaan rakyat kepada Kepala Daerah merupakan jaminan bagi peningkatan partisipasi politik rakyat yang akan menjaga kelanggengan sebuah kepemimpinan.
3) Menciptakan suasana kondusif bagi terciptanya hubungan sinergis antara pemerintah dan rakyat. Pemerintah akan melaksanakan kehendaknya sesuai dengan kehhendak rakyat. Keserasian dan keseimbangan hubungan antara keduanya akan membawa pengaruh yang sangat menentukan bagi tegaknya suatu pemerintahan yang demokratis.
4
Joko. J .Prihatmoko. 2008. Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal. 128-130.
(15)
Peserta pemilihan adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik secara berpasangan. Pasangan calon adalah yang paling penting dalam pilkada, dimana mereka yang akan bersaing merebut hati masyarakat untuk mendukung mereka sehingga mereka dapat menduduki kursi jabatan.
Seperti yang kita ketahui bahwa yang menjadi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara pada tahun 2013, merupakan pasangan calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik dan diperoleh 5 pasangan calon yang terdiri dari :
1) Gus Irawan Pasaribu-Soekirman yang didukung Oleh Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Barisan Nasional (Barnas) Dan Partai Pelopor.
2) Efendi M Simbolon-Jumiran Abdi yang didukung Oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Damai Sejahtera (PDS) Dan Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
3) Chairuman Harahap-Fadli Nurzal yang didukung Oleh Partai Golongan Karya (Golkar) Dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
4) Amri Tambunan-Renainggolan yang diusung Oleh Partai
Demokrat
5) Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi yang didukung Oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Dan Partai Patriot.
(16)
Dengan sistem pilkada langsung yang berlangsung di Sumatera Utara, sebelum berjuang mendapatkan dukungan dari masyarakat, setiap pasangan calon harus terlebih dahulu berusaha merebut dukungan partai politik sebagai kendaraannya untuk maju dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013. Setelah mendapatkan dukungan partai politik, baru kemudian dalam pilkada langsung setiap pasangan calon harus berusaha merebut dukungan masyarakat untuk dapat memenangkan kursi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013.
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah di Sumatera Utara sudah dilaksanakan secara langsung sebanyak dua kali yaitu periode 2008-2013 yang dimenangkan oleh H. Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho ST dan periode 2013-2018 yang dimenangkan oleh Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi. Tanggal 7 Maret 2013 adalah Pemilihan Kepala Derah dan Wakil Kepala Daerah kedua yang dilaksanakan secara langsung, sebanyak 10.310.872 warga Sumatera Utara memberikan suaranya untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara untuk periode 2013-2018. Yang terdiri dari 5.091.149 juta pemilih perempuan dan 5.203.864 pemilih laki-laki yang tersebar di 26.443 TPS di 33 kabupaten/kota. Ada lima pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara yang ikut serta dalam Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah dan telah lulus dalam verifikasi oleh KPU Provinsi Sumatera Utara. Calon tersebut adalah Gus Irawan Pasaribu-Soekiman, Efendi M Simbolon-Djumiran Abdi, Chairuman Harahap-Fadly Nurzal, Amri Tambunan-RE Nainggolan dan Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi.
(17)
KPU Provinsi sebagai pelaksana Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013 telah mempersiapkan beberapa tahapan proses dari verifikasi calon, sosialisasi tentang cara pemilihan umum di Provinsi Sumatera Utara sampai dengan mempersiapkan keperluan logistik yang digunakan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara. Kemudian pada 7 Maret 2013 dilakukanlah Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara yang dilaksanakan serentak di 33 Kabupaten/Kota. Dari hasil perolehan suara pada Pasangan Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi (Ganteng) dinyatakan sebagai pemenang dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah Sumatera Utara (Sumut) 2013.
Berdasarkan penghitungan akhir KPU, pasangan yang diusung PKS, Hanura, dan 3 partai lain ini memperoleh suara sebesar 33 persen. Hal itu ditetapkan dalam putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut yang dibacakan dalam Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil penghitungan Suara Tingkat Provinsi Sumatera Utara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013. Kegiatan itu berlangsung di Hotel Grand Angkasa,Jalan Sutomo, Medan, Ketua KPU Sumut Irham Buana Nasution menyatakan, berdasarkan hasil perhitungan dari 33 kabupaten dan kota, pasangan Gatot Pujo Nugroho (Ganteng) yang bernomor urut 5,memperoleh suara terbanyak yakni 1.604.337 atau 33%. Posisi kedua ditempati pasangan nomor urut 2, Effendi MS Simbolon dan Jumiran Abdi (Esja). Pasangan yang diusung PDIP ini meraih 1.183.187 suara atau 24,34%. Pada posisi ketiga, pasangan nomor urut
(18)
1, yakni Gus Irawan Pasaribu-Soekirman (Gusman), yang mendapatkan 1.027.433 suara atau 21,13%. Kemudian di posisi keempat, pasangan nomor urut 4, Amri Tambunan-RE Nainggolan yang meraih 594.414 suara atau 12,23%, dan posisi kelima pasangan nomor urut 3, Chairuman Harahap-Fadly Nurzal (Charly) yang mendapatkan 452.096 suara atau 9,30%. Total suara sah dalam Pilgub yang berlangsung pada 7 Maret lalu tersebut, sebanyak 4.861.467 suara, dan suara tidak sah sebanyak 139.963. Dengan demikian total partisipasi pemilih sebanyak 5.001.430 jiwa atau tidak mencapai 50%.5
Penelitian bertujuan untuk mengetahui mengapa masyarakatdi kecamatan Bandar tidak mempergunakan hak pilihnya pada pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013. Dengan menggunakan pendekatan Behavioralisme atau pendekatan tingkah laku,yang merupakan salah satu pendekatan ilmu politik guna memahami realitas fenomena politik.Dalam pendekatan ini individu merupakan manusia politik sebagai satu satuan pengamatan . Pendekatan ini ,berupa pengkajian mengenai bagaimana manusia bertindak atau bertingkah laku serta serta apa yang mendorong perilaku manusia-manusia tersebut. Diantaranya Pendapat dan prefensi orang-orang mengenai hal-hal politik tertentu,apa yang menyebabkan manusia melakukan tindakan-tindakan kekerasan ?. Kapan manusia memenuhi peraturan?. Apakah manusia memenuhi menyesuaikan diri dengan pandangan-pandangan yang bertolak belakang dengan
pandanganya, Serta bagaimana merubahnya? Bilamana mereka
berpartisipasidalam politik dan dalam kondisi seperti apa?.Bagaimana mereka
5
http://news.detik.com/read/2013/03/15/183210/2195444/10/kpu-sumut-tetapkan-gatot-tengku-erry-pemenang-pilgub-sumut.8.Oktober.2013.20.00.Wib.
(19)
melindungi kepentingan mereka?.Yang hendak di peroleh dari pendekatan ini,tidak lain dan tidak bukan ,tentu saja pemahaman yang mendalam mengenai manusia sebagai pelaku dalam tindakan politis.
Tindakan untuk tidak mempergunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum yang di lakukan oleh masyarakat di pengaruhi oleh beberapa faktor dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk menemukan faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab masyarakat tidak menggunakan hak pilih nya dalam pemilihan Umum. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Tidak Menggunakan Hak Pilihnya Pada Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus: Di Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun)”`
Hal yang menarik dalam penelitian ini ialah masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih nya atau golput khususnya di seluruh kecamatan Bandar Kabupaten Simalingun, serta mengapa dan faktor apa yang mempengaruhi masyarakat untuk tidak mempergunakan hak pilih nya. Selain itu alasan penulis memilih kecamatan bandar sebagai lokasi penelitian ialah karena tingginya angka golput di kecamatan Bandar yang mencapai 57.94 % dari total DPT 52.984 orang , sehingga menjadikan kacamatan Bandar sebagai salah satu kacamatan penyumbang terbesar angka golput pada pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada tahun 2013.
(20)
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan penelitan apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecahannya. Perumusan masalah merupakan pejabaran dari indentifikasi masalah dan pembatasan masalah. Dengan kata lain, perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan atas indentifikasi masalah dan pembatasan masalah.6
C. Pembatasan Masalah
Sejalan dengan latar belakang dan persoalan yang telah diuraikan di atas, adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Faktor-Faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat di kecamatan Bandar yang terdaftar dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap) tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus: Di Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun)?”.
1. Mengapa masyarakat di Kecamatan Bandar Tidak Menggunakan Hak Pilih nya Pada Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013?.
2. Apa faktor – faktor yang mempengaruhi masyarakat di Kecamatan Bandar tidak menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013?.
6
Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta. Bumi Aksara Hal. 27.
(21)
D. Hipotesa
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka kesimpulan sementara ataupun hipotesis pada penelitian ini dapat saya paparkan adalah
• Tingkat Pendidikan mempengaruhi masyarakat untuk tidak menggunakan Hak pilih nya pada pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara 2013.
• Tingkat Pekerjaan mempengaruhi Masyarakat Untuk tidak
mempergunakan hak Pilihnya Pada Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara 2013.
• Tingkat Penghasilan Mempengaruhi Masyarakat Untuk Tidak
Mempergunakan hak Pilihnya Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara 2013.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu :
1) Untuk Mengetahui Alasan Pemilih Mengapa Tidak Menggunakan Hak pilih nya pada pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2013, serta untuk mengetahui hal apa / faktor-faktor apa saja yang Mempengaruhi Masyarakat Tidak Menggunakan Hak Pilihnya dalam memilih pasangan calon Kepala Daerah /Wakil Kepala Daerah Tahun 2013.
(22)
F. Manfaat Penelitian
1) Secara Akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperkaya
penelitian dibidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya mengenai partisipasi politik.
2) Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran mengenai konsep-konsep (masyarakat, negara, kekuasaan, dan lain-lain) dalam teori politik terutama dalam konteks ideologi politik.
3) Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi peneliti lain yang ingin meneliti partisipasi politik, khususnya mengenai partisipasi politik masyarakat pada Pemilihan Umum Kepala Daerah.
G. Kerangka Teori
Teori adalah alat dari ilmu (tool of science) untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natural yang ingin diteliti7. Dengan demikian teori itu menerangkan bagaimana suatu peristiwa atau fenomena yang menjadi kajian itu muncul, karena kemunculannya memang bukan serta merta, melainkan merupakan produk dari interaksi antara beberapa unsur yang terlibat8
G.1. Perilaku Pemilih
.
Pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan bersangkutan. Pemilih dalam hal ini dapat
7
M. Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 21. 8
(23)
berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Konstituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasikan dalam institusi politik seperti partai politik. Selain itu, pemilih juga bisa saja bagian dari masyarakat luas yang bisa saja tidak menjadi konstituen partai politik tertentu. Masyarakat terdiri dari beragam kelompok. Terdapat kelompok masyarakat yang memang non-partisan, dimana ideologi dan tujuan politik mereka tidak dikatakan kepada suatu partai politik tertentu. Mereka menunggu sampai ada suatu partai politik yang bisa menawarkan program politik yang bisa menawarkan program kerja yang terbaik menurut mereka, sehingga partai tersebutlah yang akan mereka pilih.9
Adapun perilaku pemilih menurut Surbakti adalah : aktifitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not to vote) didalam suatu pemilihan umum (pilkada secara langsung). Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote)
msks voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu.10
Adapun bentuk-bentuk perilaku pemilih yang dimaksud disini adalah antara lain keikutsertaan masyarakat dalam kampanye, keikutsertaan masyarakat dalam partai politik dan juga puncaknya keikutsertaan masyarakat dalam pemungutan suara (vote).
• Sebagai komunikasi politik, kampanye diarahkan pada penciptaan kondisi yang memungkinkan terbangunnya kepercayaan dan pertanggungjawaban terhadap program-program yang ditawarkan calon. Sebagai pendidikan 9
Firmanzah. 2007. Marketing Politik, Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal. 102.
10
(24)
politik, kampanye mengandung penguatan rasionalitas dan kritisme pemilih. Dan melalui kampanye kita dapat melihat, apakah memang masyarakat ikut andil dalam pelaksanaan kampanye tersebut karena dengan ikut di dalam pelaksanaan kampanye merupakan salah satu bentuk dari perilaku pemilih.
• Kegiatan seseorang dalam parpol adalah merupakan sebuah partisipasi politik. Sehingga adapun peran dan fungsi partai politik di dalam pilkada adalah : (1)sebagai komunikasi politik yaitu contohnya melakukan kampanye; (2)sebagai pendidikan politik yaitu memberikan pengarahan untuk ikut serta memberikan suara (vote); (3)sosialisasi pilkada yang menjelaskan untuk apa dan mengapa diadakan pilkada; (4)fungsi rekrutmen politik.11
• Yang terakhir adalah puncaknya pada saat pemungutan suara atau vote. Disini akan dilihat seberapa besar masyarakat yang benar ikut ambil bagian dalam pemilihan tadi. Yaitu ketika mereka memberikan suara mereka memberikan suara mereka di TPS lingkungan mereka masing-masing.
Keputusan untuk memberikan dukungan dan suara tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi kepada calon pemimpin jagoannya. Begitu juga sebaliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau mereka menganggap bahwa sebuah partai atau calon pemimpin tidak loyal serta tidak konsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan.
11
(25)
Perilaku pemilih juga sarat dengan ideology antara pemilih dengan partai politik atau konsisten pemilu. Masing-masing kontestan membawa ideology yang saling berinteraksi. Selama periode kampanye pemilu, muncul kristalisasi dan pengelompokan antara ideologi yang dibawa kontestan. Masyarakat akan mengelompokkan dirinya kepada kontestan yang memiliki ideologi sama dengan yang mereka anut sekaligus juga menjauhkan diri dari ideologi yang bersebrangan dengan mereka.12
Di dalam mengambil keputusannya, maka masyarakat diperkirakan mempunyai tolak ukur yang tradisional yang meliputi 3 aspek penting, yakni : 13
• Identifikasi terhadap partai
• Isu yang diusung partai atau calon, dan
• Penampilan, gaya dan kepribadian calon.
G.1.1. Faktor - faktor Yang Mempengaruhi Prilaku Golongan Putih
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi perilaku golongan putih yaitu : 14
Berikut akan di paparkan beberapa factor yang mempengaruhi seseoprang berperilaku tidak memilih di lihat dari sisi tingkah laku pemilih dan dari sisi Struktur ataupun system yang di terapkan Pertama Dari sisi tingkah laku antara lain :
a. Faktor Sosiologis.
Faktor sosiologis sebenarnya berasal dari Eropa. Karena itu, dia disebut sebagai model sosiologi politik Eropa. David Denver, ketika menggunakan 12
Muhammad Asfar. 2006. Pemilu dan Perilaku Pemilih 1955-2004. Jakarta : Pustaka Eureka. hal.137. 13
Joko J Prihatmoko. 2008. Mendemokratisasikan Pemilu. Semarang: Pustaka Belajar. Hal. 50. 14
(26)
pendekatan ini untuk menjelaskan perilaku pemilih msyarakat Inggris, menyebutkan model ini sebagai social determinism approach.
Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilh seseorang. Karakteristik sosial (seperti pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya) dan karakteristik atau latar belakang sosiologis (seperti agama, wilayah, jenis kelamin, umur, dan sebagainya) merupakan faktor penting dalam menentukan pilihan politik. Pendek kata, pengelompokan sosial seperti umur (tua-muda), jenis kelamin (lelaki-perempuan), agama dan semacamnya dianggap mempunyai peranan yang cukup menentukan dalam membentuk pengelompokan sosial baik secara formal seperti keanggotaan seseorang dalam organsasi-organisasi keagamaan, pertemanan, ataupun kelompok-kelompok kecil lainnya, yang merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami perilaku politik seseorang, karena kelompok-kelompok inilah yang mempunyai peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi dan orientasi seseorang.
b. Faktor Psikologis
Bila Faktor sosiologis berkembang di Amerika Serikat dan berasal dari Eropa Barat, maka pensekatan psikologis merupakan fenomena Amerika Serikat karena dikembangkan sepenuhnya oleh Amerika Serikat melalui Survey Research Centre di Universitas Michigan. Oleh karena itu pendekatan ini juga disebut Mazhab Michigan.Pelopor utama pendekatan ini adalah August Champbell.
(27)
Faktor ini menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep sosialisasi dan sikap untuk menjelaskan perilaku pemilih. Variable-variabel itu tidak dapat dihubungkan dengan perilaku pemilih kalau ada proses sosialisasi.oleh karena itu, menurut pendekatan ini, sosialisasilah yang sebenarnya yang menentukan perilaku memilih (politik) seseorang. Oleh karena itu, pilihan seorang anak yang telah melalui tahap sosialisasi politik ini tidak jarang memilih partai yang sama dengan pilihan orang tuanya.
Penganut pendekatan ini menjelaskan sikap seseorang sebagai refleksi dari kepribadian seseorang merupakan variable yang cukup menentukan dalam mempengaruhi perilaku politik seseorang. Oleh karena itu, pendekatan psikologis menekankan pada tiga aspek psikologis sebagai kajian utama yaitu ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi terhadap isu-isu dan orientasi terhadap kandidat.
c. Faktor Pilihan Rasional
Penggunaan Faktor Pilihan Rasional dalam menjelaskan perilaku pemilih oleh ilmuan politik sebenarnya diadaptasi dari ilmu ekonomi. Mereka melihat adanya analogi antara pasar (ekonomi) dan perilaku pemilih (politik). Apabila secara ekonomi masyarakat dapat bertindak secara rasional, yaitu mereka menekan ongkos sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, maka dalam perilaku politik pun masyarakat akan bertindak secara rasional, yakni memberikan suara ke OPP yang dianggap mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan menekan kerugian.
(28)
Dalam konteks pilihan rasional, ketika pemilih merasa tidak mendapatkan faedah dengan memilih partai atau calon presiden yang tengah berkompetisi, ia tidak akan melakukan pilihan pada pemilu. Hal ini dilandaskan pada kalkukasi ekonomi, dimana perhitungan biaya yang dikeluarkan lebih besar dengan apa yang akan didapatnya kelak. Maka jalan terbaik bagi pemilih adalah melakukan kegiatan atau aktivitas kesehariannya.
faktor ini juga mengandaikan bahwa calon presiden atau partai yang bertanding akan berupaya dan berusaha untuk mengemukakan pelbagai program untuk menarik simpati dan keinginan pemilih memilih. Namun, apabila partai ataupun calon presiden itu gagal mempromosikan programnya pada pemilih, maka pilihan untuk tidak memilih adalah rasional bagi pemilih. Oleh karena itu, pada Pemilu 2008 sistem pemilihan diubah,dan mempersilahkan rakyat untuk ikut andil memilih pasangan presiden yang mereka anggap dapat memberikan harapan. Layaknya seorang pembeli dipasar, pemilih melakukan pilihan dengan cermat bukan hanya dalam memilih presiden tetapi juga anggota DPR, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),danDewab Perwakilan Daerah (DPD).
Sedangkan dari faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang berperilaku tidak memilih dilihat dari sisi struktur ataupun sistem yang di terapkan antara lain:
• Faktor Sitem politik
Konsep sistem di sini tidak semata-mata dalam pengertian prosedur dan aturan main,tetapi lebih mengarah pada kebijakan pemerintah dan kinrjanya dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan tersebut. salah satunya adalah sistem politik yang sedang di kembangkan rejim yang
(29)
berkuasa dinilai tidak mampu membangun demokrasi yang sehat, baik di tingkat elit maupun massa ketidak percayaan pada sistem politik yang ada dapat mempengaruhi tingginya angka ketidak hadiran pemilih. Dimana alasan pemilih tidak hadir dalam pemilu karena mereka cukup puas dengan keadaan yang ada. Ketidak hadiran dalam pemilu pemilu merupakan merupakan pertanda kepercayaan pada sistem poilik yang ada Selain itu rendah nya kepercayaan politik juga mempengaruhi ketidak hadiran pemilih dalam pemilu. Artinya Ketidak hadiran dalam pemilu atau perilaku golput merupakan bentuk protes atas ketidak percayaan mereka terhadap sistem politik yang ada. Adapun faktor-faktor penyebab rendahnya kepercayaan politik ialah, Pertama, tidak berfungsinya lembaga perwakilan rakyat, Kedua, tidak berfungsinya lembaga peradilan. Ketiga, praktik-praktik korupsi,kolusi dan nepotisme yang di lakukan oleh pemerintahan. Keempat, praktik-praktik kebohongan dan dan inkosistensi kebijakan yang di lakukan oleh pemerintah. Kelima, berbagai kebijakan politik pemerintah an yang tidak kondusif.
• Sistem Pemilu
Sikap tidak memilih juga berkaitan dengan persepsi dan evaluasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pemilu. Dengan sistem pemilu yang tidak jelas di nilai tidak akan menjanjikan perubahan apapun pemilu hanyalah sebagai simbol bahwa kehidupan politik dijalankan melalui cara demokrasi, namun pemilu itu sendiri tidak di jalankan dengan semangat dan cara-cara demokratis. Fungsi pemilu lebih berperan sebagai upaya
(30)
untuk memperuduksi kekuasaan dari pada implementasi kehidupan berdemokrasi. Artinya, pemilu lebih di maknai sebagai sarana untuk mempertahankan status quo penguasa di banding sebagai sarana untuk melekukan perubahan politik .
G.1.2. Orientasi Pemilih
Dalam diri masing-masing pemilih terdapat dua orientasi sekaligus yaitu:15 1. Orientasi ‘policy-problem-solving.’
Ketika pemilih menilai partai politik atau seorang kontestan dari kacamata ‘policy-problem-solving’ yang terpenting bagi mereka adalah sejauh mana para kontestan menawarkan program kerja atas solusi bagi permasalahan yang ada. Pemilih akan cenderung memilih partai politik atau kontestan yang memiliki kepekaan terhadap masalah nasional dan kejelassan program kerja. Partai politik atau kontestan yang arah kebijakannya tidak jelas akan cenderung tidak dipilih.
2. Orientasi ‘ideology’
Suatu partai atau seorang kontestan, akan lebih menekankan aspek subjektifitas seperti kedekatan nilai, budaya, agama, moralitas, norma, emosi, dan psikografis. Semakin dekat kesamaan partai politik atau caon kontestan, pemilih jelas akan cenderung memberikan suaranya ke partai dan kontestan tersebut.
15
Firmansyah. 2007. Marketing Politik, Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal. 128.
(31)
G.1.3. Jenis-Jenis Pemilih
Jenis-jenis pemilih terdiri dari empat jenis pemilih, yaitu : 16 1) Pemilih Rasional
Pemilih dalam hal ini mengutamakan kemampuan partai politik atau calon peserta pemilu dengan program kerjanya, mereka melihat program kerja tersebut melalui kinerja partai atau kontestan dimasa lampau,dan tawaran program yang diberikan sang calon atau partai politik dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang terjadi.
Pemilih jenis ini memiliki ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada suatu partai politik atau seorang kontestan. Hal yang terpenting bagi pemilih jenis ini adalah apa yang bisa dan yang telah dilakukan oleh sebuah partai atau seorang kontestan pemilu.
2) Pemilih Kritis
Proses untuk menjadi pemilih ini bisa terjadi melalui 2 hal,yaitu yang
pertama, jenis pemilih ini menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai atau kontestan pemilu mana mereka akan berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi kebijakan yang akan atau telah dilakukan. Kedua, bisa juga terjadi sebaliknya dimana pemilih partai terdahulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai atau kontestan pemilu baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan faham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan. Pemilih jenis ini adalah pemilih yang kritis, artinya
16
(32)
mereka akan selalu menganalisis kaitan antara ideologi partai dengan kebijakan yang akan dibuat.
3) Pemilih Tradisional
Jenis pemilih ini memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya,nilai,asal-usul, paham dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik atau kontestan pemilu. Kebijakan seperti yang berhubungan dengan masalah ekonomi,kesejahteraan, pendidikan dan lainnya dianggap sebagai prioritas kedua. Pemilih jenis ini sangat mudah dimobilisasi selama masa kampanye, pemilih jenis ini memiliki loyalitas yang sangat tinggi. Mereka menganggap apa saja yang dikatakan oleh seorang kontestan pemilu atau partai politik yang merupakan kebenaran yang tidak bisa ditawar lagi.
4) Pemilih Skeptis
Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi ideologi yang cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau kontestan pemilu,pemilih ini juga tidak menjadikan sebuah kebijakan menjadi suatu hal yang penting. Kalaupun mereka berpartisipasi dalam pemilu, biasanya mereka melakukannya secara acak atau random. Mereka berkeyakinan bahwa siapapun yang menjadi pemenang dalam pemilu, hasilnya sama saja tidak ada perubahan yang berarti yang dapat terjadi bagi kondisi daerah atau negara ini.
(33)
Setelah melihat beberapa jenis pemilih, para kotestan pemilu nanti harus bisa memahami segala jenis pemilih dan berusaha merebut suara pemilih tersebut, yaitu tentunya melalui kampanye. Karena dengan memmahami jenis pemilih yang ada, kemungkinan untuk memenangkan pemilu menjadi semakin kuat. Mereka harus mampu meraih suara dari setiap jenis pemilih yang ada. Untuk itu mereka pada umumnya dukungan dari tokoh-tokoh ataupun hal-hal yang membuat setiap jenis pemilih di atas mau mendukung mereka dalam pemilu ataupun pilkada nanti.
G.2. Partisipasi Politik
Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Partisipasi merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam kegiatan – kegiatan politik baik yang bersifat aktif maupun pasif dan bersifat langsung maupun yang bersifat tidak langsung guna mempengaruhi kebijakan pemerintah.Wahyudi Kumorotomo mengatakan, ”Partisipasi adalah berbagai corak tindakan massa maupun individual yang memperlihatkan adanya hubungan timbal balik antara pemerintah dan warganya”17
Lebih jauh dia mengingatkan bahwa secara umum corak partisipasi warga negara dibedakan menjadi empat macam, yaitu: pertama, partisipasi dalam pemilihan (electoral participation),kedua, partisipasi kelompok (group participation),ketiga, kontak antara warga negara dengan warga pemerintah (citizen government contacting) dan keempat, partipasi warga negara secara langsung.
.
17
(34)
Menurut Samuel P. Hutington dan Joan Nelson dalam No Easy Choice : Politica participation in developing : ”Partisipasi adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa bersifat pribadi-pribadi atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.”18
Sedangkan Ramlan Surbakti mendefinisikan, partisipasi politik adalah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintah.19
Dengan demikian, pengertian Hutington dan Nelson dibatasi beberapa hal, yaitu: pertama, Hutington dan Nelson mengartikan partisipasi politik hanyalah mencakup kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Dalam hal ini, mereka tidak memasukkan komponen-komponen subjektif seperti pengetahuan tentang poiltik, keefektifan politik, tetapi yang lebih ditekankan adalah bagaimana berbagai sikap dan perasaan tersebut berkaitan dengan bentuk tindakan politik. Kedua, yang dimaksud dengan partisipasi politik adalah warga negara biasa, bukan pejabat-pejabat pemerintah.
Hal ini didasarkan pada pejabat-pejabat yang mempunyai pekerjaan profesional di bidang itu, padahal justru kajian ini pada warga negara biasa. Ketiga, kegiatan politik adaalah kegiatan yang dimaksud untuk mempengaruhi keputusan pemerintah. Kegiatan yang dimaksudkan misalnya membujuk atau menekan pejabat pemerintah untuk bertindak dengan cara-cara tertentu untuk 18
Samuel P Hutington dan Joan M. Nelson.2007. No easy choice : Political Participation In Developing. Countries (cambridge, mass : harvard universiry press 2007). Hal 3, dalam Miriam Budiarjo.
19
(35)
menggagalkan keputusan, bahkan dengan cara mengubah aspek- aspek sistem politik. Dengan itu protes-protes, demonstrasi, kekerasan bahkan bentuk kekerasan pembrontak untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah dapat disebut sebagai partisipasi politik. Keempat, partisipasi juga mencakup semua kegiatan yang mempengaruhi pemerintah, terlepas tindakan itu efektif atau tidak, berhasil atau gagal. Kelima, partisipasi politik dilakukan langsung atau tidak langsung, artinya langsung oleh pelakunya sendiri tanpa menggunakan, tetapi ada pula yang tidak langsung melalui orang-orang yang dianggap dapat menyalurkan kepemerintah.
Perilaku politik seseorang dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik yang dilakukannya. Bentuk partisipasi politik dilihat dari segi kegiatan dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Partisipasi aktif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi masukan dan keluaran suatu sistem politk. Misalnya, kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak, dan ikut serta dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan.
b. Partisipasi Pasif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi keluaran suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan mentaati peraturan/perintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah.20
20
Sudijono Sastroadmojo.2005. Perilaku politik. UNS Semarang Press.hal. 74.
(36)
Selain kedua bentuk partisipasi diatas tetapi ada sekelompok orang yang menganggap masyarakat dan sistem politik yang ada dinilai telah menyimpang dari apa yang dicita-citakan sehingga tidak ikut serta dalam politik. orang-orang yang tidak ikut dalam politik mendapat beberapa julukan, seperti apatis, sinisme, alienasi, dan anomie.
1. Apatis (masa bodoh) dapat diartikan sebagai tidak punya minat atau tidak punya perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala.
2. Sinisme menurut Agger diartikan sebagai “kecurigaan yang busuk dari manusia”, dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan yang kotor, tidak dapat dipercaya, dan menganggap partisipasi politik dalam bentuk apapun sia-sia dan tidak ada hasilnya.
3. Alienasi menurut Lane sebagai perasaan keterasingan seseorang dari politik dan pemerintahan masyarakat dan kecendrungannya berpikir mengenai pemerintahan dan politik bangsa yang dilakukan oleh orang lain untuk orang lain tidak adil.
4. Anomie, yang oleh Lane diungkapkan sebagai suatu perasaan kehidupan nilai dan ketiadaan awal dengan kondisi seorang individu mengalami perasaan ketidakefektifan dan bahwa para penguasa bersikap tidak peduli yang mengakibatkan devaluasi dari tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi untuk bertindak.21
Menurut Rosenberg ada 3 alasan mengapa orang enggan sekali berpartisipasi politik
22
21
Michael rush dan althof.2009. pengantar sosiologi politik.PT Rajawali. Jakarta. hal.131.
:
22 Ibid.
(37)
Pertama bahwa individu memandang aktivitas politik merupakan ancaman terhadap beberapa aspek kehidupannya. Ia beranggapan bahwa mengikuti kegiatan politik dapat merusak hubungan sosial, dengan lawannya dan dengan pekerjaannya karena kedekatannya dengan partai-partai politik tertentu. Kedua, bahwa konsekuensi yang ditanggung dari suatu aktifitas politik mereka sebagai pekerjaan sia-sia. Mungkin disini individu merasa adanya jurang pemisah antara cita-citanya dengan realitas politik. Karena jurang pemisah begitu besarnya sehingga dianggap tiada lagi aktifitas politik yang kiranya dapat menjembatani. Ketiga, beranggapan bahwa memacu diri untuk tidak terlibat atau sebagai perangsang politik adalah sebagai faktor yang sangat penting untuk mendorong aktifitas politik. Maka dengan tidak adanya perangsang politik yang sedemikian, hal itu membuat atau mendorong kearah perasaan yang semakin besar bagi dorongan apati. Disini individu merasa bahwa kegiatan bidang politik diterima sebagai yang bersifat pribadi sekali daripada sifat politiknya. Dan dalam hubungan ini, individu merasa bahwa kegiatan-kegiatan politik tidak dirasakan secara langsung menyajikan kepuasan yang relatif kecil.
Dengan demikian partisipasi politik diterima sebagai suatu hal yang sama sekali tidak dapat dianggap sebagai suatu hal yang sama sekali tidak dapat dianggap sebagai suatu yang dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan kebutuhan material individu itu.
Partisipasi politik merupakan bentuk tingkah laku, baik menyangkut aspek sosial maupun aspek politik. Tindakan-tindakan aktivitas politik tidak hanya
(38)
menyangkut apa yang telah dilakukan saja, tetapi juga menyangkut hal-hal yang mendorong individu untuk berpartisipasi.
Menurut Max Weber, ada beberapa jenis motivasi Seseorang melakukan aktivitas politik23
a. Motif yang rasional .
Motif ini merupakan motif yang mendorong tingkah laku untuk beraktivitas atas dasar pertimbangan logis dan rasional terdapat suatu kelompok. Hal ini berarti tindakan seseorang dalam aktivitas politik telah didukung oleh penilaian-penilaian objektif terhadap suatu kelompok tertentu. Artinya, bukan berarti motif ini terlepas dari unsur-unsur subjektif, tetapi seorang individu telah dibekali cara-cara rasional, melalui pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan menentukan pilihan sikapnya atau dalam menilai organisasi sosial tertentu.
b. Motif yang efektual-emosional
Motif ini didasarkan atas kebencian tertentu yang melekat pada individu dalam menilai gagasan, organisasi atau individu lainnya. Dorongan ini pula membentuk katidaksamaan terhadap suatu kelompok yang kemudian dalam bentuknya yang konkrit menjadi bentuk apatisme politik.
c. Motif yang tradisional
Motif ini didasarkan atas penerimaan norma tingkah laku individu dalam suatu kelompok sosial. Yang menyebabkan individu tersebut mau bergabung dengan partisipasi dalam kelompok sosial tersebut.
23
(39)
d. Motif rasional – bertujuan
Motif ini didasarkan atas pertimbangan keuntungan pribadi. Bila aktifitas tersebut tidak memberikan keuntungan apa-apa padanya, ia tidak akan ikut serta, demikian juga sebaliknya.
G.3. Kampanye
Menurut Kotler dan Roberto (1989), kampanye adalah sebuah upaya yang dikelola oleh satu kelompok (agen perubahan) yang ditunjuk untuk memersuasi target sasaran agar bisa menerima, memodifikasi dan membuang ide, sikap dan perilaku tertentu. Dalam studi perencanaan komunikasi dikenal beberapa langkah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kampanye. Assifi dan French (1982) menyusun delapan langkah yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan kampanye, yakni: (1) menganalisis masalah; (2) menganalisis khalayak; (3) merumuskan tujuan; (4) memilih media; (5) mengembangkan pesan; (6) merencanakan produksi media; (7) merencanakan manajemen program; (8) monitoring dan evaluasi.24
Dalam konteks antar partai ada tiga tujuan kampanye. Pertama, ada upaya untuk membangkitkan kesetiaan alami para pengikut suatu partai dan agar mereka memilih sesuai dengan kesetiaan itu; kedua, ada kegiatan untuk menjajaki warga negara yang terikat pada partai dan, menurut istilah Keneth Burke untukk menciptakan pengidentifikasi diantara golongan independen; ketiga, ada kampanye yang ditujukan pada oposisi, bukan dirancang untuk mengalihkan kepercayaan dan nilai anggota partai, melainkan untuk meyakinkan rakyat bahwa
24
(40)
keadaan akan lebih baik jika dalam kampanye ini mereka memilih dari partai lain.25
• Jenis-Jenis Kampanye
Menurut Charles U. Larson, kampanye dibagi dalam tiga kategori, yakni:26
1) Product-oriented campaigns (commercials campaigns atau corporate campaign) atau kampanye yang berorientasi pada produk umumnya terjadi dilingkungan bisnis. Motivasi yang mendasarinya adalah memperoleh keuntungan finansial. Cara yang ditempuh adalah dengan memperkenalkan produk dan melipatgandakan penjualan sehingga diperoleh keuntungan yang diharapkan.
2) Candidate-oeriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. Karena itu jenis kampanye ini dapat pula disebut sebagai political campaigns (kampanye politik). Tujuannya adalah antara lain untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat yang diajukan partai politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan politik yang diperebutkan lewat proses pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah. 3) Ideologically or cause oriented campaigns adalah jenis kampanye yang
berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi perubahan sosial.
25
Dan Nimmo. 1989. Komunikasi Politik. Bandung: Remadja Karya. Hal. 219. 26
(41)
• Media Kampanye
Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentiann Kepala Daerah telah dilakukan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara. Jadwal kampanye ditetapkan oleh KPUD dengan memperhatikan usul dari pasangan calon.
Dalam kampanye, pasangan calon wajib menyampaikan visi, misi, dan program secara lisan maupun tertulis. Rakyat mempunyai kebebasan untuk menghadiri atau tidak menghadiri kampanye.
Menurut Pasal 56 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah, kampanye dapat dilakukan melalui:27
a. Pertemuan terbatas; b. Tatap muka dan dialog;
c. Penyebaran melalui media cetak dan media elektronik; d. Penyiaran melalui radio dan televisi;
e. Penyebaran bahan kampanye kepada umum; f. Pemasangan alat peraga ditempat umum; g. Rapat umum;
h. Debat publik/debat terbuka antarcalon;
i. Kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
27
Daniel S. Salossa.2005. Mekanisme, Persyaratan, dan Tata Cara Pilkada Langsung Menurut Undang-Undang No. 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah. Yogyakarta: Media Pressindo. Hal. 55.
(42)
G.4. Partai Politik
Bagi suatu negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi maupun yang sedang membangun proses demokratisasi, partai politik menjadi sarana demokrasi yang bisa berperan sebagai penghubung antara rakyat dan pemerintahan. Pembentukan partai politik berdasarkan atas prinsip-prinsip demokrasi, yakni pemerintahan yang dipimpin oleh mayoritas melalui pemilihan umum. Untuk menciptakan pemerintahan yang mayoritas, diperlukan partai-partai yang dapat digunakan sebagai kendaraan politik untuk ikut dalam pemilihan umum. Melalui partai politik rakyat berhak menentukan; siapa yang akan menjadi wakil mereka serta siapa yang akan menjadi pemimpin yang menentukan kebijakan umum (public policy).28
• Fungsi Partai Politik
Ada beberapa fungsi partai politik yang terdapat di negara demokrasi, yaitu:29
1) Sebagai Sarana Komunikasi Politik
Dalam menjalankan fungsi ini partai politik sering disebut sebagai perantara (broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas). Kadang-kadang juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintahan bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi warga masyarakat sebagai “pengeras suara”.
Menurut Sigmund Neumann dalam hubungannya dengan komunikasi politik, partai politik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga pemerintahan yang resmi
28
Hafied Cangara. 2009.Komunikasi Politik. Jakarta: Rajawali Press. Hal. 207. 29
(43)
dan yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas
Di mayarakat yang luas dan kompleks, banyak ragam pendapat dan aspirasi yang berkembang. Pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan penggabungan kepentingan (interest aggregation). Sesudah digabungkan, pendapat dan aspirasi tadi diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang lebih teratur atau dinamakan perumusan kepentingan (interest articulation).
Partai politik juga berfungsi memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus informasi dan dialog dua arah, dari atas kebawah dan dari bawah keatas. Dalam pada itu, partai politik memainkan peran sebagai penghubung antara yang memerintah dan yang diperintah. Peran partai sebgai jembatan sangat penting, karena disatu pihak kebijakan pemerintah perlu dijelaskan pada semua kelompok masyarakat, dan dilain pihak pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat.
2) Sebagai Sarana Sosialisasi Politik
Dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Ia adalah bagian dari proses yang menentukan sikap politik seseorang, misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi, hak dan kewajiban. Sebagai
(44)
sarana sosialisasi politik, partai politik melaksanakan fungsinya melalui berbagai cara. Yaitu : media massa, ceramah-ceramah,penerangan, kursus kader, penataran, dan sebagainya.
Sisi lain dari fungsi sosialisasi partai adalah upaya menciptakan citra
(image) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum, ini penting jika dikaitkan dengan tujuan partai untuk menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum. Karena itu partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin, dan partai berkepentingan agar para pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat dengan partainya.
3) Sebagai Sarana Rekrutmen Politik
Fungsi ini berkaitan erat dengan masalah seleksi kepemimpinan,baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Untuk kepentingan internalnya, setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas, karena hanya dengan kader yang demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik,partai tidak akan sulit menentukan pemimpinnya sendiri dan mempunyai peluang untuk mengajukan calon untuk masuk ke bursa kepemimpinan nasional.
Selain tingkatan seperti itu partai politik juga berkepentingan memperluas atau memperbanyak keanggotaan. Maka ia pun berusaha menarik sebanyak-banyaknya orang untuk menjadi anggotanya. Dengan didirikannya orrganisasi-organisasi massa (sebagai onderbouw) yang melibatkan golongan-golongan buruh, petani, mahasiswa,wanita dan sebagainya, kesempatan untuk berpartisipasi
(45)
diperluas. Rekrutmen politik menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, sekaligus merupakan salah satu cara untuk menjaring dan melatih calon-calon pemimpin. Ada beberapa cara untuk melakukan rekrutmen politik, yaitu melalui kontak pribadi, persuasi ataupun cara-cara lain.
4) Sebagai Sarana Pengatur Konflik
Menurut Arend Liphart (1968) perbedaan-perbedaan atau perpecahan di tingkat massa bahwa dapat diatasi oleh kerjasama diantara elite-elite politik. Pada masyarakat yang bersifat heterogen,baik dari segi etnis (suku bangsa), sosial-ekonomi, maupun agama setiap perbedaan tersebut menyimpan potensi konflik. Apabila keanekaragaman itu terjadi di negara yang menganut paham demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dianggap hal yang wajar dan mendapat tempat. Akan tetapi didalam negara yang heterogen sifatnya, potensi pertetangan lebih besar dan dengan mudah mengundang konflik.
Disini peran partai politik diperlukan untuk membantu mengatasinya, atau sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin,elite partai dapat menumbuhkan pengertian diantara mereka dan bersamaan dengan itu juga meyakinkan pendukungnya.
G.5. Pemilihan Kepala Daerah Langsung
Pemilihan kepala daerah langsung (pilkada langsung) juga merupakan jalan keluar terbaik untuk mencairkan kebekuan demokrasi. Kekuatan pilkada langsung terletak pada pembentukan dan implikasi legitimasi tersendiri sehingga harus dipilih sendiri oleh rakyat. Mereka juga wajib bertanggung jawab kepada rakyat. Dengan pemilihan terpisah dari DPRD, kepala daerah memiliki kekuatan
(46)
yang seimbang dengan DPRD sehingga mekanisme check and balances niscaya akan bekerja. Kepala daerah dituntut mengoptimalkan fungsi pemerintahan daerah
(protective, public service, development).
Pilkada langsung tidak dengan sendirinya menjamin (taken for granted) peningkatan kualitas demokrasi itu sendiri tetapi jelas membuka akses terhadap peningkatan kualitas demokrasi tersebut. Akses itu berarti berfungsinya mekanisme check and balances. Dimensi check and balances meliputi hubungan kepala daerah dengan rakyat; DPRD dengan rakyat; kepala daerah dengan DPRD; DPRD dengan kepala daerah tetapi juga kepala daerah dan DPRD dengan lembaga yudikatif dan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat.30
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati untuk Kabupaten, serta Wakikota dan Wakil Walikota untuk Kota.
Pemilihan kepala daerah langsung merupakan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh masyarakat yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil melalui pemungutan suara. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka pengembangan kehidupan demokratis, keadilan, pemerataan, kesejahteraan masyarakat, memelihara hubungan yang serasi antara Pemerintah dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga keutuhan Neraga Kesatuan Republik Indonesia.31
30
Joko. J. Prihatmoko. Mendemokratisasikan Pemilu. Semarang: Pustaka Belajar. Hal. 164-165. 31
Dikutip dari Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
(47)
Sistem dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung
David Easton menyatakan bahwa suatu sistem selalu memiliki sekurangnya tiga sifat. Ketiga sifat itu adalah (1) terdiri dari banyak bagian-bagian; (2) bagian-bagian itu saling berinteraksi dan saling tergantung; dan (3) mempunyai perbatasan (boundaries) yang memisahkannya dari lingkungannya yang juga terdiri dari sistem-sistem lain.32
Sebagai suatu sistem, sistem pilkada langsung mempunyai bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder (secondary system) atau sub-sub sistem
(subsystems). Bagian-bagian tersebut adalah electoral regulation, electroral process, dan electoral law enforcement. Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pilkada langsung yang berlaku, bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masing-masing. Electoral process dimaksudkan seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pilkada yang merujuk kepada ketentuan perundang-undangan baik yang bersifat legal maupun teknikal. Electoral law enforcement yaitu penegakan hukum terhadap aturan-aturan pilkada baik politis, administratif atau pidana. Ketiga bagian pilkada langsung tersebut sangat menentukan sejauh mana kapasitas sistem dapat menjembatani pecapaian tujuan dari proses awalnya. Masing-masing bagian tidak dapat dipisah-pisahkan karena merupakan suatu kesatuan utuh yang komplementer.
Sistem pemilihan adalah suatu mekanisme atau tatacara untuk menentukan pasangan calon yang berhak menduduki jabatan kepala daerah/wakil
32
Mohtar Mas’oed & Colin Mac Andrews. 2008. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. xii.
(48)
kepala daerah. Kualitas kompetisi dalam pilkada langsung dapat dilihat dari sistem pemilihan yang digunakan. Ada lima sistem dalam pemilihan kepala daerah langsung, yaitu:33
a. First Past The Post System
Sistem first past the post ini dikenal sebagai sistem yang sederhana dan efisien. Calon kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak otomatis memenangkan pilkada dan menduduki kursi Kepala Daerah. Karenanya sistem ini dikenal juga dengan sistem mayoritas sederhana (simple majority).
Konsekuensinya, calon Kepala Daerah dapat memenangkan pilkada walaupun hanya meraih kurang dari separoh suara jumlah pemilih sehingga legitimasinya sering dipersoalkan.
b. Preferantial Voting System atau Aprroval Voting System
Cara kerja sistem preferential voting atau approval voting adalah pemilih memberikan peringkat pertama, kedua ketiga dan seterusnya terhadap calon-calon Kepala Daerah yang ada pada saat pemilihan. Seorang calon akan otomatis memenangkan pilkada langsung dan terpilih menjadi kepala daerah jika perolehan suaranya mencapai peringkat pertama terbesar. Sistem ini dikenal sebagai mengakomodasi sistem mayoritas sederhana (simple majority) namun dapat membingungkan proses penghitungan suara di setiap tempat pemungutan suara (TPS) sehingga perhitungan suara ditempat pemungutan suara mungkin harus dilakukan secara terpusat.
33
(49)
c. Two Round System atau Run-off System
Cara kerja sistem two round ini pemilihan dilakukan dengan dua putaran
(run off) dengan catatan jika tidak ada calon yang memperoleh mayoritas absolut (lebih dari 50 persen) dari keseluruhan suara dalam pemilihan putaran pertama. Dua pasangan calon Kepala Daerah dengan perolehan suara terbanyak harus melalui putaran kedua beberapa waktu setelah pemilihan putaran pertama. Lazimnya,jumlah suara minimum yang harus diperoleh para calon pada pemilihan putaran pertama agar dapat ikut dalam pemilihan putaran kedua bervariasi, dari 20 persen sampai 30 persen. Sistem ini paling popular di negara-negara demokrasi presidensial.
d. Sistem Electoral College
Cara sistem electoral college adalah setiap daerah pemilihan (kecamatan, dan gabungan kecamatan untuk bupati/ walikota; kabupaten/ kota dan gabungan kabupaten/kota untuk gubernur) diberi alokasi atau bobot suara Dewan Pemilih
(Eletoral College) sesuai dengan jumlah penduduk. Setelah pilkada, keseluruhan jumlah suara yang diperoleh tiap calon disetiap daerah pemilihan dihitung. Pemenang disetiap daerah pemilihan berhak memperoleh keseluruhan suara Dewan Pemilih di daerah pemilihan yang bersangkutan. Calon yang memperoleh suara Dewan Pemilih terbesar akan memenangkan pilkada langsung. Umumnya, calon yang berhasil memenangkan suara didaerah-daerah pemilihan dengan jumlah penduduk padat terpilih menjadi kepala daerah.
(50)
H. Metodologi Penelitian H.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang bersifat memberikan gambaran secara sistematis mengenai masalah yang terjadi berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam usaha-usaha menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
H.2. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara . Karena lokasinya sangat strategis, karena di daerah lokasi tersebut banyak penduduk yang tidak menggunakan hak pilihnya, hal inilah yang menarik perhatian peneliti untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat yang ada di kecamatan tersebut tidak mempergunakan hak pilihnya dan hal ini salah satu faktor yang menarik peneliti untuk melakukan penelitian di lokasi tersebut.
H.3.Populasi dan Sampel H.3.1. Populasi
Populasi berasal dari kata bahasa inggris yaitu “population” yang berarti jumlah penduduk. Populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuhan, udara, gejala nilai, peristiwa,sikap hidup dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian.34
34
(51)
Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat Kecamatan Bandar yang terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013. Jadi untuk mencari masyarakat yang golput yaitu dengan cara , Jumlah DPT(Daftar Pemilih Tetap) - Jumlah pemilih yang hadir, yaitu: 52.984 - 22.282 = 30.702. Jadi masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih nya pada pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala Dearah Tahun 20013 adalah sebanyak 30.702 orang.
H.3.2. Sampel
Sampel merupakan bagian kecil dari populasi yang menjadi contoh ataupun yang dapat mewakili keseluruhan populasi. Dalam menentukan jumlah sampel dapat digunakan rumus Taro Yamane. Dengan presisi 10%, yakni:
N n =
N(d)2 + 1 Dimana :
n : Jumlah sampel N : Jumlah Populasi
d : Presisi 10%(0,1) dengan derajat kepercayaan 90%
Berdasarkan data yang di peroleh oleh dari Kecamatan Bandar . bahwa jumlah golongan putih (Golput) pada pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2013 di Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun adalah sebanyak 30.702 orang . Maka dengan menggunakan rumus taro Yamane dapatlah jumlah sampel yang di gunakan dalam penelitian sebanyak:
(52)
30.03 n =
30.03 (10%)2 + 1 30.03
n =
30.03 (0,1)2 + 1 30.03
n =
31.03
n = 96.77 (97 orang responden)
Penelitian ini Mengambil sampel sebanyak 97 orang dari total populasi , data tersebut dapat di lihat dari penjelasan diatas maka disimpulkan data sebanyak 97 orang Responden . Penarikan sampel dilakukan secara stratified sampling, yaitu penarikan sampel sampai jumlah sampel mencapai 97 orang Yaitu dengan Cara , Data golput keseluruhan Dibagi Data golput dari setiap Desa dan di kali jumlah responden maka dapatlah hasil sampel dari setiap desa. Yaitu sebagai berikut:
Desa pematang kerasaan = 97
03 . 30
1773
x = 6 orang
Desa Pematang Kerasaan Rejo = 97
03 . 30
2076
x = 7 orang
Desa Marihat Bandar = 97
03 . 30
2692
x = 8 orang
Desa Timbaan = 97
03 . 30
1087
x = 3 orang
Desa Nagori Bandar = 97
03 . 30 1762
x = 6 orang
Desa Bandar Rakyat = 97
03 . 30
854
(53)
Desa Bandar Pulo = 97 03 . 30 1061
x = 3 orang
Desa Bandar Jawa = 97
03 . 30 1895
x = 6 orang
Desa Perdagangan I = 97
03 . 30
4509
x = 15 orang
Desa Perdagangan III = 97
03 . 30
3757
x = 12 orang
Desa Bahlias = 97
03 . 30
634
x = 2 orang
Desa Sugaran Bayu = 97
03 . 30 1390
x = 4 orang
Desa Perdagangan II = 97
03 . 30
2437
x = 8 orang
Desa Perlanaan = 97
03 . 30
2697
x = 9 orang
Desa Sidotani = 97
03 . 30
2078
x = 6 orang
Setelah peneliti mendapat jumlah sampel dari setiap desa, lalu peneliti menggunakan tekhnik pengambilan data secara Simple Random Sampling, yaitu dengan cara mengundi semua nama-nama responden yang tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan tersebut, cara pengundian data dilakukan sampai lima belas kali sesuai dari daftar sampel masing – masing desa tersebut , yang mana data responden yang akan menjadi sampel atau nama-nama responden yang akan menjadi sampel sudah di peroleh sebelumnya oleh peneliti. jadi cara yang di gunakan untuk menentukan siapa yang akan menjadi responden tersebut adalah dengan cara mengundi nama-nama responden yang ada. peneliti
(54)
mengambil 50 sampel dari setiap desa, lalu peneliti mengundi sampel tersebut dengan cara mengambil beberapa nama - nama responden yang akan menjadi sampel sesuai dengan ketentuan yang telah di tentukan dari 50 jumlah sampel yang ada, itu di lakukan sebanyak 15 kali hingga jumlah sampel menjadi 97 responden dari jumlah keseluruhan masyarakat yang ada di Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun yang tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tahun 2013. Setelah peneliti mendapat siapa-siapa saja nama - nama responden yang akan di wawancari dan yang akan menjadi sampel , barulah peneliti memulai penelitian tersebut kesetiap desa.
H.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pertama-tama peneliti mengumpulkan teori-teori dalam kepustakaan, kemudian mengumpulkan data dari lapangan dan selanjutnya membuat tabulasi data maupun pengelolaan data yang diperoleh dari lapangan dan selanjutnya membuat tabulasi data maupun pengelolaan data yang diperoleh dari lapangan serta melakukan analisa data dan akhirnya menarik kesimpulan. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden secara langsung dari responden yang terpilih pada lokasi penelitian. Data primer diperoleh dengan memberikan daftar pertanyaan ataupun kuesioner yag dibagikan kepada masyarakat Kecamatan Bandar. Dalam hal ini peneliti turun kelapangan mencari responden untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku pemilih
(55)
masyarakat tentang pemilihan kepala daerah dan Wakil kepala daerah Sumatera Utara tahun 2013.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder. Sumber data sekunder dapat membantu member keterangan, atau data pelengkap sebagai bahan pembanding. Ada dua kategori data sekunder, yakni:
• Internal data, yaitu tersedia tertulis pada data sekunder, seperti buku, jurnal, internet dan laporan hasil riset sebelumnya.
• Eksternal data, seperti data sensus dan data register, serta data yang diperoleh dari badan atau lembaga yang aktifitasnya mengumpulkan data atau keterangan yang relevan dengan berbagai masalah35
H.5. Teknik Analisa Data
.
Teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, sehingga nantinya peneliti dapat mendeskripsikan informasi dan data yang diperoleh dari penelitian. Data yang dikumpulkan dari hasil kuesioner dan wawancara yang kemudian ditabulasikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dianalisa maka akan ditarik kesimpulan dari hasil penelitian yang telah diberlakukan.
35
(56)
I. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini akan dijabarkan dalam tiga bab penyajian data dan satu bab sebagai penutup.
BAB I : PENDAHALUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II :PROFIL KECAMATAN BANDAR & PILKADA
SUMETARA UTARA 2013
Pada Bab kedua merupakan deskripsi penelitian berisikan gambaran umum tentang lokasi penelitian serta profil calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara 2013 dan profil calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sumatera utara 2013.
BAB III :FAKTOR–FAKTOR MASYARAKAT TIDAK
MENGGUNAKAN HAK PILIHNYA PADA PILKADA 2013
Bab ini memuat tentang penyajian data dan analisis data.Data yang di peroleh dari penelitian yang di lakukan dan juga menyajikan pembahasan dan analisis dari data dan fakta yang ada.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini akan berisi beberapa kesimpulan dan saran berdasarkan penelitian yang dilakukan.
(57)
BAB II
PROFIL KECAMATAN & PILKADA SUMATERA UTARA 2013 A.Sejarah Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun
Berdasarkan sejarah bahwa ibu kota kerajaan Nagur atau kerajaan Simalungun dahulu pernah terletak di tepi sungai Bah Bolon yaitu sekitar Kota Perdagangan Sekarang. Ibu kota atau istana kerajaan Nagur berada di kerajaan kebun Pandan. Kebun Pandan yang luas pada saat itu ialah Perlanaan yang menjadi salah satu Nagori Kecamatan Bandar
Perdagangan sebagai ibu kota Kecamatan Bandar dalam bahasa Simalungun mengandung arti adalah tempat persinggahan . Karena dahulu banyak orang datang dan singgah ke ibu kota Perdagangan
Seiring dengan dinamika pembangunan, kecamatan ini mengalami beberapa kali pemekaran sehingga wilayah ini bias lebih maju. Kesempatan itu terbuka dengan dinominasikanya Kecamatan Bandar dalam lomba Kecamatan yang terbaik tingkat Propinsi Sumatera UtaraTahun 2009, Sesuai dengan visi Kecamatan Bandar. Pada zaman dahulu Kecamatan Bandar merupakan kawasan hutan belantara yang belum pernah di jamah manusia. Dikabupaten Simalungun sendiri sudah ada empat kerajaan yang di gelar dengan sebutan menurut bahasa Simalungun,keempat kerajaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kerajaan Siantar. 2. Kerajaan Tanah Jawa. 3. Kerajaan Pane.
(1)
DAFTAR PUSTAKA Buku
Antar Venus.Manajemen Kampanye.Bnadung:Simbiosa Rakatama Media.2004. Asfar ,Muhammad.Pemilu Dan Perilaku Pemilih 1955-2004. Jakarta: Pustaka
Eureka.2006
Budiardjo,mirriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Pustaka Utama.2009.
Burgin,Burhan .Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga University Press.2001.
Cangara,Hafied.Komunikasi Politik.Jakarta: Rajawali Press.2009.
Firmansyah.Marketing Politik,Antara Pemahaman Dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.2007.
Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar.2009.Metodologi Penelitian Sosial .Jakarta.Bumi Aksara.
Irtanto. Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.1997.
M. Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.1988.
Moeleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Karya.1990.
Mohtar Mas’oed & Colin Mac Andres. Perbandingan Sistem Politik . Yogyakarta: Gajah Mada University Press.2008.
Mulgan,Geoff. Politik Dalam Sebuah Era Anti Politik.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1995.
Nimmo,Dan. Komunikasi Politik,Bandung:Remadja Karya.1989.
(2)
Prihatmoko,Joko.Pemilihan Kepala Daerah Langsung .Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2005.
Rochajat Harun & Sumarno.Komunikasi politik Sebagai Suatu Penghantar Bandung: Mandar Maju.2006.
Siagian,Matias .Metode Penelitian Sosial.Medan: Grasindo Monoratama 2011. Salossa,Daniel.Mekanisme,persyaratan,Dan Tata Cara Pilkada Langsung
Menurut Undang-Undang No.32/2004 Tentang Pemerintah Daerah Yogyakarta : Media Pressindo.2005.
Sanit,Arbi.Partai , Pemilu Dan Demokrasi .Yogyakarta : Pustaka Pelajar .1997 Syahrial Syarbaini,Dkk.Sosiologi Dan Politik.Bogor :Ghalia Indonesia.2004.
Undang-Undang
Undang-Undang No .32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
PP No.6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan,Pengesahan,pengangkatan,Dan pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia No.10 Tahun 2008 Pasal 19. Sumber
KPU Simalungun Kantor Camat Bandar
Internet
(3)
KUESIONER I. Kata Pengantar Dengan Hormat,
Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir atau skripsi yang sedang saya lakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP – USU), maka saya melakukan penelitian dengan judul “Faktor -Faktor Masyarakat Tidak Menggunakan Hak Pilihnya Pada Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus: Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungu)
Adapun salah satu cara untuk mendapatkan data adalah dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Untuk itu, saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu dan Saudara sekalian untuk mengisi kuesioner ini sebagai data yang akan dipergunakan dalam penelitian. Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.
Peneliti,
( Elka lindawati Saragi )
II. Petunjuk Pengisian
• Kuesioner ini semata-mata untuk keperluan akademis, mohon dijawab dengan jujur.
• Bacalah dan jawablah semua pertanyaan dengan teliti tanpa ada yang terlewatkan.
• Berilah tanda (X) pada jawaban yang menurut anda tepat.
I. Identitas Responden
1. Usia : ……. Tahun
2. Jenis Kelamin : a. Perempuan b. laki-laki 3. Etnis/Suku : ……..
(4)
b. Kristen c. Katolik d. Hindu e. Budha 5. Pendapatan Perbulan :
a. < Rp. 500.000,-
b. Rp. 500.000 – 1.000.000 c. Rp. 1.000.000 – 3.000.000 d. > Rp. 3.000.0000
6. Pekerjaan Utama :
a. Pegawai Negeri Sipil b. Pegawai Swasta c. Buruh
d. Pelajar
e. Lain-lain………. 7. Pendidikan Terakhir :
a. SD/Sederajat b. SMP/Sedeajat c. SLTA/Ssederajat d. Diploma (D1, D2, D3) e. Sarjana (S1, S2, S3)
II. Pertanyaan
1. Apakah anda terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara (PILGUBSU) 2013?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah anda menggunakan hak pilih anda pada pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sumatera utara tahun 20013?
a. ada b. tidak
3. Apakah anda anggota partai politik? a. Ya
b. Tidak(langsung kepertanyaan no.5) Jika ya ,sebutkan:……….
4. Apakah partai politik yang anda dukung adalah salah satu calon Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah sumatera Utara tahun 2013?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah partai politik sudah melakukan recruitment politik yang baik dalam menentukan calon Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah sumatera utara tahun 2013?
(5)
b. belum c. tidak tahu
6. Apakah anda mengetahui siapa calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013?
a. Ya b.Tidak
7. Apakah anda mempunyai hubungan dengan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumatera utara?
a. Ya b. Tidak
Jika ya , sebutkan:………
8. Apakah calon Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah sumatera utara tahun 2013 sudah melakukan komunikasi politik yang baik kepada masyarakat?
a. Sudah b. Belum c.Tidak tahu
9. Apakah anda pernah mengikuti kampanye calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sumatera utara tahun 2013?
a.Ya b.Tidak
10.Apakah anda mengetahui Visi dan misi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sumatera utaraTahun 2013?
a. Ya b. Tidak
11.Apakah anda percaya bahwa pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik?
a. percaya b. tidak percaya
12.Apakah anda merasa calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sumatera utara tahun 2013 sudah memperjuangkan kepentingan umum?
a. Sudah b. Belum c.Tidak tahu
13.Apakah calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menggunakan politik uang agar anda mereka memilih mereka?
a. Ada b. Tidak ada
14. Apakah anda percaya bahwa pemerintah dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik?
a.Percaya
b.Kurang percaya c. Tidak percaya
15. Apakah pemerintah sudah melakukan sosialisasi politik terhadap masyarakat ? a.Sudah
(6)
b.Belum c.Tidak tahu
16. Apakah anda mempercayai dan merasa perlu untuk mengikuti pemilihan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sumatera utara tahun 2013?
a.Perlu b.Tidak perlu
17.Adakah pihak keluarga yang mempengaruhi anda tidak menggunakan hak pilih?
a.Ada b.Tidak ada
18. Apakah isu suku,Ras,dan Agama dari calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2013 mempengaruhi anda tidak menggunakan hak pilih?
a.Sangat mempengaruhi b.Mempengaruhi c.Tidak mempengaruhi
19. Apakah tingkat perekonomian anda ,mempengaruhi anda tidak menggunakan hak pilih ?
a.Sangat mempengaruhi b.Mempengaruhi c.Tidak mempengaruhi
20. Mengapa anda tidak menggunakan hak pilih anda pada pemilihan calon Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013?
a.Tidak percaya dengan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah b.Lebih mementingkan urusan pekerjaan