Perilaku Pemilih Masyarakat Perkebunan Pt.Pp London Sumatera Desa Batu Lokong Kecamatan Galan Kabupaten Deli Serdang Pada Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

(1)

Skripsi

PERILAKU PEMILIH MASYARAKAT PERKEBUNAN

PT. PP LONDON SUMATERA DI DESA BATU

LOKONG KECAMATAN GALANG KABUPATEN

DELI SERDANG PADA PEMILIHAN KEPALA

DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN

2013

DISUSUN OLEH : INDAH SARTIKA

090906072

Dosen Pembimbing : Prof. Subhilhar, Ph.D Dosen Pembaca : Drs. Tony P Situmorang, M.Si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

ABSTRAK

Nama : Indah Sartika

Nim : 090906072

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Perilaku pemilih masyarakat perkebunan PT.PP London Sumatera desa Batu Lokong kecamatan galan kabupaten Deli Serdang pada pemilihan kepala daerah provinsi Sumatera Utara tahun 2013

Dosen Pembimbing: Prof. Subhilhar, M.A, Ph.D

Skripsi ini membahas perilaku pemilih. Perilaku pemilih telah menjadi pembahasan yang sangat menarik didalam proses demokrasi terutama didalam Pemilihan Umum. Perilaku pemilih menempatkan rakyat sebagai hakim tertinggi dalam menentukan calon presiden, wakil presiden, kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dilakukan secara langsung. Perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat secara umum dan bukan tujuan orang perorangan. Dalam Skripsi ini menggunakan metode deskriptif yang memberikan gambaran mengenai situasi atau kondisi yang terjadi dilapangan dengan menggunakan analisa kualitatif. Data - data yang terkumpul melalui kuesioner dan wawancara dengan pihak-pihak yang bersangkutan akan dianalisa. Penelitian ini menggunakan 93 responden sebagai sumber utama.

Lokasi penelitian pada skripsi ini adalah masyarakat perkebunan yang tinggal di PT.PP Lonsum yang berada di kelurahan Batu Lokong. Daerah ini tidak pernah mengalami kejadian-kejadian yang mencolok seperti adanya penyakit dan tindakan kriminal yang berlebihan.


(3)

Pada penelitian ini ditemukan bahwa pilihan masyarakat tidak dipengaruhi oleh media massa dalam pemilihan umum kepala daerah. Pilihan masyarakat jatuh kepada faktor kepribadian seorang calon kepala daerah atau dipengaruhi oleh faktor psikologis; adanya faktor ideologis (baik ideologi partai maupun keagamaan) atau pilihan masyarakat dipengaruhi faktor sosiologis; adanya faktor rasionalitas yang artinya masyarakat menjatuhkan pilihannya berdasarkan kepada program yang disampaikan calon kandidat.


(4)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama dengan kerendahan hati penulis mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayahnya akhirnya penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas akhir penulis yaitu berupa sebuah skripsi.

Skripsi ini merupakan suatu kewajiban bagi setiap mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP USU), untuk melengkapi syarat-syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar sarjana sosial (S.IP). Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis memilih satu judul yaitu:

“Perilaku pemilih masyarakat perkebunan PT.PP London Sumatera desa Batu Lokong kecamatan galan kabupaten Deli Serdang pada pemilihan kepala daerah provinsi Sumatera Utara tahun 2013”

Menyadari karena keterbatasan pengetahuan teoritis dan praktis, bahwa uraian dalam skripsi ini masih memiliki kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis masih mengharapkan kritik-kritik dan saransaran yang konstruktif dari para pembaca tentang segala kekurangan dan kelemahan yang terdapat didalam skripsi ini.

Atas bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan ini maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Orangtua tercinta, ayahanda dan ibunda untuk segala cinta kasih dan perjuangannya selama ini mendukung penulis dalam kehidupan dan pendidikan. Penulis mohon maaf jikalau selama ini, penulis seringkali menyusahkan kalian semua.

2. Pembimbing skripsi Prof. Subhilhar, Ph.D dan Drs. Tony P Situmorang, M.Si yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Mohon maaf apabila penulis seringkali melakukan kesalahan dalam pengerjaan skripsi ini.


(5)

3. Teman-teman Politik angkatan 2009, terima kasih atas persahabatan yang telah terjalin selama ini. Dukungan dan doa teman-teman sekalian telah membuat penulis akhirnya dapat menyelesaikan studi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya.Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah SWT meridhoi dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, amin.

Medan, Oktober 2013

Penulis (Indah Sartika)


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL...vi

DAFTAR GAMBAR... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Manfaat Penelitian... 7

1.5. Kerangka Teori... 8

1.5.1. Teori Perilaku Politik... 8

1.5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku politik... 11

1.5.3. Partisipasi Politik... 14

1.5.4. Teori Perilaku Politik... 16

1.5.5. Pemilihan Kepala Daerah... 18

1.5.6. Terminologi Masyarakat... 19

1.5.7. Masyarakat Perkebunan... 22 1.6. Metode Penelitian


(7)

1.6.1. Narasumber... 23

1.6.2.Jenis Penelitian... 23

1.6.3.Lokasi Penelitian... 23

1.6.4.Teknik Pengumpulan Data... 24

1.6.5.Teknik Analisa Data ... 24

1.7. Sistematika Penulisan... 24

BAB II Deskripsi Lokasi Penelitian 2.1. Deskripsi Umum Desa...26

2.2. Deskripsi Perkebunan Lonsum... 31

2.3. Deskripsi Tempat Penelitian... 52

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 3.1. Wawancara... 53

3.2. Identifikasi Pilihan Masyarakat... 54

3.3. Pengaruh Media Massa... 61

BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan... 68


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kondisi Sarana dan Prasarana...27

Tabel 3.2 Partisipasi Masyarakat Dalam Mengikuti Pemilihan Kepala Daerah... 54

Tabel 3.3 Jawaban Responden Mengenai Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Yang Dilakukan Sudah Dapat Menampung Aspirasi Masyarakat...55

Tabel 3.4 Jawaban Responden Mengenai Adanya Pengaruh Atau Tidak Dari Kalangan Atas Dalam Pelaksanaan Pemilihan... 56

Tabel 3.5 Seberapa Yakin Responden Akan Kemenangan Calon Yang Mereka Dukung... 56

Tabel 3.6 Tanggapan Responden Mengenai Hasil Rekapitulasi Suara... 57

Tabel 3.7 Bentuk Partisipasi Yang Dilakukan Responden Dalam Pemilihan Kepala Daerah... 58

Tabel 3.8 Preferensi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Daerah ( Gubernur)... 59

Tabel 3.9 Sumber Informasi Responden Berkenaan Dengan Pemilihan Kepala Daerah... 61

Tabel 3.10 Sumber Utama Responden Dalam Mencari Informasi Tentang Peserta Pemilihan Kepala Daerah... 63

Tabel 3.11 Media Cetak Yang Sering Dibaca Oleh Responden... 64

Tabel 3.12 Tanggapan Responden Tentang Calon Kandidat... 65


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sejarah Lonsum... 35 Gambar 2.2 Simbol Lonsum... 36


(10)

ABSTRAK

Nama : Indah Sartika

Nim : 090906072

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Perilaku pemilih masyarakat perkebunan PT.PP London Sumatera desa Batu Lokong kecamatan galan kabupaten Deli Serdang pada pemilihan kepala daerah provinsi Sumatera Utara tahun 2013

Dosen Pembimbing: Prof. Subhilhar, M.A, Ph.D

Skripsi ini membahas perilaku pemilih. Perilaku pemilih telah menjadi pembahasan yang sangat menarik didalam proses demokrasi terutama didalam Pemilihan Umum. Perilaku pemilih menempatkan rakyat sebagai hakim tertinggi dalam menentukan calon presiden, wakil presiden, kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dilakukan secara langsung. Perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat secara umum dan bukan tujuan orang perorangan. Dalam Skripsi ini menggunakan metode deskriptif yang memberikan gambaran mengenai situasi atau kondisi yang terjadi dilapangan dengan menggunakan analisa kualitatif. Data - data yang terkumpul melalui kuesioner dan wawancara dengan pihak-pihak yang bersangkutan akan dianalisa. Penelitian ini menggunakan 93 responden sebagai sumber utama.

Lokasi penelitian pada skripsi ini adalah masyarakat perkebunan yang tinggal di PT.PP Lonsum yang berada di kelurahan Batu Lokong. Daerah ini tidak pernah mengalami kejadian-kejadian yang mencolok seperti adanya penyakit dan tindakan kriminal yang berlebihan.


(11)

Pada penelitian ini ditemukan bahwa pilihan masyarakat tidak dipengaruhi oleh media massa dalam pemilihan umum kepala daerah. Pilihan masyarakat jatuh kepada faktor kepribadian seorang calon kepala daerah atau dipengaruhi oleh faktor psikologis; adanya faktor ideologis (baik ideologi partai maupun keagamaan) atau pilihan masyarakat dipengaruhi faktor sosiologis; adanya faktor rasionalitas yang artinya masyarakat menjatuhkan pilihannya berdasarkan kepada program yang disampaikan calon kandidat.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Secara konseptual partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, dan lain sebagainya.

Asumsi yang mendasari demokrasi ( partisipasi) adalah orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga negara maka warga masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan yang mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Kegiatan warga negara itu meliputi mempengaruhi isi kebijakan umum dan ikut menentukan pembuatan dan pelaksana keputusan politik.1

Bermacam-macam partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dan berbagai waktu. Kegiatan politik konvensional adalah bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern. Bentuk non-konvensional seperti petisi, kekerasan dan revolusioner. Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat

1


(13)

dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik dan kepuasan atau ketidakpuasan warga negara.2

Kesadaran politik warga negara menjadi faktor determinan dalam partisipasi politik masyarakat, artinya berbagai hal yang berhubungan pengetahuan dan kesadaran akan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat dan kegiatan politik menjadi ukuran dan kadar seseorang terlibat dalam proses partisipasi politik. Berdasarkan fenomena ini, maka W. Page memberikan model partisipasi menjadi empat tipe meliputi partisipasi aktif, pasif (apatis), militan (radikal) dan sangat pasif ( pada output politik).3

Dalam rangka pembagian kekuasaan negara (secara vertikal) dibentuk daerah-daerah yang bersifat otonom dengan bentuk dan susunan pemerintahannya yang diatur dalam undang-undang. Sehingga pemerintah pusat menyelenggarakan pemerintahan nasional dan pemerintah daerah menyelenggarakan pemerintahan daerah, pembagian kekuasaan daerah itu disebut dengan desentralisasi yang dipahami sebagai penyerahan wewenang politik dan perundang-undangan untuk perencanaan, pengambilan keputusan dan manajemen pemerintah (pusat) kepada unit-unit sub nasional (daerah/wilayah) administrasi negara atau kepada

Pemilihan umum ( PEMILU) merupakan salah satu instrumen terpenting dalam sistem politik demokratik modern. Pemilihan umum bahkan telah menjadi salah satu parameter utama oleh masyarakat internasional untuk melihat demokratis tidaknya suatu negara. Walau pada saat yang lain, pemilihan umum seringkali dilakukan hanya untuk melegitimasitindakan nyata rezim yang otokratik. Karena dalam kenyataannya, masyarakat internasional kini hampir menyepakati bahwa tidak ada satupun negara yang dikatagorikan sebagai negara demokratis apabila tidak menyelenggarakan pemilu terlepas dari bagaimana kualitas pelaksanaannya.

2

Ibid, hal 287

3


(14)

kelompok-kelompok fungsional atau organisasi non-pemerintahan swasta.4

Gagasan otonomi daerah melekat pada pelaksanaan UU No.32 Tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah yang sangat berkaitan dengan demokratisasi kehidupan politik dan pemerintahan baik tingkat lokal maupun ditingkat nasional. Agar demokrasi bisa terwujud maka daerah harus memiliki kewenangan yang luas dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.

Dan Otonomi daerah merupakan bagian sistem politik yang diharapkan memberikan peluang bagi warga Negara untuk lebih mampu menyumbangkan daya kreativitasnya.

5

Sehingga muncul konsep pembaruan kabupaten yang dirumuskan sebagai transformasi kabupaten yang hendak menegaskan bahwa pembaruan bermakna sebagai tidak lagi bekerja dengan skema dan watak yang lama, melainkan telah bekerja dengan skema dan watak yang baru. Proses pembaruan haruslah dapat memberikan kepastian bahwa nasib rakyat akan berubah menjadi lebih baik lagi. Pembaruan kabupaten juga berarti “perombakan” menyeluruh yang dimulai dari paradigma seluruh elemen yang ada atau mengorganisir seluruh sumber daya yang ada agar mengabdi pada kepentingan masa rakyat.6

Dengan adanya hal itu, dibutuhkan seorang kepala daerah yang bertugas memimpin birokrasi, menggerakkan jalannya roda pemerintahan yang meliputi menjadi perlindungan, pelayanan publik dan pembangunan,7

4

Bambang Yudhoyono, Otonomi Daerah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001, h.20

5

Dadang Juliantara, Pembaruan Kabupaten, Yogyakarta: Pembaruan, 2004, h. ix-x

6

Ibid.,h. 13

7

Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Semarang: Pustaka Pelajar, 2005, h.203

sehingga dilakukanlah pemilihan kepala daerah secara langsung sesuai dengan UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan Pemerintahan No.6 tahun 2005 mengenai tata cara pemilihan, pengesahan, dan pemberhentian kepala daerah, yang merupakan tonggak baru penegakkan kedaulatan rakyat daerah di Indonesia.


(15)

Pemilihan Kepala Daerah merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah baik Gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota. Actor utama sistem pemilihan kepala daerah adalah rakyat, parpol dan calon kepala daerah. Ketiga aktor tersebut terlibat langsung dalam kegiatan pemilihan kepala daerah. Kegiatan tersebut antara lain: pendaftaran pemilih, pendaftaran calon, penetapan calon, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, dan penetapan calon terpilih.

Dengan adanya pemilihan kepala daerah diharapkan dapat menunjang tumbuhnya kekuatan-kekuatan baru yang pro demokrasi di daerah. Pemerintah di tingkat lokal akan semakin dekat dengan rakyat yang pada akhirnya akan menciptakan akuntabilitas yang tinggi dari rakyat untuk pemerintah daerah dan juga akan terciptanya respon yang baik dari rakyat. Rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam politik baik dalam memilih atau dipilih. Setiap warga Negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan politik. Warga Negara berhak melakukan kegiatan secara bebas menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik.

Perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat secara umum dan bukan tujuan orang perorangan. Perilaku politik dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik yang berkaitan dengan sikap politik. Yakni berkaitan dengan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut.8

8

Sudijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik, Semarang: IKIP Press, 1995, h.4

Kegiatan politik itu dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat sesuai dengan fungsi-fungsinya.


(16)

Pada pemilu 1999, studi tentang perilaku pemilih sudah ikut mewarnai pemilu pada saat itu, namun studi perilaku pemilih kurang mendapatkan ruang sama sekali. William Lidle dan Saiful Mujani menemukan dua kesimpulan dalam memahami perilaku pemilih pada pemilu 1999,. Pertama, semakin memudarnya politik aliran ditingkat masa pemilih. Massa pemilih cenderung kurang memperdulikan aliran dari masing-masing partai politik. Kedua, ketokohan tetap menjadi variabel yang sangat penting dalam menarik dukungan massa pemilih. Para pemilih memilih partai bukan karena daya tarik terhadap partai dan programnya melainkan lebih karena ketertarikan terhadap tokoh yang ada dipartai tersebut.9

Sebagai warga negara, kita berhak memberikan suara kita karena dalam hal ini kita berada di negara yang demokratis. Pemberian suara ini dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan perilaku lebih tepatnya perilaku pemilih.

Berbeda dengan pemilu 2004, studi tentang perilaku pemilih semakin mendapat tempat dan mempunyai peran penting dalam merekam opini public, termasuk kecendrungan perilaku pemilih dan pemilu pada saat itu lebih menarik karena menempatkan rakyat sebagai hakim tertinggi dalam menentukan calon presiden dan wakil presiden secara langsung.

Pemilihan Kepala Daerah pertama kali dilaksanakan pada bulan juni 2005, sejak berlakunya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Pemilihan Kepala Daerah dimasukkan dalam rezim PEMILU, sehingga secara resmi bernama Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Peserta Pilkada berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004. Sumatera Utara pun tak luput juga untuk melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah. Tahun 2013 Sumatera Utara kembali melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung.

9

Asep Ridwan. Memahami Perilaku Pemilih Pada Pemilu 2004 di Indonesia, Jurnal Demokrasi dan HAM, Jakarta: The Habibie Center, 2000, h.40


(17)

Perilaku pemilih sendiri menurut Ramlan Surbakti ialah “keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum yang merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan yakni apakah memilih atau tidak memilihdalam pemilu. Kalau memutuskan memilih apakah memilih partai ataukah kandidat x ataukah partai atau kandidatnya.

Secara umum, perilaku pemilih dipengaruhi beberapa faktor yang diuraikan dari tiga pendekatan yaitu pendekatan sosiologis, psikologis, dan pilihan rasional. Ketiga faktor tersebut menurut ilmuan politik cukup memberikan pengaruh kepada pemilih untuk menjatuhkan pilihannya, namun faktor mana yang paling dominan mempengaruhi perilaku pemilih dalam sebuah pemilihan kepala daerah masih menjadi perdebatan. Pemilih merupakan penentu atau pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemilihan kepala daerah10

Bagaimanakah perilaku pemilih pada masyarakat Perkebunan? Berdasarkan sikap, nilai-nilai, informasi, dan kecakapan yang dimiliki kita dapat menggambarkan orientasi-orientasi warga negara terhadap kehidupan politik negaranya. Maka dengan ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk menggambarkan bagaimanakah perilaku pemilih pada masyarakat perkebunan beradasarkan kajian teori studi perilaku pemilih. Alasan penulis memilih judul ini adalah untuk mengetahui perilaku pemilih masyarakat perkebunan desa batu lokong dipengaruhi oleh pendekatan sosiologis, psikologis atau rasional serta apakah ada pengaruh kalangan atas dalam mempengaruhi perilaku pemilih pada masyarakat atau karyawan di PT.PP Lonsum

.

Pemilihan Kepala daerah Sumatera Utara mencakup seluruh daerah Sumatera bagian Utara, tak luput juga pada masyarakat perkebunan, dalam mempertahankan kelangsungan perusahaan dan adanya rasa aman para pekerja perkebunan dari serangan luar perkebunanan, maka masyarakat perkebunan juga harus ikut memilih calon gubernur Sumatera Utara yang dapat melaksanakan hal tersebut.

10


(18)

Desa Batu Lokong dalam memilih Kepala Daerah Sumatera Utara pada Pilkada 2013. Batu Lokong dipilih sebagai lokasi penelitian karena penulis menganggap lokasi tersebut mendukung untuk mewakili masyarakat perkebunan.

I.2. Perumusan Masalah

Di era demokrasi dimana setiap orang berhak menentukan sikap dan tujuan, salah satunya adalah kebebasan dalam berpolitik dan menetukan tujuan politiknya. Dalam pesta demokrasi (Pilkada) sangat berpengaruh terhadap kemajuan profinsi ini. Tidak terkecuali masyarakat yang berada di perkebunan.

Masyarakat perkebunan perlu ikut menyeleksi sekaligus memilih figur calon kepala daerah yang memiliki komitmen serta konsisten terhadap kelangsungan hidup perusahaan, juga mampu melindungi dan menciptakan rasa aman yang berkeadilan terhadap para pekerja perkebunan. Untuk itu disini penulis mencoba untuk melakukan penelitian bagaimana perilaku pemilih masyarakat perkebunan pada Pilkada 2013, dimana penulis mengambil studi kasus pada masyarakat perkebunan yang berada di PT.PP Lonsum kelurahan Batu Lokong Kecamatan Galang, Deli Serdang.

I.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan bagaimana gambaran perilaku pemilih masyarakat perkebunan di PT Lonsum Batu Lokong berdasarkan kajian teori perilaku pemilih.

I.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi banyak pihak, antara lain :

1. Bagi penulis penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam membuat karya ilmiah dan menganalisa kondisi sosial masyarakat.


(19)

2. Manfaat akademis bagi FISIP-USU khususnya Departemen Ilmu Politik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi kepustakaan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Penelitian ini juga diharapakan mampu memberikan sumbangan bagi berbagai pihak yang menaruh perhatian bagi studi perilaku politik.

I.5. Kerangka Teori

1.5. 1. Teori Perilaku Politik

Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti yang luas. Masyarakat sebagai kumpulan individu yang memiliki harapan sekaligus tujuan yang hendak diwujudkan. Untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan adanya norma-norma atau kaidahkaidah yang mengatur berbagai kegiatan bersama dalam rangka menempatkan dirinya ditengah-tengah masyarakat yang senantiasa ditegakkan.11 Dalam hal ini, norma tersebut mempersoalkan apa yang menjadi landasan wewenang politik atau apa yang menjadi dasar perbuatan dan pelaksanaan keputusan politik itu diberlakukan secara sah.12

11

Sudijono Sastrostmojo, Perilaku Politik, Semarang: Ikip Semarang Press, 1995 hal 1

12

Ibid, hal 1

Upaya untuk menegakkan norma tersebut mengharuskan adanya lembaga pemerintah yang memiliki otoritas tertentu agar norma-norma yang ada dapat ditaati. Dengan demikian kegiatan individu dalam masyarakat terjadi sekurang-kurangnya karena ada kesempatan, norma-norma serta kekuatan untuk mengatur tertib masyarakat kearah pencapaian tujuan. Unsur-unsur ini merupakan kesatuan yang terkait dengan politik dan oleh karena itu, masyarakat yang ada didalamnya merupakan kelompok individu yang tidak dapat lepas dari persoalan politik.


(20)

Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.13

Perilaku politik dapat dijumpai dalam berbagai bentuk. Dalam suatu negara, misalnya ada pihak yang memerintah, dan pihak lain yang diperintah. Terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Yang selalu melakukan kegiatan politik adalah pemerintah dan partai politik karena fungsi mereka dalam bidang politik.

Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antarlembaga pemerintahan dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik.

Sejalan dengan pengertian politik, perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat kearah pencapaian tujuan tersebut.

14

Perilaku politik tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi mengandung keterkaitan dengan hal-hal lain. Berkaitan dengan perilaku politik, satu hal yang perlu dibahas adalah hal yang disebut dengan sikap politik. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut.15 Sikap mengandung tiga komponen yaitu kognisi, afeksi, konasi.16

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi baru merupakan kecendrungan. Dari sikap tertentu itu dapat diperkirakan tindakan apa yang akan dilakukan berkenaan dengan objek yang dimaksud. Munculnya sikap politik

Kognisi berkenaan dengan ide dan konsep, afeksi menyangkut kehidupan emosional, sedangkan konasi merupakan kecenderungan bertingkah laku.

13

Ramlan Surbakti. Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia Widya Sarana, 1992 hal 131

14

Sudijono Sastrostmojo, op.cit hal 3 15

Mar’at, Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurnya, Jakarta: Gramedia Widya Sarana, 1992 hal 31.

16


(21)

tertentu akan dapat diperkirakan perilaku politik apa yang akan muncul. Misalnya ketidaksetujuan terhadap kebijakan pemerintah, ini merupakan sikap politik dan dengan ketidaksetujuan atas kebijakan tersebut akan menimbulkan perilaku yang muncul adalah peninjauan pernyataan keberatan, protes ataupun unjuk rasa.17

Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Perilaku politik dapat dijumpai dalam berbagai bentuk. Dalam Negara, ada pihak yang memerintah, ada pula yang menaati pemerintah, yang satu mempengaruhi, yang lain menentang, dan hasilnya berkompromi, yang satu menjanjikan, yang lain kecewa karena janji tidak dipenuhi, berunding dan tawar menawar, yang satu memaksa putusan berharap dengan pihak yang lain, yang mewakili kepentingan rakyat yang berusaha membebaskan, yang satu menutupi kenyataan yang sebenarnya (merugikan masyarakat), pihak lain berusaha memaparkan kenyataan yang sesungguhnya, dan mengajukan tuntutan, memperjuangkan kepentingan, mencemaskan apa yang akan terjadi. Semua hal tersebut merupakan perilaku politik.18

Dalam pelaksanaan pemilihan umum suatu Negara maupun dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah, perilaku politik dapat berupa perilaku pemilih dalam menentukan sikap dan pilihan mereka dalam pelaksanaan pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah tersebut. Perilaku politik dapat dibagi dua, yaitu :19

1. Perilaku politik lembaga-lembaga dan para pejabat pemerintah 2. Perilaku politik warga Negara (baik individu maupun kelompok) Perilaku politik lembaga pemerintahan bertanggung jawab membuat, melaksanakan dan menegakkan keputusan politik. Sedangkan perilaku politik warga negara berhak mempengaruhi perilaku politik lembaga pemerintahan

17

Sudjono Sastroatmodjo, Op.Cit., h. 2-5 18

Ramlan Surbakti. 1999, Memahami Ilmu Politik, Jakarta. Grasindo. hal 15-16

19


(22)

menyagkut kebaikan warga Negara. Kegiatan politik yang dilakukan oleh warga negara inilah yang disebut partisipasi politik.

Dalam melakukan kajian terhadap perilaku politik, kita dapat memilih tiga unit analisis, yaitu :

1. Aktor politik (meliputi aktifitas politik dan individu warga negara biasa)

2. Agregasi politik (meliputi actor politik secara kolektif seperti partai politik birokrasi dan lembaga pemerintah)

3. Tipografi kepribadian politik (meliputi kepribadian pemimpin suatu pemerintahan)

Ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku politik, yaitu :

1. Lingkungan sosial politik tak langsung system politik, ekonomi, budaya dan media massa

2. Lingkungan sosial politik langsung yang membentuk kepribadian aktor seperti keluarga, agama, sekolah dan lain-lain

I.5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Politik

Dalam masyarakat yang pluralis budayanya tinggi, seringkali terdapat kegiatan yang bervariasi dan tidak mustahil terdapat perbedaan dalam pelaksanaannya. Untuk memahami perilaku politik diperlukan tinjauan dari sudut pandang yang multidimensi. Hal itu berarti bahwa latar belakang dan faktor yang mendorong perilaku politik tidak bersifat determinan, tetapi bersifat memberikan pengaruh.20

Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik masyarakat, pertama, perlu dipahami dalam konteks latar belakang historis. Sikap dan perilaku politik masyarakat dipengaruhi oleh proses-proses dan peristiwa histories masa lalu. Hal ini disebabkan bahwa budaya politik tidak

20


(23)

merupakan kenyataan yang statis dan tidak berkembang, tetapi justru sebaliknya merupakan sesuatu yang berubah dan berkembang sepanjang masa.21

Ketiga, faktor budaya politik memiliki pengaruh dalam perilaku politik masyarakat. Budaya politik suatu bangsa merupakan distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu, mencapai serta memelihara stabilitas sistem politik. Berfungsinya budaya politik itu pada prinsipnya ditentukan oleh tingkat keserasian antara kebudayaan bangsa dan struktur politiknya. Kemajuan budaya Indonesia mempengaruhi budaya budi bangsa. Berbagai budaya daerah pada masyarakat Indonesia berimplikasi pada terciptanya sebuah bentuk perilaku politik dengan memahami budaya politik masyarakat yang dipandang penting untuk memahami perilaku politik. Sehingga dapat diketahui bagaimana dan mengapa mereka melakukan sesuatu.

Kedua, faktor kondisi geografis memberikan pengaruh dalam perilaku politik masyarakat sebagai kawasan geostrategis. Wilayah geografis yang strategis merupakan pertimbangan strategis bagi dunia internasional untuk mengadakan kerja sama dan hubungan dalam berbagai kepentingan. Di pihak lain, faktor kemajemukan budaya dan etnis merupakan hal yang rawan bagi terciptanya desintegrasi. Oleh karena itulah kondisi geografis merupakan pertimbangan yang penting dan mempengaruhi perilaku politik seperti pembuatan peraturan, perencanaan kebijakan , pengambilan keputusan dan sebagainya. Kondisi ini juga mempengaruhi perbedaan tingkat partisipasi politik masyarakat kesenjangan pemerataan pembangunan, kesenjangan informasi, komunikasi dan teknologi mempengaruhi proses sosialisasi politik, pendidikan politik dan komunikasi politik masyarakat. Berdasarkan inilah aktor politik dituntut untuk mempertimbangkan kondisi dan pengambilan keputusan.

22

21

Ibid., hal. 17 22


(24)

Keempat, perilaku politik masyarakat dipengaruhi oleh agama dan keyakinan. Agama telah memberikan nilai etika dan moral politik yang memberikan pengaruh bagi masyarakat dalam perilaku politiknya. Keyakinan dan agama merupakan pedoman dan acuan yang penuh dengan norma-norma dan kaidah yang dapat mendorong dan mengarahkan perilaku politik sesuai dengan agama dan keyakinannya proses politik dan partisipasi warga negara paling tidak dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemahaman agama seseorang.23 Kepercayaan, ideologi dan mitos merupakan citra-citra kolektif dan ide yang bersifat elemen spiritual dan psikologis.24 Keyakinan mengacu kepada ideologi yaitu keyakinan yang lebih rasional dan ada yang bersifat irrasional atau mitos.25 Ideologi merupakan keyakinan yang dirasionalisir dan disistematisir, yang mencerminkan situasi masyarakat.26 Mitos merupakan keyakinan yang kurang jelas, kurang rasional dan yang kurang teliti yang bersifat fabel tentang alam, dunia, manusia dan masyarakat yang sudah diterima secara kuat. Pada abad 20, jurnalis perancis George Sorel mengembangkan suatu paham bahwa salah satu cara yang efektif untuk mempengaruhi suatu komunitas adalah memberikan citracitra yang singkat dan tidak rumit tentang suatu masa depan yang fiktif yang mempolaisir emosi-emosinya dan bergerak menuju aksi.27

23

Ibid., h. 25

24

Maurice Duverger, Sosiologi Politik, Jakarta: Rajawali Press, 1982, h.147

25

Ibid., h. 148

26

Ibid., h.150

27

Ibid., h.154

Kelima, pendidikan dan komunikasi juga mempengaruhi perilaku politik seseorang. Sistem politik yang cenderung sentralistis akan mempengaruhi perilaku politik seseorang dalam mengatasi dan mengakomodasi berbagai kepentingan. Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka semakin tinggi tingkat kesadaran politiknya, dan sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin rendah pula tingkat kesadaran politiknya. Komunikasi politik yang intens akan mempengaruhi perilaku politik seseorang dalam kegiatan politiknya.


(25)

Keenam, faktor kepribadian seseorang juga mempengaruhi perilaku politik. Perilaku politik itu bergantung pada sifat struktur kepribadian yang dimilikinya, apakah tergolong dalam fungsi penyesuaian diri atau dalam basis fungsional eksternalisasi dan pertahanan diri.

Ketujuh, faktor lingkungan sosial politik. Faktor ini dapat mempengaruhi aktor politik secara langsung seperti keadaan keluarga, cuaca, keadaan ruang, ancaman, suasana kelompok dan kehadiran orang lain. Lingkungan sosial politik tersebut saling mempengaruhi dan berhubungan satu dengan yang lain dan bukannya sebagai faktor yang berdiri sendiri. Melalui proses, pengalaman, sosialisasi dan sebgainya terbentuklah sikap dan perilaku politik seseorang.28

Partisipasi politik adalah faktor yang menunjukkan apakah pemilihan umum ataupun pemilihan kepala daerah berlangsung dengan baik atau tidak., semakin tinggi tingkat partisipasi pemilih, maka tingkat keberhasilan pemilihan umum semakin baik. Dalam analisa politik modern, partisipasi politik merupakan masalah yang penting dan banyak dipelajari terutama dalam hubungan dengan Selain faktor-faktor tersebut, kesadaran politik memusatkan kepada ideologi dan bukan mitos rakyat dan ada lima faktor yang memainkan peranan penting untuk menentukan pilihan rakyat dan sikap rakyat, yaitu:

1). Standar hidup, kondisi gaji atau tidak didigaji, sense of social belonging, 2). Kelompok umur dan seks,

3). Tingkat pendidikan, 4). Agama, dan

5). Simpati terhadap partai politik. I.5.3. Partisipasi Politik

28


(26)

negara berkembang. Pada awal studi partisipasi politik hanya memfokuskan diri pada partai politik sebagai pelaku utama, akan tetapi dengan berkembangnya demokrasi dalam partai politik khususnya dalam hal pengambilan keputusan mengenai kebijakan-kebijakan umum.

Secara umum dikatakan partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok untuk ikut serta dalam kehidupan politik. Herbert MsClosky berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan sukarela dari masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan kekuasaan dan secara lanngsung atau tidak langsung dalam pembentukan pemilihan umum.29

Menurut Robert Dahl partisipasi politik adalah kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah.30

4. Kegiatan mempengaruhi kebijakan pemerintah secara langsung yaitu mempengaruhi pemerintah tanpa menggunakan perantara. Sedangkan dengan cara tidak langsung yaitu mempengaruhi pemerintah dengan menggunakan perantara yang dapat meyakinkan pemerintah.

Berikut ini sejumlah aturan dalam partisipasi politik :

1. Partisipasi politik berupa kegiatan atau perilaku individu warga negara biasa yang diamati bukan perilaku dalam sikap dan orientasi karena sikap dan orientasi tidak selalu termanifestasikan dalam perilakunya.

2. Kegiatan tersebut diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Seperti mengajukan alternative kebijakan umum dan kegiatan mendukung atau menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah.

3. Kegiatan yang berhasil (efektif) ataupun yang gagal mempengaruhi pemerintah dalam konsep partisipasi politik.

29

Herbert McClosky, 1959, Political Science Review. London. hal 75-76

30

Ichlasul Amal, 1996, Teori-teori Mutahir Partai Politik. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.hal 19


(27)

5. Mempengaruhi pemerintah melalui prosedur yang wajar dan tanpa kekerasan seperti ikut pemilihan umum, mengajukan petisi, bertatap muka dan menulis surat dengan prosedur yang tidak wajar seperti kekerasan, demonstrasi, mogok, kudeta dan revolusi.

Dinegara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat akan lebih baik. Dalam alam pikiran ini, tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa masyarakat mengikuti dan memehami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu, tingginya tingkat partisipasi politik juga menunjukkan bahwa rezim yang sedang berkuasa memiliki kesalahan yang tinggi. Jika sebaliknya rendahnya partisipasi politik disuatu negara dinaggap kurang baik karena menunjukkan rendahnya perhatian warga terhadap masalah politik, selain itu rendahnya politik juga menunjukkan lemahnya legitimasi dari rezim yang berkuasa.

1.5.4. Teori Perilaku Pemilih

Pemilih diartikan sebagai pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Konstituen adalah kelompok masyaakat yang merasa diwakili oleh suatu ideology tertentu yang kemudian termanifestasi dalam institusi politik seperti partai politik dan seorang pimpinan.

Menurut Brenan dan Lomasky serta Fiorina menyatakan bahwa keputusan pemilih selama pemilihan umum adlah perilaku “ekspansife” perilaku ini tidak jauh berbeda dengan perilaku supporter yang memberiakn dukungan kepada tim sepakbola. Menurut mereka, perilaku pemilih sangat sipengaruhi oleh loyalitas dan ideologi.31

31


(28)

Keputusan untuk memberikan dukungan suara dan tidak memberikan suara terjadi pabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang tinggi kepada calon pemimpin. Begitu pula peliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalu mereka menganggap bahwa sebuah partai atau calon pemimpin tidak loyal dan tidak konmsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan.

Perilaku pemilih juga sarat dengan ideologi antara pemilih dengan partai politik atau kontestan. Masing-masing membawa ideology yang saling berinteraksi. Selam periode kampanye pemilu, muncul kristalisasi dan pengelompokan antara ideologi yang dibawa kontestan.

Him Melwit mengatakan bahwa perilaku pemilih merupakan pengambilan keputusan yang bersifat instan, tergantung pada situasi social politik tertentu, tidak berbeda dengan keputusan lain. 32

32

Muhammad Afsar, 1996, Beberapa Pendekatan dalam Memahami Perilaku Pemilih. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama hal 52

Perilaku pemilih dapat dianalisis dengan empat pendekatan yaitu : 1. Pendekatan sosiologis

Pendekatan ini didasarkan pada ikatan pemilih dari segi ethnic, ras, agama, keluarga dan pertemanan yang dialami oleh agen pemilih secara historis. 2. Pendekatan Psikologis

Pendekatan ini menekankan pada dua kelompok aspek psikologis sebagai kajian utama yaitu ikatan emosional pada partai politik dan citra kandidat. 3. Pendekatan Rasional

Pada pendekatan rasional, perilaku politik dapat terjadi kapan saja dan dapat berubah dengan rasionalnya dalam menentukan pilihan pada saat pemilu.


(29)

I.5.5. Pemilihan Kepala Daerah 1. Perspektif Teoritis

David Easton, teoritisi politik pertama yang memperkenalkan pendekatan sistem dalam politik, menyatakan bahwa suatu sistem selalu memiliki sekurangnya tiga sifat, yakni terdiri dari banyak bagian, bagian itu saling berinteraksi dan saling tergantung dan mempunyai perbatasan yang memisahkannya dari lingkungannya yang juga terdiri dari sistem-sistem lain.

Sebagai suatu sistem, sistem pemilihan kepala daerah mempunyai bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder atau sub-sub sistem. Bagian tersebut adalah Electoral Regulation, Electoral Process, dan Electoral Law Enforcement.

Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pemilihan

kepala daerah yang berlaku bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam menjalankan peran dan fungsi masing-masing. Electoral process adalah seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pemilihan kepala daerah yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik bersifat legal maupun teknikal. Electoral law enforcement adalah penegakan hukum terhadap aturan-aturan pemilihan kepala daerah baik politisi, administrasi atau pidana. Ketiga bagian ini dapat menjadi pedoman untuk melaksanakan proses pemilihan kepala daerah.

Sebagai suatu sistem, pemilihan kepala daerah memiliki ciri-ciri yakni bertujuan memilih kepala daerah, setiap komponen yang terlibat dan kegiatan mempunyai batas, terbuka, tersusun dari berbagai kegiatan yang merupakan subsistem, masing-masing kegiatan saling terkait dan tergantung dalam suatu rangkaian utuh, memiliki mekanisme control, dan mempunyai kemampuan mengatur dan meyesuaikan diri.

2. Perspektif Praktis

Kepala daerah adalah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas memimpin birokrasi menggerakkan jalannya roda pemerintahan yang berfungsi sebagai perlindungan, pelayanan publik, dan pembangunan. Istilah jabatan publik mengandung arti bahwa kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan


(30)

yang terkait langsung dengan kepentingan rakyat, berdampak kepada rakyat, dan dirasakan oleh rakyat. Oleh karena itu, kepala daerah harus dipilih oleh rakyat dan wajib mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat. Jabatan politik bermakna bahwa mekanisme rekrutmen kepala daerah dilakukan dengan mekanisme politik yaitu, melalui pemilihan yang melibatkan elemen politik, yaitu rakyat dan partai politik.

Pemilihan kepala daerah merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, ataupun Walikota/Wakil Walikota. Aktor utama sistem pemilihan kepala daerah adalah rakyat, partai politik dan calon kepala daerah. 33

Ralph Linton mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

I.5.6. Terminologi Masyarakat

Kata masyarakat dalam bahasa Inggris disebut society berasal dari kata Latin yaitu socius yang berarti kawan. Ini paling lazim ditulis dalam tulisan-tulisan ilmiah maupun bahasa sehari-hari untuk menyebut kesatuan-kesatuan hidup manusia. “Masyarakat” sendiri berasal dari akar kata Arab yaitu syaraka, yang artinya “ikut serta, berperan serta”. Kata Arab musyaraka berarti saling bergaul. Istilah masyarakat terlalu banyak mencakup hubungan yang luas sehingga walaupun diberi defenisi yang mencakup keseluruhannya masih ada juga yang tidak memenuhi unsur-unsurnya. Berikut adalah berbagai pandangan para sarjana tentang defenisi masyarakat.

34

33

Joko J. Priatmoko, Op.Cit., h. 200-203

34


(31)

Selo Soemardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.35

Herkoyits mendefenisikan masyarakat sebagai kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti cara hidup tertentu.

36

Menurut J.L Gillin dan J.P Gillin masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan yang sama.

37

Maclver menyatakan bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari cara kerja dan prosedur, dari otoritas dan saling bantu-membantu yang meliputi kelompok-kelompok dan pembagian sosial lain, sistem dari pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan. Sistem yang kompleks selalu berubah atau jaringan dari relasi sosial itulah yang dinamakan masyarakat.38

Bagi Durkheim masyarakat merupakan suatu kenyataan yang objektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Masyarakat bukanlah hanya penjumlahan individu-individu semata melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka; sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-cirinya sendiri.

Menurut Paul B. Horton dan C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok/kumpulan manusia tersebut.

39

Marion Levy mengemukakan empat Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu kelompok dapat disebut masyarakat, yaitu (1) kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu; (2) rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi (3) kesetiaan pada suatu “sistem tindakan utama bersama” (4) adanya system tindakan utama bersama yang bersifat

35

Pelly, H. Zainul. 1997. ibid. hal 29

36

Pelly, H. Zainul. 1997. ibid. hal 29

37

Pelly, H. Zainul. 1997. ibid. hal 29

38

Maclver. 1955. Society, An Introductory Analysis. Hal 5

39


(32)

“swasembada”. Kemudian Inkeles mengemukakan bahwa suatu kelompok hanya dapat dikatakan sebagai masyarakat bila kelompok tersebut memenuhi keempat Kriteria tersebut; atau bila kelompok tersebut dapat bertahan stabil untuk beberapa generasi walaupun samasekali tidak ada orang atau kelompok lain diluar kelompok tersebut.40

Talcot Parsons pun merumuskan kriteria bagi adanya masyarakat. Menurutnya masyarakat adalah suatu sistem sosial yang swasembada (self subsistent) melebihi masa hidup individu normal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya. Edward Shils pun menekankan pada aspek pemenuhan keperluan sendiri (self sufficiency) yang dibaginya dalam tiga komponen: pengaturan diri, reproduksi sendiri dan penciptaan diri (self-regulation, self- reproduction, self-generation).41

Kalau kita merujuk definisi Linton maka masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu-individu yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama. Dalam waktu yang cukup lama itu yang belum terorganisasikan, mengalami proses fundamental yaitu:

42

Proses itu biasanya bekerja tanpa disadari dan diikuti oleh semua anggota kelompok. Untuk tidak simpang siur dalam penggunaan istilah, maka yang dimaksud dengan kelompok (group) disini adalah setiap pengumpulan manusia sosial yang mengadakan relasi sosial antara yang satu dengan yang lain.

1. adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggota

2. timbulnya secara lambat laun, perasaan kelompok atau L’espirit de corps

43

40

Sunarto, Kananto. 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Hal. 56

41

Sunarto, Kananto. 2000. ibid.

42

Prof Harsojo. 1984. Pengantar Antropologi. Bandung: Bina Cipta. Hal. 127

43

Prof Harsojo. 1984. Ibid.


(33)

seperti yang dimaksud diatas belum terorganisasikan secara sadar. Jadi menurut Linton ada satu faktor yang penting dalam pembentukan suatu masyarakat yaitu faktor waktu. Sebab faktor waktulah yang memberi kesempatan pada individu untuk dapat bekerja sama dan menemukan pola tingkah laku dan sikap yang bersifat timbal balik, dan menemukan suatu teknik untuk hidup bersama. Dengan adanya waktu yang cukup lama timbullah syarat yang dimiliki oleh tiap-tiap masyarakat, yaitu proses adaptasi dan organisasi dari kelakuan para anggota kelompok dan disamping itu timbullah kesadaran berkelompok.

I.5.7. Masyarakat Perkebunan

Masyarakat perkebunan terbentuk karena adanya keinginan pemilik modal atau tuan tanah yang menginginkan karyawan yang bekerja di perkebunan agar tidak meninggalkan daerah perkebunan atau dengan kata lain tetap tinggal di perkebunan. Sehingga karyawan perkebunan tersebut harus tinggal menetap di perkebunan tersebut. Sehingga dalam proses waktu yang lama menimbulkan kesempatan bagi setiap individu untuk dapat bekerja sama dan menemukan pola tingkah laku dan sikap yang bersifat timbal balik, dan menemukan suatu teknik untuk hidup bersama. Dengan adanya waktu yang cukup lama timbullah syarat yang dimiliki oleh tiap-tiap masyarakat, yaitu proses adaptasi dan organisasi dari kelakuan para anggota kelompok dan disamping itu timbullah kesadaran berkelompok. Hal tersebut lah yang dapat dikatakan sebagai masyarakat. Sehingga karyawan perkebunan tersebut disebut masyarakat perkebunan.


(34)

I.6. Metode Penelitian I.6.1. Narasumber

Adapun yang dijadikan narasumber adalah kepala desa Batu Lokong dan Mandor Bagerpang Estate serta 93 responden yang terbagi dalam 5 lingkungan didesa Batu Lokong

I. 6.1. Jenis Penelitian

Menurut Hadari Nawawi44

Penelitian ini mengambil lokasi penelitian pada masyarakat perkebunan yang tinggal di PT.PP Lonsum yang berada di kelurahan Batu Lokong.

metode penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan data-data dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat dipahami dan disimpulkan.

Tujuan penelitian deskriptif analisis adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Disamping itu penelitian ini juga menggunakan teori-teori, data-data dan konsep-konsep sebagai kerangka acuan untuk menjelaskan hasil penelitian, menganalisis dan sekaligus menjawab persoalan yang diteliti. Oleh karena itu jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.

I.6.2. Lokasi Penelitian

44

Nawawi, Hadari. 1987. Metodologi Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. 63


(35)

I.6.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Data primer yang didasarkan pada peninjauan langsung pada objek yang diteliti untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Studi lapangan yang dilakukan dengan datang langsung ke lokasi penelitian.

b. Data sekunder yaitu dengan mencari sumber data dan informasi melalui buku-buku, jurnal, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

I.6.4. Teknik Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian disusun, dianalisa dan disajikan untuk memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi dan situasi yang ada. Data data tersebut diolah dan dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti.

I.7. Sistematika Penulisan BAB I: Pendahuluan

Pada bab ini akan memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dasar-dasar teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: Deskripsi Lokasi Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum dari lokasi penelitian di PT Lonsum Batu Lokong antara lain berupa sejarah singkat kelurahan, kondisi geografis, demografi penduduk, frofil di PT Lonsum Batu Lokong dan lain-lain.


(36)

Pada bab ini data dan informasi disajikan dan dideskripsikan secara sistematis berdasarkan penelitian yang dilakukan


(37)

BAB II

Deskripsi Lokasi Penelitian II.1. Deskripsi Desa Batu Lokong

II.1.1. Sejarah Desa

Desa Batu Lokong adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang ini yang menurut beberapa tokoh masyarakat desa Batu Lokong dikenal dengan keberadaan sebuah Batu berbentuk Lekung di wilayah tersebut yang konon Batu tidak pernah berubah walaupun sepanjang musim. Desa Batu Lokong mulai terbentuk sejak:

1945-1970, dengan Kepala Desa : Alm. Dul Karis

1971-2001, dengan Kepala Desa : Rustam HI

2002-2011, dengan Kepala Desa : Umar

2012- sekarang, dengan Kepala Desa : Edy Zulkarnain Nst II.1.2. Demografi

Desa Batu Lokong terletak di dalam wilayah Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan:

Sebelah utara berbatasan dengan Desa Naga Timbul Kecamatan Tanjung Morawa Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ujung Rambe Kecamatan Bangun Purba Sebelah timur berbatasan dengan Desa Tanjung Siporkis Kecamatan Galang Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sei Merah kecamatan Tanjung Morawa


(38)

II.I.3. Kondisi Sarana dan Prasarana

Kondisi sarana dan prasarana umum Desa Batu Lokong secara garis besar adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Sarana dan Prasarana Desa

No Sarana/ Prasarana Jumlah/ volume Keterangan

1 Balai Desa -

2 Kantor Desa 1/ 7x6 m

3 Puskesmas Pembantu 2/ 6x6 m

4 Masjid 2/ 9x9 m, 12x8 m

5 Mushola 3/ 18x18 m

6 Pos Kamling 2/ 6x6 m

7 Taman Kanak-kanak -

8 Pos Polisi -

9 SD Negri 1/ 7x8 m

10 SMP Negri -

11 Balai Pertemuan Dusun -

12 Madrasah Diniah

Awaliyah 1/ 7x8 m


(39)

14 Tempat Pemakaman

Umum 1/ 1 Ha

15 Pemancar RRI -

16 Sungai -

17 Jalan Tanah 600,71 Rantai

18 Jalan Koral -

19 Jalan Poros/ Hot Mix -

20 Jalan Aspal Penetrasi 403 Rantai

21 Kantor Pos Giro -

22 Lumbung Tani -

23 Sumur Bor 270

24 Pekan Desa -

II.I.4. Keadaan Ekonomi

Kondisi ekonomi masyarakat Desa Batu lokong secara kasat mata terlihat jelas perbedaannya antara Rumah tangga yang berkatagori miskin, sedang dan kaya. Hal ini disebabkan karena meta pencahariannya di sektor- sektor usaha yang berbeda-beda pula, sebagian besar di sektor non formal dan sebagian kecil bekerja di sektor formal.


(40)

II.I.5. Kondisi Pemerintahan Desa II.I.5.1. Pembagian Wilayah Desa

Pembagian Wilayah Desa Batu lokong dibagi menjadi 5 (lima) dusun, dan masing-masing dusun, dan masing-masing dusun tidak ada pembagian wilayah secara khusus, jadi di setiap dusun ada yang mempunyai wilayah pertanian dan perkebunan, sementara pusat Desa berada di dusun V ( lima), setiap dusun dipimpin oleh Kepala dusun.

II.I.5.2. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa (SOPD)

Struktur Organisasi Desa Batu lokong Kecamatan Galang menganut Sistem Kelembagaan Pemerintahan Desa dengan Pola minimal.

Struktur Perangkat Desa

Kepala Desa : Edy Zulkarnain, Nst

Sekretaris Desa : Iwan, SE

Bendahara : Sudarman

Kaur Pem-an : Hariono

Kaur Pemb-an : Nazaruddin

Kaur umum : Sri Amali

Kepala Dusun I : Budi Nirwana

Kepala Dusun II : Erno

Kepala Dusun III : Suparmin

Kepala Dusun IV : Prayetno


(41)

II.I.6. Visi dan Misi Desa II.I.6.1. Visi

Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan desa. Penyusunan Visi Desa Batu Lokong ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan di desa Batu Lokong seperti Pemerintahan Desa, BPD, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Lembaga Masyarakat Desa dan Masyarakat Desa pada umumnya. Dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal di desa sebagai satu satuan kerja wilayah pembangunan kecamatan, maka visi desa Batu Lokong adalah “ Meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bermartabat dan religius dengan mengembangkan potensi sumberdaya”. II.I.6.2. Misi

Selain penyusunan visi juga telah ditetapkan misi-misi yang memuat sesuatu pernyataan yang harus dilaksanakan oleh desa agar tercapainya visi desa tersebut. Visi berada diatas misi. Pernyataan visi kemudian dijabarkan kedalam misi agar dapat di operasionalkan atau dikerjakan. Adapun misi desa Batu Lokong adalah:

a. Mengembangkan dan meningkatkan hasil pertanian masyarakat b. Pembuatan sarana jalan usaha tani dan peningkatan jalan lingkungan c. Peningkatan sarana air bersih bagi masyarakat

d. Perbaikan dan peningkatan layanan sarana kesehatan umum e. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan


(42)

g. Pengadaan permodalan untuk usaha kecil, memperluas lapangan kerja dan manajemen usaha masyarakat

h. Peningkatan kapasitas aparat desa dan BPD

i. peningkatan sarana dan prasarana kerja aparat desa dan BPD

II.2. Deskripsi Perkebunan Lonsum II.2.1. Sejarah Perkebunan

Sejarah perkebunan nusantara sudah berlangsung sejak lama. Bangsa Indonesia pernah dikenal dengan komoditas perkebunannya hingga membuat bangsa-bangsa lain tertarik untuk menguasainya. Sejarah mencatat bagaimana keuntungan besar diraih jaringan niaga Verenidge Oostindische Compagnie

(VOC). Kemudian tanam paksa yang memberikan Belanda uang sekitar 830 juta gulden. Agrarisch Wet 1870 merupakan cikal bakal perusahaan perkebunan besar. Sekitar 100 tahun setelah Agrarisch Wet 1870, yaitu tahun 1970-an, pemerintah mulai mengembangkan perkebunan besar badan usaha milik negara (BUMN) dengan menggunakan pinjaman luar negeri. Pada 1980-1990an awal perusahaan besar swasta mulai masuk perkebunan, didukung oleh Program Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN). Seiring waktu berjalan, perkebunan di Indonesia pun semakin lama semakin besar dan menjadi salah satu komoditas terbesar.

Sejarah perkembangan perkebunan di Sumatera Utara, dimulai pada abad ke-19 (tahun 1880an) di mana perkebunan tumbuh secara konvensional melalui tanaman tembakau. Dari tanaman inilah pada awalnya Sumatera Utara, khususnya Medan tumbuh berkembang sampai saat ini. Akan tetapi sayangnya, lambat laun tanaman tembakau ini kurang menjadi perhatian di Sumatera Utara karena tidak lagi bisa memberikan manfaat ekonomi seperti dulu, bahkan sudah sampai kepada titik-titik yang merugikan dan ada sebagian arealnya sudah ditanami kepala sawit.


(43)

Tanaman kelapa sawit, sebenarnya tumbuh berkembang bermula karena ketidakberhasilan para pekerja pada waktu menanam tembakau yang disebabkan ketidakcocokan kandungan tanah yang ada di luar wilayah yang telah berhasil ditanami tembakau. Pada tahun 1910, seorang warga Jerman K. Schadt mempelopori uji coba penanaman kelapa sawit yang kemudian ternyata menimbulkan minat pengusaha dari Belgia, Andrien Hallet untuk mengembangkan kelapa sawit dalam satu perkebunan besar (Ditjenbun, 2008). Sumatera Utara sebagai salah satu propinsi di Indonesia juga memiliki banyak perusahaan perkebunan.

Dalam bab ini, saya menjelaskan secara umum mengenai perusahaan perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk yang terdapat di Medan. Semua informasi diperoleh dari situs Lonsum dan data-data milik perusahaan.

II.2.2. Sejarah Perusahaan PT. PP London Sumatra Medan

Sejalan dengan perkembangan sejarah bangsa Indonesia mulai dari masa penjajahan Belanda, Jepang sampai pada masa kemerdekaan reformasi hingga masa pembangunan sekarang, perusahaan di Indonesia khususnya di kawasan Sumatera Utara mengalami perkembangan. Perusahaan yang berkembang umumnya adalah perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan yang mengalami kesempatan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di Sumatera Utara.

Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Horrison & Crossfield Ltd yang berdiri sejak tahun 1884 di London dan beroperasi di Indonesia pada tahun 1906. Mulanya perusahaan ini bekas hak Concessie (hak konsensi) berdasarkan perjanjian antara Zelfbestuur Deli dengan beberapa perusahaan Rubber Company Ltd, yang disahkan Resident Sumatra Timur dalam rangka Konferensi Undang-Undang pokok Agraria tanggal 1 Maret 1962 No. Ka. 13/7/1. Pada tahun 1962 perusahaan ini memperluas bidang usahanya dengan mengadakan penggabungan diantara perusahaan perkebunan Inggris yang memiliki beberapa kebun di


(44)

Sumatera Utara. Dengan adanya penggabungan ini di bentuklah PT. PP. London Sumatra Indonesia Tbk.

PT. PP. London Sumatra Indonesia Tbk didirikan dengan akte pendirian No. 93 tanggal 18 Desember 1962 di hadapan notaris Raden Kardiman di Jakarta dengan naskah No. 20 tanggal 9 September 1963 yang dibuat di hadapan notaris yang sama. Situasi negara yang saat itu mengalami pergolakan dengan Inggris turut menimbulkan dampak pada perusahaan. Pemerintah Indonesia berniat mengambil alih pengurusan perusahaan dan menyerahkannya kepada bangsa Indonesia. Pengambil alihan ini segera dilaksanakan pada tanggal 22 Januari 1964 yang pengurusannya berada dalam penguasaan dan pengawasan suatu badan pemerintah dengan nama Badan Pengawasan Perkebunan Asing Republik Indonesia (BPPARI) dan perkebunan ini diganti namanya menjadi PT. PP Dwikora I & II.

Seiring perjalanannya pada tahun 1967 diadakanlah suatu perjanjian antara pemerintah Republik Indonesia dengan Horrison & Crossfield Ltd dan anak perusahaannya berdasarkan ketetapan Presiden No.6 tahun 1967. Persetujuan perjanjian ini berlaku mulai tanggal 20 Maret 1968. maksud dan tujuan dari persetujuan ini adalah :

a) Pengembangan hak milik penguasaan dari pemerintah Republik Indonesia kepada Horrison & Crossfield Ltd terhadap perkebunan yang pernah di kelolanya.

b) Melakukan kerja sama untuk kepentingan bersama dalam hal perkebunan karet dan kelapa sawit dan proyek-proyek pangan yang mungkin dilaksanakan oleh perusahaan.

c) Terwujudnya perjanjian ini juga didasarkan atas pertimbangan.

d) Instruksi Presiden Kabinet No. 28/U/1996 tertanggal 12 Desember 1996 dan semua pengaturan lain yang bertalian dengan pengembalian perusahaan-perusahaan asing di Indonesia.


(45)

e) Undang-undang No.1 tahun 1967 mengenai penanaman modal asing dan semua peraturan lain mengenai penanaman modal asing di Indonesia.

Dengan hadirnya perjanjian ini maka kepemilikan dan penguasaan perusahaan tersebut oleh pemerintah Indonesia dikembalikan kepada pemiliknya semula yaitu Horrison & Crossfield Ltd pada tanggal 1 April 1968 dan terjadi penggantian nama menjadi PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk.

Pada tanggal 21 November 1991, PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk melakukan merger dengan beberapa perusahaan di bawah ini :

a) PT. Nagadong Plantation Company b) PT. Seibulan Plantation Company

c) PT. Perusahaan Perkebunan Bajue Kidoel d) PT. Perusahaan Perkebunan Sulawesi

Keempat perusahaan ini menggabungkan diri dan menamakannya menjadi PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk. Perusahaan ini adalah jenis perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) berdasarkan surat Ketua Badan Penanaman Modal tanggal 12 November 1991 No.794/III/PMA/1991. Pada tanggal 27 Juli 1994, Harrisons & Crossfield menjual seluruh saham Lonsum kepada PT Pan London Sumatra Plantations (PPLS), yang membawa Lonsum go public melalui pencatatan saham di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya pada tahun 1996. Pada bulan Oktober 2007, Indofood Agri Resources Ltd, anak perusahan PT Indofood Sukses Makmur Tbk, menjadi pemegang saham mayoritas Perseroan melalui anak perusahaannya di Indonesia, yaitu PT Salim Ivomas Pratama. Jumlah kepemilikan saham PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk pada saat itu adalah dengan komposisi saham sebesar 47, 23 % Commerzbank (SEA) Ltd. Singapura sebesar 5, 83 % dan sisanya sebesar 46, 94 % dimiliki oleh masyarakat.

Di awal berdirinya, perusahaan mendiversifikasikan tanamannya menjadi tanaman karet, teh dan kakao. Di awal Indonesia merdeka Lonsum lebih memfokuskan usahanya kepada tanaman karet, yang kemudian dirubah menjadi kelapa sawit di era 1980. Pada akhir dekade ini, kelapa sawit menggantikan karet sebagai komoditas utama Perseroan.


(46)

Gambar 1 Sejarah Lonsum


(47)

II.2.3.Simbol Lonsum

Simbol adalah objek, kejadian, bunyi bicara, atau bentuk-bentuk tertulis yang diberi makna oleh manusia (Saifuddin, 2005: 289). Suatu simbol membawa suatu pesan yang mendorong pemikiran atau tindakan. Simbol memberikan landasan bagi tindakan dan perilaku selain gagasan dan nilai-nilai. Lonsum sebagai sebuah perusahaan agribisnis memiliki simbol yang didominasi warna hijau yang identik dengan alam.

Gambar 2 Simbol Lonsum

Warna Hijau dalam simbol Lonsum mencerminkan bahwa perusahaan ini bererak dalam bidang perkebunan dan turut bertujuan untuk menghijaukan wilayah Indonesia. Gambar daun sawit melambangkan daun sawit yang sedang berkembang di mana perusahaan ini sedang giat-giatnya untuk terus menggunakan sawit sebagai komiditi perusahaan walaupun perusahaan juga menanam pohon lain seperti karet, coklat dan juga teh.

II.2.4.Visi dan Misi Perusahaan II.2.4.1. Visi Perusahaan

Visi perusahaan adalah sesuatu yang penting, karena visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau


(48)

perusahaan yang ingin dicapai di masa depan. Secara singkat dapat dinyatakan, visi adalah pernyataan want to be dari organisasi atau perusahaan. Perusahaan membutuhkan visi yang dapat digunakan sebagai :

1. Penyatuan tujuan, arah dan sasaran perusahaan.

2. Dasar untuk pemanfaatan dan alokasi sumber daya serta pengendaliannya. 3. Pembentuk dan pembangun budaya perusahaan (corporate culture) (Wibisono, 2006:43)

Visi dari Lonsum adalah To be the Leading 3C (Crops, Cost, Conditions) and Research Driven Suistanble Agribusiness yaitu menjadi perusahaan agribisnis terkemuka yang berkelanjutan dalam hal Tanaman -Biaya - Lingkungan (3C) yang berbasis penelitian dan pengembangan. Visi ini di rumuskan dari beberapa komponen yaitu :

a. Leading : Better than best, role mode (leaders/organization)

- Crops – quality plantations (estate performance), appropriate infrastructure

- Cost – low cost

- Condition – conducive working environment, conducive social environment. b. R & D driven – Breeding, consultative service (External and Internal). c. Suistanble – Very Long Business

II.2.4.1. Misi Perusahaan

Misi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan atau alasan eksistensi organisasi yang memuat apa yang disediakan oleh perusahaan kepada masyarakat, baik berupa produk ataupun jasa (Wheelen dalam Wibisono, 2006: 46). Tujuan dari pernyataan misi adalah mengkomunikasikan kepada stakeholder, di dalam maupun luar organisasi tentang alasan pendirian perusahaan dan ke arah mana perusahaan akan menuju. Oleh karena itu, rangkaian kalimat dalam misi sebaiknya dinyatakan dalam suatu bahasa dan komitmen yang dapat dimengerti dan dirasakan relevansinya oleh semua pihak yang terkait. Menurut Pak Riyanto,


(49)

secara mudah misi Lonsum artinya adalah “untuk apa Lonsum itu ada?” dan ini pertama kali dicetuskan oleh pendiri yang berorientasi mencari untung.

Lonsum memiliki Misi : To add Value for stakeholders in Agribusiness yakni menambah nilai bagi “stakeholders” di bidang agribisnis. Misi ini memiliki beberapa komponen penting yaitu :

a. Add Kaizen (Incremental), yang terdiri dari : Leading (exponential) dan

Innovation

b. Value Profit, yakni : People (Employee and Community) dan Planet

(Suistanable environment)

c. Stakeholders Shareholder : Employee, Community, and Suistanble

Environment

d. Agribusiness – Suistanaible and integrated Agribusiness

II.2.5. Jenis Usaha

PT. PP. London Sumatra Indonesia, Tbk. (PT. Lonsum) merupakan salah satu perkebunan yang masih membudidaya tanaman karet selain kelapa sawit, kakao, teh, kopi dan sebagai produsen benih kelapa sawit dan kakao. Operasional PT. PP. London Sumatra Indonesia, tbk. bergerak dalam bidang perkebunan yang terdiri dari: perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, perkebunan coklat, perkebunan kopi, perkebunan kelapa, perkebunan teh. Perkebunan-perkebunan yang dimiliki oleh perusahaan ini tersebar diberbagai daerah yaitu:

1. Daerah Langkat (Kebun Turangie, Kebun Namu Tonga, Kebun Pulau Rambong, Kebun Bungara),

2. Daerah Serdang (Kebun Bagerpang, Kebun Sei Merah),

3. Daerah Rampah (Kebun Rambong Sialang, Kebun Sei Bulan, Kebun Bah Bulian),

4. Daerah Asahan (Kebun Gunung Melayu),

5. Daerah Pulau Jawa (Kebun Kertasari, Kebun Baambessie), 6. Daerah Sulawesi (Kebun Balambessie, Kebun Palang Isang).


(50)

PT. PP. London Sumatra Indonesia, Tbk. juga melakukan pengelolahan yang dilakukan dibeberpa pabrik yang terdapat di masing-masing daerah. Hal ini bertujuan untuk mencapai efisiensi kerja yang menghemat biaya angkutan. Hasil perkebunan dan pengolahan dari pabrik-pabrik yang akan dijual keluar negeri maupun dalam negeri terdiri dari: minyak kelapa sawit, coklat, kopra dan teh.

II.2.6. Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan salah satu unsur terpenting dalam suatuorganisasi atau perusahaan. Fungsi struktur organisasi diantaranya adalah untuk pembagian wewenang, menyusun pembagian kerja dan merupakan suatu sistem komunikasi. Dengan demikian, kegiatan yang dalam suatu perusahaan disusun teratur sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik.

Dalam penerapannya struktur organisasi dari suatu perusahaan selalu berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Untuk menetapkan suatu struktur organisasi harus dillihat sesuai perusahaan dan lingkup kebutuhan perusahaan yang menggunakannya. Struktur organisasi sangat berpengaruh dalam mencapai tujuan perusahaan. Jika struktur organisasi dapat dibentuk dengan tepat dapat mendukung pencapaian tujuan usaha. Tetapi jika sebaliknya maka akan terjadi ketidakteraturan Sumber Daya Manusia dalam melaksanakan kegiatan kantor dan usaha sehingga akan sangat berpengaruh pada hasil usaha.

Adapun struktur organisasi yang akan digunakan pada PT. PP. London Sumatra Indonesia adalah struktur organisasi garis yang pelimpah wewenang berlangsung secara vertikal yaitu dari pimpinan tertinggi kepada para bagian atau departemen di bawahnya dan kemudian dilanjutkan kepada unit bawah departemen yang bersangkutan. Dengan adanya struktur organisasi yang memisahkan fungsi dengan jelas, maka dapat diperoleh keuntungan

sebagai berikut:

1. Terwujudnya hubungan yang harmonis antar karyawan dalam perusahaan.


(51)

karyawan.

3. Terciptanya arus komunikasi yang baik dalam perusahaan. 4. Terhindarnya konflik dalam pelaksanaan proses kegiatan kerja.

II.2.7. Dewan Direksi

a. Benny Tjoeng (Presiden Direktur ;Warga Negara Indonesia)

Presiden Direktur Lonsum sejak tahun 2009. Meraih gelar Sarjana Akuntansi dari Akademi Akuntansi Jayabaya pada tahun 1984 dan gelar Sarjana dari Universitas Indonesia, jurusan Manajemen Keuangan pada tahun 1987. Dia memulai karirnya dengan SGV Utomo Co Prasetio sebagai Senior Auditor selama 1984-1989, dan sebelum bergabung dengan PT United Tractors, Tbk. sebagai Kepala Jurusan Akuntansi pada tahun 1990. Dia kemudian memegang posisi utama di PT Astra International, Tbk. dan PT Astra Graphia, Tbk. Ia menjadi Direktur di PT Astra Agro Lestari, Tbk, dan memegang berbagai posisi komisaris dan direktur di beberapa anak perusahaan Astra Agro. Jabatan terakhir di Astra Agro adalah Wakil Presiden Direktur, sebelum ditunjuk sebagai Presiden Direktur Astra Credit Company pada 2006-2008.

b. Sonny Lianto (Wakil Presiden Direktur 1; Warga Negara Indonesia)

Seorang direktur Lonsum sejak 2009. Dia lulus dari Universitas Trisakti jurusan Akuntansi dan memegang Diploma Pasca Sarjana di Strategic Marketing, Warren Keegan & Associates Inc Dia memulai karirnya sebagai Senior Auditor di sebuah perusahaan anggota Arthur Andersen & Co (saat Ernst & Young) pada tahun 1994 - 1997. Dia kemudian bergabung dengan berbagai perusahaan: PT Mulia Industrindo, Tbk, PT Admadjaja Korpora, yang merupakan perusahaan induk dari Grup Danamon, sebelum bergabung dengan PT Indofood Sukses Makmur - Divisi Corporate Controller pada tahun 1999. Beliau juga seorang General Manager di divisi yang sama di Indofood.


(52)

c. Eddy Hariyanto (Wakil Presiden Direktur 2; Warga Negara Indonesia)

Eddy Hariyanto ditugaskan sebagai Advisor & Manufacturing Manager Kemasan Division PT Indofood CBP Sukses Makmur pada tahun 2007. Ia sebelumnya menjabat sebagai Direktur Produksi & Operasi di PT Arfak Indra & PT Wenang Sakti (1996 - 2003) dan sebagai Manajer Operasional di CV multi Connection (1986 - 1989) dan Perwakilan Petugas PT Pakarti Sampurno (1983-1985). Bapak Eddy Hariyanto lulus dari Universitas Kristen Indonesia.

d. Tjhie Tje Fie (Direktur; Warga Negara Indonesia)

Direktur Lonsum sejak 2007, dan diangkat sebagai Wakil Presiden Direktur di 2009.Currently juga Direktur Non-Eksekutif dan Anggota Komite Nominasi, Komite Remunerasi dan Komite Eksekutif Indofood Agri Resources Ltd sejak Desember 2006. Bapak Tjhie adalah Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk dan memimpin Divisi Treasury, dan juga merupakan Komisaris PT Salim Ivomas Pratama. Sebelumnya menjabat sebagai Direktur PT Citra Inti Indomiwon dan Eksekutif Senior PT Kitadin Coal Mining. Bapak Tjhie Tje Fie meraih gelar Sarjana Akuntansi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas. e. Paulus Moleonoto (Director; Warga Negara Indonesia)

Direktur Lonsum sejak Desember 2007, ia juga Direktur Eksekutif dan Kepala Bagian Keuangan dan Jasa Perusahaan serta Anggota Komite Eksekutif Indofood Agri Resources Ltd, dan diangkat sebagai Direktur perusahaan yang pada bulan Desember 2006. Beliau juga seorang Wakil Presiden Direktur PT Salim Ivomas Pratama. Pada tahun 2009, Bapak Moleonoto diangkat sebagai Direktur PT Indofood Sukses Makmur, Tbk. Bapak Moleonoto memulai karirnya pada tahun 1984 dengan Drs Hans Kartikahadi & Co, sebuah perusahaan akuntan publik di Jakarta. Pada tahun 1990, ia bergabung dengan Salim sebagai Manajer dan menjadi Assistant Vice President (Komersial dan Akuntansi) pada tahun 1993. Pada tahun 1996, ia diangkat sebagai Wakil Presiden (Keuangan) dari


(53)

Salim. Dia membuat Chief Financial Officer Divisi Perkebunan PT Indofood Sukses Makmur Tbk Group pada tahun 2001 dan menjadi Wakil Kepala nya Corporate Treasury pada tahun 2003. Dia memiliki gelar Bachelor of Akuntansi dari Universitas Tarumanagara, dan Sarjana Manajemen dan Master of Science di bidang Administrasi & Kebijakan Bisnis dari Universitas Indonesia. Bapak Moleonoto juga merupakan akuntan terdaftar di Indonesia.

f. Wakeford (Direktur; Warga Negara Inggris)

Direktur Lonsum sejak Desember 2007. Saat ini juga Chief Executive Officer dan Direktur Eksekutif Indofood Agri Resources Ltd ("Indo Agri"). Sebelum diangkat sebagai Direktur Eksekutif dan CEO Indo Agri sejak 14 Agustus 2007, Bapak Wakeford menjabat sebagai Advisor dari Group tersebut sejak Januari 2007. Saat ini beliau adalah Direktur Utama PT Salim Ivomas Pratama. Dia memulai karirnya pada Kingston Smith & Co, sebuah firma akuntan di London, Inggris, dan telah di industri perkebunan sejak 1993, bekerja sama dengan perusahaan perkebunan di Indonesia, Papua Nugini dan Thailand. Beliau memulai karir perkebunannya sebagai Direktur Keuangan PT PP London Sumatra pada tahun 1993 sebelum pindah ke Pacific Rim Plantations Limited ("PRPOL") sebagai Chief Financial Officer (1995-1999), yang berbasis di Papua Nugini. Pada tahun 1999 ia menjadi CEO dan Direktur Eksekutif PRPOL. Ketika perusahaan itu dijual ke Cargill pada tahun 2005, Bapak Wakeford menghabiskan satu tahun dengan Cargill sebelum bergabung dengan Indo Agri pada Januari 2007. Mr Wakeford dilatih dan memenuhi syarat sebagai Chartered Accountant di London, Inggris dan mengikuti program Senior Executive di London Business School. g. Joefly J. Bahroeny (Direktur; Warga Negara Indonesia)

Direktur Lonsum sejak 2007, dan sebelumnya sebagai Komisaris Lonsum sejak tahun 1994. Saat ini juga menjabat sebagai Direktur PT Bahruny (Perkebunan Karet), Direktur PT Sisirau (Palm Oil Plantation & Mill), Direktur Utama PT Joefly J. Bahroeny (Kontraktor), Presiden Direktur PT Bahrun and


(54)

Sons (Perkebunan Karet), Presiden Direktur PT Mitra Keramika Cemerlang (Distributor Urea, Ekspor Urea), Komisaris Minimas Plantation Group, Komisaris PT Abhimata Mediatama.He lulus dari Universitas Berita South Wales, Sydney (1982), dan Magister Manajemen dari Universitas Agrobisnis Sumatera Utara, Medan (1999).

II.2.8 Dewan Komisaris

a. Fransiscus Welirang (Presiden Komisaris)

Mr Welirang menjadi Direktur Indofood sejak tahun 1995, dan ia bertanggung jawab untuk Kelompok Usaha Strategis Bogasari dimulai pada tahun 2004. Dia adalah Ketua Asosiasi Penggilingan Tepung Indonesia dan anggota dewan penasihat Asosiasi Indonesian of Food Technologists. Hingga Oktober 2007 ia adalah Presiden Komisaris PT Bursa Efek Surabaya dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Mr Welirang dianugerahi National Diploma Tinggi Teknik Kimia dari South Bank Polytechnic, London, Inggris.

b. Axton Salim (Komisaris)

Dia memiliki gelar Bachelor of Science, Administrasi Bisnis dari University of Colorado. Dia bergabung dengan PT Indofood Fritolay Makmur sebagai Manajer Pemasaran 2004-2006. Dia pindah ke menjadi Asisten CEO PT Indofood Sukses Makmur Tbk. pada tahun 2007. Beliau diangkat sebagai Komisaris Lonsum pada tahun 2009.

c. Werianty Setiawan (Komisaris)

Ibu Werianty Setiawan diangkat sebagai Direktur Indofood pada Mei 2009. Sebelum itu, ia adalah Sekretaris Perusahaan dan Kepala Divisi Hubungan Investor PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Dia memulai karirnya dengan Chase Manhattan Bank NA Jakarta sebagai Wakil Presiden Pemasaran Treasury pada tahun 1983 sebelum bergabung dengan Napan Group sebagai Manajer Keuangan


(55)

dan Direktur Keuangan Grup SCTV pada tahun 1987. Dia menjadi Treasury Manager di Bank Universal pada tahun 1990. Pada tahun berikutnya, beliau diangkat sebagai Managing Director di beberapa perusahaan yaitu Natura Pacific Sekuritas, Danpac Penasehat dan PT Victoria Kapitalindo International Sekuritas. Pada tahun 2002, dia adalah komisaris PT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk. Ibu Werianty Setiawan meraih gelar Bachelor of Science Akuntansi dari San Francisco State University, California, Amerika Serikat.

d. Hendra Widjaja (Komisaris)

Dia lulus dari Universitas Atmadjaja jurusan Manajemen dan Keuangan. Dia memulai karirnya sebagai Manajer Administrasi Nasional di PT Intiboga Sejahtera (1991 - 2000), dan dia diangkat sebagai Direktur & Chief Financial Officer di PT Indomarco Adi Prima (2000-2002). Sejak tahun 2002, ia adalah Wakil Kepala Divisi - Pengendali pada PT Indofood Sukses Makmur, Tbk. Ia diangkat sebagai Komisaris Lonsum pada tahun 2009.

e. Hans Ryan Aditio ( Komisaris)

Hans Ryan Aditio menjabat sebagai Senior Vice President Commercial PT Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari Flour Mills sejak years 1995. Beliau MULAI berkarir profesional years 1987 Dan BEKERJA di berbagai PERUSAHAAN diantaranya di Bank Windu Kencana Dan PT Binatara Grafikomindo.

f. Tengku Alwin Aziz (Komisaris Independen)

Sebuah Komisaris Independen Lonsum sejak tahun 2000. Dia sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama Bank Umum Nasional (1998-1999), Komisaris Utama Staco Graha, Staco Mitra Sedaya, Staco Jasa Pratama, Salindo Perdana Finance (1993-1998), dan sebagai Direktur Bank Dagang Negara (1992 -1997). Beliau meraih gelar di bidang Ekonomi jurusan Akuntansi dari Universitas Sumatera Utara, Medan (1968).


(56)

g. Hans Kartikahadi (Komisaris Independen)

Mr. Kartikahadi memiliki gelar Bachelor of Ekonomi, jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ia memperoleh Pelatihan Intensif Manajemen Umum dan Organisasi, Sistem Informasi, dan Akuntansi dari Bremen Economic Research Institute, Jerman Barat 1969-1970. Dia berpartisipasi dalam kursus Administrasi Publik yang diselenggarakan oleh PBB bekerjasama dengan Universitas Filipina pada tahun 1974 dan Visiting Scholar di Pusat Pendidikan Internasional dan Penelitian Akuntansi, University of Illinois, Urbana Champaign, USA pada tahun 1982. Mr Kartikahadi memulai karirnya sebagai Mitra Sie (Siddharta) & Co 1966-1973. Dia Pendiri / Managing Partner Hans Kartikahadi & Co, Founding Partner HTM (Hans Tuanakotta & Mustofa) sebagai Ketua / CEO 1990-2001 dan dilanjutkan sebagai Ketua sampai 2004.

II.2.9. Tugas dan Wewenang dalam Struktur Organisasi

Berikut adalah tugas dan wewenang masing-masing bagian yang terdapat di dalam PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk Medan yang berdasarkan struktur organisasi yang terlampir dalam laporan di bawah ini :

1. Board of Commisioner

Dewan Komisaris adalah posisi yang tertinggi dalam struktur organisasi di PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk Medan. Posisi ini dikuasai oleh pemegang saham yang pengangkatannya ditunjuk/disahkan oleh pemegang saham. Wewenang dan tanggung jawab dari Dewan Komisaris adalah sebagai berikut: a. Mengawasi pekerjaan Direksi.

b. Berhak memeriksa dokumen, gedung dan kekayaan perusahaan.

c. Meminta berbagai keterangan dari Direksi yang berkenaan dengan kepentingan perseroan.

d.Berhak memeriksa atas beban perusahaan serta meminta bantuan ahli untuk melakukan pemeriksaan.

e. Berhak meminta agar Presiden Direktur memanggil para Persero untuk menyelenggarakan Rapat Luar Biasa.


(1)

ataupun pemilih, kampanye merupakan sarana untuk melihat, mengamati, menentukan calon yang dipilihnya. Namun, di daerah perkebunan ini kampanye yang dilihat oleh responden hanya dari media cetak dan media elektronik saja, tidak ada kampanye calon kandidat yang masuk di daerah perkebunan ini.

Sehingga dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar yaitu sebanyak 42 responden tidak mengerti apa yang dikampanyekan oleh pasangan calon kepala daerah, sedangkan sebanyak 25 responden tidak percaya dengan janji-janji yang disampaikan oleh calon kandidat kepala daerah. Hanya 19 responden yang menyatakan bahwa mereka merasa bahwa kampanye calon kepala daerah itu dapat mempengaruhi pilihan para responden.

Tabel 13

Pengaruh Kampanye Terhadap Pilihan Responden

No Jawaban Jumlah Persentase

1 Cukup besar 6 7

2 Besar 21 23

3 Kecil 25 27

4 Tidak ada 34 37

5 Tidak memilih 6 6

Jumlah 93 100

Sumber: data kuesioner 2013

Dari beberapa pertanyaan yang diajukan kepada responden berkenaan dengan media massa, terlihat bahwa media massa tidak dapat mempengaruhi pilihan mereka. Walaupun responden sering membaca koran namun pilihan


(2)

Sebanyak 34 responden yang menyatakan bahwa media massa tidak mempengaruhi pilihannya, sedangkan 21 responden menyatakan bahwa media massa dapat mempengaruhi pilihan mereka, dan 25 responden yang menyatakan bahwa media massa hanya kecil pengaruhnya untuk mempengaruhi pilihan mereka. Hanya 6 responden yang menyatakan bahwa media massa cukup besar mempengaruhi pilihan mereka untuk memilih kepala daerah.


(3)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Perilaku pemilih telah menjadi pembahasan yang menarik didalam proses demokrasi terutama didalam Pemilihan Umum. Perilaku pemilih menempatkan rakyat sebagai hakim tertinggi dalam menentukan calon presiden, wakil presiden, kepala daerah, dan wakil kepala daerah yang dilakukan secara langsung. Hasil penelitian yang dilakukan ini mendapatkan kesimpulan, yakni:

1. Masyarakat manjatuhkan pilihannya berdasarkan faktor kepribadian seseorang. Pada penelitian ini menemukan hal yang sama dengan penelitian yang dilakukan pada William Lidle dan Saiful Mujani yang menemukan dua kesimpulan dalam memahami perilaku pemilih pada pemilu 1999, Pertama, semakin memudarnya politik aliran ditingkat masa pemilih. Massa pemilih cenderung kurang memperdulikan dari masing-masing partai politik. Kedua, ketokohan tetap menjadi variabel yang sangat penting dalam menarik dukungan massa pemilih. Kepribadian tokoh menjadi faktor terpenting didalam menentukan pilihannya. Pendekatan psikologis merupakan hal yang dominan pada penelitian ini. Pendekatan psikologis menekankan pada aspek ketokohan atau citra kandidat. Dimana pada penelitian ini didapat hasil bahwa ketokohan) dan citra kandidat merupaka aspek yang utama yang mampu mempengaruhi pilihan para pemilihan calon kepala daerah.

2. Masyarakat menjatuhkan pilihannya berdasarkan faktor ideologis menjadi alasan kedua responden dalam menjatuhkan pilihannya.


(4)

Dari hasil penelitian ternyata masyarakat menjadikan agama sebagai faktor terpenting yang harus dipertimbangkan. Karena masih ada kepercayaan masyarakat yang mengatakan bahwa “ jika masih ada yang seagama kenapa harus memilih yang lain”, pendapat ini yang masih digunakan para masyarakat. Sehingga faktor agama dapat mempengaruhi pilihan masyarakat perkebunan desa batu lokong.

3. Faktor ketiga, masyarakat menjatuhkan pilihannya berdasarkan program, visi dan misi menjadi alasan ketiga dalam menjatuhkan pilihannya. Pilihan ini dianggap cukup besar dalam mempengaruhi pilihan masyarakat untuk menjatuhkan pilihannya.

4. Faktor lingkungan sosial politik juga mempengaruhi pilihan masyarakat. Faktor ini dapat dilihat dengan pendekatan sosiologis dimana seorang anak lebih memilih ikut pemilihan kepala daerah dengan pilihan orang tuanya dibandingkan harus memikirkan pilihannya sendiri. Ini terlihat bahwa ada sebanyak 8 responden yang menjatuhkan pilihannya berdasarkan pilihan orang tuanya. 5. Faktor komunikasi politik yang dilakukan para calon kandidat

kepala daerah dengan cara kampanye melalui media massa. Dari hasil penelitian, masyarakat perkebunan desa batu lokong mendapatkan informasi mengenai peserta pemilihan umum kepala daerah melalui rekan kerja dan media cetak. Namun didalam penentuan pilihan masyarakat tidak terpengaruh oleh kampanye media cetak. Masyarakat tidak percaya dengan apa yang dikampanyekan para calon. Disini terlihat bahwa masyarakat sudah dapat menilai seseorang dengan mengguanakan akal pikirannya dan masyarakat sudah mampu mempertimbangkan apa yang baik dan buruk yang akan terjadi untuk daerah jika masyarakat salah memilih kepala daerah.


(5)

6. Faktor pengaruh dari kalangan atas dalam mempengaruhi pemilih dalam menjatuhkan pilihannya pun digadang-gadang juga dapat mempengaruhi masyarakat dalam menjatuhkan pilihannya. Dimana kita tahu bahwa perkebunan dahulu dalam hal apapun selalu dipengaruhi oleh kalangan atas termasuk didalam hal politik ini. Namun dalam penelitian maupun hasil wawancara yang dilakukan penulis sebanyak 90 responden menyatakan bahwa tidak ada pengaruh kalangan atas dalam mempengaruhi pilihan mereka. Sebanyak 3 responden yang menyatakan bahwa ada pengaruh kalangan atas dalam mempengaruhi pilihan mereka. Namun dalam hal ini bukan berupa paksaan. Di daerah ini terdapat 1 orang yang merupakan tim sukses salah satu calon kandidat kepala daerah, sehingga dia mengajak bukan memaksa para responden untuk menjatuhkan pilihannya. Sehingga tidak ada paksaan dari kalangan atas dalam menjatuhkan pilihan pemilih dalam menjatuhkan pilihannya.

Dengan demikian hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa perilaku pemilih masyarakat perkebunan desa batu lokong dipengaruhi oleh faktor psikologis. Dimana faktor kepribadian tokoh atau ketokohan menjadi faktor yang dominan dalam pemilih untuk menjatuhkan pilihannya. Selain itu, tidak ada paksaan dari kalangan atas dalam menjatuhkan pilihan pemilih dalam menjatuhkan pilihannya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Afsar, Muhammad, 1996, Beberapa Pendekatan dalam Memahami Perilaku Pemilih. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Amal, Ichlasul, 1996, Teori-teori Mutahir Partai Politik. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya

Duverger, Maurice, Sosiologi Politik, Jakarta: Rajawali Press, 1982 Firmanzah. 2007, Marketing politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Juliantara, Dadang, Pembaruan Kabupaten, Yogyakarta: Pembaruan, 2004 Mar’at, Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurnya, Jakarta: Gramedia Widya Sarana, 1992

McClosky, Herbert, 1959, Political Science Review. London

Prihatmoko, Joko J, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Semarang: Pustaka Pelajar, 2005

Rahman, A H.I, 2007, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu Rakhmat, Jalaluddin. 1991. Metode Penelitian Komunikasi. Bamdung: Remaja Rosdakarya

Ridwan, Asep. Memahami Perilaku Pemilih Pada Pemilu 2004 di Indonesia, Jurnal Demokrasi dan HAM, Jakarta: The Habibie Center, 2000

Sastroatmodjo, Sudijono, Perilaku Politik, Semarang: IKIP Press, 1995 Surbakti, Ramlan. 1999, Memahami Ilmu Politik, Jakarta. Grasindo

Yudhoyono, Bambang, Otonomi Daerah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001


Dokumen yang terkait

Pemetaan Daerah Rawan Konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus : Desa Aek Nabara, Batu Satail, Bulu Mario, dan Sitandiang)

8 69 76

Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013

1 64 93

Perilaku Pemilih Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 Di Kecamatan Medan Helvetia

0 54 79

Analisis Ikatan Primordialisme Etnik keturunan Arab Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Langsung tahun 2005 (Studi Kasus : Pemilihan Walikota Medan tahun 2005)

2 47 70

Pertanggungjawaban Kepala Daerah Sebagai Pelaksana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2004

2 56 119

Perilaku Pemilih Dalam Pemilihan Kepala Daerah (Studi : Perilaku Pemilih Masyarakat di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2008)

0 39 77

Implikatur Percakapan Dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah Dki Jakarta

13 100 120

Perilaku Pemilih Masyarakat Batak Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 (Studi Kasus Di Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu)

0 12 88

BAB II Deskripsi Lokasi Penelitian II.1. Deskripsi Desa Batu Lokong II.1.1. Sejarah Desa - Perilaku Pemilih Masyarakat Perkebunan Pt.Pp London Sumatera Desa Batu Lokong Kecamatan Galan Kabupaten Deli Serdang Pada Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sumatera

0 0 27

Perilaku Pemilih Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 Di Kecamatan Medan Helvetia

0 0 12