BAB 1 PENDAHULUAN - Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan: Studi Fenomenologi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Konflik adalah bagian dari kehidupan manusia yang timbul karena kompleksitas hubungan manusia. Konflik berawal pada kenyataan bahwa setiap individu adalah unik dan memiliki sistem nilai, filosofi, struktur kepribadian dan latar belakang serta gaya yang berbeda-beda (Huber, 2000). Konflik adalah satu fenomena yang ak a n selalu mewarnai interaksi sosial sehari-hari dan menyertai kehidupan organisasi. Konflik secara umum didefenisikan sebagai perselisihan internal atau eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih (Marquis & Huston, 2003; Hendel, fish & Galon, 2009).

  Ruang perawatan intensif atau intensive care unit (ICU) adalah unit perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan yang terlatih serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus (Depkes RI, 2006). Keperawatan dalam ICU tergolong dalam keperawatan kritis dimana pelayanan keperawatan berfokus pada pasien dalam keadaan kritis yang memerlukan perawatan dan pengobatan yang intensif ( Mrayyan, 2009). Menurut Sevel & Munro (2013) dan Coombs (2003) konflik di ICU merupakan suatu hal yang umum, ICU ibarat lahan yang subur untuk tumbuhnya suatu konflik. Petugas ICU harus terus mencari informasi mengenai pengembalian fungsi organ dan pemulihan kesehatan secara menyeluruh pada pasien-pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa, melakukan banyak tindakan perawatan yang cepat tepat dan pada saat yang bersamaan petugas ICU harus memberikan informasi yang jelas dan jujur kepada pasien dan keluarga yang sedang dalam keadaan emosi yang tertekan, selanjutnya ketika kematian tidak dapat dihindarkan sering menjadi sumber terjadinya konflik di ICU (Azoulay, Timsit, Sprung, Soares, Rusinova, Lafabrie et al., 2009).

  Konflik yang sering terjadi di ICU adalah konflik dalam tim ICU seperti konflik antara perawat dengan dokter, konflik antar tim di ICU misalnya ketegangan antara perawatan klinis atau waktu pelaksanaan ekstubasi, konflik antara tim ICU dengan pelayanan jasa konsultasi misalnya dalam penyediaan antibiotik yang tidak disetujui oleh jasa konsultasi ICU (Sevel & Munro, 2013). Konflik perawat dengan dokter lebih tinggi ditemukan di ruang ICU dibandingkan dengan konflik perawat dengan dokter di bangsal (Mrayyan, 2009).

  Konflik dokter dan perawat dapat menyebabkan kesalahan dalam pengobatan, luka-luka pada pasien bahkan kematian pasien. Hal ini akan mengakibatkan rumah sakit harus mengeluarkan biaya langsung dan tidak langsung untuk mengatasi konflik. Biaya langsung akibat dari konflik adalah biaya pengadilan,kehilangan produktifitas manajemen, biaya turnover karyawan, kelemahan dan klaim kompensasi karyawan, kehilangan kontrak dengan provider, peningkatan pengeluaran untuk mengganti kerugian pasien dan kerusakan

  property yang disengaja. Biaya tidak langsung dari konflik adalah: kerusakan

  moral tim, kehilangan kesempatan untuk proyek yang akan datang, biaya ke pasien, biaya untuk kehilangan reputasi di pasar, dan peningkatan insiden prilaku yang mengganggu dalam organisasi (Brinkert, 2010).

  Suatu studi penelitian mengenai prevalensi, karakteristik dan faktor-faktor resiko konflik yang terjadi di ICU diperoleh bahwa dari 7498 staf ICU (3223 ICU yang berada di 24 negara) 5.268 (71,6%) melaporkan bahwa dalam waktu seminggu sebelum survei dilakukan terdapat sedikitnya satu konflik di ICU, dimana konflik yang paling sering adalah konflik antara perawat dengan dokter 32,6 %, 27,3% konflik antara perawat dengan perawat dan 26% adalah konflik antara staf dengan keluarga pasien (Azoulay et al. 2009). Penyebab umum konflik adalah prilaku personal, rasa tidak percaya, masalah komunikasi, kurangnya dukungan psikologis perawat ICU dalam perawatan pasien yang sedang sekarat dan adanya konflik dengan atasan. Konflik berat terkait dengan beban kerja, komunikasi yang tidak memadai dan kurangnya dukungan psikologis bagi staf dalam melakukan perawatan menjelang kematian pasien (Brinkert, 2010; Edwards, Throndson & Girardin, 2012; Mrayyan, 2009; Azoulay, 2009)

  Menurut studi penelitian Guerra, Prochnow, Trevizan, dan Guido (2011) kepala ruangan di RS Brazil tidak mengetahui cara mengelola konflik sebelumnya. Mereka belajar memanajemen konflik setelah diangkat menjadi kepala ruangan. Banyak pengangkatan kepala ruangan berdasarkan kemampuan klinisnya dengan sedikit atau bahkan tidak mempunyai kemampuan manajerial sama sekali sehingga tidak mempunyai persiapan dalam pemecahan masalah, mentoring staf atau tanggung jawab lain yang dibutuhkan dalam lingkungan pekerjaan (Judkins,Reid & Furlow, 2006)

  Studi penelitian Hendel, Fish & Galon (2005) mendapatkan bahwa manajemen konflik yang paling umum digunakan oleh manajer keperawatan di rumah sakit umum Israel adalah kompromi. Manajemen konflik kepala ruangan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan pada umumnya menggunakan gaya manajemen kompromi diikuti dengan akomodasi, kompetisi (Purba & Fathi, 2012).

  Kepala ruangan ICU sebagai manajer lini pertama yang secara langsung mengelola seluruh sumber daya di unit perawatan intensif yang dipimpinnya harus dapat mengelola konflik untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi petugas kesehatan dan juga bagi pasien dan keluarga pasien. Kepala ruangan harus mampu mengenali adanya konflik dan mampu memfasilitasi penyelesaian konflik yang bersifat membangun/konstruktif secepat mungkin (Gillies,1994; Mrayyan, 2009; Toren & Wagner, 2010). Kinerja dari perawat pelaksana sebagai karyawan rumah sakit dapat menurun atau meningkat tergantung dari bagaimana kemampuan kepala ruangannya sebagai manajer dan pemimpin mengelola konflik sehari-hari dengan baik (Abubakar, 2008). Kinerja perawat pelaksana yang buruk akibat konflik pada akhirnya akan mempengaruhi perawatan pasien (Al-Hamdan et al. 2011).

  Kepala ruangan juga sering dihadapkan pada situasi konflik yang berhubungan dengan adanya tekanan antara kepentingan rumah sakit dan nilai- nilai keperawatan professional. Kepala ruangan bertanggung jawab melindungi pasien, keluarga pasien dan staf keperawatan dengan memperhatikan kesehatan mereka dan perawatan yang berkualitas selain itu kepala ruangan juga harus memperhatikan kebutuhan rumah sakit akan cost effectiveness dan efisiensi sehingga dapat menimbulkan konflik peran pada kepala ruangan (Gillies, 1994; Toren & Wagner, 2010).

  Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi di Medan, pemilihan tempat penelitian didasarkan atas RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi di Medan merupakan rumah sakit pemerintah yang letaknya sangat strategis dan merupakan rumah sakit rujukan di provinsi sumatera utara. Hasil wawancara dengan seorang kepala ruangan perawatan intensif di RSUD Dr. Pirngadi pada tanggal 22 Oktober 2013 di RSUD Dr.

  Pirngadi mengatakan bahwa di ruangan perawatan intensif yang dia pimpin sering terjadi konflik. Konflik yang timbul di ruangan yang ia pimpin adalah konflik antara sesama perawat, perawat dengan atasan, perawat dengan dokter dan juga konflik antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarga pasien. Konflik sering timbul akibat kurangnya disiplin kerja perawat dan adanya masalah komunikasi antara petugas kesehatan di ICU.

  Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini ingin mempelajari secara mendalam tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pengalaman kepala ruang dalam mengelola konflik di ruang perawatan intensif serta mendapat informasi tentang hambatan dan dukungan kepala ruangan dalam mengelola konflik.

  Informasi tersebut dapat bermanfaat dalam menurunkan stress kerja kepala ruangan yang bekerja di ruang rawat intensif sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah

  Eksplorasi pengalaman kepala ruang dalam mengelola konflik di ruang rawat intensif merupakan hal penting, mengingat: 1) Konflik terjadi secara alami dan merupakan fenomena yang diperkirakan akan terjadi di dalam organisasi. 2) Ruang perawatan intensif memiliki lebih banyak konflik dibandingkan ruang bangsal. 3) Konflik dalam ruang perawatan intensif dapat berdampak positif atau negatif tergantung pada kemampuan kepala ruangan mengelola konflik. 4) Berbagai penelitian terkait pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang perawatan intensif masih sangat terbatas.

  Mengingat kepala ruangan sebagai individu yang unik dan berbeda satu dengan yang lain, maka pengalaman persepsi dan responnya terhadap suatu kejadian dan penghayatan individu tentang pengalaman juga akan bervariasi. Angka kematian yang lebih tinggi di ruang perawatan intensif dibandingkan dengan ruang rawt inap lainnya tentunya akan mempunyai pengalaman emosi tersendiri bagi kepala ruangan selama mengelola konflik yang terjadi di ruangan intensif yang dia pimpin. Dengan demikian maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang perawatan intensif di rumah sakit umum pemerintah di kota Medan?”

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi secara mendalam tentang pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang rawat intensif di rumah sakit umum pemerintah di kota Medan.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi:

  1.4.1 Praktik keperawatan

  Hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kinerja kepala ruangan di ruang perawatan intensif dan menciptakan iklim organisasi yang baik sehingga bisa mencegah terjadinya kerugian pada perawat maupun rumah sakit.

  1.4.2 Manajemen Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada manajemen rumah sakit terutama ruang perawatan intensif , bidang keperawatan serta direktur umum dan SDM rumah sakit dalam rangka pengelolaan lingkungan kerja perawat yang lebih kondusif

   1.4.3 Peneliti Selanjutnya

  Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dasar penelitian selanjutnya terkait mengelola konflik oleh kepala ruangan di ruang perawatan intensif.

Dokumen yang terkait

Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

8 159 90

Perbedaan Gaya Manajemen Konflik Berdasarkan Karakteristik Demografi Kepala Ruangan Rumah Sakit di Medan

2 48 92

Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan: Studi Fenomenologi

14 167 162

Pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam Penerapan Gaya Kepemimpinan Islam di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah

0 43 143

BAB 1 PENDAHULUAN - Pengalaman Perawat dalam Memberikan Perawatan Paliatif pada Pasien Kanker di Rumah Sakit Murni Teguh Medan

0 1 7

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan

0 2 9

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Pengembangan Audit Dokumentasi Keperawatan di Ruang Perawatan Intensif RS Santa Elisabeth Medan

0 0 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Kinerja Kepala Ruangan Terhadap Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 13

Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan: Studi Fenomenologi

0 0 5

2.1 Konsep Konflik dan Mengelola Konflik 2.1.1 Pengertian Konflik - Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan: Studi Fenomenologi

0 0 56