2.1 Konsep Konflik dan Mengelola Konflik 2.1.1 Pengertian Konflik - Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan: Studi Fenomenologi

TINJAUAN PUSTAKA

  Mengacu pada tujuan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi secara mendalam tentang pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang perawatan intensif rumah sakit umum pemerintah di kota Medan, maka berikut ini akan diuraikan mengenai konsep dan teori tentang konflik dan mengelola konflik, kepala ruangan, ruang rawat intensif dan rumah sakit

2.1 Konsep Konflik dan Mengelola Konflik

2.1.1 Pengertian Konflik

  Menurut Huber (2000) Konflik adalah suatu bagian kehidupan yang timbul karena adanya kompleksitas hubungan manusia dimana tiap-tiap orang unik, memiliki sistem nilai, filosofi, struktur kepribadian, pemikiran dan gaya hidup yang berbeda-beda. Marquis & Huston (2010) mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan internal atau eksternal akibat adanya perbedaan gagasan,nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih. Gillies (1994) mendefenisikan konflik sebagai suatu perselisihan antara sikap bermusuhan atau kelompok penentang atau ide-ide.

  Diskusi panel antara dokter dan perawat ICU pada konferensi tahunan

  

European Society of Intensive Care Medicine (ESICM) tahun 2006,

  menyimpulkan pengertian dari konflik yaitu suatu pertikaian, perselisihan, ketidakcocokan, oposisi atau perbedaan pendapat yang melibatkan lebih dari interpersonal (Azolay et al, 2009) Dari berbagai defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan persepsi, nilai dan latar belakang individu yang saling berinteraksi baik bersifat internal atau eksternal yang terjadi antara dua individu atau lebih

2.1.2 Sumber Konflik

  Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi bergantung pada cara-cara individu menafsirkan, mempersepsi dan memberi tanggapan terhadap lingkungan kerjanya. Swansburg (2000); Hendel et al. (2005) mengemukakan bahwa penyebab konflik adalah:

a. Prilaku menantang

  Prilaku menantang dapat menimbulkan konflik. Menurut Murphy (1984 dalam Swansburg 2000), menggambarkan tiga versi penantang; 1) Competitive

  

Bomner yang mudah menolak untuk bekerja. Sering menggerutu dengan

  bergumam yang dapat diterjemahkan sebagai urus saja sendiri. Prilaku-prilaku ini dilakukan untuk memancing respons manajerial. 2) Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu. Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi sambil juga melakukan ejekan dan hinaan, mengeluh dan mengkritik untuk mendapatkan dukungan yang lainnya. 3). Avoider penentang ini menghindarkan kesepakatan dan partisipasi, tidak berespon terhadap manajer perawat

  Stress dapat menghasilkan kepenatan. Manajer perawat merasa penat karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi.

  Konfrontasi, ketidaksetujuan dan kemarahan adalah bukti dari stress dan konflik. Stres dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilaksanakan antar manusia,termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi (Edward, Throndson & Girardin, 2012)

  c. Ruang

  Ruangan yang sempit, sementara perawat yang harus berinteraksi secara konstan dengan anggota staf lain, pengunjung dan tenaga kesehatan lain dapat menimbulkan stress sehingga beresiko untuk terjadinya konflik

  d. Kewenangan dokter

  Perawat masa kini ingin lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab professional dan tanggung gugat untuk perawatan pasien. Para dokter kadang- kadang melalaikan usulan mereka sementara perawat menginginkan feed back, hal ini dapat membuat gagalnya komunikasi dua arah dan mengarah pada terjadinya konflik (Coombs, 2003)

  e. Keyakinan, nilai dan sasaran Aktivitas atau persepsi-persepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik.

  Hal ini terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang berbeda dengan manajer perawat, dokter, pasien, pengunjung, keluarga, bagian administrasi dan lainnya.

  Perubahan menimbulkan konflik yang pada gilirannya menghalangi perubahan itu sendiri seperti perubahan kebijakan organisasi, mutasi, perubahan metoda fungsional menjadi tim (Gillies, 1994; Marquis & Huston, 2010). Manusia yang tidak dipersiapkan menghadapi perubahan akan menolaknya atau mengalami kegagalan dalam mendukungnya. Suasana organisasi dan gaya kepemimpinan dapat menimbulkan konflik . Usia dapat menimbulkan stress dan konflik. Pada umumnya perawat yang baru selesai pendidikan ketika baru bekerja akan merasa stress dan panik dalam bekerja ( Henry, 2012).

  Sumber konflik di ruang perawatan intensif menurut Azolay et al. (2009) secara umum terbagi 2 yaitu

  a.Prilaku yang berkaitan dengan konflik

  Kebencian pribadi, rasa tidak percaya, masalah komunikasi, tidak adanya pertemuan staf keperawatan secara teratur, salah pengertian antar staf, salah pengertian antara staf dengan keluarga pasien, prilaku staf yang tidak pantas, kurangnya kemampuan kepala ruangan dalam memimpin suatu unit, membantah informasi, kebijakan visitasi yang tidak adequat dan salah pengertian antara staf dan pasien

b. Berkaitan dengan perawatan menjelang kematian pada pasien

  Tidak adanya dukungan psikologis, belum optimalnya proses pengambilan keputusan, Kontrol gejala yang belum optimal, keinginan keluarga yang keputuasan mengenai kematian yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Menurut Edwards, Throndson, & Girardin (2012); Calvin, Lindy & Clingon (2009) konflik yang dialami oleh perawat di ICU bersumber dari mulainya perawatan akhir kehidupan pasien, lamanya perawatan pasien, keadaan pasien yang gawat, faktor keluarga termasuk budaya dan kepercayaan, konflik keluarga sebelumnya, ketidakhadiran keluarga dalam diskusi mengenai harapan pasien, hambatan komunikasi, anggota keluarga yang merasa terasing dan sedikitnya komunikasi antara tim ICU dengan keluarga.

2.1.3. Jenis Konflik

  Menurut McElhaney (1996 dalam Hendel et al. 2005); Al-Hamdan et al.(2011) Manajer keperawatan setiap hari berhubungan dengan konflik internal dan konflik eksternal. Konflik juga dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Konflik langsung terjadi apabila orang yang berselisih memusatkan perhatian dan tindakan mereka terhadap satu sama lain pada persoalan yang mendasari perselisihan pendapat mereka. Konflik tidak langsung dimana anggota kelompok menyerang satu sama lain melalui orang lain dan menyembunyikan persoalan pokok dengan membicarakan persoalan lain (Gillies, 1994 )

  Menurut Marquis dan Huston (2010) di dalam organisasi, konflik dipandang secara vertikal dan horizontal. Konflik vertikal terjadi antara atasan dan bawahan. Konflik horizontal terjadi antara staf dengan posisi dan kedudukan yang kategori konflik yang utama yaitu:

  a. Konflik intrapersonal

  Konflik yang terjadi di dalam diri seseorang meliputi upaya untuk mengklarifikasi nilai atau keinginan yang berlawanan. Bagi manajer, konflik intrapersonal dapat disebabkan oleh berbagai area tanggung jawab yang terkait dengan peran manajemen yaitu berkaitan dengan tanggung jawab terhadap organisasi, pegawai, konsumen dan profesi

  b. Konflik interpersonal

  Konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan nilai, tujuan dan keyakinan yang berbeda. Orang yang mengalami konflik ini dapat mengalami pertentangan dalam komunikasi ke atas, bawah, horizontal dan diagonal.

  c. Konflik interkelompok

  Konflik yang terjadi antara dua atau lebih kelompok orang, departemen atau organisasi. Contoh konflik interkelompok adalah penggabungan dua partisipan dengan perbedaan keyakinan yang sangat besar

  Berdasarkan dampaknya Ivancevich (2005); Azolay et al (2009) membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu:

  a. Konflik fungsional (functional conflict)

  Suatu konfrontasi antarkelompok yang dapat meningkatkan dan menguntungkan kinerja organisasi. Konsekuensi konflik yang fungsional adalah inovasi.

  b. Konflik Disfungsional (dysfunctional conflict)

  Setiap konfrontasi atau interaksi antar kelompok yang membahayakan organisasi atau menghambat organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya.

  Timbulnya kejenuhan mengakibatkan tingginya turnover pada tenaga dokter dan perawat.

  Menurut Azoulay et al (2009); Edwards et al. (2012) Savel & Cindy (2013), jenis-jenis konflik di ruangan ICU antara lain:

  a. Konflik antara tim ICU dengan tim lain

  Emosi yang tinggi dan keadaan lingkungan ICU dapat menjadi lahan yang subur untuk tumbuhnya konflik. Konflik dapat timbul akibat ketidaksamaan persepsi mengenai terapi dan ketepatan waktu pelaksanaan tindakan.

  b. Konflik antara tim ICU dan Pelayanan konsultasi

  Tim konsultasi merasa dihina apabila tim ICU tidak melakukan rekomendasi yang diberikan sementara tim ICU memiliki pertimbangan berbeda dengan rekomendasi yang telah diberikan oleh tim konsultan sehingga tim ICU sering tidak melakukan rekomendasi dari konsultan. Hal ini sering menimbulkan kesalahpahaman dan masalah dalam komunikasi yang harus segera diselesaikan

  c. Konflik dalam tim ICU

  Dalam tim ICU konflik yang sering terjadi adalah konflik antara dokter dengan perawat dan konflik antar perawat. Konflik antara perawat dengan dokter lebih tinggi ditemukan di ICU daripada di bangsal (Mrayyan, 2009).

  Pasien ICU merasa harapannya mengenai perawatan akhir kehidupan sering tidak dipenuhi oleh tim ICU, sementara menurut tim ICU hal tersebut mustahil karena pada umumnya pasien-pasien ICU mempunyai gangguan kesadaran dan disamping itu keputusan mengenai kesehatan mereka juga banyak dipengaruhi oleh keluarga (Kinoshita, 2007)

2.1.4 Proses Konflik

  Menurut Marquis & Huston (2010); Guerra et al (2011) ada proses yang terjadi pada konflik yang berkembang secara dinamis, sebelum berupaya atau mencoba mengatasi konflik , seorang manajer harus mampu mengkaji 5 tahap konflik secara akurat,yaitu:

  a. Konflik laten

  Secara tidak langsung berisi tentang kondisi yang menyebabkan konflik, misalnya kurangnya tenaga perawat dan perubahan yang cepat. Dalam tahap ini, kondisi tersebut siap berkembang menjadi konflik, walaupun belum ada konflik yang benar-benar terjadi dan mungkin tidak akan pernah terjadi. Akan ada lebih banyak konflik yang tidak perlu terjadi karena dapat dicegah atau dikurangi jika manajer dapat mengkaji secara lebih seksama adanya kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya konflik.

  b. Konflik yang dipersepsikan( Substantif)

  Konflik intelektual dan sering melibatkan isu serta peran. Konflik ini dikenal secara logis dan tidak melibatkan perasaan orang yang terlibat konflik.

  Kadang konflik dapat diatasi pada tahap ini sebelum diinternalisasi atau dirasakan.

  Terjadi ketika konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakan antara lain rasa bermusuhan, takut, tidak percaya dan marah. Konflik ini mungkin juga dipersepsikan bukan dirasakan ( yaitu tidak ada emosi yang terkait dengan konflik dan orang yang terlibat hanya memandangnya sebagai masalah yang perlu diselesaikan). Orang juga dapat merasakan konflik, tetapi tidak mengetahui masalahnya (yaitu mereka tidak mampu mengidentifikasi penyebab konflik yang dirasakan.

  d. Konflik yang dimanifestasikan ( Konflik jelas)

  Konflik yang memerlukan tindakan berupa menarik diri, berdebat, bersaing atau mencari penyelesaian konflik. Jika konflik mencapai tahap ini akan sulit mencari penyelesaian tanpa menggunakan sumber lain

  e. Akibat konflik

  Akibat yang ditimbulkan oleh konflik mungkin lebih terlihat daripada konflik itu sendiri jika konflik itu tidak ditangani secara konstruktif. Konflik akan selalu menimbulkan dampak positif ataupun dampak negatif. Jika konflik dikelola secara baik, orang yang terlibat konflik akan percaya bahwa ia akan diperlakukan secara adil. Jika konflik dikelola secara buruk, isu konflik seringkali tetap ada dan dapat terulang serta menyebabkan lebih banyak konflik.

  Konflik laten (juga disebut kondisi penyebab) Konflik yang dirasakan Konflik yang dipersepsikan Konflik yang dimanifestasikan Penyelesaian konflik atau manajemen konflik Akibat konflik

Gambar 2.1 Proses konflik Sumber Marquis & Huston ( 2010 )

  Menurut Pondy (1967 dalam Huber, 2000); Guerra et al. (2011) proses konflik terdiri dari 5 tahap yaitu:

  a. Kondisi Laten

  Proses dimulai dari kondisi anteseden seperti aturan yang tidak jelas, kompetisi untuk mencari sumber-sumber yang langka atau menjadi satu bagian dengan tujuan yang berbeda. Proses berbentuk siklus searah yang mana keadaan atau situasi setelah konflik dapat menjadi konflik yang laten untuk konflik yang akan datang.

  b. Konflik yang dipersepsikan (Kognisi)

  Konflik sudah mulai dipersepsikan atau disadari

  Konflik sudah dirasakan dan mempengaruhi emosi

  d. Konflik yang dimanifestasikan

  Ketegangan dalam konflik menyebabkan timbulnya suatu tindakan. Tahap ini individu mungkin dengan kata-kata negatif , menyerang orang lain , atau mencoba untuk mengubah situasi atau lingkungan sebagai cara untuk mengurangi ketegangan

  e. Setelah penyelesaian konflik

  Setelah konflik dapat timbul dampak positif atau konstruktif apabila hasil konflik menghasilkan resolusi yang positif atau berdampak negatif apabila resolusi bersifat destruktif. Ingatan dan perasaan akan proses dari konflik dapat menjadi konflik laten dan kemudian akan mengikuti siklus seperti Gambar 2.2

  Kondisi laten Dua orang karyawan mempunyai konflik dalam proritas nilai-nilai staf Konflik yang dipersepsikan Kedua karyawan menyadari konflik mereka oleh karena adanya kekurangan staf

  • Gambar 2.2 Tahapan proses konflik menurut Pondy (1967 dalam Huber, 2000)

  Konflik yang dimanifestasikan Kedua karyawan menunjukkan kemarahan mereka melalui argumen yang bermusuhan

  Konflik yang dirasakan Kedua karyawan mulai mengembangkan perasaan negatif satu sama lain

  Setelah penyelesaian konflik Ada perasaan positif atau negatif yang tersisa antara karyawan ytergantung pada bagaimana konflik itu telah diselesaikan Menurut Henkin et al (1991 dalam Huber 2000) ; Hendel (2005) ; Brinkert (2010) konflik dapat berdampak negatif ketika konflik menghasilkan ketakutan, permusuhan, ancaman dan kurangnya rasa percaya, rasa jenuh, juga biaya langsung dan biaya tidak langsung yang tinggi. Konflik juga dapat berdampak positif karena menghasilkan unifikasi, integrasi, kreativitas, perubahan, pemecahan masalah dan pertumbuhan serta kemampuan dalam mengelola konflik.

  Konflik juga dapat memberi dampak konstruktif dan desktruktif. Dampak konstruktif seperti meredakan konflik lebih lanjut, meningkatkan efektivitas, meningkatkan keterikatan, menghasilkan pemimpin dan menguji basis kekuatan. Dampak destruktif dari konflik adalah menurunkan kinerja, perkelahian dan adanya stereotip negatif ( Huber, 2000)

2.1.6 Mengelola Konflik

   Mengelola konflik mengacu pada model atau gaya yang digunakan oleh salah satu atau kedua belah pihak untuk mengatasi konflik (Hendel et al, 2005) .

  Manajer perawat harus mempunyai tehnik atau keterampilan dalam mengelola konflik yang bertujuan untuk memperluas pengertian tentang masalah-masalah dan meningkatkan sejumlah kemungkinan alternatif dalam pemecahan konflik.

  Adapun gaya manajemen konflik berdasarkan beberapa pendapat ahli yaitu:

a. Menurut Marquis & Huston ( 2010 )

  Gaya manajemen konflik dapat dibedakan menjadi enam macam yaitu:

  Setiap pihak melepaskan salah satu tuntutannya. Walaupun banyak orang melihat kompromi sebagai strategi penyelesaian masalah yang terbaik, pihak yang menentang akan merasakan itu sebagai situasi kalah-kalah karena pihak tersebut atau kedua belah pihak merasa bahwa mereka telah melepaskan tuntutan lebih dari orang lain dan oleh karena itu mereka merasa dikalahkan. Agar kompromi tidak menghasilkan situasi yang kalah-kalah, kedua belah pihak tidak boleh melakukan kompromi lebih awal jika kolaborasi masih memungkinkan dapat dilakukan.

  2. Kompetisi

  Digunakan ketika satu pihak memaksakan kehendaknya walaupun mengorbankan orang lain. Hanya ada satu pihak yang menang, sehingga pihak yang berkompetisi mencari jalan agar menang tanpa peduli akibatnya pada pihak lain (Al-Hamdan, 2011) Strategi penyelesaian konflik menang-kalah membuat pihak yang kalah menjadi marah, frustasi dan ingin membalas dendam di waktu yang akan datang. Manajer dapat menggunakan kompetisi jika satu pihak memiliki lebih banyak informasi atau pengetahuan tentang situasi daripada pihak lain

  3. Bekerja sama

  Strategi ini merupakan win-win solution. Dalam kolaborasi kedua pihak yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya yakin akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi insentif

  4. Smoothing

  Digunakan untuk mengatur situasi konflik. Seseorang menarik hati orang lain yang terlibat dalam konflik untuk mengurangi komponen emosional dalam konflik itu. Smoothing sering digunakan manajer agar seseorang mengakomodasi atau bekerja sama dengan pihak lain. Smoothing terjadi ketika satu pihak dalam konflik berupaya untuk memuji pihak lain atau berfokus pada hal yang disetujui bersama, bukan pada perbedaan. Smoothing ini tepat digunakan pada konflik yang ringan

  5. Menghindar

  Pihak yang terlibat menyadari adanya konflik, tetapi memilih untuk tidak mengakuinya atau berupaya menyelesaikannya. Strategi ini dipilih biasanya bila ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar daripada menghindar atau perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya

  6. Berkolaborasi

  Berkolaborasi adalah cara penyelesaian masalah yang asertif dan kooperatif yang menghasilkan penyelesaian menang-menang. Dalam kolaborasi semua pihak mengesampingkan tujuan awalnya dan bekerja sama untuk menentukan tujuan umum prioritas atau supraordinat. Untuk mencapai hal itu, semua pihak menerima tanggung jawab supraordinat untuk mencapai tujuan supra ordinat walaupun sangat sulit bagi semua pihak untuk mengesampingkan tujuan awalnya. Kolaborasi tidak dapat terjadi jika hal itu tidak dilakukan. misalnya mungkin menemui penyelianya dan bersama menentukan tujuan supraordinat, yaitu jumlah staf yang adekuat untuk memenuhi kriteria keamanan pasien. Jika tujuan yang baru adalah tujuan yang ditetapkan bersama, setiap pihak akan mempersepsikan bahwa mereka telah mencapai tujuan penting dan tujuan supraordinant adalah tujuan yang paling penting. Untuk itu, fokus tetap pada menyelesaikan masalah dan bukan pada mengalahkan (pihak lain).

b. Menurut Swansburg (2000); Hendel et al. (2005); Al-Hamdan et al. (2011); Kaitelidou et al. (2012)

  Gaya dalam manajemen konflik yang dapat dilakukan manajer keperawatan ada 5, antara lain:

  1. Menghindar

  Menghindar adalah suatu strategi yang memungkinkan kelompok konflik menjadi dingin. Kepala ruangan melakukan pendekatan kepada pihak yang mengalami konflik agar mengumpulkan informasi. Menghindar dapat digunakan apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak menguntungkan. Pada akhirnya manajer perawat sebagai pihak ketiga perlu dilibatkan dalam mengumpulkan informasi.

  2. Akomodasi

  Manajer perawat yang merupakan kelompok dari konflik dapat memungkinkan kelompok yang lain menghasilkan dan menempatkan kebutuhan- kebutuhan lainnya terlebih dulu. Hal ini terutama merupakan strategi yang baik apabila isu lebih penting bagi yang lainnya. Hal ini dapat memelihara kerja sama untuk membuat keputusan.

  3. Kompetisi

  Seorang manajer perawat sebagai penyelia dapat menunjukkan kekuasaan posisinya pada bawahan. Hal ini memperkuat aturan-aturan disiplin. Ini adalah posisi asertif yang tidak membantu mengembangkan tanggung jawab pada pemecahan konflik pada kelompok bawahan

  4. Kompromi

  Mengambil jalan tengah dapat memecahkan konflik. Hal ini merupakan strategi sementara bila memerlukan waktu untuk mendapatkan posisi permanen yang memuaskan. Suatu kompromi yang menimbulkan ketidakpuasan pada kedua kelompok adalah bukan sesuatu yang baik.

  5. Kerja sama

  Apabila kedua kelompok bekerja sama untuk memecahkan konflik, maka keduanya akan merasa puas (Kaitelidou et al. 2012). Hal ini membutuhkan waktu dan tenaga. Kerja sama menimbulkan kepuasan diantara perawat. Kerja sama dapat dicapai dengan lebih baik melalui faktor-faktor kepemimpinan dan faktor- faktor organisasional daripada faktor-faktor pribadi

c. Menurut Huber (2000)

  Strategi resolusi Konflik antara lain:

1. Menghindar

  Strategi menghindar ini dapat dipakai dalam segala jenis konflik. Individu sselama mereka tidak mengakui ada masalah maka tidak ada masalah.

  2. Menarik diri

  Menarik diri dari situasi konflik. Strategi ini tidak menyelesaikan konflik, namun dapat memberi kesempatan kepada manajer untuk memenangkan diri atau menghindari konfrontasi

  3. Smoothing

  Strategi ini mengatakan semuanya akan beres. Strategi ini menggunakan komunikasi verbal untuk meredakan emosi yang kuat.

  4. Akomodatif

  Strategi ini digunakan ketika ada kekuatan yang besar. Partai lebih kuat ditampung untuk mempertahankan keharmonisan atau membangun hubungan sosial.

  5. Memaksa

  Tehnik ini adalah langkah dominasi dan cara yang sewenang–wenang untuk memanajemen konflik

  6. Bersaing

  Merupakan strategi yang dengan tegas mengatakan bahwa pihak yang satu puas sementara yang lain

  7. Kompromi

  Strategi ini disebut membagi perbedaan. Strategi ini dipakai ketika terdapat nilai-nilai atau tuuan yang sangat berbeda.

  Para pihak yang terlibat konflik bekerja sama menemukan solusi yang saling memuaskan

  9. Tawar menawar dan negosiasi

  Strategi ini merupakan upaya untuk membagi penghargaan kekuasaan atau manfaat sehingga semua pihak mendapat sesuatu

  10. Pemecahan masalah

  Tujuan dari strategi ini adalah mencaba mendapat penerimaan solusi yang menguntungkan bagi semua pihak. Proses pemecahan masalah digunakan untuk mencapai solusi yang telah disetujui bersama

  Keterampilan Mengelola Konflik

  Penyelesaian konflik membutuhkan keterampilan kepemimpinan dan fungsi manajemen yang tepat di seluruh tingkat hierarki organisasi (Marquis & Huston, 2003) Pengetahuan mengenai mengelola konflik seharusnya mulai diperoleh perawat selama dalam pendidikan (Hendel et al. 2005). Calon kepala ruangan harus sudah mendapat pelatihan mengenai mengelola konflik dan setelah menjadi kepala ruangan sebaiknya terus mendapat pelatihan dan bimbingan mengenai mengelola konflik (Abubakar, 2008).

  Menurut Judkins, Reid & Furlow (2006) pelatihan ketahanan pada manajer perawat dapat mengurangi stress pada manajer keperawatan dan dapat membantu manajer keperawatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi staf keperawatan. Pelatihan ketahanan ini mengajarkan para manajer keperawatan agar untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi stress. Menurut Marquis & Huston (2010) Keterampilan kepemimpinan dan fungsi manajemen tingkat unit antara lain:

TABEL 2.1 Keterampilan Kepemimpinan dan Fungsi Manajemen Tingkat Unit

  Peran kepemimpinan dan fungsi manajemen Terkait dengan Penyelesaian Konflik

  Peran Kepemimpinan

  1. Sadar diri dan bekerja dengan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan konflik intrapersonal

  2. Mengatasi konflik segera setelah pertama kali dirasakan dan sebelum termanifestasikan.

  3. Mencari penyelesaian menang-menang(win-win solution) jika memungkinkan

  4. Memperkecil perbedaan persepsi antara pihak yang mengalami konflik dan memperluas pengertian kedua belah pihak tentang masalah

  5. Membantu pegawai mengidentifikasi alternatif penyelesaian konflik

  6. Mengenali dan menerima perbedaan individual yang dimiliki staf

  7.Menggunakan keterampilan komunikasi asertif untuk meningkatkan cara persuasif dan membantu komunikasi terbuka

  8. Menjadi model peran yang jujur dan mengupayakan negosiasi kolaboratif Fungsi Manajemen 1. Menciptakan lingkungan kerja yang meminimalkan kondisi pencetus konflik.

  2. Secara tepat menggunakan wewenang sah jika harus membuat keputusan yang tidak popular atau cepat

  3. Jika perlu, secara formal memfasilitasi penyelesaian konflik yang melibatkan pegawai

  4. Menerima tanggung jawab secara mutual untuk mencapai tujuan supraordinat yang telah ditentukan sebelumnya.

  5. Mendapatkan sumber yang dibutuhkan unit melalui strategi negosiasi yang efektif

  6. Mengompromikan kebutuhan unit jika kebutuhan tersebut tidak kritis untuk menjalankan fungsi unit dan jika manajemen yang lebih tinggi melepaskan sesuatu yang sama berharganya

  7. Mempersiapkan segalanya untuk melakukan negosiasi untuk mendapatkan sumber unit, termasuk penentuan lanjutan total biaya dan kemungkinan pertukaran sumber unit.

  8. Menangani kebutuhan pengakhiran dan tindak lanjut negosiasi

  a. Disiplin

  Disiplin digunakan untuk mengelola atau mencegah konflik. Kepala ruangan harus mengetahui peraturan dan ketetapan rumah sakit. Disiplin adalah usaha terakhir dalam perbaikan prilaku personel yang tidak diinginkan. Peraturan dan ketetapan harus beralasan dan berhubungan dengan pekerjaan. Peraturan- peraturan yang tidak beralasan atau menunjukkan bias pribadi mengundang pelanggaran.

  b. Mempertimbangkan Tahap Kehidupan

  Kebanyakan dari organisasi akan melibatkan perawat-perawat pada semua tingkat kehidupan. Konflik dapat dikelola dengan mendukung individu perawat dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam hidupnya. Ada tiga tahap perkembangan yaitu:

  1. Tahap dewasa muda.

  Ini adalah tahap dimana seorang perawat membangun kariernya. Manusia pada tingkaan ini mengejar pengetahuan, keterampilan dan bergerak kearah kemajuan. Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan mempermudah pencapaian karir.

  2. Setengah Baya.

  Individu telah menerima dengan apa yang telah dicapai dalam hidupnya. Perawat pada tahap ini membantu untuk mengembangkan karier perawat-perawat yang lebih muda. pencapaian mereka. Pada tahap ini perawat berpikir dalam upaya menyelesaikan pekerjaan dan pensiun.

c. Komunikasi

  Komunikasi adalah suatu seni yang penting untuk memelihara suatu lingkungan terapeutik dalam keperawatan ( Brinkert, 2010). Komunikasi diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan mengatasi isu-isu sosial emosional. Peningkatan komunikasi dapat mencegah konflik yaitu dengan:

  1. Ajarkan staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran mereka didalamnya.

  2. Berikan informasi yang jelas pada setiap orang secara utuh, tidak terpisah-pisah

  3. Pertimbangkan semua aspek situasi emosi, pertimbangan lingkungan, pesan verbal dan nonverbal.

  4. Mengembangkan keterampilan dasar dalam: Orientasi realitas, ketenangan emosi dan fisik, mempunyai harapan-harapan positif untuk membangkitkan respon positif, mendengarkan dengan aktif, memberi dan menerima informasi.

  Mendengarkan dengan Aktif

  Mendengarkan secara aktif atau asertif sering disebut stress listening, penting untuk mengelola konflik. Tehnik-tehnik stress listening antara lain:

  1. Jangan sama-sama marah, hanya akan menambah masalah. Tetap tenang dan tidak berbelit-belit dalam berbicara.

  2. Berikan respon membangun dengan menggunakan bahasa verbal dan

  Usahakan masalah dapat terbuka. Buat personel menjadi senang. Bertindak secara serius, ramah dan hormat.

  3. Berikan pertanyaan-pertanyaan dan dengarkan jawaban-jawabannya. Tetapkan alasan-alasan yang menimbulkan kemarahan.

  4. Pisahkan fakta dari pendapat, termasuk pendapat anda sendiri.

  5. Jangan memberi respons yang tergesa-gesa, rencanakan dengan baik.

  6. Pertimbangkan pandangan personel terlebih dahulu.

  7. Bantu personel dalam memecahkan masalah. Tanya dan dengarkan respons yang diberikan

  d. Lingkaran Kualitas

  Lingkaran kualitas telah digunakan untuk mengurangi stress dengan meningkatkan motivasi personel. Pelatihan ketahanan pada manajer perawat dapat mengurangi stress pada manajer keperawatan dan dapat membantu manajer keperawatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi staf keperawatan. Pelatihan ketahanan ini mengajarkan para manajer keperawatan agar tetap kuat berada dibawah tekanan, tidak menyerah dan mempunyai kemampuan untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi stress ( Judkins et al. 2006)

  e. Latihan Keasertifan

  Perawat asertif mengetahui mereka bertanggung jawab hanya terhadap pemikiran yang dimilikinya, perasaan dan tindakannya. Mereka dapat membantu persoalan orang lain dengan baik sehingga mencegah konflik. Mereka mengetahui kekuatan dan kelemahannya sendiri daripada menyerang atau membiarkan dukungan, tetap netral dan tidak memberi ancaman.

  Sifat asertif dapat diajarkan melalui program-program pengembangan staf. Pada program ini perawat diajarkan bagaimana cara belajar melalui respon-respon yang baik. Mereka belajar untuk menerima tanggung jawab daripada menyalahkan orang lain. Perawat asertif terpusat pada data dan isu-isu kapan memberikan kritik yang membangun kepada manajer atau umpan balik yang positif kepada staf.

  e. Keterampilan khusus .

  Manajer keperawatan harus memiliki keterampilan khusus dalam mengelola konflik Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Keterampilan Khusus dalam Mengelola Konflik

  Keterampilan khusus manajer perawat Buat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua

  2 Ciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini membuat orang senang untuk membuat usulan. Memberikan kekuatan bagi mereka meningkatkan pemikiran kreatif dan memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik

  3. Katakan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.

  4. Tekankan pemecahan masalah secara damai daripada konfrontasi.

  Bangun jembatan pengertian

  5. Hadapi bila diperlukan untuk mempersiapkan perdamaian. Berikan pendidikan tentang prilaku. Katakan pada mereka tentang perilaku yang dirasakan, apa yang salah dan bagaimana cara memperbaikinya.

  6. Mainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik. Jangan berperan sebagai orang yang bermuka dua dan berprilaku tidak menentu, yang dapat menimbulkan kebingungan diantara pekerja

  7. Pertimbangkan waktu terbaik untuk semuanya. Jangan menunda waktu yang tidak menentu.

  8. Fokuskan pada isu dan bukan pada kepribadian

  9. Pertahankan komunikasi dua arah. Penangkapan pesan, perbaikan interpretasi dan tingkat perasaan pekerja. Yakinkan dengan mendengarkan curahan dan limpahan hati mereka sehingga masalah yang sebenarnya dapat diketahui

  10. Tekankan pada persamaan kepentingan 11. Pisahkan isu-isu dan hadapi hal-hal yang penting untuk kedua kelompok.

  12. Periksa semua pemecahan masalah dan bila memilih salah satu harus dapat diterima oleh kedua kelompok.

  13. Hindari penolakan yang berlebihan terhadap penilaian, bersikap melawan, menegur individu, memotong pernyataan perasaan dan memonopoli pembicaraan. Respon ini dapat meningkatkan frustasi dan tehnik manajemen yang tidak efektif

  14. Bila konflik terjadi pada saat pengambilan keputusan atau tahap pelaksanaan, usahakan untuk mencapai kesepakatan. Persetujuan terhadap jalan yang ditempuh memberikan beberapa minat dari semua pihak. Cari kesepakatan daripada pertentangan

  15. Ketahui hambatan-hambatan untuk kerja sama atau pemecahan, fokuskan terhadap dinamika konflik untuk pemecahannya.

  16. Bedakan antara prilaku yang menantang dengan perilaku yang normal dalam kesalahan-kesalahan kerja. Menentang biasanya adalah perilaku individu. Tentukan siapa yang menentang dan siapkan untuk menghadapi secara emosional dan intelektual. Berjanji dengan seorang penentang pada suatu waktu. Bentuk kewibawaan dan kemampuan . Wawancarai secara pribadi: ajari, evaluasi, pecahkan, bombing dan buat perjanjian dengan penentang. Kerjakan dengan segera dan tindak lanjuti dalam 1-2 hari

  17. Kuat dalam menghadapi orang marah.

  18. Tetapkan siapa yang memiliki masalah. Bertanggung jawab sebagaimana kita memilikinya dan ucapkan terima kasih

  19. Tetapkan kebutuhan-kebutuhan yang terlalaikan atau frustasi dan kebutuhan terhadap pengenalan dan pemeliharaan.

  20. Bantu membedakan kebutuhan dan mimpi

  21. Bangun kepercayaan dengan mendengarkan, mengklarifikasi dan memungkinkan tantangan dikeluarkan secara lengkap. Berilah umpan balik untuk meyakinkan bahwa anda mengerti. Biarkan orang tahu bahwa Anda memperhatikan dan mempercayai mereka. Tunjukkan pengenalan terhadap sudut pandang yang lain dan kemauan untuk bekerja memperbaiki hubungan. Lihat kenyataan. Minta umpan balik. Bila seorang staf perawat atau petugas lain mempunyai pandangan yang valid, kenali, maafkan bila perlu dan bersikap ikhlas.

  22. Rundingkan kembali prosedur pemecahan masalah untuk mencegah kegusaran lebih lanjut, ketidakpercayaan dan sifat melawan.

  Semua jenis konflik dalam unit dapat mengganggu hubungan kerja dan menurunkan produktivitas. Manajer harus mampu mengidentifikasi asal konflik konflik secara kooperatif, jika tidak kolaboratif (Edward et al., 2012; Al-Hamdan et al., 2010; Azoulay et al., 2009).

  Berikut adalah daftar strategi yang dapat digunakan oleh manajer untuk menangani konflik dalam unit secara efektif (Marquis & Huston, 2010).

  a. Mendorong terjadinya konfrontasi.

  Pegawai secara tidak tepat sering sekali mengharapkan manajer untuk mengatasi konflik interpersonal mereka. Manajer seharusnya mendorong pegawai untuk mengatasi masalah mereka sendiri

  b. Konsultasi pihak ketiga

  Manajer kadang kala dapat digunakan sebagai pihak yang netral untuk membantu orang lain menyelesaikan konflik secara konstruktif. Ini seharusnya dilakukan jika kedua belah pihak termotivasi untuk menyesaikan masalah dan jika tidak ada perbedaan dalam kekuasaan atau status kedua pihak

  c. Pemetaan tanggung jawab

  Ketika ambiguitas timbul akibat peran yang tidak jelas atau peran baru, sering kali semua pihak perlu berkumpul untuk memperjelas fungsi dan tanggung jawab peran. Jika terbentuk area tanggung jawab bersama, manajer harus benar- benar memperjelas area itu sebagai tanggung jawab terpenting, mekanisme yang disetujui, layanan pendukung dan tanggung jawab untuk menginformasikan. Ini teknik yang sangat berguna untuk konflik yurisdik dasar. Contoh konflik dapat timbul antara penyelia bagian dan kepala ruangan tentang kepersonaliaan atau kebutuhan program pendidikan untuk unit.

  d. Perubahan Struktur

  Kepala ruangan kadangkala perlu terlibat pada konflik yang terjadi dalam unit dengan memindahkan atau memberhentikan pegawai. Perubahan struktur lainnya adalah memindahkan pihak terkait ke departemen lain di bawah tanggung jawab manajer lain, menambahkan penilik atau melakukan prosedur pencari penyebab keluhan. Seringkali meningkatkan batas kewenangan untuk satu pihak yang terlibat konflik akan bermakna sebagai perubahan struktur yang penting dalam menyelesaikan konflik dalam unit.

  e. Menunjuk satu pihak

  Merupakan penyelesaian sementara yang harus digunakan dalam krisis ketika tidak ada waktu untuk mengatasi konflik secara efektif. Manajer sementara menunjuk satu pihak sehingga kerja sama akan terjadi sampai krisis berakhir. Manajer harus membahas masalah pokoknya nanti, atau teknik ini akan menjadi tidak berfungsi.

  f. Menjadi Negosiator yang Ahli

  Negosiasi dalam bentuk yang paling kreatif akan sama seperti kolaborasi dan dalam bentuk yang dikelola dengan buruk akan mirip pendekatan kompetisi.

  Negosiasi sering mirip dengan pendekatan kompromi. Tujuan utama negosiasi yang efektif adalah membuat pihak lain merasa puas dengan hasilnya. Fokus dalam negosiasi adalah menciptakan situasi menang-menang. menggunakan strategi negosiasi yang tepat dan menerapkan penutupan dan tindak lanjut yang tepat. Hal- hal yang perlu dilakukan kepala ruangan agar berhasil dalam negosiasi antara lain:

  1. Sebelum Negosiasi Manajer harus siap secara sistematis untuk negosiasi. Informasi sebanyak mungkin tentang isu yang akan dinegosiasikan perlu dikumpulkan oleh manajer karena semakin banyak informasi yang dimiliki negosiator, semakin besar kekuatannya dalam tawar menawar. Manajer juga memutuskan waktu memulai negosiasi, Mempersiapkan tuntutan dan beberapa pilihan lain dan membuat suatu agenda tersembunyi.

  2. Selama Negosiasi Negosiator yang efektif selalu tampak tenang dan yakin akan dirinya.

  Negosiator harus berkomunikasi dengan jelas, asertif, memiliki keterampilan mendengarkan yang baik, kemampuan untuk mengelompokkan kembali dan fleksibilitas.

  3. Setelah Negosiasi Mengakhiri pertemuan jika salah satu pihak menjadi marah atau lelah.

  Taktik Negosiasi Destruktif

  Beberapa negosiator menang dengan menggunakan taktik manipulasi atau intimidasi tertentu. Manajer yang sukses tidak menggunakan jenis taktik ini namun mereka harus bersiap untuk menghadapi taktik ini. Taktik ini antara lain: mengejek, menggunakan pertanyaan yang ambigu, sanjungan dan sikap agresif.

  Konsensus berarti bahwa pihak yang bernegosiasi mampu mencapai kesepakatan yang dapat didukung semua pihak, atau setidaknya tidak ada yang menentang. Pengambilan keputusan konsensus sebagai keputusan penyelesaian konflik yang disepakati pada awalnya tidak memberikan kepuasan kepada setiap orang yang terlibat dalam negosiasi tetapi mengindikasikan keinginan setiap pihak untuk menerima kesepakatan kondisi itu.

  Tantangan terbesar dalam menggunakan konsensus adalah menghabiskan banyak waktu. Keputusan konsensus juga mengharuskan semua pihak yang terlibat dalam negosiasi untuk memiliki keterampilan komunikasi yang baik dan berpikiran terbuka serta fleksibel.

  Menurut Hendel et al. (2005) Keterampilan yang harus dikuasai manajer dalam mengatasi konflik dalam suatu unit adalah dengan komunikasi yang baik, keterampilan konseling, hubungan interpersonal yang baik dan adanya prilaku yang mendorong pemberian feedback dari staf.

2.2 Kepala Ruangan

2.2.1 Pengertian Kepala ruangan

  Menurut Gillies (1994) ; McCarthy & Fitzpatrick ( 2009); Sitorus (2011), kepala ruangan adalah manajer lini pertama ( first line ) dalam suatu unit rawat pasien.

  Menurut Sitorus (2011) kepala ruangan bertanggung jawab atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu ruang rawat/unit dengan memberdayakan staf perawat dibawah tanggung jawabnya. Kepala ruangan diharapkan sebagai manajer dan pemimpin yang efektif.

a. Kepala Ruangan sebagai Manajer yang efektif.

  Komponen manajer yang efektif meliputi :

  1. Kepemimpinan

  Manajer bekerja melalui orang lain, oleh karena itu keterampilan kepemimpinan mereka menjadi sangat penting. Seseorang tidak dapat menjadi manajer ( kepala ruangan ) yang efektif tanpa mempunyai keterampilan yang efektif Tappen (1995 dalam Sitorus 2011). Tanpa keterampilan kepemimpinan manajer dapat membuat perencanaan, tetapi masih sulit melibatkan semua staf untuk bekerja dengan baik karena manajer melupakan aspek hubungan interpersonal. Manajer yang menjadi pemimpin yang efektif berarti meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan pengetahuan, kritis, menggunakan komunikasi yang baik, menyadari perbedaan tujuan dan bersemangat dalam melakukan tugasnya.

  2. Perencanaan

  Perencanaan merupakan komponen manajemen yang efektif dan paling sukar dilakukan serta paling sering diabaikan. Perencanaan merupakan hal yang sangat essensial, menajer akan membuat perencanaan yang baik yang akan menjadi petunjuk dalam mencapai tujuan. Terdapat beberapa jenis perencanaan yaitu manajemen waktu, perencanaan saat ini dan perencanaan masa depan.

  Manajer yang efektif member pengarahan pada stafnya. Staf perlu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana melakukannya.

  Pengarahan berarti memberi penugasan yang jelas, menetapkan deskripsi tugas dan menetapkan ketenagaan yang dibutuhkan.

  4. Monitoring.

  Manajer yang efektif akan memonitorong stafnya secara regular. Kepala ruangan bertanggung jawab terhadap pasien, staf dan administrator. Manajer perlu memonitor stafnya secara individual tentang performa mereka.

  5. Penghargaan

  Manajer yang efektif menggunakan penghargaan untuk memotivasi stafnya. Penghargaan bermacam-macam dari yang sederhana misalnya memberi umpan balik yang positif sampai pemberian bonus.

  6. Pengembangan

  Manajer yang efektif berpandangan bahwa staf merupakan aset yang berharga atau mahal bagi organisasi, oleh karena itu perlu dikembangkan. Hal ini berarti menajer memberi kesempatan kepada staf untuk mengembangkan diri melalui pelatihan, simposium atau mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.

  7. Representasi

  Manajer yang efektif akan mewakili staf atau membawa suara staf pada diskusi atau rapat dengan manajer tingkat puncak (direktur). Manajer yang efektif akan menjadi pembela bagi stafnya.

  Komponen pemimpin yang efektif meliputi :

  1. Pengetahuan

  Pemimpin memahami tentang kepemimpinan antara lain pengertian, gaya kepemimpinan, bagaimana menjadi pemimpin yang efektif termasuk dalam memanajemen konflik dan pengetahuan tentang bidang kepakarannya. Pemimpin cenderung menjadi tempat bertanya bagi orang lain. Pengetahuan yang baik ini juga menjadi modal utama dalam mempengaruhi orang lain karena ia mampu menghasilkan ide-ide baru. Calon kepala ruangan sebaiknya sudah mendapat pelatihan mengenai manajemen konflik dan setelah menjadi kepala ruangan sebaiknya secara berkesinambungan mendapat pelatihan dan bimbingan mengenai manajemen konflik (Abubakar, 2008)

  2. Kesadaran diri

  Pemimpin mempunyai kesadaran diri yang baik. Dia menyadari kelebihannya tetapi juga kelemahannya. Karena ia menyadari kelebihan dan kekurangannya ia menjadi fleksibel, lebih mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. Dia dapat mengekspresikan perasaan senang dan penghargaan kepada orang lain. Kesadaran diri ini penting karena bila seseorang menyukai dirinya, orang tersebut akan lebih disukai orang lain. Kalau seseorang merasa dirinya seorang pemimpin, dia akan cenderung menjadi pemimpin.

  3. komunikasi

  Untuk menjadi pemimpin yang efektif, seseorang harus menjadi pendengar yang baik. Berkomunikasi yang jelas dengan orang lain dapat mencegah salah

  2013). Pemimpin juga memberikan umpan balik kepada orang lain atau staf tanpa menyalahkan. Pemimpin juga akan menerima umpan balik tantang dirinya dengan baik. Salah satu pengaruh yang besar dari pemimpin ialah saat mengkomunikasikan visinya tentang kelompok atau ruangan.

  4. Bersemangat

  Pemimpin yang bersemangat dapat meningkatkan efektivitas pekerjaan saat berinteraksi semangat pemimpin dapat menular kepada stafnya.

  5. Tujuan atau sasaran

  Pemimpin akan menetapkan tujuan dan sasaran yang dapat diterima kelompok. Oleh karena itu, pemimpin akan mencari masukan dari stafnya dalam menetapkan tujuan yangingin dicapai.

  6. Melakukan secara konkrit (action) Pemimpin tidak hanya berangan-angan tetapi melakukan secara konkrit.

  Pemimpin mempunyai ide-ide baru dan tidak menunggu instruksi. Pemimpin akan mengerahkan orang lain, memberdayakan orang lain dan berani bertanggung jawab.

2.3 Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit)

  2.3.1 Pengertian Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit) Menurut Depkes RI (2006) ruang perawatan intensif adalah unit perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus.

  2.3.2 Ruang Lingkup

  Ruang lingkup pelayanan perawatan intensif meliputi:

  1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari.

  2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan pelaksanaan spesifik pemenuhan kebutuhan dasar

  3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit dan kondisi pasien yang menjadi buruk karena pengobatan/ therapy (iatrogenik).

  4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang bergantung pada fungsi alat/mesin dan orang lain

  2.3.3 Klasifikasi Pelayanan ICU

  Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:

a. ICU Primer

  Ruang perawatan intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang memerlukan perawatan ketat (high care). ICU primer mampu melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 24 -48 jam. Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah: ruang rawat pasien lain

  b. Memiliki kebijakan / kriteria pasien yang masuk dan yang keluar

  c. Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala

  d. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru

  e. Konsulen yang membantu harus siap dipanggil

  f. Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat pelatihan perawatan intensif, minimal satu orang per shift g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi

b. ICU Sekunder