Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

(1)

ANALISIS PERAN KEPALA RUANGAN

DALAM PELAKSANAAN FUNGSI MANAJEMEN

KEPERAWATAN; PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA

DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. PIRNGADI MEDAN

SKRIPSI

Manatap Halasson Simanullang 111121055

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Judul : Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

Nama Mahasiswa : Manatap Halasson Simanullang NIM : 111121055

Program : S1Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2011/2013

Abstrak

Manajemen adalah kegiatan penting dalam organisasi. Manajemen keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang menggunakan fungsi manajemen keperawatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, dan pengendalian. Peran kepala ruangan dalam pengelolaan manajemen yang baik akan menentukan mutu pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan sampel sebanyak 155 responden dari 21 ruang rawat inap yang diambil secara accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dan hasil disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase. Analisa data dilakukan dengan analisa univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala ruangan melakukan perannya dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan sebesar (66,5%), fungsi perencanaan sebesar (76,1%), fungsi pengorganisasian sebesar (86,5%), fungsi ketenagaan sebesar (51,6%), fungsi pengarahan sebesar (76,8%), dan fungsi pengendalian sebesar (59,4%). Disarankan kepada kepala ruangan untuk tetap mempertahankan perannya dalam pelaksanaan manajemen keperawatan dan meningkatkan peran kepala ruangan dalam keterlibatan kepala ruangan dala perekrutan, pelatihan staf, membuat rincian tugas perawat, dan mengadakan survei kepuasan klien.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat, dan kemuliaan hanya kepada Tuhan Yesus Kristus yang tetap memelihara hidup peneliti sampai saat ini sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi peneliti untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.kep selaku dosen pembimbing skripsi peneliti yang telah menyediakan waktu serta dengan penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat selama masa perkuliahan di Fakultas Keperawatan dan selama penyusunan skripsi ini. 3. Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes dan Ikram, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen

penguji yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik peneliti selama proses perkuliahan dan staf nonakademik yang membantu memfasilitasi secara administratif.

5. Direktur Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dan Rumah Sakit Haji yang telah memberikan izin penelitian.

6. Kepala ruangan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dan responden yang telah bersedia berpartisipasi selama proses penelitian berlangsung.


(5)

7. Teristimewa kepada keluarga besar Op. Peter Simanullang, orang tua tercinta Bapak M. Simanullang, Ibu R. br. Munthe yang telah memberikan cinta, doa, dorongan, bimbingan, menghibur, memotivasi dan memberikan dana bagi penulis, Abang Sari dan kelurga, abang Daniel dan keluarga, abang Jaya dan keluarga, kakak Bona dan keluarga, kakak Joy dan keluarga, adek Pantun, dan Anggiatma. Terimakasih buat doa dan dukungan selama ini.

8. Teman-teman mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2011 yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini (Yentiar Manurung, Aguswina, Bang Cipto , Kak Reny Simatupang, Kak Masnidar, Bang Pray Hoper, dll) yang memberikan semangat, motivasi, dukungan, penghiburan bagi peneliti.

9. Tim Pelayan UKM KMK USU UP FKEP periode 2012 (Junita, Priskila, Ruth, Astika, Fajaria, Megawati,) dan Timreg FKEP 2012 yang tetap memotivasi, dan mendoakan peneliti.

10.Adik kelompok kecil ku (Sarah Ginting, Ayu Aritonang)

11.Tim Pelayan Chapel Oikumene Kampus USU (komisi doa periode 2012-2014, abang Daniel, Elita, Dewi Marta, Widia Simanullang, dll)

12.Adik-adik satu kost di Asrama Puteri Taman Firdaus (Dewi Sinaga, Meyne Hutabalian, Elfrida Siagian, Yehonala Sipayung, Theresya Simanjuntak, Elisabeth Panjaitan, dan Handa Surbakti)

13.Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam penyelesaian skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan USU.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan penuh kasih melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu peneliti. Harapan peneliti semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terkhusus ilmu keperawatan.

Medan, Februari 2013


(6)

DAFTAR ISI

Lembar pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Kata pengantar ... iii

Dartar isi ... v

Tabel ... viii

Skema ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Rumusan masalah ... 4

1.3. Tujuan penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan umum ... 4

1.3.2 Tujuan khusus ... 5

1.4. Manfaat penelitian ... 5

1.4.1 Pendidikan ... 5

1.4.2 Rumah sakit ... 6

1.4.3 Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Konsep Manajemen Keperawatan ... 7

2.1.1 Defenisi ... 6

2.1.2 Prinsip manajemen keperawatan ... 8

2.1.3 Fungsi manajemen keperawatan ... 9

2.1.3.1 Perencanaan keperawatan di ruang rawat inap ... 10

2.1.3.2 Pengorganisasian keperawatan di ruang rawat inap ... 11

2.1.3.3 Ketenagaan keperawatan di ruang rawat inap ... 13

2.1.3.4 Pengarahan keperawatan di ruang rawat inap ... 14

2.1.3.5 Pengendalian keperawatan di ruang rawat inap ... 14

2.2. Peran kepala ruangan melaksanakan fungsi manajemen ... 15

2.2.1. Defenisi ... 15

2.2.2. Fungsi perencanaan ... 16

2.2.3. Fungsi pengorganisasian ... 18

2.2.4. Fungsi ketenagaan ... 20

2.2.5. Fungsi pengarahan ... 23

2.2.6. Fungsi pengendalian ... 25

BAB III KERANGKA PENELITIAN ... 28

3.1. Kerangka konsep ... 28


(7)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 31

4.1. Desain penelitian ... 31

4.2. Populasi penelitian ... 31

4.3. Sampel penelitian ... 31

4.4. Tempat dan waktu penelitian ... 34

4.5. Pertimbangan etik... 34

4.6. Instrumen ... 35

4.6.1 Kuesioner data demografi ... 35

4.6.2 Kuesioner fungsi manajemen keperawatan ... 35

4.7. Uji validitas dan reliabilitas ... 37

4.7.1 Uji validitas ... 37

4.7.2 Uji reliabilitas ... 37

4.8. Tehnik pengumpulan data ... 37

4.9. Analisis data ... 38

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

5.1. Hasil penelitian... 39

5.2. Pembahasan ... 42

1. Perencanaan ... 43

2. Pengorganisasian ... 46

3. Ketenagaan ... 48

4. Pengarahan ... 51

5. Pengendalian ... 53

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 58

6.1. Kesimpulan ... 58

6.2. Saran ... 59

6.2.1. Pendidikan keperawatan ... 59

6.2.2. RSU Dr. Pirngadi Medan ... 59

6.2.3. Penelitian Selanjutnya ... 59

DAFTAR PUSTAKA Lampiran

Lampiran 1: Lembar persetujuan menjadi responden Lampiran 2: Kuesioner penelitian

Lampiran 3: Distribusi frekuensi item penyataan variabel manajemen keperawatan Lampiran 4: Hasil Reliabilitas


(8)

Lampiran 5: Hasil SPSS Lampiran 6: Jadwal Penelitian

Lampiran 7: Lembar bukti bimbingan Lampiran 8: Surat izin penelitian Lampiran 9: Surat pernyataan Validitas Lampiran 10: Riwayat Hidup


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1. Defenisi Operasional ... 29 Tabel 3.2. Besar sampel tiap ruang rawat inap RSU Dr. Pirngadi

Medan dengan N=302, n=172 ... 33 Tabel 5.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan data demografi

di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, Oktober 2012 ... 39 Tabel 5.2. Distribusi frekuensi peran kepala ruangan dalam pelaksanaan

fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan,

Oktober 2012 ... 40 Tabel 5.3. Distribusi frekuensi peran kepala ruangan dalam pelaksanaan

fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi ketenagaan, fungsi pengarahan, dan fungsi pengendalian; persepsi perawat pelaksana di ruang rawat inap


(10)

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman

1. Gambaran peran kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi


(11)

Judul : Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

Nama Mahasiswa : Manatap Halasson Simanullang NIM : 111121055

Program : S1Keperawatan Ekstensi Tahun Akademik : 2011/2013

Abstrak

Manajemen adalah kegiatan penting dalam organisasi. Manajemen keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang menggunakan fungsi manajemen keperawatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, dan pengendalian. Peran kepala ruangan dalam pengelolaan manajemen yang baik akan menentukan mutu pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan sampel sebanyak 155 responden dari 21 ruang rawat inap yang diambil secara accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dan hasil disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase. Analisa data dilakukan dengan analisa univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala ruangan melakukan perannya dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan sebesar (66,5%), fungsi perencanaan sebesar (76,1%), fungsi pengorganisasian sebesar (86,5%), fungsi ketenagaan sebesar (51,6%), fungsi pengarahan sebesar (76,8%), dan fungsi pengendalian sebesar (59,4%). Disarankan kepada kepala ruangan untuk tetap mempertahankan perannya dalam pelaksanaan manajemen keperawatan dan meningkatkan peran kepala ruangan dalam keterlibatan kepala ruangan dala perekrutan, pelatihan staf, membuat rincian tugas perawat, dan mengadakan survei kepuasan klien.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan merupakan organisasi yang memiliki beragam tenaga terampil dengan produk utamanya adalah jasa (Soeroso, 2003). Hidayat (2009) menyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu menjadi kebutuhan dasar yang diperlukan bagi setiap orang. Untuk itu, rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dituntut untuk selalu melakukan perbaikan dan penyempurnaan guna menghasilkan pelayanan yang berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat. Gillies (2000) menyatakan bahwa salah satu upaya yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan adalah meningkatkan sumber daya manusia dan pengelolaan manajemen keperawatan.

Manajemen adalah proses untuk melaksanakan pekerjaan melalui upaya orang lain, sedangkan manajemen keperawatan adalah proses pengelolaan pelayanan keperawatan, pengobatan dan rasa aman kepada pasien, keluarga dan masyarakat (Gillies, 2000). Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa manajemen keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang menggunakan fungsi-fungsi keperawatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, dan pengendalian. Fungsi-fungsi manajemen tersebut merupakan pendekatan manajemen dari pengelolaan manajemen keperawatan (Huber, 2000).


(13)

Pengelolaan manajemen keperawatan dilakukan oleh manajer keperawatan. Suyanto (2009) menyatakan bahwa manajer keperawatan memiliki tiga tingkatan yaitu manajemen puncak, manajemen menengah, manajemen bawah. Kepala ruangan berada dalam tingkatan manajemen bawah untuk mengelola pelayanan keperawatan (Suyanto, 2009). Kepala ruangan dituntut untuk dapat merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengawasi pemberian asuhan keperawatan yang efektif dan efisien di rumah sakit (Nursalam, 2007). Oleh karena itu, kepala ruangan harus memiliki kemampuan dalam memimpin, agar dapat efektif dalam mengelola pelayanan manajemen untuk mendukung pelayanan asuhan keperawatan (Marquis dan Huston, 2010). Demikian pula yang disampaikan oleh Sullivan dan Decker (1989 dalam Suyanto, 2009) menyatakan bahwa kepala ruangan memiliki kemampuan dan keterampilan dalam mempengaruhi perawat di bawah pengawasannya untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai perawat sehingga dapat tercapai tujuan pelayanan keperawatan.

Kepala ruangan berperan penting dalam mencapai tujuan pelayanan keperawatan melalui fungsi-fungsi manajemen keperawatan (Swanburg, 2000). Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa dalam fungsi perencanaan kepala ruangan harus dapat melibatkan individu dalam organisasi untuk merencanakan kegiatan seperti penentuan tujuan umum, tujuan khusus, prosedur, dan peraturan. Peran kepala ruangan dalam pengorganisasian meliputi membentuk struktur untuk melaksanakan rencana, pengelompokan aktivitas, menentukan jenis pemberian asuhan keperawatan yang paling tepat. Peran kepala ruangan dalam


(14)

kepersonaliaan meliputi merekrut, wawancara, penjadwalan, pengembangan perawat pelaksana, sosialisasi perawat. Peran kepala ruangan dalam pengarahan meliputi manajemen sumber daya manusia; memotivasi, mengatasi konflik, mendelegasikan, mengkomunikasikan, dan memfasilitasi kolaborasi. Peran kepala ruangan dalam pengendalian meliputi penilaian kinerja, pengawasan mutu, pengawasan hukum dan etika, dan pengawasan hubungan profesional.

Penelitian sebelumnya Warsito (2006) dengan judul “Pengaruh Persepsi Perawat Pelaksana Tentang Fungsi Manajerial Kepala Ruang Terhadap Pelaksanaan Manajemen Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang didapatkan hasil bahwa persepsi perawat pelaksana tentang fungsi perencanaan kepala ruangan cukup baik (53,8%), persepsi perawat pelaksana tentang fungsi pengorganisasian kepala ruangan cukup baik (55,8%), persepsi perawat pelaksana tentang fungsi pengarahan kepala ruangan sangat baik (75,0%), persepsi perawat pelaksana tentang fungsi pengawasan kepala ruangan tidak baik (51,9%), persepsi perawat pelaksana tentang fungsi pengendalian kepala ruangantidak baik (59,6%). Hal ini berarti bahwa peran kepala ruangan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik dimana peran kepala ruangan dalam setiap fungsi manajemen berbeda-beda.

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan di kota Medan yang berstatus milik pemerintah Kota Medan. Tugas pokok bidang keperawatannya adalah menyusun rencana kegiatan kerja, melakukan penyusunan standar asuhan, melakukan pelayanan keperawatan, melakukan etika profesi keperawatan dan peningkatan mutu keperawatan,


(15)

melakukan pengembangan sumber daya manusia keperawatan, serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala badan sesuai dengan bidang tugasnya (Sianipar, 2011). Pane (2012) menyatakan bahwa dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan perlu perbaikan pengelolaan manajemen rumah sakit dan perlu perbaikan pada kinerja pelayanan rumah sakit.

Hasil penelitian Warsito (2006) menyatakan bahwa persepsi perawat tentang fungsi managemen yang dilakukan keperawatan cukup baik pada pada fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, tetapi tidak baik pada fungsi pengendalian. Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik untuk meneliti di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dengan judul “Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk menganalisis “Bagaimana peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di RSU Dr. Pirngadi Medan.


(16)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi perencanaan; persepsi perawat pelaksana di RSU Dr. Pirngadi Medan.

2. Untuk mengetahui peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengorganisasian; persepsi perawat pelaksana di RSU Dr. Pirngadi Medan. 3. Untuk mengetahui peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi

ketenagaan; persepsi perawat pelaksana di RSU Dr. Pirngadi Medan.

4. Untuk mengetahui peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengarahan; persepsi perawat pelaksana di RSU Dr. Pirngadi Medan.

5. Untuk mengetahui peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengendalian; persepsi perawat pelaksana di RSU Dr. Pirngadi Medan.

1.4. Manfaat penelitian 1.4.1. Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi tambahan berupa situasi terkini tentang peran kepala ruangan dalam pelaksanaan manajemen keperawatan di kota medan khususnya di RSU Dr. Pirngadi Medan kepada staf pengajar.

1.4.2. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi masukan atau memberikan saran bagi Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi khususnya bidang keperawatan untuk mengambil kebijakan dalam pengembangan pelayanan keperawatan melalui fungsi manajemen yang dilaksanakan oleh kepala ruangan.


(17)

1.4.3. Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat digunakan sebagai data tambahan peneliti yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut dengan variabel yang berkaitan dengan peran kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen keperawatan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Manajemen Keperawatan 2.1.1 Defenisi

Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan (Huber, 2000). Kelly dan Heidental (2004) menyatakan bahwa manajemen keperawatan dapat didefenisikan sebagai suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan untuk mencapai tujuan. Proses manajemen dibagi menjadi lima tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepersonaliaan, pengarahan dan pengendalian (Marquis dan Huston, 2010). Swanburg (2000) menyatakan bahwa manajemen keperawatan adalah kelompok dari perawat manajer yang mengatur organisasi dan usaha keperawatan yang pada akhirnya manajemen keperawatan menjadi proses dimana perawat manajer menjalankan profesi mereka.

Manajemen keperawatan memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana serta mengelola kegiatan keperawatan. Suyanto (2009) menyatakan bahwa lingkup manajemen keperawatan adalah manajemen pelayanan kesehatan dan manajemen asuhan keperawatan. Manajemen pelayanan keperawatan adalah pelayanan di rumah sakit yang dikelola oleh bidang perawatan melalui tiga tingkatan manajerial yaitu manajemen puncak (kepala bidang keperawatan),


(19)

manajemen menegah (kepala unit pelayanan atau supervisor), dan manajemen bawah (kepala ruang perawatan). Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh manajer keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya.

Manajemen keperawatan adalah proses kerja setiap perawat untuk memberikan pengobatan dan kenyamanan terhadap pasien. Tugas manager keperawatan adalah merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi keuangan yang ada, peralatan dan sumber daya manusia untuk memberikan pengobatan yang efektif dan ekonomis kepada pasien (Gillies, 2000).

2.1.2. Prinsip-Prinsip Manajemen Keperawatan

Seorang manajer keperawatan melaksanakan manajemen keperawatan untuk memberikan perawatan kepada pasien. Swanburg (2000) menyatakan bahwa prinsip-prinsip manajemen keperawatan sebagai berikut:

1. Manajemen keperawatan adalah perencanaan

2. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif 3. Manajemen keperawatan adalah pembuatan keputusan

4. Pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan pasien adalah urusan manajer perawat

5. Manajemen keperawatan adalah suatu perumusan dan pencapaian tujuan sosial

6. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian

7. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi atau tingkat sosial, disiplin, dan bidang studi


(20)

8. Manajemen keperawatan bagian aktif dari divisi keperawatan, dari lembaga, dan lembaga dimana organisasi itu berfungsi

9. Budaya organisasi mencerminkan nilai-nilai kepercayaan 10.Manajemen keperawatan mengarahkan dan pemimpin 11.Manajemen keperawatan memotivasi

12.Manajemen keperawatan merupakan komunikasi efektif

13.Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian.

2.1.3. Fungsi-Fungsi Manajemen Keperawatan

Manajemen memerlukan peran orang yang terlibat di dalamnya untuk menyikapi posisi masing-masing sehingga diperlukan fungsi-fungsi yang jelas mengenai manajemen (Suarli dan Bahtiar, 2009). Fungsi manajemen pertama sekali diidentifikasi oleh Henri Fayol (1925) yaitu perencaanaan, organisasi, perintah, koordinasi, dan pengendalian. Luther Gulick (1937) memperluas fungsi manajemen fayol menjadi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), personalia (staffing), pengarahan (directing), pengkoordinasian (coordinating), pelaporan (reporting), dan pembiayaan (budgeting) yang disingkat menjadi POSDCORB. Akhirnya, fungsi manajemen ini merujuk pada fungsi sebagai proses manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, pengawasan (Marquis dan Huston, 2010). Fungsi manajemen menurut G.R. Terry adalah planning, organizing, actuating, dan controlling,

sedangkan menurut S.P. Siagian fungsi manajemen terdiri dari planning, organizing, motivating, dan controlling (Suarli dan Bahtiar, 2009).


(21)

2.1.3.1. Perencanaan kegiatan keperawatan di ruang rawat inap

Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan adalah koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan (Huber, 2000). Perencanaan adalah usaha sadar dan pengambilan keputusan yang diperhitungkan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa yang akan datang oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Siagian, 1992). Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu keputusan dimasa yang akan datang tentang apa, siapa, kapan, dimana, berapa, dan bagaimana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat ditinjau dari proses, fungsi dan keputusan. Perencanaan memberikan informasi untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara akurat dan efektif (Swanburg, 2000).

Perencanaan yang adekuat dan efektif akan mendorong pengelolaan sumber yang ada dimana kepala ruangan harus mengidentifikasi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek serta melakukan perubahan (Marquis dan Huston, 2010). Suarli dan bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan sangat penting karena mengurangi ketidakpastian dimasa yang akan datang, memusatkan perhatian pada setiap unit yang terlibat, membuat kegiatan yang lebih ekonomis, memungkinkan dilakukannya pengawasan.

Fungsi perencanaan pelayanan dan asuhan keperawatan dilaksanakan oleh kepala ruang. Swanburg (2000) menyatakan bahwa dalam keperawatan, perencanaan membantu untuk menjamin bahwa klien akan menerima pelayanan


(22)

keperawatan yang mereka inginkan. Perencanaan kegiatan keperawatan di ruang rawat inap akan memberi petunjuk dan mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan kepada klien. Perencanaan di ruang rawat inap melibatkan seluruh personil mulai dari perawat pelaksana, ketua tim dan kepala ruang. Tanpa perencanaan yang adekuat, proses manajemen pelayanan kesehatan akan gagal (Marquis dan Huston, 2010).

2.1.3.2. Pengorganisasian keperawatan di ruang rawat inap

Pengorganisasian dilakukan setelah perencanaan. Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan (Muninjaya, 2004). Huber (2000) menyatakan bahwa pengorganisasian adalah memobilisasi sumber daya manusia dan material dari lembaga untuk mencapai tujuan organisasi, dapat juga untuk mengidentifikasi antara hubungan yang satu dengan yang lain. Pengorganisasian dapat dilihat secara statis dan dinamis. Secara statis merupakan wadah kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan, sedangkan secara dinamis merupakan suatu aktivitas dari tata hubungan kerja yang teratur dan sistematis untuk mencapai tujuan tertentu (Suarli dan Bahtiar, 2009).

Manfaat pengorganisasian untuk penjabaran secara terinci semua pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, pembagian beban kerja sesuai dengan kemampuan perorangan/kelompok, dan mengatur mekanisme kerja antar masing-masing anggota kelompok untuk hubungan dan koordinasi (Huber,


(23)

2000). Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa pada pengorganisasian hubungan ditetapkan, prosedur diuraikan, perlengkapan disiapkan, dan tugas diberikan.

Prinsip-prinsip organisasi saling ketergantungan dan dinamis. Kepala ruangan dapat menciptakan lingkungan yang meransang dalam praktik keperawatan. Prinsip-prinsip pengorganisasian menurut Swanburg (2000) adalah: 1. Prinsip rantai komando

Prinsip rantai komando menyatakan bahwa untuk memuaskan anggota efektif secara ekonomi dan berhasil dalam mencapai tujuan. Komunikasi cenderung ke bawah dan satu arah. Pada organisasi keperawatan, rantai komando ini datar, dengan garis manajer dan staf teknis serta administrasi yang mendukung perawat pelaksana.

2. Prinsip kesatuan komando

Prinsip kesatuan komando menyatakan bahwa seorang perawat pelaksana mepunyai satu pemimpin dan satu rencana. Keperawatan primer dan manajemen kasus mendukung prinsip prinsip kesatuan komando ini.

3. Prinsip rentang Kontrol

Prinsip ini menyatakan bahwa setiap perawat harus dapat mengawasi secara efektif dalam hal jumlah, fungsi, dan geografi. Pada prinsip ini, makin kurang pengawasan yang diperlukan untuk perawat. Perawat harus memiliki lebih banyak pengawasan untuk menghindari terjadinya kesalahan. Kepala ruangan harus lebih banyak mengkoordinasikan.


(24)

4. Prinsip spesialisasi

Prinsip spesialisasi menyatakan bahwa setiap orang harus menampilkan satu fungsi kepemimpinan tunggal, sehingga ada devisi kerja atau pembagian tugas yang membentuk departement.

2.1.3.3. Ketenagaan keperawatan di ruang rawap inap

Pengaturan staf dan penjadwalan adalah komponen utama dalam manajemen keperawatan. Swanburg (2000) menyatakan bahwa pengaturan staf keperawatan merupakan proses yang teratur, sistematis, rasional diterapkan untuk menentukan jumlah dan jenis personel keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan keperawatan pada standar yang ditetapkan sebelumnya. Manajer bertanggung jawab dalam mengatur sistem kepegawaian secara keseluruhan (Gillies, 2000). Ketenagaan adalah kegiatan manajer keperawatan untuk merekrut, memimpin, memberikan orientasi, dan meningkatkan perkembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis dan Huston, 2010). Ketenagaan juga memastikan cukup atau tidaknya tenaga keperawatan yang terdiri dari perawat yang profesional, terampil, dan kompeten. Kebutuhan ketenagaan dimasa yang akan datang harus dapat diprediksi dan suatu rencana harus disusun secara proaktif untuk memenuhi kebutuhan.

Manager harus merencanakan ketenagaan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan asupan pasien. Upaya harus dilakukan untuk menghindari kekurangan dan kelebihan personalia saat ada fluktuasi jumlah dan akuitas pasien. Kebijakan prosedur ketenagaan dan penjadwalan harus tertulis dan


(25)

dikomunikasikan kepada semua staf. Kebijakan dan penjadwalan tidak boleh melanggar undang-undang ketenagakerjaan atau kontrak pekerja. Kebijakan ketenagaan harus yang ada harus diteliti secara berkala untuk menentukan apakah memenuhi kebutuhan staf dan organisasi. Upaya harus terus dilakukan agar dapat menggunakan metode ketenagaan dengan inovatif dan kreatif (Marquis dan Huston, 2010).

2.1.3.4. Pengarahan keperawatan di ruang rawat inap

Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer berusaha memotivasi, membina komunikasi, menangani konflik, kerja sama, dan negosiasi (Marquis dan Huston, 2010). Pengarahan adalah fungsi manajemen yang memantau dan menyesuaikan perencanaan, proses, dan sumber yang efektif dan efisien mencapai tujuan (Huber, 2000). Pengarahan yang efektif akan meningkatkan dukungan perawat untuk mencapai tujuan manajemen keperawatan dan tujuan asuhan keperawatan (Swanburg, 2000). Motivasi sering disertakan dengan kegiatan orang lain mengarahkan, bersamaan dengan komunikasi dan kepemimpinan (Huber, 2006).

2.1.3.5. Pengendalian keperawatan di ruang rawat inap

Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari manajemen keperawatan yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan (Swanburg, 2000). Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian rencana, proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telah


(26)

ditetapkan (Huber, 2006). Selama fase pengendalian, kinerja diukur menggunakan standar yang telah ditentukan dan tindakan diambil untuk mengoreksi ketidakcocokan antara standar dan kinerja (Marquis dan Huston, 2010). Fungsi pengawasan bertujuan agar penggunaan sunber daya lebih efisien dan staf dapat lebih efektif untuk mencapai tujuan program (Muninjaya, 2004).

Prinsip pengawasan yang harus diperhatikan manager keperawatan dalam menjalankan fungsi pengendalian (Muninjaya, 2004) adalah:

1. Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staf dan hasilnya mudah diukur

2. Pengawasan merupakan kegiatan penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi

3. Standar untuk kerja harus dijelaskan kepada semua staf.

2.2. Peran kepala ruangan dalam manajemen keperawatan 2.2.1. Defenisi

Peran adalah kumpulan norma untuk perilaku seseorang dalam suatu posisi khusus seperti ibu, anak, dokter, perawat dan sebagainya (Maramis, 2006). Soekanto (1990) menyatakan bahwa peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status) dan apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran.

Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan professional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di satu ruang rawat (Depkes, 1994). Kepala ruangan secara administratif dan


(27)

fungsional bertanggung jawab kepada kepala bidang perawatan, secara teknis medis operasional bertanggung jawab kepada dokter penanggung jawab atau dokter yang berwenang.

2.2.2. Fungsi Perencanaan

Fungsi perencanaan manajemen keperawatan di ruang rawat inap yang dilaksanakan oleh kepala ruangan melibatkan seluruh personil mulai dari perawat pelaksana, ketua tim, dan kepala ruangan. Sebelum melakukan perencanaan terlebih dahulu dianalisa dan dikaji sistem, strategi organisasi, sumber-sumber organisasi, kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan prioritas (Swanburg, 2000). Kepala ruangan harus melibatkan seluruh individu dan unit organisasi terkait perencanaan (Marquis dan Huston, 2010).

Perencanaan kepala ruang di ruang rawat inap meliputi perencanaan kebutuhan tenaga dan penugasan tenaga, pengembangan tenaga, kebutuhan logistik ruangan, program kendali mutu yang akan disusun untuk pencapaian tujuan jangka pendek, menengah dan panjang. Disamping itu kepala ruang merencanakan kegiatan di ruangan seperti pertemuan dengan staf pada permulaan dan akhir minggu.Tujuan pertemuan adalah untuk menilai atau mengevaluasi kegiatan perawat sudah sesuai dengan standar atau belum, sehingga dapat dilakukan perubahan-perubahan atau pengembangan dari kegiatan tersebut (Swanburg, 2000).

Unsur-unsur yang terlibat dalam perencanaan menurut Suarli dan Bahtiar (2009), yaitu:


(28)

1. Meramalkan (forecasting), misalnya memperkirakan kecenderungan masa depan (peluang dan tantangan)

2. Menetapkan tujuan (estabilishing objektive), menyusun acara yang urutan kegiatannya menurut skala prioritas

3. Menyusun jadwal pelaksanaan (scheduling), misalnya menetapkan/memperhitungkan waktu dengan tepat

4. Menyusun anggaran (budgeting), misalnya mengalokasikan sumber yang tersedia (uang, alat, manusia) dengan memperhitungkan waktu dengan tepat 5. Mengembangkan prosedur, misalnya menentukan tata cara yang paling tepat 6. Menafsirkan dan menetapkan kebijakan (interpreting and estabilishing

policy), misalnya menafsirkan kebijakan atasan dan menetapkan kebijakan

operasional.

Peran kepemimpinan yang berhubungan dengan hierarki perencanaan menurut Marquis dan Huston (2010), yaitu:

1. Mengkaji lingkungan eksternal dan internal 2. Berpikir kreatif dan inovatif dalam perencanaan

3. Mempengaruhi dan menginspirasi anggota agar aktif terlibat dalam perencanaan jangka panjang

4. Secara periodik melakukan klarifikasi nilai untuk meningkatkan kesadaran diri

5. Mengarahkan untuk mendengarkan aktif dan memberikan umpan balik 6. Mengkomunikasikan tujuan organisasi kepada anggota


(29)

8. Terbuka untuk ide baru dan berbagai ide

9. Menjadi model peran dalam menetapkan metode perencanaan

2.2.3. Fungsi Pengorganisasian

Kepala ruangan bertanggung jawab untuk mengorganisasi kegiatan pelayanan dan asuhan keperawatan di ruang rawat inap (Swanburg, 2000) meliputi :

1. Struktur organisasi

Struktur organisasi ruang rawat inap terdiri dari : struktur, bentuk dan bagan. Berdasarkan keputusan Direktur rumah sakit dapat ditetapkan struktur organisasi ruang rawat inap untuk menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staf atasan baik vertikal maupun horizontal. Juga dapat dilihat posisi tiap bagian, wewenang dan tanggung jawab serta jalur tanggung gugat. Bentuk organisasi disesuaikan dengan pengelompokan kegiatan atau sistem penugasan.

2. Pengelompokam kegiatan

Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan. Kegiatan perlu dikumpulkan sesuai dengan spesifikasi tertentu. Pengelompokan kegiatan dilakukan untuk memudahkan pembagian tugas pada perawat sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki serta disesuaikan dengan kebutuhan klien. Ini yang disebut dengan metoda penugasan keperawatan. Metoda penugasan tersebut antara lain : metode fungsional, metode alokasi klien/keperawatan


(30)

total, metode tim keperawatan, metode keperawatan primer, dan metode moduler.

3. Koordinasi kegiatan

Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan kerjasama yang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif. Selain itu perlu adanya pendelegasian tugas kepada ketua tim atau perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap. 4. Evaluasi kegiatan

Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi untuk menilai apakah pelaksanaan kegiatan sesuai rencana. Kepala ruang berkewajiban untuk memberi arahan yang jelas tentang kegiatan yang akan dilakukan. Untuk itu diperlukan uraian tugas dengan jelas untuk masing-masing staf dan standar penampilan kerja.

5. Kelompok kerja

Kegiatan di ruang rawat inap diperlukan kerjasama antar staf dan kebersamaan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan motivasi kerja dan perasaan keterikatan dalam kelompok untuk meningkatkan kualitas kerja dan mencapai tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan.

Keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala ruangan sebagai manajemen yang terintegrasi dalam pengorganisasin menurut Marquis dan Huston (2010) yaitu:


(31)

1. Kepala ruangan memandang struktur organisasi sebagai peta yang memberi jalan kepada siapa mereka harus berkomunikasi dan siapa yang memiliki kewenangan

2. Kepala ruangan memiliki pemahaman personal tentang rancanagan organisasi yang lebih besar

3. Kepala ruangan memahami kesulitan yang menyertai setiap struktur, sehingga dapat memberi dukungan.

4. Kepala ruangan harus memiliki pengetahuan tentang budaya organisasi, meningkatkan pengembangan budaya yang konstruktif, menjelaskan serta mengkomunikasikan pengembangan budaya tersebut kepada perawat pelaksana.

5. Kepala ruangan berpikir kritis dan memiliki perilaku model peran yang baik untuk menyelesaikan masalah

6. Kepala ruangan menahan diri untuk tidak menghakimi dan mendukung semua anggota untuk ikut berpartisipasi dan berkontribusi

7. Kepala ruangan memahami organisasi dan mengenali apa yang dapat dibentuk, diubah, dan yang tetap.

2.2.4. Fungsi Ketenagaan

Ketenagaan mengerjakan perekrutan, wawancara, mengontrak, dan orientasi staf. Keberhasilan perekrutan tergantung pada sumber daya alam, jumlah tenaga perawat yang memadai, gaji yang kompetitif, reputasi organisasi, daya


(32)

tarik lokasi, dan status ekonomi. Manajer bertanggung jawab dalam merekrut perawat (Swanburg, 2000).

Hubungan kepala ruangan dengan perekrut harus bersifat kolaboratif. Kepala ruangan terlibat dalam perekrutan, wawancara, dan pemilihan pegawai. Keterlibatan kepala ruangan tergantung pada besar institusi, adanya departemen personalia yang terpisah, adanya perekrut perawat organisasi tersebut dan penggunaan manajemen keperawatan yang sentralisasi dan desentralisasi. Merekrut perawat dilakukan dengan wawancara sebagai metode seleksi penerimaan perawat (Marquis dan Huston, 2010).

Wawancara dapat dijadikan sebafai landasan untuk memilih orang untuk berbagai posisi. Hal yang paling penting dalam perektutan adalah mengawasi staf baru selama proses (Swanburg, 2000). Program orientasi yang dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik mengajarkan perawat baru mengenai perilaku yang sesuai dengan tujuan organisasi. Orientasi perawat baru yang berhasil akan mengurangi terjadinya gesekan (Marquis dan Huston, 2010).

Peran kepala ruangan dalam ketenagaan meliputi perencanaan untuk keperluan ketenagaan selanjutnya dan perubahan di dunia keperawatan. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam penyusunan sistem kepegawaian (Gillies, 2000). Kepala ruangan sangat berperan dalam penjadwalan, pengembangan perawat, sosialisai perawat, mengadakan pelatihan untuk perawat (Marquis dan Huston, 2010). Manager harus mengetahui jumlah jabatan yang diatur pada setiap


(33)

klasifikasi kerja temasuk jabatan yang kosong. Anggaran keuangan angan memperlihatkan pekerja apa yang dibutuhkan (Gillies, 2000).

Penjadwalan yang dilakukan sendiri memberikan kesempatan dan tanggung jawab kepada perawat untuk membuat jadwal kerja sendiri (Marquis dan Huston, 2010). Gillies (2000) menyatakan bahwa dalam hal penjadwalan kepala ruangan harus mengatur tentang pola-pola perputaran jawdal, jadwal-jadwal liburan, dan praktek-praktek lembur. Alat dan metode yang digunakan untuk menentukan kebutuhan kepersonaliaan perlu ditinjau ulang secara berkala. Tanggung jawab fiskal dan etis adalah fungsi yang menyertai ketenagaan (Marquis dan Huston, 2010).

Berdasarkan pada filosofi para kepala ruangan dalam hal mengembangkan fungsi ketenagaan menurut Gillies (2000) adalah sebagai berikut:

1. Memberikan seorang staf perawat yang professional secara keseluruhan dalam ruangan

2. Memberikan staf yang tepat dengan perbandingan perawat 1:1 dengan pasien untuk setiap jam kerja

3. Tenaga kesehatan lain dengan perbandingan 2:1 dengan pasien setiap ruangan 4. Melibatkan seluruh staf perawat dalam menyusun program ketenagaan

5. Membagi tenaga perawat secara merata dalam hal jadwal libur, jam kerja,waktu putaran, waktu istirahat.

6. Bertanggung dalam perencanaan ketenagaan


(34)

8. Mengerti akan kebutuhan staf dalam hal istirahat, liburan 9. Memberikan penghargaan kepada perawat berprestasi.

2.2.5. Fungsi Pengarahan

Fungsi pengarahan selalu berkaitan erat dengan perencanaan kegiatan keperawatan di ruang rawat inap dalam rangka menugaskan perawat untuk melaksanakan mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kepala ruangan dalam melakukan kegiatan pengarahan melalui: saling memberi motivasi, membantu pemecahan masalah, melakukan pendelegasian, menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi dan koordinasi (Swanburg, 2000). Memotivasi adalah menunjukkan arah tertentu kepada perawat atau staf dan mengambil langkah yang perlu untuk memastikan mereka sampai pada tujuan (Soeroso, 2003).

Kepala ruangan haruslah menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan bekerja yang harmonis, bersikap objektif dalam menghadapai persoalan dalam pelayanan keperawatan melalui pengamatan, dan objektif juga dalam menghadapi tingkah laku stafnya. Kepala ruangan harus peka akan kodrat manusia yang punya kelebihan dan kekurangan, memerlukan bantuan orang lain, dan mempunyai kebutuhan yang bersifat pribadi dan sosial (Muninjaya, 2004).

Manajer keperawatan harus memiliki keterampilan komunikasi interpersonal yang baik. Kepala ruangan setiap hari berkomunikasi dengan pasien, staf, dan atasan setiap hari (Nursalam, 2012). Komunikasi membentuk inti


(35)

kegiatan manajemen dan melewati semua proses manajemen (Marquis dan Huston, 2010).

Prinsip komunikasi manajer keperawatan menurut Nursalam (2012), yaitu: 1. Manajer harus mengerti struktur organisasi, siapa yang terkena dampak dari

keputusan yang dibuat. Jaringan komunikasi formal dan informal perlu dibangun antara manajer dan staf

2. Komunikasi bukan hanya sebagai perantara, tetapi sebagai proses yang tak terpisahkan dalam organisasi

3. Komunikasi harus jelas, sederhana, dan tepat.

4. Perawat profesional adalah mampu berkomunikasi dengan secara adekuat, lengkap dan cepat.

5. Manajer harus meminta umpan balik apakah komunikasi dapat diterima 6. Menjadi pendengar yang baik adalah komponen penting dalam komunikasi.

Konflik sering terjadi dalam tatanan asuhan keperawatan. Konflik yang terjadi antar staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter (Swanburg, 2000). Manajer memiliki interaksi dengan staf yang memiliki nilai, keyakinan, latar belakang dan tujuan berdeda yang menjadi sumber terjadinya konflik (Marquis dan Huston, 2010). Sebagai manajer keperawatan, kepala ruangan memiliki asumsi bahwa konflik suatu hal yang dapat dihindari dan jika konflik tidak dikelola dengan baik, maka dapat menghasilkan penyelesaian yang kreatif dan berkualitas. Kepala ruangan menggunakan konflik yang konstruktif dalam menciptakan lingkungan yang produktif (Nursalam, 2012).


(36)

Pengarahan akan mencapai tujuannya jika dikerjakan dengan baik. Dauglas dalam Swansburg (2000) mengatakan bahwa ada dua belas aktivitas teknis yang berhubungan dengan pengarahan pada manajemen, yaitu:

1. Merumuskan tujuan perawatan yang realistis untuk pelayanan keperawatan, pasien dan perawat pelaksana

2. Memberikan prioritas utama untuk kebutuhan klien sehubungan dengan tugas-tugas perawat pelaksana

3. Melaksanakan koordinasi untuk efisiensi pelayanan 4. Mengidentifikasi tanggung jawab dari perawat pelaksana 5. Memberikan perawatan yang berkesinambungan

6. Mempertimbangkan kebutuhan terhadap tugas-tugas dari perawat pelaksana 7. Memberikan kepemimpinan untuk perawat dalam hal pengajaran, konsultasi,

dan evaluasi

8. Mempercayai anggota

9. Menginterpretasikan protokol

10.Menjelaskan prosedur yang harus diikuti 11.Memberikan laporan ringkas dan jelas 12.Menggunakan proses kontrol manajemen

2.2.6. Fungsi Pengendalian

Ukuran kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan dengan indikator proses yaitu nilai dokumentasi keperawatan, indikator out put yaitu tingkat kepuasan klien, tingkat kepuasan perawat, lama hari rawat. Untuk kegiatan mutu


(37)

yang dilaksanakan kepala ruang meliputi: Audit dokumentasi proses keperawatan tiap dua bulan sekali, survei kepuasan klien setiap kali pulang, survei kepuasan perawat tiap enam bulan, survei kepuasan tenaga kesehatan lain, dan perhitungan lama hari rawat klien, serta melakukan langkah-langkah perbaikan mutu dengan memperhitungkan standar yang ditetapkan (Swanburg, 2000).

Tambahan peran manajer dalam pengendalian adalah menentukan seberapa baik staf melakukan tugas yang diberikan. Hal ini dilakukan dengan penilaian kinerja. Proses penilaian kinerja staf dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai untuk menghasilkan kualitas pelayanan yang tinggi (Nursalam, 2012). Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa penilaian kinerja membuat staf mengetahui tingkat kinerja mereka.

Dalam melaksanakan penilaian kinerja, manajer perlu menetapkan orang yang bertanggung jawab mengevaluasi setiap staf. Idealnya supervisor mengevaluasi rekan terdekatnya, dimana satu orang mengevaluasi kerja rekannya secara akurat (Nursalam, 2012). Staf harus dilibatkan dalam proses penilaian kinerja dan memandang penilaian ini sebagai hal yang akurat dan adil (Marquis dan Huston, 2010).

Peran Manajer dapat mempengaruhi faktor motivasi dan lingkungan. Tetapi faktor lain yang mungkin mempengaruhi tergantungnya tugas, khususnya bagaimana manajer bekerja dalam suatu organisasi. Secara umum peran manajer dapat dinilai dari kemampuannya dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan staf. Kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fisik, psikis,


(38)

dimana kebutuhan psikis tersebut dapat terpenuhi melalui peran manajer dalam memperlakukan stafnya. Hal ini dapat ditanamkan kepada manajer agar diciptakan suasana keterbukaan dan memberikan kesempatan kepada staf untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya (Marquis dan Huston, 2010).


(39)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka konsep

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen keperawatan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di RSU Dr. Pirngadi Medan. Perencanaan adalah koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan. Pengorganisasian adalah memobilisasi sumber daya manusia dan material untuk mencapai tujuan. Ketenagaan adalah kegiatan manajer untuk memimpin, memberikan orientasi, dan meningkatkan perkembangan indvidu untuk mencapai tujuan organisasi. Pengarahan adalah fungsi manajemen yang memantau dan menyesuaikan perencanaan, proses, dan sumber daya yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Pengendalian adalah pemantauan atau penyesuaian rencana, proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telaah ditetapkan.

Peran kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi manajemen keperawatan:

1. Perencanaan 2. Pengorganisasian 3. Ketenagaan 4. Pengarahan 5. Pengendalian

Skema 1: Gambaran peran kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi manajemen keperawatan

Dilakukan Tidak dilakukan


(40)

3.2. Defenisi operasioanal

Tabel 3.1. Defenisi operasional

No. Defenisi operasional Alat Ukur Skala Hasil ukur 1. Peran kepala ruangan dalam

pelaksanaan fungsi manajemen adalah tanggung

jawab kepala ruangan dalam pengelolaan pelayanana di ruang rawat inap yaitu perencanaan,

pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, pengendalian yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan.

a. Peran fungsi perencanaan adalah tanggung jawab kepala ruangan dalam merencanakan standar keperawatan, pertemuan, pengendalian mutu, sumber daya yang ada yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan.

b. Peran fungsi

pengorganisasian adalah tanggung jawab kepala

ruangan dalam menetapkan struktur organisasi, pengelompokan kegiatan, mengkoordinasi kegiatan, penjadwalan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan.

c. Peran fungsi ketenagaan adalah tanggung jawab kepala ruangan dalam

mengatur sistem kepegawaian, kebutuhan Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal

>80% (0-39) = tidak dilakukan <80% (40-50) = dilakukan

>80% (0-7) = tidak dilakukan <80% (8-10) = dilakukan

>80% (0-7) = tidak dilakukan <80% (8-10) = dilakukan

>80% (0-7) = tidak dilakukan <80% (8-10) = dilakukan


(41)

staf, perekrutan, , orientasi, pemgembangan staf yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan.

d. Peran fungsi pengarahan adalah tanggung jawab kepala ruangan dalam mempengaruhi staf, motivasi, pemecahan konflik yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan.

e. Peran fungsi pengendalian adalah tanggung jawab kepala ruangan dalam melakukan penilaian kerja,

survey kepuasan, disiplin,dokumentasi,

pengendalian mutu yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan.

Kuesioner

Kuesioner

Ordinal

Ordinal

>80% (0-7) = tidak dilakukan <80% (8-10) = dilakukan

>80% (0-7) = tidak dilakukan <80% (8-10) = dilakukan


(42)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menganalisis peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.

4.2. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah perawat pelaksana di ruang rawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan. Berdasarkan data yang didapat dari bidang keperawatan RSU Dr. Pirngadi Medan, total populasi perawat pelaksana di ruang rawat inap adalah sebanyak 253 orang (Bidang keperawatan, 2012).

4.3. Sampel penelitian

Metode pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan srata yang ada dalam anggota populasi. Cara pengambilan sampel dengan menggunakan accidental sampling. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: perawat pelaksana di ruang rawat inap, bersedia menjadi responden, tidak sedang cuti, dan lama kerja satu tahun lebih.

Nursalam (2009) mengatakan semakin besar sampel semakin mengurangi angka kesalahan. Prinsip umum yang digunakan dalam penelitian menggunakan jumlah sampel sebanyak mungkin.


(43)

Adapun besarnya sampel menurut rumus yang dikutip dari Nursalam (2009) adalah sebagai berikut:

n = �

1 +� (�)2

Keterangan:

n = jumlah sampel N = jumlah populasi

d = tingkat ketepatan absolut yang diinginkan dengan d= 0.05

Dari populasi terdapat 253 perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap, maka besar sampel sesuai dengan rumus diatas adalah:

n = �

1 +� (�)2

n = 253

1 + 253 (0,05)2

n= 155 responden

Dari 155 responden tersebut akan diambil secara proporsional tiap ruang dari 20 ruangan dengan memakai rumus sebagai berikut:


(44)

Keterangan :

ni = Jumlah sampel tiap ruang n = Jumlah sampel seluruhnya Ni = Jumlah populasi tiap ruang N = Jumlah populasi seluruhnya

Maka besar sampel tiap ruangan dapat dilihat dalam tabel 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3.2. Besar sampel tiap ruang rawat inap RSU Dr. Pirngadi Medan dengan N=253, n=155

Ruangan Populasi tiap ruangan (Ni)

Besar sampel tiap ruangan (ni)

Kelas

1. VIP I (Anggrek 1) 2. VIP II (Anggrek 2) 3. PLUS A (Mawar 1) 4. PLUS B (Mawar 2) 5. E. Terpadu

6. R. XV (Dahlia 1) 7. R. XVII (Dahlia 2) 8. Lantai V (Tulip 1) 9. Lantai VI (Tulip 2) 10.Lantai VII (Tulip 3)

Ruangan

11.R. Neurologi (Melati 2) 12.R. VII/VIII (Melati 3) 13.R. IX (Kenanga 1) 14.R. XIV (Asoka 1) 15.R. XVIII (Flamboyan) 16.R. Matahari dan THT

Khusus

17.ICU 18.ICCU 19.HDU 20.Unit stroke

Total 15 11 10 10 10 14 10 11 15 21 8 12 11 13 12 14 22 13 11 10 253 8 7 6 6 6 9 6 7 9 13 6 7 6 8 7 9 14 8 7 7 155


(45)

4.4. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSU Dr. Pirngadi Medan. Rumah sakit Umum Dr. Pirngadi Medan merupakan rumah sakit berstatus milik pemerintah yang setiap tahunnya mengalami peningkatan dalam manajemen pelayanan keperawatan. Penelitian ini dilakukan mulai Juli sampai November 2012.

4.5. Pertimbangan etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin penelitian dari RSU Dr. Pirngadi Medan. Dalam melaksanakan penelitian ini, ada beberapa pertimbangan etik yang harus diperhatikan, yaitu hak kebebasan dan kerahasiaan menjadi responden, serta bebas rasa sakit baik secara fisik maupun tekanan psikologis.

Peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian (self detemination). Lembar persetujuan diberikan kepada responden. Peneliti menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian yang dilakukan. Selanjutnya peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden. Jika perawat pelaksana bersedia menjadi responden, maka perawat pelaksana di minta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data untuk menjaga kerahasiaan responden tetapi dengan memberi kode pada masing-masing lembar tersebut (anonymity). Kerahasiaan informasi perawat dijamin oleh peneliti, dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian (confidentially) (Nursalam, 2009).


(46)

4.6. Instrumen

Alat ukur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner ini disusun oleh peneliti berdasarkan teori dari tinjauan pustaka. Kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner fungsi-fungsi manajemen keperawatan.

4.6.1. Kuesioner data demografi

Kuesioner data demografi terdiri dari: usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, usia, lama kerja, status pekerjaan, dan unit bekerja .

4.6.2. Kuesioner fungsi manajemen keperawatan

Kuesioner fungsi manajemen bertujuan untuk menganalisis peran kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi manajemen keperawatan yang dipersepsikan perawat pelaksana di ruang rawat inap. Kuesioner fungsi manajemen keperawatan terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, dan pengendalian. Kuesioner ini disusun dengan menggunakan bentuk pernyataan, kemudian responden diminta untuk memilih salah satu dari dua alternatif sesuai dengan apa yang dirasakan oleh perawat pelaksana. Skala untuk fungsi manajemen keperawatan memakai skala guttman. Kuesioner ini terdiri dari 50 pernyataan yang mewakili setiap peran kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi manajemen keperawatan. Masing- masing fungsi manajemen terdiri dari 10 pernyataan.

Kuesioner fungsi perencanaatan terdiri dari partisipasi (1), perencanaan pelatihan (2), perencanaan pertemuan (6), perencanaan pengendalian mutu (4, 7), perencanaan sumber daya (3, 5, 8, 9), perencanaan kegiatan (10). Kuesioner


(47)

fungsi pengorganisasian terdiri dari struktur organisasi (11), pengelompokan kegiatan (12, 14, 19), koordinasi kegiatan (13, 15, 16, 17, 18, 19, 20). Kuesioner fungsi ketenagaan terdiri dari perekrutan (21), orientasi (22, 23), kebutuhan staf (24, 25, 27, 28), pengembangan staf (26), penjadwalan (29,30). Kuesioner fungsi pengarahan terdiri dari motivasi (31, 32, 33, 34, 35, 36, 39, 40), membantu pemecahan masalah (36, 37, 38). Kuesioner fungsi pengendalian terdiri dari penilaian kerja (41, 42), survei kepuasan (43, 44, 50), evaluasi dokumentasi (45, 48), pengendalian mutu (46, 47, 49). Kuesioner menggunakan pernyataan negatif dan pernyataan positif. Kuesioner pernyataan negatif adalah 36, 39, 46, 50. Kuesioner pernyataan positif adalah 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 47, 48, 49.

Skor yang diberikan untuk setiap pernyataan negatif yaitu nilai 0 untuk jawaban ya (dilakukan oleh kepala ruangan) dan nilai 1 untuk jawaban tidak (tidak dilakukan oleh kepala ruangan). Skor yang diberikan untuk pernyataan positif yaitu 1 untuk jawaban ya (dilakukan oleh kepala ruangan) dan nilai 0 untuk jawaban tidak (tidak dilakukan oleh kepala ruangan).

Banyak kelas akan dikategorikan menjadi 2 kelas. Nilai tertinggi adalah 50 dan nilai terendah adalah 0. Nilai skor diatas atau sama dengan 80% dikatakan dilakukan kepala ruangan, sedangkan nilai skor di bawah 80% dikatakan tidak dilakukan kepala ruangan. Maka didapatkan rentang skor:

0 - 39 = tidak dilakukan 40-55 = dilakukan


(48)

4.7. Uji Validitas dan Reliabilitas

4.7.1. Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu kuesioner ini perlu diuji. Dalam penelitian ini dilakukan uji validitas isi yaitu dengan instrument dibuat mengacu pada isi yang sesuai dengan variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dengan meminta bantuan pada ahli dalam bidangnya yaitu dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4.7.2. Uji Reliabilitas

Cara perhitungan reliabilitas pada penelitian ini menggunakan tes dimana kuesioner yang sama diujikan kepada sekelompok responden dengan kriteria yang sama. Kuesioner ini akan diuji di Rumah Sakit Haji Medan terhadap 30 orang responden.Uji yang dilakukan untuk instrumen penelitian ini adalah rumus Kuder dan Richadson 21 (KR-21). Hasil uji reliabel pada kuesioner didapatkan nilai p=0,765. Hasil uji dikatakan reliabel apabila nilai p >0,7. Maka kuesioner ini dikatakan reliabel.

4.8. Teknik pengumpulan data

Persiapan awal dilakukan dengan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian dari fakultas keperawatan. Rekomendasi dari Fakultas keperawatan USU kemudian dikirimkan ke RSU Dr. Pirngadi Medan sebagai tempat


(49)

penelitian. Setelah mendapatkan izin dari RSU Dr. Pirngadi Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data.

Peneliti langsung memperoleh data dengan membagikan kuesioner kepada responden yang sesuai dengan kriteria sampel. Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat, dan prosedur pengisian kuesioner. Calon responden yang bersedia diminta menandatangani surat persetujuan, kemudian mengisi kuesioner yang telah diberikan oleh peneliti. Setelah kuesioner diisi, data dikumpulkan untuk diolah. Data yang sudah terkumpul selanjutnya diolah secara komputerisasi melalui program SPSS. Proses editing dilakukan untuk memeriksa, mengecek kelengkapan data dan menjumlahkan jawaban dari responden dengan tujuan agar data dapat diolah. Proses koding yaitu dengan membuat kode dalam langkah mempermudah perhitungan. Proses tabulating untuk pengelompokan data. Kemudian peneliti mengidentifikasi gambaran peran kepala ruangan dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen keperawatan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana.

4.9. Analisis data

Setelah semua data terkumpul peneliti melakukan analisa data. Analisa data yang diterapkan adalah analisis deskriptif yaitu suatu prosedur pengolahan yang menggambarkan data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel. Hasil analisa data demografi untuk usia dan lama kerja akan diolah dalam data numerik, untuk jenis kelamin, pendidikan terakhir, status pekerjaan akan diolah dalam data distribusi frekuensi dan persentase. Hasil analisa data untuk fungsi manajemen keperawatan diolah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.


(50)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil penelitian

Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana ruang rawat inap RSU Dr. Pirngadi Medan. Penyajian data hasil penelitian meliputi deskripsi karakteristik responden, peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan.

5.1.1. Deskripsi Karakteristik Responden

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan data demografi di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, Oktober 2012 dengan n=155

No. Karakteristik Responden Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Usia

a. 21 - 40 tahun 114 73,6

b. >40 tahun 41 25,4

2 Jenis Kelamin

a. Laki-laki 27 17,4

b. Perempuan 128 82,6

3 Pendidikan

a. SPK 10 6,5

b. D III Keperawatan 77 49,7 c. D IV Keperawatan 16 10,3

d. Sarjana Keperawatan 52 33,5 4 Status Pekerjaan

a. PNS 108 69,7

b. Non PNS 47 30,3

5 Lama Bekerja

a. <5 tahun 37 23,9

b. 5-10 tahun 70 45,1


(51)

Hasil penelitian berdasarkan tabel 5.1 didapatkan bahwa mayoritas perawat pelaksana berada pada rentang usia 21-40 tahun sebesar 73,6%, yang berarti perawat berada pada rentang usia produktif dengan mayoritas berjenis kelamin perempuan sebesar 82,6% dengan tingkat pendidikan perawat mayoritas D III Keperawatan sebesar 49,7%, status pekerjaan PNS sebesar 69,7%, dan lama hari kerja mayoritas 5-10 tahun sebesar 45,1%.

5.1.2. Deskripsi Responden menurut Variabel Penelitian

1. Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Kepala Ruangan

Penilaian peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner dalam bentuk skala ordinal dengan pilihan jawaban ya dan tidak. Hasilnya akan dibagi menjadi dua kategori yaitu dilakukan dan tidak dilakukan. Hasil penelitian tentang peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan, Oktober 2012

Peran kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan

Frekuensi (F)

Persentase (%)

Dilakukan 103 66,5

Tidak dilakukan 52 33,5


(52)

Pada tabel 5.2 dapat dilihat bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan dilakukan oleh kepala ruangan sebesar 66,5%.

Manajemen keperawatan terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan dan pengendalian dimana kelima fungsi ini saling berkaitan. Pada tabel di bawah akan diuraikan persentase peran kepala ruangan berdasarkan masing-masing fungsi manajemen.

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan; persepsi perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan, Oktober 2012 dengan n=155 Fungsi Manajemen

Keperawatan

Dilakukan Tidak Dilakukan Frekuensi

(F)

Persentase (%)

Frekuensi (F)

Persentase (%) Fungsi Perencanaan 118 76,1 37 23,9 Fungsi Pengorganisasian 134 86,5 21 13,5 Fungsi Ketenagaan 80 51,6 75 48,4 Fungsi Pengarahan 119 76,8 36 23,2 Fungsi Pengendalian 92 59,4 63 40,6

Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa mayoritas kepala ruangan melakukan fungsi manajemen keperawatan, dimana persentase fungsi manajemen tertinggi dilakukan kepala ruangan adalah fungsi pengorganisasian sebesar 86,5% sedangkan persentase fungsi manajemen yang terkecil adalah fungsi ketenagaan sebesar 51,6%.


(53)

Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh manajer dalam melaksanakan fungsi manajemen keperawatan. Manajemen keperawatan merupakan bentuk koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan (Huber, 2000). Manajemen keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang menggunakan fungsi-fungsi keperawatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, dan pengendalian (Marquis dan Huston, 2010).

Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanan fungsi manajemen keperawatan menurut perawat pelaksana dilakukan sebesar 66,5%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Panjaitan (2011) bahwa 65,7 % kepala ruangan melakukan fungsi manajemen. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Parmin (2009) bahwa 50,3% kepala ruangan melakukan fungsi manajemen keperawatan. Penelitian Hidayat (2009) didapatkan bahwa 69,1% kepala ruangan melakukan fungsi manajemen keperawatan. Hasil ini didukung oleh peran kepala ruangan pada masing-masing fungsi manajemen keperawatan didapatkan bahwa dilakukan kepala ruangan.

Kepala ruangan melaksanakan fungsi manajemen dikarenakan pendidikan kepala ruangan berstrata S1+Ners. Notoadmojo (2007) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Hasibuan (2005) juga menyatakan bahwa pendidikan merupakan indikator yang


(54)

mencerminkan kemampuan seseorang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan latar belakang dapat menentukan kedudukan suatu jabatan tertentu.

Hal lain yang mendukung fungsi manajemen dilakukan oleh kepala ruangan, rata-rata lama bekerja perawat pelaksana adalah sebesar 45,1% dengan rentang 5-10 tahun. Hal tersebut mencerminkan kemampuan perawat dalam mepersepsikan kepala ruangan untuk melaksanakan fungsi manajemen keperawatan. Robbins (2003) menyatakan bahwa semakin lama staf bekerja pada suatu organisasi semakin memberi peluang untuk menerima tugas-tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, dan keleluasaan bekerja. Status pekerjaan responden mayoritas pegawai tetap (PNS) sebesar 69,7% dimana perawat akan dibebankan tugas dan tanggung jawab, karena pegawai honor lebih sering meninggalkan pekerjaan sehingga kurang diberi tanggung jawab.

Jika dihubungkan dengan umur responden berada pada rentang 21-40 tahun sebesar 73,6%. Usia ini menurut Hurlock (1980) disebut sebagai usia produktif sebagai masa berkarir. Hal ini sejalan dengan teori Levinson (1978 dalam Potter dan Perry, 2005) dimana usia ini berada pada tahap menyiapkan karir, mencoba karir dan usia stabilitas.

1. Perencanaan

Perencanaan adalah koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan (Huber, 2000). Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa tanpa perencanaan yang adekuat, proses manajemen pelayanan kesehatan akan gagal.


(55)

Hasil penelitian menunjukkan peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi perencanaan menurut perawat pelaksana dilakukan 76,1%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Warsito (2006) bahwa 59,6% kepala ruangan melaksanakan fungsi perencanaan. Hasil penelitin ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Parlin (2010) bahwa 53,7% kepala ruangan tidak melakukan fungsi perencanaan. Rumah sakit yang diteliti oleh Parlin sama tipe dengan rumah sakit dalam penelitian ini yang berstatus milik pemerintah dan karakteristik responden yang sama. Bisa dikatakan bahwa pada penelitian Parlin (2009) kepala ruangan yang tidak melakukan perannya.

Peran kepala ruangan pada fungsi perencaanaan dilakukan oleh kepala ruangan. Hasil ini didukung item pernyataan bahwa hampir keseluruhan perawat pelaksana mempersepsikan bahwa kepala ruangan melibatkan perawat untuk berpartisipasi dalam perencanaan asuhan keperawatan sebesar 99,4%, kepala ruangan menginformasikan perencanaan pelatihan bagi perawat sebesar 91,0%, kepala ruangan mensosialisasikan kegiatan pengendalian mutu seperti pencegahan infeksi nosocomial sebesar 94,8%.

Perencanaan yang baik akan memudahkan pelaksanaan dalam mencapai tujuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Swanburg (2000) bahwa perencanaan akan meningkatkan pekerjaan keperawatan dan harapan dalam pelayan keperawatan. Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa perencanaan merupakan fungsi yang harus dilakukan kepala ruangan sehingga tercapai tujuan dan kebutuhan individu dan organisasi serta perncanaan yang baik mendorong mengelola sumber yang ada.


(56)

Penelitian ini membahas tentang kegiatan kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi perencanaan yaitu partisipasi, dan perencanaan pengendalian mutu.

Berdasarkan hasil penelitian pada fungsi perencanaan dilihat dari item pernyataan tentang kepala ruangan melibatkan perawat untuk berpartisipasi dalam perencanaan asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hidayat (2009) bahwa 88,3% kepala ruangan melibatkan perawat dalam pengambilan keputusan tentang pasien. Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa kepala ruangan harus melibatkan seluruh individu dan unit organisasi terkait perencanaan. Jika dihubungkan dengan lama bekerja perawat mayoritas berada pada rentang 5-10 tahun dimana sudah dapat diberi kepercayaan untuk melibatkan perawat dalam perencanaan asuhan keperawatan dan mengerjakan asuhan keperawatan.

Selain melibatkan perawat dalam perencanaan, kepala ruangan merencanakan pengendalian mutu. Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan mensosialisasikan pengendalian mutu seperti pencegahan infeksi nosokomial kepada perawat sebesar 94,8%. Hasil penelitian ini sesuai dengan Swanburg (2000) bahwa dalam perencanaan kepala ruangan melakukan program kendali mutu. Pengendalian mutu yang dikerjakan terkait pengendalian infeksi nisokomial


(57)

Setelah perencanaan, diperlukan pengorganisasian dalam manajemen keperawatan. Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan (Muninjaya, 2004). Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa dalam pengorganisasian hubungan ditetapkan, prosedur diuraikan, perlengkapan disiapkan, dan tugas diberikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kepala ruangan melakukan fungsi pengorganisasian sebesar 86,5%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hidayat (2009) bahwa 63,2% kepala ruangan melakukan fungsi pengorganisasian. Hasil penelitian Parmin (2010) didaptkan bahwa 52,3% kepala ruangan melakukan fungsi pengorganisasian. Kesamaan hasil ini bisa dilihat dari status kepemilikan rumah sakit yang sama-sama milik pemerintah. Fungsi pengorganisasian pada penelitian ini akan membahas tentang pendelegasian dan rincian tugas perawat.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari item pernyataan tentang kepala ruangan mendelegasikan tugas kepada perawat apabila berhalangan hadir sebesar 93,5%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Warsito (2006) bahwa 63,5% kepala ruangan melakukan pendelegasian tugas keperawatan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Hidayat (2009) bahwa 86,8% ada pendelegasian tugas kepala ruangan jika tidak berada di tempat. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan Nursalam (2007) bahwa sering ditemukan dalam pendelegasian tugas tidak dapat diselesaikan disebabkan adanya


(58)

rasa kurang percaya kepada sesorang yang diberi delegasi. Berdasarkan karakteristik responden didapatkan kepala ruangan kurang percaya kepada perawat dengan lama bekerja dibawah 5 tahun.

Delegasi yang baik tergantung pada keseimbangan antara tanggung jawab, kemampuan dan wewenang (Nursalam, 2007). Analisa peneliti jika dihubungkan dengan tangggung jawab, 69,7% responden adalah pegawai tetap dimana sudah diberi beban dan tanggung jawab penuh atas pekerjaannya. Jika dihubungkan dengan kemampuan, 10,3% pendidikan responden S-1 keperawatan sebagai perawat profesional, dan 73,6% responden pada usia produktif.

Organisasi yang baik menguraikan rincian tugas masing-masing individu. Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan tidak membuat rincian tugas masing-masing perawat dengan jelas sebesar 21,3% . Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Warsito (2006) bahwa 48,1% kepala ruangan tidak membuat rincian tugas anggota (perawat pelaksana). Namun hasil penelitian Hidayat (2009) bahwa 92,6% ada rincian tugas yang jelas dan tertulis yang berguna untuk pelayanan keperawatan di ruangan. Swanburg (2000) menyatakan bahwa setiap organsisasi memiliki serangkaian tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai tugas sehingga dilakukan pengelompokan tugas untuk memudahkan pembagian tugas sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh perawat. Pengelompokan tugas ini disebut juga dengan metode penugasan. Metode penugasan yang dilakukan oleh kepala ruangan yaitu metode tim keperawatan. Analisa peneliti jika dilihat dari jawaban


(59)

responden, ada 1 ruangan sebesar 100% kepala ruangan tidak membuat rincian tugas masing-masing perawat dengan jelas.

3. Ketenagaan

Kepala ruangan harus mengatur dan menentukan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keperawatan. Kegiatan ini dikerjakan dalam fungsi manajemen ketenagaan. Ketenagaan adalah kegiatan manajer keperawatan untuk merekrut, memimpin, memberikan orientasi, dan meningkatkan perkembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis dan Huston, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi ketenagaan menurut perawat pelaksana dilakukan sebesar 51,6%. Hasil penelitian Panjaitan (2011) bahwa 40,3% fungsi ketenagaan dilakukan kepala ruangan terkait pelaksanaan pengendalian mutu. Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa fungsi ketenagaan merupakan proses penting dalam ketenagaan karena membutuhkan banyak pekerja untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa sebesar 48,4% kepala ruangan tidak melakukan perannya dalam pelaksanaan fungsi ketenagaan. Hal ini bisa dilihat dari item pernyataan tentang keterlibatan kepala ruangan dalam perekrutan pegawai baru sebesar 43,2% dilakukan kepala ruangan, dan kepala ruangan mengadakan pelatihan bagi perawat sebesar 51,6% dilakukan oleh kepala ruangan.


(60)

Fungsi ketenagaan dalam penelitian ini akan membahas tentang orientasi perawat baru, penjadwalan, perekrutan dan pengembangan staf.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari item pernyataan tentang kepala ruangan mengadakan orientasi perawat baru sebesar 76,8% dilakukan kepala ruangan. Marquis dan Huston (2010) bahwa program orientasi yang dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik mengajarkan perawat baru mengenai perilaku yang sesuai dengan organisasi. Hasil penelitian ini didukung item pernyataan tentang kepala ruangan memastikan setiap pegawai baru memahami kebijakan organisasi sebesar 76,8%. Swanburg (2000) menyatakan bahwa kepala ruangan harus menjelaskan peraturan yang ada, dan perawat harus memahami peraturan tersebut sesuai dengan keperluan perawat.

Setelah melakukan orientasi perawat baru, kepala ruangan harus melakukan penjadwalan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan penjadwalan sebesar 85,8%. Hasil penelitian ini didukung item pernyataan tentang kepala ruangan membuat jadwal libur, jam kerja, waktu putaran dan waktu istirahat secara merata sebesar 83,2%. Hal ini sejalan dengan teori Marquis dan Huston (2010) bahwa kepala ruangan yang bertanggung jawab dalam penjadwalan. Gillies (2000) juga menyatakan bahwa kepala ruangan harus mengatur tentang pola-pola perputaran jawdal, jadwal liburan, dan lembur. Penelitian Taufik (2009) bahwa 98,6% ada aturan tenaga keperawatan di ruang rawat inap seperti membuat jadwal dinas untuk memperjelas tugas pokok dalam memberikan pelayanan keperawatan.


(61)

Setelah penjadwalan, kepala ruangan melakukan perekrutan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari item pernyataan tentang kepala ruangan tidak terlibat dalam perekrutan sebesar 56,8%. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori Marquis dan Huston (2010) bahwa dalam perekrutan kepala ruangan terlibat dalam perekrutan, wawancara dan pemilihan pegawai.

Hal ini bisa dilihat dari status kepemilikan rumah sakit milik pemerintah, dimana penerimaan pegawai baru lewat penerimaan calon pegawai negeri sipil yang dilakukan oleh pemerintah. Keterlibatan kepala ruangan dalam hal perekrutan ini adalah memberi laporan kepada manajer atas untuk jumlah staf yang dibutuhkan dan laporan tentang kriteria staf yang dibutuhkan di ruangan dalam hal keahlian khusus dari staf yang akan direkrut. Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa keterlibatan kepala ruangan perekrutan tergantung pada besar institusi, adanya departemen personalia yang terpisah, dan adanya perekrut perawat dalam organisasi. Jika dilihat pada RSU Dr. Pirngadi penerimaan pegawai oleh pemerintah dan karakteristik responden yang didapatkan mayoritas pegawai negeri sipil.

Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa jika sumber daya manusia tidak terpenuhi, kepala ruangan harus melakukan perencanaan strategis yaitu dengan menempatkan orang-orang baru dengan keterampilan khusus atau melatih keterampilan orang-orang yang senior.

Namun, jika dihubungkan dengan pendapat Marquis dan Huston (2010) tidak sejalan dengan hasil penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian dari item


(62)

pernyataan tentang kepala ruangan tidak melakukan pelatihan bagi perawat sebesar 48,4%. Informasi yang didapatkan dari perawat bahwa pelatihan tidak dilakukan oleh kepala ruangan tetapi oleh kepala bidang keperawatan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian pada item pernyataan tentang perencanaan pengembangan staff yang dikerjakan kepala ruangan pada fungsi perencanaan bahwa 91,0% kepala ruangan menginformasikan pelatihan bagi perawat. Kepala ruangan hanya menginformasikan adanya pelatihan tetapi tidak terlibat dalam pengerjaan atau memanajemen pelatihan tersebut.

4. Pengarahan

Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer berusaha memotivasi, membina komunikasi, menangani konflik, kerja sama, dan negosiasi (Marquis dan Huston, 2010). Kepala ruangan dalam melakukan kegiatan pengarahan melalui: saling memberi motivasi, membantu pemecahan masalah, melakukan pendelegasian, menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi dan koordinasi (Swanburg, 2000).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengarahan dilakukan sebesar 76,8%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Parmin (2010) bahwa 50,3% kepala ruangan melakukan fungsi pengarahan. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil fungsi perencanaan dilakukan sebesar 76,1% dan hasil fungsi pengorganisasian dilakukan sebesar 86,5%. Swanburg (2000) menyatakan bahwa untuk memahami pengarahan, kepala ruangan harus memahami tentang perencanaan dan


(63)

pengorganisasian. Fungsi pengarahan dalam penelitian ini membahas tentang motivasi yang dilakukan kepala ruangan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan item pernyataan tentang kepala ruangan membimbing perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebesar 94,2%. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Warsito (2006) bahwa sebesar 67,3% kepala ruangan membimbing perawat dalam asuhan keperawatan dengan benar. Hasil penelitian Hidayat (2009) juga sejalan dengan hasil penelitian ini bahwa sebesar 52,9% perawat mendapat bimbingan dari kepala ruangan. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Mayasari (2009) bahwa sebesar 54,1% kepala ruangan tidak melakukan bimbingan kepada perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Hasil penelitian ini didukung item penyataan tentang kepala ruangan memotivasi perawat dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebesar 89,7%, kepala ruangan mengarahkan perawat untuk memberi umpan balik dalam pelayanan keperawatan sebesar 85,8%. Soeroso (2003) menyatakan bahwa memotivasi akan menunjukkan arah kepada perawat untuk mengambil langkah dalam memastikan sampai pada tujuan. Penelitian Mayasari (2009) bahwa 54,0% motivasi yang diberikan kepala ruangan mendorong perawat meningkatkan kinerja. Hasil penelitian lain dari Hidayat (2009) bahwa 80,9% sentuhan motivasi dari kepala ruangan membuat suasana kerja lebih menyenangkan. Kepala ruangan harus memahami bahwa perawat secara individu memiliki kebutuhan dasar dan tujuan yang berbeda (Swanburg, 2000). Kepala ruangan sudah memahami perawat sebagai individu yang memiliki kebutuhan dasar, dan dalam pelaksanaan


(64)

perannya sebagai kepala ruangan dapat menciptakan suasana kerja yang menyenangkan yang dapat memberi motivasi bagi perawat.

Selain melakukan motivasi, kepala ruangan harus mampu dalam melakukan pemecahan konflik yang terjadi di ruangan. Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan bersikap objektif dalam menghadapi persoalan dalam pelayanan keperawatan sebesara 91,6%. Penelitian ini didukung item pernyataan bahwa kepala ruangan tidak acuh dengan konflik yang terjadi di ruangan sebesar 74,8%. Swanburg (2000) menyatakan bahwa masalah dapat diatasi dengan komunikasi, mendengarkan secara aktif. Nursalam (2007) juga menyatakan bahwa kepala ruangan harus secara aktif melakukan intervensi terhadap masalah supaya tidak menghambat produktifitas dan motivasi. Kepala ruangan dapat melakukan pemecahan konflik dengan memberi perhatian terhadap masalah yang ada dan memberikan peranan yang aktif. Keterlibatan kepala ruangan dalam pemecahan konflik meningkatkan motivasi bagi perawat.

5. Pengendalian

Pengarahan yang sudah dikerjakan oleh kepala ruangan harus di evaluasi. Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari manajemen keperawatan yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan (Swanburg, 2000). Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian rencana, proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Huber, 2006).


(65)

Hasil penelitian menunjukkan peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengendalian menurut perawat pelaksana dilakukan sebesar 59,4%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Parmin (2010) bahwa 55,7% kepala ruangan melakukan fungsi pengendalian. Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa pengendalian yang efektif akan meningkatkan motivasi kerja dan hasil yang berkualitas.

Penelitian ini membahas tentang kegiatan kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengendalian yaitu survei kepuasan perawat, survei kepuasan klien, dan pengendalian mutu.

Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan survei kepuasan perawat sebesar 90,0%. Huber (2000) menyatakan bahwa salah satu indikator ukuran kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan adalah tingkat kepuasan perawat. Tetapi hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Warsito (2006) bahwa 78,8% kepala ruangan tidak melakukan survei kepuasan perawat.

Hasil penelitian ini juga didukung item pernyataan tentang kepala ruangan tidak mengabaikan kebutuhan psikis perawat sebesar 65,2%. Pendapat Marquis dan Huston (2010) bahwa kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan psikis yang dilihat dari bagaimana peran manajer dalam melakukan stafnya.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi pengarahan sebesar 76,8% dilakukan. Hasil penelitian Sigit


(66)

(2012) bahwa fungsi pengarahan bila dilaksanakan secara konsisten oleh kepala ruangan akan berpeluang meningkatkan kepuasan kerja sebesar 67,40%.

Hasil penelitian ini juga didukung item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan penilaian kerja perawat di ruang rawat inap sebesar 81,3%. Demikian pernyataan Nursalam (2007) bahwa penilaian pelaksanaan kerja perawat dapat memperbaiki pelaksanaan kerja perawat yang memberitahukan bahwa pelayanan yang dilakukan memuaskan atau tidak.

Selain kepala ruangan melakukan survei kepuasan perawat, kepala ruangan juga melakukan survei kepuasan klien. Berdasarkan hasil penelitian dari item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan survei kepuasan klien sebesar 34,8% tidak dilakukan kepala ruangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Warsito (2006) bahwa 32,7% kepala ruangan melakukan survei kepuasan klien. Namun, pernyataan Swanburg (2000) bahwa jaminan kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan dilihat dari audit perawatan salah satunya adalah audit hasil yaitu mengevaluasi akhir kerja yaitu pasien.

Setelah melakukan survei kepuasan klien, dalam fungsi pengendalian, kepala ruangan juga melakukan pengendalian mutu yaitu supervisi angka kejadian infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil penelitian tentang kepala ruangan mengadakan survei kejadian infeksi nosokomial sebesar 82,6% dilakukan dengan baik. Hasil ini didukung kegiatan kepala ruangan pada fungsi perencanaan dengan item pernyataan tentang kepala ruangan mensosialisasikan kegiatan pengendalian


(67)

mutu seperti infeksi nosokomial kepada perawat sebesar 94,8%. Perencanaan yang baik akan menentukan kualitas yang akan dicapai.

Hasil penelitian ini juga didukung dengan item pernyataan tentang kepala ruangan melakukan pengendalian dengan melibatkan perawat pelaksana sebesar 60,6%. Swanburg (2000) menyatakan kepala ruangan harus melibatkan perawat dalam melaksanakan pengendalian mutu. Pernyataan Marquis dan Huston (2010) bahwa kepala ruangan harus melibatkan perawat dalm menentukan kriteria, menilai kriteria, mengumpulkan data atau melaporkannya yang dilakukan sepanjang proses pengendalian mutu.


(68)

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2012 sampai tanggal 20 November 2012 di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, dengan judul Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Tehnik pengambilan sampel dengan

accidental sampling.

Pada RSU Dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 155 responden didapati bahwa peran kepala ruangan dalam pelaksanaan fungsi manajemen dilakukan oleh kepala ruangan. Peran kepala ruangan yang paling tinggi adalah pada fungsi pengorganisasian sedangkan peran kepala ruangan yang yang paling rendah adalah fungsi ketenagaan. Peran kepala ruangan untuk masing-masing fungsi manajemen sudah dilakukan kepala ruangan, namun ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan dalam mengerjakan manajemen keperawatan yaitu pada fungsi pengorganisasian tentang membuat rincian tugas perawat dengan jelas supaya dilaksanakan secara merata pada semua ruangan, fungsi ketenagaan tentang keterlibatan kepala ruangan dalam perekrutan, dan pelatihan perawat, dan pada fungsi pengendalian tentang survei kepuasan klien.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 9

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Manatap Halasson Simanullang

Tempat Tanggal Lahir : Huta Balian, 22 Mei 1990

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jln. Pakkat, Desa Huta Bagasan, Doloksanggul

Riwayat pendidikan:

1. 1996-2002 : SD N 173402 Sihite

2. 2002-2005 : SMP N 1 Doloksanggul

3. 2005-2008 : SMA N 1 Doloksanggul

4. 2008-2011 : D III Keperawatan USU


Dokumen yang terkait

Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

21 206 87

Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe

7 97 94

Kinerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe

12 147 94

Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 0 25

Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 0 15

Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Manajemen Keperawatan 2.1.1 Defenisi - Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 0 21

Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 5 10

Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Manajemen Keperawatan 2.1.1 Defenisi - Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 1 21