Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan: Studi Fenomenologi

(1)

PENGALAMAN KEPALA RUANGAN DALAM MENGELOLA

KONFLIK DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH

SAKIT UMUM PEMERINTAH DI KOTA MEDAN:

STUDI FENOMENOLOGI

TESIS

Oleh

NELLY BR BARUS

127046034 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN


(2)

PENGALAMAN KEPALA RUANGAN DALAM MENGELOLA

KONFLIK DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RUMAH

SAKIT UMUM PEMERINTAH DI KOTA MEDAN:

STUDI FENOMENOLOGI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

NELLY BR BARUS

127046034 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 25 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D ANGGOTA : 1. Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep


(5)

(6)

Judul Tesis : Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan: Studi Fenomenologi

Nama Mahasiswa : Nelly Br Barus

Program Studi : Magister Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Kepala ruangan ICU harus dapat mengelola konflik secepat mungkin untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi petugas kesehatan dan juga bagi pasien dan keluarga pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman kepala ruangan ruang perawatan intensif. Jenis penelitian adalah kualitatif desain penelitian fenomenologi deskriptif. Metode yang digunakan adalah analysis Colaizzi. Tehnik purposive sampling digunakan dalam memilih partisipan sebanyak 12 orang kepala ruangan yang memenuhi kriteria. Tehnik pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian mengidentifikasi 3 tema dengan 12 kategori yang menggambarkan respon kepala ruangan terhadap peran dalam mengelola konflik, hambatan dalam mengelola konflik dan dukungan dalam mengelola konflik. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah kepala ruangan sudah mengelola konflik di ruang perawatan intensif rumah


(7)

sakit umum pemerintah di kota Medan. Disarankan pada penelitian selanjutnya agar menggunakan metode observasi dan action research untuk memperoleh perbandingan dengan hasil tesis ini.


(8)

Thesis Title : The Experiences of Ward Heads in Managing Conflicts in The Intensive Care Units of Public Hospitals in

Medan : A Phenomenological Study

Name : Nelly Br Barus

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization: Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

The head of the ICU has to be able to manage the conflict immediately to create convenient atmosphere for health staffs, patients, and their families. The objective of the research was to explore the experiences of the head of the ICU. The research was qualitative with descriptive phenomenological approach. The method used is Colaizzi analysis. The participants were 12 ward heads that met the criteria, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by conducting in-depth interviews. The result of the research showed that there were three themes with twelve categories which described the response of ward head of role in managing conflicts, obstacles in managing conflicts and support in managing conflicts. The conclusion of the research was that ward heads had managing conflict in the Intensive Care Units of the public hospitals in Medan. It is recommended to use observation and action research methods to obtain a comparison with the results of this thesis in future.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan

Intensif Rumah Sakit Pemerintah di Kota Medan : Studi Fenomenologi.

Penyusunan tesis ini dapat terlaksana dengan baik karena adanya berbagai pihak yang berkontribusi, untuk itu dengan segala hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Setiawan, S.Kp. MNS, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Penguji I tesis ini

3. Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku Sekretaris Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

4. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan bagi terselesaikannya tesis ini.

5. Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku Pembimbing II yang juga telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan bagi terselesaikannya tesis ini. 6. Mahnum Lailan Nasution S.Kep, Ns, M.Kep selaku Penguji II yang telah


(10)

7. Seluruh pihak RSUD Dr. Pirngadi Medan dan RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberi kesempatan kepada peneliti untuk melakukan pengumpulan data sehingga dapat terlaksana seluruh proses penelitian ini. 8. Orang tua Saya Alm. T. Barus dan N. Ginting yang selalu mendoakan saya 9. dr. Edi Priana Sembiring, suami Saya dan anak-anak Saya: Sarah, Nesya dan

Karen yang telah memberi dukungan moril, materil dan spiritual dalam penyelesaian tesis ini.

10. Seluruh rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan II yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi dukungan untuk menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan masukan yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, 25 Agustus 2014 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Nelly Br Barus

Tempat/Tgl. Lahir : Kabanjahe, 14 Agustus 1978

Alamat : Jl. Dr Mansyur III Blok C No.1 Medan No. Telp / Hp : 081264411239

Riwayat Pendidikan :

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SD Masehi 1 Kabanjahe 1990

SMP SMP Negeri 1 Kabanjahe 1993

SMA SMA Negeri 1 Kabanjahe 1996

D3 D3 Keperawatan FK USU 1999

S1 S1 PSIK USU 2002

Ners PSIK USU 2003

Riwayat Pekerjaan :

Staf Pengajar Akper YBS Medan mulai Februari 2003 - Maret 2013. Staf Pengajar Akper Herna mulai Februari 2004 – Januari 2005

Staf Pengajar FIK Universitas Darma Agung Medan mulai Februari 2004 – Sekarang.


(12)

Kegiatan Akademik Selama Studi :

International Nursing Conference The Application of Caring Science in Nursing Education Advanced Research and Clinical Practice, 1-2 April 2013,

Faculty of Nursing of University of Sumatera Utara, Participant.

Seminar Keperawatan “ Nursing Leadership menyongsong Asean Community

2015” , 30 Januari 2013, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Peserta.

Seminar dan Workshop Keperawatan “Aplikasi Knowledge Management dalam Administrasi Keperawatan di Rumah Sakit”, 13-14 Mei 2013, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Panitia.

Medan, 25 Agustus 2014


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP………... v

DAFTAR ISI………. vii

DAFTAR TABEL………..…….…... viii

DAFTAR GAMBAR……….….. ix

DAFTAR LAMPIRAN… ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Konsep Konflik dan Mengelola Konflik ... 8

2.2 Konsep Kepala Ruangan ... 35

2.3 Konsep Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit) ... 39

2.4 Konsep Rumah Sakit ... 50

2.5 Konsep Studi Fenomenologi ... 52

2.6 Landasan Teori ... 57

2.7 Kerangka Konsptual ... 63

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 64

3.1 Jenis Penelitian ... 64

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 65

3.3 Partisipan Penelitian ... 66

3.4 Pengumpulan Data ... 66

3.5 Prosedur penelitian ... 69

3.6 Variabel dan defenisi operasional ... 71

3.7 Metode analisa data ... 71

3.8 Keabsahan data ... 73

3.9 Pertimbangan etik ... 75

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 77

4.1 Lokasi Penelitian ... 77

4.2 Karakteristik Demografi Partisipan... 79

4.3 Pengalaman dalam Mengelola Konflik yang dialami Kepala Ruangan ... 81


(14)

4.3.3 Dukungan dalam Mengelola Konflik ... 97

BAB 5 PEMBAHASAN ... 104

5.1 Pembahasan Hasil Penelitian ... 104

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 121

5.3 Implikasi Keperawatan ... 122

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 124

6.1 Kesimpulan ... 124

6.2 Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 126


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Proses Konflik ………... 17 Gambar 2.2 Tahapan Proses Konflik………. 18 Gambar 2.3 Manusia Sebagai sistem Adaptif……… 59 Gambar 2.4 Diagram yang mewakili Sistem Adaptasi Roy……... 61 Gambar 2.5 Kerangka Konseptual………. 63


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Keterampilan Kepemimpinan dan Fungsi Manajemen

Tingkat Unit ………... 26

Tabel 2.2 Keterampilan Khusus dalam Mengelola Konflik……... 30

Tabel 2.3 Pengelolaan Keperawatan di Unit Perawatan Intensif… 45

Tabel 2.4 Kompetensi Perawat ICU……… 49

Tabel 2.5 Keabsahan Penelitian Kualitatif Kriteria Guba & Lincoln………. 55

Tabel 4.1 Karakteristik Demografi Partisipan Kepala Ruangan…. Perawatan Intensif di RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H Adam Malik Medan………. 80

Tabel 4.2.1 Peran dalam Mengelola Konflik……….. 86

Tabel 4.2.2 Hambatan dalam Mengelola Konflik……….. 96


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ……….. 131

1.1 Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan ……….… 132

1.2 Data demografi partisipan ………... 133

1.3 Panduan wawancara ……….… 134

Lampiran 2 Biodata Ekspert ……… 135

Lampiran 3 Izin Penelitian ……… 138

3.1 Surat izin dekan ……….….. 139

3.2 Surat Ethical Clereance ………..…... 141

3.3 Surat Izin pengambilan data ………. 142


(18)

Judul Tesis : Pengalaman Kepala Ruangan dalam Mengelola Konflik di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pemerintah di Kota Medan: Studi Fenomenologi

Nama Mahasiswa : Nelly Br Barus

Program Studi : Magister Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Kepala ruangan ICU harus dapat mengelola konflik secepat mungkin untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi petugas kesehatan dan juga bagi pasien dan keluarga pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman kepala ruangan ruang perawatan intensif. Jenis penelitian adalah kualitatif desain penelitian fenomenologi deskriptif. Metode yang digunakan adalah analysis Colaizzi. Tehnik purposive sampling digunakan dalam memilih partisipan sebanyak 12 orang kepala ruangan yang memenuhi kriteria. Tehnik pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian mengidentifikasi 3 tema dengan 12 kategori yang menggambarkan respon kepala ruangan terhadap peran dalam mengelola konflik, hambatan dalam mengelola konflik dan dukungan dalam mengelola konflik. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah kepala ruangan sudah mengelola konflik di ruang perawatan intensif rumah


(19)

sakit umum pemerintah di kota Medan. Disarankan pada penelitian selanjutnya agar menggunakan metode observasi dan action research untuk memperoleh perbandingan dengan hasil tesis ini.


(20)

Thesis Title : The Experiences of Ward Heads in Managing Conflicts in The Intensive Care Units of Public Hospitals in

Medan : A Phenomenological Study

Name : Nelly Br Barus

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization: Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

The head of the ICU has to be able to manage the conflict immediately to create convenient atmosphere for health staffs, patients, and their families. The objective of the research was to explore the experiences of the head of the ICU. The research was qualitative with descriptive phenomenological approach. The method used is Colaizzi analysis. The participants were 12 ward heads that met the criteria, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by conducting in-depth interviews. The result of the research showed that there were three themes with twelve categories which described the response of ward head of role in managing conflicts, obstacles in managing conflicts and support in managing conflicts. The conclusion of the research was that ward heads had managing conflict in the Intensive Care Units of the public hospitals in Medan. It is recommended to use observation and action research methods to obtain a comparison with the results of this thesis in future.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konflik adalah bagian dari kehidupan manusia yang timbul karena kompleksitas hubungan manusia. Konflik berawal pada kenyataan bahwa setiap individu adalah unik dan memiliki sistem nilai, filosofi, struktur kepribadian dan latar belakang serta gaya yang berbeda-beda (Huber, 2000). Konflik adalah satu fenomena yang ak a n selalu mewarnai interaksi sosial sehari-hari dan menyertai kehidupan organisasi. Konflik secara umum didefenisikan sebagai perselisihan internal atau eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih (Marquis & Huston, 2003; Hendel, fish & Galon, 2009). Ruang perawatan intensif atau intensive care unit (ICU) adalah unit perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan yang terlatih serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus (Depkes RI, 2006). Keperawatan dalam ICU tergolong dalam keperawatan kritis dimana pelayanan keperawatan berfokus pada pasien dalam keadaan kritis yang memerlukan perawatan dan pengobatan yang intensif ( Mrayyan, 2009).

Menurut Sevel & Munro (2013) dan Coombs (2003) konflik di ICU merupakan suatu hal yang umum, ICU ibarat lahan yang subur untuk tumbuhnya suatu konflik. Petugas ICU harus terus mencari informasi mengenai


(22)

pengembalian fungsi organ dan pemulihan kesehatan secara menyeluruh pada pasien-pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa, melakukan banyak tindakan perawatan yang cepat tepat dan pada saat yang bersamaan petugas ICU harus memberikan informasi yang jelas dan jujur kepada pasien dan keluarga yang sedang dalam keadaan emosi yang tertekan, selanjutnya ketika kematian tidak dapat dihindarkan sering menjadi sumber terjadinya konflik di ICU (Azoulay, Timsit, Sprung, Soares, Rusinova, Lafabrie et al., 2009).

Konflik yang sering terjadi di ICU adalah konflik dalam tim ICU seperti konflik antara perawat dengan dokter, konflik antar tim di ICU misalnya ketegangan antara perawatan klinis atau waktu pelaksanaan ekstubasi, konflik antara tim ICU dengan pelayanan jasa konsultasi misalnya dalam penyediaan antibiotik yang tidak disetujui oleh jasa konsultasi ICU (Sevel & Munro, 2013). Konflik perawat dengan dokter lebih tinggi ditemukan di ruang ICU dibandingkan dengan konflik perawat dengan dokter di bangsal (Mrayyan, 2009).

Konflik dokter dan perawat dapat menyebabkan kesalahan dalam pengobatan, luka-luka pada pasien bahkan kematian pasien. Hal ini akan mengakibatkan rumah sakit harus mengeluarkan biaya langsung dan tidak langsung untuk mengatasi konflik. Biaya langsung akibat dari konflik adalah biaya pengadilan,kehilangan produktifitas manajemen, biaya turnover karyawan, kelemahan dan klaim kompensasi karyawan, kehilangan kontrak dengan provider, peningkatan pengeluaran untuk mengganti kerugian pasien dan kerusakan

property yang disengaja. Biaya tidak langsung dari konflik adalah: kerusakan moral tim, kehilangan kesempatan untuk proyek yang akan datang, biaya ke


(23)

pasien, biaya untuk kehilangan reputasi di pasar, dan peningkatan insiden prilaku yang mengganggu dalam organisasi (Brinkert, 2010).

Suatu studi penelitian mengenai prevalensi, karakteristik dan faktor-faktor resiko konflik yang terjadi di ICU diperoleh bahwa dari 7498 staf ICU (3223 ICU yang berada di 24 negara) 5.268 (71,6%) melaporkan bahwa dalam waktu seminggu sebelum survei dilakukan terdapat sedikitnya satu konflik di ICU, dimana konflik yang paling sering adalah konflik antara perawat dengan dokter 32,6 %, 27,3% konflik antara perawat dengan perawat dan 26% adalah konflik antara staf dengan keluarga pasien (Azoulay et al. 2009). Penyebab umum konflik adalah prilaku personal, rasa tidak percaya, masalah komunikasi, kurangnya dukungan psikologis perawat ICU dalam perawatan pasien yang sedang sekarat dan adanya konflik dengan atasan. Konflik berat terkait dengan beban kerja, komunikasi yang tidak memadai dan kurangnya dukungan psikologis bagi staf dalam melakukan perawatan menjelang kematian pasien (Brinkert, 2010; Edwards, Throndson & Girardin, 2012; Mrayyan, 2009; Azoulay, 2009)

Menurut studi penelitian Guerra, Prochnow, Trevizan, dan Guido (2011) kepala ruangan di RS Brazil tidak mengetahui cara mengelola konflik sebelumnya. Mereka belajar memanajemen konflik setelah diangkat menjadi kepala ruangan. Banyak pengangkatan kepala ruangan berdasarkan kemampuan klinisnya dengan sedikit atau bahkan tidak mempunyai kemampuan manajerial sama sekali sehingga tidak mempunyai persiapan dalam pemecahan masalah, mentoring staf atau tanggung jawab lain yang dibutuhkan dalam lingkungan


(24)

Studi penelitian Hendel, Fish & Galon (2005) mendapatkan bahwa manajemen konflik yang paling umum digunakan oleh manajer keperawatan di rumah sakit umum Israel adalah kompromi. Manajemen konflik kepala ruangan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan pada umumnya menggunakan gaya manajemen kompromi diikuti dengan akomodasi, kompetisi (Purba & Fathi, 2012).

Kepala ruangan ICU sebagai manajer lini pertama yang secara langsung mengelola seluruh sumber daya di unit perawatan intensif yang dipimpinnya harus dapat mengelola konflik untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi petugas kesehatan dan juga bagi pasien dan keluarga pasien. Kepala ruangan harus mampu mengenali adanya konflik dan mampu memfasilitasi penyelesaian konflik yang bersifat membangun/konstruktif secepat mungkin (Gillies,1994; Mrayyan, 2009; Toren & Wagner, 2010). Kinerja dari perawat pelaksana sebagai karyawan rumah sakit dapat menurun atau meningkat tergantung dari bagaimana kemampuan kepala ruangannya sebagai manajer dan pemimpin mengelola konflik sehari-hari dengan baik (Abubakar, 2008). Kinerja perawat pelaksana yang buruk akibat konflik pada akhirnya akan mempengaruhi perawatan pasien (Al-Hamdan et al. 2011).

Kepala ruangan juga sering dihadapkan pada situasi konflik yang berhubungan dengan adanya tekanan antara kepentingan rumah sakit dan nilai-nilai keperawatan professional. Kepala ruangan bertanggung jawab melindungi pasien, keluarga pasien dan staf keperawatan dengan memperhatikan kesehatan mereka dan perawatan yang berkualitas selain itu kepala ruangan juga harus


(25)

memperhatikan kebutuhan rumah sakit akan cost effectiveness dan efisiensi sehingga dapat menimbulkan konflik peran pada kepala ruangan (Gillies, 1994; Toren & Wagner, 2010).

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi di Medan, pemilihan tempat penelitian didasarkan atas RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi di Medan merupakan rumah sakit pemerintah yang letaknya sangat strategis dan merupakan rumah sakit rujukan di provinsi sumatera utara. Hasil wawancara dengan seorang kepala ruangan perawatan intensif di RSUD Dr. Pirngadi pada tanggal 22 Oktober 2013 di RSUD Dr. Pirngadi mengatakan bahwa di ruangan perawatan intensif yang dia pimpin sering terjadi konflik. Konflik yang timbul di ruangan yang ia pimpin adalah konflik antara sesama perawat, perawat dengan atasan, perawat dengan dokter dan juga konflik antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarga pasien. Konflik sering timbul akibat kurangnya disiplin kerja perawat dan adanya masalah komunikasi antara petugas kesehatan di ICU.

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini ingin mempelajari secara mendalam tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pengalaman kepala ruang dalam mengelola konflik di ruang perawatan intensif serta mendapat informasi tentang hambatan dan dukungan kepala ruangan dalam mengelola konflik. Informasi tersebut dapat bermanfaat dalam menurunkan stress kerja kepala ruangan yang bekerja di ruang rawat intensif sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.


(26)

1.2 Rumusan Masalah

Eksplorasi pengalaman kepala ruang dalam mengelola konflik di ruang rawat intensif merupakan hal penting, mengingat: 1) Konflik terjadi secara alami dan merupakan fenomena yang diperkirakan akan terjadi di dalam organisasi. 2) Ruang perawatan intensif memiliki lebih banyak konflik dibandingkan ruang bangsal. 3) Konflik dalam ruang perawatan intensif dapat berdampak positif atau negatif tergantung pada kemampuan kepala ruangan mengelola konflik. 4) Berbagai penelitian terkait pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang perawatan intensif masih sangat terbatas.

Mengingat kepala ruangan sebagai individu yang unik dan berbeda satu dengan yang lain, maka pengalaman persepsi dan responnya terhadap suatu kejadian dan penghayatan individu tentang pengalaman juga akan bervariasi. Angka kematian yang lebih tinggi di ruang perawatan intensif dibandingkan dengan ruang rawt inap lainnya tentunya akan mempunyai pengalaman emosi tersendiri bagi kepala ruangan selama mengelola konflik yang terjadi di ruangan intensif yang dia pimpin. Dengan demikian maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang perawatan intensif di rumah sakit umum pemerintah di kota Medan?”


(27)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi secara mendalam tentang pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang rawat intensif di rumah sakit umum pemerintah di kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi:

1.4.1 Praktik keperawatan

Hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kinerja kepala ruangan di ruang perawatan intensif dan menciptakan iklim organisasi yang baik sehingga bisa mencegah terjadinya kerugian pada perawat maupun rumah sakit.

1.4.2 Manajemen Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada manajemen rumah sakit terutama ruang perawatan intensif , bidang keperawatan serta direktur umum dan SDM rumah sakit dalam rangka pengelolaan lingkungan kerja perawat yang lebih kondusif

1.4.3 Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dasar penelitian selanjutnya terkait mengelola konflik oleh kepala ruangan di ruang perawatan intensif.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Mengacu pada tujuan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi secara mendalam tentang pengalaman kepala ruangan dalam mengelola konflik di ruang perawatan intensif rumah sakit umum pemerintah di kota Medan, maka berikut ini akan diuraikan mengenai konsep dan teori tentang konflik dan mengelola konflik, kepala ruangan, ruang rawat intensif dan rumah sakit

2.1 Konsep Konflik dan Mengelola Konflik 2.1.1 Pengertian Konflik

Menurut Huber (2000) Konflik adalah suatu bagian kehidupan yang timbul karena adanya kompleksitas hubungan manusia dimana tiap-tiap orang unik, memiliki sistem nilai, filosofi, struktur kepribadian, pemikiran dan gaya hidup yang berbeda-beda. Marquis & Huston (2010) mendefinisikan konflik sebagai suatu perselisihan internal atau eksternal akibat adanya perbedaan gagasan,nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih. Gillies (1994) mendefenisikan konflik sebagai suatu perselisihan antara sikap bermusuhan atau kelompok penentang atau ide-ide.

Diskusi panel antara dokter dan perawat ICU pada konferensi tahunan

European Society of Intensive Care Medicine (ESICM) tahun 2006, menyimpulkan pengertian dari konflik yaitu suatu pertikaian, perselisihan, ketidakcocokan, oposisi atau perbedaan pendapat yang melibatkan lebih dari


(29)

satu individu yang terkait dengan manajemen pasien atau konflik interpersonal (Azolay et al, 2009)

Dari berbagai defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan persepsi, nilai dan latar belakang individu yang saling berinteraksi baik bersifat internal atau eksternal yang terjadi antara dua individu atau lebih

2.1.2 Sumber Konflik

Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi bergantung pada cara-cara individu menafsirkan, mempersepsi dan memberi tanggapan terhadap lingkungan kerjanya. Swansburg (2000); Hendel et al. (2005) mengemukakan bahwa penyebab konflik adalah:

a. Prilaku menantang

Prilaku menantang dapat menimbulkan konflik. Menurut Murphy (1984 dalam Swansburg 2000), menggambarkan tiga versi penantang; 1) Competitive Bomner yang mudah menolak untuk bekerja. Sering menggerutu dengan bergumam yang dapat diterjemahkan sebagai urus saja sendiri. Prilaku-prilaku ini dilakukan untuk memancing respons manajerial. 2) Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu. Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi sambil juga melakukan ejekan dan hinaan, mengeluh dan mengkritik untuk mendapatkan dukungan yang lainnya. 3). Avoider penentang ini menghindarkan kesepakatan dan partisipasi, tidak berespon terhadap manajer perawat


(30)

b. Stress

Stress dapat menghasilkan kepenatan. Manajer perawat merasa penat karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi. Konfrontasi, ketidaksetujuan dan kemarahan adalah bukti dari stress dan konflik. Stres dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilaksanakan antar manusia,termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi (Edward, Throndson & Girardin, 2012)

c. Ruang

Ruangan yang sempit, sementara perawat yang harus berinteraksi secara konstan dengan anggota staf lain, pengunjung dan tenaga kesehatan lain dapat menimbulkan stress sehingga beresiko untuk terjadinya konflik

d. Kewenangan dokter

Perawat masa kini ingin lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab professional dan tanggung gugat untuk perawatan pasien. Para dokter kadang-kadang melalaikan usulan mereka sementara perawat menginginkan feed back, hal ini dapat membuat gagalnya komunikasi dua arah dan mengarah pada terjadinya konflik (Coombs, 2003)

e. Keyakinan, nilai dan sasaran

Aktivitas atau persepsi-persepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik. Hal ini terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang berbeda dengan manajer perawat, dokter, pasien, pengunjung, keluarga, bagian administrasi dan lainnya.


(31)

f. Penyebab lain

Perubahan menimbulkan konflik yang pada gilirannya menghalangi perubahan itu sendiri seperti perubahan kebijakan organisasi, mutasi, perubahan metoda fungsional menjadi tim (Gillies, 1994; Marquis & Huston, 2010). Manusia yang tidak dipersiapkan menghadapi perubahan akan menolaknya atau mengalami kegagalan dalam mendukungnya. Suasana organisasi dan gaya kepemimpinan dapat menimbulkan konflik . Usia dapat menimbulkan stress dan konflik. Pada umumnya perawat yang baru selesai pendidikan ketika baru bekerja akan merasa stress dan panik dalam bekerja ( Henry, 2012).

Sumber konflik di ruang perawatan intensif menurut Azolay et al. (2009) secara umum terbagi 2 yaitu

a.Prilaku yang berkaitan dengan konflik

Kebencian pribadi, rasa tidak percaya, masalah komunikasi, tidak adanya pertemuan staf keperawatan secara teratur, salah pengertian antar staf, salah pengertian antara staf dengan keluarga pasien, prilaku staf yang tidak pantas, kurangnya kemampuan kepala ruangan dalam memimpin suatu unit, membantah informasi, kebijakan visitasi yang tidak adequat dan salah pengertian antara staf dan pasien

b. Berkaitan dengan perawatan menjelang kematian pada pasien

Tidak adanya dukungan psikologis, belum optimalnya proses pengambilan keputusan, Kontrol gejala yang belum optimal, keinginan keluarga yang


(32)

diabaikan, pengobatan yang sia-sia, keinginan pasien yang diabaikan dan keputuasan mengenai kematian yang terlalu cepat atau terlalu lambat.

Menurut Edwards, Throndson, & Girardin (2012); Calvin, Lindy & Clingon (2009) konflik yang dialami oleh perawat di ICU bersumber dari mulainya perawatan akhir kehidupan pasien, lamanya perawatan pasien, keadaan pasien yang gawat, faktor keluarga termasuk budaya dan kepercayaan, konflik keluarga sebelumnya, ketidakhadiran keluarga dalam diskusi mengenai harapan pasien, hambatan komunikasi, anggota keluarga yang merasa terasing dan sedikitnya komunikasi antara tim ICU dengan keluarga.

2.1.3. Jenis Konflik

Menurut McElhaney (1996 dalam Hendel et al. 2005); Al-Hamdan et al.(2011) Manajer keperawatan setiap hari berhubungan dengan konflik internal dan konflik eksternal. Konflik juga dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Konflik langsung terjadi apabila orang yang berselisih memusatkan perhatian dan tindakan mereka terhadap satu sama lain pada persoalan yang mendasari perselisihan pendapat mereka. Konflik tidak langsung dimana anggota kelompok menyerang satu sama lain melalui orang lain dan menyembunyikan persoalan pokok dengan membicarakan persoalan lain (Gillies, 1994 )

Menurut Marquis dan Huston (2010) di dalam organisasi, konflik dipandang secara vertikal dan horizontal. Konflik vertikal terjadi antara atasan dan bawahan. Konflik horizontal terjadi antara staf dengan posisi dan kedudukan yang


(33)

sama, misalnya konflik yang meliputi wewenang, keahlian dan praktik. Terdapat 3 kategori konflik yang utama yaitu:

a. Konflik intrapersonal

Konflik yang terjadi di dalam diri seseorang meliputi upaya untuk mengklarifikasi nilai atau keinginan yang berlawanan. Bagi manajer, konflik intrapersonal dapat disebabkan oleh berbagai area tanggung jawab yang terkait dengan peran manajemen yaitu berkaitan dengan tanggung jawab terhadap organisasi, pegawai, konsumen dan profesi

b. Konflik interpersonal

Konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan nilai, tujuan dan keyakinan yang berbeda. Orang yang mengalami konflik ini dapat mengalami pertentangan dalam komunikasi ke atas, bawah, horizontal dan diagonal.

c. Konflik interkelompok

Konflik yang terjadi antara dua atau lebih kelompok orang, departemen atau organisasi. Contoh konflik interkelompok adalah penggabungan dua partisipan dengan perbedaan keyakinan yang sangat besar

Berdasarkan dampaknya Ivancevich (2005); Azolay et al (2009) membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu:

a. Konflik fungsional (functional conflict)

Suatu konfrontasi antarkelompok yang dapat meningkatkan dan menguntungkan kinerja organisasi. Konsekuensi konflik yang fungsional adalah


(34)

akan timbul kesadaran akan masalah, mencari solusi, perubahan adaptasi dan inovasi.

b. Konflik Disfungsional (dysfunctional conflict)

Setiap konfrontasi atau interaksi antar kelompok yang membahayakan organisasi atau menghambat organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya. Timbulnya kejenuhan mengakibatkan tingginya turnover pada tenaga dokter dan perawat.

Menurut Azoulay et al (2009); Edwards et al. (2012) Savel & Cindy (2013), jenis-jenis konflik di ruangan ICU antara lain:

a. Konflik antara tim ICU dengan tim lain

Emosi yang tinggi dan keadaan lingkungan ICU dapat menjadi lahan yang subur untuk tumbuhnya konflik. Konflik dapat timbul akibat ketidaksamaan persepsi mengenai terapi dan ketepatan waktu pelaksanaan tindakan.

b. Konflik antara tim ICU dan Pelayanan konsultasi

Tim konsultasi merasa dihina apabila tim ICU tidak melakukan rekomendasi yang diberikan sementara tim ICU memiliki pertimbangan berbeda dengan rekomendasi yang telah diberikan oleh tim konsultan sehingga tim ICU sering tidak melakukan rekomendasi dari konsultan. Hal ini sering menimbulkan kesalahpahaman dan masalah dalam komunikasi yang harus segera diselesaikan

c. Konflik dalam tim ICU

Dalam tim ICU konflik yang sering terjadi adalah konflik antara dokter dengan perawat dan konflik antar perawat. Konflik antara perawat dengan dokter lebih tinggi ditemukan di ICU daripada di bangsal (Mrayyan, 2009).


(35)

d. Konflik tim ICU dengan pasien dan keluarga

Pasien ICU merasa harapannya mengenai perawatan akhir kehidupan sering tidak dipenuhi oleh tim ICU, sementara menurut tim ICU hal tersebut mustahil karena pada umumnya pasien-pasien ICU mempunyai gangguan kesadaran dan disamping itu keputusan mengenai kesehatan mereka juga banyak dipengaruhi oleh keluarga (Kinoshita, 2007)

2.1.4 Proses Konflik

Menurut Marquis & Huston (2010); Guerra et al (2011) ada proses yang terjadi pada konflik yang berkembang secara dinamis, sebelum berupaya atau mencoba mengatasi konflik ,

seorang manajer harus mampu mengkaji 5 tahap konflik secara akurat,yaitu:

a. Konflik laten

Secara tidak langsung berisi tentang kondisi yang menyebabkan konflik, misalnya kurangnya tenaga perawat dan perubahan yang cepat. Dalam tahap ini, kondisi tersebut siap berkembang menjadi konflik, walaupun belum ada konflik yang benar-benar terjadi dan mungkin tidak akan pernah terjadi. Akan ada lebih banyak konflik yang tidak perlu terjadi karena dapat dicegah atau dikurangi jika manajer dapat mengkaji secara lebih seksama adanya kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya konflik.

b. Konflik yang dipersepsikan( Substantif)

Konflik intelektual dan sering melibatkan isu serta peran. Konflik ini dikenal secara logis dan tidak melibatkan perasaan orang yang terlibat konflik.


(36)

c. Konflik yang dirasakan

Terjadi ketika konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakan antara lain rasa bermusuhan, takut, tidak percaya dan marah. Konflik ini mungkin juga dipersepsikan bukan dirasakan ( yaitu tidak ada emosi yang terkait dengan konflik dan orang yang terlibat hanya memandangnya sebagai masalah yang perlu diselesaikan). Orang juga dapat merasakan konflik, tetapi tidak mengetahui masalahnya (yaitu mereka tidak mampu mengidentifikasi penyebab konflik yang dirasakan.

d. Konflik yang dimanifestasikan ( Konflik jelas)

Konflik yang memerlukan tindakan berupa menarik diri, berdebat, bersaing atau mencari penyelesaian konflik. Jika konflik mencapai tahap ini akan sulit mencari penyelesaian tanpa menggunakan sumber lain

e. Akibat konflik

Akibat yang ditimbulkan oleh konflik mungkin lebih terlihat daripada konflik itu sendiri jika konflik itu tidak ditangani secara konstruktif. Konflik akan selalu menimbulkan dampak positif ataupun dampak negatif. Jika konflik dikelola secara baik, orang yang terlibat konflik akan percaya bahwa ia akan diperlakukan secara adil. Jika konflik dikelola secara buruk, isu konflik seringkali tetap ada dan dapat terulang serta menyebabkan lebih banyak konflik.


(37)

Gambar 2.1 Proses konflik Sumber Marquis & Huston ( 2010 )

Menurut Pondy (1967 dalam Huber, 2000); Guerra et al. (2011) proses konflik terdiri dari 5 tahap yaitu:

a. Kondisi Laten

Proses dimulai dari kondisi anteseden seperti aturan yang tidak jelas, kompetisi untuk mencari sumber-sumber yang langka atau menjadi satu bagian dengan tujuan yang berbeda. Proses berbentuk siklus searah yang mana keadaan atau situasi setelah konflik dapat menjadi konflik yang laten untuk konflik yang akan datang.

b. Konflik yang dipersepsikan (Kognisi)

Konflik sudah mulai dipersepsikan atau disadari

Konflik yang dirasakan Konflik yang dipersepsikan

Penyelesaian konflik atau manajemen konflik

Akibat konflik Konflik yang dimanifestasikan Konflik laten (juga disebut kondisi penyebab)


(38)

c. Konflik yang dirasakan

Konflik sudah dirasakan dan mempengaruhi emosi

d. Konflik yang dimanifestasikan

Ketegangan dalam konflik menyebabkan timbulnya suatu tindakan. Tahap ini individu mungkin dengan kata-kata negatif , menyerang orang lain , atau mencoba untuk mengubah situasi atau lingkungan sebagai cara untuk mengurangi ketegangan

e. Setelah penyelesaian konflik

Setelah konflik dapat timbul dampak positif atau konstruktif apabila hasil konflik menghasilkan resolusi yang positif atau berdampak negatif apabila resolusi bersifat destruktif. Ingatan dan perasaan akan proses dari konflik dapat menjadi konflik laten dan kemudian akan mengikuti siklus seperti Gambar 2.2

---

Gambar 2.2 Tahapan proses konflik menurut Pondy (1967 dalam Huber, 2000) Kondisi laten

Dua orang karyawan mempunyai konflik dalam proritas nilai-nilai staf

Konflik yang dipersepsikan

Kedua karyawan menyadari konflik mereka oleh karena adanya kekurangan staf

Konflik yang dimanifestasikan Kedua karyawan menunjukkan kemarahan mereka melalui argumen yang bermusuhan Konflik yang

dirasakan

Kedua karyawan mulai mengembangkan perasaan negatif satu sama lain

Setelah penyelesaian konflik

Ada perasaan positif atau negatif yang tersisa antara karyawan ytergantung pada bagaimana konflik itu telah diselesaikan


(39)

2.1.5 Dampak konflik

Menurut Henkin et al (1991 dalam Huber 2000) ; Hendel (2005) ; Brinkert (2010) konflik dapat berdampak negatif ketika konflik menghasilkan ketakutan, permusuhan, ancaman dan kurangnya rasa percaya, rasa jenuh, juga biaya langsung dan biaya tidak langsung yang tinggi. Konflik juga dapat berdampak positif karena menghasilkan unifikasi, integrasi, kreativitas, perubahan, pemecahan masalah dan pertumbuhan serta kemampuan dalam mengelola konflik. Konflik juga dapat memberi dampak konstruktif dan desktruktif. Dampak konstruktif seperti meredakan konflik lebih lanjut, meningkatkan efektivitas, meningkatkan keterikatan, menghasilkan pemimpin dan menguji basis kekuatan. Dampak destruktif dari konflik adalah menurunkan kinerja, perkelahian dan adanya stereotip negatif ( Huber, 2000)

2.1.6 Mengelola Konflik

Mengelola konflik mengacu pada model atau gaya yang digunakan oleh salah satu atau kedua belah pihak untuk mengatasi konflik (Hendel et al, 2005)

Adapun gaya manajemen konflik berdasarkan beberapa pendapat ahli yaitu:

. Manajer perawat harus mempunyai tehnik atau keterampilan dalam mengelola konflik yang bertujuan untuk memperluas pengertian tentang masalah-masalah dan meningkatkan sejumlah kemungkinan alternatif dalam pemecahan konflik.


(40)

1. Kompromi atau negosiasi

Setiap pihak melepaskan salah satu tuntutannya. Walaupun banyak orang melihat kompromi sebagai strategi penyelesaian masalah yang terbaik, pihak yang menentang akan merasakan itu sebagai situasi kalah-kalah karena pihak tersebut atau kedua belah pihak merasa bahwa mereka telah melepaskan tuntutan lebih dari orang lain dan oleh karena itu mereka merasa dikalahkan. Agar kompromi tidak menghasilkan situasi yang kalah-kalah, kedua belah pihak tidak boleh melakukan kompromi lebih awal jika kolaborasi masih memungkinkan dapat dilakukan.

2. Kompetisi

Digunakan ketika satu pihak memaksakan kehendaknya walaupun mengorbankan orang lain. Hanya ada satu pihak yang menang, sehingga pihak yang berkompetisi mencari jalan agar menang tanpa peduli akibatnya pada pihak lain (Al-Hamdan, 2011) Strategi penyelesaian konflik menang-kalah membuat pihak yang kalah menjadi marah, frustasi dan ingin membalas dendam di waktu yang akan datang. Manajer dapat menggunakan kompetisi jika satu pihak memiliki lebih banyak informasi atau pengetahuan tentang situasi daripada pihak lain

3. Bekerja sama

Strategi ini merupakan win-win solution. Dalam kolaborasi kedua pihak yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya yakin akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi insentif


(41)

sebagai bagian dari situasi tersebut

4. Smoothing

Digunakan untuk mengatur situasi konflik. Seseorang menarik hati orang lain yang terlibat dalam konflik untuk mengurangi komponen emosional dalam konflik itu. Smoothing sering digunakan manajer agar seseorang mengakomodasi atau bekerja sama dengan pihak lain. Smoothing terjadi ketika satu pihak dalam konflik berupaya untuk memuji pihak lain atau berfokus pada hal yang disetujui bersama, bukan pada perbedaan. Smoothing ini tepat digunakan pada konflik yang ringan

5. Menghindar

Pihak yang terlibat menyadari adanya konflik, tetapi memilih untuk tidak mengakuinya atau berupaya menyelesaikannya. Strategi ini dipilih biasanya bila ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar daripada menghindar atau perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya

6. Berkolaborasi

Berkolaborasi adalah cara penyelesaian masalah yang asertif dan kooperatif yang menghasilkan penyelesaian menang-menang. Dalam kolaborasi semua pihak mengesampingkan tujuan awalnya dan bekerja sama untuk menentukan tujuan umum prioritas atau supraordinat. Untuk mencapai hal itu, semua pihak menerima tanggung jawab supraordinat untuk mencapai tujuan supra ordinat walaupun sangat sulit bagi semua pihak untuk mengesampingkan tujuan


(42)

perawat yang tidak senang karena tidak dapat cuti dihari yang diinginkannya mungkin menemui penyelianya dan bersama menentukan tujuan supraordinat, yaitu jumlah staf yang adekuat untuk memenuhi kriteria keamanan pasien. Jika tujuan yang baru adalah tujuan yang ditetapkan bersama, setiap pihak akan mempersepsikan bahwa mereka telah mencapai tujuan penting dan tujuan supraordinant adalah tujuan yang paling penting. Untuk itu, fokus tetap pada menyelesaikan masalah dan bukan pada mengalahkan (pihak lain).

b. Menurut Swansburg (2000); Hendel et al. (2005); Al-Hamdan et al. (2011); Kaitelidou et al. (2012)

Gaya dalam manajemen konflik yang dapat dilakukan manajer keperawatan ada 5, antara lain:

1. Menghindar

Menghindar adalah suatu strategi yang memungkinkan kelompok konflik menjadi dingin. Kepala ruangan melakukan pendekatan kepada pihak yang mengalami konflik agar mengumpulkan informasi. Menghindar dapat digunakan apabila isu tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak menguntungkan. Pada akhirnya manajer perawat sebagai pihak ketiga perlu dilibatkan dalam mengumpulkan informasi.

2. Akomodasi

Manajer perawat yang merupakan kelompok dari konflik dapat memungkinkan kelompok yang lain menghasilkan dan menempatkan kebutuhan-kebutuhan lainnya terlebih dulu. Hal ini terutama merupakan strategi yang baik apabila isu lebih penting bagi yang lainnya. Hal ini dapat memelihara kerja sama


(43)

secara harmonis dan mengembangkan bawahan dengan memungkinkan mereka untuk membuat keputusan.

3. Kompetisi

Seorang manajer perawat sebagai penyelia dapat menunjukkan kekuasaan posisinya pada bawahan. Hal ini memperkuat aturan-aturan disiplin. Ini adalah posisi asertif yang tidak membantu mengembangkan tanggung jawab pada pemecahan konflik pada kelompok bawahan

4. Kompromi

Mengambil jalan tengah dapat memecahkan konflik. Hal ini merupakan strategi sementara bila memerlukan waktu untuk mendapatkan posisi permanen yang memuaskan. Suatu kompromi yang menimbulkan ketidakpuasan pada kedua kelompok adalah bukan sesuatu yang baik.

5. Kerja sama

Apabila kedua kelompok bekerja sama untuk memecahkan konflik, maka keduanya akan merasa puas (Kaitelidou et al. 2012). Hal ini membutuhkan waktu dan tenaga. Kerja sama menimbulkan kepuasan diantara perawat. Kerja sama dapat dicapai dengan lebih baik melalui faktor kepemimpinan dan faktor-faktor organisasional daripada faktor-faktor-faktor-faktor pribadi

c. Menurut Huber (2000)

Strategi resolusi Konflik antara lain:

1. Menghindar


(44)

atau kelompok tidak mengakui adanya konflik, mereka beranggapan bahwa sselama mereka tidak mengakui ada masalah maka tidak ada masalah.

2. Menarik diri

Menarik diri dari situasi konflik. Strategi ini tidak menyelesaikan konflik, namun dapat memberi kesempatan kepada manajer untuk memenangkan diri atau menghindari konfrontasi

3. Smoothing

Strategi ini mengatakan semuanya akan beres. Strategi ini menggunakan komunikasi verbal untuk meredakan emosi yang kuat.

4. Akomodatif

Strategi ini digunakan ketika ada kekuatan yang besar. Partai lebih kuat ditampung untuk mempertahankan keharmonisan atau membangun hubungan sosial.

5. Memaksa

Tehnik ini adalah langkah dominasi dan cara yang sewenang–wenang untuk memanajemen konflik

6. Bersaing

Merupakan strategi yang dengan tegas mengatakan bahwa pihak yang satu puas sementara yang lain

7. Kompromi

Strategi ini disebut membagi perbedaan. Strategi ini dipakai ketika terdapat nilai-nilai atau tuuan yang sangat berbeda.


(45)

8. Kolaborasi

Para pihak yang terlibat konflik bekerja sama menemukan solusi yang saling memuaskan

9. Tawar menawar dan negosiasi

Strategi ini merupakan upaya untuk membagi penghargaan kekuasaan atau manfaat sehingga semua pihak mendapat sesuatu

10. Pemecahan masalah

Tujuan dari strategi ini adalah mencaba mendapat penerimaan solusi yang menguntungkan bagi semua pihak. Proses pemecahan masalah digunakan untuk mencapai solusi yang telah disetujui bersama

Keterampilan Mengelola Konflik

Penyelesaian konflik membutuhkan keterampilan kepemimpinan dan fungsi manajemen yang tepat di seluruh tingkat hierarki organisasi (Marquis & Huston, 2003) Pengetahuan mengenai mengelola konflik seharusnya mulai diperoleh perawat selama dalam pendidikan (Hendel et al. 2005). Calon kepala ruangan harus sudah mendapat pelatihan mengenai mengelola konflik dan setelah menjadi kepala ruangan sebaiknya terus mendapat pelatihan dan bimbingan mengenai mengelola konflik (Abubakar, 2008).

Menurut Judkins, Reid & Furlow (2006) pelatihan ketahanan pada manajer perawat dapat mengurangi stress pada manajer keperawatan dan dapat membantu manajer keperawatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi staf


(46)

tetap kuat berada dibawah tekanan, tidak menyerah dan mempunyai kemampuan untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi stress.

Menurut Marquis & Huston (2010) Keterampilan kepemimpinan dan fungsi manajemen tingkat unit antara lain:

TABEL 2.1 Keterampilan Kepemimpinan dan Fungsi Manajemen Tingkat Unit Peran kepemimpinan dan fungsi manajemen Terkait dengan Penyelesaian Konflik

Peran Kepemimpinan

1. Sadar diri dan bekerja dengan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan konflik intrapersonal

2. Mengatasi konflik segera setelah pertama kali dirasakan dan sebelum termanifestasikan.

3. Mencari penyelesaian menang-menang(win-win solution) jika memungkinkan 4. Memperkecil perbedaan persepsi antara pihak yang mengalami konflik dan

memperluas pengertian kedua belah pihak tentang masalah

5. Membantu pegawai mengidentifikasi alternatif penyelesaian konflik 6. Mengenali dan menerima perbedaan individual yang dimiliki staf

7.Menggunakan keterampilan komunikasi asertif untuk meningkatkan cara persuasif dan membantu komunikasi terbuka

8. Menjadi model peran yang jujur dan mengupayakan negosiasi kolaboratif Fungsi Manajemen

1. Menciptakan lingkungan kerja yang meminimalkan kondisi pencetus konflik. 2. Secara tepat menggunakan wewenang sah jika harus membuat keputusan yang

tidak popular atau cepat

3. Jika perlu, secara formal memfasilitasi penyelesaian konflik yang melibatkan pegawai

4. Menerima tanggung jawab secara mutual untuk mencapai tujuan supraordinat yang telah ditentukan sebelumnya.

5. Mendapatkan sumber yang dibutuhkan unit melalui strategi negosiasi yang efektif

6. Mengompromikan kebutuhan unit jika kebutuhan tersebut tidak kritis untuk menjalankan fungsi unit dan jika manajemen yang lebih tinggi melepaskan sesuatu yang sama berharganya

7. Mempersiapkan segalanya untuk melakukan negosiasi untuk mendapatkan sumber unit, termasuk penentuan lanjutan total biaya dan kemungkinan pertukaran sumber unit.

8. Menangani kebutuhan pengakhiran dan tindak lanjut negosiasi


(47)

Menurut Swansburg (2000) manajemen konflik dapat dilakukan dengan:

a. Disiplin

Disiplin digunakan untuk mengelola atau mencegah konflik. Kepala ruangan harus mengetahui peraturan dan ketetapan rumah sakit. Disiplin adalah usaha terakhir dalam perbaikan prilaku personel yang tidak diinginkan. Peraturan dan ketetapan harus beralasan dan berhubungan dengan pekerjaan. Peraturan- peraturan yang tidak beralasan atau menunjukkan bias pribadi mengundang pelanggaran.

b. Mempertimbangkan Tahap Kehidupan

Kebanyakan dari organisasi akan melibatkan perawat-perawat pada semua tingkat kehidupan. Konflik dapat dikelola dengan mendukung individu perawat dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam hidupnya. Ada tiga tahap perkembangan yaitu:

1. Tahap dewasa muda.

Ini adalah tahap dimana seorang perawat membangun kariernya. Manusia pada tingkaan ini mengejar pengetahuan, keterampilan dan bergerak kearah kemajuan. Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan mempermudah pencapaian karir.

2. Setengah Baya.

Individu telah menerima dengan apa yang telah dicapai dalam hidupnya. Perawat pada tahap ini membantu untuk mengembangkan karier perawat-perawat yang lebih muda.


(48)

3. Setelah umur 55 tahun, orang dewasa mengintegrasikan ide ego dengan pencapaian mereka. Pada tahap ini perawat berpikir dalam upaya menyelesaikan pekerjaan dan pensiun.

c. Komunikasi

Komunikasi adalah suatu seni yang penting untuk memelihara suatu lingkungan terapeutik dalam keperawatan ( Brinkert, 2010). Komunikasi diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan mengatasi isu-isu sosial emosional. Peningkatan komunikasi dapat mencegah konflik yaitu dengan:

1. Ajarkan staf keperawatan tentang komunikasi efektif dan peran mereka didalamnya.

2. Berikan informasi yang jelas pada setiap orang secara utuh, tidak terpisah-pisah 3. Pertimbangkan semua aspek situasi emosi, pertimbangan lingkungan, pesan verbal dan nonverbal.

4. Mengembangkan keterampilan dasar dalam: Orientasi realitas, ketenangan emosi dan fisik, mempunyai harapan-harapan positif untuk membangkitkan respon positif, mendengarkan dengan aktif, memberi dan menerima informasi.

Mendengarkan dengan Aktif

Mendengarkan secara aktif atau asertif sering disebut stress listening, penting untuk mengelola konflik. Tehnik-tehnik stress listening antara lain:

1. Jangan sama-sama marah, hanya akan menambah masalah. Tetap tenang dan tidak berbelit-belit dalam berbicara.


(49)

nonverbal. Ramah, tenang,pelihara kontak mata serta jangan melakukan interupsi. Usahakan masalah dapat terbuka. Buat personel menjadi senang. Bertindak secara serius, ramah dan hormat.

3. Berikan pertanyaan-pertanyaan dan dengarkan jawaban-jawabannya. Tetapkan alasan-alasan yang menimbulkan kemarahan.

4. Pisahkan fakta dari pendapat, termasuk pendapat anda sendiri. 5. Jangan memberi respons yang tergesa-gesa, rencanakan dengan baik. 6. Pertimbangkan pandangan personel terlebih dahulu.

7. Bantu personel dalam memecahkan masalah. Tanya dan dengarkan respons yang diberikan

d. Lingkaran Kualitas

Lingkaran kualitas telah digunakan untuk mengurangi stress dengan meningkatkan motivasi personel. Pelatihan ketahanan pada manajer perawat dapat mengurangi stress pada manajer keperawatan dan dapat membantu manajer keperawatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi staf keperawatan. Pelatihan ketahanan ini mengajarkan para manajer keperawatan agar tetap kuat berada dibawah tekanan, tidak menyerah dan mempunyai kemampuan untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi stress ( Judkins et al. 2006)

e. Latihan Keasertifan

Perawat asertif mengetahui mereka bertanggung jawab hanya terhadap pemikiran yang dimilikinya, perasaan dan tindakannya. Mereka dapat membantu persoalan orang lain dengan baik sehingga mencegah konflik. Mereka mengetahui


(50)

perawat asertif. Manajer perawat sebaiknya mengkaji, bekerja sama, memberi dukungan, tetap netral dan tidak memberi ancaman.

Sifat asertif dapat diajarkan melalui program-program pengembangan staf. Pada program ini perawat diajarkan bagaimana cara belajar melalui respon-respon yang baik. Mereka belajar untuk menerima tanggung jawab daripada menyalahkan orang lain. Perawat asertif terpusat pada data dan isu-isu kapan memberikan kritik yang membangun kepada manajer atau umpan balik yang positif kepada staf.

e. Keterampilan khusus .

Manajer keperawatan harus memiliki keterampilan khusus dalam mengelola konflik Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Keterampilan Khusus dalam Mengelola Konflik Keterampilan khusus manajer perawat

2 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Buat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua Ciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini membuat orang senang untuk membuat usulan. Memberikan kekuatan bagi mereka meningkatkan pemikiran kreatif dan memungkinkan pemecahan masalah yang lebih baik

Katakan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.

Tekankan pemecahan masalah secara damai daripada konfrontasi. Bangun jembatan pengertian

Hadapi bila diperlukan untuk mempersiapkan perdamaian. Berikan pendidikan tentang prilaku. Katakan pada mereka tentang perilaku yang dirasakan, apa yang salah dan bagaimana cara memperbaikinya.

Mainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik. Jangan berperan sebagai orang yang bermuka dua dan berprilaku tidak menentu, yang dapat menimbulkan kebingungan diantara pekerja

Pertimbangkan waktu terbaik untuk semuanya. Jangan menunda waktu yang tidak menentu.

Fokuskan pada isu dan bukan pada kepribadian

Pertahankan komunikasi dua arah. Penangkapan pesan, perbaikan interpretasi dan tingkat perasaan pekerja. Yakinkan dengan mendengarkan curahan dan limpahan hati mereka sehingga masalah yang


(51)

10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.

sebenarnya dapat diketahui

Tekankan pada persamaan kepentingan

Pisahkan isu-isu dan hadapi hal-hal yang penting untuk kedua kelompok. Periksa semua pemecahan masalah dan bila memilih salah satu harus dapat diterima oleh kedua kelompok.

Hindari penolakan yang berlebihan terhadap penilaian, bersikap melawan, menegur individu, memotong pernyataan perasaan dan memonopoli pembicaraan. Respon ini dapat meningkatkan frustasi dan tehnik manajemen yang tidak efektif

Bila konflik terjadi pada saat pengambilan keputusan atau tahap pelaksanaan, usahakan untuk mencapai kesepakatan. Persetujuan terhadap jalan yang ditempuh memberikan beberapa minat dari semua pihak. Cari kesepakatan daripada pertentangan

Ketahui hambatan-hambatan untuk kerja sama atau pemecahan, fokuskan terhadap dinamika konflik untuk pemecahannya.

Bedakan antara prilaku yang menantang dengan perilaku yang normal dalam kesalahan-kesalahan kerja. Menentang biasanya adalah perilaku individu. Tentukan siapa yang menentang dan siapkan untuk menghadapi secara emosional dan intelektual. Berjanji dengan seorang penentang pada suatu waktu. Bentuk kewibawaan dan kemampuan . Wawancarai secara pribadi: ajari, evaluasi, pecahkan, bombing dan buat perjanjian dengan penentang. Kerjakan dengan segera dan tindak lanjuti dalam 1-2 hari

Kuat dalam menghadapi orang marah.

Tetapkan siapa yang memiliki masalah. Bertanggung jawab sebagaimana kita memilikinya dan ucapkan terima kasih

Tetapkan kebutuhan-kebutuhan yang terlalaikan atau frustasi dan kebutuhan terhadap pengenalan dan pemeliharaan.

Bantu membedakan kebutuhan dan mimpi

Bangun kepercayaan dengan mendengarkan, mengklarifikasi dan memungkinkan tantangan dikeluarkan secara lengkap. Berilah umpan balik untuk meyakinkan bahwa anda mengerti. Biarkan orang tahu bahwa Anda memperhatikan dan mempercayai mereka. Tunjukkan pengenalan terhadap sudut pandang yang lain dan kemauan untuk bekerja memperbaiki hubungan. Lihat kenyataan. Minta umpan balik. Bila seorang staf perawat atau petugas lain mempunyai pandangan yang valid, kenali, maafkan bila perlu dan bersikap ikhlas.

Rundingkan kembali prosedur pemecahan masalah untuk mencegah kegusaran lebih lanjut, ketidakpercayaan dan sifat melawan.


(52)

dalam unit dan mengatasinya sesuai kebutuhan untuk meningkatkan penyelesaian konflik secara kooperatif, jika tidak kolaboratif (Edward et al., 2012; Al-Hamdan et al., 2010; Azoulay et al., 2009).

Berikut adalah daftar strategi yang dapat digunakan oleh manajer untuk menangani konflik dalam unit secara efektif (Marquis & Huston, 2010).

a. Mendorong terjadinya konfrontasi.

Pegawai secara tidak tepat sering sekali mengharapkan manajer untuk mengatasi konflik interpersonal mereka. Manajer seharusnya mendorong pegawai untuk mengatasi masalah mereka sendiri

b. Konsultasi pihak ketiga

Manajer kadang kala dapat digunakan sebagai pihak yang netral untuk membantu orang lain menyelesaikan konflik secara konstruktif. Ini seharusnya dilakukan jika kedua belah pihak termotivasi untuk menyesaikan masalah dan jika tidak ada perbedaan dalam kekuasaan atau status kedua pihak

c. Pemetaan tanggung jawab

Ketika ambiguitas timbul akibat peran yang tidak jelas atau peran baru, sering kali semua pihak perlu berkumpul untuk memperjelas fungsi dan tanggung jawab peran. Jika terbentuk area tanggung jawab bersama, manajer harus benar-benar memperjelas area itu sebagai tanggung jawab terpenting, mekanisme yang disetujui, layanan pendukung dan tanggung jawab untuk menginformasikan. Ini teknik yang sangat berguna untuk konflik yurisdik dasar. Contoh konflik dapat timbul antara penyelia bagian dan kepala ruangan tentang kepersonaliaan atau


(53)

pada pendidik pelatihan dan manajer unit dalam menentukan dan merencanakan kebutuhan program pendidikan untuk unit.

d. Perubahan Struktur

Kepala ruangan kadangkala perlu terlibat pada konflik yang terjadi dalam unit dengan memindahkan atau memberhentikan pegawai. Perubahan struktur lainnya adalah memindahkan pihak terkait ke departemen lain di bawah tanggung jawab manajer lain, menambahkan penilik atau melakukan prosedur pencari penyebab keluhan. Seringkali meningkatkan batas kewenangan untuk satu pihak yang terlibat konflik akan bermakna sebagai perubahan struktur yang penting dalam menyelesaikan konflik dalam unit.

e. Menunjuk satu pihak

Merupakan penyelesaian sementara yang harus digunakan dalam krisis ketika tidak ada waktu untuk mengatasi konflik secara efektif. Manajer sementara menunjuk satu pihak sehingga kerja sama akan terjadi sampai krisis berakhir. Manajer harus membahas masalah pokoknya nanti, atau teknik ini akan menjadi tidak berfungsi.

f. Menjadi Negosiator yang Ahli

Negosiasi dalam bentuk yang paling kreatif akan sama seperti kolaborasi dan dalam bentuk yang dikelola dengan buruk akan mirip pendekatan kompetisi. Negosiasi sering mirip dengan pendekatan kompromi. Tujuan utama negosiasi yang efektif adalah membuat pihak lain merasa puas dengan hasilnya. Fokus dalam negosiasi adalah menciptakan situasi menang-menang.


(54)

Kepala ruangan yang ingin berhasil dalam negosiasi harus siap, mampu menggunakan strategi negosiasi yang tepat dan menerapkan penutupan dan tindak lanjut yang tepat. Hal- hal yang perlu dilakukan kepala ruangan agar berhasil dalam negosiasi antara lain:

1. Sebelum Negosiasi

Manajer harus siap secara sistematis untuk negosiasi. Informasi sebanyak mungkin tentang isu yang akan dinegosiasikan perlu dikumpulkan oleh manajer karena semakin banyak informasi yang dimiliki negosiator, semakin besar kekuatannya dalam tawar menawar. Manajer juga memutuskan waktu memulai negosiasi, Mempersiapkan tuntutan dan beberapa pilihan lain dan membuat suatu agenda tersembunyi.

2. Selama Negosiasi

Negosiator yang efektif selalu tampak tenang dan yakin akan dirinya. Negosiator harus berkomunikasi dengan jelas, asertif, memiliki keterampilan mendengarkan yang baik, kemampuan untuk mengelompokkan kembali dan fleksibilitas.

3. Setelah Negosiasi

Mengakhiri pertemuan jika salah satu pihak menjadi marah atau lelah.

Taktik Negosiasi Destruktif

Beberapa negosiator menang dengan menggunakan taktik manipulasi atau intimidasi tertentu. Manajer yang sukses tidak menggunakan jenis taktik ini namun mereka harus bersiap untuk menghadapi taktik ini. Taktik ini antara lain: mengejek, menggunakan pertanyaan yang ambigu, sanjungan dan sikap agresif.


(55)

g. Mencari Konsensus

Konsensus berarti bahwa pihak yang bernegosiasi mampu mencapai kesepakatan yang dapat didukung semua pihak, atau setidaknya tidak ada yang menentang. Pengambilan keputusan konsensus sebagai keputusan penyelesaian konflik yang disepakati pada awalnya tidak memberikan kepuasan kepada setiap orang yang terlibat dalam negosiasi tetapi mengindikasikan keinginan setiap pihak untuk menerima kesepakatan kondisi itu.

Tantangan terbesar dalam menggunakan konsensus adalah menghabiskan banyak waktu. Keputusan konsensus juga mengharuskan semua pihak yang terlibat dalam negosiasi untuk memiliki keterampilan komunikasi yang baik dan berpikiran terbuka serta fleksibel.

Menurut Hendel et al. (2005) Keterampilan yang harus dikuasai manajer dalam mengatasi konflik dalam suatu unit adalah dengan komunikasi yang baik, keterampilan konseling, hubungan interpersonal yang baik dan adanya prilaku yang mendorong pemberian feedback dari staf.

2.2 Kepala Ruangan

2.2.1 Pengertian Kepala ruangan

Menurut Gillies (1994) ; McCarthy & Fitzpatrick ( 2009); Sitorus (2011), kepala ruangan adalah manajer lini pertama ( first line ) dalam suatu unit rawat pasien.


(56)

2.2.2 Tanggung jawab kepala ruangan

Menurut Sitorus (2011) kepala ruangan bertanggung jawab atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu ruang rawat/unit dengan memberdayakan staf perawat dibawah tanggung jawabnya. Kepala ruangan diharapkan sebagai manajer dan pemimpin yang efektif.

a. Kepala Ruangan sebagai Manajer yang efektif.

Komponen manajer yang efektif meliputi :

1. Kepemimpinan

Manajer bekerja melalui orang lain, oleh karena itu keterampilan kepemimpinan mereka menjadi sangat penting. Seseorang tidak dapat menjadi manajer ( kepala ruangan ) yang efektif tanpa mempunyai keterampilan yang efektif Tappen (1995 dalam Sitorus 2011). Tanpa keterampilan kepemimpinan manajer dapat membuat perencanaan, tetapi masih sulit melibatkan semua staf untuk bekerja dengan baik karena manajer melupakan aspek hubungan interpersonal. Manajer yang menjadi pemimpin yang efektif berarti meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan pengetahuan, kritis, menggunakan komunikasi yang baik, menyadari perbedaan tujuan dan bersemangat dalam melakukan tugasnya.

2. Perencanaan

Perencanaan merupakan komponen manajemen yang efektif dan paling sukar dilakukan serta paling sering diabaikan. Perencanaan merupakan hal yang sangat essensial, menajer akan membuat perencanaan yang baik yang akan menjadi petunjuk dalam mencapai tujuan. Terdapat beberapa jenis perencanaan yaitu manajemen waktu, perencanaan saat ini dan perencanaan masa depan.


(57)

3. Pengarahan

Manajer yang efektif member pengarahan pada stafnya. Staf perlu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana melakukannya. Pengarahan berarti memberi penugasan yang jelas, menetapkan deskripsi tugas dan menetapkan ketenagaan yang dibutuhkan.

4. Monitoring.

Manajer yang efektif akan memonitorong stafnya secara regular. Kepala ruangan bertanggung jawab terhadap pasien, staf dan administrator. Manajer perlu memonitor stafnya secara individual tentang performa mereka.

5. Penghargaan

Manajer yang efektif menggunakan penghargaan untuk memotivasi stafnya. Penghargaan bermacam-macam dari yang sederhana misalnya memberi umpan balik yang positif sampai pemberian bonus.

6. Pengembangan

Manajer yang efektif berpandangan bahwa staf merupakan aset yang berharga atau mahal bagi organisasi, oleh karena itu perlu dikembangkan. Hal ini berarti menajer memberi kesempatan kepada staf untuk mengembangkan diri melalui pelatihan, simposium atau mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.

7. Representasi

Manajer yang efektif akan mewakili staf atau membawa suara staf pada diskusi atau rapat dengan manajer tingkat puncak (direktur). Manajer yang efektif akan menjadi pembela bagi stafnya.


(58)

b. Kepala Ruangan sebagai Pemimpin yang efektif.

Komponen pemimpin yang efektif meliputi :

1. Pengetahuan

Pemimpin memahami tentang kepemimpinan antara lain pengertian, gaya kepemimpinan, bagaimana menjadi pemimpin yang efektif termasuk dalam memanajemen konflik dan pengetahuan tentang bidang kepakarannya. Pemimpin cenderung menjadi tempat bertanya bagi orang lain. Pengetahuan yang baik ini juga menjadi modal utama dalam mempengaruhi orang lain karena ia mampu menghasilkan ide-ide baru. Calon kepala ruangan sebaiknya sudah mendapat pelatihan mengenai manajemen konflik dan setelah menjadi kepala ruangan sebaiknya secara berkesinambungan mendapat pelatihan dan bimbingan mengenai manajemen konflik (Abubakar, 2008)

2. Kesadaran diri

Pemimpin mempunyai kesadaran diri yang baik. Dia menyadari kelebihannya tetapi juga kelemahannya. Karena ia menyadari kelebihan dan kekurangannya ia menjadi fleksibel, lebih mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. Dia dapat mengekspresikan perasaan senang dan penghargaan kepada orang lain. Kesadaran diri ini penting karena bila seseorang menyukai dirinya, orang tersebut akan lebih disukai orang lain. Kalau seseorang merasa dirinya seorang pemimpin, dia akan cenderung menjadi pemimpin.

3. komunikasi

Untuk menjadi pemimpin yang efektif, seseorang harus menjadi pendengar yang baik. Berkomunikasi yang jelas dengan orang lain dapat mencegah salah


(59)

persepsi(Azolay et a.l, 2009; Brinkert, 2010; Hendel et al., 2005; Savel & Munro, 2013). Pemimpin juga memberikan umpan balik kepada orang lain atau staf tanpa menyalahkan. Pemimpin juga akan menerima umpan balik tantang dirinya dengan baik. Salah satu pengaruh yang besar dari pemimpin ialah saat mengkomunikasikan visinya tentang kelompok atau ruangan.

4. Bersemangat

Pemimpin yang bersemangat dapat meningkatkan efektivitas pekerjaan saat berinteraksi semangat pemimpin dapat menular kepada stafnya.

5. Tujuan atau sasaran

Pemimpin akan menetapkan tujuan dan sasaran yang dapat diterima kelompok. Oleh karena itu, pemimpin akan mencari masukan dari stafnya dalam menetapkan tujuan yangingin dicapai.

6. Melakukan secara konkrit (action)

Pemimpin tidak hanya berangan-angan tetapi melakukan secara konkrit. Pemimpin mempunyai ide-ide baru dan tidak menunggu instruksi. Pemimpin akan mengerahkan orang lain, memberdayakan orang lain dan berani bertanggung jawab.

2.3 Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit)

2.3.1 Pengertian Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit)

Menurut Depkes RI (2006) ruang perawatan intensif adalah unit perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan


(60)

penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih, serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus.

2.3.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pelayanan perawatan intensif meliputi:

1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari.

2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan pelaksanaan spesifik pemenuhan kebutuhan dasar

3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit dan kondisi pasien yang menjadi buruk karena pengobatan/ therapy (iatrogenik).

4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang bergantung pada fungsi alat/mesin dan orang lain

2.3.3 Klasifikasi Pelayanan ICU

Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:

a. ICU Primer

Ruang perawatan intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang memerlukan perawatan ketat (high care). ICU primer mampu melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 24 -48 jam. Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah:


(61)

a. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang rawat pasien lain

b. Memiliki kebijakan / kriteria pasien yang masuk dan yang keluar c. Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala

d. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru e. Konsulen yang membantu harus siap dipanggil

f. Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat pelatihan perawatan intensif, minimal satu orang per shift

g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi

b. ICU Sekunder

Pelayanan ICU sekunder pelayanan yang khusus mampu memberikan ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:

a. Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang rawat lain

b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan rujukan

c. Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi setiap saat bila diperlukan

d. Memiliki seorang kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif care atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi


(62)

e. Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan minimal berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun

f. Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha- usaha penunjang hidup g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, rontgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi

h. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi

c. ICU Tersier

Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek intensif, mampu memberikan pelayanan yang tinggi termasuk dukungan atau bantuan hidup multi sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak terbatas serta mampu melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang terbatas. Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah: a. Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit

b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan rujukan

c. Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat bila diperlukan

d. Dikelola oleh seorang ahli anastesiologi konsultan intensif care atau dokter ahli konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab secara keseluruhan. Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut)


(63)

e. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun

f. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan intensif baik invasif maupun non invasif

g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi

h. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medik dan perawat agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien

i. Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian

2.3.4 Standar Pelayanan Keperawatan Intensif a. Falsafah dan Tujuan

Pelayanan keperawatan intensif disediakan dan diberikan kepada pasien dalam keadaan kegawatan dan kedaruratan yang perlu ditanggulangi dan diawasi secara ketat dan terus menerus serta tindakan segera ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi. Pelayanan keperawatan intensif tersebut diberikan melalui pendekatan multi disiplin secara komprehensif. Tim keperawatan intensif meyakini bahwa:

a. Setiap pasien mempunyai kebutuhan individual dan berhak mendapatkan pelayanan keperawatan terbaik, sehingga mampu berfungsi secara maksimal dengan kualitas hidup yang optimal.


(64)

b. Kepedulian dan perhatian (caring) dari tim keperawatan mendorong rasa percaya diri pasien dan mempercepat proses kesembuhannya

c. Kualitas hidup pasien optimal dapat dicapai dalam pelayanan keperawatan didukung oleh lingkungan internal maupun eksternal, fisik dan psikologis yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman.

d. Lingkungan kerja yang kondusif meliputi lingkungan fisik dan psikologis yang didukung fasilitas dan peralatan yang memadai.

e. Kualifikasi tenaga keperawatan yang bekerja di ICU dituntut memiliki sertifikat khusus yang diakui secara professional.

f. Pelayanan intensif diberikan melalui pendekatan multi disiplin yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang koprehensif untuk menanggulangi berbagai masalah pasien kritis secara cepat dan tepat sehingga menghasilkan pelayanan yang efektif dan efesien

b. Tujuan keperawatan intensif adalah:

1. Menyelamatkan kehidupan

2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan monitoring yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data yang didapat, dan melakukan tindak lanjut.

3. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan 4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien

5. Mengurangi angka kematian dan kecatatan pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan pasien.


(65)

Pengorganisasian dalam unit perawatan intensif bertujuan untuk menciptakan kelancaran pemberian pelayanan keperawatan, pelayanan medic dan pelayanan kesehatan lain. Struktur organisasi tergantung luasnya unit pelayanan dan kompleksitas kegiatan yang dikelola sertaa model asuhan keperawatan yang diberikan. Untuk mewujudkan terlaksananya tujuan tersebut, diperlukan pengelolaan keperawatan di unit pelayanan keperawataan intensif seperti tabel 2.3

Tabel 2.3 Pengelolaan Keperawatan di Unit Perawatan Intensif

No Jenis

ketenagaan

Pelayanan ICU

Primer Sekunder Tersier

A 1

Persyaratan: Kepala Perawatan

Minimal lulus D3 keperawatan

Pengalaman minimal 3 tahun di ICU

Sertifikat ICU

(termasuk BLS, BTLS) sertifikat ACLS)

Sertifikat manajemen ruang perawatan

D3 keperawatan pengalaman > 5 tahun di ICU atau S1 keperawatan

Pengalaman minimal 3 tahun di ICU

Sertifikat ACLS

Sertifikat manajemen ruang perawatan

Minimal S1 keperawatan pengalaman ICU 5 tahun

Lulus S2 spesialis (Kritikal care*) Pengalaman di ICU minimal 2 tahun Sertifikat ACLS Sertifikat ICU (BLS/BTLS) Sertifikat ketrampilan khusus (ventilasi mekanik, hemodinamik, IABP, hemodialisis, CRRT, dll) Sertifikat manajemen ruang perawatan 2 Pembimbing

klinik

Minimal lulus D3 keperawatan

Pengalaman 5 tahun di ICU

Minimal S1 keperawatan

Pengalaman minimal 5 tahun di ICU

Minimal S1 keperawatan pengalaman ICU 5 tahun

Lulus S2 spesialis (Kritikal care*) pengalaman di ICU minimal 2 tahun


(66)

sertifikat ACLS* Sertifikat Clinical Instructor (CI) Sertifikat ICU Sertifikat CI Sertifikat ICU Sertifikat ketrampilan khusus (ventilasi mekanik, hemodinamik, hemodialisis, CRRT, dll)

3. Pelaksanaan perawat

Minimal lulus D3 keperawatan

Pengalaman di ruang rawat inap 2 tahun Sertifikat BLS/BTLS Sertifikat ICU *

Minimal lulus D3 keperawatan

Pengalaman di ruang rawat inap 3 tahun Sertifikat BLS/BTLS sertifikat ACLS sertifikat ICU

Minimal lulus D3 Keperawatan

Pengalaman di ruang rawat inap 3 tahun/

high care intermediate word

minimal 2 tahun

Pendidikan S1 keperawatan dengan pengalaman kerja di ruang rawat minimal 2 tahun

Sertifikat BLS/BTLS Sertifikat ACLS Sertifikat ICU B Rasio Perawat

: pasien

1 : 3 atau 1 : 2 1 : 1 atau 1 : 2 1 : 1 atau 2 : 1

d. Ketenagaan

Kualifikasi ketenagaan perawatan juga tergantung dari klasifikasi pelayanan perawatan intensif (primer, sekunder dan primer). Staf perawat intensif adalah staf perawat professional yang diberikan kewenangan sebagai seorang perawat yang mampu memberikan asuhan keperawatan yang kompeten pada pasien dalam kondisi kritis melalui integrasi kemampuan ilmiah dan keterampilan khusus serta diikuti oleh nilai-nilai kemanusiaan.

Staf yang bekerja di unit perawatan intensif perlu dikelola dengan baik dan benar sehingga masing-masing mempunyai peran, tanggung jawab serta tugas yang jelas. Staf di pelayanan perawatan intensif dimasukkan dalam 4 kelompok


(67)

meliputi: 1) kelompok dokter 2) perawat. 3) tenaga penunjang terdiri dari elektro medik, laboratorium, fisioterapis, farmasi, ahli gizi, radiographer dan pekerja sosial. 4) tenaga administrasi

Kolaborasi dokter-perawat di ICU, harus terjalin sebagai mitra yang interdependennya tinggi (docter-nurse team concept). Perubahan yang terjadi pada kondisi pasien langsung didiskusikan bersama tim, sehingga keputusan medik maupun keperawatan dapat ditettapkan secara tepat. Selai itu komunikasi antara manajemen klinik dengan berbagai disiplin dilakukan melalui pertemuan secara regular

e. Karakteristik perawat ICU

Karakteristik perawat yang bekerja di lingkungan keperawatan intensif meliputi:

1. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan konsisten 2. Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya

3. Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan keterampilan khusus serta diikuti oleh nilai etik dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan

4. Berespon secara terus-menerus dengan perubahan lingkungan 5. Menerapkan ketrampilan komunikasi secara efektif

6. Mendemonstrasikan kemampuan ketrampilan klinis yang tinggi 7. Menginterpretasikan analisa situasi yang komplek

8. Mengembangkan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga 9. Berpikir kritis


(68)

11. Mengembangkan pengetahuan dan penelitian 12. Berfikir ke depan (Visionary)

13. Inovatif

f. Penetapan jumlah tenaga

Penetapan jumlah dan kualifikasi tenaga keperawatan di unit perawatan intensif direkomendasikan formulasi ketenagaan sebagai berikut:

A x B x C x D x E F x G

Keterangan:

A = Jumlah shift perhari B = Jumlah tempat tidur

C = Jumlah hari di unit yang dipakai dalam satu minggu D = Jumlah pasien yang menginap

E = Tenaga tambahan untuk libur, sakit ( dalam %) biasanya 20-25% F = Jumlah pasien yang dibantu oleh perawat ( rasio pasien: perawat)

G = Jumlah hari dari setiap perawat yang bekerja dalam satu minggu. Rasio perawat pasien tergantung kompleksitas kondisi pasien (1 : 1, 1: 2, 1 : 3 atau 2 : 1) ( Sumber : Management of intensive care, Guidelines for better Use of Resources, 2000 dalam Depkes RI 2006)

g. Kompetensi Perawat Intensif

Untuk dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kompleksitas pasien di ICU maka dibutuhkan perawat yang memiliki kompetensi klinis ICU.


(69)

Tabel 2.4 Kompetensi Perawat ICU

KOMPETENSI DASAR MINIMAL KOMPETENSI KHUSUS/LANJUT 1. Memahami konsep keperawatan intensif

2. Memahami issue etik dan hokum pada perawatan intensif

3. Mempergunakan ketrampilan komunikasi yang efektif untuk mencapai asuhan yang optimal

4. Melakukan pengkajian dan menganalisa data yang didapat khususnya mengenai : henti nafas dan jantung, status hemodinamik pasien dan status kesadaran pasien

5. Mempertahankan bersihan jalan nafas pada pasien yang terpasang Endo Tracheal Tube 6. Mempertahankan potensi jalan nafas dengan

menggunakan ETT 7. Melakukan fisioterapi dada 8. Memberikan terapi inhalasi

9. Mengukur saturasi oksigen dengan berbagai metode

10. Memberikan terapi oksigen dengan berbagai metode

11. Melakukan monitoring hemodinamik non invasive

12. Memberikan BLS ( Basic life support) dan ALS (advanced life support)

13. Melakukan perekaman Elektro Kardiogram 14. Melakukan interprestasi hasil rekaman

EKG:

a. Gangguan system konduksi b. Gangguan irama

c. Pasien dengan gangguan miocard (iskemik, injury dan infark)

15. Melakukan pengambilan contoh darah untuk pemeriksaan analisa gas darah (AGD) 16. Melakukan interpretasi hasil pemeriksaan

AGD

17. Melakukan pengambilan terhadap hasil analisa untuk pemeriksaan elektrolit

18. Mengetahui koreksi terhadap hasil analisa gas darah yang tidak normal

19. Melakukan interpretasi hasil foto thorax 20. Melakukan persiapan pemasangan Water

Seal Drainage (WSD)

21. Mempersiapkan pemberian terapi melalui syringe pum dan infuse pump

22. Melakukan pengelolaan pasien dengan nutrisi parenteral

23. Melakukan pengelolaan pasien dengan terapi cairan intra vena

24.Melakukan pengelolaan pasien dengan sindroma koroner akut

1. Seluruh kompetensi dasar no 1 s/d 23

2. Mengelola pasien yang menggunakan ventilasi mekanik

3. Mempersiapkan pemasangan kateter arteri 4. Mempersiapkan pemasangan kateter vena

sentral

5. Mempersiapkan pemasangan kateter arteri pulmonal

6. Melakukan pengukuran curah jantung 7. Melakukan pengukuran tekanan vena sentral 8. Melakukan persiapan pemasangan intra

Aortic Baloon Pump (IABP)

9. Melakukan pengelolaan asuhan keperawatan pasien yang terpasang IABP

10.Melakukan persiapan pemasangan alat hemodialisis, hemofitrasi (ContinousArterial Venous Hemofiltration)

11.Melakukan pengelolaan pengukuran tekanan intracranial

12.Melakukan pengelolaan pasien yangterpasang kateter invasive (Arteri line, cup line, kateter Swan Ganz

13. Melakukan pengelolaan pasien yang menggunakan terapi trombolitik

14. Melakukan pengukuran PETCO2 ( Konsentrasi CO2 pada akhir ekspirasi)


(70)

2.4. Konsep Rumah Sakit

2.4.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut Undang-undang RI Nomor 44 (2009) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakanpelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2.4.2 Asas dan Tujuan

Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:

a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;

c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)