PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI
ARTIKEL ILMIAH
STRUKTUR PERCAKAPAN DAN STRUKTUR PREFERENSI
DALAM GELAR WICARA
(Analisis Percakapan pada Persidangan
di Pengadilan Negeri Jakarta Timur)
REZA ZAHROTUNNISA
7316140243
Artikel yang Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
untuk Memperoleh Gelar Magister
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
CONVERSATION AND PREFERENCE STRUCTURES IN THE SPOKEN
DISCOURSE
(A Conversation Analysis of the Trial at
The District Court in East Jakarta)
REZA ZAHROTUNNISA
[email protected]
ABSTRACT
Conversation will always be an interesting topic to be examined. One of the
interesting types is conversation in the spoken discourse at the trial. Each
participant will have different motives while uttering words. This study aims at
discovering the conversation and preference structures in the spoken discourse
(a conversation analysis of the trial at the district court in East Jakarta). The
method used in this study is qualitative descriptive method. The object for this
study is the conversation between the judges, prosecutors and defendants at two
witness’ testimony trials, one verdict trial and one criminal lawsuit trial at the
district court in East Jakarta. The focused case is drugs case. The result of the
study shows that conversation structure in four trials has spoken discourse style
which is mostly in the form of high solidarity style. The judge was the central
participant who ruled and directed the conversation topic as well as the plot. The
conversation pace in all trials was fast and straight to the case point.The judge
always stayed as the participant who started the conversation. The other
participants merely took over as the judge let them speak. Overlap was always
done by the judge while the other participants were speaking. Moreover, the
preference structure in all trials consists more of the judge’s utterances. The act
representing the preference structure which dominantly appeared was
assessment. Almost all acts in the preference structure were accepted by all
participants. It happened because all utterances consisted of the preference
structure based on the social structure, not individuals’ attitude and wants.
Key words: conversation structure, preference structure, trial.
STRUKTUR PERCAKAPAN DAN STRUKTUR PREFERENSI DALAM
GELAR WICARA
(Analisis Percakapan pada Persidangan
di Pengadilan Negeri Jakarta Timur)
REZA ZAHROTUNNISA
ABSTRAK
Percakapan akan selalu menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Salah
satunya percakapan dalam suatu gelar wicara dalam sebuah persidangan.
Dalam persidangan setiap partisipan memiliki tujuan yang berbeda dari setiap
tuturannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur percakapan dan
struktur preferensi dalam gelar wicara (analisis percakapan pada persidangan di
Pengadilan Negeri Jakarta Timu)r. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif kualitatif. Objek dalam penelitian ini adalah percakapan
antara hakim, jaksa, dan terdakwa dalam dua sidang keterangan saksi, satu
sidang putusan, dan satu sidang tuntutan perkara pidana di Pengadilan Negeri
Jakarta Timur. Kasus yang diambil adalah kasus narkotika. Hasil penelitian
menunjukan bahwa struktur percakapan dalam empat persidangan yang diteliti
memiliki gaya bicara yang lebih banyak berupa gaya solidaritas tinggi. Hakim
menjadi partisipan sentral yang mengatur dan mengarahkan topik dan alur
percakapan. Tempo percakapan dalam seluruh persidangan berjalan cepat dan
langsung pada inti permasalahan yang dibicarakan. Hakim selalu menjadi
partisipan yang memulai percakapan. Partisipan lain hanya melakukan taking
over setelah hakim memberikan giliran bicara. Overlap selalu dilakukan oleh
hakim ketika partisipan lain sedang berbicara. Adapun struktur preferensi dalam
seluruh persidangan lebih banyak terkandung dalam ujaran hakim. Tindakan
yang mewakili struktur preferensi yang paling banyak muncul adalah penilaian.
Hampir seluruh tindakan dalam struktur preferensi diterima oleh para partisipan,
hal ini dikarenakan dalam setiap ujaran yang mengandung struktur preferensi
berlandaskan pada struktur sosial bukan atas sikap dan keinginan seseorang.
Kata kunci: struktur percakapan, struktur preferensi, persidangan.
A. Pendahuluan
Percakapan terjadi dalam kegiatan formal dan non formal sebagai
suatu media dalam interaksi sosial. Baik dalam kegiatan berbahasa
secara formal maupun non formal, percakapan memiliki pola yang umum
yang disebut juga dengan struktur percakapan. Pola ini yaitu “Saya bicaraanda bicara-saya bicara-anda bicara”. Struktur percakapan adalah apa
saja yang sudah diasumsikan sebagai suatu hal yang sudah dikenal baik
melalui diskusi sebelumnya. Pola dasar percakapan ini berasal dari jenis
interaksi mendasar yang pertama kali diperoleh dan yang paling sering
digunakan (Yule: 2006).
Menurut pendapat Douglas Biber and Edward Finegan (1994:15),
Proses dari suatu percakapan menjadi hal yang paling fundamental
karena dalam prosesnya, terjadi suatu kegiatan pencocokan antara suara
dengan makna yang kemudian mengkonstitusikan makna dari masingmasing petuturnya dalam komunikasi verbal. Meskipun percakapan
merupakan kegiatan menyamakan persepsi, tiap pembicara akan memiliki
gaya atau cara yang berbeda dalam menyampaikan tuturannya. Oleh
karena itu, percakapan sebagai suatu media interaksi sosial akan
memperlihatkan
keanekaragaman
gaya
berbicara
dari
tiap-tiap
individunya.
Kegiatan berbahasa, terutama kegiatan berbahasa lisan dalam
situasi formal yang memiliki cukup banyak manifestasi dalam struktur
percakapan dan struktur preferensi adalah gelar wicara.Salah satu gelar
wicara adalah persidangan di pengadilan yang melibatkan beberapa
partisipan di dalamnya. Persidangan melibatkan beberapa pihak, seperti
hakim, jaksa, terdakwa, dan pembela.Uniknya, dalam sebuah persidangan
masing-masing pihak memiliki tujuan tersendiri yang menyebabkan
mereka harus berpartisipasi dalam proses persidangan tersebut. Masing
-masing pihak melakukan tindak tutur untuk mengungkapkan tujuannya
dan memaparkan segala hal yang dapat menguatkan argumen untuk
mencapai tujuannya tersebut.
Analisis percakapan adalah pendekatan yang tumbuh dari tradisi
etnometodologi. Analisis percakapan melihat beberapa aspek dalam suatu
peristiwa
tuturan.
Pertama,
mengkaji
struktur
serta
pengelolaan
percakapan dari para partisipan. Kedua, melihat cara para partisipan
mengorganisasikan pembicaraan masing-masing sehingga menjadi suatu
urutan percakapan dan menjadi suatu urutan percakapan yang koheren.
Ketiga, melihat kesulitan-kesulitan yang timbul dalam percakapan, baik
ketika membuka, menutup, maupun bercerita dalam suatu percakapan
(Anthony: 2007:1)
Struktur percakapan diartikan juga sebagai gejala perpindahan dari
partisipan pertama kepada partisipan kedua dengan pola pergantian A-BA-B di antara keduanya (Levinson: 2008:296). Oleh karena itu, dalam
struktur percakapan yang paling utama dikaji adalah turn-taking nya dalam
suatu tempat relevansi pertukaran.
Selain memerhatikan turn-taking, dalam analisis percakapan hal
lain yang perlu dikaji adalah struktur preferensi. Struktur preferensi dapat
diidentifikasi dengan lebih dulu melihat pasangan ajajensi dari tiap tuturan.
Pasangan ajasensi (adjacency pairs) adalah pemasangan jenis tuturan
oleh penutur yang membutuhkan jenis tuturan dari penutur yang lain.
Tuturan ini terjadi secara berpasangan, yang terdiri atas bagian pertama
dan bagian kedua. Struktur preferensi menunjukkan pola struktural
tertentu secara sosial dan tidak mengacu pada sikap seseorang atau
keinginan emosi. Struktur preferensi dibagi menjadi dua bagian yaitu:
tindakan sosial yang disukai (ada tindak lanjut) dan tindakan sosial yang
tidak disukai (tidak ada tindak lanjut) (Ruminto:2015).
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan Struktur percakapan
membahas pola-pola interaksi pembicaraan lewat pengambilan giliran
bicara (turn-taking) dalam tempat relevansi pertukaran (TRP)
yang
mencakup peristiwa Taking The Floor yaitu ketika pembicara mengambil
giliran membuka suatu pembicaraan.Holding The Floor ketika pembicara
sedang melangsungkan tuturannya dan Yielding The Floor ketika
pembicara
memberikan
kesempatan
pada
lawan
tuturnya
untuk
mengambil alih giliran bicara. Selain struktur percakapan, dalam analisis
percakapan dilihat pula bagaimana dampak percakapan yang dilakukan
secara sosial terhadap para pembicaranya berupa tindakan yang disukai
dan tindakan yang tidak disukai. Oleh karena itu, setelah struktur
percakapan analisis lanjutannya adalah struktur preferensi. Berikut
gambaran kerangka berpikir dari analisis percakapan.
TPADTI A A HYS T A
lemr n o n ra e ida a
anrip kd adyl sk k
admtkg ltiw ul n n ni
naismp Pi P g ygc d g
gatik k Tnser T T
gbwhast da t eh h hl
ati ea a ea u e e
phuk aF F cF s
ar a o o o
n o sn o o
a a rr
.
i
i
a
i
i ti in
u a lk l l a
i i a si t ai
n s dr
i e e a ar
ck f ag
ui k i r s
pn s n k
ln l l i
r
n
n
d
i
s
a
a
n
n
a
i
s
a
s
i
k
u
i
l
g
Analisis terhadap percakapan di atas memperlihatkan bahwa para
partisipan dalam suatu persidangan memiliki gaya tersendiri dalam tiap
pengambilan kesempatan berbicara. Masing-masing partisipan memiliki
nalurinya masing-masing dalam mencari waktu yang tepat untuk memulai
atau menghentikan pembicaraan. Koding dalam transkripsi pun memiliki
kekhasan tersendiri lewat tanda-tanda gestur serta intonasi yang ada di
dalamnya. Selain itu, percakapan juga memperlihatkan bagaimana
tanggapan tiap partisipan dalam menanggapi topik-topik percakapan yang
dikaitkan dengan tindakan sosial berkenaan dengan realita yang ada pada
umumnya. Oleh karena itu, percakapan dalam persidangan menarik untuk
diteliti terutama dari segi struktur percakapan dan struktur preferensinya.
B. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam mengenai Struktur Percakapan dan Struktur Preferensi dalam
Gelar Wicara Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Adapun
secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mendeskripsikan struktur
percakapan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. 2)
Mendeskripsikan struktur preferensi dalam persidangan di Pengadilan
Negeri
Jakarta
Timur.
3)
Mendeskripsikan
karakteristik
struktur
percakapan dan preferensi dalam persidangan di Pengadilan Negeri
Jakarta Timur
Dalam mengumpulkan data digunakan langkah-langkah sebagai
berikut: 1) Melihat jadwal persidangan di pengadilan Negeri Jakara Timur.
2) Menentukan objek penelitian yaitu mengambil beberapa agenda
persidangan untuk dijadikan data kemudian dilakukan reduksi data. 3)
Menyaksikan dan merekam proses persidangan dalam bentuk audio dan
video. 4) Melakukan transkripsi ragam lisan ke dalam ragam tulis dengan
cara menyimak video hasil rekaman secara berulang agar mendapatkan
data yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Teknik analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Reduksi data dilakukan dengan menyaksikan langsung proses
persidangan pembuktian kemudian merekamnya, setelah itu peneliti
melakukan transkripsi ke dalam ragam tulis untuk menentukan pasangan
tuturan
dalam
dialog. Persidangan
yang
diperoleh
sebanyak 12
persidanga, kemudian dilakukan reduksi sehingga menjadi 4 persidangan
yang menjadi objek penelitian. 2) Teknik penyajian data dilakukan
berdasarkan tabel analisis kerja meliputi struktur percakapan dan struktur
preferensi dalam dialog sidang putusan dan tuntutan perkara pidana di
Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Hasil analisis dialog pada saat
persidangan tuntutan dan putusan disajikan dalam pembahasan serta
rangkuman. 4) Penarikan kesimpulan, merupakan langkah terakhir dalam
penelitian ini berlangsung.Penarikan kesimpulan berdasarkan data yang
dianalisis dengan pedoman kriteria analisis percakapan berdasarkan
struktur percakapan dan struktur preferensi yang akhirnya dapat
menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini.Langkah-langkah
penarikan
kesimpulan
dalam
penelitian
ini
yaitu
dengan
cara
pengumpulan data, lalu data direduksi untuk dianalisis, kemudian
disajikan sesuai dengan kriteria analisis. Tahapan terakhir adalah
penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hal ini dapat dilakukan terusmenerus hingga data yang dihasilkan lengkap dan permasalahan
penelitian dapat terjawab serta penarikan kesimpulan berdasarkan data
yang valid serta dapat dipertanggungjawabkan.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Hasil Penelitian
Terdapat empat sidang yang menjadi objek penelitian inil. Sidang
tersebut di antaranya sidang putusan dengan terdakwa berinisial Yari,
sidang keterangan saksi dengan terdakwa berinisial Dayat, sidang
keterangan saksi dengan terdakwa berinisial Angga, dan sidang
keterangan saksi dengan terdakwa berinisial Oke David.
Setiap
persidangan
di
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Timur,
khususnya persidangan perkara pidana ringan dan biasa berdurasi
singkat, termasuk keempat sidang yang dijadikan objek penelitian. Setiap
persidangan
memiliki
pola
tersendiri.
Pola
dalam
sidang
yang
partisipannya tidak lengkap atau tidak sesuai prosedur akan berjalan
lebih cepat. Hal ini terlihat dalam sidang satu dan dua. Hakim lebih
banyak mengakhiri percakapan satu arah. Sementara dalam sidang tiga
dan empat, percakapan berjalan lebih interaktif. Terutama dalam sidang
keempat.
Beberapa faktor yang menjadi penentu lama atau singkatnya
durasi persidangan. Pertama, kelengkapan partisipan persidangan,
terutama dalam persidangan keterangan saksi. Jika saksi tidak ada maka
persidangan akan ditunda dan berakhir cepat. Begitu pun dengan sidang
tuntutan, jika setelah dibacakan tuntutan terdakwa tidak ada respon maka
hakim akan mengakhiri persidangan. Hal kedua yang menjadi penentu
adalah tingkat keaktifan dari para partisipannya sendiri terutama hakim.
Jika hakim menghendaki percakapan yang lama maka ia akan turut
menanyakan hal-hal lain pada terdakwa, seperti dalam sidang tiga.
Adapun dalam persidangan yang lengkap para partisipannya
seperti sidang empat , maka percakapan dalam persidangan akan
berjalan lama. Hal ini dikarenakan Hakim menggali informasi dari saksi
dan terdakwa, sehingga mengharuskan adanya percakapan yang
mendalam. Hakim juga memberikan kesempatan pada jaksa dan
penasihat hukum untuk melangsungkan percakapan pada partisipan lain.
Adanya durasi yang berbeda, membentuk pola percakapan yang berbeda
pula. Oleh karena itu, dalam tiap persidangan temuan struktur
percakapan dan struktur preferensi memiliki karakteristiknya tersendiri.
Hasil temuan penelitian struktur percakapan dalam gelar wicara
persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 4.9 REKAPITULASI TABEL STRUKTUR PERCAKAPAN
No
Sidang
1.
I
2.
II
3.
III
4. IV
Jumlah
Dari
Taking The Floor
Holding Yielding
The
The
Starting Taking Interupsi Overlap
Floor
Floor
Up
Over
2
0
0
0
1
1
5
4
0
1
2
3
6
6
3
0
8
7
39
43
15
3
20
27
52
53
18
4
31
38
tabel di atas dapat terlihat bahwa sidang yang paling banyak
mengandung poin-poin dalam struktur preferensi adalah sidang empat,
karena percakapan yang berdurasi lama dan terdiri dari percakapan yang
lebih banyak dibandingkan sidang yang lainnya. Peristiwa yang paling
banyak terjadi dalam persidangan adalah pengambilan giliran bicara
dengan cara starting up
sebanyak 52 percakapan dan taking over
sebenyak 53 percakapan. Interupsi berada di posisi ketiga setelah taking
over dan starting up. Adapun peristiwa overlap hanya terjadi adlam 4
percakapan. Antara holding the floor dengan yielding the floor, lebih
banyak yielding the floor dalam 38 percakapan dan holding the floor dalam
31 percakapan. Hal ini menandakan bahwa dari rekapitulasi data terlihat
bahwa gaya bicara dalam keseluruhan sidang merupakan gaya bicara
pelibatan tinggi yang menghendaki adanya pergantian giliran bicara yang
adil dan bergantian secara cepat antara partisipan dan dari topik satu ke
topik lainnya.
Mengenai struktur preferensi dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.10 REKAPITULASI TABEL STRUKTUR PREFERENSI
No
Sidan
g
1. I
2. II
3. III
4. IV
Jumlah
Penilaian
S
TS
3
0
0
0
3
0
3
5
9
5
Ajakan
M+ M1
0
0
0
0
0
1
1
2
1
Tawaran
M+ M0
0
1
0
0
1
3
0
4
1
Proposal
S
TS
0
0
2
0
1
0
7
0
8
0
Permohonan
M+
M0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa seluruh struktur preferensi
terkandung dalam tiap persidangan. Berbeda dengan struktur percakapan
yang banyak terkandung dalam percakapan, struktur preferensi lebih
sedikit terkandung dalam percakapan. Hal ini dikarenakan ujaran Hakim
merupakan pertanyaan yang cenderung netral, tidak mengarah pada
tindakan yang bersinggungan seperti disukai dan tidak disukai, diterima
maupun tidak diterima, serta disetujui maupun tidak disetujui. Meskipun
secara harfiah struktur preferensi, banyak ujaran para partisipan
merupakan ujaran berisi kalimat tanya yang diiringi jawaban, namun tidak
seluruh percakapan mengandung poin-poin tindakan yang mewakili
struktur preferensi.
Terlihat dalam tabel, poin yang banyak terkandung adalah penilaian
yang ada dalam 9 percakapan. Selanjutnya, adalah proposal yang
terkandung dalam 8 percakapan, tawaran dalam 4 percakapan, ajakan
dalam 2 percakapan, dan permohonan dalam 1 percakapan. Dari tiap-tiap
poin tindakan yang mewakili struktur preferensi, sebagian besar
merupakan tindakan yang lebih banyak disukai oleh para partisipannya
ketika kegiatan percakapan berlangsung. Hal ini terlihat dari persentase
tindakan yang tidak disukai lebih sedikit dibandingkan persentasi tindakan
yang disukai.
b. Pembahasan
Para partisipan memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing dalam
suatu persidangan, tentunya gaya berbahasa yang digunakan oleh
masing-masing pihak akan berbeda. Dalam contoh 6 di bawah ini
beberapa contoh percakapan yang mewakilkan peristiwa percakapan
dalam gelar wicara di persidangan yang terdapat partisipan lengkap di
dalamnya.
Contoh (6
Konteks: Hakim sedang meminta keterangan saksi mengenai jumlah ganja yang
dibawa oleh terdakwa. Hakim memberikan kesempatan pada jaksa dan
penasihat hukum untuk memberikan pertanyaan
(1) Hakim
: satu linting ya:::?
Gitu ya?
Jeda (2.0)
Jaksa ada pertanyaan?
(2) Jaksa
: ⁰di mana kamu menemukan barang bukti?⁰
(3) Saksi
: >saku celananyaDi saku mana ada menemukan?<
: saku sebelah kanan↓
Contoh 6 di atas memperlihatkan struktur percakapan antara
hakim, jaksa, dan terdakwa. Dalam percakapan di atas terlihat hakim yang
menjadi partisipan sentral dalam percakapan. Dapat dikatakan dalam
seluruh persidangan, berjalannya percakapan bergantung pada hakim
sebagai pembicara sentral. Hakim menjadi penentu bagaimana gaya
bicara dalam percakapan yang berlangsung. Hal ini terlihat dalam
beberapa paparan sebelumnya, bahwa gaya bicara baik pelibatan tinggi
maupun solidaritas tinggi akan bergantung pada bagaimana hakim
memulai
percakapan,
mempertahankan
giliran
bicara
maupun
memberikan giliran bicara.
Struktur percakapan dan struktur preferensi dalam seluruh
persidangan
lebih
banyak
memiliki
kesamaan
dibandingkan
perbedaannya. Hal yang paling mendasar adalah dalam seluruh
persidangan adanya partisipan sentral percakapan dalam gelar wicara
adalah Hakim. Partisipan lain hanya melakukan taking over jika hakim
memberikan giliran berbicara. Sementara hakim sebagai partisipan sentral
lebih banyak melakukan penahanan giliran bicara (holding the floor),
sehingga terdakwa, jaksa, maupun saksi, menjadi partisipan pasif. Tempo
pembicaraan dalam persidangan lebih banyak menggunakan tempo
cepat. Artinya setiap ujaran digiring untuk dinyatakan secara lugas dan
tidak bertele-tele. Adapun dari segi volume dan kejelasan suara, hakim
sebagai partisipan utama yang paling jelas terdengar dan lantang.
Sementara terdakwa, Jaksa, maupun saksi lebih banyak bertutur dengan
volume yang cenderung lembut dan tempo yang sedang.
Sebagian besar gaya persidangan adalah gaya solidaritas tinggi, di
mana para partisipan selain hakim memberikan keleluasaan pada hakim
untuk mempertahankan dan menyelesaikan giliran bicaranya tanpa ada
overlap maupun interupsi. Namun, dalam beberapa topik hakim
menginginkan adanya gaya pelibatan tinggi sehingga dalam beberapa
percakapan terjadi overlap antara percakapan hakim dengan jaksa dan
hakim dengan saksi. Adapun percakapan antara hakim dan terdakwa
seluruhnya berpola gaya bicara solidaritas tinggi.
Struktur Preferensi dalam seluruh persidangan lebih banyak
terkandung dalam ujaran hakim. Hakim banyak melakukan penilaian
terhadap terdakwa atas apa yang dikatakannya. Pola struktur preferensi
dalam persidangan di awali dengan pertanyaan hakim, lalu jawaban dari
terdakwa, hingga adanya
pertanyaan kembali dari hakim yang
merupakan tanggapand ari ujaran terdakwa. Ujaran hakim setelah
terdakwa dalam percakapan ini yang biasanya mengandung struktur
preferensi.
Struktur preferensi yang diwakili oleh lima tindakan yaitu,
penilaian, ajakan, tawaran, proposal, dan permohonan terkandung dalam
percakapan pada empat persidangan yang diteliti. Seluruh percakapan
yang
mengindikasikan
struktur
preferensi
sebagian
besar
adalah
percakapan dari hakim terhadap partisipan lainnya. Jadi, dapat dikatakan
bahwa struktur percakapan dan struktur preferensi dalam gelar wicara
persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur didominasi oleh Hakim.
Hakim menjadi partisipan sentral yang menentukan struktur percakapan
termasuk gaya bicara selama percakapan berlangsung. Partisipan
lainnya, yaitu jaksa, terdakwa, maupun saksi menjadi partisipan yang lebih
banyak melakukan pengambilan giliran bicara berdasarkan ketentuan
hakim sebagai orang yang mengawali pembicaraan (taking over)
dibandingkan melakukan starting up. Hal ini terjadi karena hakim adalah
partisipan yang diberikan giliran berbicara pertama sesuai dengan
prosedur persidangan bahwa persidangan dibuka oleh hakim. Struktur
preferensi dalam percakapan lebih banyak diterima dibandingkan tidak
diterima karena berhubungan dengan verifikasi hakim terhadap tindakantindakan terdakwa. Adapun tindakan yang terindikasi tidak disukai adalah
ketika percakapan berlangsung dengan topik mengenai kaitan tindakan
salah terdakwa dengan keharusan terdakwa yang dikemas oleh hakim
dalam percakapan yang cenderung menyudutkan.
D. Simpulan dan Rekomendasi
a. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui dan mendapatkan
gambaran tentang struktur percakapan dan struktur preferensi dalam gelar
wicara persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dapat disimpulkan
secara keseluruhan dalam gelar wicara persidangan yang terdiri dari 4
persidangan, struktur percakapan yang terlihat yaitu semua percakapan
diawali hakim dengan jenis ujaran yang sama. Hakim menjadi partisipan
sentral dalam percakapan. Hakim mendominasi kegiatan percakapan dan
lebih banyak mengawali percakapan. Hakim menjadi partisipan yang
selalu melakukan starting up terhadap partisipan lain. Baik jaksa,
terdakwa, maupun saksi. Jaksa dalam gelar wicara tidak terlalu aktif
dalam melakukan percakapan. Jaksa hanya melakukan pengambilan
giliran bicara ketika hakim memberikan giliran bicara padanya. Terdakwa
lebih banyak berinteraksi dengan hakim dibandingkan dengan jaksa
maupun saksi. Terdakwa selalu dalam posisi melakukan taking over
karena ia hanya diberikan keleluasan untuk menjawab setiap pertanyaan
yang diujarkan hakim. Saksi hanya terdapat dalam sidang 4, saksi dan
hakim cukup banyak berinteraksi. Namun, saksi memiliki kedudukan yang
sama baik dengan jaksa maupun terdakwa. Saksi hanya sebatas
mengambil alih giliran bicara jika hakim telah memberikan giliran bicara
padanya.
b. Rekomendasi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan
saran untuk guru, model pembelajaran Bahasa Indonesia, dan untuk
peneliti selanjutnya. Bagi guru, hendaknya mengembangkan media dalam
pembelajaran membuat teks, khususnya teks eksposisi. Agar siswa benar
– benar mendapatkan pedoman dan bisa lebih mengetahui bahan untuk
membuat teks ekposisi . Salah satunya dengan tayangan video
persidangan. Bagi keilmuan khususnya ilmu linguistik forensik, penelitian
ini dapat dijadikan bahan untuk menganalisis lebih jauh mengenai struktur
percakapan dan struktur preferensi yang dapat memengaruhi bagaimana
saksi, maupun terdakwa dalam memberikan keterangan mengenai suatu
perkara yang
sedang dihadapi. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan
dapat membuat penelitian lanjutan yang lebih luas serta variatif, dari segi
objek maupun metode penelitiian. Objek yang dipakai tidak terbatas pada
persidangan perkara pidana saja, tetapi bisa menggunakan objek lain
seperti debat, film, naskah drama, dsb. Peneliti selanjutnya diharapkan
dapat mengembangkan kajian teori sehingga dapat membuat analisis
yang lebih baik, tepat, dan akurat.
Daftar Pustaka
Biber, Douglas and Edward Finegan. Sociolinguistics Perspectives On
Register. New York: Oxford University Press, 1994.
Levinson, Stephen C. Pragmatics. New York: Cambridge University Press,
2008.
Liddicoat, Anthony
J.
An
Introduction
to
Conversation
Analysis.
London:Continuum, 2007.
Ruminto, Nurlaksana Eko. Analisis Wacana:Kajian Teoritis dan Praktis.
Yogyakarta: Graha Ilmu,2015.
Yule, George. Kajian Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
__________. Pragmatik: edisi terjemah, cetakan I. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006.
STRUKTUR PERCAKAPAN DAN STRUKTUR PREFERENSI
DALAM GELAR WICARA
(Analisis Percakapan pada Persidangan
di Pengadilan Negeri Jakarta Timur)
REZA ZAHROTUNNISA
7316140243
Artikel yang Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
untuk Memperoleh Gelar Magister
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
CONVERSATION AND PREFERENCE STRUCTURES IN THE SPOKEN
DISCOURSE
(A Conversation Analysis of the Trial at
The District Court in East Jakarta)
REZA ZAHROTUNNISA
[email protected]
ABSTRACT
Conversation will always be an interesting topic to be examined. One of the
interesting types is conversation in the spoken discourse at the trial. Each
participant will have different motives while uttering words. This study aims at
discovering the conversation and preference structures in the spoken discourse
(a conversation analysis of the trial at the district court in East Jakarta). The
method used in this study is qualitative descriptive method. The object for this
study is the conversation between the judges, prosecutors and defendants at two
witness’ testimony trials, one verdict trial and one criminal lawsuit trial at the
district court in East Jakarta. The focused case is drugs case. The result of the
study shows that conversation structure in four trials has spoken discourse style
which is mostly in the form of high solidarity style. The judge was the central
participant who ruled and directed the conversation topic as well as the plot. The
conversation pace in all trials was fast and straight to the case point.The judge
always stayed as the participant who started the conversation. The other
participants merely took over as the judge let them speak. Overlap was always
done by the judge while the other participants were speaking. Moreover, the
preference structure in all trials consists more of the judge’s utterances. The act
representing the preference structure which dominantly appeared was
assessment. Almost all acts in the preference structure were accepted by all
participants. It happened because all utterances consisted of the preference
structure based on the social structure, not individuals’ attitude and wants.
Key words: conversation structure, preference structure, trial.
STRUKTUR PERCAKAPAN DAN STRUKTUR PREFERENSI DALAM
GELAR WICARA
(Analisis Percakapan pada Persidangan
di Pengadilan Negeri Jakarta Timur)
REZA ZAHROTUNNISA
ABSTRAK
Percakapan akan selalu menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Salah
satunya percakapan dalam suatu gelar wicara dalam sebuah persidangan.
Dalam persidangan setiap partisipan memiliki tujuan yang berbeda dari setiap
tuturannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur percakapan dan
struktur preferensi dalam gelar wicara (analisis percakapan pada persidangan di
Pengadilan Negeri Jakarta Timu)r. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif kualitatif. Objek dalam penelitian ini adalah percakapan
antara hakim, jaksa, dan terdakwa dalam dua sidang keterangan saksi, satu
sidang putusan, dan satu sidang tuntutan perkara pidana di Pengadilan Negeri
Jakarta Timur. Kasus yang diambil adalah kasus narkotika. Hasil penelitian
menunjukan bahwa struktur percakapan dalam empat persidangan yang diteliti
memiliki gaya bicara yang lebih banyak berupa gaya solidaritas tinggi. Hakim
menjadi partisipan sentral yang mengatur dan mengarahkan topik dan alur
percakapan. Tempo percakapan dalam seluruh persidangan berjalan cepat dan
langsung pada inti permasalahan yang dibicarakan. Hakim selalu menjadi
partisipan yang memulai percakapan. Partisipan lain hanya melakukan taking
over setelah hakim memberikan giliran bicara. Overlap selalu dilakukan oleh
hakim ketika partisipan lain sedang berbicara. Adapun struktur preferensi dalam
seluruh persidangan lebih banyak terkandung dalam ujaran hakim. Tindakan
yang mewakili struktur preferensi yang paling banyak muncul adalah penilaian.
Hampir seluruh tindakan dalam struktur preferensi diterima oleh para partisipan,
hal ini dikarenakan dalam setiap ujaran yang mengandung struktur preferensi
berlandaskan pada struktur sosial bukan atas sikap dan keinginan seseorang.
Kata kunci: struktur percakapan, struktur preferensi, persidangan.
A. Pendahuluan
Percakapan terjadi dalam kegiatan formal dan non formal sebagai
suatu media dalam interaksi sosial. Baik dalam kegiatan berbahasa
secara formal maupun non formal, percakapan memiliki pola yang umum
yang disebut juga dengan struktur percakapan. Pola ini yaitu “Saya bicaraanda bicara-saya bicara-anda bicara”. Struktur percakapan adalah apa
saja yang sudah diasumsikan sebagai suatu hal yang sudah dikenal baik
melalui diskusi sebelumnya. Pola dasar percakapan ini berasal dari jenis
interaksi mendasar yang pertama kali diperoleh dan yang paling sering
digunakan (Yule: 2006).
Menurut pendapat Douglas Biber and Edward Finegan (1994:15),
Proses dari suatu percakapan menjadi hal yang paling fundamental
karena dalam prosesnya, terjadi suatu kegiatan pencocokan antara suara
dengan makna yang kemudian mengkonstitusikan makna dari masingmasing petuturnya dalam komunikasi verbal. Meskipun percakapan
merupakan kegiatan menyamakan persepsi, tiap pembicara akan memiliki
gaya atau cara yang berbeda dalam menyampaikan tuturannya. Oleh
karena itu, percakapan sebagai suatu media interaksi sosial akan
memperlihatkan
keanekaragaman
gaya
berbicara
dari
tiap-tiap
individunya.
Kegiatan berbahasa, terutama kegiatan berbahasa lisan dalam
situasi formal yang memiliki cukup banyak manifestasi dalam struktur
percakapan dan struktur preferensi adalah gelar wicara.Salah satu gelar
wicara adalah persidangan di pengadilan yang melibatkan beberapa
partisipan di dalamnya. Persidangan melibatkan beberapa pihak, seperti
hakim, jaksa, terdakwa, dan pembela.Uniknya, dalam sebuah persidangan
masing-masing pihak memiliki tujuan tersendiri yang menyebabkan
mereka harus berpartisipasi dalam proses persidangan tersebut. Masing
-masing pihak melakukan tindak tutur untuk mengungkapkan tujuannya
dan memaparkan segala hal yang dapat menguatkan argumen untuk
mencapai tujuannya tersebut.
Analisis percakapan adalah pendekatan yang tumbuh dari tradisi
etnometodologi. Analisis percakapan melihat beberapa aspek dalam suatu
peristiwa
tuturan.
Pertama,
mengkaji
struktur
serta
pengelolaan
percakapan dari para partisipan. Kedua, melihat cara para partisipan
mengorganisasikan pembicaraan masing-masing sehingga menjadi suatu
urutan percakapan dan menjadi suatu urutan percakapan yang koheren.
Ketiga, melihat kesulitan-kesulitan yang timbul dalam percakapan, baik
ketika membuka, menutup, maupun bercerita dalam suatu percakapan
(Anthony: 2007:1)
Struktur percakapan diartikan juga sebagai gejala perpindahan dari
partisipan pertama kepada partisipan kedua dengan pola pergantian A-BA-B di antara keduanya (Levinson: 2008:296). Oleh karena itu, dalam
struktur percakapan yang paling utama dikaji adalah turn-taking nya dalam
suatu tempat relevansi pertukaran.
Selain memerhatikan turn-taking, dalam analisis percakapan hal
lain yang perlu dikaji adalah struktur preferensi. Struktur preferensi dapat
diidentifikasi dengan lebih dulu melihat pasangan ajajensi dari tiap tuturan.
Pasangan ajasensi (adjacency pairs) adalah pemasangan jenis tuturan
oleh penutur yang membutuhkan jenis tuturan dari penutur yang lain.
Tuturan ini terjadi secara berpasangan, yang terdiri atas bagian pertama
dan bagian kedua. Struktur preferensi menunjukkan pola struktural
tertentu secara sosial dan tidak mengacu pada sikap seseorang atau
keinginan emosi. Struktur preferensi dibagi menjadi dua bagian yaitu:
tindakan sosial yang disukai (ada tindak lanjut) dan tindakan sosial yang
tidak disukai (tidak ada tindak lanjut) (Ruminto:2015).
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan Struktur percakapan
membahas pola-pola interaksi pembicaraan lewat pengambilan giliran
bicara (turn-taking) dalam tempat relevansi pertukaran (TRP)
yang
mencakup peristiwa Taking The Floor yaitu ketika pembicara mengambil
giliran membuka suatu pembicaraan.Holding The Floor ketika pembicara
sedang melangsungkan tuturannya dan Yielding The Floor ketika
pembicara
memberikan
kesempatan
pada
lawan
tuturnya
untuk
mengambil alih giliran bicara. Selain struktur percakapan, dalam analisis
percakapan dilihat pula bagaimana dampak percakapan yang dilakukan
secara sosial terhadap para pembicaranya berupa tindakan yang disukai
dan tindakan yang tidak disukai. Oleh karena itu, setelah struktur
percakapan analisis lanjutannya adalah struktur preferensi. Berikut
gambaran kerangka berpikir dari analisis percakapan.
TPADTI A A HYS T A
lemr n o n ra e ida a
anrip kd adyl sk k
admtkg ltiw ul n n ni
naismp Pi P g ygc d g
gatik k Tnser T T
gbwhast da t eh h hl
ati ea a ea u e e
phuk aF F cF s
ar a o o o
n o sn o o
a a rr
.
i
i
a
i
i ti in
u a lk l l a
i i a si t ai
n s dr
i e e a ar
ck f ag
ui k i r s
pn s n k
ln l l i
r
n
n
d
i
s
a
a
n
n
a
i
s
a
s
i
k
u
i
l
g
Analisis terhadap percakapan di atas memperlihatkan bahwa para
partisipan dalam suatu persidangan memiliki gaya tersendiri dalam tiap
pengambilan kesempatan berbicara. Masing-masing partisipan memiliki
nalurinya masing-masing dalam mencari waktu yang tepat untuk memulai
atau menghentikan pembicaraan. Koding dalam transkripsi pun memiliki
kekhasan tersendiri lewat tanda-tanda gestur serta intonasi yang ada di
dalamnya. Selain itu, percakapan juga memperlihatkan bagaimana
tanggapan tiap partisipan dalam menanggapi topik-topik percakapan yang
dikaitkan dengan tindakan sosial berkenaan dengan realita yang ada pada
umumnya. Oleh karena itu, percakapan dalam persidangan menarik untuk
diteliti terutama dari segi struktur percakapan dan struktur preferensinya.
B. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam mengenai Struktur Percakapan dan Struktur Preferensi dalam
Gelar Wicara Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Adapun
secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mendeskripsikan struktur
percakapan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. 2)
Mendeskripsikan struktur preferensi dalam persidangan di Pengadilan
Negeri
Jakarta
Timur.
3)
Mendeskripsikan
karakteristik
struktur
percakapan dan preferensi dalam persidangan di Pengadilan Negeri
Jakarta Timur
Dalam mengumpulkan data digunakan langkah-langkah sebagai
berikut: 1) Melihat jadwal persidangan di pengadilan Negeri Jakara Timur.
2) Menentukan objek penelitian yaitu mengambil beberapa agenda
persidangan untuk dijadikan data kemudian dilakukan reduksi data. 3)
Menyaksikan dan merekam proses persidangan dalam bentuk audio dan
video. 4) Melakukan transkripsi ragam lisan ke dalam ragam tulis dengan
cara menyimak video hasil rekaman secara berulang agar mendapatkan
data yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Teknik analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Reduksi data dilakukan dengan menyaksikan langsung proses
persidangan pembuktian kemudian merekamnya, setelah itu peneliti
melakukan transkripsi ke dalam ragam tulis untuk menentukan pasangan
tuturan
dalam
dialog. Persidangan
yang
diperoleh
sebanyak 12
persidanga, kemudian dilakukan reduksi sehingga menjadi 4 persidangan
yang menjadi objek penelitian. 2) Teknik penyajian data dilakukan
berdasarkan tabel analisis kerja meliputi struktur percakapan dan struktur
preferensi dalam dialog sidang putusan dan tuntutan perkara pidana di
Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Hasil analisis dialog pada saat
persidangan tuntutan dan putusan disajikan dalam pembahasan serta
rangkuman. 4) Penarikan kesimpulan, merupakan langkah terakhir dalam
penelitian ini berlangsung.Penarikan kesimpulan berdasarkan data yang
dianalisis dengan pedoman kriteria analisis percakapan berdasarkan
struktur percakapan dan struktur preferensi yang akhirnya dapat
menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini.Langkah-langkah
penarikan
kesimpulan
dalam
penelitian
ini
yaitu
dengan
cara
pengumpulan data, lalu data direduksi untuk dianalisis, kemudian
disajikan sesuai dengan kriteria analisis. Tahapan terakhir adalah
penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hal ini dapat dilakukan terusmenerus hingga data yang dihasilkan lengkap dan permasalahan
penelitian dapat terjawab serta penarikan kesimpulan berdasarkan data
yang valid serta dapat dipertanggungjawabkan.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Hasil Penelitian
Terdapat empat sidang yang menjadi objek penelitian inil. Sidang
tersebut di antaranya sidang putusan dengan terdakwa berinisial Yari,
sidang keterangan saksi dengan terdakwa berinisial Dayat, sidang
keterangan saksi dengan terdakwa berinisial Angga, dan sidang
keterangan saksi dengan terdakwa berinisial Oke David.
Setiap
persidangan
di
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Timur,
khususnya persidangan perkara pidana ringan dan biasa berdurasi
singkat, termasuk keempat sidang yang dijadikan objek penelitian. Setiap
persidangan
memiliki
pola
tersendiri.
Pola
dalam
sidang
yang
partisipannya tidak lengkap atau tidak sesuai prosedur akan berjalan
lebih cepat. Hal ini terlihat dalam sidang satu dan dua. Hakim lebih
banyak mengakhiri percakapan satu arah. Sementara dalam sidang tiga
dan empat, percakapan berjalan lebih interaktif. Terutama dalam sidang
keempat.
Beberapa faktor yang menjadi penentu lama atau singkatnya
durasi persidangan. Pertama, kelengkapan partisipan persidangan,
terutama dalam persidangan keterangan saksi. Jika saksi tidak ada maka
persidangan akan ditunda dan berakhir cepat. Begitu pun dengan sidang
tuntutan, jika setelah dibacakan tuntutan terdakwa tidak ada respon maka
hakim akan mengakhiri persidangan. Hal kedua yang menjadi penentu
adalah tingkat keaktifan dari para partisipannya sendiri terutama hakim.
Jika hakim menghendaki percakapan yang lama maka ia akan turut
menanyakan hal-hal lain pada terdakwa, seperti dalam sidang tiga.
Adapun dalam persidangan yang lengkap para partisipannya
seperti sidang empat , maka percakapan dalam persidangan akan
berjalan lama. Hal ini dikarenakan Hakim menggali informasi dari saksi
dan terdakwa, sehingga mengharuskan adanya percakapan yang
mendalam. Hakim juga memberikan kesempatan pada jaksa dan
penasihat hukum untuk melangsungkan percakapan pada partisipan lain.
Adanya durasi yang berbeda, membentuk pola percakapan yang berbeda
pula. Oleh karena itu, dalam tiap persidangan temuan struktur
percakapan dan struktur preferensi memiliki karakteristiknya tersendiri.
Hasil temuan penelitian struktur percakapan dalam gelar wicara
persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 4.9 REKAPITULASI TABEL STRUKTUR PERCAKAPAN
No
Sidang
1.
I
2.
II
3.
III
4. IV
Jumlah
Dari
Taking The Floor
Holding Yielding
The
The
Starting Taking Interupsi Overlap
Floor
Floor
Up
Over
2
0
0
0
1
1
5
4
0
1
2
3
6
6
3
0
8
7
39
43
15
3
20
27
52
53
18
4
31
38
tabel di atas dapat terlihat bahwa sidang yang paling banyak
mengandung poin-poin dalam struktur preferensi adalah sidang empat,
karena percakapan yang berdurasi lama dan terdiri dari percakapan yang
lebih banyak dibandingkan sidang yang lainnya. Peristiwa yang paling
banyak terjadi dalam persidangan adalah pengambilan giliran bicara
dengan cara starting up
sebanyak 52 percakapan dan taking over
sebenyak 53 percakapan. Interupsi berada di posisi ketiga setelah taking
over dan starting up. Adapun peristiwa overlap hanya terjadi adlam 4
percakapan. Antara holding the floor dengan yielding the floor, lebih
banyak yielding the floor dalam 38 percakapan dan holding the floor dalam
31 percakapan. Hal ini menandakan bahwa dari rekapitulasi data terlihat
bahwa gaya bicara dalam keseluruhan sidang merupakan gaya bicara
pelibatan tinggi yang menghendaki adanya pergantian giliran bicara yang
adil dan bergantian secara cepat antara partisipan dan dari topik satu ke
topik lainnya.
Mengenai struktur preferensi dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.10 REKAPITULASI TABEL STRUKTUR PREFERENSI
No
Sidan
g
1. I
2. II
3. III
4. IV
Jumlah
Penilaian
S
TS
3
0
0
0
3
0
3
5
9
5
Ajakan
M+ M1
0
0
0
0
0
1
1
2
1
Tawaran
M+ M0
0
1
0
0
1
3
0
4
1
Proposal
S
TS
0
0
2
0
1
0
7
0
8
0
Permohonan
M+
M0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa seluruh struktur preferensi
terkandung dalam tiap persidangan. Berbeda dengan struktur percakapan
yang banyak terkandung dalam percakapan, struktur preferensi lebih
sedikit terkandung dalam percakapan. Hal ini dikarenakan ujaran Hakim
merupakan pertanyaan yang cenderung netral, tidak mengarah pada
tindakan yang bersinggungan seperti disukai dan tidak disukai, diterima
maupun tidak diterima, serta disetujui maupun tidak disetujui. Meskipun
secara harfiah struktur preferensi, banyak ujaran para partisipan
merupakan ujaran berisi kalimat tanya yang diiringi jawaban, namun tidak
seluruh percakapan mengandung poin-poin tindakan yang mewakili
struktur preferensi.
Terlihat dalam tabel, poin yang banyak terkandung adalah penilaian
yang ada dalam 9 percakapan. Selanjutnya, adalah proposal yang
terkandung dalam 8 percakapan, tawaran dalam 4 percakapan, ajakan
dalam 2 percakapan, dan permohonan dalam 1 percakapan. Dari tiap-tiap
poin tindakan yang mewakili struktur preferensi, sebagian besar
merupakan tindakan yang lebih banyak disukai oleh para partisipannya
ketika kegiatan percakapan berlangsung. Hal ini terlihat dari persentase
tindakan yang tidak disukai lebih sedikit dibandingkan persentasi tindakan
yang disukai.
b. Pembahasan
Para partisipan memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing dalam
suatu persidangan, tentunya gaya berbahasa yang digunakan oleh
masing-masing pihak akan berbeda. Dalam contoh 6 di bawah ini
beberapa contoh percakapan yang mewakilkan peristiwa percakapan
dalam gelar wicara di persidangan yang terdapat partisipan lengkap di
dalamnya.
Contoh (6
Konteks: Hakim sedang meminta keterangan saksi mengenai jumlah ganja yang
dibawa oleh terdakwa. Hakim memberikan kesempatan pada jaksa dan
penasihat hukum untuk memberikan pertanyaan
(1) Hakim
: satu linting ya:::?
Gitu ya?
Jeda (2.0)
Jaksa ada pertanyaan?
(2) Jaksa
: ⁰di mana kamu menemukan barang bukti?⁰
(3) Saksi
: >saku celananyaDi saku mana ada menemukan?<
: saku sebelah kanan↓
Contoh 6 di atas memperlihatkan struktur percakapan antara
hakim, jaksa, dan terdakwa. Dalam percakapan di atas terlihat hakim yang
menjadi partisipan sentral dalam percakapan. Dapat dikatakan dalam
seluruh persidangan, berjalannya percakapan bergantung pada hakim
sebagai pembicara sentral. Hakim menjadi penentu bagaimana gaya
bicara dalam percakapan yang berlangsung. Hal ini terlihat dalam
beberapa paparan sebelumnya, bahwa gaya bicara baik pelibatan tinggi
maupun solidaritas tinggi akan bergantung pada bagaimana hakim
memulai
percakapan,
mempertahankan
giliran
bicara
maupun
memberikan giliran bicara.
Struktur percakapan dan struktur preferensi dalam seluruh
persidangan
lebih
banyak
memiliki
kesamaan
dibandingkan
perbedaannya. Hal yang paling mendasar adalah dalam seluruh
persidangan adanya partisipan sentral percakapan dalam gelar wicara
adalah Hakim. Partisipan lain hanya melakukan taking over jika hakim
memberikan giliran berbicara. Sementara hakim sebagai partisipan sentral
lebih banyak melakukan penahanan giliran bicara (holding the floor),
sehingga terdakwa, jaksa, maupun saksi, menjadi partisipan pasif. Tempo
pembicaraan dalam persidangan lebih banyak menggunakan tempo
cepat. Artinya setiap ujaran digiring untuk dinyatakan secara lugas dan
tidak bertele-tele. Adapun dari segi volume dan kejelasan suara, hakim
sebagai partisipan utama yang paling jelas terdengar dan lantang.
Sementara terdakwa, Jaksa, maupun saksi lebih banyak bertutur dengan
volume yang cenderung lembut dan tempo yang sedang.
Sebagian besar gaya persidangan adalah gaya solidaritas tinggi, di
mana para partisipan selain hakim memberikan keleluasaan pada hakim
untuk mempertahankan dan menyelesaikan giliran bicaranya tanpa ada
overlap maupun interupsi. Namun, dalam beberapa topik hakim
menginginkan adanya gaya pelibatan tinggi sehingga dalam beberapa
percakapan terjadi overlap antara percakapan hakim dengan jaksa dan
hakim dengan saksi. Adapun percakapan antara hakim dan terdakwa
seluruhnya berpola gaya bicara solidaritas tinggi.
Struktur Preferensi dalam seluruh persidangan lebih banyak
terkandung dalam ujaran hakim. Hakim banyak melakukan penilaian
terhadap terdakwa atas apa yang dikatakannya. Pola struktur preferensi
dalam persidangan di awali dengan pertanyaan hakim, lalu jawaban dari
terdakwa, hingga adanya
pertanyaan kembali dari hakim yang
merupakan tanggapand ari ujaran terdakwa. Ujaran hakim setelah
terdakwa dalam percakapan ini yang biasanya mengandung struktur
preferensi.
Struktur preferensi yang diwakili oleh lima tindakan yaitu,
penilaian, ajakan, tawaran, proposal, dan permohonan terkandung dalam
percakapan pada empat persidangan yang diteliti. Seluruh percakapan
yang
mengindikasikan
struktur
preferensi
sebagian
besar
adalah
percakapan dari hakim terhadap partisipan lainnya. Jadi, dapat dikatakan
bahwa struktur percakapan dan struktur preferensi dalam gelar wicara
persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur didominasi oleh Hakim.
Hakim menjadi partisipan sentral yang menentukan struktur percakapan
termasuk gaya bicara selama percakapan berlangsung. Partisipan
lainnya, yaitu jaksa, terdakwa, maupun saksi menjadi partisipan yang lebih
banyak melakukan pengambilan giliran bicara berdasarkan ketentuan
hakim sebagai orang yang mengawali pembicaraan (taking over)
dibandingkan melakukan starting up. Hal ini terjadi karena hakim adalah
partisipan yang diberikan giliran berbicara pertama sesuai dengan
prosedur persidangan bahwa persidangan dibuka oleh hakim. Struktur
preferensi dalam percakapan lebih banyak diterima dibandingkan tidak
diterima karena berhubungan dengan verifikasi hakim terhadap tindakantindakan terdakwa. Adapun tindakan yang terindikasi tidak disukai adalah
ketika percakapan berlangsung dengan topik mengenai kaitan tindakan
salah terdakwa dengan keharusan terdakwa yang dikemas oleh hakim
dalam percakapan yang cenderung menyudutkan.
D. Simpulan dan Rekomendasi
a. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui dan mendapatkan
gambaran tentang struktur percakapan dan struktur preferensi dalam gelar
wicara persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dapat disimpulkan
secara keseluruhan dalam gelar wicara persidangan yang terdiri dari 4
persidangan, struktur percakapan yang terlihat yaitu semua percakapan
diawali hakim dengan jenis ujaran yang sama. Hakim menjadi partisipan
sentral dalam percakapan. Hakim mendominasi kegiatan percakapan dan
lebih banyak mengawali percakapan. Hakim menjadi partisipan yang
selalu melakukan starting up terhadap partisipan lain. Baik jaksa,
terdakwa, maupun saksi. Jaksa dalam gelar wicara tidak terlalu aktif
dalam melakukan percakapan. Jaksa hanya melakukan pengambilan
giliran bicara ketika hakim memberikan giliran bicara padanya. Terdakwa
lebih banyak berinteraksi dengan hakim dibandingkan dengan jaksa
maupun saksi. Terdakwa selalu dalam posisi melakukan taking over
karena ia hanya diberikan keleluasan untuk menjawab setiap pertanyaan
yang diujarkan hakim. Saksi hanya terdapat dalam sidang 4, saksi dan
hakim cukup banyak berinteraksi. Namun, saksi memiliki kedudukan yang
sama baik dengan jaksa maupun terdakwa. Saksi hanya sebatas
mengambil alih giliran bicara jika hakim telah memberikan giliran bicara
padanya.
b. Rekomendasi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan
saran untuk guru, model pembelajaran Bahasa Indonesia, dan untuk
peneliti selanjutnya. Bagi guru, hendaknya mengembangkan media dalam
pembelajaran membuat teks, khususnya teks eksposisi. Agar siswa benar
– benar mendapatkan pedoman dan bisa lebih mengetahui bahan untuk
membuat teks ekposisi . Salah satunya dengan tayangan video
persidangan. Bagi keilmuan khususnya ilmu linguistik forensik, penelitian
ini dapat dijadikan bahan untuk menganalisis lebih jauh mengenai struktur
percakapan dan struktur preferensi yang dapat memengaruhi bagaimana
saksi, maupun terdakwa dalam memberikan keterangan mengenai suatu
perkara yang
sedang dihadapi. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan
dapat membuat penelitian lanjutan yang lebih luas serta variatif, dari segi
objek maupun metode penelitiian. Objek yang dipakai tidak terbatas pada
persidangan perkara pidana saja, tetapi bisa menggunakan objek lain
seperti debat, film, naskah drama, dsb. Peneliti selanjutnya diharapkan
dapat mengembangkan kajian teori sehingga dapat membuat analisis
yang lebih baik, tepat, dan akurat.
Daftar Pustaka
Biber, Douglas and Edward Finegan. Sociolinguistics Perspectives On
Register. New York: Oxford University Press, 1994.
Levinson, Stephen C. Pragmatics. New York: Cambridge University Press,
2008.
Liddicoat, Anthony
J.
An
Introduction
to
Conversation
Analysis.
London:Continuum, 2007.
Ruminto, Nurlaksana Eko. Analisis Wacana:Kajian Teoritis dan Praktis.
Yogyakarta: Graha Ilmu,2015.
Yule, George. Kajian Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
__________. Pragmatik: edisi terjemah, cetakan I. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006.