TINGKAT LITERASI KESEHATAN PADA MASYARAK
TINGKAT LITERASI KESEHATAN PADA MASYARAKAT
MAKASSAR YANG MELAKUKAN PENGOBATAN SENDIRI DI
TOKO OBAT
PUTRA ALAM
13.118.AF
AKADEMI FARMASI YAMASI MAKASSAR
2016
ROPOSAL PENELITIAN
TINGKAT LITERASI KESEHATAN
PADA
MASYARAKAT
MAKASSAR
YANG MELAKUKAN PENGOBATAN
SENDIRI DI TOKO OBAT
JUDUL
:
NAMA MAHASISIWA
: PUTRA ALAM
NIM
: 13.118.AF
PEMBIMBING I
: DRS RUSLI APT.SFRS
PEMBIMBING II
: SYARIFUDDIN SIDE S.Farm
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun
praktiknya telah berkembang secara luas dan menjadi tren di masyarakat.
Pengobatan sendiri menurut WHO adalah pemilihan dan penggunaan obat
modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk
mengatasi penyakit atau gejala penyakit (WHO, 1998). The International
Pharmaceutical
Federation (FIP) mendefinisikan swamedikasi atau self-medication sebagai
penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seorang individu atas inisiatifnya
sendiri
(FIP, 1999). Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk
meningkatkan keterjangkauan pengobatan, dan biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami
masyarakat
seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare,
penyakit kulit, dan lain-lain (Anonim, 2006).
Keterampilan memilih obat sangat dipengaruhi oleh pengetahuan
masyarakat itu sendiri dan sikapnya tentang pengobatan sendiri (Supardi
dkk.,
2005). Masyarakat dengan berbagai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
faktorfaktor
lain sering kali mengkonsumsi obat tertentu tanpa indikasi yang jelas, tanpa
dosis yang yang tepat, dan tidak mengetahui kontraindikasi dan efek
samping obat
tersebut. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan
masyarakat
tentang swamedikasi masih terbatas (Supardi dan Notosiswoyo, 2005).
Keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang obat dan penggunaannya
merupakan
penyebab
terjadinya
kesalahan
pengobatan
dalam
swamedikasi.
Keterbatasan tersebut dapat menyebabkan rentannya masyarakat
terhadap informasi komersial obat, sehingga memungkinkan terjadinya
pengobatan yang tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar.
Literasi kesehatan merupakan kemampuan untuk mendapatkan,
memproses, dan memahami informasi dan pelayanan kesehatan dasar
yang dibutuhkan untuk membuat keputusan kesehatan yang tepat (Brega
et al., 2012). Kemampuan literasi sangat dibutuhkan dalam akses berbagai
informasi, khususnya di bidang kesehatan.
Literasi kesehatan memiliki keterkaitan dengan faktor sosial dan
individu yaitu keterampilan individu dan tuntutan dalam sistem sosialnya
(Sorensen et al., 2013). Sistem sosial tentunya dipengaruhi oleh tempat
tinggal seseorang yang pada akhirnya akan mempengaruhi seseorang.
Dari pembahasan diatas, untuk meneliti tingkat literasi kesehatan
masyarakat mengenai pengobatan sendiri di toko obat .
2. Rumusan Masalah
Bila dilihat dari latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah
yang
meliputi:
1. Bagaimana literasi kesehatan pada masyarakat tentang pengobatan
sendiri di took obat.
2. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan masyarakat di kota makasar.
mengenai pengobatan sendiri?
3. Apakah factor yang mempengaruhi masyarakat tentang pengobatan
sendiri di Makassar .
3. METODE YANG DI LAKUKAN
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini adalah kuesioner.
sendiri oleh peneliti. Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok pertanyaan,
yaitu identitas responden, data faktual responden. data faktual responden,
data.
pengetahuan, sikap tentang pengobatan sendiri dan observasi
perilaku pengobatan sendiri. Data perilaku responden menggunakan
panduan standar penilaian yang diwawancarakan dan menggunakan teknik
observasi nonpartisipatif, dengan kriteria jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’.
Observasi dilakukan untuk memastikan jawaban responden, misalnya
dengan mengamati isi kotak obat di rumah, mengamati bagaimana
responden menyimpan obat,
4.TEMPAT DI LAKUKANNYA PENELITIAAN
Penelitian ini akan di laksanakan di toko obat di daera Makassar.
5.MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud agar masyarakat lebih memahami tentang banyaknya
bahaya tentang pengobatan sendiri , tanpa melakukan konsultasi terlebih
dahulu dengan orang kesehatan.
Tujuan mengetahui tingkat perilaku masyarakat tentang pengobatan sendiri.
6.MANFAAT HASIL PENELITI
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran
dan menambah bahan kajian tentang Literasi Kesehatan di kota Makassar.
BAB II
TUJUAN PUSTAKA
I.PENGETAHUAN
I.1. DEFENISI PENGETAHUAN
Pengetahuan adalah suatu fakta atau kondisi mengetahui sesuatu
dengan baik yang didapat lewat pengalaman dan pelatihan. Adapun definisi
lain dari pengetahuan, yaitu pengetahuan adalah segala maklumat yang
akan berguna bagi tugas yang akan dilakukan.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang
melakukan
pengindraan
terhadap
suatu
objek
tertentu.
Penginderaan ini terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra
penglihatan, pendengaran penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang. Jadi dapat disimpulkan pengetahuan adalah persepsi yang jelas
mengenai sesuatu pemahaman, pembelajaran, pengalaman praktikal,
kemahiran, pengecaman, serta kumpulan maklumat tersusun yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah, kebiasaan terhadap bahasa,
konsep, ide, fakta-fakta, perhubungan antara fakta maklumat, dan
kesanggupan menggunakan semua ini. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (Notoadmodjo, 2003).
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: sosial
ekonomi, kultur atau budaya, pendidikan, dan pengalaman (Notoadmodjo,
2003).
c. Cara Mengukur Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian ke dalam pengetahuan yang diukur dapat disesuaikan dengan
tingkatantingkatan domain kognitif (Notoadmodjo, 2003).
2. Pengobatan Sendiri
a. Definisi Pengobatan Sendiri
Pengobatan sendiri adalah penggunaan setiap zat yang dikemas
dan dijual di masyarakat untuk tujuan pengobatan saat sakit, tanpa resep
atau nasihat dokter (Supardi dkk., 2002), Pengobatan sendiri merupakan
bagian dari upaya masyarakat menjaga kesehatan sendiri. Upaya menjaga
kesehatan sendiri tersebut diangkat dari istilah lay self care yang
merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan kesehatan. Dalam system
penyelenggaraan kesehatan, pengobatan sendiri menjadi suatu upaya
pertama yang dilakukan masyarakat, sebelum ke tingkat selanjutnya yaitu
konsultasi medik profesional, konsultasi spesialistik, dan konsultasi.
superspesialistik (Sukasediati, 1996). The International Pharmaceutical
Federation (FIP) mendefinisikan pengobatan sendiri atau self-medication
sebagai penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seorang individu atas
inisiatifnya sendiri (FIP, 1999). Sedangkan definisi pengobatan sendiri
menurut WHO adalah pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal,
maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit
atau gejala penyakit (WHO, 1998).
Pengobatan
sendiri
menjadi
alternatif
yang
banyak
dipilih
masyarakat untuk meredakan/menyembuhkan keluhan kesehatan ringan
atau untuk
meningkatkan keterjangkauan akses terhadap pengobatan. Berdasarkan
hasil Susenas tahun 2009, BPS mencatat bahwa terdapat 66% orang sakit
di Indonesia yang melakukan pengobatan sendiri. Angka ini relatif lebih
tinggi dibandingkan persentase penduduk yang berobat jalan ke dokter
(44%). Walaupun demikian, persentase pengobatan sendiri di Indonesia
masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pengobatan sendiri di
Amerika Serikat yang mencapai 73%. Angka ini bahkan cenderung akan
meningkat karena terdapat enam dari sepuluh orang di Amerika yang
mengatakan bahwa mereka mungkin akan melakukan pengobatan sendiri
lagi di masa yang akan datang terhadap penyakit yang dideritanya
(Kartajaya dkk., 2011).
Pada umumnya pengobatan sendiri dilakukan oleh masyarakat untuk
mengatasi
keluhan
yang
dapat
dikenali
sendiri
antara
lain
sakit
kepala/pusing, demam, batuk, pilek, nyeri sendi, nyeri otot, sakit gigi,
mual/muntah, dan luka ringan. Keluhan-keluhan tersebut umumnya
merupakan gejala-gejala penyakit sederhana yang dapat sembuh sendiri
dalam waktu singkat, karena itu biasanya pengobatan sendiri hanya
dilakukan dalam waktu terbatas, lebih kurang 3-4 hari (Sukasediati, 1996).
Pengobatan sendiri mempunyai ciri pokok yang umum, diantaranya
adalah (Sukasediati, 1996):
1) Sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, adat, tradisi dan kepercayaan
yang mempengaruhi perilaku seseorang
2) Dipengaruhi faktor sosial politik dan tingkat pendidikan
3) Dilakukan sewaktu-waktu manakala dibutuhkan
4) Berada di luar kerangka kerja medik profesional
5) Modelnya bervariasi dan dilakukan oleh semua kelompok
masyarakat.
b. Keuntungan dan Kekurangan Pengobatan Sendiri
Keuntungan pengobatan sendiri antara lain aman bila digunakan
sesuai dengan aturan, efisien waktu dan biaya, ikut berperan dalam
mengambil keputusan terapi dan meringankan beban pemerintah dalam
keterbatasan jumlah tenaga dan sarana kesehatan masyarakat (Supardi
dkk.2002).
Keuntungan pengobatan sendiri misalnya aman bila digunakan
sesuai aturan dengan aturan, efektif untuk menghilangkan keluhan,
efisiensi biaya, efisiensi waktu dibandingkan harus berkunjung ke dokter.
Ada
pula
kekurangan
membahayakan
pemborosan
kesehatan
biaya
dan
pengobatan
sendiri
adalah
obat
apabila tidak digunakan sesuai
waktu
apabila
salah
menggunakan
dapat
aturan,
obat,
kemungkinan besar timbul efek samping dan resistensi, dan sulit bertindak
objektif karena pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman menggunakan
obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya (Supardi dan Notosiswoyo,
2005).
Peranan pengobatan sendiri menurut WHO adalah sebagai berikut
(WHO, 1998) :
1) Untuk menghasilkan kesembuhan yang cepat dan efektif dari gejalagejala yang tidak memerlukan konsultasi tenaga medis
2) Mengurangi tekanan yang meningkat pada pelayanan kesehatan
terhadap penyembuhan gejala-gejala ringan, terutama bila sumber daya
dan tenaga terbatas
3) Meningkatkan ketersediaan perawatan kesehatan baik populasi yang
berada di pedesaan atau daerah terpencil yang untuK mendapatkan
nasihat media sulit. Kekurangan pengobatan sendiri menurut Holt antara
lain (Holt, 1986) :
1) Obat dapat membahayakan apabila tidak digunakan sesuai dengan
aturan
2) Pemborosan biaya dan waktu apabila salah menggunakan obat
3) Kemungkinan kecil dapat timbul reaksi obat yang tidak diinginkan,
misalnya sensitifitas, efek samping, atau resistensi
4) Penggunaan obat yang salah akibat informasi yang kurang lengkap dari
iklan obat
5) Tidak efektif akibat salah diagnosis dan salah dalam pemilihan obat
6) Sulit bertindak objektif karena pemilihan obat dipengaruhi oleh
pengalaman menggunakan obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya.
c. Faktor yang mempengaruhi pengobatan sendiri Ada beberapa faktor
yang berperan pada tindakan pengobatan sendiri pada masyarakat.
Menurut Sukasediati (1996), faktor tersebut antara lain
adalah:
1) Persepsi sakit
Persepsi sakit menentukan kapan seseorang mengambil keputusan untuk
melakukan tindakan pengobatan. Seseorang bisa merasakan sakit ketika
orang tersebut tidak dapat bangun dari tempat tidur, tetapi orang lain dapat
merasakan sakit meskipun masih bias bekerja.
2) Ketersediaan informasi tentang obat
Ketersediaan informasi tentang obat dapat menentukan keputusan
pemilihan obat. Sumber informasi yang sampai ke masyarakat sebagian
besar berasal dari media elektronik, sebagian lagi sesame masyarakat, dan
sebagian lagi dari sumber-sumber lain semisal petugas kesehatan.
BAB III
METODE PENELITIAN
I.Metode
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Sebelum dibuat alat ukur kuesioner, dilakukan Focus Group Discussion
(FGD) pada sekelompok masyarakat diluar responden penelitian, untuk
menggali informasi lebih banyak tentang pengobatan sendiri yang telah
dilakukan masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
alat ukur kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti .
II.Tempat dan waktu penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di toko obat di Makassar pada
bulan Maret-Mei 2016.
III.prosedur pelaksanaan
Penelitian ini menggunakan desain penelitiancross sectional, dengan
pendekatan kuantitatif.Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2006Maret 2007. Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan rumus
sampel dari Lemeshow dkk.(1997), dengan tingkat kepercayaan 95.%.
n ≥ p.q ( Z ½ a )2 / b
n= jumlah sampel minimal
p= proporsi populasi persentase kelompok I
q= proporsi sisa di dalam populasi (1-p)
Z= derajat konfidensi pada 95% (1,96)
b= persentase perkiraan membuat kekeliruan10%
Berdasarkan perhitungan diperoleh jumlah
sampel minimal 96 orang. Hasil penelusuran di lokasi penelitian, diperoleh
jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi 174 orang. Kriteria inklusi
dalam penentuan sampel adalah bukan tenaga kesehatan, tidak buta huruf,
dan melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat yang berasal dari
warung/toko obat/apotek untuk keluhan demam, sakit kepala, batuk dan
pilek dalam kurun waktu 1 bulan terakhir dari saat survei. Cara
pengambilan sampel dengan menggunakan system sampling multistage
random sampling, dimana tiap-tiap kecamatan diambil 2 desa, dan masingmasing desa diambil sampel secara proporsional sesuai dengan jumlah
penduduk. Responden di Kecamatan Depok berlokasi di desa Caturtunggal
dan Condongcatur. Responden di Kecamatan Cangkringan berlokasi di
desa Wukirsari dan Argomulyo. Hasil uji validitas kuesioner menunjukkan
bahwa dari 27 pertanyaan pengetahuan, ada 13 pertanyaan yang valid
dengan nilai r 0,6366. Hasil uji dari 36 pertanyaan sikap, ada 22 pertanyaan
yang valid dengan niai r 0,6926, yang artinya alat ukur ini cukup feliabel
untuk digunakan pada penelitian.
MAKASSAR YANG MELAKUKAN PENGOBATAN SENDIRI DI
TOKO OBAT
PUTRA ALAM
13.118.AF
AKADEMI FARMASI YAMASI MAKASSAR
2016
ROPOSAL PENELITIAN
TINGKAT LITERASI KESEHATAN
PADA
MASYARAKAT
MAKASSAR
YANG MELAKUKAN PENGOBATAN
SENDIRI DI TOKO OBAT
JUDUL
:
NAMA MAHASISIWA
: PUTRA ALAM
NIM
: 13.118.AF
PEMBIMBING I
: DRS RUSLI APT.SFRS
PEMBIMBING II
: SYARIFUDDIN SIDE S.Farm
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun
praktiknya telah berkembang secara luas dan menjadi tren di masyarakat.
Pengobatan sendiri menurut WHO adalah pemilihan dan penggunaan obat
modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk
mengatasi penyakit atau gejala penyakit (WHO, 1998). The International
Pharmaceutical
Federation (FIP) mendefinisikan swamedikasi atau self-medication sebagai
penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seorang individu atas inisiatifnya
sendiri
(FIP, 1999). Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk
meningkatkan keterjangkauan pengobatan, dan biasanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami
masyarakat
seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare,
penyakit kulit, dan lain-lain (Anonim, 2006).
Keterampilan memilih obat sangat dipengaruhi oleh pengetahuan
masyarakat itu sendiri dan sikapnya tentang pengobatan sendiri (Supardi
dkk.,
2005). Masyarakat dengan berbagai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
faktorfaktor
lain sering kali mengkonsumsi obat tertentu tanpa indikasi yang jelas, tanpa
dosis yang yang tepat, dan tidak mengetahui kontraindikasi dan efek
samping obat
tersebut. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan
masyarakat
tentang swamedikasi masih terbatas (Supardi dan Notosiswoyo, 2005).
Keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang obat dan penggunaannya
merupakan
penyebab
terjadinya
kesalahan
pengobatan
dalam
swamedikasi.
Keterbatasan tersebut dapat menyebabkan rentannya masyarakat
terhadap informasi komersial obat, sehingga memungkinkan terjadinya
pengobatan yang tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian
informasi yang benar.
Literasi kesehatan merupakan kemampuan untuk mendapatkan,
memproses, dan memahami informasi dan pelayanan kesehatan dasar
yang dibutuhkan untuk membuat keputusan kesehatan yang tepat (Brega
et al., 2012). Kemampuan literasi sangat dibutuhkan dalam akses berbagai
informasi, khususnya di bidang kesehatan.
Literasi kesehatan memiliki keterkaitan dengan faktor sosial dan
individu yaitu keterampilan individu dan tuntutan dalam sistem sosialnya
(Sorensen et al., 2013). Sistem sosial tentunya dipengaruhi oleh tempat
tinggal seseorang yang pada akhirnya akan mempengaruhi seseorang.
Dari pembahasan diatas, untuk meneliti tingkat literasi kesehatan
masyarakat mengenai pengobatan sendiri di toko obat .
2. Rumusan Masalah
Bila dilihat dari latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah
yang
meliputi:
1. Bagaimana literasi kesehatan pada masyarakat tentang pengobatan
sendiri di took obat.
2. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan masyarakat di kota makasar.
mengenai pengobatan sendiri?
3. Apakah factor yang mempengaruhi masyarakat tentang pengobatan
sendiri di Makassar .
3. METODE YANG DI LAKUKAN
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini adalah kuesioner.
sendiri oleh peneliti. Kuesioner terdiri dari beberapa kelompok pertanyaan,
yaitu identitas responden, data faktual responden. data faktual responden,
data.
pengetahuan, sikap tentang pengobatan sendiri dan observasi
perilaku pengobatan sendiri. Data perilaku responden menggunakan
panduan standar penilaian yang diwawancarakan dan menggunakan teknik
observasi nonpartisipatif, dengan kriteria jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’.
Observasi dilakukan untuk memastikan jawaban responden, misalnya
dengan mengamati isi kotak obat di rumah, mengamati bagaimana
responden menyimpan obat,
4.TEMPAT DI LAKUKANNYA PENELITIAAN
Penelitian ini akan di laksanakan di toko obat di daera Makassar.
5.MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud agar masyarakat lebih memahami tentang banyaknya
bahaya tentang pengobatan sendiri , tanpa melakukan konsultasi terlebih
dahulu dengan orang kesehatan.
Tujuan mengetahui tingkat perilaku masyarakat tentang pengobatan sendiri.
6.MANFAAT HASIL PENELITI
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran
dan menambah bahan kajian tentang Literasi Kesehatan di kota Makassar.
BAB II
TUJUAN PUSTAKA
I.PENGETAHUAN
I.1. DEFENISI PENGETAHUAN
Pengetahuan adalah suatu fakta atau kondisi mengetahui sesuatu
dengan baik yang didapat lewat pengalaman dan pelatihan. Adapun definisi
lain dari pengetahuan, yaitu pengetahuan adalah segala maklumat yang
akan berguna bagi tugas yang akan dilakukan.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang
melakukan
pengindraan
terhadap
suatu
objek
tertentu.
Penginderaan ini terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra
penglihatan, pendengaran penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang. Jadi dapat disimpulkan pengetahuan adalah persepsi yang jelas
mengenai sesuatu pemahaman, pembelajaran, pengalaman praktikal,
kemahiran, pengecaman, serta kumpulan maklumat tersusun yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah, kebiasaan terhadap bahasa,
konsep, ide, fakta-fakta, perhubungan antara fakta maklumat, dan
kesanggupan menggunakan semua ini. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (Notoadmodjo, 2003).
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: sosial
ekonomi, kultur atau budaya, pendidikan, dan pengalaman (Notoadmodjo,
2003).
c. Cara Mengukur Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian ke dalam pengetahuan yang diukur dapat disesuaikan dengan
tingkatantingkatan domain kognitif (Notoadmodjo, 2003).
2. Pengobatan Sendiri
a. Definisi Pengobatan Sendiri
Pengobatan sendiri adalah penggunaan setiap zat yang dikemas
dan dijual di masyarakat untuk tujuan pengobatan saat sakit, tanpa resep
atau nasihat dokter (Supardi dkk., 2002), Pengobatan sendiri merupakan
bagian dari upaya masyarakat menjaga kesehatan sendiri. Upaya menjaga
kesehatan sendiri tersebut diangkat dari istilah lay self care yang
merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan kesehatan. Dalam system
penyelenggaraan kesehatan, pengobatan sendiri menjadi suatu upaya
pertama yang dilakukan masyarakat, sebelum ke tingkat selanjutnya yaitu
konsultasi medik profesional, konsultasi spesialistik, dan konsultasi.
superspesialistik (Sukasediati, 1996). The International Pharmaceutical
Federation (FIP) mendefinisikan pengobatan sendiri atau self-medication
sebagai penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seorang individu atas
inisiatifnya sendiri (FIP, 1999). Sedangkan definisi pengobatan sendiri
menurut WHO adalah pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal,
maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit
atau gejala penyakit (WHO, 1998).
Pengobatan
sendiri
menjadi
alternatif
yang
banyak
dipilih
masyarakat untuk meredakan/menyembuhkan keluhan kesehatan ringan
atau untuk
meningkatkan keterjangkauan akses terhadap pengobatan. Berdasarkan
hasil Susenas tahun 2009, BPS mencatat bahwa terdapat 66% orang sakit
di Indonesia yang melakukan pengobatan sendiri. Angka ini relatif lebih
tinggi dibandingkan persentase penduduk yang berobat jalan ke dokter
(44%). Walaupun demikian, persentase pengobatan sendiri di Indonesia
masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pengobatan sendiri di
Amerika Serikat yang mencapai 73%. Angka ini bahkan cenderung akan
meningkat karena terdapat enam dari sepuluh orang di Amerika yang
mengatakan bahwa mereka mungkin akan melakukan pengobatan sendiri
lagi di masa yang akan datang terhadap penyakit yang dideritanya
(Kartajaya dkk., 2011).
Pada umumnya pengobatan sendiri dilakukan oleh masyarakat untuk
mengatasi
keluhan
yang
dapat
dikenali
sendiri
antara
lain
sakit
kepala/pusing, demam, batuk, pilek, nyeri sendi, nyeri otot, sakit gigi,
mual/muntah, dan luka ringan. Keluhan-keluhan tersebut umumnya
merupakan gejala-gejala penyakit sederhana yang dapat sembuh sendiri
dalam waktu singkat, karena itu biasanya pengobatan sendiri hanya
dilakukan dalam waktu terbatas, lebih kurang 3-4 hari (Sukasediati, 1996).
Pengobatan sendiri mempunyai ciri pokok yang umum, diantaranya
adalah (Sukasediati, 1996):
1) Sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, adat, tradisi dan kepercayaan
yang mempengaruhi perilaku seseorang
2) Dipengaruhi faktor sosial politik dan tingkat pendidikan
3) Dilakukan sewaktu-waktu manakala dibutuhkan
4) Berada di luar kerangka kerja medik profesional
5) Modelnya bervariasi dan dilakukan oleh semua kelompok
masyarakat.
b. Keuntungan dan Kekurangan Pengobatan Sendiri
Keuntungan pengobatan sendiri antara lain aman bila digunakan
sesuai dengan aturan, efisien waktu dan biaya, ikut berperan dalam
mengambil keputusan terapi dan meringankan beban pemerintah dalam
keterbatasan jumlah tenaga dan sarana kesehatan masyarakat (Supardi
dkk.2002).
Keuntungan pengobatan sendiri misalnya aman bila digunakan
sesuai aturan dengan aturan, efektif untuk menghilangkan keluhan,
efisiensi biaya, efisiensi waktu dibandingkan harus berkunjung ke dokter.
Ada
pula
kekurangan
membahayakan
pemborosan
kesehatan
biaya
dan
pengobatan
sendiri
adalah
obat
apabila tidak digunakan sesuai
waktu
apabila
salah
menggunakan
dapat
aturan,
obat,
kemungkinan besar timbul efek samping dan resistensi, dan sulit bertindak
objektif karena pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman menggunakan
obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya (Supardi dan Notosiswoyo,
2005).
Peranan pengobatan sendiri menurut WHO adalah sebagai berikut
(WHO, 1998) :
1) Untuk menghasilkan kesembuhan yang cepat dan efektif dari gejalagejala yang tidak memerlukan konsultasi tenaga medis
2) Mengurangi tekanan yang meningkat pada pelayanan kesehatan
terhadap penyembuhan gejala-gejala ringan, terutama bila sumber daya
dan tenaga terbatas
3) Meningkatkan ketersediaan perawatan kesehatan baik populasi yang
berada di pedesaan atau daerah terpencil yang untuK mendapatkan
nasihat media sulit. Kekurangan pengobatan sendiri menurut Holt antara
lain (Holt, 1986) :
1) Obat dapat membahayakan apabila tidak digunakan sesuai dengan
aturan
2) Pemborosan biaya dan waktu apabila salah menggunakan obat
3) Kemungkinan kecil dapat timbul reaksi obat yang tidak diinginkan,
misalnya sensitifitas, efek samping, atau resistensi
4) Penggunaan obat yang salah akibat informasi yang kurang lengkap dari
iklan obat
5) Tidak efektif akibat salah diagnosis dan salah dalam pemilihan obat
6) Sulit bertindak objektif karena pemilihan obat dipengaruhi oleh
pengalaman menggunakan obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya.
c. Faktor yang mempengaruhi pengobatan sendiri Ada beberapa faktor
yang berperan pada tindakan pengobatan sendiri pada masyarakat.
Menurut Sukasediati (1996), faktor tersebut antara lain
adalah:
1) Persepsi sakit
Persepsi sakit menentukan kapan seseorang mengambil keputusan untuk
melakukan tindakan pengobatan. Seseorang bisa merasakan sakit ketika
orang tersebut tidak dapat bangun dari tempat tidur, tetapi orang lain dapat
merasakan sakit meskipun masih bias bekerja.
2) Ketersediaan informasi tentang obat
Ketersediaan informasi tentang obat dapat menentukan keputusan
pemilihan obat. Sumber informasi yang sampai ke masyarakat sebagian
besar berasal dari media elektronik, sebagian lagi sesame masyarakat, dan
sebagian lagi dari sumber-sumber lain semisal petugas kesehatan.
BAB III
METODE PENELITIAN
I.Metode
Bahan dan sumber data dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Sebelum dibuat alat ukur kuesioner, dilakukan Focus Group Discussion
(FGD) pada sekelompok masyarakat diluar responden penelitian, untuk
menggali informasi lebih banyak tentang pengobatan sendiri yang telah
dilakukan masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
alat ukur kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti .
II.Tempat dan waktu penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di toko obat di Makassar pada
bulan Maret-Mei 2016.
III.prosedur pelaksanaan
Penelitian ini menggunakan desain penelitiancross sectional, dengan
pendekatan kuantitatif.Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2006Maret 2007. Jumlah sampel ditentukan dengan penghitungan rumus
sampel dari Lemeshow dkk.(1997), dengan tingkat kepercayaan 95.%.
n ≥ p.q ( Z ½ a )2 / b
n= jumlah sampel minimal
p= proporsi populasi persentase kelompok I
q= proporsi sisa di dalam populasi (1-p)
Z= derajat konfidensi pada 95% (1,96)
b= persentase perkiraan membuat kekeliruan10%
Berdasarkan perhitungan diperoleh jumlah
sampel minimal 96 orang. Hasil penelusuran di lokasi penelitian, diperoleh
jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi 174 orang. Kriteria inklusi
dalam penentuan sampel adalah bukan tenaga kesehatan, tidak buta huruf,
dan melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat yang berasal dari
warung/toko obat/apotek untuk keluhan demam, sakit kepala, batuk dan
pilek dalam kurun waktu 1 bulan terakhir dari saat survei. Cara
pengambilan sampel dengan menggunakan system sampling multistage
random sampling, dimana tiap-tiap kecamatan diambil 2 desa, dan masingmasing desa diambil sampel secara proporsional sesuai dengan jumlah
penduduk. Responden di Kecamatan Depok berlokasi di desa Caturtunggal
dan Condongcatur. Responden di Kecamatan Cangkringan berlokasi di
desa Wukirsari dan Argomulyo. Hasil uji validitas kuesioner menunjukkan
bahwa dari 27 pertanyaan pengetahuan, ada 13 pertanyaan yang valid
dengan nilai r 0,6366. Hasil uji dari 36 pertanyaan sikap, ada 22 pertanyaan
yang valid dengan niai r 0,6926, yang artinya alat ukur ini cukup feliabel
untuk digunakan pada penelitian.