Redenominasi Mata Uang Potret kecil seja

Redenominasi Mata Uang:
Potret kecil sejarah, teori dan praktek
Serta dampaknya
Oleh: Agung Budilaksono – Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai

Latar Belakang
Kementerian Keuangan pada tanggal 23 Januari 2013 telah menyelenggarakan
seminar yang bertemakan “Redenominasi bukan Sanering.” yang diselenggarakan di
Ruang Flores Hotel Borobudur, Jakarta. Acara ini dibuat untuk memperkenalkan kepada
khalayak ramai mengenai pengertian redenominasi mata uang yang dinilai masih awam
di kalangan masyarakat.
Sosialisasi-sosialisasi ke depan akan dilakukan dengan menyertakan mata uang
sekarang dengan mata uang yang baru. Nantinya, akan terdapat mata uang Rp 100
baru untuk menggantikan Rp 100.000, Rp 50 baru untuk menggantikan Rp 50.000, Rp
20 untuk Rp 20.000, Rp 10 untuk Rp 10.000, Rp 5 untuk Rp 5.000, Rp 2 untuk Rp
2.000, Rp 1 berbentuk logam untuk Rp 1.000.Kemudian akan ada pula mata uang sen
seperti dahulu. Rp 50 sen untuk menggantikan Rp 500, Rp 20 sen untuk Rp 200, Rp 10
sen untuk Rp 100, dan Rp 1 sen untuk Rp 10.
Semenjak tahun 1960, pemerintah Negara-negara berkembang dan transisi telah
meredenominasi mata uang mereka sebanyak kurang lebih 70 kali (Mosley, 2005).
Redenominasi umumnya melibatkan sebuah proses dimana mata uang suatu negara

dikalibrasi ulang melalui pengurangan jumlah angka nol pada mata uang dengan tujuan
untuk mencapai seperangkat tujuan ekonomi dan fiskal.
Keputusan untuk melakukan redenominasi dan rancangan mata uang lebih
disebabkan karena alasan teknis daripada alasan politis, seperti misalnya untuk
pengendalian pemerintahan dan administrasi mata uang serta transaksi mata uang
dalam batas-batasnya, kesemuanya ini juga merupakan indikator keberhasilan dari
negara yang dianggap modern. Meskipun beberapa pengendalian moneter telah dimulai
pada pertengahan abad ke 19, namun saat ini merupakan saat usaha yang paling
utama untuk menjaga pengendalian ini, khususnya dalam menghadapi kejatuhan
ekonomi (Woodruff, 1990 in Mosley 2005).

1

Oleh karena itu, penelitian-penelitian yang menyangkut masalah redenominasi
mata uang merupakan bagian dari sebuah reformasi politik dan ekonomi, sebagaimana
halnya kasus yang terjadi di Afghanistan pada Oktober 2002, yang melakukan
penurunan nilai mata uang, dengan menghilangkan tiga angka nol; atau sebuah
tindakan untuk mengembalikan kredibilitas nilai mata uang suatu negara sebagaimana
kasus yang pernah terjadi di Turki, yang mengurangi nilai nominal Lira sebanyak enam
angka nol (Mosley, 2005); atau pemerintah yang mencoba menegaskan kembali posisi

moneternya dan menghilangkan ketidakpercayaan masyarakat pada mata uang
nasionalnya (International Monetary Fund, 2003; Cohen, 2004) sebagaimana kasus
yang baru-baru ini terjadi di Zimbabwe dan Ghana, dimana tiga angka nol dihapus dari
Dollar Zimbabwe dan empat angka nol dihilangkan dari Cedi Ghana (Admowa, 2007);
atau ketika sebuah negara mengalami hiperinflasi yang memiliki efek membuat mata
uang lokal tidak menarik lagi, seperti kasus yang terjadi sebelum dilakukannya
redenominasi di Brazil, Argentina dan Peru (Ajayi, 2007; Lead Capital Limited, 2007;
Martinez, 2007).
Terkait dengan hal tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu menjadi
perhatian yaitu:
1. Apakah proposal redenominasi diajukan pada saat yang tepat, dan apakah proposal
tersebut benar-benar diperlukan?
2. Pertanyaan kedua berhubungan dengan cara kerja dari redenominasi mata uang
dan kemampuannya untuk memberikan jalan keluar bagi permasalahan ekonomi
yang mendesak seperti tingkat pengangguran yang tinggi, kemiskinan yang tinggi,
keamanan diri dan harta benda, kekurangan infrastruktur (khususnya energi dan
transportasi), masalah pendidikan, serta teknologi yang rendah.
3. Apakah terdapat indikasi adanya kecenderungan dari kebijakan baru akan
membawa kebingungan di bidang ekonomi?.
Kerangka Sejarah

Redenominasi mata uang adalah suatu proses dimana suatu unit baru dari uang
menggantikan unit yang lama dengan suatu rasio tertentu. Hal ini dapat dicapai dengan
mengeluarkan angka nol atau memindahkan beberapa desimal poin dari mata uang ke
sebelah kiri, dengan tujuan untuk mengoreksi mata uang dan struktur hargaserta
meningkatkan kredibilitas dari mata uang local (CBN, 2007). Menurut Mas (1995),
redenominasi juga termasuk menambahkan angka nol pada mata uang seperti yang

2

terjadi pada periode pasca kemerdekaan di Afrika Selatan tahun 1961, Sierra Leone
tahun 1964, Ghana tahun 1965, Australia tahun 1966, Bahama tahun 1966, Selandia
Baru tahun 1967, Fiji tahun 1969, Gambia tahun 1971, Malawi tahun 1971 dan Nigeria
tahun 1973. Menurut CBN (2007), melakukan penambahan angka nol pada mata uang
atau disebut desimalisasi, merupakan proses mengubah dari redenominasi tradisional
menjadi sistem “desimal”.
Penambahan atau pengurangan ini tidak seperti revaluasi dan devaluasi, dan
tidak diterjemahkan sebagai perubahan nilai mata uang atau dengan kata lain nilai daya
beli tetap sama.
Redenominasi memiliki sejarah yang panjang. Diawali pada abad ke 19 saat
pemerintahan


menghadapi

kekurangan

emas

atau

perak,

terkadang

mereka

menyesuaikan nilai koin yang mereka miliki, namun yang paling spektakuler adalah
yang terjadi pada mata uang Jerman pada tahun 1920-an (Mosley, 2005; Ojameruaye,
2007).
Secara total telah 19 negara melakukan redenominasi sebanyak satu kali,
sementara 10 negara melakukan redenominasi dua kali, terkadang dalam rentang waktu

yang cukup lama seperti di Bolivia pada tahun 1963 dan 1987; pada kasus lain
redenominasi dilakukan dalam rentang waktu yang cukup singkat seperti di Peru pada
tahun 1985 dan 1991; Argentina yang telah melakukan sebanyak 4 kali, sementara
bekas negara Yugoslavia/Serbia telah melakukan sebanyak 5 kali, bahkan negara Brasil
telah melakukannya sebanyak 6 kali dan merupakan negara yang paling sering
melakukan redenominasi (Mosley, 2005; Martinez, 2007).
Menurut Tarhan (2006), Brasil telah meredenominasi 18 angka nol dalam 6 kali
operasi (1967/70/86/89/93/94); Argentina 13 angka nol dalam 4 kali operasi
(1970/83/85/92); Israel 9 angka nol dalam 4 kali operasi (1980/85); Bolivia 9 angka nol
dalam 2 kali operasi (1963/87); Peru 6 angka nol dalam 2 kali operasi (1985/91);
Ukraina 5 angka nol dalam 1 kali operasi (1996); Polandia 4 angka nol dalam 1 kali
operasi (1995); Meksiko 3 angka nol dalam 1 kali operasi (1993); Rusia 3 angka nol
dalam 3 kali operasi (1947/61/98) dan Islandia 2 angka nol dalam 1 kali operasi (1981).
Terdapat banyak alasan mengapa sebuah negara melakukan redenominasi
mata uang mereka, mulai dari tujuan kredibilitas serta identitas terhadap politik dalam
negeri dan internasional (International Monetary Fund, 2003; Mosley, 2005; Martinez,
2007). Secara spesifik, walaupun bukan penyebab utama, tekanan inflasi, efek
psikologis, pengendalian terhadap mata uang dan kondisi politik dalam negeri juga

3


dinyatakan sebagai alasan utama terjadinya redenominasi (Cohen, 2004; Mosley, 2005;
Tarhan, 2006; Lead Capital Limited, 2007).
Tujuan redenominasi secara keseluruhan dalam hal ini adalah untuk memastikan
kredibilitas (Mosley, 2003). Kepastian kredibilitas menyebabkan terjadinya pertumbuhan
ekonomi di masyarakat dan peningkatan dibidang makro ekonomi (Stokes, 2002 in
Mosley, 2005); serta kinerja pemerintah sebagai debitur, sebagai tempat untuk investasi
swasta dan dapat mempertahankan nilai tukar di pasar modal dunia (Leblang, 2002;
Jensen, 2005).
Redenominasi mata uang memiliki keuntungan dalam hal biaya dan risikonya
(Hausmann and Rigobon, 2002). Redenominasi menyebabkan mata uang lokal menjadi
lebih efisien dengan cara membuang beberapa angka nol; memfasilitasi transaksi bisnis
karena menggunakan uang dengan unit yang lebih kecil, mata uang menjadi lebih
mudah dan lebih ringan untuk dibawa kemana-mana dan mengurangi risiko kejahatan;
menyebabkan kepercayaan yang lebih besar terhadap mata uang; dapat mengurangi
kecenderungan

terjadinya

inflasi;


mempermudah

pembukuan

dan

mengurangi

kerepotan dalam melakukan transaksi, pencatatan dan aktivitas perbankan.
Penelaahan atas studi empiris tentang manfaat dari redenominasi mata uang
terutama di Amerika Latin mengungkapkan bahwa di negara yang melakukan
redenominasi di mana reformasi ekonomi tidak berjalan efektif atau kebijakan tidak
stabil, redenominasi tidak akan menyingkirkan seluruh masalah ekonomi tersebut (Araki,
2001; Cabbalero, 2002; International Monetary Fund, 2003; Calomiris, 2006).
Pengalaman yang terjadi di beberapa negara yang melakukan redenominasi
menunjukkan bahwa redenominasi bukanlah suatu pendekatan yang berguna pada
pembatasan sektor produktif. Studi empiris dari Cabbalero (2002), International
Monetary Fund (2003) dan Calomiris (2006) sependapat bahwa tidak ada teori
redenominasi mata uang yang bisa mengubah ekonomi dimana terjadi tingkat

pengangguran tinggi, terjadi depresiasi nilai mata uang, impor melebihi ekspor, industri
lokal terpuruk dan biaya produksi tinggi. Tetapi perlu dicatat bahwa studi terhadap
kinerja dan efektivitas redenominasi mata uang bersifat inklusif.
Dampak Redenominasi di Bidang Keuangan dan Akuntansi
Secara umum, redenominasi mata uang tidak memiliki dampak langsung pada
perekonomian, karena nilai mata uang tetap sama dan daya beli masyarakat juga sama.
Dampak yang terjadi pada ekonomi mikro dan makro adalah tidak ada, mengingat:
permintaan dan penawaran baik barang ataupun jasa tidak berubah; nilai investasi

4

bersih, belanja negara, neraca pembayaran dan nilai ekspor bersih, juga tidak akan
terkena dampak dari redenominasi; dan efek yang mungkin terjadi di tingkat konsumsi
rumah tangga adalah munculnya kebiasaan belanja yang sebenarnya merupakan
masalah psikologis. Tidak ada perbedaan kondisi ekonomi antara sebelum dan sesudah
redenominasi mata uang (Zabuliene, 2005; Ncube, 2007; Lead Capital Limited, 2007),
karena yang sebenarnya terjadi hanyalah redenominasi dari semua nilai ekonomi: harga
dari barang dan jasa, aset dan kewajiban keuangan, gaji dan manfaat sosial. Namun
situasi dibidang moneter sedikit berbeda. Redenominasi mata uang akan mengurangi
mata uang yang beredar walaupun nilai sesungguhnya akan tetap sama.

Di sisi lain, apabila diterapkan dan diatur dengan baik, redenominasi dapat
meningkatkan penanaman modal. Investor asing akan mulai menaruh kepercayaan
terhadap iklim investasi dalam negeri dan akan lebih berani untuk menaruh uangnya di
pasar modal (dengan asumsi rendahnya tingkat inflasi dan adanya peningkatan kinerja
dibidang kebijakan makro ekonomi). Hal ini merupakan efek jangka panjang dan
tergantung pada kemampuan pemerintah untuk mengkonsolidasikan efek dari strategi
reformasi dan kebijakan yang berlaku.
Di bidang akuntansi, redenominasi akan mempersingkat waktu dalam menginput
data keuangan dan mereviewnya. Dari sudut pandang efektifitas, proses konversi akan
menjadi suatu tantangan bagi perusahaan yang memiliki volume transaksi yang
signifikan dan memiliki banyak akun. Walaupun begitu karena redenominasi hanya
merupakan proses pengurangan angka nol; maka metode, prinsip, kebijakan dan
standar akuntansi yang telah digunakan oleh organisasi tidak akan dilanggar.
Kesimpulan
1. Terdapat banyak alasan mengapa sebuah negara melakukan redenominasi mata
uang mereka, mulai dari tujuan kredibilitas serta identitas terhadap politik dalam
negeri dan internasional;
2. Tekanan inflasi, efek psikologis, pengendalian terhadap mata uang dan kondisi
politik dalam negeri juga merupakan alasan utama terjadinya redenominasi;
3. Negara yang melakukan redenominasi dimana reformasi ekonominya tidak berjalan

efektif atau kebijakannya tidak stabil, maka redenominasi tidak akan menyingkirkan
seluruh masalah ekonomi negara tersebut;
4. Redenominasi dapat meningkatkan penanaman modal di suatu negara. Investor
asing akan menaruh kepercayaan terhadap iklim investasi dalam negeri dan akan

5

lebih berani untuk menaruh uangnya di pasar modal (dengan asumsi rendahnya
tingkat inflasi dan adanya peningkatan kinerja dibidang kebijakan makro ekonomi);
5. Di bidang akuntansi, redenominasi akan mempersingkat waktu dalam menginput
data keuangan dan mereviewnya.

6

Referensi
Araki, N. (2001): Exchange Rate Policy of Russia: Lessons to learn from Russian
Experiences, Economic and Social Research Institute, Russia
Caballero, R. (2002): “Macroeconomic volatility in Latin America: A View and Three
Case Studies,” National Bureau of Economic Research working Paper Working
Paper No. 7782, at http://www.nber.org/papers/w7782

Calomiris, C. (2006): “Devaluation with Contract Redenomination in Argentina”, National
Bureau
of
Economic
Research
Working
Paper
No.
12644,
http://www.nber.org/papers/w12644
Central Bank of Nigeria (2007): FAQ's on the New Naira Policy Especially the Naira
Re-denomination, http://www.cenbank.org/newpolicy.asp.html
Cohen, B. (2004): The Future of Money, Princeton University Press, Princeton.
Hausmann, R. and Rigobon, R. (2002): IDA in UF: On the Benefit of Changing the
Currency Denomination of Concession Lending to Low Income Countries,
http://www.ksghome.harvard.edu~rhausma/new
International Monetary Fund (2003): Lessons from the Crisis in Argentina,
at
http://www.imf.org/external/np/pdr/lessons/100803.pdf.
Jensen, N. (2005): The Political Economy of Foreign Direct Investment, Princeton
University Press, Princeton
Lead Capital Limited (2007): Nigeria’s Naira Redenomination Strategy,
http://www.leadcapitalng.com/resources/Nairaredenominationreport.pdf.
Leblang, D. (2002): “The Political Economy of Speculative Attacks in the
Developing World”, International Studies Quarterly, 46: 69-91.
Martinez, I. (2007): “Reflections from Latin America: Can New Currency Abate
Venezuelan
Inflation,
Library
of
Economics
and
Liberty”,
at
http://www.econlib.org/
Mas, I. (1995): “Things Governments do to Money: A Recent History of Currency Reform
Schemes and Scams”, Kyklos, 48: 483-512.
Mosley, L. (2003): Global Capital and National Governments, Cambridge University
Press, Cambridge.
Mosley, L. (2005): “Dropping Zeros, Gaining Credibility? Currency Redenomination
in
Developing
Nations”,
available
at http://convention2.allacademic.com/
getfile.php?file=apsa05_proceeding/2005-09-05/40104/
apsa05_proceeding_40104.pdf.
Ojameruaye, E. (2007): “A Qualitative Cost Benefit Assessment of the
Redenomination of the Naira”, available at http://www.urhobo-usa.org/
EOjameruayeNairaredonm.htm
Tarhan, S. (2006): “The New Turkish Lira”, www.econ.umn.edu/tarhan

7

Lampiran.1
Redenominasi Berbagai Mata Uang
Unit Yang Baru

Nilai Tukar
(Baru:Lama)

Chinese "silver"
yuan

500 000 000

Yugoslav novi
dinar

13 000 000

Chinese "gold"
yuan

3 000 000

[2]

Unit Lama

Tahun

Negara

PENYEBAB

"gold" yuan

1949

China
(Republic
of China)

1994 dinara

1994

Yugoslavia inflation

(old) yuan

1948

China
(Republic
of China)

Keterangan

inflation
Anchor
currency: Euro

inflation
"nuevo" is an
official
designation
and is still in
use

Peruvian nuevo
sol

1 000 000

Peruvian inti

1991

Peru

Yugoslav 1993
dinar

1 000 000

1992 dinara

1993

Yugoslavia inflation

no official
designation

Turkey

inflation

"new" is an
official
designation
and has been
dropped in
[dated info]
2009

Ukraine

inflation

Turkish new lira

1 000 000

Turkish lira

2005

Hryvnia

100 000

Karbovanets (third) 1996

hyperinflation

1949

Taiwan
(Republic
of China)

10 000

First Renminbi
yuan

1955

China
(Peoples
inflation
Republic of
China)

Peso argentino

10 000

Peso ley

1983

Argentina

inflation

Peso
(convertible)

10 000

Austral

1992

Argentina

inflation

Polish złoty

10 000

Polish złoty

1995

Poland

inflation

Leu

10 000

Romanian Leu

2005

Romania

inflation

New Ghanaian
cedi

10 000

Cedi

2007

Ghana

inflation

Azerbaijani new
manat

5 000

(old) manat

2006

Azerbaijan

inflation

Turkmenistani
new manat

5 000

(old) manat

2009

Turkmenist
inflation
an

Real

2 750

Cruzeiro real

1994

Brazil

inflation

Cruzeiro (antigo) 1 000

Real (old)

1942

Brazil

inflation

Cruzeiro (novo)

Cruzeiro (antigo)

1967

Brazil

inflation

New Taiwan
dollar

40 000

Taiwan dollars

Second
Renminbi yuan

1 000

inflation

"new" is an
official
designation
and is still used
in official
documents

Anchor
currency: Unite
d States dollar

8

Nilai Tukar
(Baru:Lama)

Unit Yang Baru

Unit Lama

Tahun

Negara

PENYEBAB

Keterangan

Austral

1 000

Peso argentino

1985

Argentina

inflation

Peruvian inti

1 000

Peruvian sol

1985

Peru

inflation

Cruzado

1 000

Cruzeiro (novo)

1986

Brazil

inflation

Cruzado Novo

1 000

Cruzado

1989

Brazil

inflation

Cruzeiro real

1 000

Cruzeiro (third)

1993

Brazil

inflation

New Shekel

1 000

Shekel

1986

Israel

inflation

Russian Rouble

1 000

Rouble

1998

Russia

inflation

Bulgarian New
Lev

1 000

Bulgarian Lev

1999

Bulgaria

inflation

Belarussian
Rouble

1 000

Rouble

2000

Belarus

inflation

NewMozambican
1 000
metical

(old) meticais

2006

Mozambiqu
inflation
e

Bolivar Fuerte

1 000

(old) Bolivar

2008

Venezuela

inflation

Euro

239.64

Slovenian tolar

2006

Slovenia

monetary
union

Eurozone

Euro

6.55957

French Franc

1999

France

inflation

originally called
New Franc

Peso ley

100

Peso moneda
nacional

1970

Argentina

inflation

Euro

40.3399

Belgian orLuxembo
1999
urgian francs

Belgium
monetary
Luxembour
union
g

Eurozone

Euro

30.126

Slovak koruna

2009

Slovakia

monetary
union

Eurozone

Peso moneda
nacional

25

Peso moneda
corriente

1881

Argentina

inflation

Euro

1.95583

Deutsche Mark

1999

Germany

monetary
union

Cruzeiro (third)

1

Cruzado Novo

1990

Brazil

renaming

Karbovanets
(third)

1

Soviet ruble

1992

Ukraine

Euro

0.787564

Irish pound

1999

Ireland

monetary
union

Eurozone

Euro

0.585274

Cypriot pound

2008

Cyprus

monetary
union

Eurozone

Austro0.5
Hungarian krone

gulden/forint

1892

AustriaHungary

monetary
union

Moving from
silver to gold
standard

Euro

0.4293

Maltese lira

2008

Malta

monetary
union

Eurozone

Peso moneda
corriente

8

Real

1826

Argentina

SecondZimbabw
1 000
ean dollar

(first) dollar

2006

Zimbabwe

inflation

Zimbabwe Third

Zimbabwe Second

2008

Zimbabwe

Hyperinflation

10 000 000 000

Anchor
currency: Germ
an mark

Eurozone

9

Unit Yang Baru

Nilai Tukar
(Baru:Lama)

Dollar
Zimbabwe
Fourth Dollar

Unit Lama

Tahun

Negara

PENYEBAB

Keterangan

Dollar
1 000 000 000 000

Zimbabwe Third
Dollar

2009

Zimbabwe

Hyperinflation

Sumber: Wikipedia

10