Bab 2 pajak progresif (1)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pemahaman Teori Perpajakan

2.1.1

Pengertian Pajak
Terdapat banyak pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli.

Pengertian pajak menurut para ahli memberikan definisi tentang pajak yang berbedabeda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai tujuan dan inti yang sama
yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Pengertian pajak
menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
(KUP) adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undangundang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.”
Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.
Dalam Zain (2008:11) menyatakan bahwa:

“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan ketentuan yang diterapkan lebih dahulu, tanpa mendapat
imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. yang dikutip oleh Mardiasmo
(20011:3) menyatakan bahwa:

11

12

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kotraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.”
Menurut P.J.A Adriani dalam Waluyo (2011:2) pengertian pajak adalah
sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan yang terutang

oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan
tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk mebiayai
public investment.
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.

2.1.1.1 Fungsi Pajak

13


Dari pengertian pajak yang telah dijelaskan oleh beberapa para ahli diatas,
secara teoritis dan praktis dapat dilihat bahwa pajak memiliki beberapa fungsi dalam
kehidupan negara dan masyarakat. Menurut Waluyo (2008:6) terdapat dua fungsi
pajak, yaitu:
1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak
dalam APBN sabagai penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di
bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih
tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap
barang mewah.

2.1.1.2 Jenis Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:5) pajak dapat digolongkan menjadi tiga macam,
yaitu menurut golongannya, sifatnya dan lembaga pemungutnya.
1. Menurut Golongannya
a. Pajak langsung

yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Penghasilan

14

b. Pajak tidak langsung
yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif
yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif
yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.

3. Menurut Lembaga Pemungutannya
a. Pajak Pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea
Materai.
b. Pajak Daerah

15

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas:
a. Pajak Provinsi
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air,
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Kabupaten/Kota
Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame,
dan Pajak Penerangan Jalan.


2.1.1.3 Tata Cara Pemungutan
Tata cara pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011:4) terdiri dari:
1. Stelsel Pajak
a. Stelsel Nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,
yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kebaikan
stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan
kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode
(setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel Anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama

16

dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat
ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan. Kebaikan
stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus
menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak

yang dibayar tidak berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besanya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan
dengan keadaan yang sebenarmya. Bila besarnya pajak menurut
kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib
Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat
diminta kembali.
2. Asas Pemungutan
a. Asas Domisilis (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak
yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal
dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak
dalam negeri.
b. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

17


c. Asas Kebangsaaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
3. Sistem Pemungutan
a. Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
2) Wajib Pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
b. Self Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri.
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, memperhitungkan,

menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holsing System

18

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciricirinya adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada
pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.1.1.4 Konsep Tarif Pajak
Pemungutan pajak tidak terlepas dari keadilan. Keadilan dapat menciptakan
keseimbangan sosial yang sangat penting untuk mensejahterakan masyarakat. Dalam
penetapan tarif pun harus berdasarkan keadilan. Dimana perhitungan pajak yang
terutang menggunakan tariff pajak (waluyo, 2010). Pada praktiknya, dikenal beberapa
jenis pengenaan tarif yaitu:
1. Tarif Proposional atau Sebanding
Tarif proposional adalah tarif yang berupa persentase yang tetap terhadap
berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak terutang

proposional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak (Mardiasmo, 2011).
Contoh : Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%
2. Tarif Progresif
Tarif progresif adalah suatu tarif yang persentasenya semakin besar bila
jumah yang harus dikenakan pajak semakin besar (Mardiasmo, 2011).
Penggunaan tarif ini menyebabkan penerima penghasilan yang lebih tinggi

19

dapat mendistribusikan penghasilannya kepada penerima penghasilan yang
lebih rendah melalui pembayaran pajak.
Contoh : tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri
berdasarkan pasal 17 ayat (1) huruf a, Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2008 Tentang Pajak Penghasilan.
3. Tarif Degresif
Tarif degresif adalah tarif yang besar persentasenya semakin kecil bila
jumlah yang dikenakan pajak semakin besar (Mardiasmo, 2011).
4. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif pajak yang besarnya tetap (sama) terhadap berapapun
jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap

(Mardiasmo, 2011).
Contoh : tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nominal
berapapun.

2.1.2

Pajak Daerah

2.1.2.1 Pengertian Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2009
Tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000
Tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah adalah:
“Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan

20

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.”

Sedangkan pengertian Pajak Daerah menurut Prof. Dr. Raharjo Adisasmita
(2009:72) dalam bukunya Pembiayaan Pembangunan Daerah, mengemukakan
bahwa:
“Pajak Daerah yaitu kewajiban penduduk masyarakat menyerahkan sebagian
dari kekayaan kepada daerah disebabkan suatu keadaan, kejadian atau
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai suatu
sanksi atau hukum.”

2.1.2.2 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah
Undang-undang nomor 28 tahun 2009 mengatur dengan jelas bahwa untuk
dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak daerah harus ditetapkan dengan
peraturan daerah. Peraturan daerah tentang suatu pajak tidak dapat berlaku surut dan
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum atau ketentuan perundangundangan yang lebih tinggi.

2.1.2.3 Isi Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah
Peraturan daerah tersebut sekurang-kurangnya mengatur mengenai:
a. Nama, objek, dan subjek pajak;
b. Dasar pengenaan, tarif, dan cara penghitungan pajak;
c. Wilayah pemungutan;
d. Masa pajak;
e. Penetapan pajak

21

f. Tata cara pembayaran dan penagihan pajak;
g. Kadaluwarsa penagihan pajak;
h. Sanksi administrasi;
i. Tanggal mulai berlakunya pajak.

2.1.2.4 Sistem Pemungutan dan Pemungut Pajak Daerah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 menetapkan sistem pemungutan
pajak untuk setiap Pajak Daerah adalah:
1. Sistem Pemungutan Pajak Daerah
Pemungutan Pajak Daerah saat ini menggunakan tiga sistem pemungutan
pajak. Sebagaimana tertera dibawah ini:
a. Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak;
b. Ditetapkan oleh kepala daerah;
c. Dipungut oleh pemungut pajak.
2. Pemungut Pajak Daerah
Dimungkinkan kerjasama dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan
pajak, antara lain:
a. Percetakan formulir perpajakan;
b. Pengiriman surat-surat kepada Wajib Pajak;
c. Penghimpunan data objek dan subjek pajak;
Untuk Wajib Pajak, sesuai dengan ketetapan kepala daerah maupun yang
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak:

22

a. Diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)
b. Surat Keputusan Pembetulan;
c. Surat Keputusan Keberatan
d. Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak.

2.1.2.5 Jenis-Jenis Pajak Daerah
Jenis-jenis pajak Daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
terbagi menjadi dua yaitu pajak propinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian ini
dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing
jenis pajak daerah pada wilayah administrasi propinsi atau kabupaten/kota yang
bersangkutan. Berdasarkan Undang-undang tersebut ditetapkan jenis-jenis pajak
daerah yaitu terdiri dari:
1. Jenis Pajak provinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan Bermotor adalah semua
kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis
jalandarat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan
lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu
menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk
alatalat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda

23

dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor
yang dioperasikan di air.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak
milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan
sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah,
warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan
bahan bakar kendaraan bermotor.Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah
semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan
bermotor.
d. Pajak Air Permukaan
Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan
air permukaan. Air Permukaan adalah semua air yanyang terdapat pada
permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun
di darat.
e. Pajak Rokok
Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut pleh
Pemerintah.
2. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel

24

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel
adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait
lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen,
gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan
sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
b. Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran.Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman
dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria,
kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
c. Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.Hiburan adalah
semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang
dinikmati dengan dipungut bayaran.
d. Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah
benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya
dirancang

untuk

tujuan

komersial

memperkenalkan,

menganjurkan,

mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa,
orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau
dinikmati oleh umum.

25

e. Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik
yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di
dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
g. Pajak Parkir
Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor.
h. Pajak Air Tanah
Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air
tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di
bawah permukaan tanah.
i. Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan
dan/atau pengusahaan sarang burung walet.
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi
dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh

26

orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan
hak atas tanah dan/atau bangunan.Perolehan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau
Badan.

2.1.3

Pajak Kendaraan Bermotor

2.1.3.1 Dasar Hukum Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak kendaraan bermotor menurut Undang-Undang no. 28 Tahun 2009
tentang pajak daerah dan retribusi daerah adalah “Pajak Kendaraan Bermotor adalah
pajak atas kepemilikan dan/ayau penguasaaan kendaraan bermotor”. Sedangkan
kendaraan bermotor adalah :
“Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya
yang digunakan di semua jenis darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik
berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu
sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang
bersangkutan, termasuk alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan
roda dan motor yang tidak melekat secara permanen serta kendaraan
bermotor yang dioperasikan di air”.

2.1.3.2 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor

27

Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor adalah nilai jual kendaraan
bermotor dan bobot yang mencerminkan kadar kerusakan jalan dan pencemaran
lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor tersebut. Nilai jual kendaraan
bermotor sesuai dengan harga pasar kendaraan bermotor, jenis kendaraan bermotor,
merk kendraan bermotor, tahun pembuatan kendaraan bermotor, berat total kendaraan
bermotor, serta dokumen impor jenis kendaraan tertentu.
Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah Pasal 5 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan bermotor adalah hasil
perkalian dari dua unsur pokok :
a. Nilai Jual Objek Pajak, dan
b. Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau
pencemaran ingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor.
Bobot kendaaraan bermotor yang mencerminkan kadar kerusakan jalan dan
pencemaran lingkungan didasarkan pada tekanan gandar kendaraan, jenis
bahan bakar kendaraan bermotor, dan jenis-jenis penggunaan, tahun
pembuatan, serta cirri-ciri kendaraan bermotor.
Kusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan di luar jalan umum,
termasuk alat-alat besar serta kendaraan di air, dasar pengenaan pajak kendaraan
bermotor adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor. Nilai Jual Kendaraan Bermotor
ditentukan berdasarkan Harga Pasaran Umum Atas Suatu Kendaraan Bermotor.
Harga Pasaran Umum sebagaimana dimaskud adalah harga rata-rata yang diperoleh
dari berbagai sumber data akurat.

28

Berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Pasal 7
ayat (1) tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ditetapkan sebagai berikut:
1. Tarif PKB pribadi ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama sebesar 1,75% (satu koma
tujuh lima persen);
b. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda 4 (empat) kedua dan
seterusnya didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai dengan tanda
pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut:
1. PKB Kepemilikan kedua, sebesar 2,25%;
2. PKB Kepemilikan ketiga, sebesar 2,75%;
3. PKB Kepemilikan keempat, sebesar 3,25%; dan
4. PKB Kepemilikan kelima dan seterusnya, sebesar 3,75%
c. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda 2 (dua) atau roda 3 (tiga),
kedua dan seterusnya, didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai
dengan tanda pengenal diri, ditetapkan secara progresif sebagai berikut:
1. PKB Kepemilikan kedua, sebesar 2,25%;
2. PKB Kepemilikan ketiga, sebesar 2,75%;
3. PKB Kepemilikan keempat, sebesar 3,25%; dan
4. PKB Kepemilikan kelima dan seterusnya, sebesar 3,75
2. Penerapan tarif PKB progresif tidak berlaku bagi Kendaraan Bukan
Umum yang dimiliki oleh Badan, Pemerintah/Pemerintah Daerah/TNI/
Polri dan kendaraan umum.

29

3. Tarif PKB angkutan umum ditetapkan sebesar 1% (satu persen).
4. Tarif PKB ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga
sosial dan keagamaan ditetapkan sebesar 0,5 % (nol koma lima persen).
5. Tarif PKB Pemerintah/Pemerintah Daerah/TNI/Polri ditetapkan sebesar
0,5 % (nol koma lima persen).
6. Tarif PKB alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan sebesar 0,2 %
(nol koma dua persen).
Tata cara pelaksanaan pengenaan pajak progresif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

2.1.3.3 Objek Pajak Kendaraan Bermotor
Objek
Bermotor.

PKB

Kendaraan

adalah

kepemilikan

bermotor

adalah

dan/atau
semua

penguasaan

kendaraan

Kendaraan

beroda

beserta

gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakan oleh
peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah
suatu sumber daya energy tertentu menjadi tenaga gerak ke ndaraan bermotor yang
bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besae yang dalam operasinya
menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen.

2.1.3.4 Subjek Pajak Kendaraan Bermotor
Subjek PKB adalah orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah
Daerah, TNI dan Polri yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor.

30

Sementara itu wajib PKB adalah orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah
Daerah, TNI dan Polri yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor
dan atau kendaraan khusus atau alat-alat berat dan besar. Yang bertanggungjawab
terhadap pembayaran pajak kendaraan bermotor adalah :
1. Orang yang bersangkutan, yaitu sebagai pemilik sesuai dengan hak
kepemilikannya.
2. Orang atau badan yanag memperoleh kuasa dari pemilik kendaraan
bermotor.
3. Ahli waris yait orang atau badan yang ditunjuk dengan surat wasiat atau
yang ditetapkan sebagai ahli waris berdasarkan kesepakatan dan ata putusan
pengadilan.

2.1.3.5 Wajib Pajak Kendaraan Bermotor
Wajib pajak baik perorangan atau badan yang menerima penyerahan
kendaraan bermotor yang jumlah pajaknya sebagian atau seluruhnya belum dilunasi
oleh pemilik lama, maka pihak yang menerima penyerahan tersebut juga bertanggung
jawab terhadap pelunasan pajaknya.

2.1.3.6 Masa Pajak Kendaraan Bermotor
Masa pajak adalah 12 (dua belas) bulan berturut-turut yang merupakan tahun
pajak terhitung sejak tanggal pendaftaran. Pajak kendaraan bermotor yang karna

31

suatu hal dan hal lain masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan, maka dapat
dlakukan restitusi :
a. Terhadap kendaraan bermotor mutasi keluar daerah dalam Provinsi Jawa
Barat dilakukan konpensasi.
b. Terhadap kendaraan bermotor mutasi keluar daerah diluar Provinsi Jawa
Barat dilakukan restitusi.
c. Bagian bulan yang melebihi 14 (empat belas) hari dihitung satu bulan
penuh.

2.1.3.7 Cara Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor
Besaran pokok PKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan PKB adalah sesuai
dengan rumus berikut:
=

Tarif Pajak

X

Dasar Pengenaan Pajak

=

Tarif Pajak

X

(NJKB x Bobot)

Pajak Terutang

Berdasarkan contoh perhitungan dasar pengenaan pajak yang dikemukakan
di atas dapat dihitung besarnya pajak teutang yaitu:
a. Untuk mobil mecedes benx C180 automatic tahun pembuatan 2000 besarnya
PKB yang terutanga dalah 1,75% x Rp. 290.000.000 = Rp. 5.075.000

2.1.4

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)

2.1.4.1 Pengertian BBNKB

32

Siahaan (2010:209) mengemukakan bahwa Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor adalah ajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat
perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi, karena jual
beli, tukar menukar, hibah, warisan atau pemasukan ke dalam badan usaha.
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang
digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakan oleh peralatan teknik berupa
motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya
energy tertentu menjadi tenaga gerak ke ndaraan bermotor yang bersangkutan,
termasuk alat-alat berat dan alat-alat besae yang dalam operasinya menggunakan roda
dan motor dan tidak melekat secara permanen.

2.1.4.2 Dasar Hukum Pemungutan BBNKB
Dalam masa transisi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
dewasa ini, pemungutan BBNKB di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum
yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait.
Dasar hukum pemungutan BBNKB pada suatu Provinsi adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
2. Undang-Undnag Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak daerah.

33

4. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak
Daerah.
2.1.4.3 Objek Pajak BBNKB
Objek pajak BBNKB adalah penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor.
Penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor merupakan penyerahan hak milik
kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau
keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, atau pemasukan
kedalam badan usaha.
Penguasaan kendaraan bermotor melebihi dua belas bulan dapat dianggap
sebagai penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor. Termasuk dalam pengertian
kendaraan bermotor adalah pemasukan kendaraan bermotor dari luar negeri untuk
dipakai secara tetap di Indonesia, kecuali dalam keadaan dibawah ini.
a. Penyerahan kendaraan bermotor untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi
yang bersangkutan.
b. Penyerahan kendaraan bermotor untuk diperdagangkan.
c. Penyerahan kendaraan bermotor untuk dikeluarkan kembali dari wilayah
pabean Indonesia. Pengecualian ini tidak dikeluarkan kembali dari wilayah
pabean Indonesia.
d. Penyerahan kendaraan bermotor digunakan untuk pameran, penelitian,
contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf internasional.

2.1.4.4 Subjek Pajak dan Wajib Pajak BBNKB

34

Pada BBNKB subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menerima
penyerahan kendaraan bermotor. Sedangkan wajib pajak BBNKB adalah orang
pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor. Jika wajib pajak
berupa badan, maka kewajiba perpajaknnya diwakili oleh pengurus atau kuasa badna
tersebut. Dengan demikian, pada BBNKB subjek pajak sama dengan wajib pajak
yaitu orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor.

2.1.4.5 Dasar Pengenaan BBNKB
Dasar pengenaan pajak BBNKB adalah nilai jual kendaraan bermotor
(NJKB), yang juga digunakan dalam ketentuan Pajak Kendaraan Bermotor. NJKB
sebagaimana dimaksudkan di sini adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor yang
tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Tabel Perhitungan Dasar
Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
NJKB ditetapkan dengan keputusan gubernur berdasarkan table yang ditetapkan oleh
Menteri dalam Negeri.

2.1.4.6 Tarif BBNKB
Tarif BBNKB ditentukan berdasarkan tingkat penyerahan objek pajak yang
terjadi dan jenis kendaraan bermotor yang diserahkan. Tingkat penyerahan kendaraan
bermotor meliputi penyerahan pertama (yang berarti kendaraan baru) serta
penyerahan kedua dan selanjutnya (yang berarti penyerahan atas kendaraan bekas).
Besaran tarif BBNKB ditetapkan dengan peraturan daerah.

35

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak
Daerah Pasal 24, besaran tarif BBNKB masing-masing sebagai berikut :
1. Penyerahan pertama untuk Kendaraan Bermotor:
a. orang pribadi 10%
b. Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri 10%
c. Kendaraan Bermotor angkutan umum
d. Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar 0,75%
2. Tarif BBNKB atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan
sebesar:
a. Kendaraan Bermotor orang pribadi 1%
b. Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri; 1%
c. Kendaraan Bermotor angkutan umum 1%
d. Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar 0,075%

2.1.4.7 Cara Perhitungan BBNKB
Besaran pokok BBNKB ysng terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan BBNKB adalah
sesuai dengan rumus berikut :
=

Tarif Pajak

X Dasar Pengenaan Pajak

=

Tarif Pajak

X Nilai Jual Kendaraan Bermotor

Pajak Terutang

2.2

Penelitian Terdahulu

36

Tabel 2.1
Matrix Perbandingan Penelitian

Penelitian

Judul

Harist Agung

Santika Widyadhani

fina ekawati

2010

2011

2013

Penerapan
Progresif
Wajib
Kendaraan

Tujuan

Pajak Analisis

Formulasi Evaluasi

Terhadap Kebijakan

Sistem

Pajak Pengendalian

Pajak Kendaraan Bermotor Manajemen
bermotor Progresif Di Provinsi Pemungutan

Pajak

Berdasarkan Peraturan DKI Jakarta

Kendaraan Bermotor

Daerah No. 9 Tahun

Dinas

2010 Tentang Pajak

Daerah

Daerah

Utara

untuk
dampak
Penerapan
Progresif
Wajib
Kendaraan

mengetahui 1. untuk mengetahui untuk
dari proses
Pajak kebijakan
Terhadap orogresif

Sulawesi

mengetahui
peneerapan

PKB sistem pengendalian
provinsi manajemen

Pajak DKI Jakarta

pemungutan

pada
pajak

Bermotor 2. untuk mengetahui kendaraan bermotor

di kantor Samsat Kota persiapan
Malang

formulasi apakah

Pendapatan

yang telah

dilakukan pemerintah efisien
DKI

Jakarta

efektif

dan

37

sehubungan

dengan

penerapan

pajak

kendaraan

Hasil

penerapan

Pajak 1. proses formulasi sistem pengendalian

Peneitian

Progresif

untuk kebijakan

kendaraan

bermotor kendaraan

pajak manajemen
bermotor pemungutan

pajak

menimbulkan dampak progresif di provinsi kendaraan bermotor
positif

dan

Dampak
yaitu

negatif. DKI Jakarta melewati yang
positifnya beberapa tahap yaitu sudah

berkurangnya tahap

adalah

efektif

dan

perencanaan, efisien hal ini apat

jumlah kendaraan dan penyusunan,
dampak

diterapkan

dilihat

dengan

negatifnya pembahasan, evaluas adanya visi dan misi,
masyarakat dan persetujuan oleh program-program,

melakukan

Kementrian

penyelundupan

Negeri

hukum.

Kementrian

Dalam struktur

organisasi,

dan penyusunan
anggaran,

dan

Keuangan penetapan laporan
pengesahan
pengundangan
penyebarluasan.

serta pertanggungjawaban
dan yang baik dan jelas
serta

hasil

38

2.

persiapan

yang pemungutan

dilakukan

yang

sehubungan

PKB

melampaui

dengan taret

penerapan

pajak

kendaraan

bermotor

progresif antara lain
adalah

perbaikan

sistem, sosialisasi dan
pembuatan peraturan
Gubernur

tentang

pelaksanaan
pemungutan

pajak

kendaraan bermotor

2.3

Kerangka Pemikiran
Akibat penerapan tarif progresif pajak kendaraan bermotor (PKB) yang

harus dibayar oleh wajib pajak semakin besar. Pada kenyataannya banyak wajib pajak
yang telah menjual kendaraannya dan hanya memiliki satu kendaraan saja tetapi tetap
terkena tarif progresif. Hal ini dapat terjadi terhadap wajib pajak pasif, lain halnya
jika wajib pajak aktif tidak akan terkena tariff progresif dengan cara wajib pajak yang

39

aktif tersebut membuat laporan dan member pernyataan kepada pihak Cabang
Pelayanan Dinas Pendapatan/Samsat yang menyatakan bahwa kendaraan yang
dimilikinya tersebut telah dijual. Sehingga petugas CPDP/Samsat melakukan
pemblokiran terhadap nomor polisi kendaraan yang bersangkutan untuk kendaraan
yang telah dijual agar tidak terkena tarif progresif. Hal ini membuat pembeli
kendaraan harus melakukan balik nama terhadap kendaraan bekas yang telah dibeli
oleh penjual. Akibat penerapan tarif

progresif maka penerimaan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor (BBNKB) akan meningkat, peningkatan BBNKB dapat terjadi
di daerah asal kendaraan itu atau di luar daerah asal kendaraan itu dijual. Maka
peneliti ingin meneliti Perbedaan Sebelum dan Setelah Diterapkan Tarif Progresif
Kendaraan Bermotor Terhadap Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bekas Di
Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wilayah Kota Bandung III.

Kerangka Pemikiran
Penerapan tarif Progresif Pajak
Kendaraan Bermotor

Wajib Pajak Aktif

Wajib Pajak Pasif

Wajib Pajak membuat laporan dan

Wajib Pajak dikenakan tarif

memberikan pernyataan bahwa

progresif Pajak Kendaraan

kendaraannya telah dijual

Bermotor

40

Petugas Samsat melakukan
pemblokiran terhadap nomor polisi

Pembeli kendaraan bekas wajib
melakukan Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor

Penerimaan BBNKB Bekas semakin
meningkat

Di daerah Asal

Di luar daerah Asal

Penerapan tarif progresif PKB

Faktor-faktor yang mempengaruhi

terhadap Penerimaan BBNKB di

penerimaan BBNKB di CPDP

CPDP Provinsi Wilayah Kota

Provinsi Wilayah Kota Bandung

Bandung III

III

Gambar 2.1

2.4

Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam
bentuk kalimat pertanyaan.Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang
diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2003:70).

41

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidaknya
pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y, dimana hipotesis nol (Ho) yaitu
suatu hipotesis tentang tidak adanya hubungan, umumnya diformulasikan untuk
ditolak. Sedangkan, hipotesis alternatif (Ha) merupakan hipotesis yang diajukan
peneliti dalam penelitian ini, masing-masing hipotesis tersebut dijabarkan sebagai
berikut:
H0 :

Pajak Progresif Kendaraan Bermotor tidak berpengaruh signifikan
terhadap Penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Ha :

Pajak Progresif Kendaraan Bermotor berpengaruh signifikan terhadap
Penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor