HUKUM DAN ETIKA PERENCANAAN. docx

HUKUM DAN ETIKA PERENCANAAN
Studi Kasus Kota Makassar

Disusun oleh
ANDI DISA NURUL JANNAH. ST
MPW 45 14 025

PASCASARJANA UNIVERSITAS BOSOWA 45 MAKASSAR
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
2015

9

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang No 26 tahun 2007 yang mengatur tentang perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang
adalah sebuah sistem bukan tujuan, penataan ruang adalah sebuah upaya manata
kembali arah pembangunan. Proses pembangunan menuju kesejahteraan menjadi
sebuah harapan hanya akan terwujud apabila dilakukan oleh manusia terampil yang

cerdas dan beretika, karena ruang (dunia) adalah amanah dari Tuhan yang harus
dipertanggung - jawabkan.
RTRW Kota Makassar merupakan Pengaturan tentang pembagian kawasan atau
zonasi pada dasarnya merupakan sebuah alat pengendalian bagi Pemerintah Kota
Makassar dalam mengatur tata ruang Kota Makassar dengan sebaik-baiknya.
Pengaturan zonasi tersebut pada pelaksanaannya terkadang tidak sesuai dengan
pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan misalnya pada saat ini pada setiap
kawasan yang merupakan jalan protokol telah dipenuhi dengan pembangunan Ruko
(rumah toko). Oleh karena itu pembagian kawasan terpadu atau zonasi yang
ditetapkan dalam RTRW Kota Makassar pada tahap pelaksanaannya tidak dapat
diwujudkan sesuai dengan yang diharapkan.
Kota Makassar sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, industri, dan pendidikan
menjadi magnet yang membuat orang tertarik untuk tinggal dan melakukan berbagai
aktifitas di Kota Makassar. Disamping itu, persoalan sistemik yang berlangsung di Desa
seperti terbatasnya lahan pertanian, besarnya ongkos produksi, tidak adanya jaminan
pasar dan harga produk pertanian, persoalan iklim yang tidak menentu, dan kurang
tersedianya lapangan pekerjaan, menyebabkan terjadinya urbanisasi. Akibatnya
penduduk Kota semakin bertambah padat dengan berbagai masalah sosial yang
menyertainya seperti masalah pemukiman liar, alih fungsi lahan pertanian sehubungan
dengan kebijakan konversi lahan, sampah yang tidak tertangani, pencemaran bantaran

9

kali dan air bawah tanah oleh aktivitas rumah tangga dan industri, pencemaran udara
dan kebisingan oleh kendaraan bermotor, dan sejumlah masalah sosial lainnya.
Jumlah penduduk di Kota Makassar yang terus meningkat dari waktu ke waktu
tersebut akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan
ruang kota (lahan) dan permasalahan-permasalahan kota lainnya yang membutuhkan
banyak perhatian dan penanganan.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah , yaitu :
1. Mengapa pembangunan di Kota Makassar yang tidak teratur atau tidak
memperhatikan daya dukung lingkungan dapat berdampak buruk terhadap
lingkungan dan merugikan masyarakat?
2. Bagaimana masalah pemanfaatan lahan dalam pembangunan di Kota Makassar?
3. Bagaimana pengendalian hukum dan etika di bidang perencanaan tata ruang
Makassar?

C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas tujuan penulisan ini adalah :

1. Untuk mengidentifikasi dampak dan pengaruh dari pembangunan yang tidak teratur
dan tidak memperhatikan daya dukung lingkungan di Kota Makassar.
2. Untuk mengidentifikasi masalah pemanfaatan lahan dalam pembangunan kota.
3. Untuk mengidentifikasi pengendalian hokum dan etika di bidang perencanaan tata
ruang Makassar.

9

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kota dan Fungsinya
1. Kota
Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan
rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk
mendukung kehidupan warganya secara mandiri.
Pengertian "kota" sebagaimana yang diterapkan di Indonesia mencakup pengertian
"town" dan "city" dalam bahasa Inggris. Selain itu, terdapat pula kapitonim "Kota" yang
merupakan satuan administrasi negara di bawah provinsi.
Kota dibedakan secara kontras dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya,
kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum. Desa atau kampung didominasi

oleh lahan terbuka bukan pemukiman.
Ciri-cirinya kota yaitu :

9

a. Ciri fisik kota meliputi hal sebagai berikut:
 Tersedianya tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan
 Tersedianya tempat-tempat untuk parkir
 Terdapatnya sarana rekreasi dan sarana olahraga
b. Ciri kehidupan kota adalah sebagai berikut:
 Adanya pelapisan sosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat penghasilan,
tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
 Adanya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial di antara warganya.
 Adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan
pertimbangan perbedaan kepentingan, situasi dan kondisi kehidupan.
 Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
 Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan berprinsip
ekonomi.
 Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial
disebabkan adanya keterbukaan terhadap pengaruh luar.

 Pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat
solidaritas dan gotong royong sudah mulai tidak terasa lagi. (stereotip ini
kemudian menyebabkan penduduk kota dan pendatang mengambil sikap acuh

tidak acuh dan tidak peduli ketika berinteraksi dengan orang lain. Mereka
mengabaikan fakta bahwa masyarakat kota juga bisa ramah dan santun dalam
berinteraksi)

2.

Fungsi Kota
Kota yang telah berkembang maju mempunyai peranan dan fungsi yang lebih luas lagi
antara lain sebagai berikut :
Sebagai pusat produksi (production centre).
Sebagai pusat perdagangan (centre of trade and commerce).
Sebagai pusat pemerintahan (political capital).
Sebagai pusat kebudayaan (culture centre).
Sebagai penopang Kota Pusat.

B. Pemanfaatan Lahan dalam Perspektif Penataan Ruang

Dalam perspektif ekonomi, tujuan utama dari pemanfaatan lahan adalah untuk
mendapatkan nilai tambah tertinggi dari kegiatan yang diselenggarakan di atas lahan.
Namun harus disadari bahwa kegiatan tersebut memiliki keterkaitan baik dengan
kegiatan lainnya maupun dengan lingkungan hidup dan aspek sosial budaya
masyarakat. Dapat dipahami apabila penyelenggaraan sebuah kegiatan dapat
menimbulkan

berbagai

dampak

yang

perlu

diantisipasi

dengan

pengaturan


pemanfaatan lahan.
1. Pemanfaatan Lahan yang Kurang Memperhatikan Daya Dukung Lingkungan
Perhatian terhadap daya dukung lingkungan merupakan kunci bagi perwujudan
ruang hidup yang nyaman dan berkelanjutan. Daya dukung lingkungan merupakan
kemampuan lingkungan untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang berkembang
di dalamnya, dilihat dari ketersediaan sumber daya alam dan buatan yang
dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan yang ada, serta kemampuan lingkungan dalam
mentolerir dampak negatif yang ditimbulkan. Perhatian terhadap daya dukung
lahan tidak terbatas pada lokasi di mana sebuah kegiatan berlangsung, namun
harus mencakup wilayah yang lebih luas dalam satu ekosistem. Dengan demikian,
9

keseimbangan ekologis yang terwujud juga tidak bersifat lokal, namun merupakan
keseimbangan dalam satu ekosistem.
Tidak dapat dipungkiri saat ini masih dijumpai pemanfaatan lahan yang kurang
memperhatikan daya dukung lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
permasalahan yang masih di hadapi seperti semakin berkurangnya sumber air baku,
baik air permukaan maupun air bawah tanah terutama di kawasan perkotaan besar
dan metropolitan. Di samping itu, tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh di kawasan

perkotaan mencerminkan pengembangan kawasan perkotaan yang melampaui daya
dukung lingkungan untuk memberikan kehidupan yang sejahtera kepada
masyarakat.
Permasalahan banjir yang frekuensi dan cakupannya meningkat juga disebabkan
oleh maraknya pemanfaatan lahan di kawasan resapan air tanpa memperhatikan
dampaknya terhadap kawasan yang lebih luas.

2. Pengaturan Pemanfaatan Lahan yang Tidak Efisien
Dalam perspektif penataan ruang, pemanfaatan lahan perlu diatur agar
secara keseluruhan memberikan manfaat terbaik bagi masyarakat sekaligus
menekan eksternalitas yang mungkin timbul. Dalam perspektif ini, pengaturan
pemanfaatan lahan dimaksudkan untuk membentuk struktur ruang dan pola
pemanfaatan ruang yang efisien, untuk menekan biaya yang dikeluarkan oleh
masyarakat dalam menjalankan aktivitas dan memperoleh pelayanan yang
dibutuhkan.
Namun demikian, kawasan perkotaan saat ini menghadapi permasalahan
kemacetan yang diakibatkan oleh pengaturan fungsi ruang yang tidak efisien, antara
lain pengembangan kawasan perumahan yang jauh dari kawasan tempat kerja serta
pengembangan pusat pelayanan ekonomi dan sosial-budaya masyarakat yang
terkonsentrasi. Inefisiensi pengaturan pemanfaatan lahan tersebut mengakibatkan

tingginya intensitas pergerakan masyarakat yang tidak diimbangi dengan tingkat
9

pelayanan transportasi yang memadai. Kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan

besar dan metropolitan telah sampai pada taraf menurunkan produktivitas
masyarakat dan menghambat arus barang dan jasa yang pada gilirannya
menurunkan daya saing produk nasional.

C. Dampak dari Tidak Teraturnya Pembangunan dan tanpa memperhatikan daya dukung
lingkungan
Pembangunan tersebut erat kaitannya dengan perubahan penggunaan lahan.
Apabila terjadi perubahan penggunaan lahan, misalnya di daerah hulu/atas berupa
hutan lindung digunakan untuk permukiman atau perumahan sedangkan daerah
hilir digunakan untuk industry dan permukiman, maka akan berdampak besar
untuk daerah itu sendiri maupun daerah di bawahnya. Terjadi erosi atau longsor di
bagian atas/hulu karena terjadi penggundulan hutan yang dialihfungsikan untuk
perumahan.
Selain itu karena terjadi perubahan penggunaan lahan, juga terjadi kerusakan
suatu ekosistem yang menyebabkan habitat tanaman atau binatang rusak. Hal

tersebut sangat berdampak kepada beberapa tumbuhan atau hewan yang punya
karakter khusus, yaitu hanya dapat bertahan hidup pada daerah dengan keadaan
tertentu. Dibagian hilir dapat terjadi banjir karena di bagian hulu telah terjadi alih
fungsi lahan dari hutan lindung menjadi permukiman, sehingga daerah diatas akan
mengirimkan limpasan sedangkan daerah hilir. Karena daerah hilir juga mengalami
perubahan penggunaan lahan, dari kebun menjadi industry maupun permukiman
untuk kegiatan ekonomi, sehingga daerah resapan air semakin sedikit. Potensi
banjir juga semakin besar. Kekeringan juga mungkin dapat terjadi akibat
pembangunan, dengan penggunaan airtanah yang berlebihan karena pembangunan
besar-besaran maka persediaan airtanah semakin sedikit, sementara air hujan yang
masuk kedalam tanah lebih lambat dari air yang digunakan/dipompa.
Pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat ini terhadap lahan yang
semestinya menjadi kawasan bebas pembangunan, kawasan hijau, kawasan lindung
9

dan sebagainya berubah menjadi tempat pemukiman penduduk ataupun kawasan

industri dimana dampaknya akan berakibat kembali kepada manusia yang
mengakibatkan masalah-masalah baru yang dihadapi.
D. Adanya Deviasi dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pada Kota Makassar

Pemanfaatan tanah untuk kawasan permukiman terjadi deviasi atau simpangan
di atas 40% dari kondisi Das Sein dan Das Sollen hal ini disebabkan oleh karena
meskipun pemanfaatan kawasan permukiman tetap mengacu dan merujuk pada RTRW
Kota Makassar akan tetapi dalam pelaksanaan pengaturan kawasan atau zonasi masih
memerlukan Rencana Rinci Tata Ruang yang mengatur secara detail atau terperinci
setiap zona atau kawasan.
RTRW Kota Makassar adalah merupakan master plan atau rencana induk yang
pada dasarnya hanya mengatur secara makro atau secara umum tentang pembagian
13 kawasan atau zonasi. Akan tetapi belum ada penentuan secara spesifik atau detail
dalam suatu wilayah Kecamatan yang merupakan kawasan permukiman dan wilayah
mana yang termasuk fungsi penunjang mengingat suatu Kecamatan sangat luas
wilayahnya. Tidak detailnya RTRW ini menyebabkan pihak DTRB yang menjadikan
RTRW Kota Makassar dalam hal ini pembagian 13 kawasan sebagai pedoman dalam
memberikan rekomendasi IMB dan Izin Prinsip terkesan hanya memperkirakan atau
meraba dan tidak berdasarkan suatu pedoman yang pasti dan terinci. Dengan demikian
sangat penting untuk segera membuat Rencana Detail Tata Ruang Kota Makassar dan
Rencana Tata Ruang Kawasan (RTRK) atau yang biasa disebut Zoning Regulation yang
merinci dan mengatur secara jelas dan tegas tentang pembagian fungsi-fungsi dalam
kawasan baik sebagai fungsi utama maupun fungsi penunjang.
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya deviasi atau simpangan adalah
munculnya fenomena lebih dominannya fungsi penunjang yaitu fungsi perdagangan
daripada fungsi utama di setiap kawasan. Lebih dominannya fungsi penunjang yaitu
fungsi perdagangan daripada fungsi utama di setiap kawasan oleh karena aparat
Pemerintah Kota Makassar tidak mengkaji secara teknis dan sosial tingkat kebutuhan
masyarakat terhadap sarana perdagangan di setiap kawasan.
9

Kajian teknis dan sosial pada tiap kawasan ini penting oleh karena di dalamnya
terdapat analisis-analisis tentang tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah yang
dikaitkan dengan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap fungsi-fungsi perdagangan
sehingga dengan adanya kajian teknis dan sosial ini menjadi pedoman bagi pihak DTRB
dalam memberikan rekomendasi penerbitan IMB.
Bahwa pada suatu ruas jalan tidak boleh lagi ada pembangunan ruko oleh
karena telah melebihi dari kapasitas yang ada di setiap ruas jalan, sebagai contoh dapat
dilihat pada sebuah perumahan dimana seorang developer membangun rumah
sebanyak 50 unit, kemudian membangun ruko sebanyak 22 unit di depannya, hal inilah
yang memerlukan kajian teknis dan sosial oleh karena dirasakan tidak seimbang
antara tingkat kebutuhan masyarakat yang akan menghuni 50 unit rumah dalam
sebuah perumahan dengan ruko yang berjumlah 22 unit. Oleh karena itu dibutuhkan
kebijakan hukum terhadap fungsi perdagangan dan jasa agar seimbang dengan
kebutuhan masyarakat, dan agar Dinas Tata Ruang dan Bangunan tidak memberikan
rekomendasi Izin Mendirikan Bangunan tanpa memperhitungkan kajian-kajian teknis
dan sosial tersebut.

E. Faktor yang Menyebabkan Penataan Ruang Kota Makassar Tidak Berjalan Sesuai dengan
Perda Nomor 6 Tahun 2006
Perizinan yang terkait dengan pengendalian pemanfaatan ruang adalah Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Lokasi (Izin Prinsip). Sjachran Basah dalam
(HR,2010) menyatakan bahwa Izin adalah perbuatan hukum administrasi negara
bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan perundangundangan yang berlaku. Asep Warlan Yusuf menyatakan izin adalah suatu instrument
pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan sebagai sarana hukum
administrasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat (Ridwan dkk,2008). Bagir
Manan mengemukakan bahwa izin dalam arti luas adalah suatu persetujuan dari
peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan
9

penguasa berdasarkan

melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang
(HR,2010).Ateng syafrudin (Ridwan dkk,2008) menyatakan bahwa izin bertujuan dan
berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh.
Dinas Tata Ruang dan Bangunan sebagai salah satu unsur dari Pemerintah Kota
yang diserahi tugas pokok untuk membantu Walikota Makassar dalam merumuskan,
membina dan mengendalikan kebijaksanaan di bidang perencanaan tata ruang,
pengendalian kawasan,

penataan dan penertiban bangunan, seharusnya tidak

dibebani target untuk meralisasikan sumber Pendapatan Asli Daerah, oleh karena jika
Dinas Tata Ruang dan Bangunan dibebani target PAD maka tugas Dinas Tata Ruang dan
Bangunan sebagai pelaksana, pengawas dan pengendali pemanfaatan tata ruang
dalam melaksanakan tugasnya yaitu memberikan rekomendasi terhadap permohonan
IMB hanya untuk mengejar target PAD dan tidak berdasarkan RTRW Kota Makassar
yang telah ditetapkan atau dengan kata lain DTRB akan mempergunakan IMB sebagai
alat untuk mencapai target.
Dengan demikian tugas DTRB tidak akan terlaksana dengan baik oleh karena
dengan adanya target yang dibebankan kepada DTRB ini, maka semua permohonan
IMB yang masuk akan diberikan rekomendasi, atau dengan kata lain DTRB sematamata hanya mengejar target PAD yang pada gilirannya akan mengakibatkan
kesemrawutan terhadap penataan ruang kota dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Makassar yang telah disusun sehingga pencapaian RTRW Kota Makassar tidak akan
optimal.
Berdasarkan teori koordinasi yang dikemukakan oleh George R. Terry
menyatakan bahwa pada dasarnya koordinasi dalam rangka pelaksanaan suatu
rencana, pada dasarnya merupakan salah satu aspek dari pengendalian yang sangat
penting. Koordinasi disini adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan yang
menghubungkan dan bertujuan untuk menyelaraskan tiap langkah dan kegiatan dalam
organisasi agar tercapai gerak yang tepat dalam mencapai sasaran dan tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan (Bratakusumah,2009).

9

F. Hukum dan Etika dalam penggunaan Tataguna Lahan
Etika menjadi sebuah nilai yang menjadi pegangan seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah laku di dalam kehidupan kelompok tersebut.
Tentunya tidak akan terlepas dari tindakan-tindakan tidak etis. Tindakan tidak etis
yang di maksud disini adalah tindakan yang melangar etika yang berlaku dalam
lingkungan kehidupan tersebut.
Etika juga tidak terlepas dari hukum urutan kebutuhan (needs thoery). Menurut
kerangka berpikir Maslow, yang paling pokok adalah pemenuhan kebutuhan jasmaniah
terlebih dahulu agar dapat melaksanakan urgensi kebutuhan ekstrim dan aktualisasi
diri sebagai profesional. Pendapat kontrofersial responden Kohlberg menunjukkan
bahwa menipu, mencuri, berbohong adalah tindakan etis apabila digunakan dalam
kerangka untuk melanjutkan hidup. Kendala yang mempengaruhi adalah di satu pihak
kode etik tak mempersoalkan urutan kebutuhan dalam penerapannya, namun dilain
pihak kebutuhan jasmani tak pernah dapat terpuaskan, dan dapat dikonversikan
menjadi bentuk ekstrim lain yang mungkin akan berpengaruh terhadap tindakantindakan yang melanggar etika.
Menurut Catanesse et al (1988), tidak pernah ada rencana tataguna lahan yang
dilaksanakan dengan satu gebrakan. Memerlukan waktu yang panjang oleh pembuat
keputusan dan dijabarkan dalam bagian-bagian kecil dengan perencanaan yang baik.
Rencana taat guna lahan merupakan ekspresi kehendak lingkungan masyarakat
mengenai bagaimana seharusnya pola tata guna lahan suatulingkungan pada masa
yang akan datang. Dalam rencana itu ditentukan daerah-daerahyang akan digunakan
bagi berbagai jenis, kepadatan dan intensitas kategori penggunaan, misalnya
penggunaan untuk pemukiman, perdagangan, industri dan berbagai kebutuhan umum.
Ditentukan pula azas dan standar yang harus diterapkan pada pembangunan
atau pelestarian di daerah itu. Dalam mengantisipasi perkembangan fisik kota perlu
dilakukan perencanaan yang matang dengan memperhatikan aspek-aspek dari
9

lingkungan, diantaranya dengan mempertimbangkan daya dukung (Carrying capacity)

yang aman bagi kelangsungan kehidupan manusia. Perencanaan pemanfaatan lahan
dalam suatu daerah atau wilayah tanpa melewati batas daya dukung dari tanah,
dengan memperhatikan sistem ekologi alam, persediaan air sertakualitasnya, kualitas
udara,polusi suara, banjir, erosi, keadaan bentang alam, flora dan fauna, serta integritas
ruang terbuka. Dimana daya dukung lahan merupakan suatu kemampuan alam untuk
mendukung pertumbuhan penduduk dan pembangunan fisik suatu kota atau wilayah
tanpa kerusakan lingkungan yang berarti. Penataan ruang perkotaan yang meliputi
pusat kota dan daerah sekitarnya dilakukan dalam upaya pengendalian perkotaan
untuk menjamin keber-langsungannya di masa mendatang. Pendekatan yang
digunakan dilakukan sesuai dengan proses penataan ruang yang memperhatikan
unsur teknis dan ruang.
Dampak negatif dari bentuk pembangunan lahan yang informal adalah
perkembangan fisik kota yang tidak teratur dalam hal penetapan dari wilayah (zonasi)nya, semrawutnya pola pemukiman (settlement) yang terbentuk dan mahalnya biaya
pembangunan infrastruktur kota. (Nurmandi,1999) Pertambahan penduduk yang
tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang memadai
mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan menjadi acak-acakan. pemanfaatan
lahan yang tidak tertib inilah yang menyebabkan persoalan drainase perkotaan
menjadi sangat komplek.

G. Peran Serta Masyarakat dalam Pemanfaatan Lahan Kota Makassar
Kurangnya peran serta masyarakat untuk turut aktif berpartisipasi dalam
melaksanakan pemanfaatan tata ruang Kota Makassar menjadi andil terjadinya deviasi
dalam pembangunan Kota Makassar. Peran serta Masyarakat dapat dilaksanakan
dengan mengadakan pengawasan dan melaporkan kepada aparat Pemerintah Kota
Makassar dalam hal ini kepada BAPPEDA atau Dinas Tata Ruang dan Bangunan atau ke
BKPRD dalam hal terjadi pelanggaran terhadap RTRW Kota Makassar.
Peran serta masyarakat untuk turut mengawasi pelaksanaan pembangunan
proyek-proyek baik proyek pemerintah maupun proyek swasta pada saat ini sangat
9

penting oleh karena pelaksanaan pembangunan proyek khususnya proyek swasta
cenderung tidak mempertimbangkan kelestarian alam, contohnya adalah reklamasi
pantai besar-besaran yang diadakan oleh pihak swasta pada saat ini sudah sangat
mengkhawatirkan banyak pihak khususnya di kawasan pelabuhan terpadu yang
berakibat pada pendangkalan laut sehingga dapat menyebabkan kesulitan kapal-kapal
penumpang yang merapat ke pelabuhan yang pada akhirnya dapat berakibat pada
keselamatan penumpang kapal. Demikian pula terhadap kelestarian alam Kota
Makassar. Disinilah peran serta masyarakat sangat diperlukan demikian pula peran
LSM/WALHI dalam mengkritisi kebijakan Pemerintah Kota dalam pengaturan tata
ruang Kota Makassar.
Pelanggaran terhadap pemanfaatan kawasan permukiman dapat dijatuhi sanksi
administratif yang secara langsung diberikan kepada pelanggar tanpa melalui proses
peradilan. Menurut pendapat penulis bahwa sanksi administratif yang diberikan
kepada masyarakat yang melakukan pelanggaran telah sesuai dengan tata cara dan
prosedur pengenaan sanksi berdasarkan Pasal 63 UUPR. Dimana DTRB dalam
menjatuhkan sanksi melalui beberapa tahap dan bersifat

pembinaan serta

berdasarkan prosedur yang ditetapkan dengan terlebih dahulu mengirimkan surat
teguran pertama, surat teguran kedua dan surat teguran ketiga. Apabila pihak
pelanggar tidak memperhatikan surat teguran tersebut maka pihak DTRB akan turun
melakukan pembongkaran terhadap bangunan yang melanggar.
Sanksi pidana dapat pula dijatuhkan kepada Pejabat Pemerintah (Pasal 73
UUPR) yang berwenang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Pejabat Pemerintahan yang berwenang memberikan izin pemanfaatan ruang adalah
Walikota Makassar yang bertanda tangan pada Izin Mendirikan Bangunan dan Izin
Lokasi (Izin Prinsip). Dengan demikiaan Walikota Makassar yang dimaksud dalam
UUPR dan Perda Nomor 6 Tahun 2006 sebagai pejabat yang berwenang menerbitkan
izin pemanfaatan ruang. Apabila izin yang diterbitkan oleh pejabat pemerintah di atas
tidak sesuai dengan rencana tata ruang maka dapat dijatuhkan sanksi pidana
terhadapnya setelah terlebih dahulu diadakan penuntutan pidana terhadap pejabat
9

tersebut.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Dalam perspektif ekonomi, tujuan utama dari pemanfaatan lahan adalah untuk
mendapatkan nilai tambah tertinggi dari kegiatan yang diselenggarakan di atas
lahan. Namun harus disadari bahwa kegiatan tersebut memiliki keterkaitan baik
dengan kegiatan lainnya maupun dengan lingkungan hidup dan aspek sosial budaya
masyarakat. Dapat dipahami apabila penyelenggaraan sebuah kegiatan dapat
menimbulkan berbagai dampak yang perlu diantisipasi dengan pengaturan
pemanfaatan lahan.
2. Tidak dapat dipungkiri saat ini masih dijumpai pemanfaatan lahan yang kurang
memperhatikan daya dukung lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
permasalahan yang masih di hadapi seperti semakin berkurangnya sumber air
baku, baik air permukaan maupun air bawah tanah terutama di kawasan perkotaan
besar dan metropolitan. Di samping itu, tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh di
kawasan perkotaan mencerminkan pengembangan kawasan perkotaan yang
melampaui daya dukung lingkungan untuk memberikan kehidupan yang sejahtera
kepada masyarakat.
3. Pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat ini terhadap lahan yang semestinya
menjadi kawasan bebas pembangunan, kawasan hijau, kawasan lindung dan
sebagainya berubah menjadi tempat pemukiman penduduk ataupun kawasan
industri dimana dampaknya akan berakibat kembali kepada manusia yang
mengakibatkan masalah-masalah baru yang dihadapi.
4. Dalam perspektif penataan ruang, pemanfaatan lahan perlu diatur agar secara
keseluruhan memberikan manfaat terbaik bagi masyarakat sekaligus menekan
eksternalitas yang mungkin timbul. Dalam perspektif ini, pengaturan pemanfaatan
lahan dimaksudkan untuk membentuk struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang
yang efisien, untuk menekan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dalam
menjalankan aktivitas dan memperoleh pelayanan yang dibutuhkan.
5. Dinas Tata Ruang dan Bangunan sebagai salah satu unsur dari Pemerintah Kota
yang diserahi tugas pokok untuk membantu Walikota Makassar dalam
merumuskan, membina dan mengendalikan kebijaksanaan di bidang perencanaan
tata ruang, pengendalian kawasan, penataan dan penertiban bangunan,
seharusnya tidak dibebani target untuk meralisasikan sumber Pendapatan Asli
Daerah, oleh karena jika Dinas Tata Ruang dan Bangunan dibebani target PAD maka
tugas Dinas Tata Ruang dan Bangunan sebagai pelaksana, pengawas dan pengendali
pemanfaatan tata ruang dalam melaksanakan tugasnya yaitu memberikan
rekomendasi terhadap permohonan IMB hanya untuk mengejar target PAD dan
tidak berdasarkan RTRW Kota Makassar yang telah ditetapkan atau dengan kata
lain DTRB akan mempergunakan IMB sebagai alat untuk mencapai target.
9

6. Memerlukan waktu yang panjang oleh pembuat keputusan dan dijabarkan dalam
bagian-bagian kecil dengan perencanaan yang baik. Rencana taat guna lahan
merupakan ekspresi kehendak lingkungan masyarakat mengenai bagaimana
seharusnya pola tata guna lahan suatulingkungan pada masa yang akan datang.
Dalam rencana itu ditentukan daerah-daerahyang akan digunakan bagi berbagai
jenis, kepadatan dan intensitas kategori penggunaan, misalnya penggunaan untuk
pemukiman, perdagangan, industri dan berbagai kebutuhan umum.
7. Peran serta masyarakat untuk turut mengawasi pelaksanaan pembangunan
proyek-proyek baik proyek pemerintah maupun proyek swasta pada saat ini
sangat penting oleh karena pelaksanaan pembangunan proyek khususnya proyek
swasta cenderung tidak mempertimbangkan kelestarian alam.

9

B. Saran
Dari kesimpulan diatas, adapun saran bagi pemerintah agar lebih memberi perhatian
lebih terhadap daya dukung lingkungan, lebih memperhatikan penataan dalam
pembangunan agar tidak memberikan dampak negatif yang dapat merugikan
masyarakat dan dapat menekankan dengan tegas sanksi-sanksi terhadap pihak yang
melakukan pembangunan bebsas tanpa IMB maupun pejabat pemerintah yang
berwenang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.seta tetap
mempertahankan lahan yang seharusnya tidak menjadi tempat suatu pembangunan
seperti lahan terbuka hijau, kawasan lindung, hutan, dan sebagainya.
Untuk menjamin efektifitas suatu aturan perlu diefektifkan sanksi pidana dengan
demikian keberadaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sangat diperlukan sebagai sebuah
lembaga yang menilai suatu izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan oleh pejabat
pemerintahan.

9