TEORI TEORI PSIKOLOGI DAN APLIKASINYA DA

MAKALAH

Dr. H. Ahmad Razak, S.Ag. S,Psi. M,Si

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Prof. Dr. Muh. Jufri, S.Psi., M.Si

TEORI-TEORI PSIKOLOGI DAN APLIKASINYA DALAM
PENDIDIKAN :
TEORI HUMANISTIK DAN TEORI KOGNITIF

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK XII
AMSALUL AHMAD (1471042050)
AHMAD FAUSAN HUSAIN (1471042051)
MUHAMMAD KHIDHIR ARFANG (1471042058)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015


Kata Pengantar
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul ” Teori-teori Psikologi dan
Aplikasinya Dalam Pendidikan: Teroi Kognitif dan Teori Humanistik ”.
Makalah ini kami buat guna memenuhi penyelesaian tugas pada mata kuliah Psikologi
Pendidikan, di samping sebagai salah satu keterlibatan kami dalam pelajaran Psikologi
Pendidikan yaitu menyediakan bahan perkuliahan.
Dalam pembuatan makalah ini, kami tentu saja tidak dapat menyelesaikannya sendiri
tanpa bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami dengan segala kerendahan hati meminta maaf dan
mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan ke
depannya.
Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca dan semoga materi yang ada dalam
makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.

Makassar, 15 Maret 2015

Penulis,


DAFTAR ISI
Sampul .......................................................................................................................
Kata Pengantar...........................................................................................................
Daftra Isi.....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1....................................................................................... Latar Belakang Masalah
1.2................................................................................................ Rumusan Masalah
1.3................................................................................................................... Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Teori Humanistik.................................................................................................
2.2. Teori Kognitif......................................................................................................
2.3. Pengaplikasian Teori Humanistik dan Kognitif Dalam Pendidikan....................
BAB II PENUTUP
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................
3.2. Saran....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan kemampuan pendidik, mereka harus memiliki dasar

empiris yang kuat untuk mendukung profesi mereka sebagai pengajar. Kenyataan yang ada,
kurikulum yang selama ini diajarkan di sekolah menengah kurang mampu mempersiapkan
siswa untuk masuk ke perguruan tinggi. Kemudian kurangnya pemahaman akan pentingnya
relevansi pendidikan untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan budaya, serta bagaimana
bentuk pengajaran untuk siswa dengan beragam kemampuan intelektual.
Jerome S. Bruner, seorang peneliti terkemuka, memberikan beberapa gambaran
tentang perlunya teori pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran di dalam kelas,
serta beberapa contoh praktis untuk dapat menjadi bekal persiapan profesionalitas para guru.
Berdasarkan penelitian Jerome S.Bruner, menjelaskan bahwa dari segi psikologis dan
dari desain kurikulum pembalajaran sangatlah minim dibahas tentang teori pembelajaran.
Teori pembelajaran yang sudah ada selama ini, hanya terfokus pada kepentingan teoritis
semata. Sebagai contoh, pada saat membahas tentang teori perkembangan, seorang anak tidak
diajarkan pengaruhnya terhadap tantangan sosial dan bagaimana pengalaman nyata yang
nantinya akan dialami anak ketika berada di masyarakat. Masih banyak contoh-contoh lain,
bagaimana sebuah teori pembelajaran tidak menyentuh aspek sosial dari murud, dan hal ini

merupakan bentuk pembodohan secara intelektual dan tidak memiliki tangungjawab moral.
Dari permasalahan di atas, kita menyadari bahwa, sebuah teori pembelajaran
sebaiknya juga menyangkut suatu praktek untuk membimbing seseorang bagaimana caranya
siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan, pandangan hidup, serta pengetahuan akan
kebudayaan masyarakat sekitarnya. Akan hal itu, perlu adanya penjelasan dan pembahasan
terkait dengan teori pembelajaran. Agar lebih spesifik dan terfokus, dalam makalah ini akan
hanya akan menguraikan dan menjelaskan dua pembelajaran yaitu humanistik dan kognitif.
Dan dari penjelasan ini nantinya diharapkan bisa memberikan pemahaman yang utuh dan
dapat diterabelajaran yang dijadikan sebagai pemahaman dasar dalam pembelajaran
diharapkan siswa dapat menerima pembelajaran yang akan kita sampaikan dengan baik.

1.2.

Rumusan Masalah
1. Apa itu teori humanistik ?
2. Apa itu teori kognitif ?
3. Bagaimana aplikasi teori humanistik dan kognitif dalam pendidikan ?

1.3.


Tujuan
1. Mengetahui apa itu teori humanistik.
2. Mengetahui apa itu teori kognitif.
3. Mengetahui aplikasi teori humanistik dan kognitif dalam pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Teori Humanistik
Psikologi humanistik berusaha memahami tingkah laku individu dari sudut pandang
pelaku, bukan dari pengamat. Menurut aliran ini tingkah laku individu ditentukan oleh
individu itu sendiri (Mustaqin, Psikologi Pendidikan). Proses belajar harus berhulu dan
bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini menekankan pada isi dan proses belajar dan pada
kenyataanya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam
bentuk yang paling ideal. Teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang
paling ideal daripada belajar apa adanya yang biasa kita amati dalam dunia keseharian.
Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil
jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa harus berusaha agar
lambat laun mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya (Sugihartono, dkk, Psikologi Pendidikan).

Pendidik harus memperhatikan pendidikan lebih responsif terhadap kebutuhan kasih
sayang (affective) siswa. Kebutuhan afektif adalah kebutuhan yang berhubungan dengan
emosi, perasaan, nilai, sikap, predisposisi, dan moral (Sri Esti Wuryani Djiwandono,
Psikologi Pendidikan).
Pendekatan humanistik pada umumnya mempunyai pandangan yang ideal yang lebih
manusiawi, pribadi, dan berpusat pada siswa yang menolak terhadap pendidikan tradisional
yang lebih berpusat pada guru. Para ahli teori belajar pendekatan ini yaitu:
a. Arthur Combs Tokoh ini menjelaskan bagaimana persepsi ahli-ahli psikologi dalam
memandang tingkah laku. Untuk mengerti tingkah laku manusia, yang penting adalah
mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya. Untuk mengerti orang lain,
yang penting adalah melihat dunia sebagai yang dia lihat, dan untuk menentukan
bagaimana orang berpikir, merasa tentang dia atau tentang dunianya (Hamzah B. Uno,
Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran).
b. Maslow Tokoh ini berpendapat bahwa ada hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan untuk
tingkat yang paling rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau mempertahankan hidup
dan rasa aman, dan ini adalah kebutuhan yang paling penting. Jika manusia secara fisik
terpernuhi kebutuhannya dan merasa aman, mereka akan distimuli untuk memenuhi
kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dicintai dan kebutuhan

akan harga diri dalam kelompok mereka sendiri. Jika kebutuhan ini terpenuhi orang akan

kembali mencari kebutuhan yang lebih tinggi lagi, prestasi intelektual, penghargaan
estetis, dan akhirnya self-actualization (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam
Psikologi Pembelajaran).
c. Rogers Melalui bukunya Freedom to Learn and Freedom to Learn for the 80’s,
menganjurkan pendekatan pendidikan sebaiknya mencoba membuat belajar dan
mengajar lebih manusiawi, lebih personal, dan berarti. Prinsip-prinsip penting belajar
humanistik menurut Rogers yaitu keinginan untuk belajar (The Desire to Learn), belajar
secara signifikan (Significant Learning), belajar tanpa ancaman (Learning Without
Threat), belajar atas inisiatif sendiri (Self-initiated Learning), belajar dan berubah
(Learning and Change) (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran).
d. Bloom dan Krathwohl Mereka membagi penguasaan siswa dalam belajar menjadi tiga:
1) Kognitif, yang terdiri dari enam tingkatan, yaitu: pengetahuan (mengingat dan
menghafal), pemahaman (menginterpretasikan), aplikasi (penggunaan konsep untuk
memecahkan masalah), analisis (menjabarkan suatu konsep), sintesis (menggabungkan
bagian- bagian konsep menjadi suatu kesatuan yang utuh), evaluasi (membandingkan
nilai, ide, metode dan lain-lain). 2) Afektif yang terdiri dari lima tingkatan, yaitu
pengenalan (ingin menerima dan sadar akan adanya sesuatu), merespons (aktif
berpartisipasi), penghargaan (menerima nilai-nilai dan setia kepada nilai-nilai tertentu),
mengorganisasian yaitu menghubungkan nilai yang dipercaya), pengamalan (menjadikan

nilai sebagai bagian pola hidupnya). 3) Psikomotor yaitu peniruan (menirukan gerak),
penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak), ketepatan (melakukan
gerak dengan benar), perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus), naturalisasi
(melakukan gerak secara wajar). Taksonomi Bloom ini berhasil memberi inspirasi
kepada banyak pakar untuk mengembangkan teori belajar dan pembelajaran. Taksonomi
ini banyak membantu praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuan belajar dalam
bahasa yang mudah dipahami, operasional, serta dapat diukur. Teori ini dijadikan
pedoman untuk membuat butir soal ujian (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam
Psikologi Pembelajaran).
e. Kolb Ia membagi tahapan belajar menjadi empat tahapan yaitu: 1) Pengalaman konkret.
Pada tahap pertama dan paling dini ini, siswa hanya mampu mengalami suatu kejadian.
2) Pengamatan aktif dan reflektif. Pada tahap kedua ini, siswa mampu mengadakan
observasi aktif dan memahami terhadap kejadian itu. 3) Konseptualisasi. Tahap ketiga

ini, siswa mulai belajar membuat abstraksi atau teori tentang suatu hal yang pernah
diamatinya. 4) Eksperimentasi aktif. Pada tahap akhir ini, siswa sudah mampu
mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Siklus belajar semacam ini
terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran siswa sehingga sulit
ditentukan kapan beralihnya, tetapi ada garis tegas antara tahap satu dengan tahap lain
(Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran).

f. Honey dan Mumford Mereka membagi tipe siswa menjadi empat macam: 1) Siswa tipe
aktivis adalah yang suka melibatkan diri pada pengalaman baru dan cenderung
berpikiran terbuka serta mudah diajak berdialog. 2) Siswa dengan tipe reflektor sangat
berhati-hati mengambil langkah. 3) Siswa dengan tipe teoris sangat kritis, senang
menganalisis, dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. 4)
Siswa tipe pragmatis menaruh perhatian besar pada aspek praktis. Siswa tipe ini tidak
suka berlarut-larut dalam membahas aspek teoritis filosofis karena lebih baik praktiknya
(Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran).
g. Habermas (tokoh yang dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun
dengan sesama manusia) Tipe belajar dibagi menjadi: 1) Tipe belajar teknis, belajar
berinteraksi dengan alam sekelilingnya. 2) Tipe belajar praktis,belajar berinteraksi
dengan orang disekelilingnya. 3) Tipe belajar emansipatoris berusaha mencapai
pemahaman dan kesadaran tentang perubahan kultural suatu lingkungan. Pemahaman
kesadaran terhadap perubahan kultural menjadi tahapan terpenting karena dianggap
sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam
Psikologi Pembelajaran).

2.2 Teori Kognitif
Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari proses mental termasuk
bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Bidang psikologi kognitif

sangat luas, tetapi umumnya dimulai dengan melihat bagaimana masukan sensori
berubah menjadi keyakinan dan tindakan melalui proses kognisi.
Istilah psikologi kognitif diciptakan oleh Ulric Neisser tahun 1967 dalam sebuah
bukunya yang berjudul Cognitive Psychology. Psikologi kognitif mengakui otak
menjalankan fungsi utama, yaitu berpikir. Otak adalah sistem fisik murni yang bekerja
(meskipun kompleks) dalam batas-batas hukum alam dan kekuatan sebab dan akibat.
Pandangan ini disebut fungsionalisme kausal atau fungsionalisme.

1.

Teori Belajar Piaget
Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat
terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir
pada anak.
Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut
tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau
struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap
sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:
a.


Tahap Sensori Motor (dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)
Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami
lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium
dan menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik
serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini.
Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat
tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa
selimutnya akan bergeser darinya.

b.

Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)
Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk
selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya
perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang
lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari
orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dengannya.

c.

Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)
Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya
mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada
informasi yang datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir
secara operasi konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa
ciri yang ditangkap oleh pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja
berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat
mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.

d.

Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)
Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, yaitu berpikir mengenai
gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa
alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang
berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu
terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan
membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak (Hamzah B. Uno, Orientasi
Baru dalam Psikologi Pembelajaran).

2.

Jerome Bruner Dengan Discovery Learningnya
Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner
meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu:
enactive, iconic dan symbolic (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran). Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan kecerdasan
inderawi dalam teori Piaget.
Pengetahuan enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek,
melakukan pengetahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat
mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan
tersebut), namun tidak terlalu paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam
kata-kata, bahkan ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam
bentuk ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam
benak mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon
mangga dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk
menjelaskan dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui
representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki
kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan
pengetahuan yang abstrak, dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa
dengan operasional formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapat
dikemukakan sebagai berikut:

1.

Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity
(keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.

2.

Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada.
Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.

3.

Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara
enaktif, ekonik, dan simbolik.

4.

Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai
arah informatif.

5.

Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab
memungkinkan kemajuan.

3.

Teori Belajar Bermakna Ausubel
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari
hukum belajar yang bermakna. Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar
bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar
bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan
struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan
belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang
diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna (Hamzah B. Uno, Orientasi Baru
dalam Psikologi Pembelajaran).
Menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang
bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa
siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja,
tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah
seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru,
bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran
yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan
informasi

kepada

siswa.

Dalam

hal

ini

guru

bertanggung

jawab

untuk

mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa,
sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh
Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan

struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu
mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang
dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai
sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
a.

Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai

dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
b.
Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang
peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi
baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana
melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari
secara hafalan.
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu
proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan
pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal
yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang
dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar
yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat
bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada
kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun,
asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis,
akan dihasilkan belajar yang baik.
4.

Teori Belajar “Cognitive-Field” dari Lewin
Tokoh dari teori kognitif adalah Kurt Lewin (1892-1947). Mengembangkan suatu
teori belajar kognitif-field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi
social. Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam suatu medan
kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space.
Life space mencankup perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, misalnya ;
orang – orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan
yang ia miliki.
Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam
struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan,
satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal

individu. Lewin memberikan peranan lebih penting pada motivasi dari reward (Hamzah
B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran).

2.3. Pengaplikasian Teori Humanistik dan Kognitif Dalam Pendidikan
2.3.1. Pengaplikasian Teori Humanistik Dalam Pendidikan
Implikasi

pengajaran

dari

sudut

pandang

Rogers

yaitu

tidak

begitu

memperhatikan metodologi pengajaran. Nilai dari perencanaan kurikulum, keahlian
ilmiah guru, atau penggunaan teknologi tidak sepenting dalam memudahkan belajar,
seperti respons perasaan siswa atau mutu dari interaksi antara siswa dan guru. Satu
strategi yang disarankan Rogers adalah memberi siswa dengan berbagai macam sumber
yang dapat mendukung dan membimbing pengalaman mereka. Strategi lain yang
disarankan Rogers adalah peer-tutoring (siswa mengajar siswa yang lain). Rogers
adalah penganjur yang kuat pada penemuannya, di mana siswa mencari jawaban
terhadap pertanyaan yang riil, membuat penemuan autonomus (bebas), dan menjadi
pencetus dalam belajar atas inisiatifnya sendiri. Pengajaran dalam Psikologi
Humanistik meliputi:
a.Pendidikan Setara (Confluent Education)
George Brown mengembangkan Pusat Pendidikan Humanistik di Universitas
California, Sania Barbara, dimana guru belajar mengintegrasikan pengalaman afektif
dengan belajar kognitif di kelas (Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi
Pendidikan). Contohnya adalah pengajaran Bahasa Inggris pada siswa umur 12 tahun
tentang buku yang berjudul Red Badge of Courage. Guru yang ingin mengembangkan
latihan ini, ingin siswanya tidak hanya mendapatkan pengertian yang lebih dalam
tentang novel itu, tetapi juga memperoleh kesadaran antar pribadi yang lebih besar
dengan mendiskusikan konsep tentang keberanian, keteguhan hati, dan kekuatan
mereka sendiri.
b. Pendidikan Terbuka (Open Education)
1) Syarat-syarat belajar (Provisions for Learning).
Memanipulasi persediaan bahan pelajaran untuk memenuhi keanekaragaman dan
luasnya mata pelajaran. Anak-anak bergerak bebas di kelas, mendorong untuk
bercakap-cakap dan tidak dipisahkan ke dalam kelompok dengan menggunakan skor
tes.

2) Manusiawi, hormat, terbuka, dan hangat (Humannes, Respect, Opennes, and
Warmth).
Menggunakan bahan pelajaran yang dibuat siswa. Guru berhadapan dengan tingkah
laku siswa yang bermasalah dengan berkomunikasi dengan anak tanpa melibatkan
kelompok.
3) Mendiagnosis kejadian selama pelajaran (Diagnosis of Learning Events).
Siswa mengoreksi pekerjaan mereka sendiri. Guru mengobservasi dan menanyakan
pertanyaan-pertanyaan.
4) Pengajaran (Instruction).
Secara individual tidak ada tes/ buku tugas.
5) Penilaian (evaluation).
Guru mengambil catatan beberapa tes formal.
6) Mencari kesempatan untuk menumbuhkan profesionaliisme (Search

for

Opportunities for Professional Growth).
Guru menggunakan bantuan orang lain. Guru bekerja dengan teman sejawat.
7) Persepsi guru tentang dirinya (Self-Perception of Teacher).
Guru mencoba untuk menyimpan semua persepsi tentang anak-anak di dalam
pengamatannya dan memonitor pekerjaan mereka.
8) Mengasumsikan anak-anak dan proses belajar (Assumption about Children and the
Learning Process).
Suasana kelas hangat dan diterima. Anak-anak terlibat dengan apa yang mereka
kerjakan (Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan).
Slavin menyimpulkan bahwa hasil penelitian kelas terbuka mengatakan, pengalamanpengalaman dari gerakan kelas terbuka menyarankan bahwa ada keterbatasan terhadap
belajar yang diarahkan pada diri sendiri oleh siswa, terutama ketika mereka belajar
keterampilan dasar di mana begitu banyak kegiatan belajar yang tergantung dari guru (Sri
Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan).
2.3.2. Pengaplikasian Teori Kognitif Dalam Pendidikan
Ada sejumlah cara untuk menggunakan model belajar kognitif dalam kelas. Pertama kita
akan melihat strategi mengajar pada umumnya, terutama yang menyangkut rencana
pembelajaran, kemudian yang kedua kita akan memusatkan perhatian untuk membantu siswa
dalam mengingat informasi baru.

Strategi belajar sangatlah penting dalam mencapai suatu keberhasilan pengajaran, dalam hal
ini ada beberapa faktor yang mendasari strategi mengajar yaitu; memusatkan perhatian,
mempengaruhi perhatian siswa. Dalam permulaan pelajaran, guru dapat membuat kontak
mata atau berbuat sesuatu yang mengejutkan siswa dengan maksud untuk menarik perhatian
siswa. Mengidentifikasi apa yang penting, sulit, dan tidak bisa, belajar dapat dipertinggi jika
guru membantu siswa merasa betapa pentingnya informasi baru, Suatu strategi untuk
melakukan ini adalah membuat tujuan pembelajaran sejelas mungkin. membantu siswa
mengingat kembali informasi yang telah dipelajari sebelumnya, membantu siswa memahami
dan menggabungkan informasi. Mungkin satu-satunya metode terbaik untuk membantu siswa
memahami pelajaran dan mengombinasikan informasi yang telah ada dengan informasi baru
adalah membuat setiap pelajaran sedapat mungkin bermakna.
Strategi selanjutnya yaitu, strategi untuk membantu siswa dalam mengingat informasi baru.
Lindsy dan Norman menyampaikan tiga aturan umum untuk memperbaiki ingatan, pertama,
menghafal memerlukan usaha. kedua; materi yang harus dihafal atau diingat seharusnya
berhubungan dengan hal-hal lain. Ketiga; materi dapat dibagi dalam kelompok atau bagianbagian kecil dan kemudian diletakkan kembali bersama-sama pola yang berarti (Sri Esti
Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan).

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Psikologi humanistik berusaha memahami tingkah laku individu dari sudut pandang
pelaku, bukan dari pengamat. Menurut aliran ini tingkah laku individu ditentukan oleh
individu itu sendiri. Proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri.
Teori ini menekankan pada isi dan proses belajar dan pada kenyataanya teori ini lebih banyak
berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuk yang paling ideal. Teori ini
lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar apa adanya
yang biasa kita amati dalam dunia keseharian.
Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil
jika siswa telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa harus berusaha agar
lambat laun mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari proses mental termasuk
bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Bidang psikologi kognitif
sangat luas, tetapi umumnya dimulai dengan melihat bagaimana masukan sensori berubah
menjadi keyakinan dan tindakan melalui proses kognisi.
Istilah psikologi kognitif diciptakan

oleh Ulric Neisser tahun 1967 dalam sebuah

bukunya yang berjudul Cognitive Psychology. Psikologi kognitif mengakui otak menjalankan
fungsi utama, yaitu berpikir. Otak adalah sistem fisik murni yang bekerja (meskipun
kompleks) dalam batas-batas hukum alam dan kekuatan sebab dan akibat. Pandangan ini
disebut fungsionalisme kausal atau fungsionalisme.

3.2. SARAN
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila
ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena
kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.

DAFTAR PUSTAKA
Mustaqim. 2001. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Esti Wuryani Djiwandono, Sri. 2006.
Grasindo.

Psikologi Pendidikan. Jakarta:

B.Uno, Hamzah. 2005. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.