MASALAH PERKEMBANGAN ANAK id. docx

BAB IV
PERMASALAHAN PERKEMBANGAN
PADA SISWA SEKOLAH DASAR
Meskipun anak usia sekolah dasar pada umumnya dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik tetapi beberapa di antaranya mengalami hambatan dan hambatan ini
seringkali menyebabkan terjadinya berbagai masalah atau kesulitan. Beberapa
permasalahan umum yang mungkin dialami oleh anak-anak usia sekolah dasar, antara
lain adalah gangguan fisik, kekurangan nutrisi, gangguan makan, gangguan kepribadian,
gangguan pembuangan, luka tubuh, ketakutan, kecemasan, kekerasan seksual, gangguan
tidur, gangguan sosial, depresi, dan berbagai bentuk gangguan perilaku (Berk, 1996;
Nelson & Israeli, 1984). Berbagai permasalahan perkembangan tersebut, menurut
beberapa penelitian yang telah dilakukan, lebih banyak ditemukan pada siswa-siswa dari
kalangan sosial ekonomi menengah ke bawah. Gejala ini barangkali beralasan karena
orang tua (keluarga) dengan kesulitan ekonomi (finansial) cenderung kurang
memperhatikan masalah nutrisi dan kesehatan. Banyak anak dari keluarga tidak mampu
sering kekurangan nutrisi dan kurang mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan
perawatan kesehatan. Kondisi seperti itu juga banyak ditemukan pada beberapa keluarga
di Indonesia.
Berikut adalah deskripsi singkat dari berbagai gangguan atau masalah tersebut.
A. Gangguan Fisik
Bentuk gangguan fisik yang banyak ditemukan pada siswa sekolah dasar adalah

gangguan penglihatan, pendengaran, dan luka tubuh. Gangguan penglihatan, sering
disebut myopia, adalah kesulitan untuk melihat dengan jelas obyek-obyek dekat
(nearsightedness). Di USA gangguan ini mempengaruhi sekitar 25% populasi siswa
sekolah dasar tetapi angka itu cenderung lebih tinggi pada anak perempuan
dibandingkan anak laki-laki, dan dua kali lebih banyak pada anak kulit putih daripada
anak kulit hitam (Sperduto, et al, 1983). Gangguan banyak disebabkan pengaruh. Di
antara faktor pengalaman yang menyebabkan myopia antara lain adalah seringnya anak
membaca (belajar) di bawah lampu yang sangat terang (silau) atau melihat TV terlalu
dekat. Semakin banyak waktu yang digunakan anak untuk membaca, khususnya dengan
jarak yang sangat dekat, semakin besar peluang mereka terkena gangguan myopia
(Angle & Wissmann, 1980). Jadi, anak-anak yang senang membaca, renang, atau
melukis sangat berpeluang mengalami myopia. Untungnya, sudah terdapat alat bantu
berupa kacamata yang dapat memecahkan masalah itu. Berkaitan dengan kasus ini para
1

guru dan pembimbing dapat melakukan upaya-upaya pencegahan untuk menghindarkan
anak dari jenis gangguan ini.
Anak-anak sekolah dasar juga sering mengalami gangguan pendengaran.
Gangguan ini seringkali disebabkan karena tabung eustachian (kanal atau terusan yang
mengalir) dari telinga dalam menuju tenggorokan) menjadi lebih panjang dan

menyempit sehingga merintangi perjalanan (aliran) cairan dan bakteri dari mulut ke
telinga. Akibatnya telinga seringkali mengalami infeksi. Jika infeksi ini tak segera
diatasi, maka anak akan mengalami gangguan pendengaran yang permanen. Menurut
penelitian, gangguan ini dialami oleh kira-kira 3-4 persen dari seluruh siswa sekolah
dasar, dan banyak dialami oleh anak-anak dari keluarga dengan penghasilan rendah
(Mott, James, & Sperhac, 1990). Pemeriksaan secara teratur terhadap penglihatan dan
pendengaran adalah sangat penting sehingga adanya kelainan segera dapat dikenali dan
ditangani sebelum gangguan itu benar-benar menyebabkan kesulitan belajar yang serius
bagi anak.
Anak-anak usia sekolah dasar juga sering menderita sakit dalam bentuk luka-luka
di tubuhnya. Luka tersebut dapat disebabkan oleh kecelakaan waktu bermain (jatuh
ketika berlari-lari, atau main lompat-lompatan, bertubrukan dengan teman, atau terluka
oleh benda tajam). Luka juga dapat disebabkan karena kecelakaan kendaraan. Tanpa
memperhatikan sebab dari terbentuknya luka, luka di badan (borok) seringkali
membawa dampak negatif bagi perkembangan fisik, emosi, dan sosial. Secara fisik,
luka-luka dapat menghambat perkembangan otot-otot karena luka dapat menyebabkan
anak mengurangi aktivitas bermain (olah raga) bahkan dapat menyebabkan kecacatan.
Scara emosional, anak-anak yang memiliki borok di tubuh – khususnya yang
berkepanjangan dan menebarkan bau yang tidak sedap – akan mengalami perasaan
minder dan menarik diri karena seringkali diperolok, dihindari atau dikucilkan oleh

teman-temannya bahkan oleh nanggota keluarganya sendiri.
Beberapa anak usia sekolah dasar juga banyak ditemukan memperlihatkan
pertumbuhan fisik yang lambat, tampak kurus, lemah, dan tak bertenaga. Kesalahan atau
kekurangan nutrisi, atau pemberian makanan yang kurang bergisi menjadi salah satu
faktor penyebab utama dari gangguan ini. Anak-anak sekolah dasar membutuhkan
nutrisi yang baik agar mereka mendapat gisi yang memadai guna menghasilkan energi
yang mencukupi untuk berbagai kegiatan fisik dan mental. Suplai energi ini sangat
penting bagi anak-anak usia sekolah dasar karena – selaras dengan tugas
2

perkembangannya - mereka menyenangi berbagai aktivitas bermain dan berteman.
Sepanjang orang tua dapat pola makan yang sehat pada anak-anak, kesibukan anak
sehari-hari tida akan memberikan dampak negatif pada perkembangan. Sayangnya,
banyak anak-anak di berbagai belahan dunia tidak memperoleh nutrisi yang mencukupi
da kekurangan gizi. Kekurangan nutrisi dan gizi buruk yang terjadi pada usia sekolah
dasar ini sangat potensial menghambat pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan,
buruknya koordinsi motorik, dan kurang perhatian. Ini tentu saja memberikan dampak
buruk pada kinerja dan hasil belajar. Beberapa hasil penelitian telah memberikan buktibukti empirik bahwa pengaturan pola makan (diet) memberikan pengaruh pada proses
neurotransmitter dalam otak (Zeisel, 1986) dan ini tentu saja memberikan dampak
negatif


pada belajar dan perilaku karena berbagai aktivitas fisik dan mental

dikendalikan oleh kerja otak.
B. Gangguan Makan
Berbagai bentuk gangguan makan yang banyak dilaporkan antar lain adalah
kurang makan (nafsu makan rendah), kelebihan makan (makan terus-menerus seperti tak
pernah kenyang), sulit makan (terlalu memilih-milih makanan yang harus dimakan),
gangguan mengunyah dan menelan makanan, kebiasaan makan yang aneh (senang
makan kertas, deterjen, dan sebaginya), kebiasaan menunda makan, dan sebagainya.
Diantara gangguan makan yang tampak umum dialami oleh anak usia sekolah dasar
adalah kegemukan. Kegemukan atau obesitas (obesity) merupakan salah satu bentuk
gangguan makan yang paling umjum ditemukan pad anak usia sekolah dasar.
Kegemukan adalah suatu keadaan

kelebihan berat badan (overweight). Di USA,

diidentifikasi sekitar 27 persen siswa sekolah dasar yang menderita karena kelebihan
berat badan. Kelebihan berat badan membuat anak-anak menjadi tidak bebas beraktivitas
dan


bermain. Mereka itu sering tampak lamban dan canggung.

Anak-anak obes

beresiko mengalami gangguan kesehatan jangka panjang, bahkan sepanjang hidup.
Kelebihan kolesterol dan tekanan darah yang tinggi ditambah dengan abnormalitas
saluran pernafasan mulai tampak pada tahun-tahun awal sekolah dasar . Gejala ini
merupakan prediktor yang akurat bagi kerusakan (kelainan) jantung dan kematian dini
(Taitz, 1983; Unger, Kreeger, & Chritoffel, 1990).
Kegemukan juga berpotensi membuat siswa mengalami gangguan emosional dan
sosial. Anak obes seringkali mendapatkan penolakan dari teman-temannya, misalnya
3

dalam suatu permainan yang membutuhkan pasangan mereka ini seringkali tidak dipilih.
Atraksi fisik seringkali dapat menjadi prediktor bagi penerimaan sosial dalam budaya
tertentu. Anak-anak (dan beberapa orang dewasa) cenderung kurang menyenangi anakanak obes karena keterbatasan kemampuan fisiknya (Brenner & Hindsekolah dasarale,
1978; Lerner & Schroeder, 1971). Anak-anak sekolah dasar yang obes

umumnya


dihinggapi perasan minder, bahkan mengalami gangguan depresi. Saat itulah muncul
siklus yang buruk, dimana ketidakbahagian dan kelebihan makan (makan berlebihan)
saling mendukung satu sama lain sehingga anak-anak tetap kelebihan berat badan
(Banis, et al, 1988).
Kelebihan berat badan disebabkan oleh berbagai faktor seperti bawaan, kelas
sosial, pola pertumbuhan awal, kebiasaan makan kelurga, reaksi makanan, aktivitas fisik,
peristiwa traumatik, bakan kebiasaan nonton TV. Anak-anak obes umumnya memiliki
orang tua yang cenderung obes dan berstatus sosial ekonomi menengah ke bawah. Anakanak yang mengalami pertumbuhan fisik cepat pada masa bayi berpotensi menjadi obes
pada waktu periode anak. Orang tua yang senang menyimpan makanan dan minuman
berkalori tinggi dan menggunakan sebagai hadiah pada anak untuk menangani
kecemasan juga berpotensi membuat anak-anak menjadi obes. Anak-anak yang mudah
terangsang makanan setiap kali mereka melihat makanan (tidak makan ketika lapar)
cenderung menjadi obes. Anak –anak obes juga cenderung kurang aktif secara fisik
dibandingkan anak-anak lain yang tidak tergolong obes. Anak-anak yang terlalu banyak
menggunakan waktunya untuk nonoton TV juga cenderung menjadi obes sebab kegiatan
nonton TV umumnya disertai dengan mengunyah makanan. Berbagai peristiwa
traumatik seperti perceraian orang tua, kematian anggota keluarga, atau kekerasan dan
penolakan terhadap anak juga dapat memicu obesitas.
Kegemukan pada anak sebaiknya segera ditangani sebelum hal itu benar-benar

membentuk pola makan yang tidak sehat. Suatu studi yang agak baru menemukan suatu
metode intervensi yang sangat efektif untuk menangani obesitas, suatu metode yang
berdasarkan pada keluarga dan memusatkan perhatian pada pengubahan perilaku. Orang
tua dan anak saling memperbaiki atau meninjau kembali pola makan, melakukan olah
raga rutin setiap hari, saling memberikan penguatan untuk setiap kemajuan yang dicapai.
Suatu tindak lanjut yang setelah lima tahun membuktikan bahwa anak-anak
memperlihatkan penurunan berata badan secara berarti. Temun ini menggarisbawahi
pentingnya campur tangan terhadap anak-anak obse pada usia awal.
4

C. Gangguan Tidur
Banyak orang tua yang mengeluh kelelahan karena semalaman menangani
anaknya yang tidak segera bisa tertidur. Keengganan atau menolak untuk tidur seringkali
terjadi pada usia dua hingga lima tahun, namun anak-anak usia di atasnya juga seringkali
memperlihatkan gangguan ini. Orang tua perlu menggunakan bantuan psikologis jika
gangguan tersebut menjadi kronis. Beberapa profesional memandang gangguan tersebut
sebagai pertanda akan adanya gangguan lain. Dalam beberapa kasus gangguan ini
berhubungan dengan gangguan ketakutan (phobia), seperti phobia gelap karena anakanak berfantasi tentang hantu atau makhluk lain yang mneyeramkan yang senang
muncul dari kegelapan. Beberapa bentuk gangguan tidur antara lain adalah: tidak segera
mau untuk tidur (menangis kalau dipaksa), berjalan ketika tidur, dan mimpi buruk.

Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa gangguan
tidur berkaitan dengan kurangnya perhatian dari orang tua sebelum anak pergi tidur,
sistem saraf pusat yang kurang matang, dan kegagalan anak (ego) untuk menangani
konflik-konflik anak.
D. Gangguan kepribadian dan perilaku
Beberapa bentuk gangguan kepribadian dan perilaku anak usia sekolah dasar
yang umum antara lain adalah phobia (phobia), depresi, gangguan pembuangan,
kenakalan, dan agresi anti sosial.
1. Phobia
Phobia meruapkan suatu bentuk ketakutan (atau kecemasan) yang ditujukan
terhadap obyek, situasi, atau kondisi tertentu. Terdapat beberapa bentuk phobia,
seperti phobia di tempat gelap, phobia di ketinggian, phobia sendirian. Tabel berikut
memberikan beberapa contoh bentuk ketakutan umum yang biasa diperlihatkan oleh
anak usia sekolah dasar.
USIA
6 tahun

BENTUK KETAKUTAN
Makhluk halus (hantu), luka fisik, kilatan petir dan halilintar,


7-8 tahun

kegelapan, tidur atau berada sendirian, terpisah dari orang tua
Makhluk halus, luka fisik, kegelapan, sendirian, peristiwa-

9-12 tahun

peristiwa media
Luka fisik, kilatan petir dan halilintar, ujian dan kenaikan kelas,
penampila fisik, kematian, dan perang

5

Beberapa anak dapat menangani ketakutannya secara konstruktif dengan cara
membicarakannya dengan orang tua, guru, atu teman atau dengan mengatur
emosinya. Namun demikian beberapa anak yang lain mengalami kesulitan untuk
mengendalikan ketakutannya sehingga mengalami ketakutan yang semakin intens
(Beidel, 1991). Misalnya phobia sekolah.anak-anak yang memperlihatkan gangguan
ini berasal dari kelas menengah yang mencapai prestasi rata-rata atau di atas rata-rata.
Mereka itu merasa takut untuk pergi/masuk sekolah dan ketakutan itu seringkali

disertai dengan keluhan fisik seperti pusing, mual, muntah, dan sakit perut. Berbagai
kasus phobia sekolah mulai tampak lagi pada usia 11-13 tahun, tepatnya ketika anak
mulai memasuki periode transisi dari masa anak menuju masa remaja.
Ketika anak bertambah usia, mereka mulai tampak tidak mengalami ketakutan
ketika terpisah dari orang tuanya. Malahan anak tersebut menemukan suatu
pengalaman khusus yang menakutkan – yakni guru yang sering mengkritik dan
menggertak, diminta guru maju ke depan kelas menyelesaikan tugas, atau adanya
tuntutan yang berlebihan dari orang tua agar anak berhasil di sekolah. Untuk
menangani jenis phobia ini mungkin mempersyaratkan perubahan lingkungan sekolah
atau pola pengasuhan orang tua (Pilkington & Piersel, 1991). Beberapa bentuk
ketakutan anak mungkin juga disebabkan oleh kondisi hidup yang keras atau jika
anak terus-menerus mengalami kekerasan.
2. Depresi
Dalam bidang klinis, depresi (depression) digunakan untuk menunjuk pada salah
satu bentuk gangguan psikologis yang ditandai oleh adanya pengalaman suasana hati
tidak bahagia, perasaan tak berharga, rasa bersalah, murung, merasa tak berdaya, dan
putus asa (McNamara dalam Brown & Lent, 1992; Nelson & Israel, 1984). Anak
yang mengalami depresi umumnya memperlihatkan perasaan murung atau gelisah
dimanapun mereka berada. Mereka tak dapat menikmati hiburan dan kehilangan
selera untuk bersenang-senang, menarik diri, sulit berkonsentrasi ketika menerima

pelajaran di kelas, selalu tampak kelelahan dan sering tertidur di kelas (McNamara,
dalam Brownt & Lent, 1992). Pada tingkat yang lebih serius, depresi
dimanifestasikan dalam bentuk gejala fisik dan perilaku tidak adaptif seperti menarik
diri dari kontak sosial, meningkatnya ketergantungan pada orang lain, mudah
menangis, kehilangan perhatian terhadap penampilan fisik, dan melambatnya respon
6

motorik. Juga terdapat tanda-tanda fisik yang dimanifestasikan oleh penderita depresi
pada tingkat moderat dan serius seperti kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, dan
menurunnya dorongan seksual. Keluhan kelelahan dan sakit kepala dan perut
merupakan gejala depresi yang sangat umum.
Depresi pada umumnya disebabkan oleh rasa kehilangan yang kuat (misalnya
ditinggal mati orang tua atau orang-orang yang menyayangi dan disayangi,
kehilangan benda atau mainan yang sangat disenangi, dan sebaginya). Gangguan ini
dapat dialami oleh pria maupun wanita dari seluruh tingkatan usia, tetapi banyak hasil
penelitian menyatakan bahwa wanita lebih banyak memperlihatkan gejala gangguan
tersebut (Cohen, 2002). Meskipun pada awalnya depresi sangat umum dialami oleh
remaja (Weiner, 1980), berbagai amatan dan hasil-hasil penelitian yang lebih
belakangan menyatakan bahwa depresi juga banyak ditemukan pada anak usia
sekolah dasar. Yang menarik, menurut Compas et al. (Steinberg, 2002), depresi lebih
umum dialami oleh anak laki-laki dari pada anak perempuan sebelum mereka
memasuki usia remaja, tetapi setelah pubertas, depresi lebih umum dialami oleh anak
perempuan dari pada anak laki-laki. Perbedaan jenis kelamin dalam prevalensi
gangguan depresi tersebut tetap bertahan hingga mereka memasuki usia dewasa awal.
Beberapa hasil penelitian juga menyatakan adanya peningkatan historis dalam
prevalensi depresi, khususnya di kalangan remaja. Secara historis, angka penderita
gangguan depresi terus mengalami peningkatan dalam setiap generasi (Lewinsohn et
al., 1993).
3. Kenakalan
Istilah kenakalan (delinquency) digunakan untuk menunjuk pada berbagai bentuk
perilaku melanggar hukum yang dilakukan oleh anak atau individu di bawah umur
(juvenile). Oleh karena itu kata kenakalan seringkali digandengkan dengan anak
tanggung atau di bawah umur (juvennile delinquency). Kenakalan merupakan salah
satu bentuk gangguan perilaku yang paling umum diperlihatkan oleh anak dan remaja
laki-laki,

meskipun

beberapa

anak

dan

remaja

perempuan

juga

banyak

memperlihatkan kenakalan.
Kenakalan dapat dibedakan ke dalam tiga kategori, yakni: (1) kenakalan berat
(violent crime), yang meliputi tindak penyerangan, pemerkosaan, pembunuhan; (2)
kenakalan menengah (property crime) seperti pencurian, perampokan, penodongan,
perampasan, dan perusakan rumah dengan sengaja; dan (3) kenakalan ringan (status
7

offenses) seperti bolos sekolah, lari dari rumah, atau minum alkohol (Steinberg,
1993). Kenakalan ringan tidak termasuk tindakan melanggar hukum tetapi merupakan
tindakan melanggar kode moral yang ditetapkan oleh orang dewasa bagi anak muda.
Dilihat dari kategori-kategori kenakalan tersebut, kenakalan dapat diletakkan
dalam suatu kontinum perilaku tidak adaptif yang merentang dari tindakan melanggar
kode moral sampai dengan melawan hukum.
Penyalahgunaan narkoba juga termasuk bentuk kenakalan jika itu dilakukan oleh
anak di bawah usia 18 tahun. Pada awalnya penyalahgunaan narkoba banyak
dilakukan oleh remaja dan korbannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun
saat ini, ditemukan banyak kasus penyalahgunaan oleh anak-anak usia sekolah dasar
dari berbagai belahan dunia. Belum begitu jelas apakah itu karena semakin meluasnya
jaringan peredaran narkoba di masyarakat, banyaknya kasus-kasus penelantaran anak
sehingga anak menggunakan narkoba sebagai pelarian atau sebagai alat untuk
melawan orang tua, kuatnya persuasi yang diberikan oleh orang dewasa pengguna
narkoba pada anak sehingga banyak anak akhirnya bereksperimentasi dengan narkoba
dan akhirnya menjadi pecandu, ataukah efek kuat dari narkoba yang dapat
memberikan kesenangan sesaat dan menimbulkan ketergantungan. Kasus-kasus
penyalahgunaan narkoba oleh anak-anak usia sekolah dasar di Indonesia grafiknya
terus meningkat, khususnya di kota-kota besar. Bahkan menurut penelitian, narkoba
telah merambah ke sekolah-sekolah di seluruh pelosok tanah air, mulai dari tingkat
sekolah dasar hingga PT. Memperhatikan grafik korban narkoba di kalangan anakanak yang terus meningkat dari tahun ke tahun, banyak kalangan menyerukan untuk
perang terhadap narkoba, penyalahgunaan narkoba telah ditetapkan sebagai masalah
nasional karena berpotensi merusak generasi muda.
Di Kabupaten Banyumas berbagai tindak kriminal yang dilakukan anak semakin
banyak frekuensinya. Jenis kejahatan dan modus kejahatan semakin meningkat
kualitasnya. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 1. Data Kejahatan Anak di Purwokerto
8

NO.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

JENIS KEJAHATAN

JUMLAH

Pencurian
520
Penganiayaan
172
Pembunuhan
5
Kesusilaan
95
Pemerasan
25
Narkoba
27
Lakalantas
38
Membawa senjata tajam
3
Pengrusakan
12
Penipuan
7
Perjudian
12
Uang palsu
2
Penggelapan
4
Kebakaran
3
Penghinaan
3
Melarikan anak perempuan
4
di bawah umur
Sumber : data BAPAS Purwokerto tahun 2002-2008

PROSENTASE
56,79
18,26
0,55
9,79
2,77
3
3,78
0,33
0,77
0,77
1,33
0,22
0,44
0,33
0,33
0,44

Data tersebut menunjukkan bahwa moralitas anak di wilayah Purwokerto dan
sekitarnya semakin menurun. Moralitas akan berkembang sesuai dengan lingkungan
pendidikan yang dialami anak.
4. Gangguan pembuangan
Salah satu bentuk gangguan pembuangan yang paling umum pada anak usia
sekolah dasar adalah kencing sewaktu tidur atau ngompol. Di Amerika ditemukan
sekitar delapan persen anak-anak usia sekolah dasar yang ngompol. Dalam bahasa
posikologis gangguan ini sering disebut dengan nocturnal enuresis (Rapport, 1993).
Gangguan ini menyebabkan perasaan tertekan baik pada anak maupun orang tua. Bagi
anak, kebiasaan ngompol membuat dirinya dihinggapi perasan malu dan itu tentu saja
membatasi aktivitas sosialnya. Orang tua yang tidak mengerti tentang gejala ngompol
juga cenderung memberikan perlakuan yang tidak tepat pada anak, misalnya dengan
sering memarahi dan menghukum anak anak setiap kali anak ketahuan ngompol dan
mengancam anak ketika anak akan pergi tidur. Ini tentu saja membuat anak menjadi
tidak tentram, tertekan, dan selalu ketakutan. Kondisi ini tentu saja akan memberikan
dampak negatif pada kegiatan belajarnya.
9

Dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan, gangguan ngompol disebabkan
oleh faktor biologis dan bawan merupakan faktor yang utama. Orang tua yang dulunya
biasa ngompol akan lebih mungkin memiliki anak-anak yang memiliki gangguan yang
sama (McGuire & Savashino, 1984). Kebiasan ngompol tidak berkaitan dengan lama
dan kenyenyakan tidur dan jarang berkaitan dengan kelainan saluran kencing. Sangat
sering, ngompol disebabkan oleh kegagalan respon-respon otot yang menghambat proses
kencing atau ketidakseimbangan hormonal yang menyebabkan begitu banyak air
kencing terkumpul ketika malam hari (Houts, 1991).
Dokter seringkali memberikan obat antidepresan untuk menangani gangguan
ngompol dengan tujuan mengurangi jumlah produksi air seni. Namun umumnya ini
kurang efektif. Penanganan yang paling efektif adalah dengan mengggunakan alarm
yang dapat membangunkan anak sewaktu-waktu celana anak mulai lembab atau basah.
Alarm ini bekerja dengan prinsip-prinsip pengkondisian (belajar).
5. Terkena penyakit
Anak-anak pada usia antara 2 hingga sekolah dasar sering mengalami sakit lebih
sering dibandingkan dengan anak-anak pada tahapan berikutnya. Sakit tentu saja
menyebabkan anak tidak bisa mengikuti kegiatan akademik (sekolah) dengan baik di
samping mengalami hambatan perkembangan pada fungsi-fungsi tubuh dan
mentalnya.
Beberapa bentuk penyakit yang seringkali diderita oleh anak usia sekolah dasar antara
lain adalah influensa, demam, terkilir/keseleo otot, dan retak atau patah tulang. Asma
juga dikenal menjadi salah satu gangguan yang banyak diderita oleh anak. Asma
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh karena saluran tenggorokan sangat
sensitif khususnya dalam merespon berbagai perangsang seperti udara dingin, infeksi,
olah raga, atau alergi. Banyak peneliti memiliki keyakinan bahwa asma lebih banyak
disebabkan oleh faktor lingkungan daripada bawaan. Anak-anak yang lahir dengan
berat badan di bawah normal, yang orang tuanya perokok, orang tuanya miskin,
memiliki resiko tinggi untuk menderita asma. Pengobatan medis yang seringkali
menyakitkan dan membuat fisik menjadi tidak nyaman ditambah dengan perubahan
dalam penampilan membuat anak seringkali merasa terganggu dalam kehidupannya
sehari-hari. Keadaan itu membuat anak menjadi sulit untuk berkonsentrasi ketika
belajar atau ketika mengikuti pelajaran di kelas dan menarik diri.
10

Beberapa metode intervensi yang terbukti efektif untuk menolong anak dari
penderitan asma antara lain adalah:
a. Memberikan pendidikan kesehatan: orang tua dan anak belajar tentang penyakit asma
dan memperoleh latihan tentang cara-cara menanganinya;
b. Kunjungan ke rumah oleh ahli kesehatan: keluarga diberikan layanan konseling dan
dukungan sosial lainnya;
c. Membelajarkan anak-anak tentang ketrampilan menolong diri sendiri
6.

Bullying
Fenomena di SD, menunjukkan bahwa perilaku bullying masih dianggap sebagai

kenakalan yang biasa, sehingga kurang mendapatkan perhatian khusus dari guru. Hasil
penelitian Thompson et al, (2002) menginventarisasi alasan ketidaksudian guru
melakukan intervensi terhadap bullying. Alasan itu antara lain (1) Anggapan guru bahwa
korban memang layak di-bully; (2) merasa bukan menjadi urusan guru, (3) Anggapan
guru bahwa sebaiknya orang lain saja yang melakukan; (4) guru menganggap bahwa
kalau guru ikut campur tangan, bisa memperburuk situasi korban; (5) guru takut anak
yang melakukan bullying dan teman-teman akan menyerang guru; (6) guru merasa tidak
mungkin dapat melakukan dengan sukses; (7) guru tidak tahu bagaimana melakukan
intervensi dengan cara simpatik dan tidak agresif.
Bullying bisa berdampak negatif pada tumbuh kembang anak SD, oleh karena itu
bullying harus ditanggapi serius, simpatik, dan terpadu. Dari definisi bullying disebutkan
kekerasan fisik dan psikologis yang berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau
kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi di
mana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang itu atau membuat dia tertekan
(Thompson, 2002,). Dari definisi ini, diketahui, korban ada pada posisi tidak mungkin
dapat diharap untuk melawan atau mempertahankan diri dan korban terus mengalami
untuk waktu lama.
Di sekolah sendiri bisa mulai menciptakan budaya yang beratmosfer belajar tanpa
rasa takut, melalui pendidikan karakter, menciptakan kebijakan pencegahan BULLYING
di sekolah dengan melibatkan siswa, menciptakan sekolah model penerapan sistem
ANTIBULLYING, serta membangun kesadaran tentang bullying dan pencegahannya
kepada stakeholders sampai ke orangtua.

11

Menata lingkungan sekolah dengan baik, asri dan hijau sehingga anak didik
merasa nyaman juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan akan membantu
untuk pencegahan. Kurikulum sekolah harus lebih berorientasi prososial karena, perilaku
bullying umumnya kurangnya kerja sama dan kesetiakawanan di antara siswa. Sekolah
perlu menyediakan tempat pengaduan dan dialog antara siswa dan sekolah serta
antarsekolah dan orangtua siswa, yang secara bebas dapat mengekspresikan apa yang
mereka alami.
8. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual terhadap anak-anak usia sekolah dasar telah terjadi sejak
jaman dahulu, tetapi pada beberapa tahun belakangan ini, khususnya sejak terjadinya
kemajuan yang pesat dalam dunia teknologi komunikasi dan informasi, kekerasan
seksual terhadap anak lebih sering terjadi. Di Amerika, setiap tahun dilaporkan ratusan
kasus kekerasan seksual terhadap anak. Di Indonesia, dari media massa kita dapat
memperoleh informasi bahwa kekerasan seksual terhadap anak dan bentuk-bentuk
kekerasan yang lain – hampir terjadi di setiap hari. Pada sekitar tahun 1970-an para
profesional di USA telah mengakui dan menyuarakan pengakuan itu di media massa
bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan masalah nasional.
Pada awalnya kekeraan seksual lebih banyak dialami oleh anak perempuan, tapi
belakangan dapat kita lihat bahwa anak laki-laki usia antara 9 – 11 tahun banyak menjadi
korban. Namun, kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada anak-anak tetapi juga pada
remaja dan orang dewasa.
Pada umumnya pelaku kekerasan seksual adalah pria, seringkali ayah, kakek,
ayah tiri, teman pria, paman, saudara, atau orang dewasa lain. Meskipun juga ditemukan
kekerasan seksual oleh wanita atau ibu pada anak-anak, tetapi kasus itu tidak begitu
banyak.
Kekerasan seksual termasuk penyimpangan perilaku yang dikendalikan oleh
dorongan untuk mengeksploitasi anak. Para pelaku memiliki kesulitan untuk
mengendalikan dorongan itu bahkan mereka cenderung menderita jika dorongan itu tak
tersalurkan dan seringkali mereka menjadi pecandu alkohol atau narkoba. Mereka
mencari anak-anak yang secara fisik lemah, kurang mendapatkan kasih sayang, dan
terisolasi dari teman sebayanya. Berbagai kasus kekerasan seksual sangat berkaitan
dengan kemiskinan, ketidakharmonisan perkawinan, dan lemahnya ikatan keluarga.
12

Anak-anak yang tinggal di rumah atau di dalam keluarga dengan kondisi seperti itu
cenderung rentan menjadi korban, meskipun anak-anak sekolah dasar dari keluarga yang
mapan juga sering menjadi korban (Gomez-Schwartz, Horowitz, & Cardarelli, 1990).
Anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual pada umumnya menjadi
tertekan dan mengalami efek negatif jangka panjang kecuali anak-anak yang menjadi
korban itu segera diberikan perlakuan yang penuh perhatian, kasih sayang, dan
perlindungan (Goldman, dkk., 1992). Sayangnya, anak-anak korban kekerasan seksual
baru mendapatkan perhatian dari yang berwenang setelah mereka terlanjur mengalami
gangguan perilaku dan penderitaan psikologis yang serius. Untuk itu sekolah atau orang
tua dapat segera mengajak bicara dengan anak atau mencari bantuan profesional jika
menemukan atau mengamati anak-anak memperlihatkan kesulitan emosional.
Anak-anak korban kekerasan seksual

seringkali mengalami kesulitan dalam

penyesuaian diri dan sosial. Depresi, harga diri rendah, tidak percaya pada orang
dewasa, perasaan marah dan permusuhan, dan kesulitan-kesulitan untuk berteman atau
berhubungan dengan orang lain adalah sangat umum. Mereka seringkali juga mengalami
gengguan tidur (sulit tidur), kehilangan selera makan, dan memperlihatkan ketakutan
dan kecemasan umum. Para remaja yang mengalami kekerasan seksual seringkali
meninggalkan

rumah

dan

memperlihatkan

kecenderungan

untuk

bunuh diri,

mengkonsumsi narkoba, dan delinkuen (Haughaard & Reppucci, 1988; Kendall-Tackett,
William, & Finkelhor, 1993).
E. Menangani masalah kesehatan pada anak
Para ahli perkembangan anak semakin memperlihatkan minat yang kuat untuk
mempelajari dan menemukan cara-cara yng efektif untuk membantu anak memahami
tentang cara-cara tubuh bekerja, memperoleh konsepsi yang matang tentang penyakit
dan kesehatan, dan mengembangkan pola-pola perilaku yang mendorong kesehatan yang
baik sepanjang hayat. Mereka juga memiliki keyakinan bahwa berbagai upaya itu
mempersyaratkan informasi atau pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan.
Usia sekolah merupakan suatu periode yang sangat krusial untuk mendorong
gaya hidup sehat karena pada periode ini anak mengalami perkembangan kemandirian,
peningkatan kemampuan kognitif, dan berkembangnya konsep diri (Harter, 1990). Pada
periode anak, karena perkembangan kemampuan kognitifnya, anak-anak dapat
mempelajari berbagai macam informasi yang berkaitan dengan kesehatan - tentang
13

struktur dan fungsi tubuh, tentang nutrisi yang baik, dan tentang sebab-sebab dan
konsekuensi dari penyakit dan luka fisik (Shannon & Chen, 1988; Trieber, Schram, &
Mabe, 1986; Vessey, 1988).
Para peneliti dalam bidang ini menemukan bahwa terdapat kesenjangan yang
luas antara pengetahuan tentang kesehatan dan praktek perawatan kesehatan pada anakanak sekolah dasar. Mengapa? Terdapat beberapa alasan untuk menjelaskan hal itu.
Pertama, kesehatan bukan merupakan tujuan penting bagi anak. Anak-anak lebih peduli
dengan tugas atau pekerjaan sekolah, dengan teman, dan bermain. Kedua, anak-anak
sekolah dasar, khususnya yang selalu merasa baik setiap saat, tidak menilai dirinya
rentan terhadap berbagai serangan penyakit yang serius. Ketiga, anak-anak sekolah dasar
kurang memiliki suatu perspektif waktu seperti halnya orang dewasa yang dapat
mempertalikan hubungan antara masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Terakhir,
banyak informasi kesehatan yang diperoleh anak-anak dari berbagai sumber seringkali
bertentangan, misalnya iklan di TV.
Apa yang dikemukakan di atas tidak berarti bahwa mengajar anak-anak usia
sekolah dasar tentang fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah kesehatan adalah tidak
penting. Informasi tersebut sangat penting asalkan dilengkapi/disertai dengan upayaupaya yang lain. Satu upaya yang paling efektif untuk mendorong kesehatan adalah
menurunkan atau mengurangi keadaan yang membahayakan kesehatan seperti polusi,
perawatan medis yang tidak tepat, dan makanan-makanan yang tidak bergizi dan
merusak kesehatan yang sering tersedia di rumah maupun ditemukan di kantin sekolah
atau di tempat lain yang sangat digemari anak. Pada waktu yang sama, karena
lingkungan tidak akan pernah benar-benar bisa bebas dari resiko kesehatan, orang tua
dan guru perlu untuk membantu anak untuk mengembangkan gaya hidup yang sehat dan
memperkuat perilaku tersebut sebanyak mungkin (Friedmen, Greene, & Strokes, 1991).

14