T1 852013005 BAB III

(1)

BAB III

ANALISIS KOMPOSISI

A.Konsep Penyusunan Komposisi

Komposisi musik program “Tabuhan Telu Kagitaan” terbagi dalam tiga bagian yang masing-masing bagiannya menceritakan tentang suasana yang berbeda. Pada bagian pertama menceritakan suasana jalanan di pagi hari di Titik Nol Kilometer kota Yogyakarta yang tenang menuju keriuhan aktivitas. Diawali dengan permainan pola ritmis, kemudian diikuti leitmotif1 dengan nada-nada sederhana. Pada bagian tengah komposisi, penulis mencoba menggambarkan keriuhan jalanan pada pagi hari dengan leitmotif-letmotif yang kompleks dan dinamika keras. Pada akhir bagian pertama, nada-nada yang digunakan lebih sederhana, namun tetap menggunakan dinamika keras, guna menggambarkan masih ada aktivitas di jalan.

Bagian kedua menceritakan suasana keriuhan di siang hari, masih ditempat yang sama. Pada bagian ini, diawali dengan permainan pola melodi instrumen saron dan demung. Tonalitas yang digunakan adalah Bes mayor. Terdapat berbagai leitmotif, melodi utama terletak pada instrumen piano. Tempo yang digunakan pada bagian kedua adalah allegreto. Pada instrumen saron dan bonang terdapat teknik imbalan Jawa dan Bali.

Bagian ketiga menceritakan suasana malam hari di Titik Nol Kilometer kota Yogyakarta masih terjadi aktivitas. Pada awal bagian ketiga diawali instrumen

piano dengan menggunakan dinamika piano, bersamaan dengan lantunan adzan

maghrib untuk menggambarkan suasana malam dimulai. Tonalitas pada bagian ketiga menggunakan Bes mayor. Instrumen gamelan tetap menggunakan tangganada pentatonis, namun lebih terkesan modern. Pada akhir birama dalam komposisi bagian ketiga, penulis sengaja membuat tidak berakhir pada tonika, karena penulis membebaskan pendengar untuk membayangkan suasana malam di 0 kilometer Jogja yang masih banyak aktivitas.

B.Analisis Komposisi Struktur

1


(2)

Analisis “Tabuhan Telu Kagitaan” komposisi musik program dalam format gamelan dan combo band dibagi menjadi tiga bagian dan dipaparkan sebagai berikut :

1. Bagian Pertama “Pagi”

Pada bagian ini berbentuk ABA’CDB’, menggunakan sukat 4/4, dalam tonalitas Bes mayor, dan bertempo moderato. Menceritakan suasana pagi hari yang belum terlalu banyak aktivitas menuju hiruk pikuk pagi yang dilakukan masyarakat Yogyakarta.

Bagian introduksi dimulai birama 1-22 menggunakan progresi akord I-IV yang menceritakan suasana pagi di 0 kilometer Yogyakarta masih sepi, hanya beberapa masyarakat yang berlalu-lalang.

Gambar 3.1. birama 1-11

Introduksi awal, birama 1-11 diawali instrumen drum, gitar 1, gitar bas, dan syntheziser dengan memainkan pola ritmis. Menggambarkan suasana pagi yang masih sepi.


(3)

Gambar 3.2. birama 12-23

Birama 12-23, instrumen piano dan gitar 2 memainkan melodi sederhana secara unisono2. Birama 15 instrumen gitar bas memainkan leitmotif. Pada birama ini menggambarkan sudah mulai ada beberapa aktivitas di pagi hari.

Birama 16-23 bagian A memiliki tema utama dan leitmotif dengan pola melodi yang diulang-ulang. Birama 24-31 ada perkembangan bagian A.

Gambar 3.3. birama 16-23

Birama 24-31 leitmotif dimainkan instrumen gitar bas. Instrumen saron, demung, dan bonang mulai memainkan birama ini. Instrumen bonang memainkan dengan teknik imbalan Jawa dan pola melodi dimainkan secara berulang-ulang


(4)

untuk menambah kesan suasana pagi di Titik Nol Kilometer Yogyakarta yang masih sepi namun ada beberapa aktivitas seperti para penyuplai kebutuhan pasar yang telah selesai melakukan aktivitasnya, pedagang asongan yang akan kembali ke rumah, anak-anak muda yang melakukan aktivitas di sekitar 0 kilometer Yogyakarta.

Gambar 3.4. birama 24-31

Birama 32-39 merupakan transisi bagian A ke B, dengan pola melodi sederhana yang dimainkan instrumen saron dan demung. Transisi ini menggambarkan antara aktivitas sebelumnya ke aktivitas berikutya, seperti, para pedagang koran yang mulai menjajakan dagangannya, masyarakat yang menuju ke pasar, beberapa anak yang akan berangkat ke sekolah.

Bagian B memiliki leitmotif dengan dua pola melodi yang berbeda dan dimainkan secara bersamaan, mulai dari birama 40-55. Bagian ini menggambarkan aktivitas pagi yang sudah mulai ramai. Progresi akord yang digunakan pada bagian ini IV Vi V.


(5)

Gambar 3.5. birama 40-55

Birama 56-63 merupakan A’ pengulangan dari bagian A. Leitmotif pada bagian ini dimainkan instrumen gitar. Bagian A’ berfungsi sebagai interlude dalam komposisi ini.

Bagian C menggambarkan suasana pagi di Titik Nol Kilometer Yogyakarta semakin ramai. Bagian C dimulai dari birama 64-87, leitmotif dimainkan


(6)

instrumen piano dengan menggunakan pola melodi yang mengadopsi instrumen sape Dayak Kalimantan.

Gambar 3.6. birama 64-87

Bagian D menggambarkan puncak aktivitas pagi di Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Keriuhan pagi hari digambarkan dalam birama 88-107, instrumen gitar bas memainkan leitmotif dengan teknik tapping3, drum memainkan irama salsa, saron dan demung memainkan leitmotif dengan pola melodi yang sederhana.

3 Tapping adalah salah satu teknik permainan gitar atau gitar bas yang menggabungkan tangan kanan dan kiri dengan menggunakan teknik hammer on.


(7)

Gambar 3.7. birama 88-107

Birama 108-124 adalah bentuk B’ bagian pengulangan dari bagian B, walaupun bersifat pengulangan, leitmotif bagian B’ ini pola melodi dimainkan secara bergantian oleh gitar bas dan piano. Birama 116-124 terdapat unisono pada instrumen piano dan gitar. Bagian B’ menggambarkan aktivitas di pagi hari di Titik Nol Kilometer Yogyakarta yang kembali sepi, meski masih tetap ada aktivitas.


(8)

Gambar 3.8. birama 108-124

2. Bagian Kedua “Siang”

Bagian kedua bertempo allegreto yang memiliki bentuk AA’BAB’C, dengan sukat 4/4 serta menggunakan tonalitas Bes mayor. Bagian kedua ini menceritakan aktivitas suasana siang di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, seperti, aktivitas pulang sekolah, istirahat makan siang, wisatawan yang berlibur di Yogyakarta. Penulis banyak menggunakan pengulangan-pengulangan pada komposisi bagian kedua ini, yaitu pola melodi, leitmotif, dan bentuk lagu.

Bagian A dalam komposisi ini menggambarkan suasana siang hari di Titik Nol Kilometer Yogyakarta dimana aktivitas belum begitu ramai, hanya beberapa pengguna jalan dan wisatawan yang melintasi daerah tersebut. Bagian ini digambarkan pada birama 125-158 yang diawali introduksi pada birama 125-132 dengan menggunakan progresi akor I VII IV iii yang dimainkan instrumen gitar dan gitar bas, instrumen drum, saron, demung memainkan aksen-aksen, instrumen piano dan bonang sebagai ketukan. Birama 133-142 instrumen saron dan demung memainkan pola melodi secara bersahutan.


(9)

Gambar 3.9. birama 125-142

Birama 143-158 dalam bentuk A menggambarkan tema utama dan leitmotif

dengan pola melodi yang diulang-ulang, yang dimainkan instrumen piano. Progresi akord yang digunakan I Vi V IV dimainkan instrumen gitar, gitar bas, dan synthesizer. Pada birama ini menggambarkan wisatawan yang sedang menikmati suasana siang di Titik Nol Kilometer Yogyakarta.


(10)

Gambar 3.10. birama 143-158

Birama 159-174 merupakan pengulangan dari bentuk A. Pada birama ini instrumen saron dan demung memainkan pola melodi sederhana, instrumen bonang memainkan dengan teknik imbalan Jawa.


(11)

Bentuk B pada bagian kedua ini terletak pada birama 175-182 yang menggambarkan aktivitas wisatawan, pekerja yang sedang istirahat makan siang, anak-anak pulang sekolah, dan masyarakat Yogyakarta yang berada ataupun melintasi daerah Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Leitmotif dan pola melodi terletak pada instrumen saron dan demung, sedangkan instrumen bonang

menggunakan teknik tabuhan Solo diamana bonang barung memainkan pada

ketukan sinkop dan bonang penerus memainkan pola ritme yang berulang-ulang.

Gambar 3.12. birama 175-182

Birama 183-198 secara keseluruhan merupakan pengulangan dari bentuk A. Pada birama 199-214 merupakan transisi menuju bentuk B’. Instrumen saron

memainkan pola teknik imbalan Jawa dan demung memainkan pola melodi


(12)

Gambar 3.13 birama 199-214

Bentuk B’ dalam bagian kedua terletak pada birama 215-230 merupakan pengulangan bentuk B. Pada bentuk ini piano memainkan pola melodi yang sama. Instrumen piano memainkan melodi secara oktav menggambarkan aktivitas siang hari yang semakin ramai.

Gambar 3.14. birama 215-230

Birama 231-238 merupakan transisi dari bentuk B’ ke C. Bentuk C merupakan akhir dari komposisi bagian kedua yang terletak pada birama 239-246


(13)

yang menggambarkan suasana siang hari di Titik Nol Kilometer Yogyakarta dari keriuhan menuju suasana normal. Progresi akord yang digunakan pada bentuk C IV V iii IV-IV V iii I, leitmotif dan pola melodi terletak pada instrumen piano, saron, dan demung.

Gambar 3.15. birama 239-246

3. Bagian Ketiga “Malam”

Bagian ketiga merupakan akhir dari komposisi Tabuhan Telu Kagitaan. Bagian ketiga birama 247-282 bertempo allegreto, terjadi perubahan tempo pada birama 283-343 menjadi vivace. Bentuk atau form yang digunakan pada bagian ketiga AA’BCB’, dengan sukat 4/4 serta menggunakan tonalitas Bes mayor. Bagian ini menggambarkan tentang suasana malam hari di Titik Nol Kilometer kota Yogyakarta masih terjadi aktivitas.

Birama 247-266 merupakan bentuk A dari bagian ketiga komposisi ini. Diawali instrumen piano dengan menggunakan dinamika piano, bersamaan dengan lantunan adzan maghrib yang menggambarkan awal dari suasana malam. Birama 251 instrumen bonang mulai muncul dan instrumen synthesizer pada birama 259. Progresi akord yang digunakan I Vi V IV.


(14)

Gambar 3.16. birama 247-266

Bentuk A’ dalam bagian ketiga terletak pada birama 267-282 merupakan pengulangan bentuk A. Bentuk ini lantunan adzan maghrib perlahan menghilang digantikan oleh leitmotif yang dimainkan instrumen saron dengan pola melodi sederhana, menggambarkan mulainya aktivitas pada suasana malam yang berbarengan dengan aktivitas perjalanan pulang dari tempat kerja, bimbingan belajar, kuliah, dan lain sebagainya.


(15)

Gambar 3.17. birama 267-282

Transisi menuju bentuk B terjadi pada birama 283-290 menggambarkan tentang perpindahan dari aktivitas sebelumnya menuju aktivitas yang lebih ramai dengan adanya perubahan tempo menjadi vivace dan dinamika forte.


(16)

Bentuk B pada bagian ketiga ini menggambarkan aktivitas malam di Titik Nol Kilometer Yogyakarta yang semakin ramai, para wisatawan yang sedang duduk-duduk di daerah 0 kilometer Yogyakarta, pedagang yang berjualan, pengguna jalanan yang melintas. Birama 291-306 terdapat dua leitmotif dengan pola melodi yang berbeda, leitmotif pertama dimainkan instrumen piano yang kedua dimainkan instrumen saron dan demung. Progresi akord yang digunakan vi V IV iii dan menggunakan irama rock.

Gambar 3.20. birama 291-306

Bentuk C birama 307-318 menggambarkan dibalik keramaian suasana malam di Titik Nol Kilometer Yogyakarta terdapat keegoisan dari masyarakat yang berada di daerah ini, seperti masih banyak wisatawan yang membuang sampah sembarngan, pengguna jalan raya yang tidak mau memberi jalan untuk pejalan kaki yang akan menyeberang. Birama 307-310 dimainkan secara unisono

instrumen combo band. Birama 311-314 dimainkan secara unisono instrumen

gamelan, sedangkan instrumen drum memainkan irama yang sama dengan bentuk B sebagai pengatur tempo.


(17)

Gambar 3.21. birama 307-318

Bentuk B’ merupakan bentuk akhir dari bagian ketiga, yaitu birama 319-334. Secara keseluruhan merupakan pengulangan dari bentuk B. Birama 327-334 terjadi perubahan ritme permainan instrumen drum dan gitar bas, yang menggambarkan suasana malam di Titik Nol Kilometer Yogyakarta semakin malam semakin ramai.


(1)

Gambar 3.13 birama 199-214

Bentuk B’ dalam bagian kedua terletak pada birama 215-230 merupakan pengulangan bentuk B. Pada bentuk ini piano memainkan pola melodi yang sama. Instrumen piano memainkan melodi secara oktav menggambarkan aktivitas siang hari yang semakin ramai.

Gambar 3.14. birama 215-230

Birama 231-238 merupakan transisi dari bentuk B’ ke C. Bentuk C merupakan akhir dari komposisi bagian kedua yang terletak pada birama 239-246


(2)

29

yang menggambarkan suasana siang hari di Titik Nol Kilometer Yogyakarta dari keriuhan menuju suasana normal. Progresi akord yang digunakan pada bentuk C IV V iii IV-IV V iii I, leitmotif dan pola melodi terletak pada instrumen piano, saron, dan demung.

Gambar 3.15. birama 239-246

3. Bagian Ketiga “Malam”

Bagian ketiga merupakan akhir dari komposisi Tabuhan Telu Kagitaan. Bagian ketiga birama 247-282 bertempo allegreto, terjadi perubahan tempo pada birama 283-343 menjadi vivace. Bentuk atau form yang digunakan pada bagian ketiga AA’BCB’, dengan sukat 4/4 serta menggunakan tonalitas Bes mayor. Bagian ini menggambarkan tentang suasana malam hari di Titik Nol Kilometer kota Yogyakarta masih terjadi aktivitas.

Birama 247-266 merupakan bentuk A dari bagian ketiga komposisi ini. Diawali instrumen piano dengan menggunakan dinamika piano, bersamaan dengan lantunan adzan maghrib yang menggambarkan awal dari suasana malam. Birama 251 instrumen bonang mulai muncul dan instrumen synthesizer pada birama 259. Progresi akord yang digunakan I Vi V IV.


(3)

Gambar 3.16. birama 247-266

Bentuk A’ dalam bagian ketiga terletak pada birama 267-282 merupakan pengulangan bentuk A. Bentuk ini lantunan adzan maghrib perlahan menghilang digantikan oleh leitmotif yang dimainkan instrumen saron dengan pola melodi sederhana, menggambarkan mulainya aktivitas pada suasana malam yang berbarengan dengan aktivitas perjalanan pulang dari tempat kerja, bimbingan belajar, kuliah, dan lain sebagainya.


(4)

31

Gambar 3.17. birama 267-282

Transisi menuju bentuk B terjadi pada birama 283-290 menggambarkan tentang perpindahan dari aktivitas sebelumnya menuju aktivitas yang lebih ramai dengan adanya perubahan tempo menjadi vivace dan dinamika forte.


(5)

Bentuk B pada bagian ketiga ini menggambarkan aktivitas malam di Titik Nol Kilometer Yogyakarta yang semakin ramai, para wisatawan yang sedang duduk-duduk di daerah 0 kilometer Yogyakarta, pedagang yang berjualan, pengguna jalanan yang melintas. Birama 291-306 terdapat dua leitmotif dengan pola melodi yang berbeda, leitmotif pertama dimainkan instrumen piano yang kedua dimainkan instrumen saron dan demung. Progresi akord yang digunakan vi V IV iii dan menggunakan irama rock.

Gambar 3.20. birama 291-306

Bentuk C birama 307-318 menggambarkan dibalik keramaian suasana malam di Titik Nol Kilometer Yogyakarta terdapat keegoisan dari masyarakat yang berada di daerah ini, seperti masih banyak wisatawan yang membuang sampah sembarngan, pengguna jalan raya yang tidak mau memberi jalan untuk pejalan kaki yang akan menyeberang. Birama 307-310 dimainkan secara unisono instrumen combo band. Birama 311-314 dimainkan secara unisono instrumen gamelan, sedangkan instrumen drum memainkan irama yang sama dengan bentuk B sebagai pengatur tempo.


(6)

33

Gambar 3.21. birama 307-318

Bentuk B’ merupakan bentuk akhir dari bagian ketiga, yaitu birama 319-334. Secara keseluruhan merupakan pengulangan dari bentuk B. Birama 327-334 terjadi perubahan ritme permainan instrumen drum dan gitar bas, yang menggambarkan suasana malam di Titik Nol Kilometer Yogyakarta semakin malam semakin ramai.