PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)DI SMA LABORATORIUM-PERCONTOHAN UPI.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………....………...……… i

KATA PENGANTAR………....………...….. ii

UCAPAN TERIMA KASIH…………...………...………. iii

DAFTAR ISI ………....……...………... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...……….. 1

B. Rumusan Masalah………..……...………... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...………. 10

D. Metode Penelitian………...……... 12

E. Lokasi Penelitian………...……….... 15

BAB II LANDASAN TEORETIK PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Pembelajaran Kontekstual………...……….. 16

1. Konsep Dasar………...………... 16

2. Makna Belajar Menurut Pendekatan Kontekstual…………...….... 22

3. Komponen Pembelajaran Kontekstual………...……… 25

4. Pendekatan-Pendekatan Dalam Pendekatan Kontekstual……...… 41

5. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Tradisional………... 49

B. Pendidikan Agama Islam………...………...… 51

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam………...… 51

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam………...………….. 54

3. Dasar Pendidikan Agama Islam………...……… 56

4. Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam………... 58

5. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam di 9MA……...……….. 61

6. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam…………... 63

C. Perencanaan, Proses, dan Evaluasi Pembelajaran….………...……… 70

D. Peranana Konteks dalam Pembelajaran PAI………...…….. 77


(2)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian………...……….. 83

B. Definisi Operasional………...……. 95

C. Instrumen Penelitian…………...………... 96

D. 9umber Data dan Tahapan Pengumpulan Data………...……... 97

E. Alur Penelitian... 103

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian………...……… 104

1. Profil 9MA Laboratorium (Percontohan) UPI………...…... 104

2. Visi dan Misi ………...……….... 105

3. Lokasi, Denah dan Administrasi 9ekolah………...……….. 106

4. Keadaan Fasilitas Personal dan Kelengkapan Lingkungan Proses Pembelajaran di 9ekolah …………...……… 112

B. Pembahasan………...……….. 115

a. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaan PAI di 9MA Laboratorium-Percontohan UPI…...…..………...………... 115

1. Perencanaan Pembelajaran PAI di 9MA Lab UPI...…...… 116

2. Pelaksanaan dan Evaluasi Proses Pembelajaran PAI di 9MA Laboratorium Percontohan UPI………..…... 124

3. Dampak Implementasi Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran PAI di 9MA Laboratorium UPI…………...… 133

b. Kendala-kendala yang dihadapi dalam Mengimplementasikan CTL pada Pelajaran PAI di SMA Laboratorium UPI dan upaya upaya Penanggulangannya…...…...……..…… 137

1. Kendala-kendala yang di hadapi..………... 137

2. Upaya-upaya Penanggulangannya………...……… 139

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ……...……….... 141


(3)

DAFTAR PUSTAKA ………...……… 149 LAMPIRAN-LAMPIRAN ………...……. 152


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan secara historis telah ikut menjadi landasan moral dan etik dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Di samping itu pendidikan juga merupakan variabel yang tidak dapat diabaikan dalam mentransformasi ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai agama. Hal tersebut sesuai dengan fungsi pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bemartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang ditujukan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas, 2003: 5).

Secara menyeluruh program pendidikan di Indonesia pada berbagai jenjang dan jenis pendidikan dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut yang disusun sistematis dan terarah dalam suatu kerangka kurikulum pendidikan.

Kurikulum pendidikan adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Hamalik, 2005:18), serta sebagai alat untuk membina dan mengembangkan potensi siswa menjadi manusia yang


(5)

berilmu dan berpegang teguh pada nilai-nilai dan norma-norma kehidupan, termasuk di dalamnya nilai-nilai ajaran agama.

Sehubungan dengan itu, pendidikan agama sebagai program pendidikan yang memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan manusia sebagai tata nilai, pedoman, pembimbing dan pendorong atau penggerak untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik, wajib diketahui, dipahami, diyakini dan diamalkan, sehingga menjadi dasar kepribadian bangsa Indonesia.

Amir Faisal (1995:27) berpendapat bahwa pendidikan agama Islam memberikan motivasi hidup dan kehidupan serta merupakan sarana pengembangan dan pengendalian diri yang sangat penting. Ajaran agama mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan dirinya, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam atau makhluk lainnya yang menjamin keserasian dan keseimbangan dalam hidup manusia, baik sebagai anggota pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dalam mencapai kualitas hidup lahir dan bathin. Dengan kata lain hakikat pendidikan agama islam itu adalah pendidikan yang mementingkan terhadap perkembangan akal dan intuisinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya, Abdul Qodir Jaelani (1990:3).

Mata pelajaran Pendidikan Agama, termasuk Pendidikan Agama Islam, baru dijadikan sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dari mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi pada tahun 1973. Dasar hukum yang menjadi landasannya adalah Ketetapan MPR Nomor IV tahun 1973 tentang GBHN bidang Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa berikut ini.


(6)

Diusahakan bertambahnya sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, termasuk pendidikan agama yang dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri (Tafsir, 1992:3).

Ketetapan MPR tersebut, ternyata tidak hanya mengakibatkan pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah negeri dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, tetapi juga menjadi dasar bagi sekolah-sekolah swasta untuk mengajarkan pendidikan agama. Pada dasarnya Ketetapan MPR Nomor IV tahun 1973 inilah yang menjadi landasan pendidikan agama di sekolah-sekolah di Indonesia sampai sekarang (Tafsir, 1992:3).

Berbagai usaha terus dilakukan agar setelah masuknya pelajaran agama ke dalam kurikulum sekolah, mencapai tujuan yang diharapkan. Sebagai mata pelajaran yang dianggap dapat membentuk watak dan kepribadian siswa, fungsi dan tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam menjadi tidak ringan. Akan tetapi, harapan yang ingin dicapai melalui pembelajaran Agama Islam di sekolah masih jauh dari kenyataan yang terjadi.

Beberapa hasil penelitian tentang Pendidikan Agama Islam (PAI) menggambarkan antara lain, penelitian (Adiar, 2003) mengungkapkan bahwa komitmen siswa dalam menjalankan ajaran agama masih jauh dari ideal, sehingga penampilan moral yang ditunjukkan siswa kecil kemungkinan dipengaruhi oleh pemahaman agamanya. Penelitian ini menunjukkan pula bahwa perubahan perilaku moral siswa yang diperoleh melalui pembelajaran agama di sekolah ternyata dirasakan tidak tahan lama. Juga penelitian Sayuti (2002:142) di SMA 4 Bandung mengenai hasil evaluasi terhadap implementasi kurikulum PAI


(7)

menunjukkan bahwa penilaian ranah afektif atau sikap dan keterampilan (psikomotor) cenderung diabaikan. Padahal guru kontekstual menurut Sukmadinata (2004:186) seharusnya melakukan evaluasi yang komprehensif, yang mencakup evaluasi proses; misalnya ketika siswa berdiskusi, mengerjakan tugas, melakukan latihan, percobaan pengamatan, penelitian, pemecahan masalah dan penyelesaian soal. Hal inilah yang dimaksud evaluasi otentik, yaitu apa yang secara nyata dilakukan dan dihasilkan siswa.

Dalam upaya mengembangkan kurikulum, khususnya kurikulum mata pelajaran PAI, guru tidak lagi hanya menekankan pada aspek kognitif atau intelektualnya saja, karena yang lebih penting adalah bagaimana melalui proses pembelajaran itu dapat menciptakan seorang muslim sejati dengan menanamkan nilai-nilai keimanan, ibadah dan akhlaqul karimah pada diri siswa untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, melainkan siswa dapat mencari dan menemukan sendiri apa yang dipelajarinya, atau bisa juga mendapatkannya dari siswa yang lain melalui kegiatan belajar bersama.

Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru perlu melakukan perbaikan atas praktek pembelajaran yang dilakukan. Kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih model pembelajaran yang menunjang pencapaian tujuan kurikulum dan sesuai dengan potensi siswa merupakan bagian kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Menurut Sukmadinata (2000: 87), ”Tugas guru adalah menciptakan situasi yang permisif dan mendorong siswa untuk mencari dan mengembangkan pemecahan


(8)

sendiri". Dengan menjadikan siswa sebagai subjek belajar, maka paradigma yang dikembangkan dalam proses pembelajaran adalah terciptanya suasana belajar yang lebih demokratis, kolaboratif dan konstruktif. Suasana belajar seperti ini akan menjadikan kelas sebagai miniatur masyarakat yang dinamis, inovatif dan kreatif serta interaksi multi arah antara guru dan siswa atau antara siswa dengan siswa, makin intens, sehingga terjadi interaksi yang kondusif akan menentukan efektivitas pembelajaran, dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas belajar.

Penyampaian materi pendidikan Agama di sekolah sebagian besar masih dilakukan hanya sebatas teori, padahal yang lebih penting adalah menciptakan suasana keagamaan bagi peserta didik yang membutuhkan dukungan kerjasama antara penanggung jawab pendidikan di lingkungan pendidikan.

Kenyataan ini memberikan suatu gambaran bahwa tuntutan kompetensi dasar peserta didik terhadap pelajaran PAI sangat diharapkan, sehingga peserta didik dapat mencerminkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu guru harus menguasai materi, terampil dan menguasai berbagai strategi atau metode pengajaran yang sasarannya membantu peserta didik untuk mencapai tujuan.

Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, maka guru yang kompeten harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik dan untuk meningkatkan pemahaman agamanya, ialah model Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang mengaitkan suasana pembelajaran dengan konteks di mana siswa berada.


(9)

Pendekatan CTL yang dikembangkan dan telah disempurnakan melalui penyesuaian dengan situasi, kondisi dan kultur Indonesia. Pendekatan CTL yang digagas pihak direktorat merupakan salah satu hasil inovasi dalam pembelajaran untuk meningkatkan mutu terutama yang berkaitan dengan tuntutan KTSP. CTL dilaksanakan melalui penyesuaian dengan situasi, kondisi dan kultur Indonesia. Beberapa pendekatan yang secara substantif memiliki akar yang sama dengan CTL, di beberapa negara maju kini sedang giat-giatnya diterapkan dalam pembelajaran di sekolah.

Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang memfasilitasi kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkrit (terkait dengan kehidupan nyata) melalui pelibatan aktivitas belajar siswa, mencoba melakukan dan mengalami sendiri (learning by doing). Dengan demikian pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses. Oleh karena itu tugas guru mata pelajaran PAI di SMA adalah mensiasati strategi pembelajaran yang bagaimana yang dipandang lebih efektif dalam membimbing kegiatan belajar siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran, dalam implementasinya tentu saja memerlukan perencanaan (disain) pembelajaran yang mencerminkan konsep dan prinsip CTL. Demikian pula dalam pelaksanaan pembelajarannya, menuntut profesionalisme guru untuk melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan karakteristik CTL.


(10)

Guru yang profesional adalah guru yang mampu membuat rancangan persiapan mengajar sebagai pedoman umum yang siap untuk digunakan dalam melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas maupun di luar kelas. Demikian juga guru profesional yang memiliki kemampuan melaksanakan proses pembelajaran yang dapat memfasilitasi belajar secara aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Oleh karena itu guru yang pofesional harus mampu menggunakan multi metode pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif.

Berkaitan dengan CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA, maka menuntut profesionalisme guru dalam hal bagaimana membuat perencanaan pembelajaran (persiapan) sebagai pedoman prinsip pembelajaran CTL; bagaimana guru dengan profesionalismenya mampu memilih dan menggunakan multi metode dan media serta sumber pembelajaran dalam melaksanakan proses pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan CTL; bagaimana bentuk dan jenis evaluasi yang harus dikembangkan untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai pengalaman belajar yang telah dimiliki siswa dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL; bagaimana dampak dari pendekatan CTL yang diterapkan terhadap aktivitas, kreativitas dan kebermaknaan belajar siswa.

Pengembangan model pembelajaran berbasis CTL ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan efektivitas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menelaah dan mengkaji tingkat partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang lebih dinamis, komunikasi pembelajaran yang menyenangkan, peningkatan penguasaan tehadap materi/ tema


(11)

oleh peserta didik serta memiliki dampak penggiring pada peningkatan tingkat kedisiplinan dalam belajar, tanggung jawab terhadap tugas, perkembangan sikap toleransi dan sopan santun.

Berkenaan dengan sistem pembelajaran melalui pendekatan kontekstual ini, SMA Laboratorium-Percontohan UPI sebagai suatu lembaga pendidikan tingkat satuan pendidikan menengah atas yang memiliki visi keunggulan akademis, sosial, dan religi dengan kualitas lulusan berdaya saing tinggi dan berakhlak mulia, sejalan dengan program pendidikan pemerintah yang mengembangkan pendekatan kontekstual telah mencoba menerapkan pembelajaran ini pada semua mata pelajaran, termasuk di dalamnya pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).

Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran PAI di SMA Laboratorium-Percontohan UPI yang selama ini berlangsung, tampak dari persiapan, pelaksanaan, maupun evaluasi terhadap proses pembelajaran tersebut. Dengan kualifikasi tenaga pengajar yang sebagian besar berpendidikan strata-1 dan selebihnya berpendidikan strata-2 program pendidikan, penerapan pembelajaran kontekstual khususnya dalam pembelajaran PAI di sekolah ini dilakukan melalui tahap-tahap serta karakteristik pelaksanaan proses pembelajaran yang memfasilitasi kegiatan belajar siswa untuk memperoleh pengalaman belajar yang lebih bersifat konkrit serta mencoba melakukan dan mengalami sendiri tentang materi-materi yang sedang dipelajarinya.

Berbagai persiapan yang dilakukan baik oleh guru maupun siswa dalam proses pembelajaran PAI telah dilaksanakan sebagai upaya memfokuskan


(12)

pembelajaran yang terarah, serta pelaksanaan pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas dan produktivitas siswa agar siswa dapat memahami secara mendalam tentang apa yang dipelajarinya. Sementara itu, evaluasi pembelajaran PAI di SMA Laboratorium-Percontohan UPI dilaksanakan secara berkesinambungan mulai dari evaluasi proses pembelajaran hingga evaluasi hasil pembelajaraan, dimana siswa telah memperlihatkan suatu indikasi penerapan sistem pembelajaran kontekstual.

Namun persoalannya sekarang adalah sejauhmana penerapan pembelajaran kontekstual dalam PAI serta bagaimana dampak pembelajaran tersebut terhadap kreativitas, aktivitas, serta kebermaknaan belajar siswa di SMA Laboratorium-Percontohan UPI.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis menemukan permasalahan yaitu “Bagaimana Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pada Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA Laboratorium-Percontohan UPI?”.

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka secara lebih operasional masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran yang disusun dengan sistem pembelajaran kontekstual dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Laboratorium-Percontohan UPI?


(13)

2. Bagaimana proses pembelajaran kontekstual pada pelajaran Pendidikan Agama Islam yang selama ini berlangsung di SMA Laboratorium-Percontohan UPI diterapkan?

3. Bagaimana teknik-teknik evaluasi yang digunakan guru dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Laboratorium-Percontohan UPI dikembangkan?

4. Bagaimana dampak pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Laboratorium-Percontohan UPI terhadap aktivitas, kreativitas dan kebermaknaan belajar siswa?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini diharapkan dapat "Menemukan cara efektif dalam menerapkan pendekatan CTL untuk memfasilitasi proses dan hasil pembelajaran yang aplikatif dan bermakna sesuai dengan karakteristik dan perkembangan siswa SMA ". Adapun beberapa tujuan khusus yang hendak dicapai melalui penelitian penerapan pendekatan CTL ini yaitu :

a. Mendeskripsikan bentuk perencanaan dalam pembelajaran kontekstual sebagai pedoman umum bagi guru untuk melaksanakan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Laboratorium-Percontohan UPI.


(14)

b. Mendeskripsikan cara pelaksanaan proses pembelajaran kontekstual dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang berlangsung di SMA Laboratorium-Percontohan UPI.

c. Mendeskripsikan teknik-teknik evaluasi yang dikembangkan dalam penerapan pembelajaran kontekstual pada pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Laboratorium-Percontohan UPI.

d. Mendeskripsikan dampak pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Laboratorium-Percontohan UPI terhadap kreativitas, aktivitas dan kebermaknaan belajar siswa.

2. Manfaat Penelitian

Temuan dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan prinsip-prinsip umum penerapan pendekatan CTL sebagai alternatif untuk melaksanakan proses pembelajaran yang lebih efektif sesuai dengan semangat dan karakteristik pendekatan CTL.

Adapun beberapa manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain:

a. Bagi siswa Sekolah Menengah Atas, hasil penelitian ini dapat memfasilitasi kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan


(15)

menyenangkan dimilikinya pengalaman belajar yang aplikatif dan lebih bermakna bagi kehidupannya.

b. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan pedoman umum sebagai alternatif untuk diharapkan dalam kegiatan pembelajaran untuk terwujudnya peningkatan mutu pendidikan.

c. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi untuk melihat dan mengkaji pelaksanaan pendekatan CTL dalam ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam.

D. Metode Penelitian

Merujuk pada rumusan masalah dan tujuan penelitian, penggunaan metode penelitian deskriptif analitik diterapkan sebagai upaya untuk mengungkapkan gambaran (deskripsi) menyeluruh mengenai fenomena-fenomena objek yang diteliti. Hal ini dilandasi oleh pandangan Sudjana dan Ibrahim (1989:92) bahwa metode deskriptif digunakan untuk memperoleh informasi tentang gejala-gejala dan menetapkan sifat-sifat suatu fenomena pada saat penelitian dilakukan. Hal senada dikemukakan oleh Arikunto (1999:245) bahwa riset deskriptif bertujuan untuk menggambarkan fenomena untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan keadaan objek penelitian.

Dengan memperhatikan karakteristik metode penelitian deskriptif tersebut, dalam penelitian ini diterapkan suatu pendekatan yang bersifat


(16)

memberikan deskripsi mendalam tentang objek penelitian, yakni pendekatan penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai kebutuhan, mengandalkan manusia sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengadakan analisis data secara induktif, mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori-teori dasar, bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada hasil (Meleong, 2007:44).

Dari kutipan tersebut, tercermin bahwa penelitian kualitatif difokuskan pada upaya penemuan teori dasar dengan sifatnya berupa deskripsi logis yang berkaitan dengan fenomena objek yang diteliti. Lebih jauh , Miles dan Huberman (1984:15) mengemukakan:

“Qualitative data are attractive. They are a source of well-grounded, rich description and explanation of processes occuring in local context. With qualitative data one can preserve chronological flow, assess local casuality, and derive fruitful explanation. Then too, qualitative data are more likely to lead to serendipitous finding and to new theoretical integration”.

Berdasarkan pandangan tersebut, tampak bahwa data dalam penelitian kualitatif merupakan sumber yang sangat mendalam serta kaya akan deskripsi dan penjelasan tentang proses yang terjadi, disamping itu data penelitian kualitatif mengarahkan penelitian pada penemuan dan integrasi teori baru.

Sementara itu, berkenaan dengan pengumpulan data penelitian, dengan dilandasi oleh pandangan Miles dan Huberman (1984:21) bahwa: “… They may have been collected in a variety of ways (observation, interviews, extracts from documents) and are usually ‘processed’ some what before they are ready for use”, maka dalam penelitian ini digunakan


(17)

beberapa teknik pengumpulan data yang meliputi observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.

1. Observasi (Pengamatan)

Observasi diperlukan untuk mendapatkan data berupa dokumen, baik mengenai perilaku personal maupun profil sekolah. Dalam setiap observasi, peneliti harus selalu mengaitkannya dengan dua hal yang penting, yakni informasi (misalnya apa yang terjadi) dan konteks (hal-hal yang berkaitan di sekitarnya). Oleh karena itu, segala sesuatu yang terjadi pada observasi dalam dimensi waktu dan tempat tertentu, apabila informasi lepas dari konteksnya, maka informasi tersebut akan kehilangan maknanya.

Dalam hal ini, Nasution (2001:106) menyatakan bahwa partisipan pengamat dalam melakukan observasi berbagai tingkat, yaitu partisipasi nihil, sedang, aktif dan penuh. Dalam penelitian ini posisi peneliti berada pada partisipasi aktif dan penuh. Hal ini dimungkinkan mengingat tempat penelitian adalah tempat kerja peneliti. Pengamatan dengan partisipasi penuh mempunyai keuntungan yaitu peranannya sebagai peneliti, sehingga data informasinya bisa lebih akurat.

2. Wawancara

Wawancara dalam penelitian kualitatif adalah wawancara yang dilakukan sering bersifat terbuka dan tak berstruktur. Peneliti tidak mengunakan tes standar atau instrumen lain yang telah diuji validitasnya. Peneliti mengobservasi apa adanya dalam kenyataan. Peneliti mengajukan pertanyaan dalam wawancara menurut perkembangan wawancara itu, secara


(18)

wajar berdasarkan ucapan dan buah pikiran yang dicetuskan orang yang diwawancarai itu. Pertanyaan-peranyaan tentang pandangan, sikap dan keyakinan objek atau subjek serta tentang keterangan lainnya dapa diajukan secara bebas kepada subjek. (Nasution, 2001:113)

3. Studi Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti barang-baraang tertulis. Metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data yang sudah ada berupa data jumlah guru, kurikulum, satuan pelajarannya, buku pribadi siswa, biodata siswa. Dengan studi dokumentasi ini, diharapkan pendekatan pembelajaran kontekstual pada pelajaran PAI ini dapat diketahui.

E. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini mengambil tempat di Sekolah Menengah Atas (SMA) Laboratorium Percontohan Universitas Pendidikan Indonesia tahun ajaran 2007/2008.


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yang difokuskan untuk menganalisis masalah-masalah yang telah dirumuskan, dalam penelitian ini diterapkan suatu metode penelitian yang dapat menggambarkan kondisi serta fenomena objek yang diteliti secara utuh dan mendalam, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Hal ini sejalan dengan pandangan Winardi (1979:67) yang mengemukakan bahwa penelitian deskriptif dapat mencapai berbagai bentuk analisa yang dideskripsikannya, seperti analisa pekerjaan dan aktifitas, termasuk didalamnya analisa kesulitan, analisa dokumenter atau informatif, serta berbagai bentuk pemikiran reflektif.

Metode ini dipilih sesuai dengan latar (setting) permasalahan dan fokus penelitian yang diteliti dalam penelitian ini yang bertujuan "...menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku yang dapat diamati". Hal ini senada dengan Sudjana dan Ibrahim, (1989: 92), yang menyatakan bahwa :

Metode deskriptif merupakan suatu metode yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang gejala-gejala dan untuk menetapkan sifat-sifat dalam suatu situasi pada saat penelitian dilakukan, tujuannya adalah untuk melukiskan suatu kondisi apa adanya dalam situasi itu.

Penerapan metode deskriptif dalam penelitian ini tidak terbatas hanya sampai pada kegiatan pengumpulan data saja, tetapi juga sampai pada upaya analisis dan interpretasi data, pengambilan secara induktif serta


(20)

membandingkan berdasarkan atas aspek tertentu. Dengan demikian penelitian yang dilakukan ini berusaha mendeskripsikan kegiatan pembelajaran kontekstual pada pelajaran PAI di SMA Laboratorium Percontohan Universitas Pendidikan Indonesia.

Untuk menggambarkan keseluruhan fenomena objek penelitian ini, disamping metode penelitian deskriptif, diperlukan pula suatu pendekatan yang dapat mengakomodasi kebutuhan analisis penelitian ini. Oleh karenanya, dalam penelitian ini digunakan suatu pendekatan yang bersifat kualitatif.

Secara umum, pendekatan kualitatif dalam suatu penelitian dipandang sebagai suatu pendekatan yang mampu mendeskripsikan seluruh fenomena empiris objek penelitian. Dalam hal ini, Miles da Huberman (1984:243) mengemukakan bahwa:

“One of the strengths of qualitative research is precisely its capacity to describe in detail the empirical phenomena under study. Qualitative studies are rich in description of settings, people, events, and processes, but they usually say tittle about how the researcher got the information, and almost nothing about how conclusions were drawn.”

Dari pandangan tersebut, tampak bahwa penelitian kualitatif dipandang sebagai penelitian yang kaya akan penggambaran (deskripsi) empiris suatu fenomena objek penelitian baik berupa tatanan/ aturan, orang, peristiwa, maupun proses.

Selain sifat-sifat tersebut, pendekatan kualitatif ini memiliki karakteristik yang membedakannya dengan pendekatan kuantitatif. Berkenaan dengan hal tersebut, Bogdan dan Biklen (1987 : 27-29), menguraikan karakteristik-karakteristik tersebut sebagai berikut:


(21)

1. Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and 2. The rescadler is the key instrumen, 3. Qualitative reseachers are concerned with process rather than simply outcomes or products. 4. Qualitative reaeachers tend to analyze their data inductively. 5. Meaning is of essential concern to the qualitative approach.

Dari kutipan tersebut dapat diungkapkan bahwa karakteristik penelitian kualitatif didasarkan pada pertimbangan bahwa peneliti sendiri sebagai pelaku utama untuk mendatangi secara langsung sumber datanya, mengimplikasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka, menjelaskan bahwa hasil penelitian kualitatif lebih menekankan perhatian kepada proses dan tidak didasarkan pada hasil, melalui analisis induktif mengungkapkan makna dari keadaan yang diamati melalui analisis induktif serta mengungkapkan makna sebagai hal yang esensial dari pendekatan kualitatif.

Adapun sasaran penelitian diarahkan kepada usaha menemukan preposisi-preposisi yang bersifat deskriptif, dan lebih mementingkan proses daripada hasil, membatasi studi tentang pendekatan proses mengajar belajar kontekstual pada pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).

Selain didasarkan pada teori di atas, peneliti pun menyelaraskan prosedur penelitian ini dengan yang dikemukakan oleh Nasution (1996), tentang pendekatan penelitian kualitatif yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

Sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting, peneliti sebagai instrumen penelitian, sangat deskriptif, mementingkan proses dan produk, mencari makna di belakang kelakuan atau perbuatan yang dapat memahami masalah atau situasi, mengutamakan dan langsung atau "first hand”, cros-check, yaitu memeriksa kebenaran dengan cara


(22)

memperoleh data itu dari sumber lain, menonjolkan perincian kontektual, subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, mengutamakan perspektif yaitu mementingkan pandangan responden tentang bagaimana ia memandang dan menafsirkan dunia dari segi pendiriannya, verifikasi yaitu mencari kasus lain yang berbeda dengan apa yang ditemukan untuk memperoleh hasil yang lebih dipercaya, sampling yang purposif dilihat menurut tujuan penelitian, menggunakan “audit trail”, yaitu mengikuti jejak atau melacak untuk mengetahui apakah laporan sesuai dengan yang dikumpulkan, partisipasi tanpa mengganggu untuk memperoleh situasi yang “natural”, mengadakan analisa sejak penelitian awal.

Sesuai dengan penjelasan tersebut, maka kajian penelitian ini mengikuti pendekatan naturalistik atau “naturalistic inquiry” yakni melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dan suatu keutuhan (entity). Hal ini dilakukan karena latar alamiah menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya, dan pendekatan penelitian ini lebih menekankan pada obyektivitas antara intersubjektivitas. Konsekuensinya tentu menuntut kredibilitas peneliti sebagai instrumen yang akan mengkontruksi realitas langsung secara dinamis dan berpartisipasi aktif melalui observasi partisipan.

Berdasarkan konsep-konsep tersebut, penelitian ini disusun dengan langkah-langkah kerja, antara lain:

1. Pengumpulan informasi tentang SMA Laboratorium Percontohan Universitas Pendidikan Indonesia.

Perolehan informasi dalam penelitian ini secara umum dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu; tahap orientasi, eksplorasi dan member check. Berkaitan dengan ini, Nasution (1996:33) menjelaskan bahwa terdapat 3


(23)

tahapan dalam mencari informasi, yaitu tahap orientasi, tahap eksplorasi dan tahap member check.

Tahap orientasi dilakukan untuk memperoleh informasi yang memadai yang dipandang penting untuk ditindaklanjuti, tahap eksplorasi dilakukan untuk memperoleh informasi secara mendalam mengenai elemen-elemen yang telah ditentukan untuk dicari keabsahannya. Sedang tahap member check adalah untuk menginformasikan bahwa laporan yang diperoleh dari responden dengan cara mengoreksi, merubah dan memperluas data tersebut sehingga menampilkan data yang terpercaya, akurat dan mendalam.

2. Pengumpulan data

Untuk memiliki akurasi data yang baik, maka peneliti berupaya melakukan beberapa alternatif cara untuk mengumpulkan data, paling tidak peneliti mencoba mengumpulkan data melalui lima teknik yaitu: observasi, wawancara, angket, studi literatur dan studi dokumentasi. Kelima teknik tersebut diharapkan dapat saling melengkapi dalam memperoleh data yang diperlukan.

Observasi

Observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang upaya yang dilakukan guru dalam merumuskan dan melaksanakan kegiatan proses pembelajaran PAI melalui pendekatan kontekstual. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui dari dekat kegiatan tertentu yang dilakukan


(24)

guru dan siswa sehingga dapat memberikan informasi yang berguna sesuai dengan fokus penelitian.

Lebih lanjut, Lexy J. Meleong (1998 : 106) menjelaskan tentang perlunya penggunaan metoda pengamatan ini, yaitu:

1) Pengamatan mengoptimalkan kemampuan penelitian dari segi motif, kepercayaan, perhatian, dan perilakunya;

2) Pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagai yang dilihat oleh subyek, menangkap kehidupan dari segi pandangan dan anutan para subyek pada keadaan waktu itu;

3) Pengamatan memungkinkan peneliti untuk merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subyek;

4) Pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama baik dari pihaknya maupun dari pihak subyek.

Walaupun teknik observasi merupakan teknik yang dapat mengangkat data dari lapangan secara menyeluruh, peneliti menyadari bahwa bagaimanapun hebatnya observasi, tetap saja memiliki kelemahan-kelemahan dimana responden tidak mungkin dapat diamati keseluruhan dari proses pembelajaran kontekstual.

Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Berkaitan dengan ini, Nasution (1996: 73) menyatakan bahwa: "Dalam teknik wawancara terkandung maksud untuk mengetahui apa yang ada dalam pikiran dan perasaan responden". Teknik yang akan peneliti tempuh adalah melakukan wawancara secara mendalam (indepth interview) dengan


(25)

responden penelitian dengan tetap berpedoman pada arah, sasaran dan fokus penelitian ini.

Dalam melaksanakan wawancara, peneliti menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan dipertanyakan kepada subyek penelitian. Dalam mempersiapkan apa yang dapat ditanyakan dalam wawancara, Patton dalam Lexy J. Meleong (1996: 140) memberikan enam jenis pertanyaan dan setiap pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara akan terkait dengan salah satu pertanyaan lainnya, enam jenis pertanyaan tersebut adalah:

a) Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman atau perilaku, interaksi komunikasi, pimpinan dan pegawai.

b) Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat atau nilai. c) Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan.

d) Pertanyaan yang berkaitan dengan indera.

e) Pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang atau demografi. Sesuai dengan penjelasan tersebut, maka peneliti berusaha membuat komponen pertanyaan-pertanyaan untuk diajukan kepada interviewee, yaitu untuk mengungkap data tentang upaya yang dilakukan guru dalam pembelajaran kontekstual pada pelajaran PAI di SMA. Hal ini penting dalam rangka konfirmasi serta mencari kesesuaian dan keshahihan data dari sumber data/interviewee dengan tanggapan yang diberikan oleh responden lainnya.

Wawancara sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu :

1) Wawancara terstruktur yaitu wawancara yang dilakukan antara peneliti dengan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan


(26)

yang telah disiapkan dan disusun sebelumnya. "Semua responden yang telah di seleksi untuk diwawancara diajukan pertanyaan yang sesuai dengan kata-kata dan tata urutan yang sama". (Koentjoroningrat 1993:118). Dalam wawancara ini peneliti bertujuan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tema penelitian yaitu mengenai pendekatan pembelajaran kontekstual pada pelajaran PAI.

2) Wawancara mendalam (In deept Interview) yaitu wawancara yang dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang berbentuk pokok-pokok pertanyaan untuk mendapatkan data kualitatif tentang pendekatan pembelajaran kontekstual pada pelajaran PAI. Pedoman wawancara ini kemudian dikembangkan sehingga dapat diperoleh keterangan yang permasalahan yang diajukan dalam penelitian.

Angket

Angket merupakan salah satu alat pengumpul data berupa daftar pertanyaan secara tertulis dengan kemungkinan jawaban yang diberikan kepada responden.

Dalam hal ini peneliti menggunakan angket tertutup yaitu angket yang telah disediakan jawabannya oleh penulis dan responden memilih salah satu alternatif jawaban yang sesuai dengan pilihannya masing-masing.

Studi Literatur

Studi literatur yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari atau menganalisa buku-buku karangan para ahli atau


(27)

pedoman resmi untuk mendapatkan informasi teoritis yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang diteliti.

Studi Dokumentasi

Studi dokamentasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang bersifat dokumenter yang ada pada SMA Laboratorium Percontohan UPI yaitu berupa satuan pelajaran, perencanaan pembelajaran, laporan kegiatan yang dilakukan, hasil kegiatan pengumpulan data terhadap siswa maupun dokumen lainnya yang berkaitan dengan fokus penelitian pendekatan pembelajaran kontekstual pada pelajaran PAI.

Untuk lebih meyakinkan hasil data yang dijaring dari lapangan, digunakan pedoman sebagai berikut :

a) Peneliti berusaha mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

b) Peneliti berusaha untuk memperhatikan setiap peristiwa secara keseluruhan.

c) Peneliti berusaha menghasilkan keadaan dan lingkungan sekitar subyek penelitian dengan peristiwa yang terjadi.

d) Agar data yang diperoleh adalah data yang sahih, maka peneliti berusaha memahami segala sesuatunya secara teliti.

3. Pengolahan Data

Dalam mengolah data hasil penelitian ini, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :


(28)

a. Seleksi Data

Upaya mengetahui dengan jelas tentang data yang akan diolah, maka langkah penyeleksian data dari responden tersebut adalah dengan menyebarkan angket, kemudian dikumpulkan dan di olah.

b. Tabulasi Data

Pengujian hipotesis salah satunya bertujuan untuk melihat kedudukan setiap jawaban dari setiap item. Tujuan tersebut dapat dicapai antara lain dengan cara mentabulasi data, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Membuat tabel yang dibutuhkan

2) Menyusun dan menghitung frekuensi untuk setiap kategori jawaban dari setiap item.

a. Penetapan teknik analisis data deskriptif melalui perhitungan prosentase.

Teknik yang digunakan dalam menganalisis data deskriftif, ini dengan melihat kecenderungan jawaban responden pada setiap item penelitian dalam bentuk prosentase dan penafsiran data yang masuk.

Rumus untuk mengolah hasil angket siswa untuk kemudian dianalisis, yaitu dengan teknik perhitungan porsentase (Mohammad Ali;1985:184) yaitu :

%=F/Nx100 Keterangan : % = Prosentase


(29)

F = Frekuensi yang dicapai dari sejumlah jawahan yang diperoleh melalui angket

N = Jumlah sampel penelitian d. Penafsiran Data

Untuk memudahkan penafsiran frekuensi jawaban yang telah dihitung dalam prosentase tersebut, maka penulis menetapkan pedoman pengisian dengan mempergunakan kategori berikut:

0 % = Tidak ada

0,1 % - 24,9 % = Sebagian kecil 25,0 % - 49,9 % = Hampir setengahnya 50,0 % = Setengahnya 50,1 % - 75,9 % = Sebagian besar 76,0 % - 99,9 % = Pada umumnya 100,0% = Seluruhnya (Ruseffendi; 1988:471,diperbaharui)

Setelah melakukan pengolahan data ini, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Membuat tabel-tabel yang dibutuhkan

b. Menghitung frekuensi untuk setiap katagori jawaban dari setiap item.


(30)

4. Analisis Data

Kegiatan menganalisis data merupakan kegiatan yang sangat penting dalam penelitian, terutama untuk memberikan makna terhadap data yang dikumpulkan. Menurut Nasution, S (1988:126), bahwa: "Analisis data kualitatif adalah proses menyusun data yang berarti menggolongkannya dalam pola, tema atau kategorisasi agar dapat ditafsirkan”.

Sesuai dengan penjelasan tersebut, maka diketahui bahwa analisis data adalah sebagai proses yang merinci upaya secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) sebagai yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja sebagai yang dirasakan data. Data yang terkumpul dari lapangan, yaitu berupa uraian-uraian yang penuh deskripsi mengenai kegiatan subyek yang diteliti dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dan diperoleh melalui observasi, wawancara, angket dan studi dokumentasi. Untuk mengatur, mengolah dan mengorganisasikan data diperlukan ketekunan dengan penuh kesungguhan dalam memberikan makna.

Selanjutnya, Bogdan dan Taylor (Meleong, 1996: 103) menjelaskan bahwa "Analisis data adalah sebagai proses yang merinci upaya secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu". Untuk mengatur, mengolah dan mengorganisasikan data diperlukan ketekunan dan


(31)

kesungguhan dalam memberikan makna yang berkaitan dengan analisis data.

B. Definisi Operasional

Berikut ini dikemukakan penjelasan singkat beberapa istilah yang menjadi kajian utama dan ruang lingkup permasalahan dari judul penelitian "Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pada Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA Laboratorium Percontohan UPI”.

1. Perencanaan pembelajaran berbasis CTL yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu desain pembelajaran atau di SMA sering digunakan istilah yang bervariasi antara lain: disebut satuan pembelajaran (satpel), persiapan mengajar, rencana pembelajaran (renpel) dll. Isinya sama yaitu rencana pembelajaran yang memuat perumusan tujuan, menetapkan materi, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi. Dikaitkan dengan penerapan CTL, maka bagaimana mengembangkan setiap unsur perencanaan pembelajaran yang berbasis model CTL.

2. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungan belajar dari mulai kegiatan awal, inti dan penutup kegiatan pembelajaran yang berbasis pendekatan CTL, yaitu suatu kegiatan (proses) pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, untuk mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari, malalui penerapan tujuh


(32)

prinsip utama pembelajaran efektif (Constructivism, Questioning, Inquiry, Learning Community, Modeling, Reflection, and Authentic Assessment). 3. Cara mengevaluasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bentuk dan

jenis evaluasi harus dilakukan sehingga dengan alat evaluasi yang dikembangkan dapat menjadi bagian integral pembelajaran yang berbasis CTL.

4. Dampak pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh dari kegiatan pembelajar CTL terhadap pengalaman belajar siswa khususnya terhadap aktivitas kreatifitas, dan makna yang dirasakan oleh siswa dan kegiatan belajar yang telah dilakukannya.

C. Instrumen Penelitian

Menurut S. Nasution (1992: 55), instrument penelitian mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian. Tidak ada instrumen lain yang bereaksi dan berinteraksi terhadap demikian banyak faktor dalam situasi yang senantiasa berubah-ubah.

2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus. Tidak ada alat penelitian lain, seperti yang digunakan dalam penelitian kuantitatif, yang dapat menyesuaikan diri dengan bermacam-macam situasi serupa itu. Suatu tes hanya cocok untuk mengukur variabel tertentu akan tetapi tidak dapat dipakai untuk mengukur macam-macam variabel lainnya.

3. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan untuk mengetest hipotesis yang timbul seketika.

4. Hanya peneliti sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera


(33)

menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka peneliti memegang peranan penting dalam membuka cakrawala pemikirannya, hal ini diperlukan sejak dimulainya upaya pendekatan dengan informan, kemudian menganalisis data sampai pada upaya mengambil kesimpulan.

Keterlibatan peneliti dengan subyek penelitian dirasa cukup memadai. Hal ini telah sesuai dengan kondisi tersebut, dengan didasarkan bahwa informan telah secara sadar memahami makna penelitian ini, sehingga mereka membantu sepenuhnya, juga informan telah mengetahui tempat penelitian yang memungkinkan untuk peneliti sesering mungkin berada di lapangan. Dan informan selalu mengupayakan untuk sering berada di lingkungan informan dengan tidak mengalami hambatan yang berarti sehingga dapat memperoleh hasil seperti yang dikehendaki.

D. Sumber Data dan Tahapan Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini berada dalam lingkungan SMA Laboratorium-Percontohan Universitas Pendidikan Indonesia yang terdiri atas beberapa unsur siswa dan guru Pendidikan Agama Islam, serta komponen-komponen penunjang pendidikan lainnya yang ada di lingkungan sekolah tersebut.

Sesuai dengan sifat-sifat serta karakteristik penelitian dengan pendekatan kualitatif, subyek dalam penelitian ini ditetapkan dengan penentuan sampel secara purposif, mengingat jumlah keseluruhan populasi


(34)

yang terlalu besar, sementara dalam penelitian kualitatif, kedalaman observasi dan analisis cukup tinggi. Penerapan penetapan sampel secara purposif ini digunakan dengan dasar bahwa tujuan penelitian ini difokuskan pada deskripsi proses pembelajaran kontekstual dalam Pendidikan Agama Islam di SMA Laboratorium-Percontohan Universitas Pendidikan Indonesia, oleh karenanya sampel purposif digunakan dengan tujuan lebih menspesifikasikan subyek penelitian pada spesifikasi subyek yang terlibat dalam proses pembelajaran kontekstual dalam Pendidikan Agama Islam di sekolah tersebut, yaitu 34 orang siswa kelas X dan seorang guru PAI yang mengajar di kelas tersebut.

Penentuan subyek penelitian dengan cara purposive sampling ini sesuai dengan penjelasan dari Miles dan Huberman (1984:36) yang menegaskan bahwa:

“...There are only so many parameters to setting: a finite a number of people, process, and events. But a closer look reveals that setting have sub setting (schools have classrooms, groups have cliques, cultures have sub cultures, families have coalition), so that fixing the bondaries of the setting in a non arbitrary way is tricky. Life proliverates end lessly”

Menurut pandangan tersebut tampak bahwa dalam penelitian kualitatif cukup banyak parameter yang harus disusun, namun untuk lebih memfokuskan pada penelaahan yang lebih mendalam perlu membuat sub-sub seting, seperti dalam sebuah sekolah pasti memiliki kelas, dalam sebuah kelompok terdapat golongan, dan dalam keluarga ada gabungan anggota, dengan demikian jangan sampai terjadi penyimpangan dari tujuan penelitian. Oleh karenanya, dalam penentuan subyek penelitian kualitatif, peneliti bekerja dengan terfokus pada


(35)

kelompok-kelompok kecil dari wilayah penelitian yang luas. Dalam hal ini, Milles dan Huberman (1984:36) mengemukakan:

“...Qualitative researchers usually work with smaller samples of people in fewer global settings than do survey researchers. Also, qualitative samples tend to be more purposive than random, partly because the initial definition of universe is mor limited...and partly because social processes have a logic and coherence that random sampling of events or treatments usually reduce to uninterpretable sawdust.”

Selanjutnya, untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, sesuai dengan pendapat Liwa (2004:72), dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari tahap orientasi, eksplorasi, validasi, hingga tahap interpretasi.

1. Tahap orientasi

Tahap orientasi merupakan tahap awal untuk mencari permasalahan dilapangan yang sekiranya dapat dijadikan bahan untuk diseminarkan. Peneliti melakukan kunjungan pada SMA Laboratorium UPI.

Menentukan subyek penelitian ini dilakukan atas dasar:

- Kesediaan SMA Laboratorium UPI menjadi subyek penelitian ini.

- Keterbukaan kepala sekolah dan guru PAI SMA Laboratorium UPI untuk memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini.

Selanjutnya peneliti mengurus dan menyelesaikan surat ijin penelitian yang digunakan ijin mengadakan penelitian di lapangan.

2. Tahap eksplorasi

Tahap ini merupakan kegiatan penggalian informasi data secara mendalam dengan mengenal lebih dekat kepada subyek penelitian,


(36)

kegiatan-kegiatan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan kontekstual, serta tanggapan siswa mengenai pelajaran Pendidikan Agama Islam. Kegiatan lain yang penting dilakukan juga pada tahapan yaitu :

a. menyusun instrumen, pedoman wawancara yang berkembang pada waktu di lapangan merupakan instrumen pembantu peneliti dan mengenal lebih dekat dengan subyek penelitian.

b. memilih sumber data yang terpercaya, yaitu guru PAI di SMA Lab UPI.

c. pelaksanaan wawancara merupakan kegiatan untuk lebih meyakinkan dan mencatat ingatan di lapangan.

d. melakukan kegiatan penyusunan hasil laporan yang meliputi kegiatan mendeskripsikan, menganalisis, menafsirkan data hasil penelitian secara terus-menerus sampai diperkirakan mencapai gejala ketuntasan penelitian.

3. Tahap Validasi

Data yang telah dikategorisasikan selanjutnya dikodifikasikan sesuai dengan model yang berkembang, kemudian divalidasi melalui ; member check, trianggulation, audit trail dam expert opinion (Meleong, 1996). Kegiatan validasi data tersebut dijelaskan sebagai berikut :


(37)

a. Member check, Tahap member check meliputi:

- menyusun laporan penelitian yang diperoleh pada tahap eksplorasi yang terjadi dalam proses belajar-mengajar kaitannya dengan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran PAI di SMA Lab UPI.

- menyampaikan laporan tersebut pada guru bidang studi PAI kaitannya dengan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran PAI di SMA Lab UPI.

- memperbaiki hal-hal yang belum sesuai dengan pendapat guru PAI. b.Triangulasi

Pada tahap ini dilakukan pengecekan dari data yang telah didapat dari lapangan terutama untuk memperoleh keabsahan data. Sesuai dengan yang dikemukakan Meleong (1996) "...Merupakan tahapan pemeriksaan keabsahan data yang diperoleh yang memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu".

Pada tahap ini dilakukan hal-hal sebagai berikut :

- Membandingkan hasil observasi dari guru PAI dengan informasi dari siswa tentang masalah yang sama.

-

Membandingkan informasi dari Guru PAI dengan informasi dari siswa pada masalah yang sama.

-

Membandingkan data yang diperoleh dari sumber pendekatan yang sama dalam rentang waktu yang berbeda.


(38)

c. Audit Trail

Pada tahap ini dilakukan dengan cara mendiskusikan temuan data dan prosedur pengumpulannya dengan pembimbing. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh kritik dan masukan sehingga dapat mempertajam analisis guna memperoleh data dengan validasi yang tinggi.

d. Expert Opinion

Nasution (1992) mengatakan bahwa expert opinion yaitu pengecekan terakhir terhadap keshahihan penelitian dengan para pakar yang profesional di bidang ini, termasuk dengan para pembimbing penelitian ini.

4. Tahap Interpretasi

Temuan-temuan data penelitian diinterpretasikan dengan merujuk kepada acuan teoritik mengenai pendekatan kontekstual dalam pembelajaran PAI di SMA Lab UPI. Dalam proses ini berusaha untuk memunculkan makna dari setiap data yang diperoleh disamping menggambarkan perolehan penelitian secara deskriptif analitik, sehingga akhirnya diperoleh gambaran menyeluruh mengenai permasalahan penelitian.

Pada tahap ini, data yang telah divalidasi diinterpretasikan berdasarkan kerangka teoritik, norma-norma praktis yang disepakati atau berdasarkan intuisi transmisi, sehingga dapat diperoleh suatu kerangka referensi yang bias memberikan “makna” terhadapnya.


(39)

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan

Setelah peneliti memaparkan beberapa kondisi dan proses pembelajaran, serta dari beberepa temuan yang diperoleh selama penelitian ini dilaksanakan, mengenai Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pada Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perencanaan Pengajaran guru PAI

Hasil penelitian di SMA Laboratorium Percontohan UPI, menunjukkan bahwa pada dasarnya guru PAI telah merencanakan pengajaran sesuai dengan yang telah diuraikan dalam proses belajar mengajar kontekstual, hal ini terlihat mulai sebelum melaksanakan pengajaran, guru PAI melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menyusun rencana pengajaran, yaitu dengan cara membuat rencana pengajaran, sehingga pada pelaksanaan pembelajarannya dapat mudah dipahami oleh siswa, karena guru telah menyusunnya secara sistematis.

b. Melengkapi administrasi pembelajaran, seperti satuan pelajaran, rencana pelajaran dan program tahunan, program semester, daftar hadir siswa dan daftar nilai siswa.


(41)

c. Menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi, hal ini terlihat bahwa pembelajaran PAI di SMA Laboratorium Percontohan UPI tidak hanya dilakukan di kelas saja, akan tetapi dilakukan di luar kelas, observasi serta telah melaksanakan berbagai macam metode, seperti diskusi, tanya jawab, simulasi, dll.

d. Melakukan evaluasi hasil belajar siswa. Evaluasi hasil belajar dilakukan oleh guru setelah melaksanakan proses belajar mengajar, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan siswa dan guru dalam menyampaikan materi pengajarannya.

e. Membagikan dan mengumumkan hasil ujian siswa. Hal ini dilakukan supaya setiap siswa dapat mengetahui letak kesalahan/ kekurangan yang harus diperbaikinya.

2. Proses dan Evaluasi Pembelajaran Kontekstual

Proses pembelajaran kontekstual di SMA Laboratorium-Percontohan UPI, di samping memperhatikan perencanaan, juga memperhatikan hal-hal lain berikut ini:

a. Sebelum memulai pembelajarannya, guru PAI melakukan apersepsi terlebih dahulu. Apersepsi dilakukan untuk memberikan rangsangan kepada siswa mengenai materi-materi terdahulu yang telah diberikannya agar diingat kembali, sehingga konsentrasi siswa akan lebih siap menerima materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru PAI pada saat itu.


(42)

b. Kegiatan belajar mengajar kontekstual di SMA Laboratorium-Percontohan UPI telah dilaksanakan sebelum bergulirnya pembelajaran kontekstual seperti berkembang dewasa ini, hal ini terlihat dari praktek mengajar yang menggunakan berbagai macam metode, misalnya; metode ceramah, tanya jawab, diskusi dan bahkan metode mengajar inkuiri. Ada juga metode penugasan yang diberikan untuk memotivasi siswa belajar dengan membuat makalah, yakni mencari materi yang lebih luas di masyarakat, perpustakaan, internet dan lain-lain.

c. Tahap evaluasi telah dilaksanakan untuk mengukur kemampuan siswa terhadap penguasaan materi yang telah diterimanya. Hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan umpan balik dari siswa, sehingga guru dapat memperbaiki cara mengajar dan mengevaluasinya.

3. Dampak Pembelajaran Kontekstual

Dampak pembelajaran kontekstual di SMA Laboratorium-Percontohan UPI, di samping memperhatikan perencanaan, proses dan evaluasi juga memperhatikan hal-hal lain berikut ini:

a. Berkembangnya dari segi pemahamannya, terlihat dari pandangan-pandangan ideal mereka ketika dihadapkan pada proses pembelajaran PAI baik sebelum ataupun sesudah mempelajari materi-materi PAI di sekolah.


(43)

b. Pemahaman ideal siswa SMA Laboratorium Percontohan UPI terhadap PAI, ketika mereka telah selesai menerima materi pelajaranpun menunjukkan kesadaran yang cukup tinggi.

c. Motivasi untuk lebih memperdalam materi yang sudah dipelajari, hampir setengahnya dari responden merasa cukup mempelajari kembali materi pelajaran tersebut hanya sebatas agar ingat dan hafal, serta hanya sebagian kecil saja yang mencoba mengamalkan dan menerapkannya dalam kehidupan keseharian mereka.

d. Bertambahnya kesadaran akan tindakan dan perilaku keseharian siswa. e. Siswa cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan di lingkungan

masyarakat.

B. Rekomendasi

Rekomendasi ditujukan kepada pihak-pihak yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah yaitu para guru terutama Guru Pendidikan Agama Islam dan Kepala SMA Laboratorium Percontohan UPI. Berdasarkan kesimpulan sebagaimana yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan beberapa rekomendasi dalam pelaksanan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai berikut:

1. Semua guru terutama guru Pendidikan Agama Islam

Sebelum melaksanakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), guru terlebih dahulu membuat perencanaan yang tertuang


(44)

dalam rencana pembelajaran. Dalam rencana pembelajaran perlu dideskripsikan secara jelas langkah-langkah yang harus dilakukan oleh guru dan siswa, agar proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia.

Dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), harus sesuai dengan rencana yang telah disiapkan, dan memfungsikan alat dan sumber belajar seoptimal mungkin.

Pembelajaran sebaiknya dilaksanakan secara kelompok, kelompok diskusi dapat dilaksanakan di perpustakaan atau di rumah, (bila di rumah, dilakukan secara bergiliran). Hal ini untuk memungkinkan siswa untuk dapat menghemat waktu, siswa secara leluasa dapat mencari berbagai sumber belajar dan lebih kreatif dalam menyempurnakan laporan diskusi kelompok mereka

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas dan di luar kelas hendaknya tidak berjalan sendiri-sendiri. Kerjasama pembinaan keagamaan siswa antara guru Pendidikan Agama Islam dengan Pembina organisasi keislaman siswa serta guru-guru lainnya mutlak diperlukan. Dalam hal ini, diharapkan guru Pendidikan Agama Islam bertindak sebagai koordiator dalam pembinaan tersebut.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas terbatas oleh kurikulum yang telah diterapkan, sehingga kebutuhan siswa belum tentu dapat dipenuhi melalui pembelajaran. Untuk itu, kebutuhan siswa


(45)

dalam pembelajaran agama Islam dapat dipenuhi dari pembelajaran di luar kelas karena tidak terikat dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Kerjasama yang terencana akan mampu mengatasi permasalahan dalam pembinaan keagamaan siswa. Kelemahan dari pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas dapat saling melengkapi sehingga membawa dampak positif terhadap kehidupan keagamaannya.

Semua guru harus mampu menjadi contoh yang baik dalam pengamalan ajaran agama Islam, baik yang meliputi ucapan maupun perbuatan. Guru dapat memberi contoh dalam amalan yang dilaksanakan sehari-hari seperti ucapan yang baik di dalam maupun di luar kelas dan pengamalan shalat berjamaah. Khusus mengenai shalat berjamaah, guru dapat menghentikan kegiatan belajar mengajar dan aktivitas lain untuk kemudian bersama-sama siswa melaksanakan shalat berjamaah. Contoh nyata seperti itu akan lebih membawa pengaruh yang baik terhadap prilaku siswa.

2. Siswa yang beragama Islam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas umumya disampaikan dengan metode ceramah. Penyampaian materi disesuaikan dengan kurikulum yang cukup padat, sehingga siswa mendapatkan materi di dalam kelas sesuai dengan pokok-pokok bahasan yang terdapat di buku paket. Materi-materi yang terdapat di buku paket disusun dengan anggapan bahwa siswa yang duduk di SMA telah memiliki kemampuan dasar yang disyaratkan sebagai lulusan SMP. Penelitian membuktikan


(46)

bahwa kemampuan dasar siswa tidaklah sebagaimana yang diharapkan sebagai lulusan SMP bahkan lulusan SD. Oleh karena itu, siswa harus meningkatkan kesadarannya dalam mengamalkan dan melengkapi kemampuan dasarnya dengan cara mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam di luar kelas.

Siswa diharapkan pula lebih mampu mengutarakan keinginan atau pendapat kepada guru maupun kepala sekolah. Kebutuhan-kebutuhan atau permasalahan-permasalahan yang dialami oleh siswa yang memerlukan pertimbangan dari mereka dapat disampaikan dengan bahasa dan cara yang baik.

3. Kepala Sekolah

Kepala sekolah diharapkan membuat keijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan pemahaman dan pengamalan agama Islam oleh siswa. Kebijakan yang dapat dilaksanakan diantaranya adalah pelaksanaan mentoring agama Islam sebagaimana yang telah belangsung di lingkungan Perguruan Tinggi. Kebijakan pelaksanaan mentoring sudah sepantasnya mendapat perhatian yang lebih serius karena beberapa alasan: pertama, kebutuhan terhadap mentoring yang sangat mendesak berkaitan dengan usaha meningkatkan penguasaan dan pengamalan ajaran agama Islam oleh siswa; kedua, keberhasilan kegiatan serupa di tingkat Perguruan Tinggi.

Kebijakan lainnya yang dapat dipertimbangkan oleh kepala sekolah adalah training-training dan pelatihan-pelatihan untuk guru maupun siswa. Contoh training yang dapat diikuti oleh guru adalah


(47)

penggunaan terobosan-terobosan baru dalam memberikan pembelajaran seperti lesson study atau contextual teaching learning sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik dan memberikan hasil yang lebih baik. Siswa juga dapat diikutsertakan dalam training dan pelatihan yang bermanfaat seperti pelatihan manajemen qolbu sebagaimana yang telah dilakukan oleh pondok pesantren Daarut Tauhid.

4. Peneliti Selanjutnya

Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan menelaah hubungan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan inkuiri dengan kemampuan siswa dalam komunitas belajar (learning community), keaktivan dalam diskusi, serta kemampuan dalam bertanya (Questioning), atau kemampuan lain yang merupakan kriteria dari pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I .(2002). Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: Andira Adiar .(2005). Pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap perkembangan moral

siswa. Tesis Magister Program Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

An Nahlawi, A. (1996). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press

Darajat, Z, dkk .(1995). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Departemen Agama RI. (2000). Al Quran dan Terjemahnya. TP Jakarta

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Menengah. Jakarta: Cemerlang.

Departemen Pendidikan Nasional (2002). Pendekatan Kontekstual (CTL). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Departemen Pendidikan Nasional (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMA, MA, SMALB, SMK dan MAK. Jakarta

Djahiri, K. (1996). Dasar-Dasar Umum Metodologi dan Pengajaran Nilai Moral PVCT. Lab. Pengajaran PPKn IKIP Bandung.

Faisal, Y,A. (1995). Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani

Firman B.Aji dan S.Martin Sirait (1990). Perencanaan dan Evaluasi, Suatu Sistem untuk Proyek Pembangunan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, O .(2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Heruman. (2003). Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas IV Sekolah Dasar. Tesis Magister Program Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Ibrahim, dan Sudjana, N. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.


(49)

Joyce B & Weil, M.. (1980). Models of Teaching, Engle Wood Cliffs, New Jersey, Prentice Hall-Inc.

Majid, A & Andayani, D. (2004). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda Karya

Maksum (1999). Madrasah Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Meleong. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya

Miles, Mathew B & Huberman, A Michael. (1984). Qualitative Data Analysis: a Sourcebook of New Methods. London: SAGE Publication, Ltd.

Nasution, S. (1988). Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: PT. Bina Aksara __________ (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito __________(2001). Metode Research, Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara. Nitko, A.J. (1996). Educational Assessment of Student. New Jersey: Merrill of

Prentice Hall.

Permana, Y. (2001). Analisis Tingkat Penguasaan Siswa Dalam Menyelesaikan Persoalan Kontekstual Pada Pembelajaran Matematika. Skripsi UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Ramayulis. (2002). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia

Sardiman, AM .(2004). Materi Pelatihan Terintegrasi Pengetahuan Sosial. Jakarta: Dit. PLP Ditjen Dikdasmen Depdiknas

Sayuti, J. (2002). Studi Evaluatif Impelementasi Kurikulum PAI dalam Menanamkan Keimanan dan Ketaqwaan Siswa pada SMU. Tesis Magister Program Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Sudjana, Djuju .(2001). Wawasan, Sejarah, Perkembangan, Falsafah & Teori Pendukung serta Asas. Bandung: Falah Production

___________ (2000). Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production

Sukmadinata, N.S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Yayasan Kesuma Karya.


(50)

Sungkowo. (2003). Pendekatan Kontekstual (ConteXtual Teaching And Learning). Jakarta: Depertemen Pendidikan Nasional

Tafsir, A. (1992). Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya

Zuhairini dkk. (1983). Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional.

Zulkifli. (2004). Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penerapan Matematika Siswa Sekola Dasar. Tesis. PPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.


(51)

(1)

147

bahwa kemampuan dasar siswa tidaklah sebagaimana yang diharapkan sebagai lulusan SMP bahkan lulusan SD. Oleh karena itu, siswa harus meningkatkan kesadarannya dalam mengamalkan dan melengkapi kemampuan dasarnya dengan cara mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam di luar kelas.

Siswa diharapkan pula lebih mampu mengutarakan keinginan atau pendapat kepada guru maupun kepala sekolah. Kebutuhan-kebutuhan atau permasalahan-permasalahan yang dialami oleh siswa yang memerlukan pertimbangan dari mereka dapat disampaikan dengan bahasa dan cara yang baik.

3. Kepala Sekolah

Kepala sekolah diharapkan membuat keijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan pemahaman dan pengamalan agama Islam oleh siswa. Kebijakan yang dapat dilaksanakan diantaranya adalah pelaksanaan mentoring agama Islam sebagaimana yang telah belangsung di lingkungan Perguruan Tinggi. Kebijakan pelaksanaan mentoring sudah sepantasnya mendapat perhatian yang lebih serius karena beberapa alasan: pertama, kebutuhan terhadap mentoring yang sangat mendesak berkaitan dengan usaha meningkatkan penguasaan dan pengamalan ajaran agama Islam oleh siswa; kedua, keberhasilan kegiatan serupa di tingkat Perguruan Tinggi.

Kebijakan lainnya yang dapat dipertimbangkan oleh kepala sekolah adalah training-training dan pelatihan-pelatihan untuk guru maupun siswa. Contoh training yang dapat diikuti oleh guru adalah


(2)

148

penggunaan terobosan-terobosan baru dalam memberikan pembelajaran seperti lesson study atau contextual teaching learning sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik dan memberikan hasil yang lebih baik. Siswa juga dapat diikutsertakan dalam training dan pelatihan yang bermanfaat seperti pelatihan manajemen qolbu sebagaimana yang telah dilakukan oleh pondok pesantren Daarut Tauhid.

4. Peneliti Selanjutnya

Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan menelaah hubungan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan inkuiri dengan kemampuan siswa dalam komunitas belajar (learning community), keaktivan dalam diskusi, serta kemampuan dalam bertanya (Questioning), atau kemampuan lain yang merupakan kriteria dari pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I .(2002). Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: Andira Adiar .(2005). Pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap perkembangan moral

siswa. Tesis Magister Program Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

An Nahlawi, A. (1996). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press

Darajat, Z, dkk .(1995). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Departemen Agama RI. (2000). Al Quran dan Terjemahnya. TP Jakarta

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Menengah. Jakarta: Cemerlang.

Departemen Pendidikan Nasional (2002). Pendekatan Kontekstual (CTL). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Departemen Pendidikan Nasional (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMA, MA, SMALB, SMK dan MAK. Jakarta

Djahiri, K. (1996). Dasar-Dasar Umum Metodologi dan Pengajaran Nilai Moral PVCT. Lab. Pengajaran PPKn IKIP Bandung.

Faisal, Y,A. (1995). Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani

Firman B.Aji dan S.Martin Sirait (1990). Perencanaan dan Evaluasi, Suatu Sistem untuk Proyek Pembangunan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, O .(2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Heruman. (2003). Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas IV Sekolah Dasar. Tesis Magister Program Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Ibrahim, dan Sudjana, N. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.


(4)

Joyce B & Weil, M.. (1980). Models of Teaching, Engle Wood Cliffs, New Jersey, Prentice Hall-Inc.

Majid, A & Andayani, D. (2004). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda Karya

Maksum (1999). Madrasah Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Meleong. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya

Miles, Mathew B & Huberman, A Michael. (1984). Qualitative Data Analysis: a Sourcebook of New Methods. London: SAGE Publication, Ltd.

Nasution, S. (1988). Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: PT. Bina Aksara __________ (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito __________(2001). Metode Research, Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara. Nitko, A.J. (1996). Educational Assessment of Student. New Jersey: Merrill of

Prentice Hall.

Permana, Y. (2001). Analisis Tingkat Penguasaan Siswa Dalam Menyelesaikan Persoalan Kontekstual Pada Pembelajaran Matematika. Skripsi UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Ramayulis. (2002). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia

Sardiman, AM .(2004). Materi Pelatihan Terintegrasi Pengetahuan Sosial. Jakarta: Dit. PLP Ditjen Dikdasmen Depdiknas

Sayuti, J. (2002). Studi Evaluatif Impelementasi Kurikulum PAI dalam Menanamkan Keimanan dan Ketaqwaan Siswa pada SMU. Tesis Magister Program Pascasarjana UPI. Bandung: tidak diterbitkan

Sudjana, Djuju .(2001). Wawasan, Sejarah, Perkembangan, Falsafah & Teori Pendukung serta Asas. Bandung: Falah Production

___________ (2000). Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production

Sukmadinata, N.S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Yayasan Kesuma Karya.


(5)

Sungkowo. (2003). Pendekatan Kontekstual (ConteXtual Teaching And Learning). Jakarta: Depertemen Pendidikan Nasional

Tafsir, A. (1992). Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya

Zuhairini dkk. (1983). Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional.

Zulkifli. (2004). Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penerapan Matematika Siswa Sekola Dasar. Tesis. PPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.


(6)

Dokumen yang terkait

Implementasi konsep pendidikan john dewey pada mata pelajaran agama islam (pendekatan kontekstual)

1 32 78

Implementasi Strategi Active Learning dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA Madania Bogor

2 17 186

PEMANFAATAN LABORATORIUM AGAMA UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIFITAS PADA PEMBELAJARAN Pemanfaatan Laboratorium Agama Untuk Meningkatkan Efektifitas Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas Xi Di Sma Negeri 3 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2015/2016.

0 4 13

PEMANFAATAN LABORATORIUM AGAMA UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIFITAS PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Pemanfaatan Laboratorium Agama Untuk Meningkatkan Efektifitas Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas Xi Di Sma Negeri 3 Sukoharjo Tahun Pelajar

0 2 16

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING PADA POKOK BAHASAN TENTANG AKHLAK TERCELA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA LABORATORIUM-PERCONTOHAN UPI BANDUNG.

2 11 42

Pengelolaan Laboratorium Pendidikan Agama Islam : studi kasus di SMAN 3 Bandung - repository UPI S PAI 1104403 Title

0 0 4

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

0 0 11

View of PENDEKATAN INTEGRATIF PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI ) DI SEKOLAH PADA ABAD INFORMASI

0 0 21

PENERAPAN KTSP PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMA HANG TUAH MAKASSAR Tesis

1 1 163

IMPLEMENTASI DAN HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 1 GOMBONG TAHUN PELAJARAN 20122013

0 0 14