PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA : Penelitian Tindakan Kolaboratif dalam mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Pontianak.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

DEWAN PEMBIMBING ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah ... 1

B.

Batasan dan Rumusan Masalah ... 12

1.

Batasan Masalah ... 12

2.

Rumusan Masalah ... 14

C.

Tujuan Penelitian ... 14

D.

Manfaat Penelitian ... 15

E.

Asumsi Penelitian ... 16

F.

Metodologi Penelitian ... 17

1.

Pendekatan dan Metode Penelitian ... 17

2.

Subyek Penelitian... 19

3.

Teknik Pengumpulan Data ... 20

BAB II. PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK

MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA

A.

Kecerdasan Emosi

1.

Emosi ... 24

2.

Fungsi Emosi ... 25

3.

Bentuk-bentuk Emosi... 26

4.

Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku Manusia ... 27

5.

Definisi Kecerdasan Emosional ... 29

6.

Faktor-faktor Kecerdasan Emosional ... 33

B.

Perkembangan Emosional Siswa Sekolah Menengah Pertama ... 44

1.

Ciri-ciri Perkembangan Emosi Remaja ... 46

2.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Remaja 48

3.

Makna Kecerdasan Emosional dan Identifikasinya Pada Remaja . 51


(2)

E.

Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan

Kecerdasan Emosional Siswa ... 68

1.

Perencanaan Program... 68

2.

Rumusan Kebutuhan Berdasarkan Asesmen ... 69

3.

Rumusan Kebutuhan Berdasarkan Tujuan... 69

4.

Komponen Program dan Strategi Pengembangan ... 74

5.

Evaluasi dan Akuntabilitas ... 85

6.

Langkah-langkah Evaluasi ... 86

7.

Akuntabilitas ... 86

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A.

Pendekatan dan Metode Penelitian ... 88

B.

Definisi Operasional ... 92

1.

Kecerdasan Emosional ... 92

2.

Program Bimbingan dan Konseling ... 94

3.

Program Bimbingan dan Konseling

untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional ... 95

C.

Lokasi dan Subjek Penelitian ... 96

D.

Teknik Pengumpulan Data ... 97

1.

Angket ... 97

2.

Wawancara ... 98

3.

Observasi... 99

E.

Populasi dan Sampel ... 101

F.

Prosedur Penelitian ... 102

1.

Tahap Pertama ... 102

2.

Tahap Kedua ... 107

3.

Tahap Ketiga ... 108

G.

Prosedur Analisis Data ... 108

1.

Uji Validitas Instrumen ... 108

2.

Uji Reliabilitas Instrumen ... 110

3.

Deskripsi Uji Coba Instrumen ... 111

4.

Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 112

5.

Penentuan Konversi Skor ... 116

H.

Teknik Analisis Data Penelitian... 119

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Deskripsi Hasil Penelitian ... 121


(3)

Kecerdasan Emosional ... 137

a.

Rasional... 138

b.

Visi dan Misi Program ... 142

c.

Tujuan Program ... 142

d.

Komponen program ... 143

e.

Prosedur Program... 147

f.

Rencana Operasional ... 153

g.

Evaluasi Program Bimbingan ... 154

1)

Uji Coba Program ... 156

Siklus I ... 157

Siklus II ... 167

Siklus III... 176

2)

Hasil Uji Coba Program ... 182

4.

Efektifitas Program Bimbingan dan Konseling

untuk Mengembangkan kecerdasan Emosional Siswa ... 183

B.

Pembahasan Penelitian... 188

BAB V. Kesimpulan dan Rekomendasi

A.

Kesimpulan ... 202

B.

Rekomendasi ... 202

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I ini meliputi pembahasan: Latar belakang masalah, batasan dan rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan asumsi penelitian, pendekatan dan

metode penelitian.

A.

Latar Belakang

Perkembangan emosi manusia terjadi semenjak manusia itu berada dalam

kandungan hingga akhir masa hidupnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Salomon

Simanungkalit yang dilansir Kompas (dalam

www.kompas.com/Kesehatan/news)

mengungkapkan bahwa emosi yang berada di otak belahan kanan, perkembangannya

sudah dimulai sejak anak berusia nol tahun. Selain emosi, dalam otak belahan kanan

juga berkembang kreativitas, kemampuan khayal, dan rasa seni manusia. Sedangkan

otak belahan kiri umumnya mulai berkembang pada saat anak berumur enam tahun.

Dalam perjalanan sejak masa kanak-kanak hingga dewasa, masa remaja

merupakan masa pertengahan yang adakalanya merupakan masa yang paling

menentukan arah untuk masa berikutnya. Masa remaja adalah sebuah proses, bukan

produk akhir atau bahkan pemberhentian di tengah jalan kehidupan. Dalam masa

remaja terjadi perkembangan pada berbagai aspek kehidupan, seperti perubahan fisik,

emosional, sosial, moral, dan mental (Hurlock, a.b Istiwidayanti & Soedjarwo, 2004:

210-225 dan M. Ali & M. Asrori, 2004:9).

Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat

khas dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan masa depan. Masa remaja


(5)

dikenal dengan sebutan masa storm and stress. Disebut demikian karena pada masa

ini ditandai dengan pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang

pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi.

Abin Syamsudin (2002: 132-135) secara lebih lengkap menggambarkan profil

perkembangan karakteristik perilaku dan pribadi remaja yang garis besarnya terdiri

dari aspek-aspek perkembangan seperti: fisik, perilaku psikomotorik, bahasa, perilaku

kognitif, perilaku sosial, perilaku moralitas, perilaku religius, perilaku afektif dan

emosional, perilaku konatif dan perkembangan kepribadian.

Dengan tidak mengabaikan aspek-aspek perkembangan lain yang terjadi pada

masa remaja, salah satu aspek perkembangan yang penting untuk dikaji adalah

perkembangan emosi. Mengingat dominasi aspek tersebut pada masa remaja, Hurlock

(a.b Istiwidayanti & Soedjarwo, 2004: 212) menyebutkan bahwa “masa remaja

dianggap sebagai periode ‘badai dan tekanan’, suatu masa dimana ketegangan emosi

meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar”. Disamping itu,

lingkungan dan kondisi sosial yang mengelilingi remaja juga merupakan faktor yang

berpengaruh dalam pembentukan emosi remaja.

Semakin banyak ahli perkembangan yang membagi masa remaja menjadi masa

remaja awal dan remaja akhir. Santrock ( a.b Shinto B. Adelar & Sherly Saragih,

2003: 26) dan Hurlock (a.b Istiwidayanti & Soedjarwo, 2004:206) membagi masa

remaja secara umum menjadi dua bagian, yaitu masa remaja awal dan masa remaja

akhir. Menurut Santrock dan Hurlock, awal masa remaja berlangsung kira-kira dari

usia 13 tahun atau kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan


(6)

mencakup banyak pubertas. Masa remaja awal berlangsung sampai dengan usia 16

atau 17 tahun. Sedangkan masa remaja akhir bermula dari usia 16 atau 17 tahun dan

berakhir sampai dengan usia 18 tahun, yaitu usia yang dianggap matang secara

hukum. Masa remaja akhir merupakan periode yang sangat singkat. Minat pada karir,

pacaran, dan ekplorasi identitas seringkali lebih nyata dalam masa remaja akhir dari

pada dalam masa remaja awal. Pada umumnya para remaja mengalami masa

kebimbangan akan jati dirinya. Remaja usia ini tidak bisa lagi disebut sebagai

anak-anak, tetapi juga belum layak disebut sebagai manusia dewasa.

Keinginan mencari jati diri merupakan salah satu ciri atau tanda

berkembangnya keadaan emosi pada remaja. Yudho Purwoko (2001: 10)

menggambarkan bahwa keinginan untuk mencari jati diri pada remaja didorong oleh

mulai berkembangnya rasionalitas atau daya kritis remaja. Mereka mulai

mempertanyakan segala sesuatu yang selama ini seolah tidak diperhatikan. Namun

demikian, mereka masih belum mampu melihat realitas secara tepat.

Dalam kebimbangan akan pencarian jati dirinya, remaja kerap melakukan

tindakan yang tidak terkontrol sehingga menimbulkan kepanikan masyarakat.

Gejala-gejala emosional yang kerap menimbulkan kepanikan masyarakat diantaranya adalah

tawuran pelajaran, penyalahgunaan narkoba, kasus bunuh diri, perkosaan, balap liar,

dan lain-lain datang dari individu usia remaja.

Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam

pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah. Teman-teman sebaya

dan aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja


(7)

yang banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat

mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas

yang dijalani di sekolah tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak emosinya,

maka remaja seringkali meluapkan kelebihan emosinya kearah negatif, misalnya

penggunaan obat-obatan terlarang, perilaku seksual bebas, tawuran pelajar, dan

lain-lain. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila

berinteraksi dalam lingkungannya.

Gejolak emosi yang terjadi pada masa remaja menurut Beiler (Enung,

2006:108) memiliki ciri-ciri emosional sebagai berikut: (1) cenderung bersikap

murung yang disebabkan perubahan biologis dalam hubungannya dengan

kematangan seksual dan sebagian karena hubungannya dalam menghadapi orang

dewasa, (2) berprilaku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal percaya diri, (3)

ledakan-ledakan kemarahan akibat dari kombinasi ketegangan psikologis,

ketidakstabilan biologis dan kelelahan karena terlalu banyak aktivitas atau pola

makan yang tidak tepat atau tidur yang cukup, (4) cenderung berprilaku tidak toleran

terhadap orang lain dengan membenarkan pendapatnya sendiri, (5) mengamati orang

tua dan guru secara lebih objektif dan mungkin marah apabila tertipu dengan gaya

guru yang bersikap serba tahu.

Menurut Hurlock (1997:192) emosi siswa SMP dapat dipengaruhi oleh

perubahan masa puber yang diperlihatkan dengan perilaku dan sikap; (1) cenderung

menarik diri dari teman-temannya, keluarganya dan bahkan seringkali melamun

karena tidak mengerti dan diperlakukan tidak baik, (2) mulai bosan dengan


(8)

permainan yang sebelumnya digemari, tugas-tugas sekolah, kegiatan-kegiatan sosial

dan kehidupan pada umumnya. Hal ini menyebabkan siswa sedikit lebih bekerja,

sehingga prestasinya menurun diberbagai bidang, (3) mulai janggal dan kikuk karena

pertumbuhannya yang sangat pesat, dan hal ini akan mempengaruhi koordinasi siswa,

(4) tidak mau bekerjasama, sering membantah dan menentang. permusuhan terbuka

antara dua seks yang berbeda diungkapkan dalam kritik dan komentar-komentar yang

memudahkan, (5) cenderung khawatir, gelisah, cepat marah dan menangis karena

hasutan yang sangat kecil, (6) hilangnya kepercayaan diri dan takut akan kegagalan

karena daya tahan fisiknya menurun, (7) terlalu sederhana dalam segala penampilan.

Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari pengaruh

lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah, teman-teman sebaya dan

aktivitas-aktivas yang dilakukannya dalam kehidupannya sehari-hari. Masa remaja yang

dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat remaja

dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang

dijalani di sekolah tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energi, remaja

seringkali meluapkan kelebihan energi kearah yang negatif, misalnya tawuran. Hal ini

menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi

dalam lingkungannya.

Permasalahan remaja yang berawal dari gejolak emosi yang ada dalam dirinya

semakin hari semakin kompleks. Demikian pula perubahan yang terjadi dalam

masyarakat baik dalam segi sosiokultural, moral, maupun teknologi terus berlangsung

semakin cepat, sehingga menambah kompleksnya permasalahan tersebut. Tantangan


(9)

bagi remaja untuk menyesuaikan diri menghadapi perubahan pun semakin beragam,

sehingga menuntut kesiapan yang lebih kuat dari diri remaja agar tidak terjadi

perilaku salah suai.

Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial akan menyebabkan

kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Bila hal ini terjadi, maka akan

timbul perilaku anormatif. Bahkan dalam perkembangan lebih ekstren lagi dapat

menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal dan

tindakan kekerasan.

Beberapa data yang menjadi masalah kecerdasan emosional siswa SMP Negeri

7 Pontianak, berdasarkan informasi dari guru BK, wali kelas, dan orang tua terdapat

siswa mulai berani membantah dan menyinggung perasaan orang tua dan guru bila

ditegur karena menyepelekan tugas sekolah, sering berkelahi antar kelas maupun

antara kakak tingkat dan adik kelas, tidak masuk kelas karena tidak menyukai guru

mata pelajaran tertentu, minder karena merasa tidak sepintar atau sebaik teman-teman

yang lain, stress dengan tugas sekolah yang banyak, berteriak keras dan berkata kasar,

tidak fokus dengan tugas yang dikerjakan sekarang, sering merasa tersindir dengan

kata-kata teman sekitar, merasa cemas karena tidak tercapai target yang akhirnya

berpengaruh terhadap kesehatan fisik, cenderung memiliki perasaan egoisme, mudah

sedih (menangis) karena dilatar belakangi permasalahan keluarga, menurunnya

motivasi belajar ketika bersedih hati, sampai dengan frustasi ingin dipindahkan

sekolah akibat sering bolos sekolah kemudian merasa malu dengan teman-teman

sekelas.


(10)

Dari kejadian-kejadian yang dialami para siswa dapat disimpulkan, remaja pada

usianya yang penuh badai dan topan, menunjukkan perilaku dan sikap dendam,

frustasi, mudah menyerah karena tidak percaya diri, egoisme, serta mengumbar

amarah yang semuanya dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

Dalam kehidupan sosial, perilaku remaja banyak dipengaruhi oleh perilaku

teman sebaya. Dengan besarnya pengaruh tersebut, seringkali remaja tidak dapat

menghindar dari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

Oleh karena itu, remaja hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut

kecerdasan emosional (EI).

Kecerdasan emosional pada remaja, menurut Zainun Mu’tadin

(2002:http://e-psikologi.com) terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk

memberi kesan yang baik tentang dirinya, maupun mengungkap dengan baik emosi

sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan

perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi

yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan

efektif.

Hal yang sangat menggemparkan mengenai pentingnya kecerdasan emosional

di kemukakan oleh Daniel Goleman (2000:38) bahwa keberhasilan kita dalam

kehidupan tidak hanya di tentukan oleh kecerdasan intelektual (IQ), tetapi kecerdasan

emosional (EI) juga memegang peranan penting dalam menentukan kesuksesan hidup

individu. Sebuah survey oleh Goleman pada tahun 1995 dan 1998 terhadap ratusan

perusahan di Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa kemampuan teknis/analisis


(11)

bukan hal yang menentukan keberhasilan seseorang pemimpin/manajer. Yang

terpenting justru kemauan mengambil inisiatif baru, kemampuan bekerja sama dan

kemampuan memimpin tim. Goleman mengemukakan bahwa EI merupakan

persyaratan dasar bagi penggunaan/berfungsinya IQ secara efektif. Hal ini nampak

bahwa pada saat bagian otak yang memfasilitasi fungsi-fungsi perasaan terganggu,

maka seseorang tidak pula dapat berfikir secara efektif.

Hasil penelitian yang serupa juga disimpulkan oleh Goleman ( Neni Utami

Adiningsih, tersedia: http//www.keluargasehat.com) dari penelitian jangka panjang

terhadap 95 mahasiswa Harvard lulusan tahun 1940-an. Puluhan tahun kemudian,

mereka yang saat kuliah dulu mempunyai kecerdasan intelektual tinggi, namun egois

dan kuper, ternyata hidupnya tak terlalu sukses (berdasar gaji, produktivitas, serta

status bidang pekerjaan) bila dibandingkan dengan yang kecerdasan intelektualnya

biasa saja tapi mempunyai banyak teman, pandai berkomunikasi, mempunyai empati,

tidak temperamental sebagai manifestasi dari tingginya kecrdasan emosional, sosial

dan spiritual.

Dari pernyataan yang dikemukakan oleh Goleman di atas, memberikan indikasi

bahwa tindakan kita lebih banyak dipengaruhi oleh emosi yang sedang kita alami,

karena emosi itu sendiri yang menggerakkan dan mendorong kita untuk melakukan

suatu tindakan. Bila kita dapat mengenali dan mengendalikan emosi kita dengan

orang lain, maka kita akan dapat mengatasi berbagai persoalan dalam hidup.

Kemampuan mengenali dan mengendalikan emosi sendiri dan orang lain inilah yang

kemudian disebut sebagai kecerdasan emosional.


(12)

Demikian pentingnya peran kecerdasan emosional dalam kehidupan manusia,

Goleman (2000:44) menyebutkan bahwa kecerdasan emosional jauh lebih berperan

dalam kesuksesan hidup dari pada kecerdasan intelektual. Masih dalam halaman yang

sama, Goleman juga memperlihatkan bahwa kecerdasan intelektual hanya

memberikan kontribusi sebesar 20% terhadap kesuksesan hidup seseorang. Sehingga

kesuksesan hidup seseorang sebenarnya lebih banyak ditentukan aspek lain seperti

kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritual.

Daniel Goleman juga mengemukakan hasil surveinya yang menunjukkan

bahwa ada kecenderungan yang sama di seluruh dunia, yaitu generasi sekarang lebih

banyak mengalami kesulitan emosional dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Mereka menampilkan sifat-sifat, seperti: (1) lebih kesepian dan pemurung, (2) lebih

beringasan dan kurang menghargai sopan santun, (3) lebih gugup dan mudah cemas,

dan (4) lebih impulsive ( mengikuti kemauan naluriah/instinkif tanpa pertimbangan

akal sehat) dan agresif.

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa masa remaja lebih

banyak di pengaruhi lingkungan sosial tempat ia beraksi. Oleh karena itu, para remaja

dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif dengan lingkungannya. Hal ini

merupakan salah satu indikator adanya kecerdasan emosional pada remaja. Remaja

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah remaja pelajar, yaitu siswa sekolah

menengah pertama (SMP).

Pentingnya remaja dalam mengembangkan kecerdasan emosional, dapat

membantu dirinya lebih tegar dalam menjalani kehidupan, berjiwa optimis, mudah


(13)

bergaul, cenderung produktif dan efektif pada setiap kegiatan, serta dapat mengurangi

kenakalan remaja, sebagaimana diungkapkan Stein & Book (2000;23) untuk

mencegah munculnya perilaku buruk pada remaja, yaitu dengan meningkatkan

kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosional memiliki tempat yang strategis dalam upaya mendidik

anak untuk dapat berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan pribadinya.

Dalam hal ini sekolah (guru dan konselor) mempunyai andil yang besar dalam

mendidik anak mencapai perkembangan kecerdasan emosional yang optimal bukan

hanya dilatih untuk mengasah kecerdasan intelektualnya saja.

SMP Negeri 7 pontianak merupakan salah satu sekolah unggulan di kota

Pontianak, yang siswanya memiliki kecerdasan intelektual diatas rata-rata, guru-guru

yang berkualitas, berlatar belakang keluarga sosial ekonomi menengah atas, memiliki

jadwal kegiatan yang cukup padat baik intrakurikuler, serta fasilitas fisik sekolah

yang cukup memadai. Selain unggulan dalam kecerdasan intelektual diharapkan

siswa memiliki keunggulan dalam kecerdasan emosionalnya, tetapi pada

kenyataannya tidak sesuai dengan harapan. Para siswa diantaranya mengalami

masalah psikologis khususnya kecerdasan emosional berdasarkan kejadian-kejadian

yang dialami siswa-siswa tersebut.

Dalam rangka membantu anak dalam mengembangkan kecerdasan emosional

yang banyak berfungsi dalam kehidupannya, maka anak diajarkan untuk lebih

memahami dirinya (kelebihan dan kekurangannya), sehingga dapat bereaksi wajar

dan normatif. Dengan begitu, anak tidak akan terkejut menerima kritik atau umpan


(14)

balik, mudah bersosialisasi, memiliki solidaritas yang tinggi, serta diterima di

lingkungannya. Ia mampu membantu menemukan dirinya sendiri, dan mampu

berprilaku sesuai norma yang berlaku. Karena pada dasarnya mereka merupakan

sosok individu yang masih memerlukan bantuan untuk menentukan dan menemukan

kehidupannya serta jati dirinya.

Selain itu, kecerdasan emosional yang dimiliki seseorang pada saat ini dapat

berubah sesuai dengan pengaruh lingkungan sosialnya. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Sarlito Wirawan bahwa:

“EI bukan bakat, ia merupakan aspek dalam diri seseorang yang dapat di

kembangkan dan dilatih. Seorang anak yang memiliki masalah

pengendalian emosi, bukan berarti ia sudah ditakdirkan sebagai orang

bermasalah. Tapi ia memerlukan upaya pelatihan mengembangkan EI

yang lebih intensif, tentu dengan metode yang tepat. Penelitian

membuktikan kalau EI dapat dikembangkan dalam berbagai tingkat

usia, meski pembentukan puncaknya terjadi pada masa remja,” (Yamani

Ramlan, www.indomedia.com).

Bimbingan dan konseling sebagai salah satu kegiatan pendidikan memiliki

posisi strategis dalam mengembangkan pribadi siswa yang tidak tersentuh oleh

kegiatan pengajaran dan pelatihan. Program bimbingan dan konseling mempunyai

kepedulian membantu para siswa dalam rangka mengembangkan potensi dirinya, dan

mengatasi masalah atau kesulitan yang dialaminya. Seperti yang diungkapkan oleh

Prayitno dan Erman Amti (2004; 29) bahwa permasalahan yang dialami para siswa di

sekolah seringkali tidak dapat dihindari, meski dengan pengajaran yang baik

sekalipun. Dalam kaitan itu, permasalahan siswa tidak dapat dibiarkan begitu saja. Di

sinilah dirasakan perlunya bimbingan dan konseling. Pemberian bimbingan akan


(15)

efektif jika petugas bimbingan dapat memahami karakteristik pribadi individu yang

dibimbingnya, salah satu karakteristik pribadi tersebut adalah kecerdasan emosional.

Berdasarkan permasalahan dan fenomena yang telah dipaparkan di atas, maka

untuk itu diperlukan solusi yang berkenaan dengan pengembangan kecerdasan

emosional untuk siswa sekolah menengah pertama (SMP), salah satunya adalah

melalui program bimbingan untuk mengembangkan kecerdasan emosional untuk

siswa sekolah menengah pertama. Dengan adanya program bimbingan dan konseling,

maka kegiatan pengembangan akan lebih terarah dan terencana. sehingga dapat

menjadi pedoman dalam melakukan bimbingan terhadap anak. Dan hasil penelitian

ini dapat menjadi pedoman bagi konselor sekolah atau guru dalam mengembangkan

bidang bimbingan pribadi sosial yang berfokus pada kecerdasan emosional.

B.

Batasan dan Rumusan Masalah

1.

Batasan Masalah

Dari beberapa definisi kecerdasan emosional yang diungkapkan oleh para ahli,

dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk

mengenali, mengelola dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk

memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan

dengan orang lain.

Secara konseptual kecerdasan emosional pada penelitian ini dijabarkan dalam

lima aspek utama yang diungkapkan oleh Salovey (Goleman, 1995: 43-44) yaitu

sebagai berikut:


(16)

a.

Mengenali emosi diri (self-awareness).

b.

Mengelola emosi (managing emotion).

c.

Memotivasi diri sendiri (motivating oneself).

d.

Mengenali emosi orang lain (recognizing emotion in ohers).

e.

Membina hubungan (handling relationships).

Bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan

secara berkesinambungan supaya individu yang dibimbing dapat memahami dirinya

sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya serta dapat bertindak secara wajar sesuai

dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan

kehidupan pada umumnya (Natawidjaja dalam Dewa Ketut S, 1995: 32).

Dalam upaya pencapaian tujuan bimbingan dan konseling, perlu dibuat

program bimbingan dan konseling yang khusus mengembangkan kecerdasan

emosional siswa SMP.

Dari batasan konseptual yang telah dipaparkan, penelitian ini dibatasi kepada

kecerdasan emosional pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang nantinya

menghasilkan sebuah program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan

kecerdasan emosional pada siswa SMP.

Secara kontekstual penelitian ini dilaksanakan terhadap siswa kelas VII SMP

Negeri 7 Pontianak tahun ajaran 2009/2010. Dasar pertimbangan dari pengambilan


(17)

subjek ini dikarenakan siswa SMP kelas VII yang kisaran usianya 14-15 tahun yang

tergolong remaja yang emosinya masih labil.

2.

Rumusan Masalah

Rumusan dari pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini ialah

program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kecerdasan emosional

pada siswa kelas VII SMP Negeri 7 Pontianak tahun ajaran 2009/2010. Rumusan

tersebut secara operasional dituangkan kedalam pertanyaan-pertanyaan penelitian

sebagai berikut:

a.

Bagaimanakah gambaran umum dan gambaran aspek kecerdasan emosional pada

siswa kelas VII SMP Negeri 7 Pontianak tahun ajaran 2009/2010?

b.

Bagaimanakah

rancangan

program

bimbingan

dan

konseling

untuk

mengembangkan kecerdasan emosional pada siswa kelas VII SMP Negeri 7

Pontianak tahun ajaran 2009/2010?

c.

Apakah

program

bimbingan

dan

konseling

tersebut

efektif

dalam

mengembangkan kecerdasan emosional siswa kelas VII SMP Negeri 7 Pontianak

tahun ajaran 2009/2010?

C.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, secara umum penelitian ini

bertujuan merumuskan program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan

kecerdasan emosional siswa SMP.


(18)

Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka akan dilakukan studi pendahuluan

terlebih dahulu untuk mendapatkan gambaran tentang kecerdasan emosional siswa

kelas VII SMP Negeri 7 Pontianak.

Adapun secara khusus penelitian ini ditujukan untuk:

1.

Ditemukannya gambaran umum dan gambaran aspek kecerdasan emosional pada

siswa kelas VII SMP Negeri 7 Pontianak tahun ajaran 2009/2010.

2.

Tersusunnya rancangan program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan

kecerdasan emosional pada siswa kelas VII SMP Negeri 7 Pontianak tahun ajaran

2009/2010.

3.

Diketahui seberapa efektifkah program bimbingan dan konseling untuk

mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMP Negeri 7 Pontianak tahun

ajaran 2009/2010.

D.

Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini dapat menguatkan dan memperkaya konsep

bimbingan dan konseling di sekolah menengah pertama.

2.

Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini mampu memberikan beberapa manfaat bagi

khalayak. Manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut:


(19)

a.

Bagi konselor khususnya dan guru umumnya, hasil penelitian ini menghasilkan

rancangan program bimbingan untuk mengembangkan kecerdasan emosional

siswa SMP Negeri 7 Pontianak.

b.

Bagi siswa sekolah menengah pertama, hasil penelitian ini memberikan manfaat

untuk pengembangan diri, pengoptimalan potensi yang dimiliki, dan

menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri yang positif.

c.

Bagi sekolah, diharapkan dapat mengembangkan kebijakan untuk menciptakan

budaya sekolah yang memfasilitasi dan memperhatikan kebutuhan siswa.

d.

Bagi program studi Bimbingan dan Konseling, temuan penelitian ini bemanfaat

untuk menambah khazanah keilmuan pada umumnya dan rancangan program

bimbingan untuk mengembangkan kecerdasan emosional pada siswa jenjang

pendidikan sekolah menengah pertama (SMP).

E.

Asumsi Penelitian

Penelitian ini dilandasi oleh beberapa asumsi penelitian, yaitu sebagai berikut:

1.

Kecerdasan emosional bukan merupakan bakat, sehingga bisa untuk

dikembangkan (Sarlito dalam Yamani Ramlan, www.indomedia.com).

2.

Kecerdasan emosional merupakan faktor penting yang memberikan sumbangan

besar bagi keberhasilan individu dalam kehidupan termasuk dalam belajar, yaitu

perkembangannya tergantung pada pemberian fasilitas dari lingkungan.

3.

Kecerdasan emosional bukanlah harga mati yang bersifat permanen. Untuk

mengembangkannya alangkah lebih baik kalau dimulai sejak dini, dan untuk


(20)

mencegah munculnya perilaku buruk pada remaja bisa dengan meningkatkan

emotionall intelligence remaja tersebut (Stein & Book, 2004:23).

4.

Konselor harus mengetahui keadaan atau kondisi kasus sebelum memberikan

saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk perbaikan (Simmons & Simmons,

1997).

F.

Metodologi Penelitian

1.

Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif

dan kualitatif. Penggunaan pendekatan kuantitaif yaitu berdasarkan alat pengumpul

data berupa angket yang digunakan dan diolah secara statistik yang akan diperoleh

data berupa angka untuk menjawab rumusan masalah pertama. sedangkan

penggunaan pendekatan kualitatif yaitu untuk memperoleh data kualitatif dari hasil

wawancara dan observasi. Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini

adalah metode penelitian tindakan kolaboratif (Collaborative Action Research).

Penggunaan metode penelitian tindakan dalam penelitian di dasarkan atas

pertimbangan penelitian di arahkan kepada pemecahan masalah kecerdasan

emosional siswa SMP. Penelitian tindakan dilakukan untuk pengembangan program

bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMP.

Penelitian kolaboratif adalah upaya yang dilakukan oleh guru bersama-sama

pihak luar akademis, orang tua, lembaga/institusi ataupun peneliti lain untuk


(21)

memperbaiki, merubah, dan meningkatkan perilaku guru sehingga menjadi seseorang

yang professional serta memperbaiki, merubah, dan meningkatkan mutu lembaga

baik dari sisi input, proses maupun outcome (Furqon, 2000:17)

Pada dasarnya penelitian tindakan merupakan suatu pengkajian terhadap

masalah praktis yang bersifat situasional dan kontekstual dengan menentukan

tindakan

yang

tepat

dan

di

laksanakan

secara

kolaboratif

(Rochman

Natawijaya,1997).

Metode penelitian tindakan atau action research diartikan sebagai penelitian

yang berorientasi pada penerapan tindakan dengan tujuan peningkatan mutu atau

pemecahan masalah pada sekelompok subyek yang diteliti dan mengamati tingkat

keberhasilan atau akibat tindakannya, untuk kemudian diberikan tindakan lanjutan

yang bersifat penyempurnaan tindakan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi

sehingga di peroleh hasil yang lebih baik.

Ada beberapa macam model penelitian tindakan yang dapat digunakan. Namun

dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model yang dikembangkan oleh Kemmis

dan Mc Taggart pada tahu 1998 dari Deakin University Australia. Terdapat empat

tahapan yang lazim dilalui, yaitu tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)

pengamatan, dan (4) refleksi. penjelasan secara rinci dapat ditemukan di bab III.


(22)

2.

Subyek Penelitian

Penelitian tindakan ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7

Pontianak, yang beralamat di Jalan Khatulistiwa, Gang Teluk Betung I No. 10

Pontianak, Kalimantan Barat.

Adapun subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII tahun ajaran 2009/2010.

untuk mengembangkan program bimbingan dan konseling yang efektif memenuhi

kebutuhan di lapangan, di perlukan kolaborasi peneliti dengan berbagai pihak.

Terutama dalam penelitian ini dengan pihak sekolah. Oleh karena itu dalam

pelaksanaannya, khususnya dalam pengumpulan data akan melibatkan pimpinan

sekolah, guru pembimbing, guru mata pelajaran, dan peserta didik. Partisipasi mereka

sangat menentukan terutama berkenaan dengan kebutuhan akan data yang objektif

untuk keberhasilan penelitian ini. Sesuai dengan posisinya di lapangan diharapkan

mereka dapat menyumbangkan berbagai informasi yang akurat untuk kebutuhan

penelitian ini.

Sesuai dengan fokus penelitian, subyek atau sumber data dalam penelitian ini

ditentukan sebagai berikut:

1.

Untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan rumusan penelitian, yaitu

untuk mendapatkan data yang jelas tentang kecerdasan emosional yang tampak

pada siswa SMP Negeri 7 Pontianak. Kecerdasan emosional yang tampak baik

secara mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi


(23)

orang lain dan membina hubungan. Sumber datanya adalah siswa dan guru

bimbingan dan konseling.

2.

Untuk mengetahui data tentang upaya yang telah di lakukan dalam proses

bimbingan dan konseling di SMP Negeri 7 Pontianak sumber datanya adalah

kegiatan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan oleh guru bimbingan dan

konseling. Kegiatan bimbingan di amati melalui teknik observasi dan teknik

wawancara.

3.

Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpul data dalam penelitian ini adalah angket, wawancara

observasi, secara rinci sebagai berikut

1.

Kuesioner (Angket)

Angket merupakan teknik pengumpul data yang di lakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk di

jawab. Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpul data yang dilakukan

dengan mengadakan komunikasi dengan sumber data.

Angket digunakan dalam penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan

gambaran profil kecerdasan emosional siswa SMP Negeri 7 Pontianak yang

menyangkut aspek mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri,

mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Karena dengan menggunakan

angket peneliti dapat mengumpulkan data kepada sejumlah responden dalam jumlah

yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Setiap responden dapat menerima


(24)

sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang sama. Dengan angket responden

mempunyai kebebasan untuk memberikan keterangannya, responden mempunyai

waktu yang cukup untuk menjawab perntanyaan atau pernyataan dan dengan angket

pula pengaruh subyektif dapat dihindarkan.

Dalam angket ini siswa diminta memberi tanda checklist pada

pernyataan-pernyataan yang sesuai dengan keadaan dirinya, dengan alternative jawaban yang

diberikan.

2.

Wawancara

Wawancara adalah cara untuk menggali informasi, pemikiran, gagasan, sikap

dan pengalaman para pakar dan praktisi. Wawancara tatap muka dilakukan secara

langsung antara peneliti dan narasumber secara dialogis, Tanya jawab, diskusi dan

melalui cara lain yang dapat memungkinkan diperolehnya informasi yang diperlukan.

Penggunaan teknik wawancara dalam pengumpulan data penelitian

dimaksudkan untuk menggali berbagai informasi yang berkenaan dengan masalah

penelitian. Wawancara bersifat luwes, terbuka dan terstruktur sehingga

memungkinkan peneliti mengembangkan pertanyaan-pertanyaan secara mendalam

dengan rumusan kata-kata yang disusun sendiri dengan maksud dan tujuan penelitian.

Metode wawancara dalam penelitian ini juga dimaksudkan untuk menjawab

pertanyaan peneliti mengenai kontribusi dari para guru bimbingan dan konseling

dalam memberikan layanan bimbingan khususnya mengarah kepada program


(25)

bimbingan dan konseling dalam mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMP

Negeri 7 Pontianak.

3.

Observasi

Observasi atau pengamatan/penilaian dilakukan peneliti setiap kali kegiatan

bimbingan di laksanakan. Observasi dilakukan dengan cara mengamati gejala-gejala

yang tampak dari aspek-aspek yang hendak diteliti. Young (1984:63) menyatakan:

“observation is systematic and deliberate study through the eye of spontaneous

occurrences at they occure”. Artinya: observasi adalah studi yang disengaja dan

sestamatis dengan menggunakan (alat indra) mata tentang kejadian secara spontan.

Memperhatikan uraian di atas dapat dipahami bahwa teknik observasi sangat

memperhatikan aspek kejelian pengamatan dan ingatan peneliti. Observasi yang di

lakukan mengacu pada dua fungsi, yaitu:

a)

Observasi sebagai triangulasi. Dari data yang berhasil dikumpulkan, didiskusikan

dengan guru untuk menguji kebenaran dan keabsahan data. Observasi dilakukan

dengan pedoman penilaian berupa daftar cek yang terdiri atas sejumlah pernyataan

singkat yang menggambarkan cirri-ciri kecerdasan emosional. Observasi

dilakukan oleh peneliti kemudian menyesuaikan data temuan peneliti dengan

pengamatan guru.

b) Observasi digunakan untuk mengamati kecerdasan emosional siswa sebagai

tahapan dalam action research. Observasi dilakukan dengan cara deskriptif.


(26)

Melalui observasi yang di lakukan pada saat bimbingan berlangsung, sikap, proses

kegiatan serta kemampuan dan hasil yang diperoleh dari kegiatan.


(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab III metode penelitian membahas segala sesuatu yang berkenaan dengan

penelitian yang dilaksanakan. Adapun pokok bahasannya adalah pendekatan dan

metode penelitian, definisi operasional, lokasi dan subyek penelitian, teknik

pengumpul data, populasi dan sampel, prosedur penelitian dan analisis data

penelitian.

A.

Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif

dan kualitatif. Penggunaan pendekatan kuantitaif merupakan suatu pendekatan yang

memungkinkan dilakukan pencatatan data dan pengolahan hasil penelitian secara

nyata dalam bentuk angka-angka, sehingga memudahkan proses analisis dan

penafsiran dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistik. pendekatan

kuantitatif digunakan karena diperlukan data hasil penelitian mengenai kecerdasan

emosional siswa, sedangkan penggunaan pendekatan kualitatif yaitu untuk

memperoleh data kualitatif dari hasil wawancara dan observasi. Metode penelitian

yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kolaboratif

(Collaborative Action Research). Penggunaan metode penelitian tindakan dalam

penelitian di dasarkan atas pertimbangan penelitian di arahkan kepada pemecahan

masalah kecerdasan emosional siswa SMP. Penelitian tindakan dilakukan untuk


(28)

pengembangan program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kecerdasan

emosional siswa SMP.

Penelitian kolaboratif adalah upaya yang dilakukan oleh guru bersama-sama

pihak luar akademis, orang tua, lembaga/institusi ataupun peneliti lain untuk

memperbaiki, merubah, dan meningkatkan perilaku guru sehingga menjadi seseorang

yang professional serta memperbaiki, merubah, dan meningkatkan mutu lembaga

baik dari sisi input, proses maupun outcome (Furqon, 2000:17)

Pada dasarnya penelitian tindakan merupakan suatu pengkajian terhadap masalah

praktis yang bersifat situasional dan kontekstual dengan menentukan tindakan yang

tepat dan di laksanakan secara kolaboratif (Rochman Natawijaya,1997)

Metode penelitian tindakan atau action research di artikan sebagai penelitian

yang berorientasi pada penerapan tindakan dengan tujuan peningkatan mutu atau

pemecahan masalah pada sekelompok subyek yang di teliti dan mengamati tingkat

keberhasilan atau akibat tindakannya, untuk kemudian di berikan tindakan lanjutan

yang bersifat penyempurnaan tindakan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi

sehingga di peroleh hasil yang lebih baik.

Ada beberapa macam model penelitian tindakan yang dapat di gunakan. Namun

dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model yang di kembangkan oleh Kemmis

dan Mc Taggart pada tahu 1998 dari Deakin University Australia. Terdapat empat

tahapan yang lazim di lalui, yaitu tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)


(29)

pengamatan, dan (4)

tahap adalah sebagai b

Gamba

1.

Perencanaan, ma

persiapan sehingg

dengan baik. Ke

dalam penelitian

Permasalahan permasalahan baru hasil refleksi penyimpulan dan pemaknaan hasil

4) refleksi. Adapun model dan penjelasan un

ai berikut:

bar 1: Alur penelitian tindakan dengan 4 tahap

maksud perencanaan di sini adalah peneliti m

ngga semua komponen yang di rencanakan d

Kegiatan yang akan dilakukan peneliti dan p

ian ini yaitu merancang, mempersiapkan d

perencanaan tindakan I Refleksi I perencanaan tindakan II refleksi II lan aan jika permasalahan belum terselesaikan

untuk masing-masing

ap kegiatan

i melakukan berbagai

dapat di laksanakan

n pihak yang terlibat

dan mendiskusikan

pelaksanaan tindakan I Observasi I pelaksanaan tindakan II observasi II lanjutkan ke siklus berikutnya


(30)

tindakan yang akan dilakukan, seperti melakukan assessment terhadap subyek

penelitian dan merancang program bimbingan yang hendak dikembangkan,

kemudian penentuan materi/bahan bimbingan, rencana bimbingan yang

mencakup metode/teknik bimbingan.

2.

Pelaksanaan, adalah tahap implementasi dari serangkaian kegiatan yang telah di

rencanakan. Pada tahap ini peneliti melaksanakan tindakan, berdasarkan semua

rencana pengembangan, sebagai upaya perbaikan dan peningkatan atau

perubahan yang diinginkan. Dalam hal ini program bimbingan dan konseling

untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa.

3.

Pengamatan, adalah tahap kegiatan pengamatan untuk memotret atau merekam

segala peristiwa yang terjadi selama tindakan berlangsung dengan atau tanpa alat

bantu, seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Maka selama

tindakan berlangsung peneliti melakukan pengamatan yang sekaligus melakukan

penilaian mengenai kesesuaian atau kecocokan tindakan-tindakan yang di

lakukan dengan permasalahan yang ada. Pada tahap ini, peneliti mengamati

dampak atau hasil dari tindakan yang dilaksanakan. Apakah berdasarkan

tindakan yang dilaksanakan itu memberikan pengaruh atau tidak.

4.

Refleksi, pada tahap ini peneliti mengkaji dan mempertimbangkan secara

mendalam tentang hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan itu dengan

mendasarkan pada berbagai kriteria yang telah dibuat. Berdasarkan hasil refleksi

ini, peneliti dapat melakukan perbaikan terhadap rencana awal yang telah

dibuatnya jika masih terdapat kekurangan sehingga belum memberikan dampak


(31)

perbaikan dan peningkatan yang meyakinkan. Pada tahap ini peneliti melakukan

analisis yang hasilnya dapat digunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus

berikutnya.

Sukardi (2003:211) mengemukakan ciri-ciri penelitian tindakan sebagai

berikut:

1.

Problem yang dipecahkan merupakan persoalan praktis yang dihadapi peneliti

dalam kehidupan profesi sehari-hari.

2.

Peneliti memberikan perlakuan atau treatmen yang berupa tindakan yang

terencana untuk memecahkan permasalahan dan sekaligus meningkatkan kualitas

yang dapat dirasakan implikasinya oleh subyek yang diteliti.

3.

Langkah-langkah penelitian yang direncanakan selalu dalam bentuk siklus,

tingkatan atau daur yang memungkinkan terjadi kerja kelompok maupun kerja

mandiri secara intensif.

4.

Adanya langkah reflektif atau reflektif thinking dari peneliti baik sesudah

maupun sebelum tindakan. Reflektif thinking ini penting untuk melakukan

retrospeksi (kaji ulang) terhadap tindakan yang telah diberikan dan implikasinya

yang muncul pada subyek yang diteliti sebagai akibat adanya penelitian tindakan.

B.

Definisi Operasional

1.

Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional memiliki tempat yang strategis dalam upaya mendidik

anak untuk dapat berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Berikut


(32)

didefinisikan beberapa pengertian kecerdasan emosional dari para ahli untuk

memperjelas apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional, yaitu:

a.

Salovey dan Mayer pada tahun 1990 (Mc Cormack, 2006: 8) mendefinisikan

kecerdasan emosional sebagai satu bentuk kecerdasan yang melibatkan

kemampuan untuk memantau perasaan dan emosi dirinya sendiri juga perasaan

dengan orang lain, untuk membedakan di antaranya dan untuk menggunakan

informasi ini dalam menuntun pikiran dan aksinya sendiri.

b.

Goleman (1995: 45), mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah

kemampuan lebih yang di miliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan

dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasaan,

serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional yang tersebut

seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilih

kepuasaan dan mengatur suasana hati.

c.

Simmons & Simmons (1997), kecerdasan emosi adalah kebutuhan, dorongan

dan nilai emosi sesungguhnya dari seseorang yang mengatur keseluruhan tingkah

lakunya.

d.

Pakar psikologi Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan

emosional merupakan kemampuan merasakan, memahami dan secara selektif

menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energy dan pengaruh yang

manusiawi (Zainun Mu’tadin, http://www.e-psikologi.com)


(33)

e.

Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasan

emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar

menggunakan emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia berada

diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi

yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosional menyediakan

pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang

lain (Zainun Mu’tadin, http://www.epsikologi.com).

Dari beberapa definisi kecerdasan emosional yang diungkapkan oleh para ahli

diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk

mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk

memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan

dengan orang lain.

2.

Program Bimbingan dan Konseling

Program dapat diartikan sebagai deretan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk

mencapai suatu tujuan. Rochman Natawidjaja (1988) menjelaskan bahwa program

bimbingan dan konseling yang penyusunannya direncanakan dengan baik dan

terperinci akan memberikan banyak keuntungan baik bagi individu yang menerima

bantuan maupun petugas yang memberikan atau menyelenggarakan bimbingan dan

konseling


(34)

Dalam SK bersama Mendikbud dan Kepala BAKN No. 0433 dan Nomor 25

tahun 1993 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka

kreditnya, menjelaskan bahwa penyusunan program bimbingan dan konseling adalah

membuat rencana pelayanan bimbingan dan konseling dalam bidang bimbingan

pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir.

Sejalan dengan hal tersebut, Juntika Nurihsan (2004:28) mengemukakan bahwa

dalam menyusun suatu program hendaknya dilakukan perencanaan secara matang

agar (a) adanya kejelasan arah pelaksanaan program bimbingan, (b) adanya

kemudahan mengontrol dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan bimbingan yang

dilakukan, dan (c) terlaksananya program bimbingan secara lancer, efektif dan efisien

Berdasarkan uraian diatas, program bimbingan dan konseling dalam penelitian

ini adalah program yang digunakan dalam kegiatan bimbingan secara terpadu dalam

proses bimbingan dan konseling dalam jenjang sekolah menengah pertama (SMP)

yang disusun dengan mengacu pada analisis konseptual tentang kecerdasan emosional

3.

Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Kecerdasan

Emosional Siswa

Secara operasional program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan

kecerdasan emosional merupakan suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang

direncanakan secara sistematis, terarah dan terpadu untuk mencapai tujuan dalam

mengembangkan kecerdasan emosional siswa selama periode waktu tertentu yang

didesain.


(35)

C.

Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian tindakan ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7

Pontianak, yang beralamat di Jalan Khatulistiwa, Gang Teluk Betung I No. 10

Pontianak, Kalimantan Barat.

Adapun subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII tahun ajaran 2009/2010.

untuk mengembangkan program bimbingan dan konseling yang efektif memenuhi

kebutuhan di lapangan, diperlukan kolaborasi peneliti dengan berbagai pihak.

Terutama dalam penelitian ini dengan pihak sekolah. Oleh karena itu dalam

pelaksanaannya, khususnya dalam pengumpulan data akan melibatkan pimpinan

sekolah, guru pembimbing, guru mata pelajaran, dan peserta didik. Partisipasi mereka

sangat menentukan terutama berkenaan dengan kebutuhan akan data yang objektif

untuk keberhasilan penelitian ini. Sesuai dengan posisinya di lapangan diharapkan

mereka dapat menyumbangkan berbagai informasi yang akurat untuk kebutuhan

penelitian ini.

Sesuai dengan fokus penelitian, subyek atau sumber data dalam penelitian ini

ditentukan sebagai berikut:

1.

Untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan rumusan penelitian, yaitu

untuk mendapatkan data yang jelas tentang kecerdasan emosional yang tampak

pada siswa SMP Negeri 7 Pontianak. Kecerdasan emosional yang tampak baik


(36)

secara mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali

emosi orang lain dan membina hubungan. Sumber datanya adalah siswa .

2.

Untuk mengetahui data tentang upaya yang telah dilakukan dalam proses

bimbingan dan konseling di SMP Negeri 7 Pontianak sumber datanya adalah

kegiatan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan oleh guru bimbingan dan

konseling. Kegiatan bimbingan di amati melalui teknik observasi dan teknik

wawancara.

D.

Teknik Pengumpul Data

Teknik pengumpul data dalam penelitian ini adalah angket, wawancara,

observasi, secara rinci sebagai berikut

1.

Kuesioner (Angket)

Angket merupakan teknik pengumpul data yang dilakukan dengan cara member

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk di jawab.

Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpul data yang dilakukan dengan

mengadakan komunikasi dengan sumber data. Jika dalam wawancara dilakukan

dengan komunikasi lisan maka dalam angket komunikasi tersebut dilakukan secara

tertulis. Data yang ingin dikumpulkan dijabarkan dalam bentuk pertanyaan secara

tertulis pula, seperti halnya dalam wawancara angketpun dapat bersifat langsung atau

tidak langsung

Sejalan dengan hal tersebut Sugiyono (2007:199) mengemukakan bahwa

kuesioner dapat berupa pertanyaan atau pernyataan tertutup atau terbuka, dan

diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos, atau internet.


(37)

Angket digunakan dalam penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan

gambaran profil kecerdasan emosional siswa SMP Negeri 7 Pontianak yang

menyangkut aspek mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri,

mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Karena dengan menggunakan

angket peneliti dapat mengumpulkan data kepada sejumlah responden dalam jumlah

yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Setiap responden dapat menerima

sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang sama. Dengan angket responden

mempunyai kebebasan untuk memberikan keterangannya, responden mempunyai

waktu yang cukup untuk menjawab perntanyaan atau pernyataan dan dengan angket

pula pengaruh subyektif dapat dihindarkan.

Dalam angket ini siswa diminta memberi tanda checklist pada

pernyataan-pernyataan yang sesuai dengan keadaan dirinya, dengan alternative jawaban yang

diberikan.

2.

Wawancara

Wawancara adalah cara untuk menggali informasi, pemikiran, gagasan, sikap

dan pengalaman para pakar dan praktisi. Wawancara tatap muka dilakukan secara

langsung antara peneliti dan narasumber secara dialogis, Tanya jawab, diskusi dan

melalui cara lain yang dapat memungkinkan diperolehnya informasi yang diperlukan.

Teknik wawancara ini merupakan metode pengumpulan data dan informasi yang

utama untuk mendeskripsikan pengalaman informan. Esterberg (dalam Sugiyono


(38)

2007:319) mengemukakan beberapa macam wawancara yaitu wawancara terstriktur

(structured interview), wawancara semi terstruktur (semistructured interview) dan

wawancara tak terstruktur (unstructured interview).

Penggunaan teknik wawancara dalam pengumpulan data penelitian

dimaksudkan untuk menggali berbagai informasi yang berkenaan dengan masalah

penelitian. Wawancara bersifat luwes, terbuka dan terstruktur sehingga

memungkinkan peneliti mengembangkan pertanyaan-pertanyaan secara mendalam

dengan rumusan kata-kata yang disusun sendiri dengan maksud dan tujuan penelitian.

Metode wawancara dalam penelitian ini juga di maksudkan untuk menjawab

pertanyaan peneliti mengenai kontribusi dari para guru bimbingan dan konseling

dalam memberikan layanan bimbingan khususnya mengarah kepada program

bimbingan dan konseling dalam mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMP

Negeri 7 Pontianak.

3.

Observasi

Observasi atau pengamatan/penilaian dilakukan peneliti setiap kali kegiatan

bimbingan di laksanakan. Observasi dilakukan dengan cara mengamati gejala-gejala

yang tampak dari aspek-aspek yang hendak diteliti. Young (1984:63) menyatakan:

“observation is systematic and deliberate study through the eye of spontaneous

occurrences at they occure”. Artinya: observasi adalah studi yang disengaja dan

sestamatis dengan menggunakan (alat indra) mata tentang kejadian secara spontan.


(39)

Memperhatikan uraian di atas dapat dipahami bahwa teknik observasi sangat

memperhatikan aspek kejelian pengamatan dan ingatan peneliti. Observasi yang di

lakukan mengacu pada dua fungsi, yaitu:

a)

Observasi sebagai triangulasi. Dari data yang berhasil dikumpulkan, didiskusikan

dengan guru untuk menguji kebenaran dan keabsahan data. Observasi dilakukan

dengan pedoman penilaian berupa daftar cek yang terdiri atas sejumlah pernyataan

singkat yang menggambarkan ciri-ciri kecerdasan emosional. Observasi dilakukan

oleh peneliti kemudian menyesuaikan data temuan peneliti dengan pengamatan

guru.

b) Observasi digunakan untuk mengamati kecerdasan emosional siswa sebagai

tahapan dalam action research. Observasi dilakukan dengan cara deskriptif.

Melalui observasi yang dilakukan pada saat bimbingan berlangsung, sikap, proses

kegiatan serta kemampuan dan hasil yang diperoleh dari kegiatan. Observasi

partisipan juga digunakan peneliti untuk melihat perilaku yang tampak pada siswa

selama proses bimbingan

Observasi yang di gunakan dalam pengumpulan data dari penelitian ini juga

untuk mengetahui fasilitas sarana dan prasarana layanan bimbingan dan konseling

yang ada di SMP Negeri 7 pontianak. Observasi digunakan dalam penelitian ini

karena peneliti dapat merngamati secara langsung aspek yang hendak diteliti.


(40)

E.

Populasi dan Sampel

Suharsimi Arikunto (2002:108) populasi adalah “keseluruhan subyek

penelitian. Dalam penelitian ini mengambil populasi dan sampelnya adalah siswa

kelas VII SMP Negeri 7 pontianak, dengan alasan bahwa siswa yang duduk di kelas

VII adalah siswa yang baru memasuki jenjang pendidikan di SMP atau masih dalam

masa peralihan dari Sekolah Dasar dan baru beradaptasi dengan lingkungan.

Adapun populasi penelitian ini semua siswa kelas VII yang terdiri dari kelas

VIIA, VIIB, VIIC, VIID, VIIE SMP Negeri 7 pontianak pada tahun ajaran

2009/2010. Populasi berdasarkan kelompok kelas dan jenis kelamin di sajikan

sebagai berikut:

Tabel 3,1

Jumlah Populasi

Berdasarkan Kelompok Kelas dan Jenis Kelamin

No

Kelas

perempuan Laki-laki

Jumlah

1

VII A

20

20

40

2

VII B

20

20

40

3

VII C

16

22

38

4

VII D

24

16

40

5

VII E

25

13

38

Total

196

Pengertian sampel menurut Sugiyono (2004:73) sampel adalah bagian dari

jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Dalam penelitian

pengampilan ini pengambilan sampel dilakukan secara sample random dengan arti

bahwa setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai


(41)

sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan sesuai dengan

penjelasan Arikunto (2002:112) bahwa “ apabila subjek penelitian kurang dari 100,

lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%

dari jumlah populasi.

Sesuai dengan pernyataan diatas, maka dalam penelitian ini yang dijadikan

sampel sebanyak 25% dari seluruh jumlah siswa kelas VII SMP Negeri 7 pontianak,

yaitu sekitar 60 orang sampel dari 196 siswa.

F.

Prosedur Penelitian

penelitian ini dilakukan dengan menempuh beberapa tahap prosedur penelitian,

sebagai berikut:

Tahap Pertama

1.

Penyusunan Proposal Penelitian

Sebelum proposal penelitian di buat, terlebih dahulu di tentukan permasalahan

yang akan di teliti, selanjutnya permasalahan itu di ajukan kepada dewan tesis untuk

di seminarkan. Hal ini di maksudkan untuk mendapatkan masukan dan koreksi

mengenai fokus permasalahan yang akan di teliti. Penyusunan proposal ini

merupakan langkah awal dari proses penelitian yang akan di lakukan.


(42)

Lingkup bahasan dari proposal penelitian ini mencakup: latar belakang

masalah, batasan masalah,rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

urgensi penelitian, metode penelitian, kajian pustaka, dan agenda penelitian. Proposal

tersebut kemudian di seminarkan dan di konsultasikan untuk memoeroleh

rekomendasi pembimbing kemudian dosen pembimbing yang akan membantu

memberikan bimbingan berkenaan dengan fokus permasalahan yang hendak diteliti.

2.

Persiapan Penelitian

Tahap ini dimulai dengan mengadakan observasi untuk mendapatkan data-data

awal berkaitan dengan SMP Negeri 7 Pontianak, terutama data-data yang berkaitan

dengan populasi penelitian. Setelah itu dilanjutkan dengan pengurusan izin penelitian

kepada pihak terkait serta menjalin komunikasi dengan guru pembimbing dan

guru-guru yang berkaitan dengan proses penelitian yang akan dilaksanakan

3.

Pengumpulan Data

Tahap ini adalah pengumpulan data awal lapangan sebagai bahan untuk need

assessment yang berkaitan dengan data kecerdasan emosional yang ditampakkan oleh

siswa meliputi aspek-aspek kecerdasan emosional. Pada tahap ini juga peneliti

mengumpulkan data yang mengenai upaya dan pelaksanaan bimbingan. Data tentang

kecerdasan emosional siswa dikumpulkan dengan mengadakan kuesioner (angket)

sedangkan data tentang pelaksanaan program Bimbingan dan konseling yang ada

diperoleh melalui observasi dan wawancara pada guru bimbingan dan konseling.


(43)

Hasil data inilah yang nantinya akan di buat program bimbingan untuk

mengembangkan kecerdasan emosional siswa.

Dalam pengumpulan data peneliti melakukan serangkaian langkah-langkah

sebagai berikut:

a)

Langkah pertama yang diambil peneliti adalah menyusun instrument kuesioner

tentang kecerdasan emosional

b)

Langkah kedua membuat indikator dari setiap aspek dan mengembangkan

pernyataan-pernyataan. Berkaitan dengan butir-butir pernyataan dalam penelitian

ini dinilai (judgement) oleh tiga orang pakar Bimbingan dan Konseling pada

program Bimbingan dan Konseling Sekolah Pasca Sarjana. Hasil akhir dari

judgement para pakar tersebut dilanjutkan dengan di lakukan uji coba

keterbacaan dengan 5 orang siswa kelas VII dari sekolah yang berbeda.

c)

Langkah ketiga melakukan uji coba instrument yaitu, instrument yang telah

disusun diuji cobakan kepada siswa kelas VII SMP Negeri 15 Pontianak

sebanyak 35 orang. Dengan di uji cobakan ini akan memilih dan memilah item

yang valid dan reliabel.

Butir-butir pernyataan yang meliputi lima aspek kecerdasan emosional dengan

masing-masing indikatornya dirangkum kedalam sebuah kisi-kisi sebagai berikut:


(44)

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrument Kecerdasan Emosional

(Sebelum Judgement)

Variabel

Aspek

Indikator

Item

Soal

Kecerdasan

Emosional

1.

Mengenali

Emosi Diri

1.1 Mengenal dan merasakan

emosi sendiri

1, 2

1.2Memahami penyebab

perasaan yang timbul

3, 4, 5

1.3Mengenal pengaruh

perasaan terhadap tindakan

6, 7

2.

Mengelola

Emosi

2.1Bersikap toleran terhadap

frustasi

8

2.2Mampu mengungkapkan

amarah dengan tepat

9, 10

2.3Mampu mengendalikan

prilaku agresif yang merusak

diri sendiri dan orang lain

11, 12

2.4 Memiliki perasaan positif

tentang diri sendiri dan

lingkungan

13, 14,

15

2.5Memiliki kemampuan

untuk mengatasi stress

16, 17

2.6 Dapat mengurangi

perasaan kesepian dan cemas

dalam pergaulan

18,19

3.

Memotivasi

Diri Sendiri

3.1 Mampu mengendalikan

diri

20, 21

3.2 Bersikap optimis

22, 23

3.3 Mampu memusatkan

perhatian pada tugas yang

dikerjakan

24,

25,26

4.

Mengenal

Emosi

Orang Lain

4.1 Mampu menerima sudut

pandang orang lain

27, 28

4.2 Memiliki sikap empati

atau kepekaan terhadap sikap

orang lain

29, 30

4.3 Mampu mendengarkan

orang lain


(45)

5.

Membina

Hubungan

5.1 Memahami pentingnya

membina hubungan dengan

orang lain

33, 34

5.2 Mampu menyelesaikan

konflik dengan orang lain

35, 36

5.3 Memiliki kemampuan

untuk berkomunikasi dengan

orang lain

37, 38

5.4 Memiliki sikap bersahabat

atau mudah bergaul dengan

teman sebaya

39, 40

5.5 Memiliki sikap tenggang

rasa

41, 42

5.6 Memiliki perhatian

terhadap kepentingan orang

lain

43, 44

5.7 Dapat hidup selaras

dengan kelompok

45

5.8 Bersikap senang berbagi

rasa dan bekerja sama

46, 47

5.9 Bersikap Demokratis

48

4.

Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data awal, maka data tersebut

harus di olah. Untuk mempermudah pengolahan data ini, dilakukan prosedur

pengolahan data. Berikut ini adalah pengolahan data awal penelitian sebagai tindak

lanjut untuk membuat program bimbingan untuk mengembangkan kecerdasan

emosional sebagai berikut:

a)

Verifikasi Data

Verifikasi data dimaksudkan untuk penyeleksian data, dengan cara memeriksa

kelengkapan jumlah kuesioner (angket) kecerdasan emosional, kelengkapan dan

kesesuaian jawaban respon dan dengan petunjuk pengisian kuesioner kecerdasan


(46)

emosional. Jawaban responden yang dapat diolah adalah jawaban yang lengkap dan

sesuai dengan petunjuk pengisian kuesioner kecerdasan emosional.

b) Penyekoran Data

Setelah melakukan verifikasi terhadap data yang terkumpul, selanjutnya

dilakukan penyekoran terhadap setiap lembar jawaban melalui tahapan sebagai

berikut:

1)

Menjumlahkan setiap item

2)

Menyajikan data-data penelitian kedalam tabel data serta mengelompokkannya

c)

Pengelompokkan Data

Pengelompokkan data dilakukan guna memperoleh gambaran mengenai

kecerdasan emosional, dilakukan dengan cara mengelompokkan kedalam kelompok

data kecerdasan emosional. Setelah semua kegiatan pengolahan data itu dilakukan,

maka kegiatan selanjutnya adalah mengembangkan program bimbingan untuk

mengembangkan kecerdasan emosional yang kemudian akan di uji cobakan dengan

menggunakan siklus penelitian tindakan (action research).

Tahap Kedua

Penyusunan program bimbingan untuk mengembangkan kecerdasan emosional

berupa rancangan yang dirumuskan berdasarkan hasil tahap satu (pertama). Rincian

kegiatan yang akan dilakukan adalah:

a)

Penetapan fokus permasalahan yaitu kecerdasan emosional siswa dan subjek

permasalahan yanga akan diberi perhatian.


(47)

b) Menetapkan strategi pemberian bimbingan dengan cara, menetapkan bimbingan

untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa.

c)

Penyusunan program bimbingan kecerdasan emosional untuk mengembangkan

kecerdasan emosional siswa.

Tahap Ketiga

Implementasi kegiatan bimbingan untuk mengembangkan kecerdasan

emosional. Pelaksanaan kegitatan didokumentasikan melalui pedoman observasi.

Rincian kegiatan adalah:

a)

Pelaksanaan program bimbingan untuk mengembangkan kecerdasan emosional

melalui bimbingan layanan dasar dan yang mulai dari perencanaan dan tindakan.

b) Observasi pelaksanaan program bimbingan oleh peneliti dan mitra peneliti.

c)

Secara simultan berlanjut pada siklus satu, dua, dan tiga sampai ditemukan

perubahan yang di harapkan.

G.

Prosedur Analisis Data

1.

Uji Validitas Instrumen

Uji Validitas Instrumen penelitian dilakukan terhadap 60 orang responden,

yaitu para siswa yang menjadi responden dalam penelitian. Uji Validitas

dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur

sebagai benar-benar mengukur apa yang harus diukur. Berkaitan dengan pengujian

Validitas Instrumen, validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat

keandalan atau keasihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti


(48)

memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu

dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan

dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang

merupakan jumlah tiap skor butir. Untuk menghitung validitas alat ukur

digunakan rumus Pearsor. Product Moment, yaitu

}

)

(

.

{

}

)

(

.

{

)

)(

(

(

2 2 2

Yi

Yi

n

Xi

Xi

n

Yi

Xi

Yi

Xi

n

hitung

r

Σ

Σ

Σ

Σ

Σ

Σ

Σ

=

Keterangan :

r hitung = koefisien korelasi

Σ

Xi

= Jumlah Skor Item yyi

Σ

Yi

= Jumlah Skor Total (seluruh item)

n

= Jumlah responden

Untuk mengetahui tingkat Validitas Instrumen, nilai r dari nasil perhitungan

korelasi ditafsirkan dengan table Interpretasi Korelasi Product Momment.

Interpretasi terhadap koefisien korelasi menurut Masrum dalam Sugiyono (1992 :

99) menyatakan ”Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriteria (skor

total) serta korelasinya yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai

validitas yang tinggi pula”.

Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah jika r =

0,3”. Jadi jika korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir


(1)

205

mengembangkan dan memfasilitasi pengembangan kemampuan siswa b) Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Gambaran program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa kelas VII SMP Negeri 7 Pontianak yang dihasilkan penelitian ini didalamnya merupakan salah satu potret perkembangan siswa. Bagi guru bimbingan dan konseling disekolah, gambaran tersebut dapat dimanfaatkan sebagai timbangan dan optimalisasi dalam:

1) penggunaan program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa hendaknya diberikan kepada seluruh siswa, mengingat keberhasilannya dalam meningkatkan kualitas kecerdasan emosional siswa.

2) Pemberian layanan yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan kondisi aktual yang terjadi di sekolah.

3) Menyusun kegiatan yang lebih variatif, tidak sekedar menggunakan metode ceramah dan penugasan kepada siswa.

4) Penggunaan fasilitas sekolah untuk melaksanakan bimbingan kelompok atau konseling kelompok

5) Penyusunan program layanan bimbingan yang belum dirumuskan secara khusus dalam suatu program yang komprehensif.

6) Pelaksanaan evaluasi program bimbingan yang terukur dan sesuai ketentuan yang sebenarnya.


(2)

206

2. Bagi Peneliti Selanjutnya.

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan efektiftas di lapangan dari program yang telah disusun. Tujuannya untuk mengembangakan kemampuan kecerdasan emosional siswa di sekolah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin Makmun. (2002) Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Abu Ahmadi. (1998). Psikologi Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Achmad Juntika Nurihsan dan Akur Sudianto. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMA (kurikulum 2004) Jakarta: PT Grasindo.

Alex Sobur. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Moh. Asrori. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV Wacana Prima.

Bar-On, R .(2001). Emotional Intelligence and Self-Actualization. dalam Ciarrochi, J., Forgas, J.P & Mayer, J.D. (Eds) (2001). Emotional Intelligence in Everyday Life. Philadelphia, pennylvania: Psychology Press.

Bracket, et al. (2004). Emotional Intelligence and Its Relationto Everyday Behavior. Personality and Individual Differences. (3): 1387-1402.

Caruso, D.R & Wolpe, C.J (2001). Emotional Intellegence at the workplace. Dalam Ciarrochi, J., Forgas, & mayer, J.D (Eds). Emotional Intelligence in Everyday Life. Philadelphia, Pennsylvania: Psychologi Press.

Dunn, J & Brow, J (1991) Family talk about Feeling States and Children’s Later Understanding Of Other’s Emotions.

Elliot, J (1992). Action Research for Educational Change. Buckingham: Open University Press

Emmerling, R.J & Goleman, D. (2003). Emotional Intelligence: Issues and Common Misunderstandings. E I Consortium’E-Journal: Issues in Emotional Intelligence.1 (1), Oktober 2003.

Gerdes, H. & Mallinckrodt, B. (1994). Emotional, Social, and Academyc Adjusment of College Students: Journal of Counseling and Development, 72, 281-288. Goleman, Daniel. (2000). Emotionall Intellegence: kecerdasan Emosional, Mengapa

EI Lebih Penting dari pada IQ (alih bahasa T. Hermaya). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


(4)

Goleman, Daniel. (1995). Emotional Intellegence: Kecerdasan Emosional, Mengapa EI lebih Penting dari pada IQ (alih bahasa T. Hermaya). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Gottman, J dan De Claire, J. (1997). Kiat-kiat membesarkan Anak yang Memeiliki Kecerdasan (alih bahasa T. Hermaya). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hurlock, Elizabeth B. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan (alih bahasa Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta: Erlangga.

Kemmis, S. and Mc Taggart, R. (1998). The Action Research Planner. Victoria: The Deakin University.

Mayer, J.D & Salovey, P. (1997). What Is Emotional Intelligence? Dalam Salovey, P. & Sluyter, D. (Eds). Emotional Development and Emotional Intelligence: Implications for Education. Newyorka: Basic Books.

Mayer, J.D. (1999). Emotional Intelligence: Popular or Scientific Psychologi? APA Monitor Online, 30 (8), 1-3.

McCormack, Martin. (2006). Ukurlah EQ Anda (Tes Mandiri Mengukur dan Meningkatkan Kecerdasan Emosional (alih bahasa Drs. Bahrul Ulum., SE, MP.d). Jakarta: prestasi Pustaka.

McNiff, J. (1992). Action Research: Principles and Practice. London: Routledge. Moh. Ali dan Moh. Asrori. (2004). Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik.

Jakarta: Bumi Aksara.

Nandang Rusmana. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok Di Sekolah (Metode, Teknik dan Aplikasi). Bandung: Rizqi Press.

Nani Utami Adiningsih. (2004). Peran Ibu Mencerdaskan Anak. Dalam Keluarga Sehat Online: Suara Pembaruan [Online]. Tersedia: http://www.keluargasehat/ibuanak/20.com [06 februari 2007].

Prayitno dan Erman Amti. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Prawitasari, J.E., Martani, W., Adiyanti, M.G (1995). Konsep Emosi Orang Indonesia: Pengungkapan Pengertian Emosi Berbasis Komunikasi Nonverbal di Masyarakat yang Berbeda Latar Budaya. Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM. Prawitasari, J.E. (1999). Kecerdasan Emosi. Buletin Psikologi. VI (1): 21-31.


(5)

Santrock, John W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja (alih bahasa Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih). Jakarta: Erlangga.

Sarlito W. Sarwono. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Pustaka. Schmid, J.J (1999). Counseling In School. (3rd ed). MA: Allyn and Bacon.

Shapiro L. (1997). How to Raise a Childe with a High EQ: A Parent Guide to Emotional Intellegence. Newyork: Harper Collins.

Simmons, Steve., dan Simmons, John C. (1997). Measuring Emotional Intellgence: The Groundbreaking Guide to Applying the Principles of Emotional Intellegence. Texas: The Summit Publishing Group.

Sri Hasti Gustria. (2006). Hubungan antara Pola Komunikasi Orang Tua-Anak dengan Stabilitas Emosi Remaja. Tesis: Tidak diterbitkan. Bandung: PPB FIP UPI.

Stein, Steven J., dan Book, Howard E. (2004). Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses (alih bahasa Trimanda Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto). Bandung: Kaifa.

Sudarsono (1992). Konsep Dasar Action Research. Makalah disampaikan dalam Penataran Tenaga Peneliti BPKS di Yogyakarta, 23 November 1992.

Sudarsono (1995). Tujuan dan Kegunaan penelitian Tindakan. Makalah disampaikan dalam semlok Penelitian Tindakan USD Yogyakarta, 30 Mei 1995.

Suharsimi Arikunto. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sunarto & Hartanto. (1994). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Supardi (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bhumi Aksara.

Syamsu Yusuf. (2006). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (SLTP dan SLTA). Bandung: Pustaka Bani Quraisy

Syamsu Yusuf. (2002). Pengantar Psikologi. Bandung: PPB FIP UPI

Weisinger, H. (1998). Emotional Intelligence at Work. California: Jassen-Bass Publishers.

Wimbarti, S. (1998). Mengajarkan Kecerdasan Emosi pada Anak: Suatu pandangan Psikologis. Makalah disampaikan Dalam Seminar Cara Praktis Mengajar


(6)

Emotional Intelligence pada Anak, Keluarga Muslim Fakultas Psikologi dan Bem Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 4 oktober 1998.

Winkel, W.S. (1991). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia

Yamani Ramlan. Kecerdasan Emosi bagi Generasi Mumpuni. Tersedia: http://216.109.125.130/search/cache?p=kecerdasan+emosi+remaja&fr=FP- tab web-t&cop=1&e1=UTF

8&u=www.indomedia.com/bpost/102004/28/opini.htm&w=kecerdasan+emosi +remaja&d=FIPsABbfMQoy&icp=1&intl=us

Yudho Purwoko. (2001). Memecahkan Masalah Remaja (dari Masalah Agama hingga pergaulan, dari Masalah Seks hingga Pernikahan). Bandung Nuansa Zainun Mu’tadin. (2002, 25 April). Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja.

E-Psikologi [Online]. Tersedia: http//e-psikologi.com [31 Maret 2006] Artikel:

http://stittarunasurabaya.blogspot.com/2010/01/program-pengembangan-diri-sebagai-upaya.html

http://stittarunasurabaya.blogspot.com/2010/01/program-pengembangan-diri-sebagai-upaya.html

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/yiew/983

http://www.untukku.com/artikel-untukku/melatih-kecerdasan-emosi-anak-mengenali-emosi-untukku.html

http://www.amartapura.com/yiew_book.php?id=08013001&bookid=11182 http://etd.eprints.ums.ac.id/3693/1/F100040097.pdf

http://www.surgabuku.com/index.php?sb=detail_buku&kode=1747

http://ads.masbuchin.com/search/meningkatkan+kecerdasan+emosional+anak+kliping+pili hanku


Dokumen yang terkait

Hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam: Studi Penelitian di Kelas XI SMA PGRI 109 Tangerang

2 10 112

Hubungan kecerdasan emosional terhadap akhlak siswa SMP Negeri 3 Tangerang Selatan

0 16 138

Up.aya Guru Mengembangkan Kecerdasan Interpersonal dan Intrapersonal Siswa Dalam Pembelajaran PAI

3 50 111

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN OTAK TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI PADA SISWA KELAS VII Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kecerdasan Otak Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Pada Siswa Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri Cawas Tahun Aja

0 1 17

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Bimbingan Konseling Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Siswa Kelas VII SMP NEGERI 2 GATAK TAHUN PELAJARAN 2010/2011.

0 0 15

PENDAHULUAN Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Bimbingan Konseling Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Siswa Kelas VII SMP NEGERI 2 GATAK TAHUN PELAJARAN 2010/2011.

0 0 8

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMA: Studi Pengembangan di Kelas X SMA Negeri 19 Garut Tahun Pelajaran 2010/2011.

0 1 56

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DI SMA KANISIUS YOS SUDARSO BOYOLALI.

1 5 122

Mengembangkan Kecerdasan Emosional Pada Anak.

0 0 16

Implementasi Pembelajaran Kooperatif dalam Membantu Mengembangkan Kecerdasan Emosional

0 0 2