PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DI SMA KANISIUS YOS SUDARSO BOYOLALI.
iii DAFTAR ISI
JUDUL……….……….. i
LEMBAR PENGESAHAN………... ii
LEMBAR PERNYATAAN……….. iii
ABSTRAK ……… iv
ABSTRACT ……… v
KATA PENGANTAR ……….. vi
UCAPAN TERIMA KASIH………. viii
DAFTAR ISI ………... x
DAFTAR TABEL...……….. xii
DAFTAR BAGAN ………. xv
DAFTAR LAMPIRAN………. xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….. 1
B. Identifikasi, Perumusan, dan Pembatasan Masalah 1. Identifikasi Masalah……….. 6
2. Perumusan Masalah………... 7
3. Pembatasan Masalah………. 8
C. Tujuan Penelitian………. 8
D. Kegunaan Penelitian……….... 9
E. Variabel Penelitian……….. 10
F. Asumsi Penelitian……… 10
G. Metode Penelitian……… 11
H. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Identifikasi Masalah……….. 12
2. Perumusan Masalah………... 12
BAB II KONSEP DASAR BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL DAN KECERDASAN EMOSIONAL A.Program Bimbingan Pribadi Sosial 1. Masalah-masalah Individu dan Jenis Bimbingannya……… 14
2. Konsep Dasar Bimbingan Pribadi Sosial………... 15
3. Program Bimbingan Pribadi Sosial………... 21
B.Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Emosi……….……….. 24
2. Pengertian Kecerdasan Emosional…….………... 26
3. Komponen Kecerdasan Emosional………... 31
BAB III METODE PENELITIAN A.Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi……… 35
(2)
B.Definisi Operasional...………. 36
C.Instrumen Penelitian 1. Bentuk-bentuk Instrumen…..……….……….. 39
2. Proses Pengembangan Instrumen.…….………... 40
D.Pendekatan Penelitian.………. 49
E.Prosedur dan Tahap-tahap Penelitian……….. 49
F. Alur Penelitian………. 54
G.Analisis Data……… 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Profil Kecerdasan Emosional Siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali Sebelum Uji Coba Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional... 61
2. Program Bimbingan dan Konseling SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali…...……….. 66
3. Program Bimbingan Pribadi Sosial (Hipotetik) untuk mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali….……….. 77
4. Semiloka dan Validasi Program Bimbingan Pribadi Sosial………... 91
5. Uji Coba Terbatas……… 93
6. Profil Kecerdasan Emosional Siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali Setelah Uji Coba Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional……… 98
7. Perbandingan Profil Kecerdasan Emosional Siswa Sebelum dan Sesudah Uji Coba Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional………. 103
B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Profil Kecerdasan Emosional Siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali………. 117
2. Program Bimbingan dan Konseling SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali………. 128
3. Kebermanfaatan Program melalui Refleksi dan Evaluasi Kegiatan……….. 132
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan……….. 136
2. Rekomendasi……… 137
DAFTAR PUSTAKA……… 139
(3)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mencuatnya prestasi gemilang Gita Gutawa, meski masih berusia belia, namun ia mampu menorehkan prestasi di berbagai ajang festival menyanyi internasional. Selain prestasi menyanyinya, Gita juga tetap mampu berprestasi di bidang akademis. Di sekolahnya, ia meraih peringkat 5 besar. Ada pula prestasi yang ditorehkan siswa SMA St. Aloysius yang berjaya di ajang Olimpiade Sains 2009 yang lalu. Dengan semangat dan daya juang yang tinggi, mereka mampu berprestasi di ajang dunia (Majalah Hidup, Mei 2009). Berbagai penghargaan yang diraih melalui prestasi akademis maupun non akademis oleh siswa-siswa SMA memberikan semangat baru bagi dunia pendidikan kita.
Di sisi lain peristiwa pembunuhan seorang ibu yang dilakukan oleh anak angkatnya telah menggegerkan kita semua. Tidak ada yang menyangka bahwa seoarang anak korban tsunami Nias tahun 2006 silam tega menghabisi nyawa sang ibu angkat karena merasa sakit hati sering dimarahi. Ada pula seorang artis remaja, Jennifer Dunn yang terjerat narkoba dan saat ini sudah ditahan pihak berwajib untuk dilakukan penyelidikan. Ia ditangkap bersama teman-temannya di sebuah rumah kos saat sedang pesta narkoba. (Tabloid Nyata, Oktober 2009). Sebelumnya, seorang pelajar SMP di Ciseureuh Purwakarta tewas dilempari batu oleh adik kelasnya hanya karena saling mengejek (Harian Pikiran Rakyat, 3 Oktober 2009). Beberapa berita tentang kasus anak bunuh diri karena tidak lulus
(4)
UAN yang terjadi di beberapa kota di Indonesia, juga mewarnai dunia pendidikan beberapa tahun belakangan.
Fakta-fakta ini menggambarkan sisi kepribadian manusia, ternyata ada dua dimensi yang berbeda, yaitu sisi rasional dan sisi emosional. Sisi rasional menyangkut kemampuan manusia dalam menghitung, meneliti, memikirkan sebab akibat, menjalankan mesin dan memproduksi sesuatu. Sementara sisi emosional membawa nuansa perasaan, menyangkut suasana hati gembira, sedih, kecewa, tegang, takut, hingga pasrah.
Bagaimana kemampuan seseorang mengatasi kesedihan, ketakutan dan mengelola berbagai sisi emosi dalam dirinya itulah yang disebut kecerdasan emosi. Mereka yang emosinya cerdas, ia akan tahu dan mampu menata perasaannya, kapan ia harus marah, sedih atau kecewa, dan kapan pula ia boleh gembira. Selain mampu mengelola emosi diri sendiri, anak yang emosinya cerdas pun pandai memahami keadaan orang lain. Mereka mudah merasakan kesedihan dan kekhawatiran yang dirasakan temannya, sehingga tumbuh empati mereka untuk menghibur teman tersebut. Terhadap teman yang sedang jengkel, marah dan mengejek dirinya pun ia mudah memaafkan.
Kepandaian dalam bersosialisasi, termasuk salah satu aspek kecerdasan emosi. Anak pandai bergaul, tidak pemalu, dan cenderung mengutamakan orang lain, setelah kepuasannya sendiri tercukupi. Mereka yang sangat cerdas emosinya bahkan memiliki kemampuan untuk memimpin teman-temannya, dijadikan panutan dan disukai banyak teman.
(5)
Menurut Goleman (2002:44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional
Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi,
mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.
Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah. Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional
intelligence siswa .
Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002:44).
Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our
(6)
pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat itu, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.
Kaitan antara pendidikan dan manusia erat sekali, tidak bisa dipisahkan. Kata Driyarkara (Driyarkara 2007: 190), pendidikan adalah “humanisasi”, yaitu sebagai media dan proses pembimbingan manusia muda menjadi dewasa, menjadi lebih manusiawi (“humanior”). Tapi, selama ini kita hanya melihat pendidikan hanya sebagai momen “ritualisasi”. Makna baru yang dirasakan cenderung tidak begitu signifikan. Apalagi, menghasilkan insan-insan pendidikan yang memiliki karakter manusiawi.
(7)
Maka, pentingnya pendidikan sebagai kegiatan yang menentukan kualitas hidup seseorang atau bangsa sudah menjadi kebutuhan mutlak. Karena itu pendidikan harus dilakukan secara sadar melalui sebuah kesengajaan yang terencana dan terorganisir dengan baik. Semua demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Begitu juga dengan sasaran lain meliputi obyek peserta, sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang lain.
Pengertian pendidikan dikemukakan dalam UU No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 point 1;
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
United States Office of Education (Arifin, 2003) memberikan rumusan
bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan, jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi.
Bimbingan, sebagai bagian dari pendidikan menjadi jembatan kokoh untuk mewujudkan kecerdasan emosional yang dimiliki setiap peserta didik, oleh karena itu sedemikian identiknya antara bimbingan dengan pengembangan kecerdasan
(8)
emosional inilah, maka penelitian ini diarahkan untuk menggambarkan profil kecerdasan emosional siswa di SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali sehingga diperoleh data akurat sebagai bahan masukan menyusun program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa tersebut.
Hal ini penting dilakukan dengan beberapa alasan. Pertama, mengembangkan kecerdasan emosional siswa membutuhkan suatu metode dan strategi yang khas agar kecerdasan emosional tersebut terus berkembang dan matang dan menjadi bagian dari kepribadiannya secara menetap. Kedua, wali kelas dan guru mata pelajaran dapat mengaitkannya dalam dinamika kelas terutama dalam mempersiapkan siswa dalam menghadapi berbagai tantangan pembelajaran dan kehidupan sosial. Ketiga, bila hal ini tidak dilakukan, maka tidak akan ada perhatian dan tindakan pihak sekolah dan penyelenggara pendidikan terhadap kualitas kecerdasan emosional siswa sebagai bagian dari visi dan misi yang diembannya.
B. Identifikasi, Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, identifikasi masalah yang coba dikemukakan di sini adalah sejauh mana profil kecerdasan emosional siswa SMA Kanisius Yos-Sudarso Boyolali ini? Hal tersebut penting diungkap sebab akan memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi program bimbingan pribadi sosial yang diarahkan untuk pengembangan kecerdasan emosional siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali, umumnya bagi pengembangan layanan Bimbingan dan
(9)
Konseling di SMA. Hal ini akan membantu para konselor di sekolah untuk memberikan program bimbingan pribadi sosial dalam berbagai bentuk yang tepat dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Terakhir, harapannya ialah semua siswa tersebut memiliki kecerdasan emosional yang seimbang, yang tidak hanya berguna bagi dirinya sendiri namun bisa bermanfaat bagi orang lain di sekitarnya sebagai bentuk tanggung jawab moral dan eksistensi siswa terhadap lingkungan sosial dan masyarakatnya.
2. Perumusan Masalah
Mengingat pentingnya penelitian tentang mengenai program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa di SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali ini ini, maka penelitian perlu dilakukan secara terarah dan sistematis. Untuk itu, indentifikasi masalah diproyeksikan ke dalam bentuk beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
1. Seperti apa profil kecerdasan emosional siswa di SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali?
2. Program layanan bimbingan apa yang diberikan bagi siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali?
3. Seperti apa kondisi obyektif program bimbingan pribadi sosial yang dapat menunjang pengembangan kecerdasan emosional siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali?
4. Program bimbingan apa yang dapat dilakukan dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali?
(10)
3. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, penelitian ini dibatasi untuk mengetahui profil kecerdasan emosional siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali sebagai bahan masukan pelaksanaan program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Untuk mengetahui hal tersebut, langkah awal yang ditempuh adalah mengungkap profil kecerdasan emosional siswa yang diteliti, dukungan sistem di lingkungan SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali, dan progam bimbingan pribadi sosial yang ada, kemudian barulah dapat diketahui gambaran program bimbingan pribadi sosial yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali. Pembatasan masalah pada penelitian ini secara kontekstual dibatasi pada dua konsep, yaitu konsep kecerdasan emosional dan konsep bimbingan pribadi sosial, sedangkan secara kontekstual yaitu dilakukannya penelitian di SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali.
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan program layanan bimbingan dan konseling yang dapat mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali sehingga mampu mengembangkan potensi yang dimiliki. Untuk mengarahkan ketercapaian tujuan tersebut, maka terdapat beberapa informasi yang perlu diperoleh seperti :
(11)
2. Gambaran objektif mengenai pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling di SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali.
3. Langkah-langkah pengembangan program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali.
D. Kegunaan Penelitian
Dilihat dari urgensi dan manfaat alamiahnya bagi masa depan siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat berikut.
1. Guru dan wali kelas, memperoleh profil kecerdasan emosional siswa yang dibinanya, sehingga dapat memberikan submateri dan pendampingan untuk mengembangkan kecerdasan emosional melalui metoda dan strategi yang disesuaikan dengan karakter siswa.
2. Penyelenggara Pendidikan dapat mengambil kebijakan dalam melakukan pengembangan program pengembangan kecerdasan emosional yang inklusif dengan visi misi penyelenggara pendidikan disesuaikan dengan karakter siswa itu sendiri.
3. Siswa, sebagai peserta didik siswa mendapat informasi tentang bagaimana mengembangkan kecerdasan emosionalnya yang bermanfaat baik selama proses belajar di sekolah maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.
4. Praktek Bimbingan dan Konseling di SMA sebagai pilar penyangga kegiatan belajar dan mengajar di sekolah menengah, mendapatkan informasi mengenai
(12)
profil kecerdasan emosional siswa saat ini sehingga dapat menjadi masukan dalam menyusun program atau kegiatan baik pengembangan kecerdasan emosional maupun pendampingan siswa.
E. Variabel Penelitian
Sebagaimana telah terurai pada latar belakang, identifikasi, perumusan dan pembatasan masalah, penelitian ini terdiri dari dua variabel penelitian. Variabel penelitian yag hendak dijabarkan dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional siswa dan program bimbingan pribadi sosial. Kedua variabel tersebut merupakan dua konsep utama dalam penelitian ini, yakni konsep program bimbingan pribadi sosial dan konsep kecerdasan emosional.
F. Asumsi Penelitian
Penelitian ini dibuat dengan asumsi berikut :
Pengembangan kecerdasan emosional merupakan hal penting bagi pertumbuhan individu menjadi manusia yang seutuhnya dan sebaiknya dilakukan sejak dini. Melalui sekolah, kecerdasan emosional siswa dibentuk dan dikembangkan sedemikian rupa untuk memandirikan dan mengoptimalkan potensi siswa. Menurut Goleman (2000 : 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional
(13)
mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.
Penting bagi sebuah sekolah menengah atas untuk juga memperhatikan pengembangan kecerdasan emosional ini dan tidak hanya memperhatikan kebutuhan kompetensi akademis siswa, agar lulusan menjadi lulusan yang siap secara akademis dan berkarakter baik. Hal ini diejawantahkan melalui suatu program bimbingan sosial pribadi bagi siswanya. Program harus memuat semua kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan dengan jelas menggariskan sia yang akan melakukannya, ada, dan kapan. Jadi program merupakan kajian tentang satu kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. (Nurihsan, 2002 : 77).
G. Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
Research and Development. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang
berusaha mendeskripsikan secara jelas suatu gejala dan kejadian yang terjadi saat sekarang, yang berarti memfokuskan pada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya saat penelitian dilakukan. Melalui metode ini diharapkan dapat mendeskripsikan suatu gejala yang terjadi saat itu. Di samping itu dengan pendekatan research and development, hasil penelitian diharapkan dapat menghasilkan produk yaitu berupa Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa.
(14)
H. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Sugiyono (2002:57) memberikan pengertian bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif pada karakteristik tertentu mengenai sekupulan obyek yang lengkap. Sedangkan Riduwan (2002:3) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi obyek penelitian.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian, maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali yang berusia antara 15-18 tahun.
2. Sampel
Berkaitan dengan teknik pengambilan sampel Nasution (1991:135) bahwa mutu penelitian tidak selalu ditentukan oleh besarnya sampel, akan tetapi oleh kokohnya dasar-dasar teorinya oleh desain penelitiannya serta mutu pelaksanaan dan pengolahannya.
(15)
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sampel jenuh, yakni teknik pengambilan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel dan dikenal juga dengan istilah sensus. Sehubungan dengan jumlah populasi siswa SMA Kanisius Yos Sudarso yang berjumlah kurang dari 100 orang, maka seluruh populasi dijadikan sampel.
(16)
35 BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam metode penelitian ini diuraikan mengenai populasi dan metode sampel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, metode pengumpulan data, prosedur dan tahapan-tahapan penelitian.
A. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi
Populasi merupakan totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-XII didasari pertimbangan siswa kelas X-XII, merupakan kelas awal SMA, berusia antara 15-18 tahun yang tergolong usia remaja, dimana remaja sebagai individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan, kedewasaan, atau kemadirian yang terkait dengan pemaknaan dirinya sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (Syamsu Yusuf : 2002), sehingga terbuka kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan emosional selama bersekolah di SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali. Pemilihan SMA Kanisius Yos Sudarso ini dengan pertimbangan bahwa sekolah ini merupakan salah satu sekolah swasta di Boyolali yang terakreditasi A, dengan karakteristik siswa yang unik dengan kelas kecil sehingga dapat teramati dengan lebih baik dan detail.
(17)
2. Metode Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sampe jenuh, yakni teknik pengambilan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel dan dikenal juga dengan istilah sensus. Sehubungan dengan jumlah populasi siswa SMA Kanisius Yos Sudarso yang berjumlah kurang dari 100 orang, maka seluruh populasi dijadikan sampel. Namun karena adanya kendala di lapangan, maka dari 55 siswa seluruhnya, yang mengikuti penelitian ini sebanyak 51 orang.
B. Definisi Operasional
Menghindari adanya salah tafsir terhadap judul tesis ini, maka di bawah ini dijelaskan yang dimaksud. Program harus memuat semua kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan dengan jelas menggariskan siapa yang akan melakukannya, ada, dan kapan. Jadi program merupakan kajian tentang satu kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. (Nurihsan, 2002 : 77). Kecerdasan emosional menurut Goleman (2002 : 512), adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our
emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Kecerdasan emosional meliputi dua aspek besar yakni kecakapan diri dan kecakapan sosial yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut
(18)
1. Kecakapan Pribadi
Kecakapan ini menentukan bagaimana kita mengelola diri sendiri : a. Kesadaran Diri
Kecakapan ini menentukan bagaimana kita mengelola diri sendiri. 1) Kesadaran emosi : mengenali emosi diri sendiri dan efeknya. 2) Penilaian diri secara teliti : mengetahui kekuatan dan
batas-batas diri sendiri.
3) Percaya diri : keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.
b. Pengaturan Diri
Mengelola kondisi, impuls, dan sumber daya diri sendiri :
1) Kendali diri : mengelola emosi dan desakan hati yang merusak. 2) Sifat dapat dipercaya : memelihara norma-norma kejujuran dan
integritas.
3) Kewaspadaan : bertanggung jawab atas kinerja pribadi. 4) Adaptabilitas : keluwesan dalam menghadapi perubahan. 5) Inovasi : mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan,
pendekatan dan informasi baru. c. Motivasi
Kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan peraihan sasaran :
1) Dorongan prestasi : dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan.
(19)
2) Komitmen : menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau perusahaan.
3) Inisiatif : kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan. 4) Optimistme : kegigihan dalam memperjuangkan sasaran,
kendati, ada halangan. 2. Kecakapan Sosial
Kecakapan ini menentukan bagaimana kita menangani suatu hubungan a. Empati
Kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain 1) Memahami orang lain : mengindra perasaan dan perspektif
orang lain serta menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.
2) Orientasi pelayanan : mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan.
3) Mengembangkan orang lain : merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.
4) Kesadaran politis : mampu membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.
b. Keterampilan Sosial
Kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain :
(20)
2) Komunikasi : mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan. 3) Kepemimpinan : membangkitkan inspirasi dan memandu
kelompok dan orang lain.
4) Katalisator perubahan : memulai dan mengelola perubahan. 5) Manajemen konflik : negosiasi dan pemecahan silang pendapat. 6) Pengikat jaringan : menumbuhkan hubungan sebagai alat. 7) Kolaborasi dan kooperasi : kerja sama dengan orang lain demi
tujuan bersama.
8) Kemampuan tim : menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama.
C. Instrumen Penelitian 1. Bentuk-bentuk instrumen
Berdasarkan fokus penelitian dan jenis data yang dibutuhkan untuk memperoleh data keperluan penelitian, peneliti menggunakan instrumen yakni inventori kecerdasan emosional siswa sehingga dapat melihat profil kecerdasan emosional siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali, dan melalui studi dokumentasi untuk melihat program bimbingan dan konseling yang telah disusun oleh guru pembimbing/ konselor dan bagaimana pelaksanaan kegiatannya, serta wawancara, observasi, angket yang diperlukan untuk melihat keefektifan serta kebermanfaatan hasil kegiatan program pribadi sosial yang mempunyai kontribusi untuk mengembangkan kecerdasan emosional.
(21)
2. Proses Pengembangan Instrumen
Pengembangan instrumen dimaksudkan untuk menelaah kondisi ideal program bimbingan dan konseling, dan juga sebagai upaya dalam pengembangan program bimbingan pribadi sosial yang semestinya dilaksanakan di SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali serta mengetahui profil kecerdasan emosional siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali. Guna keperluan di atas maka dikembangkan (1) inventori kecerdasan emosional yang ditujukan kepada siswa, (2) angket terbuka yang diajukan kepada siswa untuk keperluan dan melihat dan mengetahui keefektifan dan kebermanfaatan setelah siswa mendapat kegiatan bimbingan, (3) instrumen pedoman wawancara yang ditujukan kepada guru pembimbing/ konselor yang berkaitan dengan program bimbingan pribadi sosial di SMA Kanisius Yos Sudarso, khususnya dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional.
a. Pengembangan Instrumen untuk Siswa
Guna melihat tingkat kecerdasan emosional siswa, peneliti menyusun suatu instrumen/ inventori melalui tahapan sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi aspek-aspek dan indikator yang menyangkut kecerdasan emosional berdasarkan studi pustaka.
b. Menyusun kisi-kisi.
(22)
d. Melakukan expert judgement terhadap pernyataan-pernyataan item untuk menghasilkan validasi konstruk, isi, dan bahasa. Pernyatan item disusun, kemudian diteliti dan dikaji oelh dua orang ahli sebagai penimbang.
e. Mengujicoba instrumen kepadaresponden. f. Melakukan Uji validitas item.
Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen Arikunto (1995:63) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kendalan atau kesahihan suatu alat ukur. Jika instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang digunakan mendapatkan data itu valid sehingga valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur( Riduan, 2004;97). Dari pengertian yang telah disebutkan di atas dapat diartikan lebih luwes lagi bahwa valid itu mengukur apa yang hendakl diukur (ketepatan).
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kuesioner yang diberikan kepada responden yang masuk ke dalam sampel kemudian dilakukan pengujian terhadap kuesioner untuk mengukur tingkat kebaikan kuesioner yaitu dengan melakukan analisis validitas dan reliabilitas kuesioner. Validitas menunjukkan sejauh mana relevansi pertanyaan terhadap apa yang ditanyakan atau apa yang ingin diukur dalam penelitian. Tingkat validitas kuesioner diukur berdasarkan koefisien validitas yang dalam hal ini menggunakan koefisien korelasi item-total yang terkoreksi. Suatu pertanyaan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0.300.
(23)
Uji validitas yang digunakan adalah koefisien korelasi item-total yang
terkoreksi Untuk pengujian validitas instrumen penelitian yang berupa skor yang
memliki tingkatan (ordinal), rumus yang digunakan adalah dengan menggunakan koefisien validitas dengan koefisien korelasi item-total, yaitu :
( Azwar, 2001:166).
Dimana rix merupakan korelasi product Moment :
(Azwar,2001:19)
Keterangan :
rxy : korelasi antara instrumen pertanyaan secara keseluruhan Sx : Varians jawaban responden untuk instrumen ke i
Sy :Varians jawaban responden keseluruhan instrumen
∑
2X :Jumlah jawaban responden untuk keseluruhan instrumen
yang dikuadratkan.
∑
2x : Jumlah jawaban responden untuk instrumen ke – i yang dikuadratkan
Dasar pengambilan keputusan:
Jika r positif, serta r ≥ 0.30 maka item pertanyaan tersebut valid. Jika r tidak positif, serta r < 0.30 maka item pertanyaan tersebut tidak valid. ) ) y ( y n )( ) x ( x n ( y x xy n r 2 2 2 2 xy1 Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ =
[
xy x y]
2 x 2 y x y ixy ) x y ( x S S r 2 S S S S r r − + − = −
(24)
Reliabilitas menunjukkan sejauh mana tingkat kekonsitenan pengukuran dari suatu responden ke responden yang lain atau dengan kata lain sejauh mana pertanyaan dapat dipahami sehingga tidak menyebabkan beda interpretasi dalam pemahaman pertanyaan tersebut. Reliabilitas kuesioner diukur berdasarkan koefisien reliabilitas Alpha Cornbach. Sekumpulan pertanyaan untuk mengukur suatu variabel dikatakan reliabel dan berhasil mengukur dimensi variabel yang kita ukur jika koefisien reliabilitasnya lebih dari atau sama dengan 0,700 (Robert M Kaplan dan Dennis Saccuzo, 1993;106 dalam bukunya Phsycological Testing.)
Untuk menguji reliabilitas dalam penelitian ini, penulis menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach, yaitu :
− −
=
∑
22 1 1 x j S S k k α Keterangan :
k : Jumlah Instrumen pertanyaan
∑
2i
S : Jumlah varians dari tiap instrumen
2 X
S : Varians dari keseluruhan instrumen.
Untuk memperjelas hasil perhitungan validitas dan reliabilitas, maka akan dijelaskan langkah-langkah perhitungan tersebut.
Langkah – langkah :
1. Mencari korelasi dengan menggunakan rumus :
) ) ( )( ) (
( 2 2 2 2
1 y y n x x n y x xy n rix Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ =
(25)
Keterangan : X : (Item pertanyaan ke)
Y : (Total skor item pertanyaan variabel stress)
2. Mencari varians peritem dan kemudian mencari simpangan bakunya dengan rumus :
3. Mencari Varians keseluruhan dari item pertanyaan dan kemudian mencari simpangan bakunya dengan rumus :
4. Mencari koefisien Validitas dari perhitungan korelasi dan simpangan baku di atas dengan menggunakan rumus :
Skala kecerdasan emosional terdiri dari aspek mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati), bekerjasama dengan orang lain (Goleman, 2002 : 57) yang berguna untuk mengukur sejauhmana kecerdasan emosional dipahami siswa kelas X-XII
) 1 n ( ) X X ( S 2 i 2 − − =
∑
) 1 ( )( 2
2 − − =
∑
n Y YSy i
[
y x xy x y]
x y xy x y x S S r S S S S r r 2 2 2 ) ( − + − = −
(26)
SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali. Penyusunan alat ukur ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk Blue Print pada tabel berikut ini :
Tabel 3.1.
Kisi-kisi Inventori Kecerdasan Emosional No Kecakapan/
Kompetensi
Sub Kompetensi Indikator No. Soal
1. Kecakapan Pribadi : Kecakapan ini menentukan bagaimana kita mengelola diri sendiri
Kesadaran Diri : Kecakapan ini
menentukan bagaimana kita mengelola diri sendiri.
1) Kesadaran emosi : mengenali emosi diri sendiri dan efeknya
1,2,3
2) Penilaian diri secara teliti : mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri
4,5
3) Kecakapan Percaya diri : keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri
6,7,8
Pengaturan Diri : Mengelola kondisi, impuls, dan sumber daya diri sendiri
1) Kendali diri : mengelola emosi dan desakan hati yang merusak
9,10,11
2) Sifat dapat dipercaya : memelihara norma-norma kejujuran dan integritas
12,13,14
3) Kewaspadaan : bertanggung jawab atas kinerja pribadi
15,16,17
4) Adaptasibilitas : keluwesan dalam menghadapi perubahan
18,19,20
5) Inovasi : mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan dan informasi baru.
21,22,23
Motivasi :
Kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan peraihan sasaran.
1) Dorongan prestasi : dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan.
24,25,26
2) Komitmen : menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau perusahaan
27,28
3) Inisiatif : kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan
29,30,31
4) optimistme : kegigihan dalam memperjuangkan sasaran, kendati, ada halangan
32,33,34,35
2. Kecakapan Sosial :
Empati :
Kesadaran terhadap
1) Memahami orang lain : mengindra perasaan dan perspektif orang lain
(27)
Kecakapan ini menentukan bagaimana kita menangani suatu hubungan
perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain
serta menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka
2) Orientasi pelayanan :
mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan
39,40
3) Mengembangkan orang lain : merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka
41, 42
4) Mengatasi keragaman 43,44
5) Kesadaran politis : mampu membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan
45,46
Keterampilan Sosial : Kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain
1) Pengaruh : memiliki taktik dalam melakukan persuasi
47,48
2) Komunikasi : mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan
49,50
3) Kepemimpinan : membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang lain
51,52,53
4) Katalisator perubahan : memulai dan mengelola perubahan
54,55
5) Manajemen konflik : negosiasi dan pemecahan silang pendapat
56,57,58
6) Pengikat jaringan : menumbuhkan hubungan sebagai alat, membangun hubungan saling percaya
59,60
7) Kolaborasi dan kooperasi : kerja sama dengan orang lain demi tujuan bersama
61,62,63
8) Kemampuan tim : menciptakan sinergi kelompok dalam
memperjuangkan tujuan bersama, dan menjadi teladan
64,65,66
Skala kecerdasan emosional disusun dengan menggunakan Skala Likert yang dimodifikasi yang terdiri dari 4 alternatif jawaban,dengan alasan :
(28)
a). Kategori indecisided, yaitu mempunyai arti ganda, bisa juga diartikan netral atau ragu-ragu.
b). Dengan tersedianya jawaban di tengah, menimbulkan kecenderungan jawaban di tengah (central tendency effect).
c). Maksud jawaban dengan empat tingkat kategori untuk melihat kecenderungan pendapat responden kearah tidak sesuai, sehingga dapat mengurangi data penelitian yang hilang. (Sutrisno Hadi, 1991 : 19-20).
Sistem penilaian skala dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : S S : sangat sesuai (4),
S : sesuai (3), TS : tidak sesuai (2), STS : sangat tidak sesuai (1)
Sedangkan untuk mengetahui keefektifan dan kebermaknaan kegiatan bimbingan untuk mengembangkan kecerdasan emosional, dilakukan dengan memberikan evaluasi kepada siswa melalui angket, wawancara, dan observasi yang ditunjukkan dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2.
Kisi-kisi Angket Evaluasi Uji Coba Program Bimbingan dan Konseling
No. Aspek No Item
Soal 1 Perasaan siswa setelah mengikuti kegiatan BK 1
2 Ketertarikan siswa terhadap kegiatan BK 2
3 Kesiapan dan kondisi siswa selama kegiatan BK 3
(29)
5 Pemahaman inti kegiatan BK bagi siswa 5
6 Refleksi kegiatan BK bagi siswa 6
7 Harapan siswa terhadap kegiatan BK 7
2. Pengembangan Instrumen untuk Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor Guna memotret program dan pelaksanaan program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa, maka disusun pedoman wawancara untuk guru bimbingan dan konseling/konselor SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali. Aspek-aspek yang ditanyakan tercantum dalam Tabel 3.3.
Tabel 3.3.
Kisi-kisi Wawancara untuk Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor
No. Aspek No Item
Soal 1 Acuan dalam penyusunan Program Bimbingan dan Konseling 1 2 Perumusan tujuan kegiatan BK keterkaitan dengan visi dan misi
serta strategi sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan 2 3 Kebutuhan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan BK 3 4 Pengakomodasian personel sekolah dalam program BK 4 5 Bentuk kegiatan untuk meningkatkan kecerdasan emosional 5 6 Strategi dan metode pelaksanaan kegiatan BK 6 7 Hambatan/ kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan program
BK 7
8 Evaluasi dan tindak lanjut program BK 8
(30)
D. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan Research Development. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan secara jelas suatu gejala dan kejadian yang terjadi saat sekarang, yang berarti memfokuskan pada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya saat penelitian dilakukan. Melalui metode ini diharapkan dapat mendeskripsikan suatu gejala yang terjadi saat itu. Disamping itu dengan pendekatan research and
development, hasil penelitian diharapkan dapat menghasilkan produk yaitu berupa
Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa.
E. Prosedur dan Tahap-tahap Penelitian
Berdasarkan metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode deskriptif dengan pendekatan research and development, maka prosedur yang ditempuh meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan a. Studi lapangan.
Melakukan studi pendahuluan dan penjajagan ke SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali untuk mengidentifikasi yang berkaitan dengan bimbingan pribadi sosial, siswa, serta potensi yang dimiliki sekolah tersebut.
(31)
Mempersiapkan dan mengkaji berbagai referensi seperti : buku, brosur, dan hasil penelitian terdahulu, serta referensi lainnya yang menunjang dan berkaitan dengan permasalahan penelitian yaitu mengenai program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa.
c. Mempersiapkan perijinan.
Mengurus perizinak ke Pihak Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Bimbingan dan Konseling Uniersitas Pendidikan Indonesia (UPI) bandung untuk keperluan penelitian.Surat izin tersebut sangat diperlukan untuk memperlancar dan mempermudah peneliti dalam memperoleh data yang diperlukan.
d. Menyusun desain penelitian
Desain penelitian perlu disusun guna mempermudah peneliti dalam melakukan strategi mulai dai pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, hingga pada kesimpulan.
e. Menyusun kisi-kisi instrumen (inventori, pedoman wawancara, dan angket)
1) Menyusun kisi-kisi instrumen tentang fokus permasalahan, yaitu aspek yang mengungkap kecerdasan emosional siswa SMA, berikut item pertanyaannya, kemudian instrumen tersebut dilakukan expert judgement oleh 2 orang pakar, yakni dosen Universitas Pendidikan Indonesia yang berkompeten. Selanjutkan
(32)
intstrumen diuji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen, maka item yang valid siap digunakan.
2) Menyusun daftar pertanyaan berupa pedoman wawancara dan angket untuk pengumpulan data tentang program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional yang ditujukan kepada guru pembimbing/konselor.
3) Menyusun daftar pertanyaan angket yang ditujukan kepada siswa sebagai evaluasi tentang keefektifan dan kebermaknaan program bimbingan pribadi sosial dalam mengembangkan kecerdasan emosional siswa.
2. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data dari berbagai sumber yaitu guru pembimbing/ konselor dan siswa dengan menggunakan pedoman wawancara dan angket yang telah disusun dan dokumen lainnya yang tersedia untuk mendalami fokus penelitian yang diperlukan.
3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data/ informasi tentang program bimbingan pribadi sosial yang disusun oleh guru pembimbing/ konselor diperoleh, kemudian dipelajari dan dikaji oleh peneliti. Sedangkan data tentang kecerdasan emosional yang dihimpun dari siswa dilakukan pengolahan dan analisis untuk dapat menghasilkan kesimpulan tentang profil kecerdasan emosional siswa.
(33)
Data yang diperoleh dari siswa yang mengungkap kecerdasan emosional siswa melalui inventori diolah dan dianalisis secara kuantitatif sedangkan data yang diperoleh dari guru pembimbing/ konselor yang dikumpulkan melalui wawancara dan angket diolah dan dianalisis secara kualitatif.
4. Tahap Merancang, Validasi, dan Revisi Program Bimbingan Pribadi Sosial a. Merancang program bimbingan sosial pribadi berdasarkan kajian teoritis,
hasil penelitian terdahulu, dan hasil pengolahan data.
b. Mengadakan semiloka kepada Kepala Sekolah, guru bimbingan dan konseling/konselor SMA Kanisius Yos Sudarso untuk memperoleh sumbang saran demi penyempurnaan rancangan program yang disusun. c. Validasi program bimbingan pribadi sosial oleh pakar Bimbingan dan
Konseling sehingga program memiliki validitas yang memadai untuk dilaksanakan pada siswa.
d. Merevisi hasil validasi model penge,banngan progra bimbingan pribadi sosial atas dasar saran dan penyepurnaan dari para konselor dan ahli terhadap Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional.
(34)
5. Tahap Uji Terbatas
Pada tahap ini pengembangan program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa dilakukan uji coba terbatas tiga program kegiatan dengan maksud untuk mengevaluasi keefektifan dan kebermanfatan program tersebut untuk kepentingan siswa.
6. Tahap Revisi
Pada tahap terakhir dalam penelitian ini dilakukan revisi bilamana program kegiatan bimbingan pribadi sosial yang diuji coba diperlukan perbaikan, baik terhadap konten maupun strategi pelaksanaannya.
(35)
F. Alur Penelitian
Bagan 3.1. Alur Penelitian STUDI PENDAHULUAN
KECERDASAN EMOSIONAL
FOKUS PENELITIAN : PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK
MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL
KAJIAN LAPANGAN KECERDASAN EMOSIONAL
SISWA SMA KAJIAN TEORITIS :
KONSEP BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL KONSEP KECERDASAN EMOSIONAL
ANALISIS
PROFIL KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMA KANISIUS YOS SUDARSO BOYOLALI
PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL
(HIPOTETIK)
VALIDASI RASIONAL PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL
REVISI PROGRAM HASIL VALIDASI RASIONAL
UJI TERBATAS
PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL DI SEKOLAH
PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL
(36)
H. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian merupakan langkah penting setelah pengumpulan data, karena memungkinkan peneliti memberikan makna terhadap data yang telah dikumpulkan.
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, inventori, angket, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting, dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Arikunto, 2002:212).
Dengan demikian, maka analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan setiap data yang dikemukakan dan dilakukan segera setelah kegiatan pencatatan selesai dengan tujuan agar data yang diperoleh menjadi sistematis sehingga mempermudah pemaknaan. Data yang diperoleh dari siswa yang mengungkap kompetensi sosial siswa diolah dan dianalisa secara kuantitatif sedangkan data yang diperoleh dari guru pembimbing/ konselor dianalisis secara kualitatif.
Kegiatan analisis dilakukan sejak awal diperoleh data dan berlanjut sepanjang penelitian. Dengan kata lain analisis data dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah kegiatan selesai. Dalam hal ini Nasution (1998) menyatakan : “Analisis telah dimulai sejak merumuskan dan
(37)
menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsungnya terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang grounded.”
Langkah-langkah analisis data sebagai berikut : 1. Persiapan, meliputi :
b. Mengecek kelengkapan identitas pengisis (pengisian kelas). Apalagi instrumennya anonim, perlu sekali dicek sejauh mana atau identitas apa saja yang sangat diperlukan bagi pengolahan data lebih lanjut.
c. Mengecek kelengkapan data, artinya memeriksa isi instrumen pengumpulan data (termasuk pula kelengkapan lembaran instrumen kemungkinan ada yang terlepas atau robek).
d. Mengecek isian data. Jika ditemui dalam pengisian data dan pilihan responden yang tidak lengkap, maka tidak dipertimbangkan dalam analisis.
e. Mengadakan reduksi data, yang berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya, dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. f. Menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan ini kemudian
dikategorisasikan, kemudian kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat koding dan mengadakan pemerikasaan keabsahan data.
(38)
2. Tabulasi
a. Memberikan skor terhadap item-item pertanyaan : S S : sangat sesuai (4),
S : sesuai (3), TS : tidak sesuai (2), STS : sangat tidak sesuai (1)
b. Mengubah jenis data, disesuaikan atau dimodifikasi dengan teknik analisis yang akan digunakan.
3. Mendisplay data (penyajian data)
Penyajian data ini dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, dan bentuk uraian singkat/ teks yang bersifat naratif.dikemuka Dengan mendisplay data maka akan memudahkan memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya bedasarkan apa yang telah dipahami.
4. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahapan pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
(39)
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-kuantitatif. Hasil analisis data secara kuantitatif diperlukan untuk memotret profil kecerdasan emosional siswa SMA Kanisus Yos Sudarso. Untuk menentukan tingkat kecerdasan emosional siswa, tidak berdasarkan skor ideal dengan patokan persentase dari jumlah skor yang diharapkan, skor berapa yang akan dijadikan patokan tinggi, sedang, atau rendah. Oleh karenanya penentuan tingkat kecerdasan emosional siswa melalui inventori dengan cara menggunakan acuan norma atau hasil yang diperoleh dari responden inventori.
Kategori penafsiran dengan dengan kriteria dengan skor maksimal ideal kecerdasan emosional adalah 264, yang diperoleh dengan mengalikan jumlah item, yaitu 66 item dengan skor maksimal ideal tiap item yaitu 4. Dengan demikian untuk menentukan kecenderungan dan penafsiran kecerdasan emosional dikemukakan dalam tabel berikut :
Tabel 3.5.
Kriteria Penentuan dan Penafsiran Kecerdasan Emosional Siswa SMA Kanisius Yos Sudarso
Kriteria Rentang Skor
Tinggi >198
Sedang 133-198
(40)
Setiap kategori interval mengandung pengertian : Tabel 3.6.
Kecenderungan Kecerdasan Emosional
Interval Kecenderungan Analisis
>198
Tinggi Individu memiliki kecenderungan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini menunjukkan individu tersebut telah mampu memanifestasikan kecerdasan emosional dengan baik dan terampil mengaplikasikannya.
133-198
Sedang Individu memiliki kecenderungan tingkat kecerdasan emosional yang sedang. Hal ini menunjukkan individu tersebut telah mampu memanifestasikan kecerdasan emosionalnya.
< 132
Rendah Individu memiliki kecenderungan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini menunjukkan individu tersebut telah mampu memanifestasikan kecerdasan emosional namun belum terampil mengaplikasikannya.
Untuk melihat tingkat masing-masing aspek kecerdasan emosional siswa, kriteria penafsiran dapat diperhatikan pada tabel berikut :
Tabel 3.7.
Kriteria Penentuan dan Penafsiran Aspek-aspek Kecerdasan Emosional Siswa SMA Kanisius Yos Sudarso
Klasifikasi
Tinggi Sedang Rendah
Aspek
Kesadaran diri >24 16-24 < 16
Pengaturan diri >25 30-45 < 30
Motivasi >36 24-36 < 24
Empati >33 22-33 < 22
(41)
Untuk menganalisis perbandingan profil kecerdasan emosional pre test dan post test untuk keseluruhan siswa kelas X-XII digunakan uji Wilcoxon (Jenjang Bertanda Wilcoxon), dengan perumusan sebagai berikut:
T T T
σ µ − = Ζ
di mana :
T = jumlah yang lebih kecil di antara dua jumlah kelompok ranking, yaitu jumlah kelompok ranking bertanda Plus (+) dan jumlah kelompok ranking bertanda minus (-).
T µ =
4 ) 1 .(N+ N
T σ =
24
) 1 . 2 ).( 1
.(N+ N + N
N = banyaknya pasangan sampel.
Pengujian ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan profil kecerdasan emosional pre test dan post test siswa
H0: tidak terdapat perbedaan profil kecerdasan emosional pre test dan post test
siswa
H1: terdapat perbedaan profil kecerdasan emosional pre test dan post test sisawa
(42)
61 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Profil Kecerdasan Emosional Siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali Sebelum Uji Coba Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Profil Kecerdasan Emosional Siswa Sebelum Uji Coba
Kelas Tinggi Sedang Rendah
f % f % f %
X-XI 21 41.18% 30 58.82% 0 0.00%
Tabel 4.1 di atas memperlihatkan profil kecerdasan emosional sebelum siswa secara umum. Berdasarkan hasil tabel diketahui 21 siswa (41.18%) memiliki profil kecerdasan emosional pada kategori tinggi dan 30 siswa (58.82%) memiliki profil kecerdasan emosional pada kategori sedang.
Tabel 4.2
Gambaran Per Kelas/Tingkatan Profil Kecerdasan Emosional Siswa Sebelum Uji Coba
No. Kelas Tinggi Sedang Rendah
F % F % f %
1 X 11 47.83% 12 52.17% 0 0.00
3 XI 4 30.77% 9 69.23% 0 0.00
2 XII 6 40.00% 9 60.00% 0 0.00
Tabel 4.2 di atas memperlihatkan profil kecerdasan emosional sebelum siswa per kelas. Berdasarkan hasil tabel diketahui untuk kelas X, 11 siswa (47.83%) memiliki profil kecerdasan emosional pada kategori tinggi dan 12
(43)
siswa (52.17%) memiliki profil kecerdasan emosional pada kategori sedang. Pada kelas XI, 4 siswa (30.77%) memiliki profil kecerdasan emosional pada kategori tinggi dan 9 siswa (69.23%) memiliki profil kecerdasan emosional pada kategori sedang. Sedangkan untuk kelas XII, 6 siswa (40.00%) memiliki profil kecerdasan emosional pada kategori tinggi dan 9 siswa (60.00%) memiliki profil kecerdasan emosional pada kategori sedang.Hal ini mengindikasikan bahwa pada setiap kelas sebagian besar siswa memilki profil kecerdasan emosional pada kategori sedang.
Tabel 4.3
Gambaran Umum Profil Kecerdasan Emosional Siswa Berdasarkan Aspek (Kompetensi) Sebelum Uji Coba
Aspek Kelas X Kelas XI Kelas XII
F % F % F %
Kesadaran Diri
Tinggi 12 52.17% 6 46.15% 6 40.00%
Sedang 11 47.83% 7 53.85% 8 53.33%
Rendah 0 0.00% 0 0.00% 1 6.67%
Pengaturan Diri
Tinggi 13 56.52% 6 46.15% 6 40.00%
Sedang 10 43.48% 7 53.85% 9 60.00%
Rendah 0 0.00% 0 0.00% 0 0.00%
Motivasi
Tinggi 7 30.43% 2 15.38% 5 33.33%
Sedang 15 65.22% 11 84.62% 10 66.67%
Rendah 1 4.35% 0 0.00% 0 0.00%
Empati
Tinggi 14 60.87% 9 69.23% 8 53.33%
Sedang 9 39.13% 4 30.77% 7 46.67%
Rendah 0 0.00% 0 0.00% 0 0.00%
Keterampilan
Sosial
Tinggi 8 34.78% 4 30.77% 3 20.00%
Sedang 14 60.87% 9 69.23% 12 80.00%
(44)
Tabel 4.3 di atas memperlihatkan profil kecerdasan emosional sebelum siswa berdasarkan aspek (kompetensi). Pada aspek kesadaran diri, katagori yang terbanyak untuk kelas X berada pada katagori tinggi sebanyak 12 siswa (52.17%), untuk kelas XI pada katagori sedang sebanyak 7 siswa (53.85%) dan untuk kelas XII pada katagori sedang sebanyak 8 siswa (53.33%). Pada aspek pengaturan diri, katagori yang terbanyak untuk kelas X berada pada katagori tinggi sebanyak 13 siswa (56.52%), untuk kelas XI pada katagori sedang sebanyak 7 siswa (53.85%) dan untuk kelas XII pada katagori sedang sebanyak 9 siswa (60.00%). Pada aspek motivasi, katagori yang terbanyak untuk kelas X berada pada katagori sedang sebanyak 15 siswa (65.22%), untuk kelas XI pada katagori sedang sebanyak 11 siswa (84.62%) dan untuk kelas XII pada katagori sedang sebanyak 10 siswa (66.67%). Pada aspek empati, katagori yang terbanyak untuk kelas X berada pada katagori tinggi sebanyak 14 siswa (60.87%), untuk kelas XI pada katagori tinggi sebanyak 9 siswa (69.23%) dan untuk kelas XII pada katagori tinggi sebanyak 8 siswa (53.33%). Pada aspek keterampilan sosial, katagori yang terbanyak untuk kelas X berada pada katagori sedang sebanyak 14 siswa (60.87%), untuk kelas XI pada katagori sedang sebanyak 9 siswa (69.23%) dan untuk kelas XII pada katagori sedang sebanyak 12 siswa (80.00%). Hal ini mengindikasikan bahwa pada aspek empati untuk setiap kelas sebagian besar siswa memilki kategori yang tinggi.
(45)
Tabel 4.4
Gambaran Umum Profil Kecerdasan Emosional Siswa Berdasarkan Indikator Sebelum Uji Coba
No Indikator Tinggi Sedang Rendah
f % F % f %
1 Kesadaran emosi : mengenali emosi
diri sendiri dan efeknya 8 15.69% 31 60.78% 12 23.53% 2
Penilaian diri secara teliti : mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri
28 54.90% 20 39.22% 3 5.88% 3
Kecakapan Percaya diri : keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri
24 47.06% 25 49.02% 2 3.92% 4 Kendali diri : mengelola emosi dan
desakan hati yang merusak 16 31.37% 32 62.75% 3 5.88% 5 Sifat dapat dipercaya : memelihara
norma-norma kejujuran dan integritas 38 74.51% 13 25.49% 0 0.00% 6 Kewaspadaan : bertanggung jawab
atas kinerja pribadi 8 15.69% 32 62.75% 11 21.57% 7 Adaptasibilitas : keluwesan dalam
menghadapi perubahan 28 54.90% 21 41.18% 2 3.92% 8
Inovasi : mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan dan informasi baru.
15 29.41% 32 62.75% 4 7.84% 9
Dorongan prestasi : dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan.
19 37.25% 30 58.82% 2 3.92% 10 Komitmen : menyesuaikan diri dengan
sasaran kelompok atau perusahaan 20 39.22% 24 47.06% 7 13.73% 11 Inisiatif : kesiapan untuk
memanfaatkan kesempatan 1 1.96% 26 50.98% 24 47.06% 12
optimistme : kegigihan dalam memperjuangkan sasaran, kendati, ada halangan
29 56.86% 20 39.22% 2 3.92%
13
Memahami orang lain : mengindra perasaan dan perspektif orang lain serta menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka
(46)
14
Orientasi pelayanan : mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan
19 37.25% 27 52.94% 5 9.80%
15
Mengembangkan orang lain : merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka
23 45.10% 27 52.94% 1 1.96%
16
Mengatasi keragaman : menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang
18 35.29% 25 49.02% 8 15.69% 17
Kesadaran politis : mampu membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan
23 45.10% 22 43.14% 6 11.76% 18 Pengaruh : memiliki taktik dalam
melakukan persuasi 6 11.76% 35 68.63% 10 19.61% 19 Komunikasi : mengirimkan pesan
yang jelas dan meyakinkan 16 31.37% 31 60.78% 4 7.84% 20
Kepemimpinan : membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang lain
15 29.41% 28 54.90% 8 15.69% 21 Katalisator perubahan : memulai dan
mengelola perubahan 3 5.88% 28 54.90% 20 39.22% 22 Manajemen konflik : negosiasi dan
pemecahan silang pendapat 13 25.49% 33 64.71% 5 9.80% 23
Pengikat jaringan : menumbuhkan hubungan sebagai alat, membangun hubungan saling percaya
24 47.06% 24 47.06% 3 5.88% 24
Kolaborasi dan kooperasi : kerja sama dengan orang lain demi tujuan bersama
13 25.49% 32 62.75% 6 11.76% 25
Kemampuan tim : menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama, dan menjadi teladan
19 37.25% 26 50.98% 6 11.76%
Tabel 4.4 di atas memperlihatkan profil kecerdasan emosional sebelum siswa berdasarkan indikator. Frekuensi kategori tinggi terbayak adalah indikator sifat dapat dipercaya, sebanyak 38 siswa (74.51%). Frekuensi kategori sedang terbayak adalah indikator manajemen konflik, sebanyak 33
(47)
siswa (64.71%). Sedangkan frekuensi kategori redah terbayak adalah indikator inisiatif, sebanyak 24 siswa (47.06%).Hal ini menunjukan sebagian besar siswa memiliki sifat dapat dipercaya yang tinggi dan memiliki inisiatif yang rendah.
2. Program Bimbingan dan Konseling SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali.
a. Gambaran Umum
Jenis Bimbingan dan Konseling SMA Kanisius Yos Sudarso menunjuk pada cara tertentu untuk mengadakan penggolongan, berdasar sudut pandangtertentu. Jenis bimbingan dapat dibedakan menjadi Bentuk Bimbingan, sifat bimbingan, dan ragam bimbingan. Ketiga kegiatan tersebut saling berkaitan dan berkesinambungan. Berikut penjelasan dari masing-masing kegiatan di atas. 1) Bentuk bimbingan.
Yaitu menunjuk pada jumlah orang yang diberi pelayanan bimbingan. Ada dua bentuk bimbingan yaitu:
a) Bimbingan individual atau perseoragan yaitu bilamana yang dilayani hanya satu orang. SMA Kanisisu Yos Sudarso masih dominan menggunakan bentuk bimbingan ini kerena Guru BK tidak masuk kelas atau tidak punya jam pelajaran.
b) Bimbingan Kelompok yaitu bilamana siswa yang dibimbing lebih dari satu orang. Biombingan kelompok lebih menekankan pada kebutuhan siswa berkenaan dengan perkembangan pribadi dan pergaulan sosial.
(48)
Bimbingan kelompok lebih bersifat informatif dan konselor berfungsi sebagai pendidik bukan pengajar.
2) Sifat-sifat bimbingan
Sifat bimbingan menunjuk pada tujuan yang ingin dicapai dalam pelayanan bimbingan, yang dibedakan menjadi tiga sifat yaitu;
a) Bimbingan perseveratif atau bimbingan developmental yang mempunyai tujuan mendampingi siswa supaya perkembangannya berlangsung optimal, misalnya membantu remaja dalam mengambil sikap yang tepat terhadap orang tua, yang pada umunya dianggap kolot oleh remaja.
b) Bimbingan preventif atau bimbingan pencegahan yaitu bimbingan yang tujuannya membekali siswa agar lebih siap menghadapi tantangan di masa mendatang dan dicegah timbul masalah serius dikelak kemudian, misalnya informasi tentang sekolah lanjutan.
c) Bimbingan Korektif atau bimbingan penyembuhan yaitu bimbingan yang tujuanya membantu siswa dalam mengoreksi perkembangan yang mengalami salah jalur. Misalnya membantu salah seorang siswa yang mempunyai pandangan negatif terhadap gurunya. Bimbingan ini menekankan unsur kelanjutan dari bimbingan koreksi, maka digunakan istilah bimbingan pemeliharaan.
(49)
3) Ragam bimbingan
a) Bimbingan belajar, bilamana isi pelayanan bimbingan terutama mengenai hal-hal yang menyangkut studi akademik, misalnya cara belajar, pemilihan studi lanjut.
b) Bimbingan pribadi-sosial, bilamana isi pelayanan bimbingan mengenai hal-hal yang menyangkut kehidupan pribadi dengan kelompok sosialnya, kalau perhatian kususnya diberikan pada hal yang menyangkut hubungan dengan orang lain dapat digunakan bimbingan sosial.
c) Bimbingan Karier, bilamana isi layanan tentang pilihan jurusan di sekolah, perguruan tinggi dan pekerjaan. Layanan ini ditujukan untuk membantu siswa mengenal ciri-ciri berbagai pekerjaan dan profesi yang ada, serta merencanakan karier berdasarkan minat dan kemampuan siswa.
4) Prinsip dasar pelaksanaan Bimbingan dan Konseling, yaitu
a) Bimbingan dan konseling adalah kegiatan pelayanan. Artinya guru BK melayani siswa dan bukan menyuruh. Konsekuensinya layanan BK harus disesuaikan dengan keperluan siswa dan bukan keinginan guru b) BK memiliki prisip setiap individu berbeda dengan yang lain (unik). c) BK membantu siswa agar mampu menolong dirinya sendiri. (mandiri) d) BK merupakan bagian Integral pendidikan di sekolah. Oleh karena itu
kegiatan maupun penanganan BK dipadukan dengan program-program sekolah lain. Keterpaduan mencakup program dan pelaksanaan.
(50)
5) Layanan bimbingan dan konseling a) Layanan Orientasi
Ditujukan bagi siswa baru. Orientasi mencakup pengenalan terhadap program sekolah, kurikulum, pola pembelajaran dan evaluasi yang berlaku di sekolah, fasilitas dan cara penggunaannya.
b) Layanan Informasi
Membantu siswa mendapat informasi yang diperlukan, misalnya; informasi sekolah, kesehatan, perkembangan remaja.
1. Layanan Pembelajaran
Membantu siswa mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik.
2. Layanan penempatan dan penyaluran.
Membantu siswa dalam penjurusan, memperoleh kegiatan ektrakurikuler yang sesuai, serta mendapatkan jurusan di perguruan tinggi atau lapangan kerja yang sesuai dengan minat dan kemampuan.
3. Layanan Konseling Individual.
Membantu siswa secara individu dalam memahami dan mensikapi masalah yang sedang dialami. Layanan diarahkan untuk memecahkan masalah siswa.
(51)
4. Konseling Kelompok
Membantu siswa secara kelompok yang mempunyai karakteristik masalah sama. Layanan Bimbingan KelompokDitujukan pada pemecahan masalah umum.
Kegiatan bimbingan terselenggara dalam rangka suatu program bimbingan yaitu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu, misalnya satu tahun ajaran :
1. Persiapan program bimbingan melalui
a. Studi kelayakan yaitu refleksi tentang alasan mengapa perlu suatu program bimbingan
b. Penyusunan program bimbingan yang dikerjakan oleh konselor sekolah.
c. Penyediaan sarana fisik dan teknis yaitu peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan selama melaksanakan program d. Penentuan pembagian tugas oleh konselor atau pimpinan
sekolah
e. Kegiatan penunjang
2.Pemberian informasi tergantung pada kebutuhan siswa a. Orientasi
b. Cara belajar c. Pergaulan
(52)
3. Konseling dapat berlangsung antara satu siswa atau beberapa siswa. Mungkin dibutuhkan pengiriman (referal) kepada ahli lain.
4. Konsultasi dengan tenaga pendidikan yang lain atau dengan orang tua siswa.
5. Evaluasi Program bimbingan.
a. Penelitian untuk memperoleh data tentang efisiensi dan efektifitas dari program bimbingan.
b. Rencana perbaikan berdasar kesimpulan yang ditarik dari data penelitian, direncanakan serangkaian perbaikan program.
b. Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling
1) Organogram Bimbingan dan Konseling SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali. Bagan 4.2
Organogram Bimbingan dan Konseling SMA Kanisius Yos Sudarso
!
(53)
Keterangan : : Garis Komando : Garis Koordinasi : Garis Konsultasi
1. Peranan Konselor dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling
Tenaga bimbingan utama atau Konselor Sekolah yaitu tenaga pendidik yang memberikan waktunya pada pelayanan bimbingan. Tenaga bimbingan dan konseling di SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali :
a) Mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data mengenai murid masing-masing melalui angket atau alat pengumpul data lain dan informasi dari komponen sekolah.
b) Memilih dan menggunakan tes-tes yang memberikan informasi tentang hasil belajar dalam berbagai mata pelajaran, tentang bakat-bakat kusus, tentang kemampuan intelektual.
c) Melaksanakan bimbingan kelompok. d) Melaksanakan konseling.
e) Menjadi konsultan bagi pimpinan sekolah dan para guru dalam menjajagi prinsip pedagogis dan dalam menjaga suasana yang kas bagi institusi pendidikan.
f) Melayani orang tua yang ingin berkonsultasi tentang siswa.
g) Merencanakan program bimbingan selama satu tahun, membicarakan dengan pimpinan sekolah dan mengawasi pelaksanaanya serta mengajukan anggaran tahunan.
(54)
i) Merencanakan dan melaksanakan penataran bagi guru-guru dalam bidang bimbingan.
j) Memupuk hubungan baik dengan komponen sekolah.
k) Mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari program bimbingan.
2) Kolaborasi Konselor dengan Wali Kelas dan Guru
Tugas guru wali kelas dan guru bidang studi dalam rangkap program bimbingan harus disesuaikan dengan taraf keahlian mereka dalam bimbingan. Dalam kenyataan di SMA Kanisius Yos Sudarso jasa guru wali kelas dan guru bidang studi boleh diharapkan dalam pengumpulan data, penyebaran informasi ke siswa, orientasi belajar siswa, dan memberikan penyuluhan secara sederhana.
Dalam rangka pengajaran dapat diusahakan sebagai berikut:
a) Lebih berorientasi pada pengajaran kebutuhan dan minat siswa. Bila siswa boleh memilih sesuatu dengan bebas, guru membantu untuk memilih yang paling tepat bagi dirinya. Bila timbul kesukaran dalam belajar, dicari bersama kesukarannya dimana dan apa yang sebaiknya dilakukan. Semua ini mendorong untuk berefleksi tentang dirinya tentang sesuatu yang kas bagi bimbingan.
b) Memberikan informasi tentang cara belajar yang baik kusus untuk mata pelajaran yang diampu sendiri; memilih bahan dan literatur yang menambah pengetahuan tentang menghadapi tantangan hidup, dunia kerja, studi, pergaulan yang sehat, dan lain sebagainya.
(55)
d) Menampung siswa yang ingin bicara secara pribadi; selalu ada siswa remaja yang terpesona oleh kepribadian guru tertentu dan ingin mengungkapkan isi hatinya. Maka setiap guru perlu mengetahui tentang teknik-teknik penyuluhan, karena pengetahuan ini akan menolong dalam menampung murid yang bermasalah.
e) Menjadi penasehat dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler. Sebagai penasehat guru dapat mengembangkan inisiatif siswa dan mengajak mereka berfikir bersama.
Secara umum guru berpendapat bahwa keberadaan bimbingan dan konseling dalam proses pembelajaran di lingkungan sekolah sangat diperlukan karena membantu pekerjaan wali kelas dan guru bidang studi. Namun masih ada guru yang belum memahami fungsi, peran, dan tanggung jawab guru mata pelajaran, guru bidang studi, maupun Guru Bimbingan dan Konseling dalam menghadapi masalah yang dihadapi oleh siwa. Kerja sama diantaranya belum dilakukan secara maksimal, karena seringkali salah satu pihak akan saling mengandalkan, misalnya guru mata pelajaran mengandalkan Guru Bimbingan dan Konseling untuk membantu kesulitan belajar siswa.
3) Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa
Dalam menyusun program bimbingan konseling terutama program bimbingan pribadi sosial, Guru Bimbingan dan Konseling mengevaluasi dari program-program pada tahun sebelumnya dengan melihat sisi kebermanfaatan dan
(56)
tingkat efektifitas pelaksanaan program yang dirasakan oleh siswa. Di samping itu program disusun berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dialami siswa pada tahun sebelumnya dan kebutuhan siswa yang ada saat program ini akan dibuat.
Program bimbingan konseling secara umum disusun berorientasi pada Pola 17 Plus, yakni bahwa program bimbingan dan konseling meliuti Layanan Orientasi yaitu layanan yang bertujuan memberikan wawasan, pengetahuan, dan informasi yang dibutuhkan siswa agar siswa mengenal, mempermudah, dan memperlancar berperannya siswa; Layanan Informasi yaitu layanan yang diberikan kepada semua siswa yang memungkinkan siswa memahami informasi sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengabilan keputusan; Layanan Penempatan/Penyaluran yaitu layanan yang ditujukan kepada siswa dalam hal penempatan dan penyaluran sesuai dengan bakat, minat, potensi, fisik maupun psikis; Layanan Pembelajaran yaitu layanan diberikan yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik; Layanan Konseling Individual yaitu layanan yang memungkinkan siswa mendapat layanan langsung tatap muka dengan pembimbing dalam rangka pemecahan masalah; Layanan Bimbingan Kelompok yaitu layanan yang memungkinkan sejumlah siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan penunjang kehidupannya sehari-hari; Layanan Konseling Kelompok yaitu layanan biimbingan yang dapat membantu siswa memecahkan masalah melalui dinamika kelompok; Layanan Konsultasi yaitu layanan konseling terhadap konseli yang memungkinkan konseli memperoleh
(57)
wawasan, pemahaman dan cara-cara yang perlu dilakukan dalam menangani permasalahan dengan pihak ketiga; Layanan Mediasi yaitu layanan konselor terhadap dua pihak atau lebih yang sedang dalam keadaam saling tidak menemukan kecocokan atau mengalami perselisihan. Konselor berusaha membangun hubungan diantara mereka yang mengalami ketidakcocokan sehingga mereka menghentikan dan terhindar dari pertentangan lebih lanjut yang merugikan semua pihak. Selain Sembilan layanan tersebut didukung kegiatan lainnya sebagai kegiatan pendukung yang meliputi himpunan data, instrumentasi BK, kunjungan rumah, konferensi kasus, dan referral.
Sampai saat ini, Guru Bimbingan dan Konseling tidak memiliki jam pelajaran khusus untuk masuk kelas. Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari Guru Bimbingan dan Konseling merasa keberatan dengan tugasnya sebagai Guru Bimbingan dan Konseling karena Guru Bimbingan dan Konseling ini juga merangkap sebagai guru mata pelajaran lain sehingga merasa kekurangan waktu dan tenaga untuk melayani kebutuhan siswa. Penangananan siswa biasanya dilakukan saat jam pelajaran berlangsung atau saat pulang sekolah. Layanan yang dilakukan Guru Bimbingan dan Konseling lebih banyak pada konseling individual yang sebagian besar karena ada permasalahnan pribadi dan sosial siswa.
Untuk program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa belum terakomodasi dalam program bimbingan konseling. Program yang ditetapkan setiap tahun hanya bersifat administratif karena pada saat di lapangan, situasi seringkali tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, seperti karena terbatasnya waktu yang dimiliki Guru Bimbingan dan Konseling
(58)
dan masalah yang cukup beragam yang dialami siswa yang lebih banyak menuntut konseling individual. Guru Bimbingan dan Konseling lebih mementingkan pelaksanaan layanan daripada penyusunan program itu sendiri.
Karena kegiatan bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional ini tidak ada dalam proram bimbingan dan konseling, maka kegiatan-kegiatan dilakukan melalui pembelajaran bersama dengan mata pelajaran yang diampu oleh Guru Bimbingan dan Konseling, misalnya membahas aspek empati, yang disampaikan melalui mata pelajaran Bahasa Jawa yang membahas tentang kisah pewayangan; aspek kesadaran diri dibahas melalui kegiatan pembelajaran Seni Rupa.
Setelah melakukan rangkaian kegiatan bimbingan, Guru Bimbingan dan Konseling melakukan evaluasi, namun sampai saat ini Guru Bimbingan dan Konseling belum melakukan evaluasi secara tertulis atau tidak teradministrasi dengan baik untuk menggambarkan sejauh mana program dapat berjalan. Hal tersebut diakui Guru Bimbingan dan Konseling dikarenakan keterbatasan waktu dan berbagai aktifitas lain, namun jikalau pernah melakukan evaluasi, Guru Bimbingan dan Konseling belum memiliki format yang tepat untuk melakukan evaluasi program, proses, dan hasil bimbingan yang telah dilakukan.
3. Program Bimbingan Pribadi Sosial (Hipotetik) untuk mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali Dalam rangka penyusunan Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa, khususnya yang memiliki kontribusi untuk meningkatkan aspek motivasi dan keterampilan sosial di samping
(1)
136 BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang dikemukakan dalam Bab IV, maka di Bab V ini disampaikan beberapa kesimpulan sebagai intisari penelitian.
1. Siswa SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali memiliki kecerdasan emosi pada kategori sedang. Ini menunjukkan bahwa siswa cukup memiliki kemampuan (1) memahami dengan spontan apa yang diinginkan dan dibutuhkan orang lain, kemampuan memahami kelebihan dan kekurangan diri siswa; (2) kemampuan untuk tidak terpengaruh tekanan; (3) kemampuan untuk menjadi orang yang menyenangkan; (4) kemampuan dalam memberikan perhatian, penghargaan, simpati, empati; (5) kemampuan dalam mengelola konflik baik konflik pribadi maupun sosial dan menyelesaikan konflik yang mungkin terjadi saat melakukan hubungan interpersonal.
2. Program bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan kecerdasan emosi di SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali belum terakomodasi secara baik, walaupun dalam kenyataannya kegiatan tersebut sudah dilaksanakan. Hal ini karena keterbatasan konselor yang tidak memiliki jam khusus bimbingan dan konseling sehingga konselor lebih mengedepankan pelaksanaan daripada program itu sendiri.
3. Penelitian ini menghasilkan rumusan Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk meningkatkan kecerdasan emosi siswa yang meliputi aspek kesadaran
(2)
diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial. Kecerdasan emosi dalam kegiatan ini lebih mengarah pada kemampuan motivasi diri dan keterampilan sosial..
4. Program ini cukup mendapatkan respon yang positif dan sesuai untuk kebutuhan siswa pada umumnya. Melalui refleksi, siswa merasakan bahwa kegiatan bimbingan pribadi sosial melalui kegiatan dinamika kelompok dan simulasi dianggap menarik dan menyenangkan, serta bermanfaat.
B. Rekomendasi
Rekomendasi berdasarkan hasil penelitian ini ditujukan kepada Kepala sekolah, Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor dan kepada para peneliti selanjutnya yang membahas maupun mengembangkan kajian tentang kecerdasan emosi dalam usaha memajukan program bimbingan dan konseling di lingkup sekolah.
1. Rekomendasi bagi Kepala Sekolah
a. Kepala Sekolah merekrut Konselor/ Guru Bimbingan dan Konseling yang memiliki kompetensi dan memiliki perhatian pada pengembangan siswa. b. Kepala Sekolah dapat memberikan dukungan dengan memfasilitasi
kegiatan bimbingan pribadi sosial terutama untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa melalui pemberian waktu atau jam pelajaran dan menyediakan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan hasil dari penelitian ini berupa program pribadi sosial untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa.
(3)
138
2. Rekomendasi bagi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor
a. Dalam menyusun program bimbingan dan konseling hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa dengan menyertakan aspek kecerdasan emosi siswa yang perlu dikembangkan. Program dipadukan dengan program sekolah dan harapan guru maupun orang tua serta disesuaikan dengan sarana/prasarana yang ada.
b. Kegiatan bimbingan yang terdapat dalam hasil penelitian ini berupa program bimbingan pribadi sosial yang belum diujicobakan perlu diterapkan pada siswa dan bila dipandang perlu dilakukan modifikasi untuk dapat terselenggaranya kegiatan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
3. Rekomendasi bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini masih bersifat pendahuluan, artinya hasil akhir dari tercapainya tujuan program yang diharapkan belum terlihat jelas, belum sampai pada adanya perubahan perilaku dari siswa karena membutuhkan waktu yang lama dan berkesinambungan. Terbuka kesempatan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam dengan mencari dan menerapkan pengembangan strategi kegiatan bimbingan pribadi sosial, penggunaan jenis bimbingan lain, atau melakukan penelitian hingga adanya perubahan perilaku siswa dalam hal kecerdasan emosional.
(4)
139
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Andi, M. (1994). Pengantar Bimbingan di Sekolah, Surabaya: Usaha Nasional. Arifin dan Kartikawati, E. (1994). Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Dirjen
Pembinaan dan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka.
Arikunto, Suharsini. (2002). Prosedur Penelitian-Suatu Pendekatan Praktek Edisi V. Jakarta: PT. Rinika Cipta.
Dahlan, M.D. (1988). Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. (Pidato Pengukuhan Guru Besar). Bandung: IKIP Bandung.
Dayakisni, Tri dan Hudaniah. (2003). Psikologi Sosial. Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah.
Depdikbud. (1994). Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak Luar Biasa Tuna Rungu: Pedoman Bimbingan: Jakarta: Depdikbud.
Djumhur, I dan Surya, Moh (tt). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu.
Sudiarja, A., SJ dan Subanar, Budi SJ (2006). Karya Lengkap Driyarkara : Esai-esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya: Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Furqon. (2004). Statistika Terapan untuk Penelitian Edisi V. Bandung: CV. Alfabeta.
Goleman, Daniel. (2000). Emotional Intelligence (terjemahan). Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, Daniel. (2002). Working with Emotional Intellegence, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kartadinata, Sunaryo. (1998). Metode Riset Sosial. Bandung: Prima. Nasution, S. (1988). Penelitian Kualitatif, Bandung, CV. Angkasa.
Natawijaya, Rochman. (1987). Pendekatan-pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: CV. Diponegoro.
(5)
140
Nurihsan, A. Juntika. (2007). Bimbingan dan Konseling, Dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: PT. Refika Aditama.
___________ (2007). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Refika Aditama.
Prayitno. (1987). Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Riduan. (2006). Metode dan Teknik Menyusun Tesis, edisi IV. Bandung: CV. Alfabeta.
Saphiro, Lawrence E. (1998). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Jakarta : Gramedia.
Schmidt, John.J. Counseling in Schools Essential Servies and Comprehensive Programs.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan-Pendekatan Kuantitif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.
Suherman AS, Uman. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Penerbit Madani Production.
Sukardi, Dewa Ketut. (2002). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
____________. (2007). Bimbingan dan Konseling Dalam Praktek-Mengembangkan Potensi dan Kepribadian Siswa. Bandung: Maestro. Sutrisno Hadi. (2000). Statistik 2. Yogyakarta : Andi Offset.
Surya, Muhammad. (2003). Psikologi Konseling. Bandung: CV. Pustaka Bani Quraisy.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung.
Uno, Hamzah. B. (2006). Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Winkel, W.S. (1991). Bimbingan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
Yusuf L.N, Syamsu. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (SLTP dan SLTA). Bandung: Rizqi Press.
(6)
Majalah dan Koran :
Majalah Hidup, Edisi Mei 2009 Tabloid Nyata, Edisi Oktober 2009 Harian Pikiran Rakyat, 3 Oktober 2009
Internet :