Penerapan Pembelajaran Konseptual Interaktif Dengan Pendekatan Multirepresentasi Untuk Meningkatkan Konsistensi Ilmiah Dan Menurunkan Kuantitas Mahasiswa Yang Miskonsepsi Pada Materi Termodinamika.

(1)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DENGAN PENDEKATAN MULTIREPRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN

KONSISTENSI ILMIAH DAN MENURUNKAN KUANTITAS MAHASISWA YANG MISKONSEPSI PADA MATERI

TERMODINAMIKA

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Fisika

Oleh

Syakti Perdana Sriyansyah NIM 1302448

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DENGAN PENDEKATAN MULTIREPRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN

KONSISTENSI ILMIAH DAN MENURUNKAN KUANTITAS MAHASISWA YANG MISKONSEPSI PADA MATERI

TERMODINAMIKA

Oleh

Syakti Perdana Sriyansyah S. Pd Universitas Mataram, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

© Syakti Perdana Sriyansyah 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis. ==================================================================


(3)

(4)

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DENGAN PENDEKATAN

MULTIREPRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN KONSISTENSI

ILMIAH DAN MENURUNKAN KUANTITAS MAHASISWA YANG MISKONSEPSI PADA MATERI TERMODINAMIKA” ini berserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap hasil keaslian karya saya ini.

Bandung, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,

Syakti Perdana Sriyansyah NIM. 1302448


(6)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF DENGAN PENDEKATAN MULTIREPRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN

KONSISTENSI ILMIAH DAN MENURUNKAN KUANTITAS MAHASISWA YANG MISKONSEPSI PADA MATERI

TERMODINAMIKA Oleh:

Syakti Perdana Sriyansyah NIM. 1302448

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa dan penurunan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi pada materi hukum I termodinamika, sebagai dampak penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi. Penelitian pre-experiment yang menggunakan desain one-group pretest-posttest ini melibatkan 30 mahasiswa tahun pertama pendidikan fisika pada salah satu LPTK di kota Mataram. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience sampling. Data konsistensi ilmiah mahasiswa dikumpulkan menggunakan instrumen tes Representational Conceptual Evaluation in The First Law of Thermodynamics (RCET), sedangkan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi diukur menggunakan The First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT). RCET berbentuk tes isomorfik pilihan ganda yang mencakup 10 tema dan FDT berbentuk tes tiga tingkat yang mencakup 11 label miskonsepsi pada materi hukum I termodinamika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsistensi ilmiah mahasiswa mengalami rata-rata peningkatan sedang sebesar 39%, sedangkan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi mengalami rata-rata penurunan yang bervariasi dalam rentang 7% sampai 92%. Penurunan tertinggi terletak pada miskonsepsi bahwa sejumlah kalor lebih menyebar dalam wadah yang besar, sehingga suhu gas di dalamnya tidak naik sebesar kenaikan suhu pada wadah yang kecil. Penurunan terendah terletak pada miskonsepsi bahwa usaha total yang dilakukan oleh sistem yang mengalami proses siklik sama dengan nol. Tidak terdapat mahasiswa yang konsisten menjawab semua tema secara ilmiah. Namun demikian, mahasiswa setuju bahwa pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi yang diterapkan mampu meningkatkan konsistensi ilmiah dan menurunkan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi.

Kata Kunci: pembelajaran konseptual interaktif, multirepresentasi, konsistensi


(7)

THE APPLICATION OF INTERACTIVE CONCEPTUAL INSTRUCTION WITH MULTIPLE REPRESENTATIONAL APPROACH TO INCREASE

STUDENTS’ SCIENTIFIC CONSISTENCY AND DECREASE THE QUANTITY OF STUDENTS WHO HAVE MISCONCEPTION

ON THERMODYNAMICS Author:

Syakti Perdana Sriyansyah NIM. 1302448

ABSTRACT

A study has been conducted to perceive the increase in student’s scientific

consistency and the decrease in the quantity of students who have misconception on the the first law of thermodynamics concept, as the impact of the application of interactive conceptual instruction with multiple representational approach. This pre-experimental study used one-group pretest-posttest design and involved 30 first-year students of physics education at one LPTK in Mataram. Sampling was done by convenience sampling technique. Scientific consistency data were documented by using Representational Conceptual Evaluation in The First Law of Thermodynamics (RCET), while the quantity of students who have misconception was measured by using The First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT). RCET was designed as an isomorphic multiple-choice test that covers 10 themes and FDT was designed as a three-tier test that covers 11 labels misconceptions on the first law of thermodynamics. The findings showed that the average normalized change in student’s scientific consistency was 39% in the modest increase, while the average normalized change in the quantity of students who have misconception was varied in the range of 7% to 92%. The highest decrease lies in the misconceptions that the amount of heat is more diluted in the larger container, so the temperature does not increase as much as in the small container. The lowest decrease lies in the misconceptions that the net work done by a system undergoing a cyclic process must be zero. None of students answered all given themes scientifically consistently. However, students agreed that interactive conceptual instruction with multiple representational approach able to increase the scientific consistency and decrease the quantity of students who have misconception.

Keywords: interactive conceptual instruction, multiple-representations, scientific


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN HAK CIPTA ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

UCAPAN TERIMAKASIH ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Batasan Masalah... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN A. Kajian Pustaka ... 13

1. Pembelajaran Konseptual Interaktif ... 13

2. Pendekatan Multirepresentasi ... 15

3. Konsistensi Ilmiah ... 19

4. Miskonsepsi... 21

5. Identifikasi Miskonsepsi ... 23

6. Materi Termodinamika... 26


(9)

Halaman

B. Kerangka Pikir Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 37

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

C. Definisi Operasional... 38

D. Prosedur Penelitian... 39

E. Instrumen Penelitian... 41

F. Teknik Pengumpulan Data ... 45

G. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 53

1. Deskripsi Data Konsistensi Ilmiah Mahasiswa ... 53

2. Deskripsi Data Konsistensi Representasi Mahasiswa ... 56

3. Deskripsi Data Kuantitas Mahasiswa yang Miskonsepsi ... 59

4. Deskripsi Data Keterlaksanaan Pembelajaran dan Skala Sikap Mahasiswa ... 62

B. Pembahasan ... 64

1. Konsistensi Ilmiah Mahasiswa ... 64

2. Konsistensi Representasi Mahasiswa ... 68

3. Konsistensi Ilmiah dan Representasi Mahasiswa pada Tiap Tema 69 4. Kuantitas Mahasiswa yang Miskonsepsi ... 77

5. Kekuatan dan Kelemahan Pembelajaran ... 88

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 92

C. Rekomendasi ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Kategori dan Pola Jawaban Tes Tiga Tingkat (Three Tier Test) ... 25

2.2 Rekapitulasi beberapa hasil penelitian pada konsep termodinamika ... 29

2.3 Matrik label miskonsepsi yang ingin diidentifikasi dalam soal ... 31

2.4 Fase Pembelajaran Konseptual Interaktif dengan Multirepresentasi ... 32

3.1 Kategori reliabilitas tes ... 44

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.3 Kriteria Penilaian Konsistensi Ilmiah ... 46

3.4 Kategori Level Konsistensi Ilmiah ... 46

3.5 Kategori Perolehan N-change positif ... 48

3.6 Kategori Perolehan N-change negatif ... 49

3.7 Pilihan set jawaban yang menunjukkan tiap label miskonsepsi ... 49

3.8 Matrik konsepsi ilmiah dan miskonsepsi dalam soal ... 50

3.9 Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran ... 52

4.1 Kuantitas Mahasiswa di Tiap Level Konsistensi Ilmiah ... 54

4.2 Persentase rata-rata skor konsistensi ilmiah mahasiswa tiap tema ... 55

4.3 Kuantitas Mahasiswa di Tiap Level Konsistensi Representasi ... 57

4.4 Persentase kuantitas mahasiswa pada tiap label miskonsepsi ... 60

4.5 Persentase mahasiswa tiap kategori untuk tiap item soal FDT ... 61

4.6 Rekapitulasi keterlaksanaan pembelajaran konseptual interaktif ... 62


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Berbagai representasi dalam pembelajaran termodinamika ... 18

2.2 Diagram kerangka pikir penelitian ... 36

3.1 Desain Penelitian one-group pretest-posttest design ... 37

3.2 Alur Penelitian ... 40

3.3 Tema 2 dari RCET dan dua pola jawaban konsisten secara representasi 47 4.1 Diagram persentase rata-rata skor konsistensi ilmiah mahasiswa pada tes awal, tes akhir dan n-change ... 53

4.2 Diagram persentase mahasiswa yang konsisten ilmiah pada tiap tema .. 55

4.3 Diagram persentase rata-rata skor konsistensi ilmiah pada tiap tema .... 56

4.4 Diagram persentase rata-rata skor konsistensi representasi mahasiswa pada tes awal, tes akhir dan n-change. ... 57

4.5 Perbandingan persentase mahasiswa di tiap level konsistensi ilmiah dan representasi di akhir pembelajaran... 58

4.6 Diagram persentase rata-rata skor konsistensi representasi mahasiswa pada tiap tema ... 59

4.7 Sampel item soal RCET#11 yang mewakili T2 ... 70

4.8 Sampel item soal RCET#9 yang mewakili T9 ... 71

4.9 Sampel item soal RCET#27 yang mewakili T6 ... 73

4.10 Sampel item soal RCET#16 yang mewakili T10 ... 74

4.11 Tampilan proses isokhorik (kiri) dan isobarik (kanan) dengan bantuan simulasi virtual Phet. ... 75

4.12 Tampilan proses adibatik dengan bantuan simulasi Active Online Physics 80 4.13 Diagram P-V untuk soal FDT #14 (kiri) dan RCET #4M (kanan) ... 85


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran A

A.1 Kisi-kisi Representational Conceptual Evaluation on The First Law of

Thermodynamics (RCET) ... 104

A.2 Kisi-kisi The First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT) ... 127

A.3 Rekapitulasi hasil ujicoba dan reliabilitas RCET (Test-Retest) ... 152

A.4 Rekapitulasi hasil ujicoba dan reliabilitas FDT (Test-Retest) ... 158

Lampiran B B.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Konseptual Interaktif dengan Pendekatan Multirepresentasi ... 162

B.2 Active Learning Problem Sheet (ALPS) ... 189

Lampiran C C.1 Instrumen Representational Conceptual Evaluation on The First Law of Thermodynamics (RCET) ... 231

C.2 Instrumen The First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT) ... 246

C.3 Rekapitulasi hasil tes awal dan tes akhir RCET ... 257

C.4 Rekapitulasi hasil tes awal dan tes akhir FDT ... 261

C.5 Rekapitulasi keterlaksanaan pembelajaran ... 265

C.6 Rekapitulasi skala sikap mahasiswa ... 279

Lampiran D D.1 Dokumentasi penelitian ... 281

D.2 Surat izin penelitian... 282

D.3 Surat keterangan telah melakukan penelitian ... 283


(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembelajaran telah lama menjadi fokus esensial dalam penelitian pendidikan fisika. Berbagai bentuk pembelajaran telah dirancang sedemikian rupa guna memperoleh bentuk yang efektif dalam membantu mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran (McDermott, 2001). Salah satu tujuan yang diharapkan adalah mahasiswa memiliki pemahaman konsep yang baik (Meltzer, 2005). Menurut Hestenes (1997), indikator pemahaman konsep yang baik adalah ditandai dengan kemampuan untuk mengenali dan memanipulasi konsep dalam berbagai representasi. Mahasiswa yang benar-benar memahami konsep akan tetap mampu menyelesaikan masalah, meski konteks dan representasinya berbeda.

Pemahaman konsep berkaitan erat dengan konsistensi dalam menyelesaikan masalah. Savinainen dan Virii (2008) mendefinisikan konsistensi sebagai kemampuan mahasiswa dalam menjawab soal berbeda yang melibatkan konsep yang sama. Mahasiswa seringkali menggunakan pemahaman konsep yang benar dalam menjawab soal yang diberikan, tapi tidak menerapkan kembali konsep tersebut ketika konteks soal berubah. Steinberg dan Sabella (1997) berpendapat bahwa “perbedaan konteks dan sajian dapat menimbulkan perbedaan respon dari mahasiswa, bahkan sekalipun konsep yang mendasarinya identik”. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa hanya mampu menerapkan sebuah konsep dalam konteks yang menggunakan representasi tertentu, tapi gagal jika konteks atau representasi itu berubah (Savinainen dan Virii, 2004).

Kemampuan mahasiswa menggunakan representasi berbeda secara konsisten (baik benar maupun salah secara ilmiah) untuk menyelesaikan soal dengan konteks dan konten yang sama disebut konsistensi representasi. Sedangkan kemampuan mahasiswa menjawab soal dengan konteks dan konten yang sama secara konsisten dan benar secara fisika maupun representasi disebut dengan konsistensi ilmiah (Nieminen dkk., 2010). Mahasiswa yang memiliki konsistensi ilmiah sudah pasti juga memiliki konsistensi representasi, tetapi belum


(14)

2

tentu sebaliknya. Mahasiswa yang memiliki konsistensi representasi bisa saja tidak memiliki konsistensi ilmiah. Oleh karena itu, konsistensi ilmiah lebih penting karena mahasiswa yang memiliki konsistensi ilmiah selain menguasai kemampuan representasi, juga dapat dipastikan memiliki pemahaman konsep fisika yang benar.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa maupun mahasiswa masih sedikit yang memiliki konsistensi ilmiah. Penelitian Nieminen dkk. (2010) terhadap 168 siswa sekolah menengah di Finlandia menunjukkan bahwa tidak ada satu orang pun siswa yang konsisten secara ilmiah dalam menjawab soal konsep gaya yang diberikan sebelum pembelajaran. Bahkan setelah pembelajaran, persentase siswa yang konsisten hanya sebesar 11%. Hasil penelitian terhadap mahasiswa juga menunjukkan hal yang sama. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis terhadap 31 mahasiswa pendidikan fisika tahun pertama di salah satu universitas di Jawa Barat memperlihatkan bahwa setelah mengikuti pembelajaran konsep gaya, tidak ada satu pun mahasiswa yang konsisten secara ilmiah, sedangkan yang cukup konsisten sebanyak 3% dan tidak konsisten mencapai 97% (Sriyansyah dkk., 2015). Penelitian lainnya oleh Murtono dkk. (2014) terhadap 401 mahasiswa pendidikan fisika di beberapa perguruan tinggi di Indonesia juga menunjukkan hanya 19% mahasiswa yang konsisten menjawab secara ilmiah soal tentang gerak, hukum Newton, usaha dan energi. Data ini makin menegaskan bahwa mahasiswa calon guru fisika belum semuanya memiliki konsistensi ilmiah yang konsisten. Kenyataan ini menuntut adanya suatu upaya peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa calon guru fisika melalui sebuah pembelajaran yang tepat.

Selain harus memiliki konsistensi ilmiah, mahasiswa calon guru fisika juga tidak boleh miskonsepsi. Apabila calon guru mengalami miskonsepsi, maka miskonsepsi ini akan ditularkan kepada siswa. Namun faktanya, banyak hasil penelitian yang menemukan bahwa ternyata mahasiswa calon guru fisika juga mengalami miskonsepsi. Darmadi (2005) dan Lusdiana (2006) melaporkan bahwa mahasiswa calon guru fisika di Universitas Tadulako yang mengalami miskonsepsi pada konsep mekanika berturut-turut mencapai angka 45% dan 39%.


(15)

3

Taufiq (2012) juga melaporkan bahwa mahasiswa calon guru fisika di Universitas Negeri Semarang yang mengalami miskonsepsi pada konsep gaya mencapai 46%. Sedangkan di Universitas Negeri Gorontalo, mahasiswa calon guru fisika yang mengalami miskonsepsi terbesar pada lima konsep rangkaian listrik sederhana, mencapai rata-rata persentase 43% (Mursalin, 2013).

Semua hasil penelitian tersebut memperlihatkan kenyataan bahwa banyak mahasiswa calon guru fisika yang mengalami miskonsepsi dan memiliki konsistensi ilmiah yang masih rendah. Hal ini menjadi indikasi adanya masalah dalam pembelajaran fisika yang sebelumnya diterima oleh mahasiswa. Menurut McDermott (2001), berdasarkan hasil penelitian pendidikan Fisika ditemukan beberapa generalisasi permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran fisika, antara lain: (1) pembelajaran lebih cenderung kepada pemecahan masalah kuantitatif bukan kualitatif, (2) pembelajaran tradisional kurang menekankan pada hubungan antara konsep, representasi formal, dan dunia nyata, (3) pembelajaran tidak mengatasi kesulitan konseptual tertentu, bahkan tidak meningkatkan pemahaman tentang konsep dasar, (4) pembelajaran kurang menekankan pada kerangka konseptual yang koheren dan perkembangan kemampuan penalaran mahasiswa, dan (5) metode ceramah (teaching by telling) sangat tidak efektif bagi mahasiswa.

Berangkat dari keadaan ini, maka sudah selayaknya pembelajaran yang bersifat konseptual untuk mahasiswa calon guru menjadi fokus dalam penelitian pendidikan Fisika. Pembelajaran yang diharapkan tentu yang menekankan pada penanaman pemahaman konsep secara mendalam, membentuk konsistensi ilmiah dan mampu mengatasi miskonsepsi. Salah satu alternatif pembelajaran yang demikian adalah pembelajaran konseptual interaktif. Pembelajaran konseptual interaktif memiliki empat karakteristik, yaitu berfokus pada konsep (conceptual focus), mengutamakan interaksi kelas (classroom interactions), menggunakan bahan ajar berbasis penelitian (research-based materials), dan menggunakan teks (use of texts) (Savinainen dan Scott, 2002). Laporan penelitian Rusdiana dan Tayubi (2003), Tayubi dan Feranie (2004), dan Savinainen dan Scott (2002) menjadi bukti empiris bahwa pembelajaran konseptual interaktif mampu secara signifikan meningkatkan pemahaman konsep mahasiswa.


(16)

4

Pembelajaran konseptual interaktif menekankan pada penanaman konsep di awal pembelajaran dengan melibatkan persamaan matematis seminimum mungkin, hanya setelah konsep dipahami kemudian persamaan matematis diberikan. Bagian ini dapat dimanfaatkan untuk mengatasi miskonsepsi. Pada bagian penggalian dan penanaman konsep dalam pendekatan ini, biasanya menggunakan demonstrasi atau alat peraga untuk memperlihatkan fenomena fisis terkait konsep yang dipelajari. Ketika fenomena yang disajikan bertentangan dengan konsepsi yang dimiliki mahasiswa, maka muncullah konflik kognitif. Setelah itu, mahasiswa akan mengalami proses asimilasi dan akomodasi. Melalui proses asimilasi, mahasiswa akan menggunakan konsep yang telah dimilikinya untuk berhadapan dengan fenomena baru. Sedangkan melalui proses akomodasi, mahasiswa akan mengubah konsep yang dimilikinya yang tidak sesuai dengan fenomena baru, sehingga terjadilah perubahan konsep (Posner, dkk., 1982). Dengan demikian, selain berguna untuk menanamkan konsep, pembelajaran konseptual interaktif juga berguna untuk mengatasi miskonsepsi.

Hasil penelitian Suhandi, dkk. (2008), Gusrial (2009) dan Oni (2009) terkait kolaborasi pendekatan pembelajaran ini dengan penggunaan simulasi virtual menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran ini juga dapat digunakan untuk mengatasi miskonsepsi. Tetapi, pada beberapa label konsep dalam penelitian tersebut masih menunjukkan kuantitas siswa yang miskonsepsi cukup tinggi. Hal ini berarti simulasi virtual belum cukup membantu dalam beberapa konsep tertentu. Oleh karena itu, diperlukan berbagai bentuk representasi lain yang sesuai dengan karakteristik konsep, terutama bagi beberapa fenomena abstrak dalam Fisika yang masih belum banyak terdapat model simulasi virtualnya, sementara mengandung banyak miskonsepsi dan kesulitan, seperti pada hukum I Termodinamika.

Alternatif solusi yang dapat digunakan, yaitu pendekatan multirepresentasi (Van Heuvelen, 1991a). Pendekatan multirepresentasi yang dimaksud berupa pemanfaatan berbagai bentuk representasi, seperti verbal, piktorial, diagram, grafik, matematik, dan interaktif untuk mendukung penanaman konsep dan pemecahan masalah (Van heuvelen, 2001). Pendekatan multirepresentasi memberi


(17)

5

penekanan lebih besar pada pemahaman konsep dan penalaran kualitatif dan melatih mahasiswa agar lebih fleksibel dalam menyelesaikan masalah. Pendekatan ini dapat digunakan untuk mengajarkan dan mempelajari Fisika serta mengatasi miskonsepsi dengan jalan membantu mahasiswa membangun sendiri pemahaman kualitatif menggunakan multirepresentasi (Dufresne dkk, 1997; Van Heuvelen, 1991b).

Pendekatan multirepresentasi dapat dipadukan pada bagian penanaman dan penguatan konsep dalam pembelajaran konseptual interaktif. Pada bagian penanaman konsep, mahasiswa diberi kesempatan untuk membangun sendiri pemahamannya menggunakan multirepresentasi. Sedangkan di bagian penguatan konsep, mahasiswa harus menyelesaikan masalah dalam konteks yang bervariasi juga menggunakan multirepresentasi. Penggunaan multirepresentasi pada bagian penanaman konsep sekaligus dapat membantu mengatasi miskonsepsi. Hal ini karena penalaran kualitatif yang ditekankan dalam pendekatan multirepresentasi berguna untuk membangun hubungan logis antara fakta ilmiah dengan konsepsi yang dimiliki mahasiswa, sehingga mendukung terjadinya perubahan konseptual (Lawson, 1988).

Selain itu, pemanfaatan multirepresentasi dalam pembelajaran konseptual interaktif juga dimaksudkan untuk meningkatkan konsistensi ilmiah dengan mengurangi penggunaan bentuk representasi matematis yang selama ini mendominasi dalam pembelajaran. Lasry, Finkelstein, dan Mazur (2009) dan Hake (1998) menyebutkan bahwa memang kenyataannya mahasiswa terlalu banyak mendapatkan pelajaran Fisika yang dominan matematis dan terlalu sedikit konsep. Akibatnya, mahasiswa mengalami kesulitan dalam mempelajari Fisika karena mahasiswa justru lebih cenderung menghafal rumus dan algoritma pemecahan masalah, bukan mencoba membangun pemahaman konseptual yang mendalam (Elby, 1999). Oleh karena itu, pembelajaran konseptual dengan pendekatan multirepresentasi sangat cocok dijadikan alternatif pembelajaran untuk meningkatkan konsistensi ilmiah mahasiswa.

Pendekatan multirepresentasi telah banyak digunakan dalam penelitian dan dipandang efektif dalam meningkatkan pemahaman konseptual (Van


(18)

6

Heuvelen, 1991a; 1991b). Beberapa studi menggunakan pendekatan multirepresentasi menunjukkan bahwa pendekatan ini memiliki potensi untuk meningkatkan pemahaman konsep dan mengatasi miskonsepsi. Studi oleh Van Heuvelen dan Zou (2001) menunjukkan bahwa pendekatan multirepresentasi dalam pembelajaran proses usaha-energi mampu meningkatkan pemahaman konsep fisika. Wong dkk (2011) juga menjelaskan bahwa pembelajaran multirepresentasi pada konsep mekanika terbukti mampu membangun pemahaman konsep yang mendalam dan koheren. Studi lain oleh Waldrip dkk (2013) terhadap siswa sekolah menengah pertama menunjukkan bahwa partisipasi aktif siswa dalam berbagai proses penalaran menggunakan representasi mampu meningkatkan pemahaman konsep. Hasil studi Oktavianty (2012) menunjukkan bahwa kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa meningkat setelah pembelajaran dengan multirepresentasi. Begitu juga dengan meningkatkan kemampuan menjelaskan fenomena fisis (Oktifiyanti, 2012), konsistensi ilmiah (Aminudin, 2013; Nurzaman, 2014) dan menurunkan miskonsepsi (Ulfarina, 2010; Suhandi dan Wibowo, 2012).

Akan tetapi, dari sekian banyak penelitian yang menggunakan multirepresentasi, sebagian besar memfokuskan pada pemahaman konsep tentang materi mekanika dalam penelitiannya. Belum ada penelitian multirepresentasi yang mengambil konsistensi ilmiah pada materi termodinamika sebagai fokus dan materi penelitian. Padahal, beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa banyak mahasiswa mengalami miskonsepsi pada materi termodinamika (Wattanakasiwich dkk., 2013; Meltzer, 2004; Loverude dkk, 2002; Christensen dkk, 2009; Cochran dan Heron, 2006) dan juga hanya sedikit mahasiswa yang memiliki konsistensi ilmiah yang konsisten (Sriyansyah dkk., 2015; Murtono dkk., 2014). Alasan inilah yang membuat konsistensi ilmiah dan materi termodinamika menjadi sangat layak untuk diteliti.

Selain alasan tersebut, materi termodinamika juga dipilih atas dasar pertimbangan bahwa sejauh ini penelitian pada materi termodinamika lebih banyak berupa penelitian untuk mendiagnosis kesulitan dan miskonsepsi. Tidak banyak penelitian pada materi termodinamika, khususnya hukum I dan II


(19)

7

termodinamika yang mencoba mendesain pembelajaran yang cocok untuk mengatasi kesulitan dan miskonsepsi tersebut. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan juga masih memberi hasil perubahan yang tidak signifikan (Christensen dkk, 2009). Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk mengambil materi termodinamika.

Termodinamika adalah salah satu materi dalam kuliah Fisika Dasar bagi mahasiswa calon guru. Termodinamika termasuk dalam fenomena abstrak yang berkaitan dengan masalah multivariabel. Variabel-variabel tersebut berhubungan satu sama lain pada suatu keadaan kesetimbangan termodinamik. Kemampuan membangun hubungan logis antar variabel pada dua atau lebih keadaan termodinamik sangat dibutuhkan untuk memahami konsep termodinamika. Karakteristik seperti ini yang menyebabkan materi termodinamika mengandung banyak kesulitan dan tidak sedikit pula mahasiswa yang mengalami miskonsepsi.

Beberapa penelitian yang menyelidiki tentang miskonsepsi mahasiswa yang terjadi pada konsep termodinamika, antara lain: miskonsepsi pada konsep kalor, usaha, energi dalam, dan hukum I termodinamika (Leinonen dkk, 2013; Kautz dkk, 2005; Meltzer, 2004; Loverude dkk, 2002; Yeo dan Zadnik, 2001; Roon dkk, 1994; Rozier dan Viennot, 1991; Fuchs, 1987; Granville, 1985), mesin kalor, entropi dan hukum II termodinamika (Christensen dkk, 2009; Cochran dan Heron, 2006; Jhonstone, 1977). Hasil penelitian ini secara umum menunjukkan mahasiswa masih mengalami kesulitan untuk memahami konsep termodinamika. Beberapa kesulitan yang dialami mahasiswa, antara lain: tidak mampu untuk (1) membedakan konsep kalor, suhu, usaha, dan energi dalam, (2) mengaitkan hukum pertama termodinamika dengan kompresi adiabatik gas ideal dan konteks mekanika yang lebih luas, (3) menginterpretasikan diagram P-V untuk keadaan termodinamika tertentu, dan (4) memahami konsep entropi dalam hukum kedua termodinamika, termasuk arti dari sistem dan lingkungan (Loverude dkk, 2002; Meltzer, 2004; Christensen, 2009).

Menurut Loverude dkk (2002), semua kesulitan dan miskonsepsi tersebut dapat dibenahi dengan membantu mahasiswa untuk mengintegrasikan konsep dan prinsip yang telah dipelajari ke dalam sebuah kerangka konseptual yang koheren.


(20)

8

Hal ini membutuhkan penekanan pada proses pembelajaran. Akan tetapi sayangnya, penelitian terkait dengan pengembangan pembelajaran pada materi termodinamika masih sangat sedikit untuk tingkat universitas. Sekalipun memang telah terdapat banyak penelitian tentang pembelajaran konsep dasar termodinamika, seperti kalor, suhu, dan hantaran kalor, tapi yang fokus pada pembelajaran konsep hukum pertama dan kedua termodinamika pada tingkat universitas masih dalam hitungan jari (Meltzer, 2004).

Sebuah pendekatan yang pernah dirancang oleh Christensen dkk (2009) untuk mengatasi miskonsepsi pada materi termodinamika masih memberi hasil perubahan yang tidak signifikan setelah pembelajaran. Begitu juga dengan hasil Leinonen dkk. (2013) yang menggunakan pembelajaran peer instruction dipandang masih belum efektif dan efisien. Hal ini berarti bahwa pengembangan pembelajaran dan desain kurikulum yang tepat masih sangat diperlukan untuk membantu mahasiswa memahami konsep dasar dan mengatasi miskonsepsi pada materi termodinamika (Meltzer, 2004; Kautz dkk, 2005).

Mengingat karakteristik fenomena termodinamika yang abstrak dan berkaitan dengan masalah multivariabel, maka penanaman konsep harus menjadi fokus utama. Pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi akan menjadi pilihan tepat untuk digunakan. Pemanfaatan multirepresentasi sangat berguna dalam melatih mahasiswa untuk membuat, menginterpretasi, dan memanipulasi diagram P-V berbagai proses termodinamik. Khususnya melatih untuk mengkonversi antara representasi diagram dan deskripsi fisis dari sebuah proses yang diberikan, terutama dalam konteks proses siklis (Meltzer, 2004). Inilah juga yang menjadi alasan mengapa pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi layak dicoba untuk meningkatkan konsistensi ilmiah dan mengatasi miskonsepsi pada materi termodinamika.

Berdasarkan paparan tersebut, maka penulis merasa perlu melakukan penyelidikan tentang penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi di tingkat universitas untuk melihat dampaknya


(21)

9

terhadap peningkatan konsistensi ilmiah dan penurunan kuantitas mahasiswa calon guru yang miskonsepsi pada materi termodinamika.

B. Identifikasi Masalah

Setiap pembelajaran senantiasa bertujuan agar mahasiswa memiliki pemahaman konsep yang baik. Indikator pemahaman konsep yang baik adalah ditandai dengan memiliki konsistensi ilmiah dan tidak miskonsepsi. Mahasiswa dengan konsistensi ilmiah yang baik akan mampu menggunakan berbagai repesentasi untuk menyelesaikan soal dengan konsepsi ilmiah. Oleh karena itu, sangat diharapkan agar mahasiswa memiliki konsistensi ilmiah dan tidak miskonsepsi pada semua materi Fisika.

Akan tetapi, berdasarkan paparan sebelumnya, masih banyak ditemukan mahasiswa yang tidak konsisten secara ilmiah dalam memahami konsep fisika (Murtono dkk., 2014) dan khusus pada materi termodinamika, banyak yang mengalami miskonsepsi (Meltzer, 2004; Loverude dkk, 2002; Christensen dkk, 2009; Cochran dan Heron, 2006). Sementara itu, penelitian terkait pengembangan pembelajaran pada materi termodinamika juga masih sedikit untuk tingkat universitas (Meltzer, 2004), bahkan tidak terdapat laporan penelitian tentang konsistensi ilmiah pada materi termodinamika. Hal ini membuat upaya untuk meningkatkan konsistensi ilmiah dan mengatasi miskonsepsi pada materi termodinamika menjadi sangat penting dan membutuhkan perhatian khusus. Oleh karena itu, dipandang perlu melakukan upaya berkelanjutan untuk mendesain alternatif pembelajaran yang efektif agar mampu meningkatkan konsistensi ilmiah dan mengatasi miskonsepsi pada materi termodinamika.

Mengingat bahwa termodinamika berkaitan dengan fenomena abstrak dan masalah multivariabel, maka pembelajaran yang diharapkan tentu harus dapat memfasilitasi materi dengan karaktersitik demikian. Pembelajaran yang dipandang mampu meningkatkan konsistensi ilmiah dan menurunkan kuantitas miskonsepsi pada materi termodinamika adalah sebuah pembelajaran konseptual interaktif (Savinainen dan Scott, 2002) dengan pendekatan multirepresentasi (Van Heuvelen, 1991a; 1991b). Hal ini didasarkan pada hasil penelitian terdahulu yang


(22)

10

menunjukkan potensi pembelajaran konseptual interaktif dan pendekatan multirepresentasi. Pembelajaran ini diharapkan menjadi sebuah pembelajaran konseptual berkualitas.

.

C. Rumusan Masalah

Permasalahan yang ingin dijawab pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Sejauhmana penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi dapat meningkatan konsistensi ilmiah dan menurunkan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi pada materi termodinamika?”

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa calon guru pada materi termodinamika sebagai dampak dari penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi?

2. Bagaimana peningkatan konsistensi representasi mahasiswa calon guru pada materi termodinamika sebagai dampak dari penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi?

3. Bagaimana penurunan kuantitas mahasiswa calon guru yang miskonsepsi pada materi termodinamika sebagai dampak dari penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi?

4. Bagaimana tanggapan mahasiswa calon guru terhadap pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi pada materi termodinamika?

5. Apa kekuatan dan kelemahan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi untuk mengajarkan materi termodinamika berdasarkan implementasinya?

D. Batasan Masalah

Agar lingkup masalah yang diteliti lebih fokus, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:


(23)

11

1. Peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa dimaksudkan sebagai perubahan konsistensi ilmiah ke arah lebih baik antara sebelum dan sesudah pembelajaran. Kategori peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa ditentukan oleh rata-rata skor N-change positif ( c̅ ).

2. Peningkatan konsistensi representasi mahasiswa dimaksudkan sebagai perubahan konsistensi representasi ke arah lebih baik antara sebelum dan sesudah pembelajaran. Kategori peningkatan konsistensi representasi mahasiswa ditentukan oleh rata-rata skor N-change positif ( c̅ ).

3. Penurunan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi dimaksudkan sebagai perubahan kuantitas mahasiswa yang mengalami miskonsepsi ke arah yang lebih sedikit antara sebelum dan sesudah pembelajaran. Kategori penurunan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi ditentukan oleh rata-rata skor N-change negatif ( c̅ ).

4. Materi fisika yang ditinjau dalam penelitian ini difokuskan pada materi hukum I termodinamika dan aplikasinya dalam berbagai proses termodinamik gas ideal pada ruang tertutup (isotermal, isobarik, isokhorik, adiabatik, dan ekspansi bebas).

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:

1. Mendapatkan gambaran peningkatan konsistensi ilmiah mahasiswa calon guru pada materi termodinamika sebagai dampak penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi.

2. Mendapatkan gambaran peningkatan konsistensi representasi mahasiswa calon guru pada materi termodinamika sebagai dampak penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi.

3. Mendapatkan gambaran penurunan kuantitas mahasiswa calon guru yang miskonsepsi pada materi termodinamika sebagai dampak penerapan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi.


(24)

12

4. Mendapatkan gambaran tanggapan mahasiswa calon guru terhadap pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi pada materi termodinamika.

5. Mendapatkan gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi untuk meningkatkan konsistensi ilmiah dan menurunkan miskonsepsi materi termodinamika berdasarkan implementasinya.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai :

1. Bahan pengembangan pembelajaran dan desain kurikulum yang tepat pada pembelajaran Fisika, khususnya materi termodinamika, oleh pengambil kebijakan dan pengembang kurikulum.

2. Alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh tenaga pendidik dalam merancang pembelajaran konseptual yang berkualitas.

3. Bukti empiris tentang potensi pemanfaatan pendekatan multirepresentasi dalam pembelajaran konseptual interaktif pada materi termodinamika yang dapat dijadikan sebagai pembanding, pendukung dan rujukan bagi penelitian sejenis.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah metode pre-experiment. Metode eksperimen ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian yang hanya ingin melihat dampak suatu perlakuan terhadap variabel terikat, tidak sampai pada pengujian efektivitasnya jika dibanding dengan perlakuan lain (Creswell, 2014; Fraenkel dkk., 2012). Variabel yang diteliti terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi merupakan variabel bebas, sedangkan konsistensi ilmiah dan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi merupakan variabel terikat.

Desain pre-experiment yang digunakan adalah one-group pretest-posttest design. Desain ini disajikan pada Gambar 3.1, dimana subyek penelitian hanya menggunakan satu kelas tanpa kelompok pembanding. Subyek penelitian diberi tes awal (pretest), dilanjutkan dengan perlakuan berupa pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi (X), kemudian tes akhir (posttest) (O) (Creswell, 2014). Tes awal dan tes akhir berupa tes konsistensi ilmiah (O1) dan

diagnostik miskonsepsi (O2).

O

1

, O

2

X

O

1

, O

2

Tes Awal Perlakuan Tes Akhir

Gambar 3.1 Desain Penelitian one-group pretest-posttest design B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa calon guru fisika di salah satu LPTK di Kota Mataram, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sampel penelitian sebanyak 30 mahasiswa semester dua yang mengikuti perkuliahan Fisika Dasar II pada tahun ajaran 2014/2015. Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik convenience sampling, yaitu teknik dimana sampel yang dipilih untuk penelitian karena hanya sampel tersebut yang tersedia (Fraenkel dkk., 2012).


(26)

38

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran istilah-istilah dalam penelitian ini, maka penulis memberi penjelasan istilah sebagai berikut:

1. Pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi didefinisikan sebagai pembelajaran konseptual yang memanfaatkan beragam representasi (verbal, diagram, grafik dan matematik) untuk menanamkan dan menguatkan konsep dalam setting interaktif. Pembelajaran ini dilengkapi lembar kerja yang memanfaatkan multirepresentasi. Karakteristik pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi meliputi: (1) conceptual focus ; (2) classroom interactions; (3) research-based material using multiple-representations format (ALPS); dan (4) use of text. Keterlaksanaan pembelajaran diamati melalui observasi selama pembelajaran dengan panduan lembar observasi;

2. Konsistensi ilmiah didefinisikan sebagai kemampuan mahasiswa untuk menggunakan representasi berbeda secara konsisten dan benar secara ilmiah dalam menyelesaikan soal isomorfik (dengan konteks dan konten yang sama). Adapun apabila mahasiswa mampu menggunakan representasi secara konsisten namun tidak melihat benar atau salah secara ilmiah, maka disebut konsistensi representasi. Konsistensi ilmiah dan representasi dalam penelitian ini diukur menggunakan Representational Conceptual Evaluation in The First Law of Thermodynamics (RCET). Level konsistensi ilmiah dan representasi mahasiswa dikategorikan menjadi tiga, yaitu konsisten, cukup konsisten dan tidak konsisten;

3. Miskonsepsi didefinisikan sebagai konsepsi yang telah tertanam kuat dan diyakini kebenarannya oleh mahasiswa, sedangkan konsepsi tersebut berbeda dengan konsepsi ilmiah menurut para ilmuwan. Penelitian ini menentukan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi berdasarkan data hasil First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT) yang berbentuk three tier test.


(27)

39

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilalui terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Garis besar prosedur penelitian disajikan secara ringkas dalam alur penelitian pada Gambar 3.2.

1. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan diawali dengan kegiatan studi pendahuluan untuk mengamati kegiatan pembelajaran riil yang dilakukan di kelas dan mengidentifikasi pemahaman konsep, konsistensi ilmiah dan miskonsepsi pada mahasiswa tahun pertama (freshman). Hasil pengamatan memberikan gambaran sejauhmana pemahaman konsep dan konsistensi awal yang dimiliki oleh mahasiswa.

Selain itu, hasil studi literatur terhadap penelitian sebelumnya juga semakin menguatkan temuan-temuan studi pendahuluan tentang profil pemahaman konsep, konsistensi ilmiah dan miskonsepsi yang dimiliki mahasiswa. Hal ini semakin memperjelas masalah yang diidentifikasi. Hasil studi literatur juga memberikan alternatif solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu pembelajaran konseptual inteaktif dengan pendekatan multirepresentasi.

Setelah menentukan variabel-variabel yang akan diteliti dan menemukan solusi yang dipandang tepat berdasarkan kajian literatur, tahap selanjutnya adalah penyusunan instrumen dan perangkat pembelajaran. Tahap penyusunan ini didahului dengan analisis materi dan standar kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran. Penyusunan instrumen tes diagnostik miskonsepsi (FDT) yang berupa three tier-test, diawali dengan menyusun kisi-kisi instrumen sesuai dengan daftar miskonsepsi yang ditentukan, membuat rancangan soal sesuai kisi-kisi yang dimodifikasi dari instrumen peneliti sebelumnya, mengkonsultasikannya kepada dosen pembimbing dan melakukan validasi kepada beberapa pakar, merevisi sesuai saran perbaikan, dan mengujicobakan soal tersebut kepada mahasiswa tahunkedua yang telah menempuh kuliah termodinamika. Sedangkan penyusunan tes konsistensi (RCET) diawali dengan menentukan tema konsep yang akan dikembangkan menjadi beberapa soal dengan tiga representasi berbeda. Tiap tema berisi tiga soal representasi berbeda. Setelah itu, menyusun kisi-kisi instrumen,


(28)

40

membuat rancangan soal awal yang akan dikonsultasikan ke pembimbing, memvalidasi soal ke pakar dan mengujicobakannya kepada mahasiswa yang telah menempuh kuliah termodinamika. Proses penyusunan instrumen dan perangkat pembelajaran melalui proses justifikasi oleh beberapa ahli konten fisika dan evaluasi dalam pembelajaran fisika. Terakhir adalah ujicoba.

Tes Awal

Observasi

Skala Sikap Tes Akhir

Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan

Tahap Perencanaan

Tahap Pelaksanaan

Tahap Akhir

Pembelajaran Konseptual Interaktif dengan Pendekatan Multirepresentasi

Rumusan Masalah

Penyusunan Instrumen Penelitian dan Perangkat Pembelajaran Studi Literatur

Studi Pendahuluan

Rancangan Instrumen Penelitian a) Tes RCET

b) Tes Diagnostik FDT c) Skala Sikap d) Lembar Observasi

Rancangan Perangkat Pembelajaran a) Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

b) ALPS Kit Termodinamika

Justifikasi Ahli Uji Coba dan Analisis Instrumen

Revisi Instrumen

Instrumen dan Perangkat Final Solusi Permasalahan

Pembelajaran Konseptual Interaktif dengan Pendekatan Multirepresentasi


(29)

41

Gambar 3.2 Alur Penelitian

Hasil analisis ujicoba instrumen ini akan menghasilkan instrumen yang siap digunakan untuk penelitian setelah sebelumnya melalui revisi akhir yang diperlukan. Setelah instrumen dan perangkat pembelajaran siap, dilanjutkan dengan mengurus perizinan untuk penelitian di universitas yang ditentukan.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan diawali dengan melakukan tes awal, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pembelajaran untuk tiga kali pertemuan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran konseptual interaktif menggunakan pendekatan multirepresentasi dilakukan setiap kali pertemuan dengan bantuan dua orang pengamat. Setelah kegiatan pembelajaran yang direncanakan selesai, subyek penelitian diuji kembali pada tes akhir. Selanjutnya diberi skala sikap untuk mengetahui tanggapan mereka tentang pembelajaran konseptual interaktif menggunakan pendekatan multirepresentasi. Berikutnya dilanjutkan dengan tahap akhir.

3. Tahap Akhir

Tahap ini merupakan tahap analisis data yang diperoleh dan penyusunan laporan akhir. Hasil analisis data kemudian dibahas secara mendalam dan berujung pada kesimpulan. Kesimpulan yang ditarik tentunya sebagai jawaban atas permasalahan penelitian.

E. Instrumen Penelitian 1. Jenis Instrumen

Instrumen yang digunakan terdiri atas tes konsistensi, tes diagnostik miskonsepsi, skala sikap, dan lembar observasi. Berikut penjelasan tiap instrumen.

a) Tes Konsistensi (RCET)

Representational Conceptual Evaluation in The First Law of Thermodynamics (RCET) berupa soal berbentuk pilihan ganda sebanyak 30 butir yang terbagi dalam 10 tema. Setiap tema terdiri atas tiga soal dengan tiga representasi berbeda (verbal, diagram dan matematik), tapi konten dan konteks


(30)

42

sama. Indikator tes RCET disusun berdasarkan taksonomi Bloom revisi (Anderson dkk., 2001). Kisi-kisi penyusunan tes RCET dapat dilihat pada Lampiran A.1.

b) Tes Diagnostik Miskonsepsi (FDT)

First Law of Thermodynamics Diagnostic Test (FDT) berbentuk tes tiga tingkat (three tier test) yang bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi mahasiswa. Bentuk tes ini berupa pilihan ganda di masing-masing tingkat. Tingkat pertama berisi konten soal beserta pilihan jawaban, tingkat kedua berisi pilihan alasan, dan tingkat ketiga berupa derajat keyakinan Certainty of Response Index (CRI), yaitu yakin dan tidak yakin. Tes FDT berjumlah 14 butir yang mencakup 11 label miskonsepsi. Kisi-kisi penyusunan tes FDT dapat dilihat pada Lampiran A.2.

c) Skala Sikap

Skala sikap digunakan untuk menjaring tanggapan mahasiswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan multirepresentasi yang telah dilakukan. Skala sikap ini berupa lembar yang berisi daftar pernyataan yang diisi oleh mahasiswa sesuai dengan skala sikap yang dipilih dan apa yang mahasiswa rasakan dalam proses pembelajaran. Skala sikap ini disusun dalam bentuk pernyataan positif dan negatif dengan dua pilihan respon, yaitu setuju (S) dan tidak setuju (TS). Rekapitulasi skala sikap mahasiswa dapat lihat pada Lampiran C.6.

d) Lembar Observasi

Lembar observasi ini berupa daftar isian yang di dalamnya terdapat aktivitas guru dan mahasiswa yang diisi oleh observer untuk mengamati keterlaksanaan pembelajaran secara langsung. Lembar observasi ini berbentuk cheklist (√), artinya jika kriteria yang dimaksud dalam lembar observasi terlaksana maka pengamat akan memberikan tanda cheklist (√). Rekapitulasi hasil keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Lampiran C.5.

2. Analisis Instrumen

Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu dianalisis validitas dan reliabilitas soal.


(31)

43

a) Validitas Tes

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan atau kevalidan suatu instrumen (Arikunto, 2013). Validitas tes menunjukkan sejauhmana tes itu reliabel dan relevan, yaitu mampu mengukur secara konsisten apa yang diukur. Uji validitas instrumen penelitian ini cukup menggunakan validitas konten yang dinilai oleh tiga orang ahli konten termodinamika dan dua orang ahli evaluasi pembelajaran fisika berdasarkan kisi-kisi penyusunan tes (Aubrecht dan Aubrecht, 1983). Validitas konten menunjukkan kesesuaian antara item tes dengan domain konten yang diajarkan.

Berdasarkan hasil validasi oleh kelima ahli tersebut, diketahui bahwa kedua instrumen RCET dan FDT layak untuk digunakan dalam penelitian setelah melalui perbaikan yang disarankan. Untuk instrumen RCET, jumlah butir soal tetap dipertahankan sebanyak 30 karena soal telah sesuai dengan indikator yang ditetapkan, sesuai dengan format representasi yang digunakan dalam tiap tema dan soal tepat dengan kunci yang diberikan. Adapun beberapa catatan yang diberikan ahli konten meliputi: (1) untuk soal yang mengandung konsep mikroskopik, seperti RCET#1 diperbaiki supaya koheren dengan hukum termodinamika; (2) perhatikan kesesuaian arah proses yang ditampilkan dalam diagram P-V dengan deskripsi yang diberikan; (3) perbaiki redaksi stem soal sesuai dengan catatan perbaikan yang diberikan. Selain itu, ahli juga mengingatkan bahwa soal RCET yang disusun memerlukan ketajaman berpikir untuk menyelesaikannya, sehingga pertimbangkan proses pembelajaran yang berlangsung.

Untuk instrumen FDT, tetap juga dipertahankan sebanyak 14 soal. Ahli memberi beberapa perbaikan yang meliputi: untuk soal FDT#9, agar lebih ditekankan dalam proses pembelajaran, perbaiki redaksi pada soal yang diberi catatan, dan untuk soal FDT#14 kunci jawaban tidak tepat, perbaiki sesuai saran yang diberikan. Namun demikian, secara keseluruhan item soal yang disusun dianggap layak oleh lima ahli pendidikan fisika.


(32)

44

b) Reliabilitas Tes

Reliabilitas tes dapat diartikan sebagai konsistensi pengukuran, yaitu konsistensi hasil yang diberikan oleh instrumen tes tersebut apabila digunakan dalam beberapa kali pengukuran (Popham, 2006). Penelitian ini menggunakan reliabilitas eksternal (stability reliability) yang diukur menggunakan metode tes ulang (test-retest). Metode ini melihat korelasi antara skor pada dua pengukuran yang menggunakan tes dan kelompok yang sama dalam kurun waktu berbeda.

Nilai korelasi kedua skor pengukuran dihitung menggunakan persamaan Pearson product moment berikut:

2 2

2

 

2

) ( ) )( ( Y Y N X X N Y X XY N rXY          

( 3.1 )

keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y;

N = jumlah responden;

X = skor item tes pada pengukuran I; = skor item tes pada pengukuran II.

Nilai koefisien korelasi yang diperoleh dikonsultasikan dengan tabel r product moment dengan taraf signifikan 5%. Apabila nilai koefisien korelasi hitung lebih kecil dari nilai tabel (rxy<rtabel), maka instrumen dikatakan tidak reliabel.

Sebaliknya, bila nilai koefisien korelasi hitung lebih besar atau sama dengan nilai tabel (rxy ≥ rtabel), maka instrumen reliabel (Arikunto, 2013). Kategori nilai

koefisien korelasi disajikan pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Kategori reliabilitas tes

Interval Kategori

0,80 < r ≤ 1,00 0,60 < r ≤ 0,80 0,40 < r ≤ 0,60 0,20 < r ≤ 0,40

r ≤ 0,20

Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah


(33)

45

Instrumen yang telah divalidasi dan direvisi, kemudian diujicobakan kepada 57 mahasiswa untuk RCET dan 51 mahasiswa untuk FDT. Mahasiswa yang dilibatkan dalam ujicoba instrumen adalah mahasiswa pendidikan fisika tahun kedua di salah satu universitas di Jawa Barat. Mahasiswa tersebut baru saja menyelesaikan perkuliahan termodinamika. Koefisien korelasi yang diperoleh berturut-turut sebesar 0,48 untuk RCET dan 0,41 untuk FDT. Keduanya berada pada kategori reliabilitas cukup dan masih dapat diterima. Rekapitulasi hasil ujicoba instrumen RCET dan FDT dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran A.3 untuk RCET dan Lampiran A.4 untuk FDT.

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes dan teknik non tes. Teknik tes berupa tes RCET dan tes FDT, sedangkan teknik non tes berupa skala sikap dan lembar observasi. Teknik pengumpulan data disajikan dalam bentuk matrik antara teknik pengumpulan data, sumber data, jenis data dan instrumen pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data Teknik

Pengumpulan

Sumber

Data Jenis Data Instrumen

Tes tertulis di awal dan akhir

pembelajaran

Mahasiswa

Konsistensi ilmiah dan representasi mahasiswa pada materi hukum I termodinamika

Tes RCET

Kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi pada materi hukum I termodinamika

Tes FDT

Kuesioner setelah

pembelajaran Mahasiswa

Tanggapan mahasiswa terhadap pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi Skala Sikap Observasi selama pembelajaran Aktivitas guru dan mahasiswa Catatan keterlaksanaan pembelajaran Lembar observasi


(34)

46

G. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh terdiri atas data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif dianalisis menggunakan uji statistik, sedangkan data kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk menemukan indikator yang cenderung muncul dalam penelitian. Masing-masing teknik analisis data dijabarkan sebagai berikut.

1. Analisis Tes

Pada penelitian ini, teknik analsis untuk data konsistensi ilmiah dan data konsistensi representasi adalah sama. Oleh sebab itu, berikut akan dicontohkan analisis data untuk konsistensi ilmiah. Pemberian skor masing-masing tema yang terdiri dari tiga soal dengan bentuk representasi berbeda, mengacu pada aturan yang digunakan oleh Nieminen dkk. (2010), seperti yang disajikan dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Konsistensi Ilmiah

Untuk mengetahui level konsistensi ilmiah masing-masing mahasiswa dalam keseluruhan tes, maka dihitung rata-rata skor untuk semua tema. Skor mahasiswa untuk semua tema dijumlahkan lalu dibagi dengan jumlah tema, sehingga rata-rata skor juga akan berada dalam interval 0 sampai 2. Berdasarkan rata-rata skor tersebut, konsistensi ilmiah (KI) mahasiswa dikategorikan menjadi tiga level konsistensi (Nieminen dkk., 2010), seperti pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Kategori Level Konsistensi Ilmiah

Skor Kriteria

2 Apabila mahasiswa memilih tiga dari tiga jawaban yang berhubungan dan benar secara ilmiah dalam satu tema sama. 1 Apabila mahasiswa memilih dua dari tiga jawaban yang

berhubungan dan benar secara ilmiah dalam satu tema sama. 0

Apabila mahasiswa hanya memilih satu atau tidak ada dari tiga jawaban yang berhubungan dan benar secara ilmiah dalam satu tema sama.

Level Interval Skor Kategori

I 1,70 (85%) ≤ KI ≤ 2,00 (100%) Konsisten II 1,20 (60%) ≤ KI < 1,70 (85%) Cukup konsisten III 0,00 (0%) ≤ KI < 1,20 (60%) Tidak konsisten


(35)

47

Gambar 3.3 Tema 2 dari RCET dan dua pola jawaban yang konsisten secara representasi = Konsisten representasi


(36)

48

Untuk mengetahui peningkatan konsistensi ilmiah dilakukan dengan menghitung besarnya skor change positif yang dinormalisasi (N-change). Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan interpretasi perolehan gain masing-masing mahasiswa. Nilai N-change positif (<c>) dihitung menggunakan rumus yang sama dengan N-gain yang dikembangkan oleh Hake (1998), tapi disempurnakan oleh Marx dan Cummings (2007). Hal ini dilakukan penulis untuk menghindari kesalahan interpretasi pada saat melakukan pembahasan dan penyajian data. Nilai <c> positif untuk peningkatan dan <c> negatif untuk penurunan.

( 3.2 )

dimana Spost adalah rata-rata skor KI tes akhir, Spre adalah rata-rata skor KI tes awal,

dan Smax adalah rata-rata skor KI maksimal tes. Kategori perolehan N-gain disajikan

pada Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5 Kategori Perolehan N-change positif

Interval Kriteria

( ) ≥ 70% 30% ≤ ( ) < 70%

( ) < 30%

Tinggi Sedang Rendah

(Hake,1998). Sedangkan untuk mengetahui penurunan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi menggunakan persamaan N-change negatif yang diberikan oleh Marx dan Cummings (2007).

( 3.3 )

dimana ( ) adalah reduksi kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi yang dinormalisasi, Mpost dan Mpre berturut-turut adalah kuantitas mahasiswa yang

miskonsepsi setelah dan sebelum pembelajaran. Kategori penurunan kuantitas mahasiswa yang miskonsepsi diinterpretasikan berdasarkan Tabel 3.6.


(37)

49

Tabel 3.6 Kategori Perolehan N-change negatif

Interval Kriteria

( ) ≤− 70% − 30% ≥ ( ) > − 70%

( ) > − 30%

Tinggi Sedang Rendah

Adapun untuk menghitung skor miskonsepsi mahasiswa ditentukan dari pola jawaban yang diberikan mahasiswa. Mahasiswa akan mendapatkan skor miskonsepsi apabila pola jawaban yang diberikan sesuai dengan alternatif set yang menunjukkan masing-masing label miskonsepsi, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.7. Adapun matrik sebaran miskonsepsi tiap label miskonsepsi dan nomor soal tes FDT disajikan pada Tabel 3.8.

Tabel 3.7 Pilihan set jawaban yang menunjukkan tiap label miskonsepsi

Label Pilihan jawaban yang menunjukkan sebuah miskonsepsi

berdasarkan pola jawAban di ketiga tingkat pada tes FDT n M1

1/B/B/A; 1/B/A/A; 1/B/D/A; 1/C/B/A; 1/C/D/A; 1/C/A/A; 1/D/B/A; 1/D/D/A; 1/A/B/A; 1/A/A/A; 1/A/D/A; 3/D/B/A; 7/D/B/A; 9/B/A/A; 13/B/D/A; 13/A/B/A; 13/A/A/A

5

M2

2/A/A/A; 2/A/E/A; 2/B/D/A; 2/B/A/A; 2/B/C/A; 2/B/E/A; 2/C/A/A; 2/C/E/A; 2/D/A/A; 2/D/E/A; 14/A/A/A; 14/A/B/A; 14/A/C/A; 14/A/F/A; 14/B/A/A; 14/B/C/A; 14/B/F/A; 14B/G/A

2

M3 3/A/C/A 1

M4 4/B/D/A 1

M5 5/A/A/A; 5/A/B/A; 5/A/D/A; 5/C/E/A 1

M6 6/A/A/A 1

M7 2/A/E/A; 2/B/E/A; 2/C/E/A; 2/D/E/A; 7/C/A/A; 8/A/D/A;

8/A/C/A; 10/B/C/A; 14/A/G/A; 14/B/G/A 5

M8 9/B/A/A; 9/B/B/A; 9/B/A/A 1

M9 10/B/C/A; 10/B/D/A; 10/B/E/A 1

M10 11/C/A/A 1

M11 12/A/A/A; 12/A/D/A 1


(38)

50

Tabel 3.8. Matrik konsepsi ilmiah dan miskonsepsi dalam soal

Label Miskonsepsi Konsepsi Ilmiah No.

Soal

M1

Usaha merupakan fungsi keadaan. (Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004; Loverude dkk., 2002)

Usaha merupakan fungsi bergantung proses/lintasan yang dilalui, bukan fungsi keadaan. Usaha adalah suatu mekanisme perpindahan energi.

#1, #3, #7, #9, #13

M2 Kalor merupakan fungsi keadaan. (Leinonen, 2013; Meltzer, 2004)

Kalor merupakan fungsi bergantung proses/lintasan yang dilalui, bukan fungsi keadaan. Kalor adalah suatu mekanisme perpindahan energi.

#2, #14

M3

Usaha positif dilakukan oleh lingkungan pada sistem selama proses ekspansi

isobarik.

(Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004)

Usaha negatif dilakukan oleh lingkungan pada sistem atau usaha positif dilakukan oleh sistem pada lingkungan selama proses ekspansi isobarik.

∆V>0; Wpd=−∫ P. dV<0

#3

M4

Usaha bukan termasuk mekanisme

perpindahan energi. (Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004;

Loverude dkk, 2002)

Usaha (W) dan kalor (Q) merupakan dua cara yang terpisah (independen) untuk memindahkan energi berdasarkan hukum I termodinamika ∆U=Q+Wpd.

#4

M5

Terjadi perubahan energi kinetik total molekul saat kompresi isotermal gas ideal.

(Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004)

Energi kinetik total molekul disebut juga energi dalam gas (U=EKtot=(3/2)nRT) yang bergantung pada jumlah molekul

dan suhu.

#5

M6

Tidak terdapat perpindahan kalor saat

kompresi isotermal gas ideal.

(Leinonen, 2013; Meltzer, 2004)

Pada proses isotermal ∆U=0,berdasarkan ∆U=Q+Wpd; maka

Q=Wpd. Artinya, usaha yang diterima sistem, energinya akan

dilepaskan oleh sistem ke lingkungan berupa perpindahan kalor tanpa sedikitpun mengubah energi dalam gas.


(39)

51

Tabel 3.8. Matrik konsepsi ilmiah dan miskonsepsi dalam soal ( Lanjutan )

Label Miskonsepsi Konsepsi Ilmiah No.

Soal

M7

Setiap terjadi proses perpindahan kalor, selalu melibatkan usaha. (Meltzer, 2004; Loverude dkk, 2002; Goldring dan Osborne, 1994)

Usaha (W) dan kalor (Q) merupakan dua cara yang terpisah (independen) untuk memindahkan energi berdasarkan hukum I termodinamika ∆U=Q+Wpd.

Pada proses isokhorik: Wpd=0, ∆U=Q ≠0.

Pada proses adiabatik: Q=0, ∆U=Wpd≠0.

#2, #14, #7, #8,

#10

M8

Usaha total yang dilakukan oleh gas selama proses siklis sama dengan nol. (Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004)

Usaha total selama proses siklis tidak nol. Luasan yang dilingkupi lintasan dalam diagram P-V sama dengan nilai

absolut usaha yang dilakukan selama proses siklis tersebut. #9 M9

Kalor total yang dipindahkan ke dalam gas selama proses siklis sama dengan nol. (Leinonen dkk., 2013; Meltzer, 2004)

Kalor total yang dipindahkan selama proses siklis tidak sama dengan nol. Pada proses siklik, ∆U=0, berdasarkan

∆U=Q+Wpd; Q= Wpd.

#10

M10

Suhu sistem tetap pada proses kompresi

adiabatik.

(Leinonen dkk., 2013; Loverude dkk., 2002; Rozier dan Viennot, 1991)

Pada proses kompresi adiabatik, Q=0; ∆V<0; Wpd=−∫ P. dV

>0. Berdasarkan ∆U=Q+Wpd; ∆U=Wpd>0.

Semua usaha yang dilakukan /diterima oleh gas digunakan untuk menurunkan/menaikkan energi dalam gas.

#11

M11

Sejumlah kalor akan lebih menyebar pada wadah yang lebih besar, sehingga suhunya tidak meningkat sebesar peningkatan suhu pada wadah lebih kecil.

Semakin besar volume, maka semakin kecil peningkatan suhu gas di dalamnya.

(Rozier dan Viennot, 1991)

Pada proses isokhorik, ∆V=0, Wpd=0, maka ∆U=Q. Kalor yang

diserap/dilepas sistem digunakan untuk menaikkan /menurunkan energi dalam sistem. ∆U~∆T atau ∆U= Q=nCV∆T, maka kenaikan suhu tidak bergantung volume.

Bila jumlah kalor yang diberikan sama, maka perubahan suhu sistem akan sama sekalipun volume wadah berbeda.


(40)

52

2. Analisis Skala Sikap

Data skala sikap diperoleh dalam bentuk skala kualitatif. Pernyataan yang diajukan berupa pernyataan positif dan negatif dengan pilihan setuju (S) dan tidak setuju (TS). Skala kualitatif ini kemudian dikonversi menjadi skala kuantitatif dengan langkah analisis berikut:

a. memeriksa kelengkapan jawaban skala sikap yang telah diisi responden; b. membuat tabulasi dan pengelompokkan data sesuai dengan kode responden; c. menghitung persentase tanggapan masing-masing respon (S dan TS) tiap item

pernyataan; dan

d. menganalisis persentase tanggapan tiap item pernyataan untuk mengungkap kecenderungan tanggapan responden terhadap pernyataan yang diberikan.

3. Analisis Lembar Observasi

Data keterlaksanaan pembelajaran konseptual interaktif dengan pendekatan multirepresentasi diperoleh melalui observasi. Data berupa skala kualitatif yang perlu dikonversi menjadi skala kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan mencari persentase keterlaksanaan pembelajaran yang dihitung dengan persamaan:

( 3.4 )

Selanjutnya persentase keterlaksanaan tersebut diinterpretasikan berdasarkan kriteria keterlaksanaan pembelajaran seperti yang tercantum pada Tabel 3.9 (Ahmad, 2014).

Tabel 3.9 Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran

KM (%) Kriteria

KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 ≤ KM < 50 Hampir setengah kegiataan terlaksana

KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana 50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75 ≤ KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth, S. (1999). The function of multiple representations. Computer & Education, 33. pp. 131-152.

Aminudin, D. (2013). Profil konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah siswa SMP pada konsep gerak. Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia.

Ahmad, A. (2014). Penerapan model pembelajaran generatif berbantuan simulasi komputer untuk mereduksi kuantitas siswa yang miskonsepsi dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi teori kinetik gas. Tesis S2. Tidak dipublikasikan. Universitas Pendidikan Indonesia. Anderson, L.W. dan Krathwohl, D.R. (2001). A taxonomy for learning, teaching,

and assessing. New York: Longman.

Arikunto, S. (2013). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2011). Dasar-dasar evaluasi pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Bumi Aksara.

Arons, A. B. (1983). Student patterns of thinking and reasoning Part One. Physc. Teach. 21. pp. 576-581.

Aubrecht II, G. J. dan Aubrecht, J. D. (1983). Constructing objective tests. Am. J. Phys. 51(7). pp. 613-620.

Bao, L. 2006. Theoritical comparison of average normalized gain calculations. Am. J. Phys. 74 (10).pp. 917-922.

Beall, H. (1994). Probing student misconceptions in thermodynamics with in-class writing. J. Chem. Edu. 71(12). pp.1056–1057.

Caleon, I. dan Subramaniam, R. (2010). Development and application of a three-tier diagnostic test to assess secondary students‘ understanding of waves. Int. J. Sci. Edu. 32(7). pp. 939–961.

Chi, M.T.H., Feltovich, P.J. dan Glaser, R. (1981). Categorization and representation of physics problems by expert and novices. Cogn. Sci. 5. pp. 121-152.

Christensen, W. M. (2007). An investigation of student thinking regarding calorimetry, entropy, and the second law of thermodynamics. Ph.D.


(42)

96

dissertations, Department of Physics, Iowa State University, (unpublished).

Christensen, W. M., Meltzer, D. E. dan Ogilvie, C. A. (2009). Student ideas regarding entropy and the second law of thermodynamics in an introductory physics course. Am. J. Phys. 77(10). pp. 907-917.

Clement, J. (1993). Using bridging analogies and anchoring intuitions to deal with students‘ preconceptions in physics. Journal of Research in Science Teaching30 (10). pp. 1241-1257.

Cochran, M. J. dan Heron, P. R. L. (2006). Development and assessment of research-based tutorials on heat engines and the second law of thermodynamics. Am. J. Phys. 74(8). pp. 734-741.

Coletta, V. P. dan Phillips, J. A. (2005). Interpreting FCI scores: Normalized gain, preinstruction scores, and scientific reasoning ability. Am. J. Phys. 73(12). pp. 1172-1182.

Coletta, V. P., Phillips, J. A. dan Steinert, J. J. (2007). Why you should measure your students‘ reasoning ability. Physc. Teach. 45. pp. 235-238.

Creswell, J. W. (2014). Research Design: Quantitative, Qualitative, and Mixed Methods Approaches. United Stated of America: SAGE Publications. Dahar, R.W. (2011). Teori-teori belajar dan pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Darmadi, I. W. (2005). Meminimalisir miskonsepsi mahasiswa dalam mata kuliah

Fisika Dasar I melalui penggunaan Peta Konsep dan Peta Vee. Tidak Diterbitkan. Lembaga Penelitian Universitas Tadulako.

Dufresne, R. J., Gerace, W. J. dan Leonard, W. J. (1997). Solving physics problems with multiple representations. Phys. Teach. 35. pp. 270-275. Elby, A. (1999). Another reason that physics students learn by rote. Am. J. Phys.

67 (7), pp. S52-S57.

Eriylmaz, A. (2010). Development and application of three-tier heat and temperature test: Sample of Bachelor and graduate students. Egitim Arastilmalari – Eurasian Journal of Educational Research. 40. pp. 53-76. Eriylmaz, A. dan Sürmeli, E. (2002). Üç-aşamalı sorularla öğrencilerin ısı ve

sıcaklık konularındaki kavram yanılgılarının ölçülmesi. [Assessment of students‘ misconceptions about heat and temperature by means of three-tier questions]. V. Ulusal Fen Bilimleri ve Matematik Eğitimi Kongresi.


(43)

97

Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., dan Hyun, H. H. (2012). How to design and evaluate research in education eighth edition. New York: McGrow Hill Company.

Fuchs, H. U. (1987). Entropy in the teaching of introductory thermodynamics. Am. J. Phys. 55(3). pp. 215-219.

Gautreau, R. dan Novemsky, L. (1997). Concepts first — A small group approach to physics learning. Am. J. Phys. 65(5). pp. 418 – 428.

Goldin, G. A. (1998). Representational systems, learning, and problem solving in mathematics. Journal of Mathematical Behaviour. 17(2). pp. 137-165. Goldring, H. dan Osborne, J. (1994). Students‘ difficulties with energy and related

concepts. Phys. Educ. 29. pp. 26–31.

Granville, M. F. (1985). Student misconceptions in thermodynamics. J. Chem. Educ. 62(10). pp. 847-848.

Gusrial. (2009). Penggunaan media simulasi virtual pada pembelajaran dengan pendekatan konseptual interaktif untuk meningkatkan pemahaman konsep dan meminimalkan kuantitas miskonsepsi pada materi kalor. Tesis S2. Tidak diterbitkan. Universitas Pendidikan Indonesia.

Hake, R. (1998). Interactive-engagement versus traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. Am. J. Phys. 66 (1).pp.64-74.

Hammer, D. (1996a). Misconceptions or P-Prims: How May Alternative Perspectives of Cognitive Structure Influence Instructional Perceptions and Intentions?. J. Learn. Sci. 5(2). pp. 97-127.

Hammer, D. (1996b). More than misconceptions: Multiple perspectives on student knowledge and reasoning, and an appropriate role for education research. Am. J. Phys. 64(10). Pp. 1316-1325.

Hasan, S., Bagayoko, D., dan Kelley, E. L. (1999). Misconceptions and the Certainty of Response Index (CRI). Phys. Educ. 35(5). pp. 294-299.

Hestenes, D. (1997). Modeling methodology for physics teachers, in the changing role of physics departments in modern universities: Proceedings of the International Conference on Undergraduate Physics Education, College Park, 1996, AIP Conference Proceedings No. 399 edited by E. Redish and J. Rigden (AIP, New York, 1997), pp. 935; Diunduh dari http:// modeling.asu.edu./r&e/ModelingMeth-jul98.pdf


(1)

Hestenes, D. dan Halloun, I. (1995). Interpreting the force concept inventory. A Response to March 1995 Critique by Huffman and Heller. Phys. Teach. 33. pp. 502-506.

Hudson dan McIntire, W.R. (1977). Correlation between methematical skills and success in physics. Am. J. Phys. 45 (5). Pp. 470-471.

Jiménez, J. dan Perales, J. (2001). Graphic representation of force in secondary education: analysis and alternative educational proposals. Phys. Educ. 36. pp. 28-34.

Johnstone, A. H., Macdonald, J. J. dan Webb,G. (1977). Misconceptions in school thermodynamics. Physc. Teach.12. pp. 248-251.

Kaltakçi, D. dan Didiş, N. (2007). Identification of pre-service physics teachers' misconceptions on gravity concept: A study with a 3-tier misconception test. CP899, Sixth International Conference of the Balkan Physical Union, edited by S. A. Cetin and I. Hikmet. American Institute of Physics. pp. 499-500.

Kautz, C. H. dkk. (2005). Student understanding of the ideal gas law, Part I: A macroscopic perspective. Am. J. Phys. 73 (11). pp. 1055-1063.

Kozma, R. & Russell, J. (2005). Students becoming chemists: Developing representational competence. In J. Gilbert (Ed.), Visualization in science education. pp. 121–146. London: Kluwer.

Lasry, N., Finkelstein, N., Mazur, E. (2009). Are most people too dumb for physics?. Physc. Teach. 47, pp. 418-422.

Lawson, A. E. (1978). The development and validation of classroom test of formal reasoning. J. Res. Sci. Teach. 15(1). pp. 11-24.

Lawson, A. E. (1988). Formal reasoning ability and misconceptions concerning genetics and natural selection. J. Res. Sci. Teach. 25(9). pp. 733-746. Lawson, A. E. (1995). Science teaching and development of thinking. United

Stated of America: Wadsworth.

Leinonen, R. dkk. (2012). University students explaining adiabatic compression of an ideal gas — A new phenomenon in introductory thermal physics. Res. Sci. Educ. 42. pp.1165–1182.

Leinonen, R., Asikinen, M.A., dan Hirvonen, P. E. (2013). Overcoming students‘ misconceptions concerning thermal physics with the aid of hints and peer interaction during a lecture course. Phys. Rev. ST Phys. Educ. Res. 9, 020112.


(2)

Lising, L. dan Elby, A. (2005). The impact of epistemology on learning: A case study from introductory physics. Am. J. Phys. 73 (4). Pp. 372-382.

Loverude, M. E. (1999). Investigation of student understanding of hydrostatics and thermal physics and of the underlying concept from mechanics. Ph.D. dissertations, Department of Physics, University of Washington, (unpublished).

Loverude, M. E., Kautz, C. H. dan Heron, P. R. L. (2002). Student understanding of the first law of thermodynamics: Relating work to the adiabatic compression of an ideal gas. Am. J. Phys. 70(2). pp. 137-148.

Lusdiana. (2006). Pengungkapan miskonsepsi mahasiswa Fisika FKIP UNTAD menggunakan Force Concept Inventory and Certainty Responses Index. Skripsi S1. Tidak Diterbitkan. Universitas Tadulako.

McDermott, L. C. (1984). Research on conceptual understanding in mechanics. Physc. Today 37(7). pp. 24-32.

McDermott. L. C. (1990). A perspective on teacher preparation in physics and other sciences: The need for special science courses for teachers. Am. J. Phys. 58 (8). pp. 734-742.

McDermott. L. C. (2001). Oersted Medal Lecture 2001: ―Physics Education Research — The key to student learning‖. Am. J. Phys. 69 (11). pp. 1127-1137.

McDermott, L. C., Shaffer, P. S. PER. (2002). ―Tutorial in Introductory Physics‖.

New Jersey: Prentice-Hall Inc.

McDermott, L. C., Shaffer, P. S. PER. (2002). ―Tutorial in Introductory Physics,

Homework‖. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Meltzer, D. E. (2002). The relationship between mathematics preparation and conceptual learning gains in physics: A possible ―hidden variable‖ in diagnostic pretest scores. Am. J. Phys. 70(12). pp. 1259-1268.

Meltzer, D. E. dan Manivannan, K. (2002). Transforming the lecture-hall environment: The fully interactive physics lecture. Am. J. Phys. 70(6). pp. 639-654.

Meltzer, D. E. (2004). Investigation of students‘ reasoning regarding heat, work, and the first law of thermodynamics in an introductory calculus-based general physics course. Am. J. Phys. 72(11). Pp. 1432-1446.


(3)

Meltzer, D. E. (2005). Relation between students‘ problem-solving performance and representational format. Am. J. Phys. 73 (5), pp. 463-478.

Mestre, J. P. (1991). Learning and instruction in precollege physical science. Phys. Today 44(9). pp. 56-62.

Mildenhall, P. & Williams, J. (2001). Instability in students‘ use of intuitive and Newtonian models to predict motion: the critical effect of parameters involved. Int. J. Sci. Educ., 23, pp: 643-660.

Moore, J. dan Rubbo, L. (2012). Scientific reasoning abilities of nonscience majors in physics-based courses. Phys. Rev. ST Phys. Educ. Res. 8, 010106.

Mursalin. (2013). Model remediasi miskonsepsi materi rangkaian listrik dengan pendekatan simulasi PhET. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 9.pp. 1-7. Murtono. dkk. (2014). Profil konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah

mahasiswa calon guru fisika pada konsep gerak, hukum newton, usaha dan energi. Jurnal Inovasi Pembelajaran Fisika.1 (2), hlm: 96-95.

Nieminen, P., Savinainen, A., dan Virii, J. (2010). Force Concept Inventory-based multiple-choice test for investigating students‘ representational consistency. Phys. Rev. ST. Phys. Educ. Res. 6 (2). 020109 (12).

Nieminen, P., Savinainen, A., dan Virii, J. (2012). Relation between representational consistency, conceptual understanding of the force concept, dan scientific reasoning. Phys. Rev. ST. Phys. Educ. Res. 8 (1). 010123 (10).

Nurzaman, I. (2014). Peningkatan konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah siswa SMA pada mata pelajaran Fisika melalui model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Skripsi S1. Tidak dipublikasikan. Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia.

Oktavianty, E. (2012). Penerapan model pembelajaran inkuiri dengan pendekatan multiple representasi pada topik fluida statis untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis. Tesis S2. Tidak diterbitkan. Universitas Pendidikan Indonesia.

Oktifiyanti. (2012). Penerapan multi representasi pada pembelajaran CTL untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan menjelaskan fenomena fisis. Tesis S2. Tidak diterbitkan. Universitas Pendidikan Indonesia.

Oni, R. (2009). Penggunaan media simulasi virtual pada pembelajaran dengan pendekatan konseptual interaktif dalam meningkatkan pemahaman konsep


(4)

kaitannya dengan fenomena fisis materi listrik statis. Tesis S2. Tidak diterbitkan. Universitas Pendidikan Indonesia.

Pesman, H. dan Eriylmaz, A. (2010). Development of a three-tier test to assess misconceptions about simple electric circuits. J. Educ. Res. 103. pp. 208– 222.

Popham, W. J. (2006). Assessment for educational leaders. United Stated of America: Pearson Education.

Posner, G. J., dkk. (1982). Accomodation of a scientific conception: Toward a theory of conceptual change. Sci. Ed. 66(2). pp. 211-227.

Radonavonić dan Sliŝko, 2013. Applying a predict-observe-explain sequence in

teaching of buoyant force. Phys. Educ. 48(1). pp. 28-34.

Redish, E. F. dan Steinberg. R. N. (1999). Teaching Physics: Figuring out what Works. Phys. Today 52(1). pp. 24-30.

Redish, E. F. (1994). Implication of cognitive studies for teaching physics. Am. J. Phys. 62 (9), pp. 796-803.

Renner, J. W. dan Lawson, A. E. (1973). Promoting intellectual development through science teaching. Physc. Teach. 11. pp. 273-276.

Rosengrant, D., Etkina, E., dan Van Heuvelen, A. (2006). An overview of recent research on multiple representations. Physics Education Research Conference Proceedings edited by Laura McCollough, Leonardo Hsu, and Paula R. L. Heron. 83. pp. 149-152.

Rozier, S. dan Viennot, L. (1991). Students‘ reasoning in thermodynamics. Int. J.

Sci. Educ. 13(2). pp. 159-170.

Rusdiana, D., Tayubi, Y. R. (2003). Peningkatan pemahaman konsep fisika melalui pendekatan pembelajaran konseptual interaktif. Laporan penelitian. Tidak diterbitkan. Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia.

Savinainen et al, 2005. Using a Bridging Representation and Social Interactions to Foster Conceptual Change: Designing and Evaluating an Instructional Sequence for Newton‘s Third Law. Sci Ed 89.pp. 175–195.

Savinainen, A. dan Scott, P. (2002). Using the Force Concept Inventory to monitor student learning and to plan teaching. Phys. Educ. 37(1). pp. 53-58.


(5)

Savinainen, A. dan Viiri, J. (2004). A case study evaluating students' representational coherence of Newton's first and second laws. Proceedings of the Physics Education Research Conference, Madison, 2003, AIP Conference Proceedings No. 720, edited by J. Marx, S. Franklin, and K. Cummings (AIP, New York, 2004), pp. 77; Diunduh dari http://kotisivu.dnainternet.net/savant/representations_perc_2003.pdf Savinainen, A. dan Viiri, J. (2008). The Force Concept Inventory as a measure of

students‘ conceptual coherence. Int. J. Sci. Math. Educ., 6, pp: 719-740.

Steinberg, R. dan Sabella, M. (1997). Performance on multiple-choice diagnostics and complementary exam problems. Phys, Teac., 35, pp: 150-155.

Sözbilir, M. dan Bennett, J. M. (2007). A study of Turkish chemistry undergraduates understandings of entropy. J. Chem. Educ. 84(7). pp.1204-1208.

Sriyansyah, S. P., Suhandi, A., Saepuzaman, D. (2015). Analisis konsistensi representasi dan konsistensi ilmiah mahasiswa pada konsep gaya menggunakan tes R-FCI. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia 4(1). pp.75-82. Suhandi, A. dan Wibowo, F. C. (2012). Pendekatan multirepresentasi dalam pembelajaran usaha-energi dan dampak terhadap pemahaman konsep mahasiswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 8. pp. 1-7.

Suhandi, A., dkk. (2008). Efektivitas penggunaan media simulasi virtual pada pendekatan pembelajaran konseptual interaktif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan meminimalkan miskonsepsi. Laporan penelitian. Tidak diterbitkan. Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia.

Tayubi, Y. R., Feranie, S. (2004). Model pembelajaran yang memadukan pendekatan konseptual interaktif dan strategi problem solving untuk perkuliahan Fisika Dasar II. Laporan penelitian. Tidak diterbitkan. Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia.

Taufiq, M. (2012). Remediasi miskonsepsi mahasiswa calon guru fisika pada konsep gaya melalui penerapan model siklus belajar (learning cycle) 5E. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. 1(2). pp. 198-203.

Treagust, D. F. (1988). Development and use of diagnostic tests to evaluate

students‘ misconceptions in science. Int. J. Sci. Educ. 10(2). pp. 159-169. Ulfarina, L. (2010). Penggunaan pendekatan multi representasi pada


(6)

memperkecil kuantitas miskonsepsi siswa SMP. Tesis S2 Tidak Diterbitkan. Universitas Pendidikan Indonesia.

Van Heuvelen, A. (1991a). Learning to think like a physicist: A review of research-based instructional strategies. Am. J. Phys. 59(10). pp. 891-897. Van Heuvelen, A. (1991b). Overview, Case Study Physics. Am. J. Phys. 59(10).

pp. 898-907.

Van Heuvelen, A. (2001). Millikan Lecture 1999: The Workplace, Student Minds, and Physics Learning Systems. Am. J. Phys. 69(11). pp. 1139-1146.

Van Heuvelen, A. dan Zou, X. (2001). Multiple representations of work–energy processes. Am. J. Phys. 69(2). pp. 184-194.

Van Roon, P. H., Van Sprang, H. F., dan Verdonk, A. H. (1994). ‗Work‘ and

‗Heat‘: on a road towards thermodynamics. Int. J. Sci. Educ. 16(2). pp. 131-144.

Waldrip, B., Prain, V., Sellings, P. (2013). Explaining Newton‘s laws of motion: using student reasoning through representations to develop conceptual understanding. Instr Sci 41, pp.165–189.

Walker, J., Halliday, D. dan Resnick, R. (2014). Fundamental of physics 10th extended edition. United Stated of America: John Wiley & Sons, Inc. Wattanakasiwich, dkk. (2013). Development and Implementation of a conceptual

survey in thermodynamics. Int. J. Inov. Sci. Math. Ed. 21(1 ). pp. 29-53. Walpole, R. E. (1990). Pengantar statistika edisi ke-3. Jakarta: Gramedia.

White, R., & Gunstone, R. (1992). Probing understanding. London: The Falmer Press

Wong, D. dkk. (2011). Learning with multiple representations: an example of a revision lesson in mechanic. Physc. Educ. 46(2). pp. 178-186.

Yeo, S. dan Zadnik, M. (2001). Introductory thermal concept evaluation: Assessing students' understanding. Physc. Teach. 39. pp. 496-504.


Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN KUIS INTERAKTIF MATERI TERMODINAMIKA PADA PEMBELAJARAN REMEDIAL

1 9 59

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR DAN KONSISTENSI ILMIAH PADA MATERI OPTIKA GEOMETRIS.

0 2 30

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN MULTIREPRESENTASI TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR DAN KONSITENSI ILMIAH PADA MATERI ELASTISITAS.

4 7 36

PENGGUNAAN CONCEPTUAL CHANGE MODEL BERBANTUAN MEDIA SIMULASI VIRTUAL UNTUK MENURUNKAN KUANTITAS SISWA YANG MISKONSEPSI DAN MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMK PADA MATERI FLUIDA STATIS.

3 14 41

PENERAPAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF BERBANTUAN MEDIA SIMULASI VIRTUAL PADA MODEL PEMBELAJARAN BERORIENTASI PERUBAHAN KONSEPTUAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN MENURUNKAN KUANTITAS SISWA YANG MISKONSEPSI.

1 2 23

PENERAPAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF PADA MODEL PEMBELAJARAN BERORIENTASI PERUBAHAN KONSEPTUAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN MENURUNKAN MISKONSEPSI SISWA SMP.

0 0 48

PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF BERBANTUAN MEDIA CMAPTOOLS TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI DAN PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA SMA.

5 5 36

EFEKTIFITAS PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA.

0 1 44

PENGGUNAAN PENDEKATAN MULTI REPRESENTASI PADA PEMBELAJARAN KONSEP GERAK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN MEMPERKECIL KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA SMP.

4 10 41

PENGGUNAAN MEDIA SIMULASI VIRTUAL PADA PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONSEPTUAL INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN MEMINIMALKAN KUANTITAS MISKONSEPSI PADA MATERI KALOR.

0 0 32