PENYEMPURNAAN PENGAWASAN PERBANKAN PASCA PEMBENTUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DAN THE CORE PRINCIPLES FOR EFFECTIVE BANKING SUPERVISION.

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user i

PENYEMPURNAAN PENGAWASAN PERBANKAN PASCA PEMBENTUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011

TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DAN THE CORE PRINCIPLES FOR EFFECTIVE BANKING SUPERVISION

Oleh :

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S1) dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

HUSNIA LULUK FARIDA NIM E 0011158

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2015


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user v

MOTTO

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia

supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi

Maha Melihat. (QS. An-Nisaa’:58).

Aku boleh Ragu, Kalian boleh Ragu, Mereka boleh Ragu, tapi semua Keraguan tak akan menghapus kebenaran firman Tuhan

(Hadratus Syeikh K.H. Hasyim Asy’ari).

Semakin besar ujian yang kita hadapi dan apabila kita ikhlas menjalaninya maka pada akhirnya kebahagiaan yang akan kita terima

(Penulis).

Sopo wonge kang isoh ngrumat ilmu kanti sae pesti urippe bakal dirumat karo ilmune kui


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vi

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan syukur, Penulis mempersembahkan karya ini kepada :

Allah SWT yang memberikan hidup dan jalan penerang bagi setiap umat yang beriman dan bertakwa.

Bapak Edi Sujito,B.Sc. dan Ibu Siti Syamsiyah Nur Rohmah, tak pernah lelah memberikan cinta dan kasih sayang yang selalu tercurah serta semangat moril dan

spiritual kepada Penulis.

Keluarga besarku, Mbah Asiyah Ardani, Mbah Kakung Putri Diyono, Mas Oni Luthfi Afian,S.Pd., Adek Nadia Farikhati, dan Adek Himmatul Ulya. Semoga keluarga kita

selalu diberkahi Allah SWT. Amin.

Keluarga Besar KSP “Principium” yang telah memberikan pengalaman, persahabatan, kekeluargaan, dan ilmu yang tidak mungkin terlupakan


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vii

ABSTRAK

Husnia Luluk Farida. E 0011158. Penyempurnaan Pengawasan Perbankan Pasca Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan dan The Core Principles for Effective Banking Supervision. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui konsep pengawasan terhadap perbankan sebelum pembentukan lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan mengetahui penyempurnaan dalam pengawasan perbankan pasca pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam perspektif Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan dan The Core Principles for Effective Banking Supervision.

Penulisan hukum ini menggunakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum ini bersifat preskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan isu hukum yang dikaji. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan dokumen resmi. Teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka baik dari media cetak maupun media elektronik (internet) serta teknik analisis yang digunakan adalah logika deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan kesimpulan bahwa pengawasan perbankan sebelum pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dilaksanakan oleh Bank Indonesia (BI), kemudian Bank Indonesia (BI) membentuk sebuah blueprint yaitu Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Pada tahun 2011, pemerintah Indonesia membentuk lembaga pengawasan perbankan yang baru yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan maksud menyempurnakan pengawasan perbankan yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) hingga pada akhirnya diciptakan sebuah pengawasan perbankan yang efektif dan efisien. Pembentukan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) juga telah mengakomodasi secara seksama dan keseluruhan prinsip pengawasan perbankan yang efektif yaitu The Core Principles for Effective Banking Supervision, dimana prinsip tersebut merupakan prinsip yang diakui oleh sistem perbankan seluruh dunia.


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user viii

ABSTRACT

Husnia Luluk Farida, E 0011158, The Banking Supervision Improvement After The Financial Service Authority based on Law Number 21 of 2011 on The Financial Service Authority and The Core Principle for Effective Banking Supervision, Faculty Of Law Of Sebelas Maret University Surakarta.

This legal research aims to find out what the concept of supervision of banking institutions before the establishment of the financial services authority (OJK) and knowing the refinement in the banking supervision after the establishment of the financial services authority (OJK) in the perspective of Law Number 21 of 2011 on the financial services authority and The Core Principles for Effective Banking Supervision.

The research method used in this legal writing included: normative type of research, prescriptive nature of research, statute and conceptual approaches, technique of analyzing law materials used was interpretation method, the law material was collected by looking for legislation about or relating to the issue and primary, secondary and tertiary law materials. The legal study source from primary law material consisted of legislation, official publication or treatise in legislation and

judge’s verdicts as well as secondary law material constituting all publications about

the law not belonging to official document.

Based on the results of research and discussion generated conclusion that banking supervision before the establishment of the financial services authority (OJK) implemented by Indonesian Bank(BI), then Indonesian Bank (BI) form a blueprint that is Indonesia's banking Architecture (API). In 2011, the Government of Indonesia to form a new banking oversight agencies, namely the financial services authority (OJK) which is based on Law Number 21 of 2011 on the financial services authority (UU OJK). The financial services authority (OJK) was formed with the intention of improving banking supervision that has been done by Indonesian Bank (BI) to ultimately created a banking supervision is effective and efficient. The formation of Law Number 21 of 2011 on the financial services authority (UU OJK) also incorporates carefully and the overall principle of effective banking supervision are The Core Principles for Effective Banking Supervision, where the principle is a principle recognized by banking systems around the world.


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ix

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, serta sholawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya karena bimbingan dan suri tauladan dari Beliau kita mendapatkan pencerahan dalam kehidupan ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : Penyempurnaan Pengawasan Perbankan Pasca Pembentukan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan dan The Core Principles for Effective Banking Supervision. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyususunan penulisan hukum ini merupakan sebuah hasil dari penelitian yang berdasarkan pada pengawasan perbankan yang telah beralih dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam perkembangannya, terbukti bahwasanya pengawasan perbankan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia memiliki beberapa kekurangan, dan kekurangan tersebut menjadi landasan untuk mengalihkan pengawasan perbankan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Melalui penulisan hukum ini pula, telah diketahui bahwasanya telah dilaksanakan penyempurnaan pengawasan perbankan setelah dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibandingkan dengan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia dan dimana penyempurnaan ini berdasarkan pula international best practice yaitu The Core Principle for Effective Banking Supervision.

Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya bantuan, bimbingan, dorongan, saran dan nasehat dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user x

1. Ibu Prof. Dr Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Dr. Pujiyono,S.H,M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah membantu Penulis dimulai dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Djuwityastuti,S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah membantu dalam menyempurnakan skripsi ini.

4. Ibu Adriana Grahani Firdausy, S.H.,M.H selaku Pembimbing Akademik, yang telah membantu dan mendampingi Penulis dalam proses awal hingga akhir masa studi di FH UNS.

5. Bapak Muhammad Rustamaji,S.H.,M.H dan Ibu Lushiana Primasari,S.H.,M.Hum, selaku pembimbing KSP “Principium” yang telah membimbing mengenai penulisan dan penelitian hukum selama menjadi keluarga di KSP “Principium”.

6. Bapak Edi Sujito,B.Sc. dan Ibu Siti Syamsiyah Nur Rohmah yang telah memberikan semangat yang luar biasa, doa, nasihat kepada penulis sehingga penulis dapat kuat dan sabar dalam menjalani proses pengerjaan skripsi ini serta kakak penulis, Mas Oni Luthfi Afian,S.Pd. dan adik-adik tersayangku Nadia Farikhati dan Himmatul Ulya yang memberikan kebahagiaan dan canda tawanya kepada Penulis.

7. Pihak Kantor Pusat Otoritas Jasa Keuangan, Bapah Rudi Agus Purnomo Raharjo,S.H.,M.H. selaku Direktur Mediasi Perbankan di OJK, Bapak Toni selaku Kepala Departemen Pengembangan dan Pengawasan Manajemen Krisis di OJK, Ibu Dian Purwaningsih selaku bagian Departemen penelitian dalam bidang Basel Accord di OJK, yang telah membantu dan memberikan materi dalam penulisan hukum ini.

8. Teman-teman satu perjuangan Interest Group: Resti Dhian Luthviati, Fitri Melany, Nikolas Wicaksono Prakoso Putro, dan Buana Indrapura, kalian memberikan arti persahabatan yang sesungguhnya bagi Penulis.


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xi

9. Keluarga besar KSP “Principium” FH UNS, Mas Danang, Mas Indra, Mas Bryan, Mas Luki, Mbak Rifzki, Mbak Prita, Mbak Intan, Mbak Hani, Mbak Vina, Wienda, Samto, Bima, Adhela, Mirel, Himawan, Dyah Ayu S, Sintha, Lelyanna, Nabila, Enty, Sonia, Wulan, Thamrin, Satria, Aditama, Tegar, Ikhsan, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu, kalian memberikan pengalaman dan pembelajaran yang berharga bagi penulis.

10. Keluarga Cemara (Klucem): Diah, Nadia, Sintha, Tyan, Zelika, dan Tifany terima kasih Support dan pertemanannya selama ini.

11. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) Desa Kerten, Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten: Annisa, Ita, Leni, Dewi KN, Dewi NK, Galih, Eka, dan Tri yang sudah memberikan arti sebuah pengabdian dan perjuangan di masyarakat. 12. Teman Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) di Kepolisian Daerah (Polda)

Provinsi Jateng: Inung, Nela, Mefta, dan Frendi, terima kasih untuk satu bulan menemani magang di Polda.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuannya bagi penulis dalam penyelesaian penulisan hukum ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis berharap kritik dan saran dari pembaca. Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga apa yang penulis susun dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Surakarta, Maret 2015 Penulis


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAH PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Metode Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Kerangka Teori ... 15

1. Tinjauan tentang Perbankan ... 15

2. Tinjauan tentang Pengawasan ... 26


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiii

4. Tinjauan tentang The Core Principles for Effective

Banking Supervision ... 42

B. Kerangka Pemikiran ... 59

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62

A. Pengawasan Perbankan Sebelum Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ... 62

B. Penyempurnaan Pengawasan Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan serta Pengaruh The Core Principles for Effective Banking Supervision (The Basel Core Principles) ... 86

BAB IV PENUTUP ... 149

A. Kesimpulan ... 149

B. Saran ... 150


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiv

DAFTAR TABEL

A. Tabel 1. Perbandingan The Basel Core Principles tahun 2006

dan tahun 2012 ... 48 B. Tabel 2. Perbandingan “Kekhususan” Bank dan Non Bank ... 52


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xv

DAFTAR GAMBAR

A. Gambar 1. Siklus Pengawasan Perbankan ... 65 B. Gambar 2. Enam Pilar API ... 73


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Perbankan

a. Pengertian Perbankan

Menurut kamus istilah hukum oleh Andrea Fockema (Andrea Fockema, 1985:40), yang dimaksud dengan bank adalah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga. Berhubung dengan adanya cek hanya dapat diberikan kepada bankir sebagai tertarik, maka bank dalam arti luas adalah orang atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga.

Adrian Sutedi menyatakan bahwa bank merupakan bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara, bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Pada saat suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi milik masyarakat. Eksistensinya bukan saja harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global (Adrian Sutedi, 2007:1).

Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Membahas mengenai bank maka tidak akan terlepas dari masalah keuangan. Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan funding. Menghimpun dana dimaksudkan sebagai upaya mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas (Kasmir, 2004:23).


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Menurut Budi Untung, usaha perbankan pada dasarnya merupakan suatu usaha simpan pinjam demi dan untuk kepentingan pihak ketiga tanpa memperhatikan bentuk hukumnya apakah perorangan ataukah badan hukum. Usaha perbankan harus didirikan dalam bentuk badan hukum atau tidak boleh dalam bentuk usaha perseorangan. (Budi Untung, 2005:13)

Tugas suatu bank diantaranya (Budi Untung, 2005:16): 1) Menyediakan safe custody terhadap dana pihak ketiga; 2) Menyediakan rekening-rekening untuk pihak nasabah; 3) Bertindak sebagai agen untuk pungutan-pungutan tertentu; 4) Untuk membayar cek yang ditarik oleh nasabah.

Tugas dan tanggung jawab dari suatu bank dapat juga diperinci sebagai berikut:

1) Menerima cash dan membayar dokumentasi yang mesti dibayar oleh nasabah seperti terhadap cek, pengiriman uang, bills of change dan lain-lain instrumen perbankan.

2) Membayar kembali uang nasabah yang ditempatkan di bank tersebut apabila diminta oleh pihak nasabah.

3) Meminjamkan uang kepada nasabah.

4) Menjaga kerahasiaan account nasabah dalam hubungan dengan kerahasiaan bank, kecuali apabila ditentukan lain oleh undang-undang.

5) Jika pihak nasabah mempunyai dua rekening, maka ada kewajiban moral bagi bank untuk membuat rekening tersebut terpisah satu sama lain.

6) Jika rekening ditutup, maka bank harus mempunyai alasan yang reasonable untuk menutup rekening tersebut.

Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan merangkum berbagai pengertian perbankan dengan menyebutkan bahwa pengertian Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pasal 1 ayat (1) memaparkan mengenai pengertian Perbankan, bahwa “Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.” b. Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan

Asas perbankan yang dianut di Indonesia dapat dilihat pada ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengemukakan bahwa, ”Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”. Menurut penjelasan resminya, yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Pengertian mengenai demokrasi ekonomi Indonesia, Mubyarto pada ceramah di Gedung Kebangkitan Nasional tanggal 16 Mei 1981 merumuskan bahwa demokrasi ekonomi Indonesia sebagai Demokrasi Ekonomi Pancasila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Hermansyah, 2005:18):

1) Dalam sistem ekonomi Pancasila koperasi ialah soko guru perekonomian.

2) Perekonomian Pancasila digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial dan yang paling penting ialah moral.

3) Perekonomian Pancasila ada hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa sehingga dalam Pancasila terdapat solidaritas sosial. 4) Perekonomian Pancasila berkaitan dengan persatuan Indonesia,

yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi. Sedangkan sistem perekonomian kapitalis pada dasarnya kosmopolitanisme, sehingga dalam mengejar keuntungan tidak mengenal batas-batas negara.

5) Sistem perekonomian Pancasila tegas dan jelas adanya keseimbangan anatara perencanaan sentral (nasional) dengan


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

tekanan pada desentralisasi di dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi.

Prinsip kehati-hatian sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan tidak terdapat penjelasan secara resmi, namun dapat dikemukakan bahwa bank dan orang-orang yang terlibat di dalamnya, terutama dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing secara cermat, teliti, dan profesional sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat. Dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya, bank harus selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari oleh itikad baik. Kepercayaan masyarakat merupakan kunci utama bagi perkembangan suatu bank, tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat maka suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya (Hermansyah, 2005:19).

Fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Perbankan yang menyatakan bahwa, “Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”. Dari ketentuan ini tercermin fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks of funds).

Perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan tidak semata-mata berorietasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang non-ekonomis seperti masalah menyangkut stabilitas nasional yang mencakup antara lain stabilitas politik dan stabilitas sosial. Secara lengkap mengenai hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Perbankan yang berbunyi, “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak” (Hermansyah, 2005:20).

c. Jenis-jenis Bank

Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari fungsi bank serta kepemilikan bank. Dari segi fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Sedangkan kepemilikan perusahaan dilihat dari segi pemilikan saham yang ada serta akta pendiriannya. Perbedaannya dilihat dari segi siapa nasabah yang dilayani apakah masyarakat luas atau masyarakat dalam lokasi tertentu. Jenis perbankan juga dibagi ke dalam caranya menentukan harga jual dan harga beli.

1) Dilihat dari Segi Fungsinya

Bank sebagai lembaga keuangan diarahkan untuk berperan sebagai agen pembangunan (agent of development), yaitu sebagai lembaga yang bertujuan mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Dengan demikian bank di Indonesia ditugaskan oleh pemerintah guna mengembangkan sektor-sektor perekonomian tertentu, atau memberikan perhatian yang lebih besar pada koperasi tertentu, atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada koperasi dan pengusaha golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Budi Untung, 2005:14).

Pembagian jenis bank berdasarkan fungsi menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 adalah:

a. Bank Umum

Bank umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan diseluruh wilayah. Bak umum sering disebut bank komersil (commercial bank).

Melihat fungsinya, bank umum mempunyai fungsi sebagai berikut:

(1) Mengumpulkan dana yang sementara menganggur untuk dipinjamkan pada pihak lain, atau membeli surat-surat berharga (financial investment).

(2) Mempermudah lalu lintas pembayaran uang.

(3) Menjamin keamanan uang masyarakat yang sementara belum digunakan, misalnya menghindari risiko hilang, kebakaran, dan lain-lain.

(4) Menciptakan kredit (credit money deposit), yaitu dengan cara menciptakan demand deposit (deposito yang sewaktu-waktu dapat diuangkan) dari kelebihan cadangannya (excess reserves) (Budi Untung, 2005:15-16).

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya di sini kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum (Kasmir, 2004:33).

2) Dilihat dari Segi Kepemilikannya

Kepemilikan ini dapat dilihat dari akta pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan. Jenis bank berdasarkan segi kepemilikan diantaranya:


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Klasifikasi bank milik pemerintah dapat dilihat berdasarkan akta pendirian maupun modal yang dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank juga dimiliki oleh pemerintah. Contoh bank milik pemerintah diantaranya Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Sedangkan bank milik pemerintah daerah terdapat pada masing-masing ibukota provinsi dari masing-masing daerah, seperti BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Barat, BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, BPD Sumatera Utara, BPD Sumatera Selatan, BPD Sulawesi Selatan, dan BPD lainnya. b) Bank milik swasta nasional

Bank dengan jenis milik swasta nasional, seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannyapun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta. Contoh bank milik swasta nasional diantaranya Bank Central Asia (BCA), Bank Danamon, Bank Niaga.

c) Bank milik koperasi

Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Sebagai contoh bank milik koperasi adalah Bank Umum Koperasi Indonesia.

d) Bank milik asing

Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya juga merupakan kepemilikan pihak luar negeri. Bank asing yang terdapat di Indonesia seperti Bank of America, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, City Bank.


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia. Contoh bank campuran antara lain, Bank Finconesia, Mitsubishi Buana Bank, Sumitono Niaga Bank, Bank Merincorp, Inter Pasific Bank, Ing Bank (Kasmir, 2004;34-35).

3) Dilihat dari Segi Statusnya

Menilik dari segi kemampuan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka bank umum dapat diklasifikasikan ke dalam 2 jenis. Pembagian jenis demikian disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank yang bersangkutan.

Kedudukan atau status bank demikian menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas pelayanannya. Oleh karena itu untuk memperoleh status tersebut diperlukan penilaian-penilaian dengan kriteria tertentu. Status bank yang dimaksud adalah:

a) Bank devisa

Bank devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, traveller cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.

b) Bank non devisa

Bank non devisa merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi bank non devisa merupakan kebalikan daripada bank devisa, karena transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas negara (Kasmir, 2004:37)

4) Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga

a) Bank yang berdasarkan Prinsip Konvensional

Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia merupakan bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Kondisi demikian berkaitan erat dengan sejarah bangsa Indonesia yang pernah diduduki Belanda, kolonial Belanda datang ke Indonesia dengan membawa pengaruh terkait dengan perbankan. Metode yang digunakan bank yang berprinsip konvensional dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabah diantaranya:

(1) Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila suku bunga simpanan lebih tinggi dari suku bunga pinjaman maka dikenal dengan nama negative spread, hal ini telah terjadi di akhir tahun 1998 dan sepanjang tahun 1999.

(2) Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan barat menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau prosentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.

b) Bank yang berdasarkan Prinsip Syariah

Bagi bank yang mendasarkan kegiatannya pada Prinsip Syariah, dalam penentuan harga produknya


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

dangat berbeda dengan bank berdasarkan prinsip konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah menjalankan perjanjian berdasarkan aturan hukum Islam antar bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan Prinsip Syariah adalah sebagai berikut:

(1) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).

(2) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).

(3) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).

(4) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).

(5) Adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) (Kasmir, 2004:39).

d. Hukum Perbankan

Munir Fuady merumuskan hukum perbankan adalah seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan (Munir Fuady, 1999:14).

Menurut Muhammad Djumhana, hukum perbankan adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain. Pengaturan di bidang perbankan menyangkut beberapa hal, diantaranya (Muhammad Djumhana, 2000:1):

1) Dasar-dasar perbankan, menyangkut asas-asas kegiatan perbankan seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan, serta hubungan, hak dan kewajibannya.

2) Kedudukan hukum pelaku di bidang perbankan seperti: kaidah-kaidah mengenai pengelolanya seperti dewan komisaris, direksi karyawan, maupun pihak yang terafiliasi. Termasuk pula mengenai bentuk badan hukum pengelolanya, serta mengenai kepemilikannya.

3) Kaidah-kaidah perbankan yang secara khusus memperhatikan kepentingan umum seperti kaidah-kaidah yang mencegah persaingan yang tidak wajar, antitrust, perlindungan terhadap konsumen (nasabah), dan lain-lainnya. Di Indonesia bahkan memiliki kekhususan sendiri, yaitu bahwa perbankan nasional harus memperhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan unsur-unsur pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional.

4) Kaidah-kaidah yang meyangkut struktur organisasi, yang mendukung kebijakan ekonomi dan moneter pemerintah, seperti Dewan Moneter dan Bank Sentral.

5) Kaidah-kaidah yang mengarahkan kehidupan perekonomian yag berupa dasar-dasar untuk perwujudan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya melalui penetapan sanksi, insentif, dan sebagainya. 6) Keterkaitan satu sama lainnya dari ketentuan dan kaidah-kaidah

hukum tersebut sehingga tidak mungkin berdiri sendiri, malahan keterkaitannya merupakan hubungan logis dari bagian-bagian lainnya.


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Bertitik tolak dari pengertian perbankan sebagai segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya, maka pada prinsipnya hukum perbankan adalah keseluruhan norma-norma tertulis maupun norma-norma yang tidak tertulis yang mengatur tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara, dan proses melaksanakan kegiatan usahanya. Berkaitan dengan pengertian ini, kiranya dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan norma-norma tertulis dalam pengertian diatas adalah seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bank, sedangkan norma-norma yang tidak tertulis adalah hal-hal atau kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam praktik perbankan (Hermansyah, 2005:39).

2. Tinjauan Tentang Pengawasan a. Pengertian Pengawasan

Berbagai fungsi manajemen dilaksanakan oleh para

pimpinan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Fungsi-fungsi yang ada didalam manajemen diantaranya adalah fungsi perencanaan (Planning), fungsi pengorganisasian (Organizing), fungsi pelaksanaan (Actuating), dan fungsi pengawasan (Controlling) menurut Griffin (Griffin,2004:44). Keempat fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan oleh seorang manajer secara berkesinambungan, sehingga dapat merealisasikan tujuan organisasi. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen yang berupaya agar rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien.

Menurut Schermerhorn dalam Ernie dan Saefullah (Ernie dan Saefullah,2005:317), mendifinisikan pengawasan merupakan sebagai proses dalam menetapkan ukuran kinerja dalam pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan tersebut. Sedangkan


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

menurut Mathis dan Jackson (Mathis dan Jackson, 2006: 303), menyatakan bahwa pengawasan merupakan sebagai proses pemantauan kinerja karyawan berdasarkan standar untuk mengukur kinerja, memastikan kualitas atas penilaian kinerja dan pengambilan informasi yang dapat dijadikan umpan balik pencapaian hasil yang dikomunikasikan ke para karyawan. Defenisi ini tidak hanya terpaku pada apa yang direncanakan, tetapi mencakup dan melingkupi tujuan organisasi. Hal tersebut akan mempengaruhi sikap, cara, sistem, dan ruang lingkup pengawasan yang akan dilakukan oleh seorang manajer. Pengawasan sangat penting dilakukan oleh perusahaan dalam kegiatan operasionalnya untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan–penyimpangan dengan melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebelumnya.

Menurut Harahap (Harahap, 2001: 14), Pengawasan adalah keseluruhan sistem, teknik, cara yang mungkin dapat digunakan oleh seorang atasan untuk menjamin agar segala aktivitas yang dilakukan oleh dan dalam organisasi benar-benar menerapkan prinsip efisiensi dan mengarah pada upaya mencapai keseluruhan tujuan organisasi. Sedangkan menurut Maringan (Maringan, 2004: 61), pengawasan adalah proses dimana pimpinan ingin mengetahui hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan bawahan sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, kebijakan yang telah ditentukan. Selain itu menurut Dessler (Dessler, 2009: 2), menyatakan bahwa pengawasan (Controlling) merupakan penyusunan standar - seperti kuota penjualan, standar kualitas, atau level produksi; pemeriksaan untuk mengkaji prestasi kerja aktual dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan; mengadakan tindakan korektif yang diperlukan.

Berdasarkan penjelasan para ahli diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengawasan merupakan suatu tindakan pemantauan atau pemeriksaan kegiatan perusahaan untuk menjamin pencapaian tujuan sesuai dengan rencana yang ditetapkan


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

sebelumnya dan melakukan tindakan korektif yang diperlukan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada sebelumnya. Pengawasan yang efektif membantu usaha dalam mengatur pekerjaan agar dapat terlaksana dengan baik. Fungsi pengawasan merupakan fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini terdiri dari tugas-tugas memonitor dan mengevaluasi aktivitas perusahaan agar target perusahaan tercapai. Dengan kata lain fungsi pengawasan menilai apakah rencana yang ditetapkan pada fungsi perencanaan telah tercapai.

Menurut G.R Terry dalam Hasibuan (Hasibuan, 2001: 242) mengemukakan hal sebagai berikut :

“Controlling can be defined as the process of

determining what is to be accomplished, that is the standard; what is being accomplished, that is the performance, evaluating the performance and if necessary applying corrective measure so that performance takes place according to plans, that is, in conformity with the standard.”.

Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.

Menurut Henry Fayol dalam Harahap (Harahap, 2001: 10) mengartikan pengawasan sebagai berikut:

“Control consist in verifying whether everything

occurs in conformity with the plan adopted, the instruction issued and principles established. It has objective to point out weaknesses and errors in

order to rectify then prevent recurrance”.

Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan prinsip yang dianut .

Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari. Menurut Siagian (Siagian, 2003: 30), bahwa pengawasan adalah


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

memantau aktivitas pekerjaan karyawan untuk menjaga perusahaan agar tetap berjalan kearah pencapaian tujuan dan membuat koreksi jika diperlukan. Pengawasan secara umum berarti pengendalian terhadap perencanaan apakah sudah dilaksanakan sesuai tujuan atau penyimpangan dari tujuan yang diinginkan. Jika terjadi penyimpangan, pihak manajemen yang terkait dalam pengawasan harus memberikan petunjuk untuk melakukan perbaikan kerja, agar standar perencanaan tidak jauh menyimpang dari hasil yang diperoleh pada saat pelaksanaan.

b. Sistem Pengawasan

Sistem pengawasan yang efektif harus memenuhi beberapa prinsip pengawasan yaitu adanya rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi serta wewenang-wewenang kepada bawahan. Rencana merupakan standar atau alat pengukur pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut menjadi petunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. Pemberian instruksi dan wewenang dilakukan agar sistem pengawasan itu memang benar-benar dilaksanakan secara efektif. Wewenang dan instruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada bawahan, karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan kepada bawahan maka dapat diawasi pekerjaan seorang bawahan.

Sistem pengawasan akan efektif bilamana sistem pengawasan itu memenuhi prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat dipergunakan, meskipun terjadi perubahan terhadap rencana yang diluar dugaan. Menurut Duncan dalam Harahap (Harahap, 2001: 246) mengemukakan bahwa beberapa sifat pengawasan yang efektif sebagai berikut :

1) Pengawasan harus dipahami sifat dan kegunaannya dan harus dikomunikasikan


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Masing-masing kegiatan membutuhkan sistem pengawasan tertentu yang berlainan dengan sistem pengawasan bagi kegiatan lain. Sistem pengawasan untuk bidang penjualan dan sistem untuk bidang keuangan akan berbeda. Oleh karena itu sistem pengawasan harus dapat merefleksi sifat-sifat dan kebutuhan dari kegiatan yang harus diawasi. Pengawasan dibidang penjualan umumnya tertuju pada kuantitas penjualan, sementara pengawasan dibidang keuangan tertuju pada penerimaan dan penggunaan dana.

2) Pengawasan harus mengikuti pola yang dianut organisasi. Titik berat pengawasan sesungguhnya berkisar pada manusia, sebab manusia itulah yang melakukan kegiatan dalam badan usaha atau organisasi yang bersangkutan. Karyawan merupakan aspek intern perusahaan yang kegiatan-kegiatannya tergambar dalam pola organisasi, maka suatu sistem pengawasan harus dapat memenuhi prinsip berdasarkan pola organisasi.

Ini berarti bahwa dengan suatu sistem pengawasan , penyimpangan yang terjadi dapat ditunjukkan pada organisasi yang bersangkutan.

3) Pengawasan harus dapat mengidentifikasi masalah organisasi. Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Oleh karena itu, agar sistem pengawasan benar-benar efektif, artinya dapat merealisasi tujuannya, maka suatu sistem pengawasan setidaknya harus dapat dengan segera mengidentifikasi kesalahan yang terjadi dalam organisasi. Dengan adanya identifikasi masalah atau penyimpangan, maka organisasi dapat segera mencari solusi agar keseluruhan kegiatan operasional benar-benar dapat atau mendekati apa yang direncanakan sebelumnya.


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Suatu sistem pengawasan adalah efektif, bilamana sistem pengawasan itu memenuhi prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa pengawasan itu tetap dapat dipergunakan, meskipun terjadi perubahan-perubahan terhadap rencana diluar dugaan.

5) Pengawasan harus ekonomis.

Sifat ekonomis dari suatu sistem pengawasan sungguh-sungguh diperlukan. Tidak ada gunanya membuat sistem pengawasan yang mahal, bila tujuan pengawasan itu dapat direfleksikan dengan suatu sistem pengawasan yang lebih murah. Sistem pengawasan yang dianut perusahaan-perusahaan besar tidak perlu ditiru bila pengawasan itu tidak ekonomis bagi suatu perusahaan lain. Hal yang perlu dipedomani adalah bagaimana membuat suatu sistem pengawasan dengan benar-benar merealisasikan motif ekonomi.

Pengawasan yang efektif tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi. Tidak ada satu sistem pengawasan yang berlaku untuk semua situasi dan semua perusahaan.

c. Tujuan Pengawasan

Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan memerlukan pengawasan agar perencanaan yang telah disusun dapat terlaksana dengan baik. Pengawasan dikatakan sangat penting karena pada dasarnya manusia sebagai objek pengawasan mempunyai sifat salah dan khilaf. Oleh karena itu manusia dalam organisasi perlu diawasi, bukan mencari kesalahannya kemudian menghukumnya, tetapi mendidik dan membimbingnya. Menurut Husnaini (Husnaini, 2001: 400), tujuan pengawasan adalah sebagai berikut :

1) Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, dan hambatan.

2) Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan, pemborosan, dan hambatan.


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

4) Melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan dalam pencapaian kerja yang baik.

Menurut Maringan (Maringan, 2004: 61) menyatakan tujuan pengawasan adalah sebagai berikut:

1) Mencegah dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan. 2) Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana

yang telah ditetapkan sebelumnya.

Tujuan perusahaan dapat tercapai, jika fungsi pengawasan dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan-penyimpangan sehingga lebih bersifat mencegah (prefentive control). Dibandingkan dengan tindakan-tindakan pengawasan sesudah terjadinya penyimpangan, maka tujuan pengawasan adalah menjaga hasil pelaksanaa kegiatan sesuai dengan rencana. Ketentuan-ketentuan dan infrastruktur yang telah ditetapkan benar-benar diimplementasikan. Sebab pengawasan yang baik akan tercipta tujuan perusahaan yang efektif dan efisien. d. Jenis-Jenis Pengawasan

Menurut Maringan (Maringan, 2004: 62), Pengawasan terbagi 4 yaitu:

1) Pengawasan dari dalam perusahaan

Pengawasan yang dilakukan oleh atasan untuk mengumpul data atau informasi yang diperlukan oleh perusahaan untuk menilai kemajuan dan kemunduran perusahaan.

2) Pengawasan dari luar perusahaan

Pengawasan yang dilakukan oleh unit diluar perusahaan. Ini untuk kepentingan tertentu.

3) Pengawasan Preventif

Pengawasan dilakukan sebelum rencana itu dilaksakaan. Dengan tujuan untuk mengacah terjadinya kesalahan/kekeliruan dalam pelaksanaan kerja.


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Pengawasan Yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan pekerjaan agar hasilnya sesuai dengan yang direncanakan.

Menurut Ernie dan Saefullah (Ernie dan Saefullah, 2005: 327), jenis pengawasan terbagi atas 3 yaitu:

1) Pengawasan Awal

Pengawasan yang dilakukan pada saat dimulainya pelaksanaan pekerjaan. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan perkerjaan.

2) Pengawasan Proses

Pengawasan dilakukan pada saat sebuah proses pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan ang ditetapkan.

3) Pengawasan Akhir

Pengawasan yang dilakukan pada saat akhir proses pengerjaan pekerjaan.

e. Fungsi Pengawasan

Menurut Ernie dan Saefulah (Ernie dan Saefullah, 2005: 12), fungsi pengawasan adalah :

1) Mengevaluasi keberhasilan dan pencapaian tujuan serta target sesuai dengan indikator yang di tetapkan.

2) Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan.

3) Melakukan berbagai alternatife solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan perusahaan.

Menurut Maringan (Maringan, 2004: 62), fungsi pengawasan adalah :

1) Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaan. 2) Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

3) Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian, dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengawasan adalah mengevaluasi hasil dari aktifitas pekerjaan yang telah dilakukan dalam perusahaan dan melakukan tindakan koreksi bila diperlukan.

3. Tinjauan Tentang Pengawasan Perbankan a. Bank Indonesia

Bank Indonesia berasal dari De Javasche Bank N.V. yang merupakan salah satu bank milik pemerintah Belanda. De Javasche Bank N.V. didirikan pada zaman penjajahan Belanda, tepatnya pada tanggal 10 Oktober 1827 dalam rangka membantu pemerintah Belanda untuk mengurus keuangannya di Hindia Belanda pada waktu itu. Kemudian De Javasche Bank N.V. dinasionalisasi pemerintah Republik Indoneisa tanggal 6 Desember 1951 dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1951 menjadi bank milik pemerintah Republik Indonesia (Kasmir, 2004:167).

Peranan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral sangat penting dan sangat dibutuhkan keberadaannya. Tugas Bank Indonesia sebagai bank to bank adalah mengatur, mengkoordinasi, mengawasi serta memberikan tindakan kepada dunia perbankan. Peranan lain Bank Indonesia adalah dalam upaya menyalurkan uang terutama uang kartal (kertas dan logam), Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk menyalurkan uang kartal. Selanjutnya mengendalikan jumlah uang yang beredar dan suku bunga dengan maksud untuk menjaga kestabilan nilai rupiah. Hubungan bank Indonesia dengan pemerintah dalam hal ini adalah sebagai pemegang kas pemerintah. Demikian pula hubungan keuangan dengan dunia internasional juga ditangani oleh Bank Indonesia seperti menerima pinjaman luar negeri (Kasmir, 2004:169).


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Bank Indonesia juga mengurus dana yang dihimpun dari masyarakat agar disalurkan kembali ke masyarakat benar-benar efektif penggunaannya sesuai dengan tujuan pembangunan. Kemudian disamping mengurus dana perbankan, Bank Indonesia juga mengatur dan mengawasi kegiatan perbankan secara keseluruhan (Jamal Wiwoho, 2011:10).

Tujuan bank Indonesia seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Bab III Pasal 7 adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Mata uang rupiah perlu dijaga dan dipelihara mengingat dampak yang ditimbulkan apabila suatu mata uang tidak stabil sangatlah luas. Salah satu akibat ketidakstabilan nilai rupiah adalah terjadinya inflasi yang sangat memberatkan masyarakat luas. Oleh karena itu tugas Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sangatlah penting.

Maksud dari kestabilan rupiah yang menjadi tujuan dari Bank Indonesia adalah (Kasmir, 2004:208):

1) Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang dapat diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi. 2) Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain. Hal ini

dapat diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.

Stabilnya nilai mata uang rupiah akan memberikan banyak manfaat terutama untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Agar kestabilan nilai rupiah dapat tercapai dan terpelihara, maka Bank Indonesia memiliki tugas antara lain:

1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. 2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. 3) Mengatur dan mengawasi bank.

Pengawasan terhadap bank oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dapat bersifat langsung atau pengawasan tidak


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

langsung. Yang dimaksud pengawasan langsung adalah bentuk pemeriksaan yang disertai dengan pengawasan tindakan tindakan perbaikan. Sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung terutama dalam bentuk pengawasan dalam bentuk penelitian, analisis, evaluasi laporan bank (Jamal Wiwoho. 2011:13). Prinsip-prinsip pengawasan Bank Indonesia di dunia perbankan yang efektif adalah (Jamal Wiwoho, 2011:14):

1) Sistem informasi manajemen yang dimiliki bank mampu mengidentifikasi konsentrasi portofolio dan pengawasan harus menetapkan batasan kehati-hatian bagi setiap nasabah peminjam terkait atau grup terkait.

2) Untuk menghindari penyelewengan, pengawas bank harus menetapkan persyaratan bahwa bank yang akan memberikan pinjaman pihak yang terkait harus berdasarkan transaksi di pasar, pemberian kredit tersebut harus dimonitor secara efektif dan langkah-langkah yang harus diambil dalam rangka mengawasi dan mengurangi resiko.

3) Tersedia kebijakan dan prosedur untuk identifikasi, monitoring and controlling, country risk, dan transfer risk yang dimiliki bank dalam menyalurkan pinjaman dan investasi internasional, serta menyediakan cadangan yang cukup untuk resiko tersebut. 4) Bank harus memiliki sistem yang dapat secara tepat mengukur,

memonitor dan mengawasi resiko pasar yang dihadapi bank-bank. Pengawas harus memiliki kewenangan untuk mengenakan batasan spesifik atau denda spesifik terhadap eksposure resiko pasar.

5) Pengawas bank harus menetapkan bahwa bank memiliki internal control yang cukup sesuai dengan skala bisnisnya. Hal ini harus mencakup pengaturan yang jelas tentang pendelegasian wewenang dan tanggung jawab, pemisahan fungsi diantara bagian-bagian bank.


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

6) Pengawas bank harus menetapkan bahwa bank memiliki kebijakan praktek dan prosedur termasuk ketentuan know your consumen, yang menciptakan standar etika dan profesionalisme yang tinggi dan mencegah penggunaan secara sengaja maupun tidak sengaja oleh unsur-unsur kriminal.

7) Pengawasan bank harus menetapkan persyaratan modal yang hati-hati dan cukup untuk seluruh bank. Persyaratan tersebut harus mencerminkan resiko yang dihadapi bank dan harus menentukan komponen modal dengan memperhatikan kemampuan menyerap kerugian.

8) Bagian terpenting dari sistem pengawasan adalah evaluasi kebijaksanaan, praktik, dan prosedur bank yang berkaitan dengan pemberian pinjaman dan investasi serta pelaksanaan manajemen portofolio pinjaman dan investasi. Pengawas harus yakin bahwa bank memiliki dan taat pada kebijaksanaan, praktek dan prosedur evaluasi kualitas aset dan ketentuan kerugian pinjaman dan cadangan.

b. Otoritas Jasa Keuangan

Pengertian Otoritas Jasa Keuangan diatur pada Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebutkan bahwa, “Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang OJK, senada dengan yang termuat dalam Pasal 2.

OJK memiliki tujuan yang diatur pada Pasal 4 adalah agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dalam penjelasan resminya dipaparkan bahwa dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.

Fungsi OJK yang diatur pada Pasal 5 adalah untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Tugas pokok OJK selanjutnya untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal dan kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya sebagaimana tercantum pada Pasal 6. Pengintegrasian sistem pengawasan ini dilakukan agar mekanisme pengawasan dapat dilakukan satu atap oleh sebuah lembaga independen yang sebelumnya fungsi pengawasan lembaga keuangan dilakukan secara terpisah oleh Bapepam dalam pengawasan Pasar Modal dan Bank Indonesia dalam pengawasan Perbankan.

Undang-undang OJK juga memaparkan terkait dengan wewenang OJK yang diatur pada Pasal 6 diantaranya:

1) Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:

a) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

b) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

2) Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

a) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;

b) Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;

(1) sistem informasi debitur.

(2) pengujian kredit (credit testing). (3) standar akuntansi bank.

3) Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko, tata kelola bank, prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang, dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan, dan pemeriksaan bank.

Pasal 39 memaparkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain:

1) kewajiban pemenuhan modal minimum bank. 2) sistem informasi perbankan yang terpadu.

3) kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri.

4) produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya.

5) penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank.

6) data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.

Dalam penjelasan umum UU OJK dikemukakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness). Secara kelembagaan, Otoritas Jasa Keuangan berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari kedua otoritas tersebut secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan Ex-officio juga diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan asas-asas sebagai berikut:


(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

1) asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2) asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;

3) asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;

4) asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

5) asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6) asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan

7) asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di atas, Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip “checks and balances”. Hal ini diwujudkan dengan melakukan


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan. Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan Otoritas Jasa Keuangan. Tugas anggota Dewan Komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

4. Tinjauan Tentang The Core Principles of Banking Supervision a. Latar Belakang The Basel Committee on Banking Supervision

The Basel Committee on Banking Supervision (Komite Basel) adalah sebuah komite otoritas pengawas perbankan yang didirikan oleh gubernur-gubernur bank sentral dari negara-negara Group of Ten (G-10) pada tahun 1974. Lembaga ini terdiri dari wakil-wakil senior dari otoritas pengawas perbankan dan bank sentral Belgia, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Luxemburg, Belanda, Swedia, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat. Lembaga ini biasanya bertemu di Bank for International Settlement (BIS) di kota Basel-Swiss, yang juga merupakan lokasi sekretariat tetapnya komite basel dan tempat melakukan pertemuan berkala setiap tga bulan sekali (Sigit Triandaru,2006:18).

Komite Basel telah melaksanakan tugasnya sejak lama dalam rangka upaya meningkatkan pengawasan perbankan terutama di negara-negara anggota G-10 dan di tingkat intenasional. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, komite melakukan pertemuan dan berhubungan dengan berbagai otoritas pengawas perbankan di berbagai negara. Beberapa tahun terakhir komite berupaya meyakinkan semua negara bagaimana pentingnya memperkuat sistem pengawasan prudensial (prudential supervision) terhadap


(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

sektor perbankan. Hal tersebut dilakukan dengan membangum kerja sama erat dengan negara-negara di luar Kelompok-10 yang akan senantiasa meningkatkan kualitas pengawasan perbankan di negara-negara anggotanya (Dahlan Siamat, 2005: 196).

Tujuan dari The Basel Committee adalah melakukan kerjasama dan harmonisasi dalam pengawasan perbankan secara internasional. Dengan adanya harmonisasi standar internasional dalam pengaturan dan pengawasan perbankan, diharapkan dapat memperbaiki iklim dan lingkungan operasioanl bagi bank-bank yang aktif melakukan transaksi internasional di era globalisasi dengan semakin terintegrasinya sistem financial dunia (Permadi Gandapradja,2004 : 38).

The Core Principles for Effective Banking Supervision (prinsip-prinsip pengawasan bank yang efektif) yang merupakan salah satu produk kesepakatan dari The Basel Committee, dalam upaya pengembangannya, Komite Basel juga melakukan kerjasama erat dengan otoritas pengawas bank negara-negara di luar G-10. Penyusunan dan pembahasan draft prinsip-prinsip pengawasan bank ini dilakukan bersama dengan kelompok kerja yang wakil-wakilnya selain dari Komite Basel sendiri, juga berasal dari negara-negara lain di luar G-10, yaitu Cili, Cina, Republik Ceko, Hongkong, Meksiko, Rusia, dan Thailand. Selain negara-negara tersebut ada sembilan negara yang juga terlibat cukup erat dalam penyusunan dan pembahasan draft tersebut, yaitu Argentina, Brasil, Hungaria, India, Indonesia, Korea, Malaysia, Polandia, dan Singapura. Penyusunan prinsip-prinsip tersebut dilakuakan setelah konsultasi yang intensif dengan berbagai pihak lainnya termasuk Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) (Dahlan Siamat, 2005 : 196).

Hal tersebut sejalan dengan perluasan cakupan sasaran dari Komite Basel yang dalam perkembangannya, cakupan sasaran yang ingin dicapai melalui kerjasama dan harmonisasi internasional antar otoritas pengawasan bank dan bank sentral semakin meluas dan


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

menyeluruh, sehingga tidak hanya terfokus pada internasionalisasi perbankan, tetapi juga mencakup perbankan domestik di setiap negara. Pergeseran sikap tersebut dipicu oleh kondisi dan pengalaman yang Namun seiringnya waktu telah terjadi perubahan mencemaskan sejak tahun 1980. Dalam periode 1980-an, terjadi perubahan politik, ekonomi, dan kebijakan pemerintah di berbagai negara, yang secara drastis mempengaruhi iklim kehidupan perbankan (Permadi Gandapradja,2004 : 39).

b. The Core Principles for Effective Banking Supervision

Pembahasan mengenai The Basel Core Principles diawali dengan adanya kerjasama antara bank-bank sentral di Kota Basel pada tahun 1930 yang menjadi embrio terbentuknya The Bank for International Settlement (BIS). Diantara kerjasama tersebut adalah terkait dengan pengembangan dalam penelitian ekonomi moneter dan keuangan, pentingnya kontribusi dalam collection, compilation, dissemination ekonomi dan statistic ekonomi. Dalam bidang kebijakan moneter, kerjasama di BIS pasca perang dunia ke dua hingga tahun 1970-an memfokuskan pada implementasi atas Bretton Woods System. Beberapa fokus kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah terkait dengan pengelolaan Cross-Border Capital Flows yang diikuti dengan krisis minyak dan krisis hutang internasional. Krisis keuangan pada 1970an juga membawa dampak pada issu tentang supervisi atas bank-bank yang beroperasi secara internasional.

The Core Principles For Effective Banking Supervision (Core Principles) merupakan wujud nyata untuk sebuah standar minimum regulasi dalam hal prudensial dan pengawasan bank serta sistem perbankan. Core Principles dibentuk oleh KOmite Basel yang saat ini terdiri dari wakil-wakil senior otoritas pengawasan bank dan bank sentral dari Argentina, Australia, Belgia, Brazil, Kanada, Cina, Perancis, Jerman, Hongkong, India, Indonesia, Italia, Jepang, Korea, Luksemburg, Meksiko, Belanda, Rusia, Arab Saudi, Singapura,


(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris dan Amerika Serikat, dan Core Principles ini digunakan oleh negara-negara sebagai standard untuk menilai kualitas sistem pengawasan dan untuk mengidentifikasi pekerjaan di masa depan untuk mencapai tingkat dasar praktek pengawasan perbankan. Core Principles juga digunakan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, dalam konteks Financial Sector Assessment Programme (FSAP), untuk menilai efektivitas perbankan sistem pengawasan dan praktik di negara.

Hal tersebut sejalan dengan perluasan cakupan sasaran dari Komite Basel yang dalam perkembangannya, cakupan sasaran yang ingin dicapai melalui kerjasama dan harmonisasi internasional antarotoritas pengawasan bank dan bank sentral semakin meluas dan menyeluruh, sehingga tidak hanya terfokus pada internasionalisasi perbankan, tetapi juga mencakup perbankan domestik di setiap negara. Pergeseran sikap tersebut dipicu oleh kondisi dan pengalaman yang mencemaskan sejak tahun 1980. Dalam periode 1980-an, terjadi perubahan politik, ekonomi, dan kebijakan pemerintah di berbagai negara, yang secara drastis mempengaruhi iklim kehidupan perbankan (Permadi Gandapradja, 2006 : hal. 39).

Pada awalnya Core Principles telah dibentuk oleh Komite Basel pada tahun 2006, namun pada tahun 2010 Komite Basel mendapatkan laporan oleh G-20 dimana laporan tersebut sebagai respon atas krisis keuangan yang melanda di berbagai negara. Berdasarkan hasil laporan tersebut Komite Basel berencana untuk melakukan review terhadap prinsip-prinsip pengawasan perbankan yang telah diatur di dalam Core Principles. Sehingga pada bulan Maret 2011, anggota Komite Basel yaitu komite yang berasal dari perwakilan negara dan lembaga yang bergerak di bidang keuangan khususnya perbankan yakni IMF, Bank Dunia, dan Islamic Financial Services Board (IFSB).


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

The Core Principles adalah kerangka kerja standar minimum untuk praktek pengawasan yang sehat dan dianggap mampu diaplikasikan secara global. Komite menyusun Prinsip Inti dan Metodologi sebagai kontribusinya terhadap memperkuat sistem keuangan global. Kelemahan dalam sistem perbankan suatu negara, apakah berkembang atau dikembangkan, dapat mengancam stabilitas keuangan baik di dalam negeri itu dan internasional. Komite percaya bahwa pelaksanaan Core Principles oleh semua negara akan menjadi langkah signifikan untuk memperbaiki stabilitas keuangan domestik dan internasional dan memberikan dasar yang baik untuk pengembangan lebih lanjut dari sistem pengawasan yang efektif. Core Principles dipahami sebagai kerangka sukarela standar minimum untuk praktek pengawasan yang baik; otoritas nasional bebas untuk dimasukkan ke dalam langkah-langkah tambahan tempat yang komite anggap perlu untuk mencapai pengawasan yang efektif dalam yurisdiksi mereka.

The Basel Core Principle atau Core Principles for Effective Banking Supervision adalah prinsip-prinsip dasar sistem supervise perbankan yang disusun oleh The Basel Committee on Banking Supervision bersama dengan beberapa institusi supervisor perbankan lainnya. The Basel Core Principles telah di-endorse oleh berbagai otoritas moneter seperti Bank Sentral negara-negara G-10. The Basel Core Principles disusun sebagai syarat minimum yang dibutuhkan oleh perbankan di dalam merespon berbagai kondisi dan risiko di sistem keuangan suatu negara. The Basel Core Principles diharapkan dapat menjadi rujukan dasar bagi institusi supervisor keuangan/perbankan dan otoritas publik lainnya di seluruh negara maupun secara internasional ( Achmad Fauzi. 25 Mei 2011. Pokok-Pokok Basel Core Principles. (online), (www.bankirnews.com, diakses 17 November 2014). Penerapan The Basel Core Principle ini sendiri didasarkan pada penggunaan 25 prinsip dasar yang kemudian dikelompokkan menjadi tujuh kelompok prinsip utama The Basel


(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Core Principles yang merupakan pedoman dasar pelaksanaan pengawasan pada proses pengawasan perbankan.

Basel Core Principles pertama yang diterbitkan oleh The Basel Committee pada bulan September 1997 terdiri dari 25 prinsip dasar. Dari jumlah tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tujuh prinsip inti (core principles) pengawasan bank, yaitu sebagai berikut (Dahlan Siamat, 2004 : hal. 197) :

1) Prinsip prekondisi bagi pengawasan bank yang efektif. 2) Prinsip perizinan dan struktur.

3) Prinsip ketentuan kehati-hatian dan persyaratan.

4) Prinsip metode pengawasan perbankan yang sedang berjalan. 5) Prinsip persyaratan informasi.

6) Prinsip kewenangan pengawas. 7) Prinsip lintas batas perbankan.

Sedangkan revisi yang dilakukan oleh Komite Basel terhadap Basel Core Principles pada tahun 2012 telah membuahkan sebuah pembagian/pengelompokkan terhadap prinsip-prinsip yang ada pada 2 kelompok utama yaitu sebagai berikut:

1) Kelompok Pertama adalah prinsip-prinsip yang termasuk dalam prinsip dengan fokus pada kekuatan pengawasan, pertanggung jawaban, dan fungsi pengawasan, yakni prinsip pertama hingga prinsip ketigabelas.

2) Kelompok Kedua adalah prinsip-prinsip yang termasuk dalam prinsip dengan fokus pada pengaturan kehati-hatian dan persyaratan terhadap perbankan, yakni prinsip keempatbelas hingga prinsip keduapuluh sembilan.

Berikut ini ditampilkan perbandingan prinsip-prinsip inti dalam Core Principles 2006 dengan Core Principles 2012:

Tabel 1. Perbandingan The Basel Core Principles Tahun 2006 dengan Tahun 2012

The Core Principles 2012 The Core Principles 2006 Supervisory Powers, Responsibilities and Functions


(1)

commit to user

terdapat pula kelemahan terkait pengawasan yang dilakukan oleh BCB, dimana meskipun UU Perbankan mewajibkan bank untuk memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari BCB untuk berinvestasi di perusahaan apapun, Pasal 30 Hukum Perbankan menyatakan bahwa lembaga kredit swasta, dengan pengecualian dari lembaga investasi, dapat berpartisipasi di ibukota setiap perusahaan hanya dengan persetujuan terlebih dahulu dari Bank Sentral Brasil. Namun, Resolusi 2723 gagal untuk memasukkan persyaratan ini. Akibatnya dalam prakteknya hal ini belum dilakukan. Investasi, selain di mana kontrol dari lembaga keuangan yang terlibat, tidak tunduk pada persetujuan BCB, tapi dibutuhkan ex-post pemberitahuan

4) Prinsip Ketentuan Kehati-hatian dan Persyaratan.

Sehubungan dengan pengaturan mengenai ketentuan kehatihatian dan persyaratan BCB telah membangun sebuah kerangka hukum yang komprehensif dan proses pengawasan di tempatkan untuk anti pencucian uang / memerangi terorisme keuangan (AML/ CFT). BCB memonitor erat kepatuhan lembaga yang berada dalam pengawasnnya melalui gabungan kegiatan

offsite dan onsite, termasuk ulasan horisontal oleh staf khusus

AML / CFT. Pekerjaan lapangan didukung oleh prosedur pemeriksaan rinci dan termasuk dalam Sistem Penilaian Risiko dan Pengendalian (SRC). Kemudian persyaratan untuk pengawasan manajemen risiko dilakukan oleh BCB secara komprehensif, termasuk asumsi konservatif, dan terkait dengan penentuan kecukupan modal. Untuk tujuan pengawasan pengawasan, risiko dibagi menjadi sebelas kategori risiko: risiko kredit, pasar, likuiditas, perusahaan (tingkat) operasional, area bisnis operasional, contagion, legalitas, reputasi, strategi, teknologi informasi (TI) dan pencucian uang.

Pemantauan risiko merupakan kegiatan utama dan analisis substantif setiap kelompok risiko dan proses manajemen


(2)

masing-commit to user

masing dilakukan. Kontrol diharapkan ada dan harus sepadan dengan ukuran dan kompleksitas operasi masing-masing lembaga. Kemudian akomodasi prinsip the Basel Core Principle dalam hal peraturan prudential dan persyaratan terlihat pula pada tindakan BCB yang mewajibkan Bank untuk menerapkan kontrol internal yang memadai untuk kegiatan mereka dan harus patuh dengan norma-norma hukum dan peraturan terkait. Supervisor dapat mengarahkan kontrol tambahan jika risiko kekurangan manajemen ditemukan, dan dapat menerapkan pembatasan operasional lebih ketat ketika kekurangan tersebut tidak dikoreksi secara tepat waktu. 5) Prinsip Metode Pengawasan Perbankan yang sedang Berjalan.

Penerapan prinsip the Basel Core Principles ini oleh BCB dapat dilihat pada bentuk pengawasan yang disesuaikan dengan masing-masing lembaga berdasarkan profil risiko dan ukuran dan kompleksitas kegiatannya. Proses pengawasan memanfaatkan sistem informasi untuk meningkatkan efisiensi staf pengawasannya. Sistem informasi menghasilkan analisis kuantitatif yang signifikan, termasuk penggunaan kecerdasan buatan untuk menghasilkan peringkat risiko kuantitatif bagi bank. Staf pengawas berfokus pada penyediaan pantauan kualitatif berdasarkan analisis rinci tata kelola perusahaan, manajemen risiko dan risiko konglomerat, termasuk kemungkinan dampak pada konglomerat dari afiliasi atau anak perusahaan nonbank.

6) Prinsip Akuntansi dan Persyaratan Informasi.

Sehubungan dengan prinsip ini, BCB mewajibkan Bank untuk mematuhi prinsip akuntansi dan keterbukaan dalam the

Basel Core Principles dengan membuat standar peraturan

akuntansi dan menunjuk seorang direktur khusus bertanggung jawab untuk mematuhi standar yang dibutuhkan, prinsip akuntansi dasar, dan etika profesional dan aturan kerahasiaan perbankan. Bank diwajibkan untuk menerbitkan laporan semester yang diaudit sesuai dengan rencana akuntansi nasional lembaga sistem


(3)

commit to user

keuangan (Cosif), dan setiap tahun sesuai dengan standar pelaporan keuangan (IFRS) yang berlaku internasional. Semua bank public yang wajib menunjuk Komite Audit yang menghasilkan laporan tahunan IFRS. Selain itu semua lembaga keuangan harus menerima audit eksternal sesuai dengan standar audit internasional

7) Prinsip Pengawas Bank.

Resolusi 4019 meningkatkan kemampuan BCB untuk meminta koreksi awal terhadap permasalahan yang ada melalui proses pengawasan dengan memungkinkan untuk melakukan pengkoreksian berdasarkan pandangan hukum pada kecukupan pengendalian internal, tata kelola perusahaan, dan tidak harus menunggu sampai kondisi bank menunjukkan kuantitatif indikasi kerusakan untuk dapat memerlukan tindakan korektif.

8) Prinsip Lintas Batas Perbankan.

BCB diberdayakan untuk mengawasi bank secara madiri dan berbasis konsolidasi, termasuk semua kantor atau entitas dalam kelompok, terlepas dari lokasi mereka atau struktur hukum. Konsolidasi pengawasan terutama didasarkan pada informasi yang dihimpun di tingkat bank induk untuk mengelola risiko dan kontrol di seluruh grup. Bank induk tunduk pada pelaporan berkala wajib rinci untuk BCB, yang juga mencakup manajemen risiko internal global dan informasi mengenai pengendalian internal. Selain itu, BCB juga melakukan koordinasi dan pertukaran informasi dengan pengawas dalam negeri dan asing.


(4)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Kasus Bank Century sebagai bukti lemahnya pengawasan perbankan

oleh Bank Indonesia

Lembaga Perbankan

Pengawasan Perbankan

Pengawasan Secara Nasional

Pengawasan sesuai Standar Internasional

Sebelum Terbentuknya Lembaga Otoritas Jasa

Keuangan (OJK)

The Core Principles for Effective Banking

Supervision

Penyempurnaan Pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pengaruh The Core Principles for

Effective Banking Supervision

Sesudah Terbentuknya Lembaga Otoritas Jasa

Keuangan (OJK)

Pengawasan sebelum terbentuknya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan

(OJK)

Terwujudnya Pengawasan Perbankan yang efektif


(5)

commit to user

Keterangan:

Alur sebagaimana pada kerangka pemikiran diatas akan menjadi langkah-langkah bagi penulis guna menjawab perumusan masalah yang telah dipaparkan dimuka. Pemaparan akan dimulai dari bahasan umum mengenai pentingnya peran perbankan sebagai lembaga keuangan yang memiliki fungsi yang penting dari sebuah pergerakan perekonomian suatu negara. Sirkulasi keuangan suatu negara memiliki kaitan erat dengan perbankan dimana perbakan sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta pembangunan negara. Peran yang begitu penting memerlukan sebuah pengawasan sehingga tugas dan fungsi perbankan tetap berjalan dalam koridor yang seharusnya dan tidak menyimpang dari tujuan semula.

Pengawasan terhadap perbankan di Indonesia diatur oleh hukum nasional dan hukum internasional. Sebelum di bentuknya Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pengawasan perbankan diatur ooleh Bank Indonesia di samping tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Pengawasan terhadap perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada dasarnya telah mengalami berbagai kendala yakni sebai contoh terjadinya kasus Bank Century, dengan alasan tersebut maka dibentuklah otoritas independen yang memiliki fungsi salah satunya yakni mengawasi pergerakan kegiatan perbankan, yakni Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Selain pengawasan perbankan yang ada di dalam koridor hukum nasional juga terdapat standar-standar internasional yang dikeluarkan oleh lembaga perbankan internasional yakni The Core Principles For Banking

Supervision yang dikeluarkan oleh The Basel Committe on Banking

Supervision. Dimana di dalam kesepakatan-kesepakatan yang terjadi salah

satunya bagaimana menciptakan perbankan yang sehat melalui konsep pengawasan perbankan berstandard internasional. Oleh karena itu perlu di berikan sebuah penulisan hukum yang berisikan bagaimanakah sistem


(6)

commit to user

pengawasan perbankan sebelum dibentuknya lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan penyempurnaan dalam pengawasan perbankan pasca pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam perspektif UU OJK dan


Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Tentang Peralihan Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 4 71

DESKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 14 44

PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

4 28 71

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

8 98 57

PENGARUH THE BASEL CORE PRINCIPLES TERHADAP UNDANG-UNDANG BANK INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN PERBANKAN.

0 0 18

INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA (BERDASARKAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN).

0 0 13

FUNGSI PENGATURAN DAN PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA SETELAH DISAHKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN.

0 0 14

SISTEM KOORDINASI ANTARA BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN BANK SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 0 8

SISTEM PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN PADA JASA KEUANGAN SYARI’AH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Analisis Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan) - Raden Intan Repository

0 0 95

PENYEMPURNAAN PENGAWASAN PERBANKAN PASCA PEMBENTUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DAN THE CORE PRINCIPLES FOR EFFECTIVE BANKING SUPERVISION - UNS Institutional Repository

0 0 15