PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN TIPE JIGSAW DI KELAS X SMA SANTO THOMAS 3 MEDAN T.A 2014/2015.

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
YANG DIAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE NUMERED HEADS TOGETHER
(NHT) DAN TIPE JIGSAW DI KELAS X SMA
SANTO THOMAS 3 MEDAN T.A 2014/2015

Oleh:
Mai Rani Marintan Sinaga
NIM 4113111047
Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2015


iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
berkat-Nya yang memberikan kesehatan dan hikmat kepada penulis sehingga
penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang
direncanakan. Skripsi yang berjudul “Perbedaan

Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Numbered
Heads Together (NHT) dan tipe Jigsaw di Kelas X Santo Thomas 3 Medan”,
disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negri Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd sebagai dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan
saran-saran kepada penulis sejak awal penelitian sampai dengan selesainya
penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Drs.
Zul Amry, M.Si, Ph.D, Ibu Dra. Ida Karnasih, M.Sc, Ph.D dan Bapak Drs. M.

Panjaitan ,M.Pd yang telah memberikan masukan dan saran-saran dalam
penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Drs.
Togi, M.Pd sebagai Dosen Pembimbing Akademik, kepada Bapak Prof. Dr.
Syawal Gultom, M.Pd, selaku Rektor UNIMED, Bapak Prof. Drs. Motlan, M.Sc,
Ph.D, selaku Dekan beserta staf-stafnya di FMIPA UNIMED. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Edi Surya, M.Si, selaku Ketua Jurusan
Matematika FMIPA UNIMED dan kepada seluruh Bapak/Ibu Dosen beserta Staf
Pegawai Jurusan Matematika FMIPA UNIMED yang telah membantu penulis.
Terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Mikael Muda Ginting, S.Pd,
M.Si, selaku Kepala Sekolah, Ibu Armia Ginting, S.Pd, Bapak Erwin Sidabalok
S.Pd, M.Si, selaku guru mata pelajaran matematika di SMA Santo Thomas 3
Medan yang telah membantu penulis selama penelitian. Teristimewa penulis
sampaikan terima kasih kepada yang terkasih Ayahanda Kajus Sinaga dan Ibunda
Lestina Marcia Situmorang yang setia berdoa dan memberikan dukungan material
serta spiritual yang tak ternilai harganya hingga penulis bisa memperoleh gelar

v

Sarjana Pendidikan Matematika. Terima kasih juga untuk kedua kakak ku Elvalini
Sinaga, abangku Leo Fransiskus Sinaga dan adikku Dongan Maruli Tua Sinaga

serta semua keluarga yang telah mendoakan dan memberi semangat bagi penulis.
Terima kasih juga untuk teman berbagi cerita saya, Fristy Yashinta
Tarigan yang turut serta memberi motivasi dan semangat. Terimakasih juga pada
Risda Turnip, Putri Readora Silitonga, Chrisna Sinaga, Jesicca Saragih, Stepany
Cristy Tarigan, Silva Sagala, Martha Napitupulu, Mery Hutabarat, Nonce
Situmorang, Lenra Malau dan semua rekan seperjuangan di Kelas Matematika
Reguler C 2011 yang telah memberikan semangat dan motivasi selama kuliah
hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis telah berupaya semaksimal mungkin
dalam penyelesaian skripsi ini, namun penulis menyadari banyak kelemahan, baik
isi maupun tata bahasa, karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Kiranya skripsi ini
bermanfaat ilmu pendidikan.

Medan,

Juni 2015

Penulis,

Mai Rani Marintan Sinaga


iii

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
YANG DIAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE NUMERED HEADS TOGETHER
(NHT) DAN TIPE JIGSAW DI KELAS X SMA
SANTO THOMAS 3 MEDAN T.A 2014/2015
Mai Rani Marintan Sinaga (4113111047)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi
matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada pokok bahasan aturan
sinus dan kosinus di kelas X SMA Santo Thomas 3 Medan T.A 2014/2015. Jenis
penelitian ini adalah penelitian eksperimen.
Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah seluruh siswa SMA
Santo Thomas 3 Medan Kelas X sebanyak 5 kelas. Pengambilan sampel dilakukan
secara acak dan banyak sampel dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelas, kelas
pertama disebut sebagai kelas eksperimen I dan kelas kedua disebut sebagai kelas

eksperimen II dan jumlah siswa pada masing-masing kelas adalah 29 orang siswa.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes
kemampuan komunikasi matematis tertulis, yang terdiri dari 6 butir soal uraian,
dimana sebelum tes diujikan terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitas. Tes
diberikan sebanyak 2 kali yaitu pretes sebelum diberikan pembelajaran dan postes
diberikan setelah pembelajaran di kedua kelas berakhir.
Dari hasil pengolahan data diperoleh rata-rata kemampuan komunikasi
matematis tertulis siswa pada hasil pretes diperoleh 1,624 untuk kelas eksperimen
I dan 1,47 untuk kelas eksperimen II. Sedangkan pada postes rata-rata
kemampuan komunikasi matematis siswa sebesar 5,99 untuk kelas eksperimen I
dan 5,53 untuk kelas eksperimen II. Masing-masing kelas meningkat sebesar
4,367 untuk kelas eksperimen I dan 4,066 untuk kelas eksperimen II. Dari
peningkatan selisih rata-rata dari kedua kelompok dapat dilihat bahwa
peningkatan kemampuan komunikasi siswa kelas eksperimen I lebih tinggi
daripada kelas eksperimen II.
Berdasarkan pengujian hipotesis yang dilakukan yaitu dengan
mengggunakan uji t dengan   0,05 diperoleh t hitung (2,1701) > t tabel (1,678). Hal
ini menunjukkan bahwa t hitung berada di dalam penerimaan H0 maka berdasarkan
pengujian tersebut diperoleh bahwa H0 ditolak dan berarti H a diterima sehingga
dapat dinyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa yang

diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik daripada
model pe,mbelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together pada pokok
bahasan aturan sinus dan kosinus di kelas X SMA Santo Thomas 3 Medan T.A
2014/2015.

vi

DAFTAR ISI

Halaman
LembarPengesahan
Riwayat Hidup
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
Daftar Lampiran
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Pembatasan Masalah
1.4 Rumusan Masalah
1.5 Tujuan Penelitian
1.6 Manfaat Penelitian
1.7 Defenisi Operasional
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis
2.1.1. Hasil Belajar
2.1.2. Pembelajaran Kooperatif
2.1.2.1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
2.1.2.2.Pembelajaran Kooperatif Tipe Numered Heads Together
2.1.3. Komunikasi
2.1.4. Komunikasi Matematis
2.1.5. Kemampuan Komunikasi Matematis
2.1.6. Kemampuan Komunikasi dalam Pemecahan Masalah
2.1.7. Uraian Materi Sinus dan Cosinus
2.1.7.1. Aturan Sinus
2.1.7.2. Aturan Kosinus
2.2. Penelitian yang Relevan

2.3. Kerangka konseptual
2.4. Hipotesis penelitian
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
3.2. Lokasi Penelitian
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1.Populasi
3.3.2.Sampel
3.4. Mekanisme dan Rancangan Penelitian
3.4.1.Mekanisme Penelitian

i
ii
iii
iv
vi
viii
ix
x


1
9
9
10
10
10
11

13
13
14
17
20
23
24
26
29
31
34
40

42
47

46
46
46
46
46
47
47

vii

3.4.2.Rancangan Penelitian
3.5. Variabel Penelitian
3.6. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
3.7. Teknik Analisis Data
3.7.1 Uji Normalitas
3.7.2 Uji Homogenitas
3.7.3 Pengujian


48
49
50
53
53
53
54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4. 1 Deskripsi Data Hasil Penelitian
4.1.1. Nilai Pre-Test Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II
4.1.2. Nilai Post-Test Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
4.3. Hasil Analisis Data Statistik
4.3.1 Uji Normalitas
4.3.2 Uji Homogenitas
4.3.3 Uji Hipotesis
4.4 Diskusi Hasil Penelitian

63
63
65
66
67
67
68
68
69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran

73
73

DAFTAR PUSTAKA

74

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel.1.1 Kesalahan Hasil Pekerjaan Siswa

5

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

17

Tabel 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

19

Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Numered

22

Heads Together (NHT)
Tabel 2.4 Perbandingan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Jigsaw

44

dan Numered Heads Together (NHT)

Tabel 3.1 Rancangan Kelompok Eksperimen I dengan Eksperimen II

50

yang Dibentuk Secara Random dan Diberi Pretes dan Postes
Tabel 3.2 Kisi-kisi Kemampuan Komunikasi Matematis

51

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Soal Pretes

53

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Soal Postes
Tabel 3.5 Hasil Analisis Butir Soal Pretes

54

Tabel 3.6 Hasil Analisis Butir Soal Postes

57

Tabel 3.7 Rubrik Skor Kemampuan Komunikasi Matematis

58

Tabel 4.1 Data Hasil Pretes Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II

63

Tabel 4.2 Tabel Kategori Hasil Pretes Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II 64
Tabel 4.3 Data Hasil Postes Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II

65

Tabel 4.4 Tabel Kategori Hasil Postes Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II 66
Tabel 4.5 Hasil Analisis Uji Normalitas Data Penelitian

67

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Data Penelitian

68

viii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Kooperatif Tipe Jigsaw

20

Gambar 3.1 Skema Prosedur Penelitian

48

Gambar 4.2 Histogram Kategori Hasil Postes Kelas

64

Eksperimen I dan Eksperimen II
Gambar 4.1 Histogram Kategori Hasil Pretes Kelas
Eksperimen I dan Eksperimen II

66

x

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran

1 : Silabus Pembelajaran

76

Lampiran

2

80

Lampiran

3 : RPP II Kelas Eksperimen I

92

Lampiran

4 : RPP III Kelas Eksperimen I

102

Lampiran

5 : RPP IV Kelas Eksperimen I

114

Lampiran

6 : RPP I Kelas Eksperimen II

130

Lampiran

7 : RPP II Kelas Eksperimen II

142

Lampiran

8 : RPP III Kelas Eksperimen II

158

Lampiran

9 : RPP IV Kelas Eksperimen II

172

Lampiran

10 : Lembar Aktivitas Siswa 1

192

Lampiran

11 : Lembar Aktivitas Siswa 2

197

Lampiran

12 : Lembar Aktivitas Siswa 3

201

Lampiran

13 : Lembar Aktivitas Siswa 4

209

Lampiran

14 : Alternatif penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa 1

213

Lampiran

15 : Alternatif penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa 2

215

Lampiran

16 : Alternatif penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa 3

220

Lampiran

17 : Alternatif penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa 4

225

Lampiran

18 : Kisi-Kisi Soal Tes Diagnostik

228

Lampiran

19 : Soal Tes Diagnostik

229

Lampiran

20 : Alternatif Penyelesaian Soal Tes Diagnostik

230

Lampiran

21 : Kisi- Kisi Soal Pretes

234

Lampiran

22 : Soal Pretes

235

Lampiran

23 : Alternatif Penyelesaian Soal Pretes

238

Lampiran

24 : Kisi-Kisi Soal Postes

242

Lampiran

25 : Soal Postes

243

Lampiran

26 : Alternatif Penyelesaian Soal Postes

246

Lampiran

27 : Rubrik Skor Kemampuan Komunikasi Matematis

250

Lampiran

28 : Selisih Nilai Postes dan Nilai Pretes Kelas Eksperimen I 251

: RPP I Kelas Eksperimen I

xi

Lampiran

29 : Perhitungan Rata-Rata, Varians, dan Simpangan

252

Baku Selisih Nilai Postes dan Nilai Pretes
Kelas Eksperimen I
Lampiran

30 : Selisih Nilai Postes dan Nilai Pretes Kelas Eksperimen II 253

Lampiran

31 : Perhitungan Rata-Rata,Varians, dan Simpangan Baku

254

Selisih Nilai Postes dan Pretes untuk Kelas Eksperimen II
Lampiran

32 : Uji Normalitas

255

Lampiran

33 : Uji Homogenitas

258

Lampiran

34 : Uji Hipotesis

250

Lampiran

35 : Perhitungan Validasi Soal Pretes

263

Lampiran

36 : Perhitungan Validasi Soal Postes

266

Lampiran

37 : Perhitungan Reliabilitas Soal Pretes

268

Lampiran

38 : Perhitungan Reliabilitas Soal Postes

271

Lampiran

39 : Dokumentasi

273

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan bagi manusia sudah dipandang sebagai kebutuhan pokok.
Melalui pendidikan setiap peserta didik akan didewasakan agar dapat
mengembangkan bakat, potensi, dan keterampilan yang dimiliki dalam menjalani
kehidupan. Oleh karena itu, seharusnya pendidikan didesain guna memberikan
pemahaman dan meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Seperti yang
tercantum dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyebutkan, bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini menunjukkan
bahwa kualitas pendidikan mempengaruhi kualitas manusia. Semakin baik
kualitas pendidikan di suatu Negara maka akan meningkatkan sumber daya
manusia di Negara tersebut.
Kualitas pendidikan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kualitas guru
di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa guru merupakan salah satu faktor
yang sangat mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia. Dalam upaya
meningkatkan kualitas, pendidikan membutuhkan guru yang professional. Guru
profesional harus kompeten dalam menjalankan profesinya. Menurut PP No. 19
tahun 2005:
Pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis
kompetensi, yakni kompetensi pedagogik,kepribadian,profesional dan
social. 1) kompetensi Pedagogik: memahami peserta didik,merancang
pembelajaran,melaksanakan pembelajaran,merancang dan melaksanakan
evaluasi pembelajaran, mengembangkan peserta didik untuk
mengaktualitaskan berbagai potensi yang dimilikinya. 2) kompetensi
kepribadian: memiliki kepribadian yang mantap dan stabil,memiliki
kepribadian yang dewasa,memiliki kepribadian yang arif,memiliki
kepribadian yang berwibawa,memiliki akhlak mulia dan dapat jadi teladan.
3) kompensi profesional: menguasai substansi keilmuan yang terkait
dengan bidang study,menguasai langkah-langkah penelitiandan kajian
kritis untuk menambah wawasan. 4) kompetensi sosial: mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik , mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesame pendidik dan

1

2

tenaga kependidikan dan mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan orangtua/wali peserta didik dan masyarakat.
Menjadi seorang guru yang profesional tidak hanya memiliki pendidikan
keguruan saja, tetapi harus memiliki kompetensi-kompetensi yang mampu
menghasilkan peserta didik yang berkarakter dan mampu mengaplikasikan
pembelajaran yang telah didapatkannya untuk masa depan. Peran guru juga sangat
diharapkan mampu mengarahkan aktivitas belajar siswa, karena arahan dan
bimbingan guru yang kompeten akan menghasilkan peserta didik yang mampu
mempengaruhi

prestasi

belajar

siswa

yang

memuaskan.

Namun

pada

kenyataannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kualitas guru di Indonesia
masih tergolong rendah. Seperti yang diungkapkan Mentri Pendidikan dan
Kebudayaan Anies Baswedan (dalam kompas, 2015) tentang kopetensi guru yang
menyatakan

bahwa nilai rata-rata kompetensi guru di Indonesia hanya 44,5.

Dimana nilai standard kompetensi guru adalah75.
Masalah belajar memiliki peran penting dalam menentukan prestasi
peserta didik. Namun belajar lebih sering didefenisikan sebagai rutinitas atau
tuntutan ataupun property sekolah. Kegiatan belajar selalu dikaitkan dengan
tugas-tugas sekolah yang dipandang sebagai usaha untuk menguasai materi ilmu
pengetahuan. Seperti yang diungkapkan Slameto (2010: 1) :
Belajar merupakan suatu kegiatan menghafal sejumlah fakta-fakta.
Seorang yang telah belajar akan ditandai dengan banyaknya fakta-fakta
yang dapat dihafalkannya. Guru yang berpendapat demikian tentu akan
merasa puas ketika siswanya mampu menghafalkan sejumlah fakta diluar
kepala. Pendapat lain menyatakan bahwa belajar merupakan suatu latihan
sehingga hasil-hasil belajar akan tampak dalam keterampilan-keterampilan
tertentu sebagai hasil latihan. Sehingga ketika seseorang ingin mahir dalam
matematika maka ia harus banyak dilatih mengerjakan soal-soal latihan
matematika.
Pendapat setiap orang tentang pengertian belajar akan

menuntun

seseorang tersebut untuk melakukan tindakan-tindakan yang akan dilakukannya
untuk melakukan proses belajar. Hal ini menyebabkan adanya ketidakselarasan
tindakan belajar yang diarahkan guru kepada siswa dan pengertian yang sempit
tentang belajar akan membatasi

aktifitas yang dapat dilakukan siswa dalam

3

proses belajar yang berujung pada prestasi yang tidak memuaskan, sehingga
menyebabkan sampai saat ini pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah.
Hakekat belajar yang sesungguhnya adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses
belajar

dapat

diindikasikan

dalam

berbagai

bentuk

seperti

berubah

pengetahuan,pemahaman,sikap dan tingkah laku,kecakapan,keterampilan dan
kemampuan,serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang
belajar (Trianto, 2009: 9).
Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu
pendidikan Indonesia. Namun demikian, sampai saat ini hasilnya belum terlihat
berhasil

bahkan dapat dikatakan buruk. Hal ini terlihat dari data UNESCO

(dalam Tribun Jogja, 2014):
Data UNESCO tahun 2012, menempatkan Indonesia di peringkat ke-64
dari 120 negara berdasarkan Indeks Pembangunan Pendidikan. Data
tersebut menilai empat kategori yaitu angka partisipasi pendidikan kasar,
angka melek huruf pada usia di atas 15 tahun, angka partisipasi menurut
kesetaraan gender, dan angka bertahan siswa hingga kelas 5 SD.
Data lain terlihat dari salah satu asesmen internasional yaitu Trends in
International Mathematics and Siences Study (TIMSS) pada tahun 2011 seperti
yang dikutip dari kompas (2012) :
Pencapaian prestasi belajar siswa Indonesia di bidang sains dan
matematika, menurun. Siswa Indonesia masih dominan dalam level
rendah, atau lebih pada kemampuan menghafal dalam pembelajaran sains
dan matematika. Demikian hasil Trends in Mathematics and Science
Study (TIMSS) yang diikuti siswa kelas VIII Indonesia tahun 2011.
Penilaian yang dilakukan International Association for the Evaluation of
Educational Achievement Study Center Boston College tersebut, diikuti
600.000 siswa dari 63 negara. Untuk bidang Matematika, Indonesia berada
di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya dites. Skor
Indonesia ini turun 11 poin dari penilaian tahun 2007.
Dari data TIMSS terlihat bahwa siswa Indonesia mendapatkan peringkat
yang tergolong rendah pada bidang matematika. Dalam hal ini pendidikan di
Indonesia membutuhkan perhatian khusus terhadap prestasi peserta didik terutama
di bidang sains dan matematika. Menurut Jhonson dan Myklebust (dalam
Abdurrahman, 2009), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya

4

untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan
fungsi teoritisnya adalah fungsi untuk memudahkan berpikir. Menurut Lerner
(dalam Abdurrahman, 2009) mengemukakan bahwa matematika disamping
sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan
dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.
Salah satu standar proses yang harus dikuasai siswa adalah komunikasi
matematis (mathematical communication). NCTM (dalam Ansari, 2009: 9)
mengemukakan bahwa:
Matematika sebagai alat komunikasi merupakan pengembangan bahasa
dan simbol untuk mengkomunikasikan ide matematik, sehingga siswa
dapat:(1) mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran mereka tentang
ide matematik dan hubungannya, (2) merumuskan defenisi matematik
dan membuat generalisasi yang diperoleh melalui investigasi, (3)
mengungkapkan ide matematik secara lisan dan tulisan, (4) membaca
wacana matematika dengan pemahaman, (5) menjelaskan dan
mengajukan serta memperluas pertanyaan terhadap matematika yang
telah dipelajarinya, dan (6) menghargai keindahan dan kekuatan notasi
matematik, serta peranannya dalam mengembangkan ide/gagasan
matematik.
Matematika yang identik dengan perhitungan angka-angka dan rumusrumus dirasa sulit untuk dibahasakan, sehingga dianggap sulit untuk membangun
kemampuan komunikasi dalam pembelajarannya.

Sesungguhnya matematika

merupakan sebuah bahasa karena matematika menyampaikan informasi seperti
table, grafik, diagram dan persamaan yang membutuhkan kemampuan
komunikasi.
Pentingnya kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran
matematika memberikan tantangan tersendiri bagi guru matematika. Guru
matematika dituntut untuk mampu mengarahkan dan merancang suatu model
pembelajaran yang dapat mengasah kemampuan komunikasi siswa untuk
memecahkan masalah yang ada dalam pembelajaran matematika. Peserta didik
memerlukan suatu strategi belajar yang efektif dan efisien. Oleh karena itu,
diperlukan adanya pemilihan suatu model pembelajaran yang tepat dalam
mendukung perencanaan strategi mengajar yang diterapkan untuk menyampaikan

5

materi bahan ajar kepada peserta didik agar dapat mengembangkan kemampuan
komunikasinya.
Peneliti telah melakukan observasi pada salah satu kelas X di SMA Santo
Thomas 3 Medan yang melibatkan 29 siswa. Hasil observasi kelemahan siswa
dalam menyelesaikan soal diagnostik yang meliputi kemampuan komunikasi
matematis tertulis siswa yang diberikan peneliti dapat dilihat dari beberapa hasil
pekerjaan siswa berikut:
Tabel.1.1. Kesalahan Hasil Pekerjaan Siswa
No
1.

Hasil Pekerjaan Siswa

Keterangan

Soal :

Siswa

belum

Jika sebuah segitiga sama sisi diketahui kelilingnya,

mampu

dapatkah kamu menghitung luas segitiga tersebut?

menuliskan

Jelaskan pendapatmu!

penjelasan dari
jawaban
permasalahan
secara
sistematis,
masuk

akal,

serta tersusun
secara

logis

dan sistematis.
2

Soal:

Siswa

belum

Gambarlah masing-masing jenis segtiga berdasarkan

mampu

sudutnya dan jelaskan gambar yang kamu buat!

menggambar
dengan benar
dan lengkap

6

3.

Soal:

Siswa

belum

Diketahui ∆ KNM kongruen dengan ∆ NLM. Panjang mampu
KN = 5 cm, KM = 13 cm, ‫ ﮮ‬NKM = 60'. Tentukanlah Memodelkan
panjang MN dan sudut yang belum diketahui!

permasalahan
matematis
secara
dan

benar,
juga

perhitungan
penyelesaiann
ya tidak tepat
dan

benar

untuk
menghasilkan
jawaban yang
diharapkan
4.

Soal:

Siswa

belum

Sebuah lahan berbentuk segitiga sama sisi dengan mampu
panjang sisinya 14 m. Dibagian tengah lahan tersebut mengekspresik
akan dibuat kolam ikan berbentuk lingkaran dengan jari- an

ide

soal

jari 3.5 m dan dibagian tepi kolam akan ditanami kedalam
berbagai jenis bunga. Sketsalah lahan tersebut! Hitunglah gambar

dan

lahan yang dapat ditanami bunga! Apakah luas kolam terlihat bahwa

7

lebih luas daripada taman yang akan ditanami bunga? sketsa gambar
Berikan penjelasanmu!

juga
tepat.

tidak
Begitu

juga
perhitungan
yang

bukan

merupakan
solusi

dari

permasalahan

Dari data observasi yang dilakukan peneliti terhadap 29 siswa kelas X
maka diperoleh nilai dari pekerjaan siswa diantaranya terdapat 21 siswa (72,41%)
tergolong dalam kategori

rendah hingga sangat rendah dan sisanya 8 siswa

(27,59%) tergolong kategori rendah hingga sedang. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa di kelas X SMA Santo Thomas 3
Medan masih tergolong rendah sehingga membutuhkan model pembelajaran yang
efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa.
Kemampuan komunikasi matematis siswa bisa dikembangkan dengan
berbagai cara, salah satunya dengan melakukan diskusi kelompok. Brenner
(dalam Qohar, 2011: 35) menemuka n bahwa pembentukan kelompok-kelompok
kecil memudahkan pengembangan kemampuan komunikasi matematis. Dengan
adanya kelompok-kelompok kecil, maka intensitas seseorang siswa dalam
mengemukakan pendapatnya akan semakin tinggi. Hal ini akan memberi peluang
yang besar bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi
matematisnya. NCTM (dalam Mahmudi, 2009) mengungkapkan :
Dalam proses diskusi kelompok, akan terjadi pertukaran ide dan
pemikiran antar siswa. Hal ini akan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk membangun pemahaman matematiknya. Percakapan antar siswa
dan guru juga akan mendorongatau memperkuat pemahaman yang
mendalam akan konsep-konsep matematika.Ketika siswa berpikir,
merespon, berdiskusi, mengelaborasi, menulis, membaca,mendengarkan,

8

dan menemukan konsep-konsep matematika, mereka mempunyai
berbagai keuntungan, yaitu berkomunikasi untuk belajar matematika
dan belajar untuk berkomunikasi secara matematik.
Dari beberapa referensi yang ditemukan penulis, maka penulis merasa
model pembelajaran kooperatif merupan model pembelajaran yang cocok untuk
diterapkan dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa karena
dalam pembelajaran kooperatif, selain berpusat pada siswa juga memungkinkan
siswa untuk saling berbagi dalam kelompok dan saling berinteraksi. Interaksi
antar siswa dalam kelompok juga dapat membantu siswa untuk saling
mengkomunikasikan ide dan gagasan dalam materi matematika.
Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2011: 12), cooperative learning adalah
suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur
kelompok heterogen. Selanjutnya Isjoni (2011: 13) mengungkapkan: “Dalam
cooperative learning, siswa terlibat secara aktif pada proses pembelajaran
sehingga dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya”. Ada
banyak

tipe

yang

dapat

digunakan

dalam

pembelajaran

kooperatif

seperti: Jigsaw, Numbered Heads Together (NHT), TPS, STAD, TAI, TGT, dan
lain sebagainya.
Model pembelajaran kooperatif yang digunakan oleh peneliti untuk
mengatasi masalah tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1993
(Trianto, 2009: 82) dan tipe Jigsaw yang dikembangkan oleh Elliot Aronson pada
tahun

1978

(Slavin,

2009:

236).

Model

pembelajaran

koopertif

tipe NHT merupakan model pembelajaran dengan cara penomoran yang mana
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Sedangkan model pembelajaran
koopertif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran dimana siswa bekerja
dalam kelompok kecil dan dalam proses pembelajarannya membentuk kelompok
asal dan kelompok ahli.

9

Menurut Lie (dalam Isjoni, 2011: 45), ada banyak penelitian menunjukkan
bahwa pengajaran oleh teman sebaya ternyata lebih efektif daripada pengajaran
oleh guru. Ini berarti, keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus
diperoleh dari guru saja, melainkan dapat juga dilakukan melaui teman lain, yaitu
teman sebaya.
Menurut informasi yang diperoleh peneliti baik dari guru bidang studi
bersangkutan ataupun dari siswa sendiri bahwa model pembelajaran koopetif tipe
Numered Heads Together dan Jigsaw belum pernah diterapkan dalam
pembelajaran. Selain itu juga berhubung dengan kembalinya kurikulum dari
kurikulum 2013 ke KTSP maka aktivitas belajar yang sebelumnya mulai berpusat
pada siswa sekarang kembali lagi berpusat pada guru.

Sehubungan dengan hal di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
yang Diajar Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numered Heads
Together (NHT) dan Tipe Jigsaw Kelas X SMA Santo Thomas 3 Medan T.A
2014/2015.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa.
2. Kemampuan guru dalam menentukan model pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tertulis siswa belum maksimal.
3. Penerapan model pembelajaran kooperatif masih jarang diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran termasuk pembelajaran kooperatif Numbered Heads
Together (NHT) dan Jigsaw.
4. Sulitnya siswa memecahkan masalah aturan sinus dan aturan kosinus.

10

1.3 Pembatasan Masalah
Untuk mengatasi keterbatasan biaya, waktu, luasnya bahan cakupan
identifikasi masalah serta mencegah mengambangnya pokok permasalahan maka
masalah dibatasi pada kemampuan komunikasi siswa yang rendah, model
pembelajar an kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Jigsaw yang
belum pernah digunakan pada pokok bahasan aturan sinus dan kosinus.
1.4 Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah diatas maka yang menjadi fokus permasalahan
dalam penelitian ini adalah: Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa
yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih
baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan
menggunakan model pembelajaran kooperatif learning tipe Numered Heads
Together (NHT) pada pokok bahasan aturan sinus dan kosinus di kelas X SMA
Santo Thomas 3?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui apakah
kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik daripada kemampuan komunikasi
matematis siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif
learning tipe Numered Heads Together (NHT) pada pokok bahasan aturan sinus
dan kosinus di kelas x SMA Santo Thomas 3.
1.6 Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini
diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran
antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe Numbered Heads
Together (NHT) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

11

2. Bagi siswa, melalui penerapan model pembelajaran tipe Jigsaw dengan tipe
Numbered Heads Together (NHT) dapat membantu siswa meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis tertulisnya.
3. Bagi peneliti, sebagai bahan informasi sekaligus sebagai bahan pegangan bagi
peneliti dalam menjalankan tugas pengajaran sebagai calon tenaga pengajar di
masa akan datang.
4. Pihak pengelola sekolah, sebagai masukan dan sumbangan pemikiran dalam
rangka perbaikan kualitas pembelajaran dan dalam mengambil kebijakan inovasi
pembelajaran matematika di sekolah.

1.7 Defenisi Operasional
Penelitian ini berjudul Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis
Tertulis Siswa yang Diajar Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe
Jigsaw dan tipe Numbered Heads Together (NHT) Kelas X SMA Santo Thomas 3
Medan T.A 2014/2015
1. Model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together: model pembelajaran
yang diawali dengan numbering. Guru membagi kelas menjadi kelompokkelompok kecil. Tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor. Setelah
kelompok terbentuk, guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab
oleh tiap-tiap kelompok. Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok
menemukan jawabannya. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan
kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari
guru. Kemudian guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari
tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan
yang diterimanya dari guru.
2. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw : Pembelajaran yang diawali dengan
pengenalan topik yang akan dipelajari oleh guru. Selanjutnya guru membagi
kelas menjadi kelompok-kelompok lebih kecil dan jumlah kelompok bergantung
pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari. Kelompok ini
disebut dengan home teams (kelompok asal). Setelah kelompok asal terbentuk,
guru membagikan materi tekstual kepada tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam

12

kelompok bertanggung jawab mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari
guru. Selanjutnya guru membentuk kelompok expert teams (kelompok ahli).
Jumlah kelompok sama dengan jumlah kelompok asal. Setelah terbentuk
kelompok ahli, berikan kesempatan kepada mereka untuk berdiskusi. Setelah
diskusi kelompok ini selesai, selanjutnya mereka kembali ke kelompok asal dan
berikan kesempatan kepada mereka untuk berdiskusi kembali.
3. kemampuan komunikasi matematis siswa didefenisikan sebagai kompetensi siswa
dalam mengkomunikasikan matematika berdasarkan aspek: (1) mengubah
informasi atau ide matematika ke dalam gambar, grafik, skema, tabel dan diagram
(2) menuliskan informasi atau ide-ide matematika ke dalam model matematika,
dan (3) menjelaskan prosedur penyelesaian dengan benar.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab terdahulu maka dapat disimpulkan sebagai berikut: kemampuan komunikasi
matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran tipe Jigsaw lebih baik
daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Numered Heads Together (NHT) pada bahasan
pokok aturan sinus dan kosinus di kelas X SMA Santo Thomas 3 Medan T.A
2014/2015.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini, yaitu:
1. Kepada guru khususnya guru matematika untuk mempelajari model
pembelajaran kooperatif khususnya tipe Jigsaw agar dapat diterapkan dalam
pembelajaran

matematika

karena

model

ini

mampu

meningkatkan

kemampuan komunikasi matematis siswa.
2. Bagi pihak sekolah diharapkan untuk lebih memperhatikan pembelajaran
yang digunakan dengan mendukukung dan memfalisitasi guru dalam proses
pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi siswa
3. Bagi siswa diharapkan untuk lebih memberikan hati dalam pembelajaran
ataupun pembuatan tugas sehingga dapat menciptakan suasana kelas yang
kondusif dan terkontrol.
4. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian diharapkan untuk membekali
kemampuan untuk dapat mengajarkan model pembelajaran yang dipilih
sehingga lebih bijak dalam mengolah kelas, baik dalam hal menerapkan
model, menertibkan siswa maupun mengalokasikan waktu.

72

Dokumen yang terkait

ANALISIS HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA

0 5 50

ANALISIS HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA

2 12 53

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF NUMBERED HEADS TOGETHER PADA SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 2 METRO PELAJARAN 2011/2012

0 11 100

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA SISWA KELAS X SEMESTER GENAP DI SMA NEGERI 13 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 5 62

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

1 25 62

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI LISAN DAN HASIL BELAJAR SISWA

5 41 82

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

0 13 47

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR AND SHARE (TPS) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP

0 5 93

UPAYA MENINGKATKAN KETUNTASAN BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DI SMPN 3 DEPOK SLEMAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 1 11

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWAKELAS VII SMPN 3 UJUNGBATU

0 0 5