HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN PERGAULAN PEER GROUPDENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO KABUPATEN NGAWI TAHUN PELAJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

i

PEER GROUP DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO KABUPATEN NGAWI TAHUN

PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI

OLEH :

RIZKA MAGHFIRAINI K8407008

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

ii

PEER GROUP DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO KABUPATEN NGAWI TAHUN

PELAJARAN 2010/2011

Oleh :

RIZKA MAGHFIRAINI K8407008

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(3)

commit to user


(4)

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Rizka Maghfiraini. K8407008. HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH

ORANG TUA DAN PERGAULAN PEER GROUP DENGAN

KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO KABUPATEN NGAWI TAHUN PELAJARAN 2010/2011.

Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Kemandirian Belajar, (2) Hubungan antara Pergaulan Peer Group dengan Kemandirian Belajar, (3) Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dan Pergaulan Peer Group dengan Kemandirian Belajar. Penelitian ini mengambil lokasi di kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2010/2011.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogogoro Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2010/2011, sejumlah 116 siswa. Sampel diambil dengan teknik Cluster random sampling sejumlah 46 siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket sebagai teknik pengumpulan data pokok, sedangkan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data pendukung. Teknik analisis data yang digunakan dengan menggunakan Pearson’s Correlation (Product Moment) untuk menguji hipotesis hubungan antara X1 dengan Y, dan X2 dengan Y, sedangkan untuk mengetahui hubungan secara bersama-sama antara X1 dan X2 dengan Y menggunakan regresi ganda.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Ada hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini dapat dilihat dari rx1y = 0,621, dan ρ = 0,000 dengan SR = 48,99 % dan SE = 35,39%. (2) Ada hubungan positif yang signifikan antara pergaulan peer group dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini dapat dilihat dari rx2y = 0,630 dan ρ = 0,000 dengan SR = 51,01 % dan SE = 36,85%. (3) Ada hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini dapat dilihat R sebesar 0,850 , ρ = 0,000 F= 56,121.


(6)

vi

Rizka Maghfiraini. K8407008. RELATIONSHIP BETWEEN

PARENTING PATTERNS AND PEER GROUP SOCIAL INTERCOURSE WITH STUDENTS’ INDEPENDENCE LEARNING OF THE ELEVENTH GRADE IS OF SMA NEGERI 1 JOGOROGO, NGAWI IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR. Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University, Surakarta,

This study aimed to determine: (1) Relationship between parenting pattern with students’ Independence learning, (2) Relationship between Peer Group Social Intercourse with students’ Independence learning, (3) Relationship between Parenting Patterns and Peer Group Social Intercourse with students’ Independence learning. This research was taken place in class XI IS SMA Negeri 1 Jogorogo.

The method used in this research was descriptive quantitative. The total populations in this study were 116 students taken from all students in grade XI IS SMA Negeri 1 Jogorogo in the 2010/2011 Academic Year. Total samples data were 46 students taken by cluster random sampling technique. The primary data used was questionnaire while the documentation used as supporting data. The data analysis technique used was Pearson's Correlation (Product Moment) to test the hypothesis relation between X1 with Y, and X2 with Y technique analysis. While to know the relationship among X1 and X2 with Y used multiple regression analysis technique.

Based on the results of this study it can be concluded that: (1) There was a significant positive relationship between parenting pattern with students’ Independence learning, of the eleventh grade IS of SMA 1 Jogorogo in the 2010/2011 academic year. It can be see from the result of analyzing data which shows rx1y = 0,621, and ρ = 0,000 with SR = 48,99 % and SE = 35,39%. (2) There was a significant positive relationship between Peer Group Social Intercourse with students’ Independence learning, of the eleventh grade IS of SMA 1 Jogorogo in the 2010/2011 academic year. It can be see from the result of analyzing data which shows rx2y = 0,630 and ρ = 0,000 with SR = 51,01 % and SE = 36,85%. (3) There was a significant positive relationship between Parenting Patterns and Peer Group Social Intercourse with students’ Independence learning, of the eleventh grade IS of SMA 1 Jogorogo in the 2010/2011 academic year. It can be see from the result of analyzing data which shows R = 0,850 , ρ = 0,000 and the total of F= 56,121.


(7)

commit to user

vii

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah, sesungguhnya (urusan) yang lain dan

hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap”. (Q,S Alam Asyroh: 5-8)

“Mereka akan memperoleh hasil usaha mereka, sedang kamu pun akan memperoleh pula hasil usahamu”

(Q.S Al-Baqarah: 144)

Kebahagiaan kita yang terbesar tidak bergantung pada kondisi hidup kita, tetapi disebabkan oleh hati nurani, kesehatan yang baik, pekerjaan dan kebebasan untuk

mengejar segala tujuan dengan jalan yang syah. (Jofferson)


(8)

viii

Karya ini kupersembahkan untuk :

1. Ibu/ Bapak yang senantiasa mendidik, membimbing dengan penuh kesabaran serta doa yang selalu menyertaiku.

2. Kakak-kakakku dan keponakanku yang selalu memberi motivasi dan keceriaan. 3. Teman-teman seperjuangan Sosiologi

Antropologi UNS angkatan 2007.

4. Sahabat-sahabat kos “Wisma Melati” yang menjadi teman sekaligus keluargaku ditempat aku menimba ilmu.


(9)

commit to user

ix

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan hidayatNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menghadapai banyak hambatan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka hambatan-hambatan tersebut dapat peneliti atasi. Untuk itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Syaiful Bachri, M. Pd ketua jurusan Pendidikan Ilmu Sosial.

3. Drs. MH. Sukarno, M. Pd Ketua Program Pendidikan Sosiologi Antropologi selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan izin penulisan skripsi serta yang selalu memberikan dorongan dan bimbingan dalam menyelesaikan kewajiban akademik.

4. Dr. Zaini Rohmad, M. Pd pembimbing I dan Drs. Haryono, M. Pd selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan dorongan kepada peneliti sehingga skrisi ini dapat peneliti selesaikan dengan lancar. 5. Bapak ibu dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi yang secara

tulus memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada peneliti.

6. Drs. Santoso Kepala sekolah SMA Negeri 1 Jogorogo yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan kegiatan penelitian.

7. Guru pembimbing, Staf, dan siswa SMA Negeri 1 Jogorogo yang telah meluangkan waktu untuk membantu memberikan bimbingan, informasi, dan memberikan data.

8. Berbagai pihak yang telah membantu peneliti, yang tidak mungkin peneliti sebutkan satu persatu.


(10)

x

saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi semua pihak.

Surakarta, Juni 2011


(11)

commit to user

xi

JUDUL ……….

PENGAJUAN ...

PERSETUJUAN ……….

PENGESAHAN ………...

ABSTRAK ………...

ABSTRACT ……….

MOTTO ………...

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ………...

DAFTAR GAMBAR ………...

DAFTAR TABEL ………...

DAFTAR LAMPIRAN ………...

I. PENDAHULUAN ………...

A. Latar Belakang Masalah ………... B. Identifikasi Masalah ………... C. Pembatasan Masalah ………. D. Perumusan Masalah ………... E. Tujuan penelitian ………... F. Manfaatn Penelitian ………... 1. Manfaat Teoretis ………. 2. Manfaat Praktis ………...

II. LANDASAN TEORI ………

A. Tinjauan Pustaka ………... 1. Tinjauan Tentang Kemandirian Belajar ………... 2. Tinjauan Tentang Pola Asuh Orang Tua ……… 3. Tinjauan Tentang Pergaulan Peer Group ………

i ii iii iv v vi vii viii ix xi xiv xv xvi 1 1 7 8 8 9 9 9 10 11 11 11 21 30


(12)

xii

C. Kerangka Berfikir ………....

D. Hipotesis ………...

III. METODE PENELITIAN ……….

A. Tenpat dan Waktu Penelitian ……… 1. Tempat Penelitian ……...………... 2. Waktu Penelitian ………... B. Populasi dan Sampel ……….

1. Populasi ……….

2. Sampel ………...

3. Teknik Sampling ………... C. Teknik Pengumpulan Data………. D. Rancangan Penelitian………. E. Teknik Analisis Data……….

1. Uji persyaratan Analisis……….

2. Uji Hipotesis….………..

IV. HASIL PENELITIAN ………...

A. Deskripsi Data………... B. Pengujian Persyaratan Analisis……….. C. Pengujian Hipotesis………... D. Pembahasan Hasil Analisis Data………...

V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ………

A. Simpulan………

B. Implikasi………

C. Saran………..

DAFTAR PUSTAKA……….

LAMPIRAN………. 41 43 45 44 44 44 45 45 45 46 50 63 64 65 68 72 72 82 87 94 101 101 101 102 104 107


(13)

commit to user

xiii

Halaman

Gambar 1. Skema Keranga Berfikir………... 43

Gambar 2. Struktur organisasi SMA Negeri 1 Jogorogo………... 75

Gambar 3. Grafik Histogram Pola Asuh orang tua (X1) ………... 80

Gambar 4. Grafik Histogram Pergaulan Peer Goup (X2)……… 81

Gambar 5. Grafik histogram Grafik Histogram Kemandirian belajar (y).. 82

Gambar 6. Grafik Normalitas ……… 83

Gambar 7. Grafik Normal P-Plot of Regression Standardized Residual 83 Gambar 8. Grafik Scatterplot... 85

Gambar 9. Plot perhatian orang tua dengan kemandirian belajar……….. 86


(14)

xiv

Halaman

Tabel 1. Waktu Penelitian……….. 44

Tabel 2. Hasil uji validitas pola asuh orang tua………. 59

Tabel 3. Hasil uji validitas pergaulan peer group... 60

Tabel 4. Hasil uji validitas kemandirian belajar………. 61

Tabel 5. Hasil uji reabilitas pola asuh orang tua……… 62

Tabel 6. Hasil uji reabilitas pergaulan peer group………. 62

Tabel 7. Hasil uji reabilitas kemandirian belajar……… 63

Tabel 8. Uji Multikolinearitas……… 84

Tabel 9. Uji Autokorelasi………. 85

Tabel 10. Hasil Uji korelasi pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar……… 89

Tabel 11. Hasil Uji korelasi pergaulan peer group dengan kemandirian belajar……… 90

Tabel 12. Hasil uji koofisien determinasi……….. 91

Tabel 13. ANOVA………. 91


(15)

commit to user

xv

Halaman

Lampiran 1. Matrik Angket ….………...…... 108

Lampiran 2. Angket Penelitian ……….………. 111

Lampiran 3. Tabulasi Data Try Out ……….. 116

Lampiran 4. Validitas Try Out Angket …….………. 119

Lampiran 5. Reliabilitas Try Out Angket ……….. 130

Lampiran 6. Tabulasi Data Hasil Penyebaran Angket Pola Asuh Orang Tua ... 134

Lampiran 7. Tabulasi Data Hasil Penyebaran Angket Pergalan Peer Group ... 135

Lampiran 8.Tabulasi Data Hasil Penyebaran Angket Kemandirian Belajar 136

Lampiran 9. Output Dari Hasil Olah Data Melalui SPSS 17.0 ………….. 137

Lampiran 10. Surat Permohonan Penyusunan Skripsi kepada Dekan FKIP UNS ……….. 156

Lampiran 11. Surat Keputusan Menyusun Skripsi dari Dekan FKIP UNS 157

Lampiran 12.Surat Keterangan Ijin Penelitian kepada Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta ……… 158

Lampiran 13. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari KesBangPoLinMas Ngawi ... 159

Lampiran 14. Surat Keterangan Ijin Penelitian kepada SMA Negeri 1 Jogorogo………...……… 160

Lampiran 15. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian dari SMA Negeri 1 Jogorogo ………... 161


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang penting sekaligus menjadi kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, karena pendidikan bagi manusia merupakan suatu proses menemukan, menjadi dan memperkembangkan diri sendiri dalam seluruh dimensi kepribadian. Pendidikan memiliki tanggung jawab terbesar dan menjadi tumpuan haparan bangsa untuk terciptanya manusia-manusia cakap, mandiri, berbudaya, dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta dapat membangun dirinya sendiri. Kemandirian belajar diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan dalam dunia pendidikan yang semakin maju. Seperti yang dinyatakan dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 dinyatakan :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk perkembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Hal tersebut menunjukkan bahwa tujuan pendidikan sangat komplek dan menjadi tanggung jawab bersama. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, salah satunya disebutkan untuk dapat menciptakan kemandirian.

Ketika terlahir manusia berada dalam keadaan lemah. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada bantuan orang-orang disekitarnya. Perkembangan akan mengantarkan seorang anak menuju proses pendewasaan, dan pada masa Sekolah Menengah Atas (SMA) anak sedang mempersiapkan diri menuju proses pendewasaan diri tersebut. Ada banyak pilihan bagi siswa untuk dapat mandiri menentukan pilihan tanpa menggantungkan diri pada orang-orang di sekitarnya untuk menentukan pilihan yang akan diambilnya, termasuk dalam memenuhi kebutuhan belajarnya. Dengan kemampuannya, seorang siswa


(17)

commit to user

berkesempatan melakukan banyak hal tanpa harus selalu tergantung pada orang-orang di sekitarnya, termasuk orang-orang tua maupun teman sebayanya.

Kemandirian mencakup pengertian kebebasan untuk siap tidak lagi bergantung pada orang lain. Lie dan Prasasti (2004: 2) menyatakan bahwa “Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya”. Kemandirian berarti bukan tidak memerlukan orang lain, tetapi tetap memerlukan orang lain dan bimbingan dari orang lain dengan tingkat ketergantungan yang rendah. Kemandirian merupakan salah satu unsur penting yang dimiliki siswa dalam proses belajar mengajar disekolah maupun diluar sekolah .

Dalam kaitannya dengan kemandirian belajar, Knowles, M yang dikutip dari Kusmadi (2002: 2) menyatakan bahwa “Kemandirian belajar menunjukkam bahwa siswa tidak bergantung pada penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru yang terus menerus, tetapi juga mempunyai kreatifitas dan inisiatif sendiri, serta mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya”. Untuk itu siswa dituntut untuk kreatif dalam mencari bahan pelajaran, serta tidak memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi dengan bahan pelajaran yang disediakan oleh sekolah.

Kemandirian belajar merupakan perilaku yang ada pada seseorang untuk melakukan kegiatan belajar karena dorongan dalam diri sendiri, bukan karena pengaruh dari luar. Belajar merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan siswa dan bukan semata-mata karena tekanan guru maupun pihak lain. Adanya sikap mandiri dalam diri siswa, maka tujuan belajar akan dicapai sebagaimana yang diharapkan. Kemandirian belajar juga merupakan suatu cara untuk melakukan kegiatan belajar yang baik, sehingga perlu dilakukan dalam kegiatan belajar dewasa ini, bahkan ditekankan pada sebuah keharusan. Dimasa depan nantinya anak akan dituntut untuk dapat hidup dalam kompleksitas kehidupan, modernitas, dan globalisasi yang penuh persaingan dan membutuhkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecakapan dalam bersikap dan bertindak.


(18)

Dalam melakukan kegiatan belajar, suatu hal yang sering menjadi permasalahan adalah bagaimana cara untuk melakukan kegiatan belajar adalah cara untuk melakukan kegiatan belajar yang tepat. Kusmadi (2002: 3-4) mengemukakan bahwa “Secara umum belajar secara mandiri sangat menguntungkan bagi subjek belajar, karena belajar secara mandiri mendorong subjek belajar memberdayakan lingkungan dan sumber belajar secara optimal”. Berdasarkan keterangan tersebut bahwa dengan kemampuan subjek belajar yang optimal dengan sendirinya, maka subjek belajar dapat mengenali, memilih, serta menggunakan sumber-sumber tersebut untuk keperluan belajarnya tanpa rasa ketergantungan pada orang lain.

Kemandirian merupakan unsur penting dalam setiap belajar sehingga subjek belajar harus memiliki hal tersebut. Pada dasarnya kemandirian merupakan bagian dari kepribadian seseorang. Menurut Allport dalam buku Elizabeth B. Hurlock yang berjudul Perkembanagan Anak alih bahasa Meitasari Tjandrasa “Kepribadian ialah susunan sistem-sistem psikofisik yang dinamai dalam diri suatu individu yang menentukan penyesuaian individu yang unik terhadap lingkungan”. Faktor yang mempengaruhi kepribadian akan berpengaruh pada kemandirian. Menurut Hurlock dalam buku Kadar Kemandirian dan Kadar Kooperatif Dalam Kaitannya dengan Prestasi Belajar Siswa SMA Di Daerah Istimewa Yogyakarta mengemukakan bahwa Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh keluarga misalnya perlakuan ibu terhadap anak, sekolah misalnya perlakuan guru dan teman sebaya, media komunikasi massa misalnya surat kabar, televisi, dan alat permainan, agama misalnya sikap terhadap agama yang kuat, pekerjaan individu yang menuntut sikap tertentu (Dwi Siswoyo ,1989: 9).

Berdasarkan pendapat tersebut dikatakan bahwa kemandirian dapat terbentuk karena pengaruh dari lingkungan keluarga, sekolah, media komunikasi massa, agama, dan pekerjaan individu yang menuntut sikap tertentu. Maka semakin banyak dan semakin besar faktor yang berpengaruh tersebut, maka akan semakin mudah pula seseorang membentuk kapasitas kemandiriannya, dan begitu pula sebaliknya.


(19)

commit to user

Dalam penelitian ini keluarga lebih ditekankan pada pola asuh orang tua kepada anak. Pola asuh yang dimaksud adalah dalam mendidik, memelihara, dan membesarkan anak. Menurut Singgih D Gunarso (2000: 55) “Pola asuh orang tua merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua menunjukkan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginan anak”. Dalam mendidik, memelihara, dan membesarkan anak, orang tua biasanya mempunyai kecenderungan pada arah tertentu. Baik buruknya orang tua dalam mendidik, memelihara, dan membesarkan anak akan memberikan kesan tersendiri kepada anak sehingga akan berhubungan dengan perilaku anak.

Pola asuh orang tua adalah tanggung jawab orang tua dalam rangka pembentukan kedewasaan anak. Pola asuh orang tua dalam mendidik anak terbagi menjadi beberapa bentuk. Menurut Elizabeth Hurlock dalam buku berjudul Perkembangan Anak yang diterjemahkan Meitasari Tjandrasa (1993: 205), “Metode yang dipilih sebagai metode pendidikan anak, yaitu otoriter, permisif atau demokratis…”. Berdasarkan pendapat diatas pola asuh orang tua terhadap anak terbagi menjadi tiga yaitu pola asuh otoriter, permisif atau liberal, dan pola asuh demokratis.

Dalam bentuk pola asuh orang tua yang otoriter, orang tua dalam memenuhi kebutuhannya cenderung suka memaksakan kehendak kepada anak, bersifat kaku dan keras tanpa tahu perasaan anak. Pada pola asuh permisif atau liberal ditandai dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya pada anak untuk menentukan tingkah lakunya sendiri tanpa memberikan batasan-batasan dan kendali dari orang tuanya. Orang tua bahkan tidak pernah memberikan aturan dan pengarahan kepada anak. Berbeda dengan pola asuh demokratis yang ditandai dengan komunikasi yang baik, antara orang tua dengan anak sehingga selalu terjadi komunikasi timbal balik, orang tua memberikan kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orang tua. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Elizabeth B. Hurluck dalm buku Perkembangan Anak


(20)

yang diterjemahkan Meitasari Tjandrasa (1999: 93) mengemukakan pola asuh orang tua dibedakan atas :

1. Otoriter, yaitu pola asuh yang mendasarkan pada aturan yang berlaku dan memaksa anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan orang tua.

2. Demokratis, yaitu pola asuh yang ditandai sikap orang tua yang mau menerima, responsive dan semangat memperhatikan kebutuhan anak dengan disertai pembatasan yang terkontrol.

3. Laissez faire, yaitu pola asuh orang tua yang memberikan kebebasan penuh kepada anaknya untuk membuat keputusan sendiri sesuai dengan keinginan dan kemauannya, ini mengarah pada sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anak.

Dengan berbagai pola asuh tersebut harus disesuaikan dengan`kepribadian anak, karena hal tersebut berhubungan dengan sikap dan perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua harus berperan sebagai seorang pemimpin dalam sebuah keluarga, tetapi pemimpin yang baik harus dapat bertindak sebagai teman bagi anak. Orang tua tetap harus menjaga kewibawaan sebagai orang tua agar anak dapat tetap bersikap hormat.

Dari ketiga pola asuh yang dijelaskan diatas, pola asuh yang paling baik diterapkana dalah pola asuh demokratis. Karena dengan menanamkan pola asuh ini orang tua akan dengan mudah mengadakan hubungan timbal balik atau hubungan saling memberi dan menerima antara orang tua dengan anak. Dan orang tua akan menerapkan aturan-aturan tersebut dan tidak merasa terkekang. Bahkan dengan pola asuh ini anak akan merasa terbuka, dan menghargai orang tuanya. Mengingat bahwa dalam menuju kemandirian belajar, seorang siswa akan senantiasa melepaskan rasa ketergatungan pada orang tuanya. Maka seorang anak menginginkan kebebasan dan kebijakan orang tua dalam berperilaku untuk mencapai tujuan belajarnya. Untuk itu walaupun orang tua memberikan pengawasan kepada anak, orang tua tetap perlu memberikan kebebasan secara bertahap dan menumbuh kembangkan tanggung jawab sebagai seorang siswa dalam mencapai kebutuhan belajarnya. Pola asuh dari orang tua terhadap anak juga akan terbawa pada perilaku anak jika sudah berada dalam lingkungannya dan


(21)

commit to user

Selaian faktor keluaraga faktor yang berhubungan dengan kemandirian belajar adalah pergaulan peer group atau pergaulan kelompok teman sebanya. Setelah keluar dari lingkungan keluarganya, anak akan tumbuh dan berkembang dalam dua dunia, yaitu dunia orang dewasa (orang tua, guru, pemimpin masyarakat, pejabat, dan lain-lain) dan dalam dunia sebayanya (teman sekolah, teman bermain, teman dalam organisasi, dan teman-teman lainnya). Pada masa remaja dimana kehidupan anak banyak ditentukan oleh lingkungan sebayanya. Kelompok sebaya ini sering disebut dengan peer group. Ada sejumlah unsur pokok dalam pengertian kelompok sebaya (peer group) menurut ST.Vembriarto (1990: 60), yaitu :

1. Kelompok sebaya adalah kelompok primer yang berhubungan diantara anggota intim, 2. Anggota kelompok sebaya terdiri atas sejumlah individu yang mempunyai persamaan usia atau status atau posisi sosial, 3. Istilah kelompok sebaya dapat merujuk kelompok anak-anak, kelompok remaja atau kelompok dewasa.

Anak memasuki kelompok sebaya secara alamiah dan bermula sejak dia memasuki kelompok permainan dengan anak-anak dilingkungan tetangganya. Setelah memasuki sekolah, anak terlibat dalam kelompok sebaya yang lebih besar, yaitu teman-teman sekelasnya. Anak akan menghadapi kemungkinan pilihan kelompok sebanyanya yang bermacam-macam, yaitu dari teman sekolah, teman bermain, atau teman dalam suatu organisasi. Anak harus dapat betul-betul memilih teman dalam bergaul agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang tidak baik dan dapat membawa dampak negatif bagi anak. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Kohlberg dalam jurnal pendidikan dan kebudayaan (2006: 73) “kehidupan remaja pada saat ini ingin diterima oleh teman-temannya, sehingga tindakan cenderung ingin disesuaikan dengan apa yang diharapkan lingkungan sebayanya.

Kelompok teman sebaya atau pergaulan peer group mempunyai peranan penting dalam penyesuaian diri anak dan persiapan bagi kehidupan dimasa mendatang, serta berpengaruh terhadap pandangan dan perilaku, karena remaja. Remaja pada pada umur ini sedang berusaha untuk tidak tergantungan pada orang


(22)

lain terlalu tinggi sehingga seorang anak yang masih mempunyai tanggung jawab terhadap kebutuhan belajarnya akan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapainya sendiri. Karena salah satu sifat yang muncul pada remaja adalah berusaha melepaskan diri dari ketergantungan orang tua dan bergabung dengan dengan teman-teman sebayanya.

Suatu kelompok sebaya atau peer group dapat menimbulkan hubungan timbal balik bagi para anggotanya, sehingga dalam kelompok itu dapat saling bertukar informasi, melatih kreatifitas dalam mencari bahan pelajaran, bertukar pengalaman dan dapat saling berdiskusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam belajar. Dengan belajar mandiri tidak dimaksudkan anak-anak untuk belajar secara individualis, bahkan sebaliknya. Situasi dibina untuk belajar berkelompok dan setiap anak menjadi patner sesamanya. Dalam kelompok ditanamkan rasa kebersamaan, kesadaran untuk bekerja sama dan bergotong royong, saling mambantu dan mengoreksi tanpa merasa tersinggung, menghargai pendapat dan pendirian sesamanya, serta mampu membedakan antara seseorang sebagi persona dengan pendapat orang lain.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Pergaulan Peer Group dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2010/2011”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas akan muncul berbagai masalah. Masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Dalam dunia pendidikan diperlukan kemandirian belajar untuk mampu

beradaptasi dengan berbagai tuntutan dalam dunia pendidikan yang semakin berkembang.

2. Kemandirian merupakan bagian dari kepribadian seseorang, sehingga faktor yang mempengaruhi kepribadian akan berpengaruh pada kemandirian.

3. Setiap anak mempunyai kepribadian yang berbeda sehingga pola asuh yang diterapkan orang tua harus disesesuaikan dengan kepribadian anak.


(23)

commit to user

4. Kelompok teman sebaya atau pergaulan peer group mempunyai peranan penting dalam pembentukan perilaku anak.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah sangat diperlukan dalam penelitian agar permasalahan yang diteliti dapat dikaji dan dijawab secara mendalam serta tidak menimbulkan meluasnya masalah yang dikaji. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kemandirian belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu perilaku dalam kegiatan belajar yang dilakukan dengan mengaktualisasikan diri secara optimal dengan tidak hanya bergantung dengan penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru yang terus menerus, namun mampu berinisiatif, mampu bekerja sendiri, bertanggung jawab atas pekerjaannya, serta memiliki tingkat ketergantungan yang relatif rendah pada orang lain untuk mencapai tujuan belajarnya.

2. Pola asuh orang tua yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kebiasaan orang tua yang diterapkan untuk mengasuh, memelihara, dan membesarkan anak.

3. Pergaulan peer group atau kelompok teman sebaya yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan suatu hubungan sosial antar individu atau antar kelompok yang memiliki persamaan usia atau status/posisi sosial. Dalam penelitian ini adalah pergaulan kelompok sebaya remaja.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan diatas maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri?


(24)

2. Apakah ada hubungan antara pergaulan peer group dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri?

3. Apakah ada hubungan secara bersama-sama antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan faktor yang penting di dalam melakukan penelitian sebab dengan adanya tujuan, penelitian akan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai arah penelitian yang akan dicapai. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri.

2. Untuk mengetahui hubungan antara pergaulan peer group dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri.

3. Untuk mengetahui hubungan secara bersama-sama antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka hasil penelitian ini diharapkan akan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Manfaat Teoretis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan khususnya yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

b. Dapat berguna dalam bidang ilmu pengetahuan dan pihak-pihak yang membutuhkan, serta sebagai bahan pertimbangan, perbandingan dan


(25)

commit to user

penyempurnaan bagi penelitian selanjutnya yang menaruh pada bidang pendidikan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi siswa akan pentingnya kemandirian belajar sehingga tidak selalu bergantung pada orang lain dalam belajar.

b. Bagi Orang tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu orang tua untuk dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan anak-anaknya untuk menciptakan lingkungan keluarga yang lebih kondusif.

c. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan memberikan masukan bagi sekolah dalam usaha untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa. d. Bagi Peneliti

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk memperoleh tambahan pengetahuan bagi peneliti.


(26)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan pengkajian terhadap pengetahuan tentang konsep-konsep, hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang relevan dengan permasalahan. Dalam permasalahan ini peneliti menggunakan teori-teori sebagai berikut:

1. Tinjauan Tentang Kemandirian belajar a. Pengertian Kemandirian Belajar

1) Pengertian Kemandirian

Kemandirian merupakan sikap dan perilaku yang dapat mengantarkan manusia pada sukses dalam menjalankan hidup dan kehidupan bersama dengan orang lain. Menurut Basri (2000: 53) “Kemandirian berasal dari kata mandiri yang dalam bahasa Jawa berarti berdiri sendiri”. Lie dan Prasasti (2004: 2) menyatakan bahwa “Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya”. Hadari Nawawi dan Mimi Martini (1994: 57) menyatakan “Kemandirian adalah kemampuan mengakomudikasi sifat-sifat baik manusia, untuk ditampilkan didalam sikap dan perilaku yang tepat mendasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh seorang individu”. Sementara menurut Gea (2002: 146) “Mandiri adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan keinginan dan kebutuhan hidupnya dengan kekuatan sendiri”.

Orang yang mandiri senantiasa akan mampu berdiri sendiri seperti yang dijelaskan oleh Mudjijono (1997: 85) bahwa, “Pengertian berdiri sendiri bukan berarti harus bekerja sendiri tanpa kerjasama dengan siapapun dan bukan merupakan menyendiri atau tertutup”. Pada dasarnya orang seseorang tidak dapat hidup tanpa bantuan dan campur tangan orang lain, hanya saja orang yang mandiri akan lebih memiliki ketergantungan pada orang lain dan lingkunganya yang relatif


(27)

commit to user

kecil, karena secara kodrati manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri dan lepas dari orang lain.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian kemandirian mengandung unsur :

a) Berdiri sendiri atau tidak bergantung pada orang lain.

b) Sedikit bimbingan dalam melakanakan tugas sehari-hari dengan penuh percaya diri.

c) Mengandalkan kekuatan sendiri dengan penuh inisiatif tetapi tetap bertanggung jawab.

2) Pengertian Belajar

Winkel (1996: 53) menyatakan bahwa, “Belajar adalah aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai dan sikap”. Pendapat lain dikemukakan oleh Slameto (1995: 2) yang menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamnnya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian belajar mengandung unsur :

a) Aktivitas mental (psikis) yang menghasilkan perubahan menghasilkan perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai dan sikap. b) Suatu usaha untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru secara

keseluruhan.

3) Pengertian Kemandirian Belajar

Berdasarkan uraian diatas kita dapat ketahui bahwa pengertian kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam bertindak untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya ataupun keinginannya dengan kertgantungan yang relatif kecil pada bantuan orang lain. Sedangkan pengertian belajar adalah usaha sadar yang dilakukan subjek belajar yang dapat menghasilkan perubahan kualitas


(28)

tingkah laku, baik potensial maupun aktual yang berbentuk kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama (konstan).

Menurut Brookfield yang dikutip dari Kuswandi (2002: 2) dikatakan bahwa, “Kemandirian belajar merupakan suatu kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dengan menetukan tujuan belajarnya, merencanakan proses belajarnya, menggunkan sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan akademis, dan melakukan kegiatan yang dipilihnya untuk mencapai tujuan belajarnya”.

Sedangkan menurut Knowles, M yang dikutip dari Kuswandi (2002: 2) menyatakan bahwa, “Kemandirian belajar menunjukkam bahwa siswa tidak bergantung pada penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru yang terus menerus, tetapi juga mempunyai kreatifitas dan inisiatif sendiri, serta mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya”.

Menurut Haris Mudjiman (2009: 7), “Belajar mandiri dalam kegiatan belajar aktif yang mendorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetisi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetisi yang dimiliki”. Dalam belajar mandiri seorang siswa harus mempunyai keberanian didalam mengutarakan pendapat, aktif bertanya, berdiskusi atau minta penjelasan kepada guru, teman, atau kepada orang lain bila belum jelas. Siswa yang mempunyai sikap kemandirian akan tampak, karena didalam melakukan tugas-tugas atau kegiatan belajar akan bersungguh-sungguh dalam mencari data atau informasi dari berbagai sumber dan tidak menggantungkan pada arahan, bimbingan, dan pengawasan dari orang lain.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian kemandirian belajar mengandung unsur :

a) Kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dengan mengaktualisasikan diri secara optimal dan sadar akan kebutuhan belajarnya.

b) Tidak bergantung pada penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru yang terus menerus.


(29)

commit to user

c) Kegiatan belajar guna mengatasi suatu masalah yang dibangun dengan pengetahuan atau kompetisi yang dimiliki serta mampu berinisiatif serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

b. Ciri-ciri Kemandirian Belajar

Menurut Hadari Nawawi dan Mimi Martini (1994: 57) mengungkapkan ciri-ciri kemandirian dalam diri anak antara lain yaitu:

1) memiliki kepribadian, 2) jujur dan mampu bersaing, 3) berani merebut kesempatan, 4) dapat dipercaya, 5) mempunyai cita-cita, 6) sikap rajin, 7) senang bekerja atau bekerja keras, 8) tekun, gigih, dan disiplin, 9) mampu bekerja sama, 10) terbuka pada kritik dan saran, 11) tidak mudah putus asa.

Mudjijono (1997: 86) mengemukakan ciri-ciri sikap mandiri dalam diri anak yaitu, “1) dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, 2) tidak mudah dipengaruhi orang lain, 3) percaya diri akan berhasil, 4) dapat mengatasi masalah”.

Sedangkan menurut Haris Mudjiman (2009: 14) ciri-ciri belajar mandiri adalah sebagi berikut:

1) Kegaitan belajarnya bersifat Selfdirecting – mengarahkan diri sendiri, tidak dependent.

2) Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam proses pembelajaran dijawab sendiri atas dasar pengalaman, bukan mengharapkan jawaban dari guru atau orang luar.

3) Tidak mau didikte guru, karena tidak mengharap jawabannya secara terus menerus diberitahu what to do.

4) Orang dewasa mengharapkan immediate application dari apa yang dipelajari dan tidak dapat menerima delayed application.

5) Lebih senang dengan problem-cetered learning dari pada content-centered learning.

6) Lebih senang dengan partisipasi aktif dari pada pasif mendengarkan ceramah guru.

7) Selalu memanfaatkan pengalaman yang telah dimiliki (konstruktivistik), karena sebagai orang dewasa mereka tidak datang belajar ‘dengan kepala kosong.

8) Lebih menyukai collaborative learning, karena belajar dan tukar pengalaman dengan sama-sama orang dewasa menyenangkan dan bisa sharing responsibility.


(30)

9) Perencanaan dan evaluasi belajar lebih baik dilakukan - dalam batas tertentu – bersama siswa atau gurunya.

10)Activities are experimental, not transmittedand absorved – belajar harus dengan berbuat, tidak cukup hanya mendengarkan dan menyerap.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan ciri-ciri kemandirian belajar mengandung unsur :

1) Jujur dan mampu bersaing

Orang yang mandiri akan selalu objektif. Ia akan selalu berbuat jujur dengan segala konsekuensinya dan akan bersaing dengan sehat.

2) Berani merebut kesempatan

Seseorang yang mandiri cenderung memiliki sikap yang berani, karena memandang kesempatan tidak akan datang dua kali sehingga kesempatan yang datang akan dimanfaatkan sebaik mungkin.

3) Senang bekerja atau bekerja keras

Kemandirian merupakan pengaktualisasian diri sendiri secara optimal, dan semua potensi akan dapat berkembang jika dilakukan dengan kerja keras. 4) Tekun, gigih, dan disiplin

Orang yang mandiri akan tekun, guigih, dan disiplin dalam mencapai keberhasilan karena tidak suka bergantung pada orang lain.

5) Terbuka pada kritik dan saran

Kritik dan saran dijadikan untuk membangun dan memperbaiki diri. 6) Tidak mudah putus asa

Orang yang mandiri akan melakukan segala sesuatu dengan optimal, untuk itu tidak akan mudah putus asa.

7) Dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dalam batas tertentu

Orang yang mandiri bukan berarti tidak memerlukan orang lain, tidak akan selalu bergantung pada orang lain namun tetap membutuhkan orang lain dalam batas tertentu. Dalam kaitannya dengan belajar, orang yang mandiri tidak akan bergantung terus menerus kepada guru atau teman.


(31)

commit to user

Dengan mengenali potensi yang ada pada dirinya, orang yang mandiri akan percaya memperoleh suatu kemandirian.

9) Dapat mengatasi masalah

Orang yang mandiri akan dapat mengatasi masalahnya dengan kemampuannya sendiri dangan sekecil mungkin melibatkan orang lain.

10)Paham terhadap tujuan dalam aktifitas belajarnya.

c. Karakteristik Kemandirian Belajar

Kemandirian belajar merupakan perilaku yang dapat mengantarkan manusia pada sukses dalam menjalani hidup dan kehidupan bersama dan dengan orang lain. Kegiatan belajar mandiri diawali dengan kesadaran adanya masalah, disusul dengan timbulnya niat melakukan kegiatan belajar secara sengaja untuk mengatasi suatu kompetensi yang diperlukan guna mengatasi suatu masalah. Orang yang memiliki kemandirian belajar merupakan ciri dari manusia yang berkualitas. Dengan demikian karakteristik manusia yang berkualitas menurut Hadari nawawi dan Mimi Martini (1994: 56-57) yaitu:

Karakteristik manusia yang berkualitas adalah individu yang memiliki kepribadian mandiri dengan sifat dan sikap rajin, senang bekerja, sanggup bekerja keras, tekun, gigih, berdisiplin, berani merebut kesempatan, jujur, mampu bersaing dan mampu pula bekerja sama, dapat dipercaya dan mempercayai orang lain, mempunyai cita-cita dan tahu apa yang harus diperbuat untuk mewujudkannya, terbuka pada kritik dan saran, tidak putus asa.

Dengan demikian kegiatan belajar berlangsung dengan atau tanpa bantuan orang lain. Maka belajar mandiri secara fisik dapat berupa kegiatan belajar mandiri, atau bersama orang lain, dengan atau tanpa bantuan guru professional.

d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar

Kemandirian merupakan bagian dari kepribadian seseorang, sehingga faktor yang mempengaruhi kepribadian akan berpengaruh pada kemandirian. Hurlock yang dikutip Dwi Siswoyo, dkk (1989: 9) mengemukakan bahwa


(32)

“Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh keluarga misalnya perlakuan ibu terhadap anak, Sekolah mialnya perlakuan guru dan teman sebaya, Media Komunikasi massa misalnya sikap terhadap agama yang kuat, pekerjaan individu yang menuntut sikap tertentu”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Suhartini (2005: 4) yang mengatakan bahwa “Kemandirian dapat dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, kecerdasan emosional seseorang, serta tingkat pendiddikan”. Bimo Walgito (1997: 46) mengemukakan bahwa “Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemandirian adalah faktor indogen dan eksogen”.

Penjelasan lebih lanjutnya yaitu sebagai berikut:

1)Faktor indogen yaitu faktor yang berasal dari diri sendiri yang terdiri dari a) Faktor fisiologi yaitu kondisi fisik yang sehat atau tidak sehat. Kondisi

siswa sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Siswa yang memiliki kondisi fisik yang sehat akan lebih berkonsentasi dalam belajarnya, sehingga siswa akan lebih aktif dan mandiri dalam kegiatan belajarnya. b) Faktor sikologis. Faktor psikologis yang mempengaruhi kemandirian

misalnya bakat, minat, dan keceerdasan. Anak yang memiliki bakat, minat, dan kecerdasan akan memiliki kemampuan untuk mandiri sebab mereka akan mengarahkan diri sendiri dalam mengembangkan kemampuannya. 2)Faktor eksogen yang merupakan faktor yang berasal dari luar diri sendiri yaitu

a) Faktor yang berasal dari keluarga. Peran orang tua sangat menentukan perkembangan anak-anaknya. Watak, sikap, kemandirian anak akan terbentuk karena pengaruh keluarga, sehingga interaksi dalam keluarga akan sangat berpengaruh terhadap besarnya tingkan kemandirian.

b) Faktor yang berasal dari sekolah yaitu proses belajar dan pergaulan dengan teman. Disekolah anak akan berinteraksi dengan guru dan teman-temannya. Guru akan mengarahkan siswa dalam ketercapaian kedewasaan dan kemandirian dalam belajar. Sedangkan dengan teman sekolahnya kemandirian belajar akan terbentuk karena adanya rasa persaingan dalam memperoleh prestasi yang semaksimal mungkin.


(33)

commit to user

c) Faktor yang berasal dari masayarakat yaitu lingkungan tempat tinggal dan pergaulan masyarakat. Lingkungan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar mengandung unsur :

1)Faktor yang berasal dari dalam diri sendiri (faktor internal) antara lain : a) Usia dan jenis kelamin

Semakin bertambah usianya maka akan semakin tinggi kemandiriannya, namun antara laki-laki dan perempuan memiliki tingkat kemandirian yang berbeda. Perempuan mengalami kesulitan yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.

b) Kecerdasan Emosional seseorang

Kecerdasan emosional merupakan himpunan bagian dari kecerdasan yang melibatkan kemampuan memantau perasaan emosi baik pada diri sendiri maupun orang lain. Dengan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi anak akan memiliki kemampuan mandiri sebab bisa mengendalikan dan mengarahkan diri dalam bertindak.

c) Kondisi fisik yang sehat atau tidak sehat. Siswa yang memiliki kondisi fisik yang sehat akan lebih berkonsentasi dalam belajarnya, sehingga siswa akan lebih aktif dan mandiri dalam kegiatan belajarnya.

d) Faktor sikologis. Anak yang memiliki bakat, minat, dan kecerdasan akan memiliki kemampuan untuk mandiri sebab mereka akan mengarahkan diri sendiri dalam mengembangkan kemampuannya.

2)Faktor yang berasal dari luar diri seseorang (faktor eksternal) antara lain : a) Keluarga

Dalam keluarga akan selalu mengalami sebuah hubungan antara orang tua dengan anak maupun anak dengan anak, sehingga antara anggota keluarga yang satu dengan anggota keluarga yang lain tidak dapat lepas dari pengaruh yang terjadi akan menentukan hasil perkembangan aspek-aspek tertentu dalam diri seseorang yang selanjutnya akan mempengaruhi sifat,


(34)

watak, dan kepribadian. Kepribadian inilah nantinya yang akan mempengaruhi kemandirian dalam diri anak.

b) Sekolah

Didalam sekolah akan terjadi inetraksi antara siwa dengan guru dan siswa dengan teman-temannya. Melalui interaksi dengan guru, maka guru akan mengarahkan pada siswa dalam rangka ketercapaian kemandirian subjek belajar. Sedangkan dalam interaksi dengan teman disekolah, subjek kemandirian akan terbentuk karena memiliki ego yang sama mengakibatkan persaingan yang harus dilakukan dengan sendiri.

c) Masayarakat

Faktor yang berasal dari masayarakat yaitu lingkungan tempat tinggal dan pergaulan masyarakat. Lingkungan masayarakat secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang d) Media komunikasi massa

Isi dari media massa akan dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, maka seseorang harus dapat memilih media yang baik agar dapat menciptakan kapasitas kemandirian yang baik.

e) Agama

Agama akan mengajarkan sesuatu yang baik, termasuk sifat jujur, disiplin, kerja keras, tanggung jawab, dan yang lainnya. Sifat tersebut merupakan ciri kemandirian. Dengan memiliki keyakinan agama yang kuat dan mengaktualisasikan maka akan mempengaruhi kemandiriannya.

f) Pekerjaan atau aktifitas

Pekerjaan atau aktifitas menuntut orang untuk memilliki kecakapan tertentu seperti, kerja keras, disiplin, inisiatif, dan tanggung jawab. Jika seseorang menampilkan sifat-sifat tersebut secara kontinue akan berpengaruh pada kapasitas kemandirian seseorang.


(35)

commit to user

Melalui pendidikan formal, ranah koqnitif, afektif, dan psikomotor terbentuk, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula tingkat kemandiriannya.

e. Validitas Kemandirian Belajar

Kegiatan belajar mandiri diawali dengan kesadaran adanya masalah disusul dengan timbulnya niat untuk melakukan kegiatan belajar secara sengaja untuk menguasai suatu kompetensi yang dikuasai untuk mengatasi masalah. maka belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata. Kegiatan belajar berlangsung dengan atau tanpa bantuan orang lain. Menurut Knowles, M yang dikutip dari Kusmadi (2002:2) menyatakan bahwa “Kemandirian belajar menunjukkan bahwa siswa tidak bergantung pada penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru yang terus menerus, tetapi juga mempunyai kreatifitas dan inisiatif sendiri, serta mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya”.

Tentang ciri kemandirian belajar Gea (2002:145) menyebutkan beberapa hal yaitu “Percaya diri, mampu bekerja sendiri, menguasai keahlian dan keterampilan, menghargai waktu dan bertanggung jawab”. Kemandirian bukanlah kemampuan yang dibawa anak sejak lahir, melainkan hasil dari proses belajar Kemandirian merupakan hasil dari interaksi individu dengan lingkungan selama bertahun-tahun. Basri (2000:53) menyatakan bahwa “Kemandirian merupakan hasil dari pendidikan. kemandirian anak harus dibina sejak anak masih bayi dengan penanaman disiplin yang konsisten sehingga kemandirian yang dimiliki dapat berkembang secara utuh”. Secara singkat dikatakan bahwa kemandirian belajar merupakan hasil dari proses belajar.


(36)

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan yaitu kemandirian belajar dengan indikator-indikatornya, yaitu:

1)Tanggung jawab terhadap kebutuhan belajar 2)Tidak bergantung pada orang lain

3)Percaya diri

4)Mempunyai inisiatif yang tinggi

Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kemandirian belajar adalah siswa yang memiliki tanggung jawab terhadap kebutuhan belajar, tidak bergantung pada orang lain, percaya diri, mempunyai inisiatif yang tinggi.

2. Tinjauan Pola asuh orang tua a. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi salah satu diantara yaitu mengasuh putra-putrinya. Dalam mengasuh anak-anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada dilingkungannya. Disamping itu juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan anak.

Menurut Soedomo Hadi (2003: 22) mengatakan bahwa “Orang tua adalah ayah dan ibu yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya”. Sedangkan menurut Singgih D Gunarso (2000: 55) “Pola asuh orang tua merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua menunjukkan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginan anak”.

Istilah pola asuh orang tua pada umumnya diartikan secara sederhana yaitu kebiasaan orang tua yang diterapkan dalam mengasuh dan membesarkan anak dirumah. Kebiasaan yang dimaksud, menunjukkan adanya kecenderungan yang mengarah pada pola pengelolaan dan perawatan terhadap anak. Pola asuh orang tua juga dapat dikatakan sebagai perwujudan tanggung jawab dalam pembentuk kedewasaan anak. Kebiasaan ini cenderung mengarah pada pola tertentu yang selaras dengan wawasan dan pengetahuan yang dimiliki sebagai pimpinan dalam sebuah keluarga


(37)

commit to user

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian pola asuh orang tua mengandung unsur :

1) Perlakuan orang tua terhadap anak.

2) Kebiasaan orang tua yang diterapkan dalam mengasuh, memelihara, dan membesarkana anak.

3) Memiliki pola atau kecenderungan tertentu.

b. Bentuk-Bentuk Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua dalam membesarkan anak terbagi menjadi beberapa bentuk. Elizabeth Hurlock dalam buku Perkembangan Anak yang diterjemahkan Meitasari Tjandrasa (1999: 205) “Metode yang dipilih sebagai metode pendidikan anak, yaitu otoriter, permisif atau demokratis…”. Sedangkan cara-cara kepemimpinan yang diujicobakan Lewin, Lippit dan White dalam sebuah eksperimen antara lain otoriter, demokratis, dan atau laisses faire (WA Gerungan, 1990: 131).

Selain itu disebutkan juga dalam buku Perkembangan Anak yang diterjemahkan Meitasari Tjandrasa (1999: 93) mengemukakan pola asuh orang tua dibedakan atas :

a. Otoriter, yaitu pola asuh yang mendasrkan pada aturan yang berlaku dan memaksa anak untuk bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan keinginan orang tua.

b. Demokratis, yaitu pola asuh yang ditandai sikap orang tua yang mau menerima, responsive dan semangat memperhatikan kebutuhan anak dengan disertai pembatasan yang terkontrol. c. Laissez faire, yaitu pola asuh orang tua yang memberikan

kebebasan penuh kepada anaknya untuk membuat keputusan sendiri sesuai dengan keinginan dan kemauannya, ini mengarah pada sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anak.

Menurut Elizabeth B Hurlock dalam T.O. Ihromi (1999: 51) “pola asuh yang digunakan orang tua kepada anak-anaknya bersifat otoriter, demokratis dan permisif“. Sedangkan menurut Roe dalam jurnal TRIADIK (2002: 111) Mengkatagorikan pola asuh orang tua terhadap anak menjadi tiga jenis.


(38)

1) Pola asuh orang tua yang suka memberikan perhatian sangat berlebihan kepada anak, yang bisa teralu melindungi atau terlalu menurut. Orang tua yang terlalu melindungi memenuhi kebutuhan fisik anak secara cepat tetapi kurang dalam memuaskan kebutuhan cinta dan penghargaan. Orang tua yang menuntut kebutuhan fisik dan kebutuhan cinta, tetapi cinta diberikan sebagai pengganti dari pencapaian dan kepatuhan anak.

2)Pola pengasuhan orang tua yang cenderung menghindar, yaitu yang mengabaikan kebutuhan fisik anak atau menolak anak secara emosional. 3)Pola pengasuhan orang tuanyang menerima atau mencintai anak, yaitu

yang memuaskan kebutuhan anak pada hampir semua level.

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bahwa pola asuh orang tua terbagi menjadi tiga unsur, yaitu:

1) Pola asuh bersifat otoriter

2) Pola asuh bersifat liberal (Laissez faire) 3) Pola asuh bersifat demokratis

c. Karakteristik Pola Asuh Orang Tua

1) Pola asuh otoriter

Dalam bentuk pola asuh orang tua yang otoriter, orang tua dalam memenuhi kebutuhannya cenderung suka memaksakan kehendak, dan orang tua memiliki peraturan-peraturan yang kaku dalam mengasuh anak. Orang tua selalu mengatur kehidupan anak dan cenderung menghukum jika tidak sesuai dengan keinginan orang tua. Hal tersebut didukung oleh pendapat Darnel powell dan Derek S Hopson (penerjemah: Lala herawati, 2002: 162), “Orang tua yang otoriter selalu mengontrol dan biasanya percaya pada pepatah tidak menghukum berarti memanjakan anak”. Pola asuh orang tua semacam ini biasanya menerapkan hukuman secara fisik.

Karakteristik orang tua yang otoriter menurut Suherman (2002: 8) adalah : a) Orang tua menentukan segala sesuatu

b) Anak tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya c) Keinginan atau cita-citanya tidak dapat perhatian


(39)

commit to user

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan karakteristik pola asuh orang tua yang bersifat otoriter mengandung unsur :

a) Segala sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan anak ditentukan oleh orang tua.

b) Orang tua memberikan aturan-aturan yang kaku dalam mendidik anak. c) Anak tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya atau tanpa

ada konsultasi.

Dimana hal seperti ini dapat menyebabkan hubungan antara anak dan orang tua menjadi renggang sehingga komunikasi tidak dapat berjalan dengan lancar karena hanya terjadi komunikasi yang satu arah, dimana orang tua yang menentukan segala sesuatu.

2) Pola asuh demokratis

Pada pola asuh demokratis ditandai dengan komunikasi yang baik, antara orang tua dengan anak selalu terjadi komunikasi timbal balik dan hubungan memberi dan menerima. Aturan-aturan yang diberikan dapat diterima anak karena mendapatkan penjelasan dan alasan yang jelas. Yang lebih utama yaitu anak diberikan kesempatan mengemukakan pendapat, perasaan, dan keinginannya. Menurut Moh Shochib (1998: 4), “Pola asuh dan sikap orang tua yang demokratis menjadikan adanya komunikasi yang dialogis antara anak dengan orang tua dan adanya kehangatan yang membuat anak remaja merasa diterima oleh orang tua sehingga ada pertautan perasaan”.

Orang tua berperan sebagai pemimpin dalam sebuah keluarga. Menurut Gerungan (1990:40), “Pada tipe kepemimpinan demokratis, pemimpin bertindak sebagai teman yang memberikan bantuan kepada anggota kelompoknya yang mana bantuan itu diperlukan dan memberikan keterangan tugas sebaik-baiknya”. Menurut Sukarna (1990: 47), “Kepemimpinan demokratik dalam mengambil keputusan tidak atas kehendak sendiri tapi didasarkan atas pertimbangan pertimbangkan yang disampaikan oleh bawahannya atau pengikutnya”. Dalam hal


(40)

ini yang dimaksud pemimpin adalah orang tua dan yang disubut bawahan adalah anak.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan karakteristik pola asuh orang tua yang bersifat demokratis mengandung unsur :

a) Pola asuh yang memiliki komunikasi dua arah yaitu antara anak dan orang tua sehingga mampu bekerja sama.

b) Mempertimbangkan suatu keputusan. c) Menerima pendapat kritik, atau saran. 3) Pola asuh permisif / liberal (Laissez faire)

Pada pola asuh liberal ditandai dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya pada anak untuk menentukan tingkah lakunya sendiri tanpa memberikan batasan-batasan dan kendali dari orang tuanya. Semua keputusan diserahkan kepada anak serta orang tua jarang memberikan pengarahan pada anak. Anak sidikit sekali dituntut untuk suatu tanggung jawab dan kewajiban. Hal tersebut didukung oleh pendapat menurut Suherman (2000: 9) “Pada orang tua yang menunjukkan sikap liberal, orang tua mempunyai anggapan bahwa anak dianggap sebagai manusia dewasa yang dapat mengambil tindakan atau keputusan sendiri menurut kehendaknya tanpa bimbingan”.

Menurut Darlene Powell dan Derek S. Hopson (penerjmah: Lala Herawati, 2002: 163), “Orang tua yang bebeas tidak menerapkan disiplin yang cukup kepada anak-anak. Mereka percaya bahwa anak didorong untuk berfikir secara mandiri”. Menurut Gerungan (1990: 133). “Pemimpin yang liberal menjalankan peranan yang pasif, sebagai seseorang yang hanya menonton saja. … ia berada ditengah-tengah kelompok, tetapi tidak berinteraksi, dan berperilaku seperti seorang penonton”.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan karakteristik pola asuh orang tua yang bersifat liberal (Laissez faire) mengandung unsur :

a) Orang tua cenderung acuh karena anak sudah dianggap dewasa.

b) Orang tua yang bertanggung jawab dalam keluarga tidak menerapkan kontrol.


(41)

commit to user

c) Orang tua tidak menerapkan disiplin atau aturan yang cukup kepada anak-anaknya.

d. Faktor-faktor Pola Asuh Orang Tua

Dalam menentukan pola asuh terhadap anaknya, orang tua terkadang tidak hanya menggunakan satu pola saja, namun ada kemungkinan menggunakan gabungan antara pola asuh otoriter, liberal, dan demokratis. Namun demikian ada kecenderungan dalam orang tua untuk lebih menyukai atau menggunakan pola asuh tertentu. R. Diniarti M. Soe’oed yang dikutip T.O Ihromi (1999: 52) menyebutkan faktor yang mempengaruhi penggunaan pola asuh orang tua terhadap anak, yaitu:

1)Menyamakan diri dengan pola yang dipergunakan oleh orang tua mereka 2)Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat

disekitarnya 3)Usia orang tua 4)Kursus-kursus

5)Jenis kelamin orang tua 6)Status sosial ekonomi 7)Konsep peranan orang tua 8)Jenis kelamin anak 9)Usia anak

10) Kondisi anak

Sedangkan AN Markum (1999: 49) faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu:

1)Faktor bawaan anak 2)Faktor kebasaan orang tua 3)Faktor kepribadian orang tua

Elizabeth B Hurlock alih bahasa Meitasari Tjandrasa (1999: 95) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua adalah sebagai berikut :

1)Kesamaan dengan gaya kepemimpinan yang digunakan orang tua 2)Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok

3)Usia orang tua


(42)

5)Jenis kelamin orang tua 6)Status sosial ekonomi

7)Konsep mengenai peran orang tua dewasa 8)Jenis kelamin anak

9)Situasi 10)Usia anak

Bedasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua adalah :

1) Menyamakan diri dengan pola yang dipergunakan oleh orang tua mereka 2) Usia orang tua dan anak

3) Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat disekitarnya 4) Kursus-kursus

5) Jenis kelamin orang tua 6) Status sosial ekonomi 7) Konsep peranan orang tua 8) Jenis kelamin anak 9) Faktor bawaan anak 10) Faktor kebiasaan orang tua 11) Faktor kepribadian orang tua

Untuk lebih jelanya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Usia orang tua dan anak

Orang tua dengan usia muda biasanya cenderung memilih pola asuh demokratis atau liberal, sedangkan yang usianya tua biasanya cenderung mengunakan pola asuh yang otoriter. Dan biasanya pola asuh yang otoriter digunakan untuk mendidik anak kecil.

2. Lingkungan Masyarakat

Menyamakan pola yang dianggap paling baik oleh masyarakat disekitarnya Orang tua kerapkali menyamakan pola asuh seperti yang ada dilingkungannya. 3. Kursus-kursus


(43)

commit to user

Orang tua yang yang telah mengikuti kursus persiapan persiapan perkawinan, khususnya kursus pemeliharaan anak akan lebih siap dan mengerti tentang kebutuhan anak sehingga menerapkan pola asuh demokratis.

4. Jenis kelamin orang tua

Umumnya seorang ibu lebih mengerti tentang anak sehingga menggunakan pola asuh demokratis. Biasanya orang tua memperlakukan anak sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak perempuan biasanya dijaga lebih ketat dan cenderung lebih otoriter, sedangkan anak laki-laki cenderung lebih demokratis atau liberal.

5. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi orang tua akan mempengaruhi sikap dan perilaku. Dengan sikap dan perilaku tersebut akan mempengaruhi juga pada pola asuh orang tua kepada anaknya.

6. Pendidikan orang tua

Orang tua yang berpendidikan tinggi biasanya cenderung menggunakan pola asuh demokratis atau liberal, karena selalu mengikuti perkembangan zaman dan lebih luwes. Sedangkan orang tua yang kurang berpendidikan cenderung menggunakan pola asuh otoriter.

7. Faktor bawaan anak

Pembawaan yang ada pada diri setiap anak selalu berbeda-beda, ini nantinya sangat mempengaruhi pola asuh yang diberikan oleh orang tua.

8. Faktor kebiasaan orang tua

Kebiasaan orang tua akan mempengangaruhi bentuk pola asuh yang diterapkan pada anak.

9. Faktor kepribadian orang tua

Orang tua yang berkepribadian baik akan menerapkan pola asuh yang baik pada anak, sebaliknya orang tua yang memiliki kepribadian yang buruk akan mempengaruhi pola asuh kepada anak.


(44)

Orang tua akan mendidik anak mereka seperti bagaimana orang tuanya dulu mendidik mereka. Bila orang tua menganggap pola yang diterapkan orang tua mereka yang terbaik, maka ketika mempunyai anak mereka kembali memakai pola yang mereka terima, dan begitupun sebaliknya

e. Validitas Pola Asuh Orang Tua

Menurut Singgih D Gunarso (2000: 55) “Pola asuh orang tua merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua menunjukkan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginan anak”. Menurut T.O. Ihromi (1999: 51-52) :

1. Dalam pola asuh otoriter orang tua memiliki kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan yang kaku dalam mengasuh anaknya, setiap pelanggalaran dikenakan hukuman. Sedikit sekali atau tidak pernah ada pujian atau tanda-tanda yang membenarkan tingkah laku anak apabila mereka melaksanakan aturan tersebut. Tingkah laku anak dikekang secara kaku dan tidak ada kebebasan berbuat kecuali perbuatan yang sudah ditetapkan oleh peraturan. Orang tua tidak mendorong anak untuk mengambil keputusan sendiri atas perbuatannya, tetapi menentukan bagaimana harus berbuat. Dengan demikian anak tidak memperoleh kesempatan untuk mengendalikan perbuatan-perbuatannya.

2. Orang tua menggunakan diskusi, penjelasan dan alasan-alasan yang membantu anak agar mengerti mengapa ia diminta untuk mematuhi suatu aturan. Orang tua menekankan aspek pendidikan ketimbang aspek hukuman. Hukuman tidak pernah kasar dan hanya diberikan apabila anak dengan sengaja menolak perbuatan yang harus ia lakukan. Apabila perbuatan anak sesuai dengan apa yang patut ia lakukan, orang tua harus memberikan pujian. Orang tua yang demokratis adalah orang tua yang berusaha menumbuhkan kontrol dari dalam diri anak sendiri.

3. Orang tua bersikap membiarkan atau mengizinkan setiap tingkah laku anak. Dan tidak pernah memberikan hukuman kepada anak. Pola ini ditandai oleh sikap orang tua yang membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata cara yang memberi batasan-batasan dan tingkah lakunya. Pada saat terjadi hal yang berlebihan barulah orang tua bertindak. Pada pola ini pengawasan menjadi sangat longgar.

f. Indikator Pola Asuh Orang Tua

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan pola asuh orang tua dengan indikator-indikatornya, yaitu:


(45)

commit to user

1. Pola asuh otoriter

1. Memaksakan kehendak 2. Bersikap kaku dan keras 3. Tanpa ada konsultasi

2. Pola asuh liberal atau Laissez Faire a. Kebebasan

b. Tidak ada aturan c. Tidak ada kontrol 3. Pola asuh demokratis

a. Menerima pendapat, kritik, dan saran b. Bekerja sama

c. Mempertimbangkan keputusan

Jadi yang dimaksud pola asuh orang tua dalam penelitian ini adalah kebiasaan orang tua yang diterapkan untuk mengasuh, memelihara, dan membesarkana anak yang mengarah pada pola tertentu yakni pola asuh otoriter, liberal atau Laissez Faire dan demokratis.

3. Tinjauan Tentang Pergaulan Peer Group a. Pengertian Pergaulan Peer Group

Pada hakekatnya disamping sebagai makhluk individu manusia juga sebagai makhluk sosial yang dituntut untuk dapat saling menjalin hubungan dengan orang lain, termasuk dengan teman sebaya. Pergaulan adalah istilah yang sering disebut-sebut orang untuk menjelakan tentang segala hal yang berkenaan dengan hal-hal yang berhubungan dengan teman atau disebut dengan persahabatan. Dalam pergaulan akan terjadi interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Dengan kata lain pergaulan adalah hidup untuk berteman, kebersamaan atau bermasyarakat.

Soejono Soekamto (1991: 69), “Dalam pergaulan akan terjadi interaksi sosial dimana interaksi sosial itu berasal dari semua kehidupan sosial. Oleh karena


(46)

itu tanpa interaksi sosial tidak ada kehidupan bersama”. Jadi pergaulan merupakan awal dari kehidupan sosial dalam masyarakat. “Kelompok sebaya adalah suatu kelompok yang anggotanya mempunyai persamaan usia dan status atau posisi soaial” (Slamet Santosa, 1999:81).

Menurut Havinghurst dalam ST Vembriarto, (1990: 57), “Chrologically, the peer group is the second major socializing”. Dari pendapat tersebut bahwa kelompok sebaya (peer group) merupakan institusi sosial kedua setelah keluarga. Ada sejumlah unsur pokok dalam pengertian kelompok sebaya (peer group) menurut Vembriarto (1990: 60), yaitu :

1). Kelompok sebaya adalah kelompok primer yang berhubungan diantara anggota intim, 2). Anggota kelompok sebaya terdiri atas sejumlah individu yang mempunyai persamaan usia atau status atau posisi sosial, 3). Istilah kelompok sebaya dapat merujuk kelompok anak-anak, kelompok remaja atau kelompok dewasa.

Bedasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan pengertian pergaulan Peer Group mengandung unsur :

1) Kelompok primer yang saling berhubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok.

2) Terdiri atas sejumlah individu yang mempunyai persamaan usia atau status atau posisi sosial.

3) Istilah kelompok sebaya dapat merujuk kelompok anak-anak, kelompok remaja atau kelompok dewasa.

b. Karakteristik Pergaulan Peer Group

Pergaulan kelompok teman sebaya atau peer group merupakan suatu hubungan sosial antar individu atau antar kelompok yang memiliki persamaan usia atau status, dimana proses berlangsungnya atau proses interaksinya tidak berjalan dalam satu kali hubungan saja, tapi meliputi hubungan yang terjalin berulangkali dan saling mempengaruhi.


(47)

commit to user

Menurut Kandel dalam Syamsu Yusuf (2002: 60), “…Karakteristik persahabatan remaja adalah dipengaruhi oleh kesamaan usia, jenis kelamin dan ras“. Selain itu juga Syamsu Yusuf (2002: 60) telah mengkaji persahabatan di kalangan kelompok sebanya dan menyebutkan bahwa faktor utama yang menentukan daya tarik hubungan interpersonal diantara para remaja pada umumnya adalah adanya kesamaan dalam minat, nilai-nilai pendapat dan sifat-sifat kepribadian.

c. Ciri-ciri Pergaulan Peer Group

Kelompok sebaya atau Peer Group merupakan suatu hubungan sosial antar individu atau antar kelompok yang memiliki persamaan usia atau status. Ciri-ciri Kelompok sebaya atau peer group menurut Slameto Santoso (1999: 87-88) yaitu: ”1). Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas, 2). Bersifat sementara, 3). Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas, 4). Anggotanya adalah individu yang sebaya”.

Berdasarkan ciri-ciri diatas dapat dijelaskan lebih rinci, yaitu : 1) Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas

Peer group atau kelompok sebaya terbentuk secara spontan, karena itu tidak memiliki struktur organisasi yang jelas serta semua anggota kelompoknya mempunyai kedudukan dan fungsi yang sama, tetapi tetap ada yang menjadi pemimpin dan biasanya yang paling disegani dan mendominasi dalam kelompok.

2) Bersifat sementara

Kelompok sebaya atau peer group kemungkinan tidak akan bertahan lama karena tidak terdapat struktur organisasi dan jika keinginan dari masing-masing berbeda dan tidak terdapat kesepakatan. Dapat juga dipisahkan oleh keadaan.

3) Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas

Setiap anggota dapat pula berasal dari dari lingkungan yang berbeda, untuk itu kemungkinan mempunyai kebudayan yang berbeda pula. Dalam kelompok


(48)

sebaya atau peer group akan saling memperkenalkan kebiasaan dan akhrinya dapat dijadikan suatu kebiasaan.

4) Anggotanya adalah individu yang sebaya

Kelompok sebaya atau peer group yang terbentuk secara spontan beranggotakan individu-individu yang memiliki persamaan usia dan posisi sosial. Misalnya anak SMA yang memiliki tingkat usia, dan keinginan serta tujuan yang sama.

Bedasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan ciri-ciri pergaulan Peer Group yaitu :

1). Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. 2). Bersifat sementara.

3). Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas. 4). Anggotanya adalah individu yang sebaya.

d. Latar Belakng Terbentuknya Peer Group

Menurut Slamet Santoso (1999: 83), “Latar belakang munculnya kelompok sebaya yaitu: 1) adanya perkembangan proses sosialisasi; 2) kebutuhan untuk menerima penghargaan; 3) perlu perhatian dari orang lain; 4) ingin menemukan dunianya”. Dari latar belakang tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Adanya perkembangan proses sosialisasi

Dalam usia remaja seorang individu sedang belajar memperoleh kemantapan dan mempersiapkan diri untuk menjadi dewasa. Sehingga akan mencari kawan yang memilliki perasaan, keinginan, dan kebutuhan yang sama. Dalam kelompok indivdu akan saling berinteraksi dan berusaha memahami serta mengerti satu sama lain agar dapat diterima dalam kelompok tersebut.

2) Kebutuhan untuk menerima penghargaan

Secara psikologis individu membutuhkan penghargaan dari orang lain agar mendapatkan kepuasan dari apa yang dicapainya. Oleh karena itu individu akan


(1)

commit to user

pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan kemandirian belajar. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa : “Ada hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dan pergaulan pergaulan peer group

dengan kemandirian belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Jogorogo Kabupaten Ngawi tahun pelajaran 2010/2011” diterima.

Secara teori yang dikemukakan Knowles, M yang dikutip dari Kusmadi (2002:2) menyatakan bahwa “Kemandirian belajar menunjukkan bahwa siswa tidak bergantung pada penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru yang terus menerus, tetapi juga mempunyai kreatifitas dan inisiatif sendiri, serta mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya”. Pendapat lain dikemukakan oleh Haris Mudjiman (2009: 7), “Belajar mandiri dalam kegiatan belajar aktif yang mendorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetisi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetisi yang dimiliki”.

Kemandirian belajar merupakan perilaku yang ada pada seseorang untuk melakukan kegiatan belajar karena dorongan dalam diri sendiri, bukan karena pengaruh dari luar. Belajar merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan siswa dan bukan semata-mata karena tekanan guru maupun pihak lain. Adanya sikap mandiri dalam diri siswa, maka tujuan belajar akan dicapai sebagaimana yang diharapkan. Dalam belajar mandiri seorang siswa harus mempunyai keberanian didalam mengutarakan pendapat, aktif bertanya, berdiskusi atau minta penjelasan kepada guru, teman, atau kepada orang lain bila belum jelas. Siswa yang mempunyai sikap kemandirian akan tampak, karena didalam melakukan tugas-tugas atau kegiatan belajar akan bersungguh-sungguh dalam mencari data atau informasi dari berbagai sumber dan tidak menggantungkan pada arahan, bimbingan, dan pengawasan dari orang lain.

Menurut Bimo Walgito (1997: 46) mengemukakan bahwa “Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemandirian adalah faktor indogen dan eksogen”. Untuklebih jelasnya dapatdijelaskan sebagai berikut :


(2)

commit to user

c) Faktor fisiologi yaitu kondisi fisik yang sehat atau tidak sehat. Kondisi siwa sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Siswa yang memiliki kondisi fisik yang sehat akan lebih berkonsentasi dalam belajarnya, sehingga siswa akan lebih aktif dan mandiri dalam kegiatan belajarnya. d) Faktor sikologis. Faktor psikologis yang mempengaruhi kemandirian

misalnya bakat, minat, dan keceerdasan. Anak yang memiliki bakat, minat, dan kecerdasan akan memiliki kemampuan untuk mandiri sebab mereka akan mengarahkan diri sendiri dalam mengambangkan kemampuannya. 4)Faktor eksogen yang merupakan faktor yang berasal dari luar diri sendiri yaitu

d) Faktor yang berasal dari keluarga. Peran orang tua sangat menentukan perkembangan anak-anaknya. Watak, sikap, kemandirian anak akan terbentuk karena pengaruh keluarga, sehingga interaksi dalam keluarga akan sangat berpengaruh terhadap besarnya tingkan kemandirian.

e) Faktor yang berasal dari sekolah yaitu proses belajar dan pergaulan dengan teman. Disekolah anak akan berinteraksi dengan guru dan teman-temannya. Guru akan mengarahkan siswa dalam ketercapaian kedewasaan dan kemandirian dalam belajar. Sedangkan dengan teman sekolahnya kemandirian belajar akan terbentuk karena adanya rasa persaingan dalam memperoleh prestasi yang semaksimal mungkin.

Faktor yang berasal dari masayarakat yaitu lingkungan tempat tinggal dan pergaulan masyarakat. Lingkungan masayarakat secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang.

Berdasarkan pendapat tersebut kemandirian dipengaruhi oleh faktor keluarga , dimana kemandirian akan terbentuk karena pengaruh keluarga. Faktor dari sekolah, yaitu dari pergaulan dengan teman-temannya, sedangkan faktor dari masayarakat yaitu lingkungan tempat tinggal dan pergaulan masyarakat. Lingkungan masayarakat secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi sikap kemandirian dan tingkah laku anak.

Terbentuknya kemandirian belajar pada diri anak, melalui pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya juga mempunyai hubungan dengan


(3)

commit to user

pergaulan peer group. Baik buruknya orang tua dalam mendidik, memelihara, dan membesarkan anak akan memberikan kesan tersendiri kepada anak sehingga akan berhubungan dengan perilaku pada diri anak. Keluarga merupakan tempat pertama kali seorang anak belajar bersosialisasi dan berinteraksi, sehingga pola asuh yang tepat diterapkan orang tua akan dapat membentuk perilaku anak. Pola asuh yang tepat akan mendorong perlaku kemandirian belajar dalam diri anak. Perilaku anak ini akan diteruskan anak hingga pergaulannya di luar keluarganya.

Pergaulan anak tidak terbatas di dalam keluarganya, namun terjadi lebih luas lagi yaitu, dapat terjadi disekolah, dengan teman bermain, atuapun dengan teman dalam organisasinya. Dalam pergaulan dengan kelompok sebanyanya atau pergaulan peer group, akan mempengaruhi juga perilaku dan kebiasaan dalam diri anak. Pergaulan yang benar dapat mendorong anak untuk lebih dapat memenuhi kebutuhan belajarnya sendiri, karena kebutuhan anak dalam belajar relatif sama sehingga dapat saling berdiskusi. Dengan begitu akan membuat anak untuk tidak hanya bergantung dengan, mampu bekerja sendiri, bertanggung jawab atas pekerjaannya, serta penyediaan (supervisor) dan pengarahan guru yang terus menerus, namun mampu berinisiatif memiliki tingkat ketergantungan yang relatif rendah pada orang lain untuk mencapai tujuan belajarnya.

Mengacu pada hasil analisis dan pendapat tersebut maka dapat diinterpretasikan bahwa pola asuh orang tua dan pergaulan peer group yang dapat mendorong meningkatkan kemandirian belajar pada anak.


(4)

commit to user

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan dari deskripsi data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar. Dengan demikian, siswa yang memiliki pola asuh yang semakain baik dalam keluarganya maka semakin tinggi kemandirian belajarnya.

2. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara pergaulan peer group yang dengan kemandirian belajar. Dengan demikian semakin baik pergaulan peer

group siswa maka semakin tinggi pula kemandirian belajarnya.

3. Ada hubungan bersama yang signifikan antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan kemandirian belajar. Dengan demikian semakin baik pola asuh yang diterapkan orang tua kepada siswa dan semakin baik pergaulan peer group maka akan semakin tinggi pula kemandirian belajarnya. 4. Besarnya sumbangan relatif (SR) dan sumbangan efektif (SE) masing-masing

kriterium terhadap prediktor menunjukkan bahwa, pergaulan peer group lebih memberikan kontribusi lebih tinggi dalam meningkatkan kemandirian belajar dibandingkan dengan pola asuh orang tua.

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian yang disimpulkan di atas ternyata terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dan pergaulan peer group dengan kemandirian belajara siswa kelas XI IS SMA Negeri 1 Jogororgo tahun pelajaran 2010/2011. Sehingga dapat diimplikasikan sebagai berikut:

1. Pola asuh orang tua secara empiris mempunyai hubungan yang signifikan dengan kemandirian belajar. Pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya meliputi kebiasaan orang tua yang diterapkan untuk mengasuh,


(5)

commit to user

memelihara, dan membesarkana anak. Dalam sebuah keluarga baik buruknya perilaku orang tua dalam mengasuh anak akan memberikan kesan tersendiri bagi anak dalam pembentukan perkembangan psikologis dan perilaku belajar pada anak. Dengan pola asuh yang baik dan tepat pada anak, akan mendorong dan membentuk kemandirian belajar pada diri siswa.

2. Pergaulan peer group secara empiris mempunyai hubungan yang signifikan dengan kemandirian belajar. Pergaulan antara teman yang satu dengan teman yang lain mempengaruhi bagaimana tingkah laku serta kebiasaan siswa. Oleh karena itu perlu berhati-hati agar tidak terjerumus kedalam pergaulan dengan teman yang salah. Dalam hubungannya dengan dunia pendidikan khususnya kemandirian belajar perlu diupayakan terjadinya pergaulan dengan teman yang positif sehingga siswa dapat mengembangkan potensi dan teman-teman yang dimilikinya dapat dijadikan sumber belajar.

3. Pola asuh orang tua dan pergaulan peer group secara empiris mempunyai hubungan dengan kemandirian belajar. Keluarga merupakan tempat pertama kali seorang anak belajar bersosialisasi dan berinteraksi, sehingga pola asuh yang tepat diterapkan orang tua akan dapat membentuk perilaku pada diri anak, pola asuh yang tepat akan mendorong terbentuknya kemandirian belajar dalam diri anak. Perilaku anak ini akan diteruskan anak kedalam pergaulan di disekolah, teman bermain, atuapun dengan teman dalam organisasinya seperti dalam karang taruna. Dengan memiliki kelompok sebaya akan terjalin interaksi yang dapat mempengaruhi, merubah atau memperbaiki perilaku anak. Pergaulan yang tepat akan mempengaruhi bagaimana tingkah laku serta kebiasaan baik anak, sehingga mendorong anak untuk dapat memenuhi kebutuhan belajarnya sendiri. Sehingga peran orang tua sangat dibutuhkan untuk menciptakan kemandirian belajar.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian dan implikasi hasil penelitian yang penulis kemukakan di atas, maka penulis dapat memberikan beberapa saran yang


(6)

commit to user

diharapkan dapat berguna bagi semua pihak. Adapun saran-saran tersebut antara lain:

e. Bagi Siswa

a. Siswa harus patuh pada nasehat orang tua dan bergaul dengan teman-teman yang baik agar tidak terjebak pada pergaulan yang tidak benar.

b. Siswa harus mengoptimalkan kemampuan yang dimilikya sehingga siswa dapat belajar mengenali, memilih, serta menggunakan sumber-sumber tertentu untuk keperluan belajarnya tanpa rasa ketergantungan pada orang lain.

f. Bagi Sekolah

a. Sekolah hendaknya dapat memberikan arahan dan bimbingan kepada para siswa agar bergaul secara positif dan tidak terjerumus kedalam pergaulan yang tidak baik.

b. Sekolah hendaknya berperan serta dalam mengawasi pergaulan siswa di sekolah.

g. Bagi Orang tua

a. Orang tua hendaknya benar-benar memahami dengan baik tentang arti pentingnya menciptkan hubungan pengasuhan yang baik dengan anak. Psikologi anak sangat berhubungan dengan pengasuham orang tua setiap hari yaitu bagaimana cara mendidik, membimbing, memberikan keteladanan, perlindungan yang diberikan oleh orang tua dirumah sehingga dapat mendorong meningkatkan kemandirian dalam diri anak, khususnya dalam belajar.

b. Orang tua hendaknya selalu memperhatikan dan mengarahkan pergaulan anak agar anak tidak salah dalam pergaulan.

h. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan bagi peneliti yang lain yang akan melakukan penelitian dengan tema yang sama.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan Peer Group Terhadap Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku Seksual Di SMA Dharma Bakti Medan Tahun 2014

5 77 113

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK PAUD KARTINI DI KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN LUMAJANG TAHUN PELAJARAN 2010/2011

0 13 15

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN KEDISIPLINAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 PURWANTORO 2009 2010

0 3 115

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Dan Kemandirian Belajar Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Siswa Kelas XI SMA N 2 Blora Tahun Ajaran 2013/2014.

0 1 12

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGERJAKAN TUGAS TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 JOGOROGO NGAWI.

0 0 10

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 KARANGANOM TAHUN AJARAN 2

0 0 15

PENDAHULUAN PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 KARANGANOM TAHUN AJARAN 2010/2011.

0 0 8

PENDAHULUAN Pengaruh Lingkungan Pergaulan Remaja dan Perhatian Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi pada Siswa SMA Kelas XI IPS SMA Negeri I Kradenan Tahun Ajaran 2010/2011.

0 2 13

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI KELAS XI IPS DI SMA NEGERI 26 BANDUNG.

4 49 115

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA AUTHORITATIVE TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 PAKEM.

0 0 134