Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan Peer Group Terhadap Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku Seksual Di SMA Dharma Bakti Medan Tahun 2014

(1)

PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA DAN

PEER GROUP

TERHADAP

KONSEP DIRI REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL

DI SMA DHARMA BAKTI MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Oleh

DELFRIANA AYU A

127032096/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA DAN

PEER GROUP

TERHADAP

KONSEP DIRI REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL

DI SMA DHARMA BAKTI MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DELFRIANA AYU A

127032096/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis

: PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA DAN

PEER GROUP

TERHADAP KONSEP DIRI

REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL

DI SMA DHARMA BAKTI MEDAN

TAHUN 2014

Nama Mahasiswa

: Delfriana Ayu A

Nomor Induk Mahasiswa : 127032096/IKM

Program Studi

: S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi

: Kesehatan Reproduksi

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Dr. Juanita, S.E, M.Kes)

(

Ketua

Anggota

Dra. Syarifah, M.S)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah Diuji

pada Tanggal : 27 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Dr. Juanita, S.E, M.Kes

Anggota

: 1. Dra. Syarifah, M.S

2. Drs. Tukiman, M.K.M

3. Drs. Abdul Jalil A.A, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA DAN

PEER GROUP

TERHADAP

KONSEP DIRI REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL

DI SMA DHARMA BAKTI MEDAN

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini

dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

Delfriana Ayu A

127032096/IKM


(6)

ABSTRAK

Perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja, khususnya remaja yang

belum menikah cenderung meningkat. Konsep diri mempunyai pengaruh terhadap

perilaku remaja, yaitu remaja akan bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang

dimiliki. Faktor yang dapat memengaruhi pembentukan konsep diri remaja terhadap

perilaku seksual adalah pola asuh orangtua dan

peer group

.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola asuh orangtua dan

peer group

terhadap konsep diri remaja tentang perilaku seksual di SMA Dharma

Bakti Medan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

pendekatan

cross sectional

. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi

kelas X dan XI yang berjumlah 90 orang. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh

populasi sebanyak 90 orang. Pengumpulan data diperoleh melalui penyebaran angket

menggunakan alat bantu kuesioner, dianalisis dengan regresi linier berganda pada α

=0,05 %.

Hasil penelitian ini menunjukkan konsep diri remaja tentang perilaku seksual

termasuk kategori baik yaitu 72,2 % dan 27,8 % dalam kategori buruk. Pola asuh

orang tua terbanyak dari responden adalah pola asuh ayah yang demokratif dan pola

asuh ibu yang demokratif, yaitu sebesar 61.1%.

Peer group

dalam kategori kuat

sebesar 60.0 % dan peer group kategori lemah sebesar 40.0%, dan ada hubungan

secara signifikan serta berpengaruh positif terhadap konsep diri remaja tentang

perilaku seksual. Kombinasi pola asuh orang tua yang berhubungan signifikan dengan

konsep diri remaja tentang perilaku seksual yaitu pola asuh ayah demokratif dengan

pola asuh ibu otoriter dengan koefisien regresi sebesar 9,810 dan nilai t

hitung

Disarankan pihak sekolah hendaknya lebih menanamkan kedisiplinan untuk

membangkitkan sikap dan perilaku disiplin pada siswa, sehingga terhindar dari

perilaku yang tidak sesuai dengan norma masyarakat.

sebesar

0,249 dengan tingkat signifikansi 0,003 dan berpengaruh positif terhadap konsep diri

remaja. Nilai

Adjusted R Square

diperoleh sebesar 0,440. Hal ini berarti bahwa 44,0

% konsep diri remaja tentang perilaku seksual dapat dijelaskan oleh variabel pola

asuh orang tua dan

peer group

. Sedangkan 54.0 % dapat dijelaskan oleh sebab-sebab

lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.


(7)

ABSTRACT

Unhealthy sexual behavior among the teenagers, especially in those who are

still single, tends to be increasing. Self-concept has influence on the behavior of the

teenagers in which the teenagers will behave in accordance with the self-concept they

own. The factor that can influence the forming of the teenagers’ self-concept on the

sexual behavior are parenting pattern and peer group.

The purpose of this quantitative study with cross-sexual approach was to find

out the influence of parenting pattern and peer group on the self-concept of the

teenagers on sexual behavior at SMA Dharma Bakti Medan. The population of this

study was allmof the 90 students of Class X and XI and all of them were selected to be

the samples for this stufy. The data for this study were obtained through

questionnaire distribution. The data obtained were analyzed through multiple linear

regression test at α = 0.05.

The result of this study showed that 72.2% of the teenagers had good

self-concept on sexual behavior and 27.8% had poor self-self-concept on sexual behavior. The

most parenting pattern the teenager had was that of their democratic father and

mother (61.1%). Peer group in strong category was 60.0% and in weak category was

40.0% and there was a significant relationship between and positive influence on the

self-concept of the teenagers on sexual behavior. The combination of parenting

patterns (democratic father and authoritarian mother) had a significant relationship

with the self-concept of teenagers on sexual behavior with regression coefficient =

9.810 and t

count

The management of the school is suggested to instill more discipline to

generate attitude and disciplined behavior in the students that they can be prevented

from any behavior which is not in accordance with the norms practiced in the society.

= 0.249 with level of significance = 0.003 and had positive influence

on the concept of teenagers. With Adjusted R square = 0.440, t means that 44.0% of

the teenagers self-concept on sexual behavior can be explained by the variabls of

parenting pattern and peer group. While the remaining 54.0% can be explained by

the other causes that were not included in this study.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas ridho dan

rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh

Pola Asuh Orangtua dan

Peer Group

Terhadap Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku

Seksual Di SMA Dharma Bakti Medan Tahun 2014”.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1.

Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, Sp.A (K) selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2.

Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin untuk mengikuti

Pendidikan di Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3.

Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan


(9)

4.

Dr. Juanita, SE, M.Kes dan Dra. Syarifah, M.S selaku dosen pembimbing

yang telah banyak menyediakan waktu, pemikiran dan bimbingan kepada

penulis.

5.

Drs. Tukiman, M.K.M dan Drs. Abdul Jalil A.A, M.Kes selaku dosen penguji

yang telah banyak memberikan masukan berupa saran dan kritikan demi

peningkatan kualitas dan esensi penelitian ini.

6.

Drs. Bahagia, selaku kepala SMA Dharma Bakti Medan yang telah memberi

izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut, serta para

guru yang telah membantu dalam kegiatan penelitian ini.

7.

Kedua orangtua saya Ayahanda Jasmin Sembiring Pelawi dan Ibunda tercinta

Surmina Br. Perangin-angin, kedua abang saya Denny Arjuna, Amd dan

Bripka Dita Aldila, SH, serta adik saya satu-satunya Dinda Aljarina yang

penulis sangat sayangi, terima kasih atas do’a, perhatian, semangat, waktu,

dukungan materil dan moril, yang telah diberikan dengan ikhlas sehingga

penulis dapat menyelesaikan pendidikan S2 ini.

8.

Seluruh rekan-rekan di peminatan Kesehatan Reproduksi kelas A dan B tahun

2012, terima kasih atas semangat kebersamaan selama menjalani perkuliahan


(10)

Kiranya penelitian ini mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya

pada berbagai pihak yang berkepentingan. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih

terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Penulis juga sangat terbuka pada saran

dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak demi kepentingan kualitas

penelitian ini.

Medan, Oktober 2014

Penulis,

Delfriana Ayu A

127032096/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Delfriana Ayu A yang dilahirkan pada tanggal 10 Desember

1988 di Medan Sumatera Utara, anak ke tiga dari empat bersaudara dari pasangan

Ayahanda Jasmin Sembiring Pelawi dan Ibunda Surmina Br. Perangin-angin.

Pendidikan formal penulis dimulai di Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan

Timbul Jaya 2 Medan pada tahun 1994 dan di selesaikan pada tahun 2000, Sekolah

Menengah Pertama di SMP Negeri 31 Medan tahun 2000 dan selesai tahun 2003,

Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 17 Medan tahun 2003 dan selesai tahun

2006. Penulis melanjutkan pendidikan ke Akademi Kebidanan STIKes Putra Abadi

Langkat Stabat tahun 2006 dan selesai tahun 2009. Kemudian pada tahun 2010

penulis melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

Medan Jurusan Kebidanan Program Studi D-IV Bidan Pendidik dan selesai tahun

2011. Kemudian pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara Peminatan Kesehatan Reproduksi.

Riwayat bekerja penulis dimulai tahun 2009-2010 bekerja di Klinik Budi

Mulia Medan, kemudian tahun 2011-2012 menjadi staf pengajar di STIKes Nurul

Hasanah Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara, dan pada tahun 2012-2013 menjadi


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...

i

ABSTRACK ...

ii

KATA PENGANTAR ...

iii

RIWAYAT HIDUP ...

vi

DAFTAR ISI ...

vii

DAFTAR TABEL ...

ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1.

PENDAHULUAN ...

1

1.1.

LatarBelakang ...

1

1.2.

Permasalahan ...

10

1.3.

TujuanPenelitian ...

10

1.4.

Hipotesis ...

10

1.5.

ManfaatPenelitian ...

11

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA ...

12

2.1.

Konsep Diri ...

12

2.1.1.

Definisi ...

12

2.1.2.

JenisKonsep Diri ...

12

2.1.3.

Komponen Konsep Diri ...

13

2.1.4.

KonsepDiriRemaja ...

16

2.1.5.

Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri ...

17

2.1.6.

PerilakuSeksual ...

18

2.2.

Pola Asuh Orangtua ...

21

2.2.1. Definisi ...

21

2.2.2. Jenis Pola Asuh ...

22

2.3.

Peer Group

...

23

2.3.1. Definisi ...

23

2.3.2. Pengaruh

Peer Group

terhadap Perilaku Seksual ...

24

2.4.

LandasanTeori ...

27

2.5.

KerangkaKonsep ...

28

BAB 3.

METODE PENELITIAN ...

29

3.1.

JenisPenelitian ...

29

3.2.

LokasidanWaktuPenelitian ...

29

3.3.

PopulasidanSampel ...

30

3.3.1. Populasi ...

30


(13)

3.4.

MetodePengumpulan Data ...

30

3.4.1. Data Primer ...

30

3.4.2. Data Sekunder ...

30

3.4.3. UjiValiditasdanReliabilitas ...

30

3.5.

Variabel danDefinisiOperasional ...

33

3.5.1. Variabel Dependen dan Independen ...

33

3.5.2. Definisi Operasional ...

33

3.6.

MetodePengukuran ...

34

3.7.

MetodeAnalisis Data ...

35

BAB 4.

HASIL PENELITIAN ...

36

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...

36

4.2. Analisis Univariat ...

37

4.2.1 Karakteristik Responden ...

37

4.2.2 Pola Asuh Orangtua ...

38

4.2.3

Peer Group

...

41

4.2.4Konsep Diri Remaja tentang Perilaku

Seksual ...

43

4.3. Analisis Bivariat ...

44

4.3.1 Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan

Konsep Diri Remaja tentang Perilaku Seksual ...

45

4.3.2 Hubungan

Peer Group

dengan Pola Asuh

Orangtua dengan Konsep Diri Remaja tentang

Perilaku Seksual ...

45

4.4. Analisis Multivariat ...

46

BAB 5.

PEMBAHASAN ...

49

5.1. Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Konsep Diri

Remaja tentang Perilaku Seksual ...

49

5.2. Pengaruh

Peer Group

terhadap Konsep Diri Remaja

tentang Perilaku Seksual ...

55

BAB 6.

KESIMPULAN DAN SARAN ...

60

6.1. Kesimpulan ...

60

6.2. Saran ...

61

DAFTAR PUSTAKA ...

63

LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

No.

Judul

Halaman

3.1.

Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Butir Instrumen Variabel ...

31

3.2.

Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ...

34

4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Siswa/i Dharma Bakti Medan ...

37

4.2.

Distribusi Jawaban Item Pernyataan Pola Asuh Orangtua ...

38

4.3.

Distribusi Jawaban Item Pernyataan

Peer Group

...

42

4.4.

Distribusi Jawaban Item Pernyataan Konsep DiriRemaja tentang

Perilaku Seksual ...

43

4.5.

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Konsep Diri Remaja tentang

Perilaku Seksual ...

45

4.6.

Hubungan

Peer Group

dengan Konsep Diri Remaja tentang Perilaku

Seksual ...

45

4.7.

Hasil Akhir Uji Regresi Linier Berganda Pengaruh Variabel

Independen(Pola Asuh Orangtua dan

Peer Group

) terhadap Variabel

Dependen (Konsep Diri Remaja tentang Perilaku Seksual) ...

47


(15)

DAFTAR GAMBAR

No.

Judul

Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Judul

Halaman

1.

KusionerPenelitian ...

66

2.

Uji Validitas dan Reliabilitas ... ..

70

3.

Analisis Univariat ...

74

4.

Analisis Bivariat ...

81

5.

Analisis Multivariat ...

88

6.

Master Data ...

95


(17)

ABSTRAK

Perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja, khususnya remaja yang

belum menikah cenderung meningkat. Konsep diri mempunyai pengaruh terhadap

perilaku remaja, yaitu remaja akan bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang

dimiliki. Faktor yang dapat memengaruhi pembentukan konsep diri remaja terhadap

perilaku seksual adalah pola asuh orangtua dan

peer group

.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola asuh orangtua dan

peer group

terhadap konsep diri remaja tentang perilaku seksual di SMA Dharma

Bakti Medan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

pendekatan

cross sectional

. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi

kelas X dan XI yang berjumlah 90 orang. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh

populasi sebanyak 90 orang. Pengumpulan data diperoleh melalui penyebaran angket

menggunakan alat bantu kuesioner, dianalisis dengan regresi linier berganda pada α

=0,05 %.

Hasil penelitian ini menunjukkan konsep diri remaja tentang perilaku seksual

termasuk kategori baik yaitu 72,2 % dan 27,8 % dalam kategori buruk. Pola asuh

orang tua terbanyak dari responden adalah pola asuh ayah yang demokratif dan pola

asuh ibu yang demokratif, yaitu sebesar 61.1%.

Peer group

dalam kategori kuat

sebesar 60.0 % dan peer group kategori lemah sebesar 40.0%, dan ada hubungan

secara signifikan serta berpengaruh positif terhadap konsep diri remaja tentang

perilaku seksual. Kombinasi pola asuh orang tua yang berhubungan signifikan dengan

konsep diri remaja tentang perilaku seksual yaitu pola asuh ayah demokratif dengan

pola asuh ibu otoriter dengan koefisien regresi sebesar 9,810 dan nilai t

hitung

Disarankan pihak sekolah hendaknya lebih menanamkan kedisiplinan untuk

membangkitkan sikap dan perilaku disiplin pada siswa, sehingga terhindar dari

perilaku yang tidak sesuai dengan norma masyarakat.

sebesar

0,249 dengan tingkat signifikansi 0,003 dan berpengaruh positif terhadap konsep diri

remaja. Nilai

Adjusted R Square

diperoleh sebesar 0,440. Hal ini berarti bahwa 44,0

% konsep diri remaja tentang perilaku seksual dapat dijelaskan oleh variabel pola

asuh orang tua dan

peer group

. Sedangkan 54.0 % dapat dijelaskan oleh sebab-sebab

lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.


(18)

ABSTRACT

Unhealthy sexual behavior among the teenagers, especially in those who are

still single, tends to be increasing. Self-concept has influence on the behavior of the

teenagers in which the teenagers will behave in accordance with the self-concept they

own. The factor that can influence the forming of the teenagers’ self-concept on the

sexual behavior are parenting pattern and peer group.

The purpose of this quantitative study with cross-sexual approach was to find

out the influence of parenting pattern and peer group on the self-concept of the

teenagers on sexual behavior at SMA Dharma Bakti Medan. The population of this

study was allmof the 90 students of Class X and XI and all of them were selected to be

the samples for this stufy. The data for this study were obtained through

questionnaire distribution. The data obtained were analyzed through multiple linear

regression test at α = 0.05.

The result of this study showed that 72.2% of the teenagers had good

self-concept on sexual behavior and 27.8% had poor self-self-concept on sexual behavior. The

most parenting pattern the teenager had was that of their democratic father and

mother (61.1%). Peer group in strong category was 60.0% and in weak category was

40.0% and there was a significant relationship between and positive influence on the

self-concept of the teenagers on sexual behavior. The combination of parenting

patterns (democratic father and authoritarian mother) had a significant relationship

with the self-concept of teenagers on sexual behavior with regression coefficient =

9.810 and t

count

The management of the school is suggested to instill more discipline to

generate attitude and disciplined behavior in the students that they can be prevented

from any behavior which is not in accordance with the norms practiced in the society.

= 0.249 with level of significance = 0.003 and had positive influence

on the concept of teenagers. With Adjusted R square = 0.440, t means that 44.0% of

the teenagers self-concept on sexual behavior can be explained by the variabls of

parenting pattern and peer group. While the remaining 54.0% can be explained by

the other causes that were not included in this study.


(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan seperti perubahan

intelektual, perubahan emosi, perubahan moral dan perubahan yang dapat langsung

diamati adalah perubahan fisik. Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi

dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas

pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan,

termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus

dipenuhi (Lubis, 2009).

Jumlah remaja usia 10-24 tahun berdasarkan Sensus Penduduk dari Badan

Pusat Statistik dalam BkkbN (2013) pada tahun 2010, sekitar 64 juta atau 27,6 %

dari jumlah penduduk sebanyak 237.6 juta jiwa. Salah satu sasaran pembangunan

kesehatan adalah mewujudkan generasi muda yang sehat sebagai sumber daya

manusia yang produktif dan mampu berperan serta secara aktif dalam pembangunan

nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan

meningkatkan kualitas non-fisik yang meliputi segi intelektual, emosional dan

psikososial pada kesehatan remaja (Depkes, 2010).

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan


(20)

kembang ini menyebabkan remaja dimanapun ia menetap, mempunyai sifat khas

yang sama yaitu mempunyai rasa ingin tahu yang besar, menyukai petualangan dan

tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa

didahului oleh pertimbangan yang matang. Sifat tersebut dihadapkan pada

ketersediaan sarana di sekitarnya yang dapat memenuhi keingintahuan tersebut.

Keadaan ini sering kali mendatangkan konflik batin dalam dirinya. Apabila keputusan

yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat mereka akan jatuh ke dalam

perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat lanjutnya dalam bentuk

berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial, yang bahkan mungkin harus

ditanggung seumur hidupnya (Depkes 2008).

Setiap keputusan yang diambil remaja merupakan cerminan dari konsep diri

remaja tersebut. Konsep diri mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap

perilaku remaja, yaitu remaja akan bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang

dimiliki. Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola

kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri seperti perubahan fisik dan

psikologis pada masa remaja. Konsep diri adalah inti dari pola kepribadian atau

gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya (Hurlock, 1973). Definisi lain yang

dikemukan oleh Mead (dalam Burns, 1993) adalah menjelaskan pandangan,

penilaian, dan perasaan individu mengenai dirinya yang timbul sebagai hasil dari

suatu interaksi sosial sebagai konsep diri.

Pada masa remaja, seorang individu akan mengalami situasi pubertas dimana


(21)

psikologis. Secara psikologis masa remaja merupakan masa persiapan terakhir dan

menentukan untuk memasuki tahapan perkembangan kepribadian selanjutnya, yaitu

menjadi dewasa. Kematangan biologis remaja perempuan pedesaan biasanya diikuti

dengan perkawinan usia belia yang mengantarkan remaja pada risiko kehamilan dan

persalinan, sementara kematangan biologis remaja laki-laki dan perempuan di

perkotaan dibayang-bayangi kemungkinan lebih dininya usia pertama aktif seksual,

kehamilan tak diinginkan, aborsi tidak aman, infeksi saluran reproduksi termasuk

penyakit menular seksual, dan akibat kecacatan yang dialami (Lubis, 2013).

World

Health Organization

(WHO) dalam Depkes (2008) mengatakan kelompok remaja,

yaitu penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, di Indonesia memiliki proporsi

kurang lebih 1/5 dari jumlah seluruh penduduk. Hal ini sesuai dengan proporsi remaja

di dunia dimana jumlah remaja diperkirakan 1,2 miliar atau sekitar 1/5 dari jumlah

penduduk dunia.

Remaja dan permasalahannya menjadi isu penting saat ini. Jumlah yang besar,

yaitu sekitar 64 juta atau 27,6% dari jumlah penduduk Indonesia (Sensus Penduduk,

2010) mengakibatkan remaja memerlukan perhatian besar dalam pembinaannya.

Disamping itu remaja sangat rentan terhadap resiko Triad Kesehatan Reproduksi

Remaja (Seksualitas, NAPZA, HIV dan AIDS). Perilaku seksual yang tidak sehat

dikalangan remaja, khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat.

Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009 menunjukkan bahwa 35,9% remaja di

empat kota besar (Medan, Jakarta Pusat, Bandung, dan Surabaya) mempunyai teman

yang sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah dan 6,9% responden telah


(22)

Remaja Indonesia dengan jumlahnya yang mencapai 42,2 juta atau sekitar 20

% dari populasi mendapat banyak hambatan atau masalah yang biasanya muncul

dalam bentuk perilaku yang berisiko terhadap kesehatannya. Perilaku berisiko yang

mempengaruhi masalah kesehatan remaja meliputi tumbuh kembang (perubahan fisik

dan psikososial), gizi, penyalahgunaan Narkotik, Psikotropik, dan Zat Adiktif lainnya

(NAPZA), dan kesehatan reproduksi termasuk Infeksi Menular Seksual (IMS)/Infeksi

Saluran Reproduksi (ISR) dan

Human Immuno-deficiency Virus

(HIV)/

Aquired

Immune Deficiency Syndrome

(AIDS) (Depkes, 2008).

Menurut Santrock (2007), remaja merupakan transisi perkembangan antara

masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan secara fisik, kognitif

dan perubahan sosial. Perkembangan itu dipelajari dan dipengaruhi secara kuat oleh

lingkungan. Santrock (2007) juga mengutip pendapat Bandura (2000) menyatakan

bahwa perilaku, lingkungan dan personal/kognisi merupakan faktor yang penting

dalam perkembangan remaja. Faktor yang memengaruhi perilaku remaja diantaranya

adalah faktor keluarga. Hubungan orangtua remaja, mempunyai pengaruh langsung

dan tidak langsung dengan perilaku seksual pranikah remaja. Hasil penelitian yang

dilakukan Soetjiningsih (2009) menunjukkan, makin baik hubungan orangtua dengan

anak remajanya, makin rendah perilaku seksual pranikah remaja. Faktor-faktor yang

memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja paling tinggi adalah hubungan

antara orangtua dengan remaja, tekanan

peer group

, pemahaman tingkat agama

(religiusitas), dan eksposur dari media pornografi.


(23)

Survey Demografi Kependudukan Indonesia (SDKI, 2012), menunjukkan

bahwa remaja lebih menyukai untuk menceritakan permasalahannya kepada teman

sebaya (71%), dan kepada orangtua (31%). Meskipun remaja lebih memilih

menceritakan permasalahan kepada teman sebayanya, namun peran keluarga tetap

penting karena remaja masih dalam pembinaan dan pengasuhan orangtua, dimana

pembentukan karakter remaja dimulai dari keluarga. Proses pembentukan seorang

individu dalam sebuah keluarga karena keluarga merupakan tempat pertama dan

utama seorang individu memperoleh pendidikan dan keterampilan untuk bekal

hidupnya di masa yang akan datang. Orangtua memberikan pendidikan kepada

anaknya melalui proses pengasuhan. Hurlock (1973) menyatakan bahwa peran

orangtua terhadap anak merupakan hal yang sangat penting dalam proses tumbuh

kembang anak. Sunarti (2004) mengemukakan bahwa pola asuh merupakan perilaku

orangtua yang paling menonjol atau yang paling dominan dalam menangani anaknya

sehari-hari, termasuk pola orangtua dalam mendisiplinkan anak, menanamkan

nilai-nilai hidup, mengajarkan keterampilan hidup, dan mengelola emosi sehingga

membentuk konsep diri.

Selain pola asuh orang tua faktor yang dapat memengaruhi pembentukan

konsep diri remaja terhadap perilaku seksual adalah remaja sering berada diluar

rumah bersama dengan

peer group

. Didalam

peer group

remaja berusaha menemukan

konsep dirinya. P

eer group

memberikan lingkungan, dimana remaja dapat melakukan

sosialisasi dengan teman seusianya. Akan tetapi sangat berbahaya apabila kelompok


(24)

kelompoknya dan harus mengikuti nilai yang dikembangkan oleh pimpinan

kelompok, sikap, pikiran, perilaku dan gaya hidupnya merupakan perilaku dan gaya

hidup kelompoknya.

Konsep diri bukanlah bawaan lahir, melainkan hasil belajar. Semenjak

manusia mengenal lingkungan hidupnya, sejak itu pula ia belajar banyak hal tentang

kehidupan. Berdasarkan pengalaman hidupnya, seseorang akan menetapkan konsep

dirinya berdasarkan berbagai faktor. Menurut Hurlock (1973), faktor-faktor itu adalah

bentuk tubuh, cacat tubuh, pakaian, nama dan julukan, inteligensi kecerdasan, taraf

aspirasi/ cita-cita, emosi, jenis/gengsi sekolah, status sosial, ekonomi keluarga,

teman-teman, dan tokoh/orang yang berpengaruh. Apabila berbagai faktor itu

cenderung menimbulkan perasaan positif (bangga, senang), maka muncullah konsep

diri yang positif. Pada masa kanak-kanak, seseorang biasanya cenderung menganggap

benar apa saja yang dikatakan oleh orang lain. Jika seorang anak merasa diterima,

dihargai, dicintai, maka anak itu akan menerima, menghargai, dan mencintai dirinya

(berkonsep diri positif). Sebaliknya, jika orang-orang yang berpengaruh di

sekelilingnya (orang tua, guru, orang dewasa lainnya, atau teman-temannya) ternyata

meremehkan, merendahkannya, mempermalukan, dan menolaknya, maka

pengalaman itu akan disikapi dengan negatif (memunculkan konsep diri negatif).

Konsep diri remaja adalah gambaran yang dimiliki remaja tentang dirinya.

Konsep diri remaja merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki remaja tentang

diri mereka sendiri, dan mengenai pendapat orang yang penting dalam kehidupan


(25)

yakin bahwa orang-orang yang penting baginya menyenangi mereka, maka remaja

akan berpikir secara positif tentang diri mereka, dan sebaliknya (Hurlock, 1973).

Menurut Sarwono (2007), perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun

sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Menurut Stuart dan

Sundeen (1998), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan di tempat pribadi

dalam ikatan yang sah menurut hukum.

Peer group

sebagai interaksi individu pada anak-anak atau remaja dengan

tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar diantara

kelompoknya. Pola asuh merupakan interaksi anak dan orangtua mendidik,

membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan

sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat (Edward, 2006). Keluarga

sebagai kelompok sosial terkecil dalam masyarakat, mempunyai peran penting dalam

memberikan dukungan, curahan kasih sayang, arahan, dan pengawasan kepada anak

agar ia tumbuh percaya diri. Dalam keluarga orang pertama yang dikenal anak adalah

orang tuanya kemudian saudara kandung. Keluarga merupakan lingkungan sosial

pertama dan utama bagi anak.

Penelitian Maryatun (2013) menyimpulkan bahwa pola asuh orang tua

mempunyai peran dengan perilaku seksual remaja. Pada hasil uji statistik ditemukan

remaja dengan pola asuh autoritarian berpeluang untuk melakukan perilaku seksual

yang wajar sembilan belas kali lebih besar dibandingkan dengan remaja yang diasuh


(26)

untuk melakukan perilaku seksual yang wajar sebesar tiga kali lebih besar

dibandingkan dengan remaja yang diasuh dengan pola autoritatif. Nursal (2008)

menyimpulkan variabel jenis kelamin, usia pubertas, pengetahuan, sikap, status

perkawinan orang tua, pola asuh orang tua, jumlah pacar, lama pertemuan dengan

pacar dan paparan media elektronik dan media cetak berhubungan bermakna dengan

perilaku seksual remaja. Pada analisis multivariat ditemukan bahwa jenis kelamin,

pengetahuan, pola asuh orang tua dan jumlah pacar yang pernah dimiliki secara

bersama-sama memengaruhi perilaku seksual. Menurut Tutwuri Prihatin (2007) hasil

analisa menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap siswa

SMA terhadap hubungan seksual adalah kecerdasan emosi, pengetahuan kesehatan

reproduksi, peran orangtua dan teman sebaya, peran media massa. Menurut hasil

penelitian Pardede (2008) ada beberapa faktor pembentuk konsep diri yaitu faktor

orang tua, kawan sebaya dan masyarakat.

Dari berbagai data menunjukkan bahwa keluarga melalui pola asuh orangtua,

telah diidentifikasi sebagai pengaruh yang sangat penting dalam pembentukan

karakter remaja, termasuk yang berkaitan dengan konsep diri terhadap perilaku

seksual. Proses pola asuh orangtua meliputi kedekatan orangtua dengan remaja,

pengawasan orangtua, dan komunikasi orangtua dengan remaja. Melalui komunikasi,

orangtua hendaknya menjadi sumber informasi dan pendidik utama tentang konsep

diri remaja terhadap perilaku seksual, juga tentang perencanaan kehidupan remaja di

masa yang akan datang. Namun demikian, orangtua sering menghadapi kendala


(27)

Survei pendahuluan yang dilakukan di SMA Dharma Bakti Medan beberapa

siswa ketika pulang sekolah berboncengan sambil melingkarkan tangan pada

pasangan saat mengendarai sepada motor dengan pacarnya. Hasil wawancara dengan

beberapa orang siswa SMA Dharma Bakti Medan diperoleh, remaja cenderung

menganggap biasa saja tentang perilaku seksual ringan (menaksir, pergi kencan,

berpegangan tangan, berpelukan, berciuman kening dan pipi) pada remaja sekarang.

Para siswa tersebut mengatakan bahwa perilaku seksual ringan boleh saja dilakukan

asalkan kedua belah pihak merasa senang untuk melakukannya, tidak ada paksaan

untuk melakukan dan perilaku seksual ringan bukan lagi hal yang tabu untuk

dilakukan oleh remaja. Mereka beranggapan bahwa cinta dan seks merupakan dua hal

yang berhubungan erat, bila cinta terhadap seseorang harus dibumbui dengan perilaku

seks, dan seks yang dilakukan dengan pacar harus berlandaskan cinta. Para siswa

tersebut juga mengakui ada yang pernah pacaran, ada yang sedang pacaran, dan ada

pula yang telah melakukan perilaku seksual ringan (menaksir, pergi berkencan,

berpegangan tangan, berciuman ringan (kening dan pipi) dan saling berpelukan.

Beberapa siswa yang diwawancarai juga mengatakan ada yang telah melakukan

perilaku seksual berat seperti berciuman bibir.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan penyuluhan SMA

Dharma Bakti Medan diperoleh beberapa permasalahan siswa diantaranya bolos,

sekolah, cabut, merokok, berpacaran bahkan beberapa siswa pernah ditemukan

berduaan di warung internet (warnet) dekat sekolah saat jam pelajaran dan terdapat


(28)

perilaku dalam berpacaran masih sebatas berpegangan tangan, berpelukan, berciuman

kening dan pipi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirasa perlu untuk melakukan

penelitian tentang “Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan

Peer Group

terhadap Konsep

diri Remaja Tentang Perilaku Seksual pada SMA Dharma Bakti Medan Tahun 2014”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas, permasalahan penelitian ini adalah apakah pola

asuh orangtua dan

peer group

berpengaruh terhadap konsep diri remaja tentang

perilaku seksual di SMA Dharma Bakti Medan Tahun 2014”.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pola asuh orangtua dan

peer group

terhadap

konsep diri remaja tentang perilaku seksual di SMA Dharma Bakti Medan.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pola asuh orangtua dan

peer group

terhadap konsep diri remaja

tentang perilaku seksual pada SMA Dharma Bakti Medan.


(29)

1.5. Manfaat Penelitian

1.

Bagi sekolah sebagai bahan informasi terkait dalam upaya peningkatan

pendidikan bagi remaja sebagai generasi muda agar dapat memiliki konsep

diri tentang perilaku seksual yang wajar dan sehat.

2.

Bagi remaja, hasil penelitian ini memberikan wawasan, informasi mengenai

pengaruh pola asuh orangtua dan

peer group

terhadap konsep diri remaja

tentang perilaku seksual, sehingga dapat dijadikan wacana pemikiran bagi

remaja agar mampu menghindari perilaku seks pranikah.

3.

Bagi Instansi Terkait (Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan), hasil

penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dalam dasar

perencanaan penyusun kebijakan, pengembangan program promosi kesehatan

dalam lingkup kesehatan reproduksi, konseling dan pelayanan kesehatan pada

remaja serta perumusan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi yang

disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan remaja.

4.

Bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan perbandingan untuk pengkajian yang

lebih mendalam terhadap pengaruh pola asuh orang tua dan

peer group


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Diri

2.1.1.

Definisi

Konsep diri adalah evaluasi yang menyangkut bidang-bidang tertentu dari diri

(Santrock, 2007). Dalam kamus besar bahasa Indonesia istilah konsep memiliki arti

gambaran, proses atau hal-hal yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

sesuatu. Istilah diri berarti bagian bagian dari individu yang terpisah dari yang lain.

Konsep diri dapat diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri

atau penilaian terhadap dirinya sendiri (KBBI,2008).

Stuart & Sudenn (1998) dalam Keliat (1994) konsep diri adalah semua ide,

pikiran, keyakinan, kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang

dirinya dan memengaruhi lingkungannya dengan orang lain.

2.1.2.

Jenis Konsep Diri

Dalam perkembangannya konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan

konsep diri negatif (Calhoun dan Acocella, 1990) :

a)

Konsep diri positif. Lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu

kebanggan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan

bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu

betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat


(31)

keberadaan orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif akan

merancang tujuan – tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang

memiliki kemungkinan besar untuk dapat di capai, mampu menghadapi

kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses

penuaan.

b)

Konsep diri negatif. a). Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar

tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu

tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau

yang di hargai dalam kehidupannya. b). Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu

stabil dan teratur. Ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat

keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengijinkan adanya

penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara

hidup yang tepat.

2.1.3.

Komponen Konsep Diri

1)

Citra Tubuh (

Body Image

)

Sikap, persepsi, kenyakinan dan pengetahuan individu secara sadar terhadap

tubuhnya yaitu ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang

kontak secara terus menerus (anting, mak-up, kontak lensa, pakaian, kursi roda) baik

masa lalu maupun sekarang. Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang

tubuh, baik secara internal maupun eksternal yang di pengaruhi oleh pandangan

pribadi tentang karakteristik, kemampuan fisik, persepsi dari pandangan orang lain,


(32)

pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik, serta sikap dan nilai kultural juga

memengaruhi citra tubuh.

2)

Ideal Diri (

Self-Ideal

)

Persepsi individual tentang bagaimana seorang individu harus berperilaku

berdasarkan standart, tujuan, keinginan atau nilai pribadi tertentu yang sering di sebut

bahwa ideal diri sama dengan citi-cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri. Ideal

diri mulai berkembang pada masa kanak-kanak yang dipengaruhi orang penting pada

dirinya yang memberikan keuntungan dan harapan. Pada masa remaja ideal diri akan

dibentuk melalui proses identifikasi pada orangtua, guru dan teman.

3)

Harga Diri (

Self-Esteem

)

Penilaian diri terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh

perilaku memenuhi ideal diri. Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga

diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu selalu sukses, maka

cenderung harga diri tinggi. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri

rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek-aspek utamanya

adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain. Harga diri sangat

mengancam pada masa pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami

perubahan, karena banyak keputusan yang harus di buat menyangkut dirinya sendiri.

Remaja di tuntut untuk menentukan pilihan, posisi, peran dan memutuskan apakah

remaja mampu meraih sukses dari suatu bidang tertentu, apakah remaja dapat


(33)

4)

Peran (

Self-Role

)

Sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan

posisinya di masyarakat. Peran yang ditetapkan adalah peran yang dimana seseorang

tidak punya pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh

individu. Posisi dibutuhkaan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang

tinggi adalah hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan idel diri.

Posisi di masyarakat dan merupakaan stressor terhadap peran karena struktur sosial

yang menimbulkan kesukaran, tuntutan, posisi yang tidak mungkin dilaksanakan.

Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dan

peran yang terlalu banyak. Tiap individu mempunyai berbagai peran dalam pola

fungsi individu. Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan

sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang

yang berarti.

5)

Identitas Diri (

Self-Identity

)

Kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang

merupakan sintesa dari aspek konsep diri sebagai kesatuan yang utuh. Seseorang

yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat, akan memandang dirinya berbeda

dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri)

dan kemampuan dalam penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan

menerima dirinya. Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan


(34)

2.1.4.

Konsep Diri Remaja

Santrock (2003) menyebutkan bahwa konsep diri remaja merupakan evaluasi

terhadap domain yang spesifik dari diri. Remaja dapat membuat evaluasi diri

terhadap berbagai domain dalam hidupnya, baik dalam akademik, atletik, penampilan

fisik, dan sebagainya. Konsep diri bukanlah bawaan lahir, melainkan hasil belajar.

Semenjak manusia mengenal lingkungan hidupnya, sejak itu pula ia belajar banyak

hal tentang kehidupan. Berdasarkan pengalaman hidupnya, seseorang akan

menetapkan konsep dirinya berdasarkan berbagai faktor. Menurut Hurlock (1973),

faktor-faktor itu adalah bentuk tubuh, cacat tubuh, pakaian, nama dan julukan,

inteligensi kecerdasan, taraf aspirasi/ cita-cita, emosi, jenis/gengsi sekolah, status

sosial, ekonomi keluarga, teman-teman, dan tokoh/orang yang berpengaruh. Apabila

berbagai faktor itu cenderung menimbulkan perasaan positif (bangga, senang), maka

muncullah konsep diri yang positif. Pada masa kanak-kanak, seseorang biasanya

cenderung menganggap benar apa saja yang dikatakan oleh orang lain. Jika seorang

anak merasa diterima, dihargai, dicintai, maka anak itu akan menerima, menghargai,

dan mencintai dirinya (berkonsep diri positif). Sebaliknya, jika orang-orang yang

berpengaruh di sekelilingnya (orang tua, guru, orang dewasa lainnya, atau

teman-temannya) ternyata meremehkan, merendahkannya, mempermalukan, dan

menolaknya, maka pengalaman itu akan disikapi dengan negatif (memunculkan


(35)

2.1.5.

Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri

Burns (1993) menyebutkan bahwa secara garis besar ada lima faktor yang

mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu citra fisik, merupakan evaluasi

terhadap diri secara fisik, bahasa, yaitu kemampuan melakukan konseptualisasi dan

verbalisasi, umpan balik dari lingkungan, identifikasi dengan model dan peran jenis

yang tepat, dan pola asuh orang tua. Konsep diri individu akan terbentuk baik dan

menjadi positif jika faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut berfungsi secara

positif juga.

Pendapat Burns ini sejalan dengan Hurlock (1973) yang mengungkapkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri di antaranya

adalah ; fisik, pakaian, nama dan nama panggilan, intelegensi, tingkat aspirasi, emosi,

budaya, sekolah dan perguruan tinggi, status sosial ekonomi, dan keluarga.

Pengaruh keluarga sangat besar bagi pembentukan konsep diri karena untuk beberapa

waktu lamanya anak belum mengenal lingkungan sosial di luar keluarganya.

Pengaruh karakteristik hubungan orang tua dengan anak sangat penting dalam

pembentukan identitas, ketrampilan persepsi sosial, dan penalaran. Sedangkan pada

masa remaja pengaruh lingkungan sosial justru yang sangat berpengaruh.

Menurut Lerner dan Spanier (dalam Nuryoto, 1993), perkembangan seseorang

selain ditentukan oleh kondisi dirinya, juga dikaitkan dengan kehidupan kelompok

dalam lingkungan masyarakatnya pada setiap tahap perkembangan yang dilaluinya.


(36)

perkembangan manusia bisa dilihat dalam perspektif ekologi. Dalam perspektif ini

individu berintraksi dengan lingkungan.

2.1.6.

Perilaku Seksual

Menurut Sarwono (2007), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun

sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Menurut Stuart dan

Sundeen (1999), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan di tempat pribadi

dalam ikatan yang sah menurut hukum. Remaja melakukan berbagai macam perilaku

seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari

berpegangan tangan, cium kering, cium basah, berpelukan, memegang atau meraba

bagian sensitif, petting, oral sex, dan bersenggama

(sexual intercourse).

Sebagian

besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnya dengan lawan

jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja

melakukan sentuhan fisik, mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan

kadang-kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual.

Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas

organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang dapat

diamati secara langsung dan tidak langsung. Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku

diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku

merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respons (Skinner (1949)

dalam Notoatmojo 2010). Perilaku tersebut dibagi lagi dalam tiga domain yaitu


(37)

dan psikomotor dari tindakan (keterampilan). Perubahan perilaku dalam diri

seseorang dapat terjadi melalui proses belajar. Perilaku manusia merupakan hasil

daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya

yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain,

perilaku juga merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang

berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa

tindakan yaitu berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan)

(Sarwono, 2007).

Sarwono (2007) juga mengatakan bahwa perilaku seksual merupakan segala

bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun

dengan sesama jenis. Bentuk perilaku seksual, mulai dari bergandengan tangan

(memegang lengan pasangan), berpelukan (seperti merengkuh bahu, merengkuh

pinggang), bercumbu (seperti cium pipi, cium kening, cium bibir), meraba bagian

tubuh yang sensitif, menggesek-gesekkan alat kelamin sampai dengan memasukkan

alat kelamin. Demikian halnya dengan perilaku seksual pranikah pada remaja akan

muncul ketika remaja mampu mengkondisikan situasi untuk merealisasikan dorongan

emosional dan pemikirannya tentang perilaku seksualnya atau sikap terhadap perilaku

seksualnya.

Menurut Sarwono (2007) bentuk tingkah laku seks bermacam-macam mulai

dari perasaan tertarik, pacaran,

kissing,

kemudian sampai

intercourse

meliputi: a)

Kissing,

merupakan ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual,

seperti di bibir disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat


(38)

menimbulkan rangsangan seksual. Berciuman dengan bibir tertutup merupakan

ciuman yang umum dilakukan. Berciuman dengan mulut dan bibir terbuka, serta

menggunakan lidah itulah yang disebut

french kiss

. Kadang ciuman ini juga

dinamakan ciuman mendalam/

soul kiss

. b)

Necking,

merupakan berciuman di sekitar

leher ke bawah.

Necking

merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan

ciuman disekitar leher dan pelukan yang lebih mendalam. c)

Petting,

merupakan

perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara dan organ

kelamin. Merupakan langkah yang lebih mendalam dari necking. Ini termasuk

merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan, dada, buah dada,

kaki, dan kadang-kadang daerah kemaluan, baik di dalam atau di luar pakaian. d)

Intercrouse,

merupakan bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh

pasangan pria dan wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk ke

dalam vagina untuk mendapatkan kepuasan seksual.

L”Engle et.al. (2005) dalam Tjiptanigrum, (2009) mengatakan bahwa perilaku

seksual ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan, 3) mengkhayal, 4)

berpegangan tangan, 5) berciuman ringan (kening, pipi), 6) saling

memeluk,sedangkan yang termasuk kategori berat adalah : 1) Berciuman bibir/mulut

dan lidah, 2) meraba dan mencium bagian bagian sensitive seperti payudara, alat

kelamin, 3) menempelkan alat kelamin, 4) oral seks, 5) berhubungan seksual

(senggama).

Faktor yang juga diasumsikan sangat mendukung remaja untuk melakukan


(39)

hubungan seksual sebelum menikah banyak diantara berasal dari keluarga yang

bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan.

Hubungan orangtua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang

optimal terhadap perkembangan kepribadian remaja dan sebaliknya orangtua yang

sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga. Keluarga yang tidak

lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan

ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan remaja. Dalam kelompok

teman sebaya (

peer group

) yang dilihat dari konformitas remaja pada kelompoknya di

mana konformitas tersebut memaksa seorang remaja harus melakukan hubungan

seksual. Santrock (2003) mengatakan bahwa konformitas kelompok bisa berarti

kondisi di mana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam

kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh

kelompoknya tersebut. Apabila lingkungan

peer

remaja tersebut mendukung untuk

dilakukan perilaku seksual, serta konformitas remaja yang juga tinggi pada

peer

-nya,

maka remaja tersebut sangat berpeluang untuk melakukan hubungan seksual

pranikah.

2.2. Pola Asuh Orangtua

2.2.1.

Definisi

Pengasuhan menurut (Prasetya, 2013) adalah orang yang melaksanakan tugas

membimbing, memimpin, atau mengelola. Pengasuhan yang dimaksud di sini adalah


(40)

memelihara anak itu, mengurus makan, minum, pakaiannya, dan keberhasilannya

dalam periode yang pertama sampai dewasa. Dengan pengertian diatas dapatlah

dipahami bahwa pengasuhan anak yang dimaksud adalah kepemimpinan, bimbingan,

yang dilakukan terhadap anak berkaitan dengan kepentingan hidupnya. Pola asuh

merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak, yaitu bagaimana cara sikap atau

perilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak,termasuk cara penerapan

aturan,mengajarkan nilai / norma,memberikan perhatian dan kasih sayang serta

menunjukkan sikap dan perilaku baik sehingga dijadikan panutan bagi sikap anaknya.

2.2.2.

Jenis Pola Asuh

Hurlock (1973) mengatakan bahwa perilaku orangtua terhadap anak sesuai

dengan tipe pola asuh yang dianutnya diantaranya adalah:

a)

Pola Asuh Otoriter, perilaku orangtua dalam kehidupan keluarga adalah:

Orangtua menentukan segala peraturan yang berlaku dalam keluarganya, anak

harus menuruti atau mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditentukan

orangtua tanpa kecuali, anak tidak diberi tahu alasan mengapa peraturan tersebut

ditentukan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya

mengenai peraturan-peraturan yang telah ditetapkan orangtua, kemauan orangtua

dianggap sebagai tugas atau kewajiban bagi anak, dan bila tidak mengikuti

peraturan yang berlaku, maka hukuman yang diberikan berupa hukuman fisik.

Penelitian Maryatun (2013) menyimpulkan bahwa pola asuh orang tua

mempunyai peran dengan perilaku seksual remaja. Pada hasil uji statistik


(41)

perilaku seksual yang wajar sembilan belas kali lebih besar dibandingkan dengan

remaja yang diasuh dengan pola permisif.

b)

Pola Asuh Permisif, perilaku orangtua dalam kehidupan keluarga adalah: Tidak

pernah ada peraturan dari orangtua, anak tidak pernah dihukum, tidak ada

ganjaran dan pujian karena perilaku dari si anak, dan anak bebas menentukan

kemauannya/keinginannya.

Penelitian Maryatun (2013) mengatakan pola asuh orang tua dengan tipe

permisif berpeluang untuk melakukan perilaku seksual yang wajar sebesar tiga

kali lebih besar dibandingkan dengan remaja yang diasuh dengan pola autoritatif

(demokratis).

c)

Pola Asuh Demokratis, perilaku orangtua dalam kehidupan keluarga adalah:

Orangtua sebagai penentu peraturan, anak berkesempatan untuk menanyakan

alasan mengapa peraturan dibuat, dan anak boleh ikut andil dalam mengajukan

keberatan atas peraturan yang ada.

2.3.

Peer Group

2.3.1.

Definisi

Peer group

sebagai sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai

semua orang yang memiliki kesamaan ciri-ciri seperti kesamaan tingkat usia.

Santrock (2007) mengatakan di beberapa budaya kawan-kawan sebaya (

peer group

)

memiliki peran yang lebih besar bagi remaja, dibandingkan orang-orang lain.


(42)

2.3.2.

Pengaruh

Peer Group

terhadap Perilaku Seksual

Peer group

adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira

sama. Dalam pembentukan kelompok

peer group

selain diperhatikan persamaan usia,

para remaja juga memperhatikan persamaan-persamaan lainnya, seperti hobbi, status

sosial, ekonomi, latar belakang keluarga, persamaan sekolah, tempat tinggal, agama

dan juga ras (Santrock, 2007). Dalam perkembangan sosial remaja maka remaja

mulai memisahkan diri dari orangtua dan mulai memperluas hubungan dengan

peer

group

. Pada umumnya remaja menjadi anggota kelompok usia sebaya

(peer group)

.

Kelompok usia sebaya menjadi begitu berarti dan sangat berpengaruh dalam

kehidupan sosial remaja. Kelompok sebaya juga merupakan wadah untuk belajar

kecakapan-kecakapan sosial, karena melalui kelompok remaja dapat mengambil

berbagai peran. Di dalam kelompok sebaya, remaja menjadi sangat bergantung

kepada teman sebagai sumber kesenangannya dan keterikatannya dengan

peer group

begitu kuat. Kecenderungan keterikatan

(kohesi)

dalam kelompok tersebut akan

bertambah dengan meningkatnya frekuensi interaksi di antara anggota-anggotanya

(Santrock, 2007).

Remaja menganggap teman sebayanya sebagai sesuatu hal yang penting.

Remaja menganggap kelompok sebayanya memberikan sebuah dunia tempat kawula

muda mulai melakukan sosialisasinya, dimana nilai yang berlaku bukanlah

nilai-nilai yang ditetapkan orang dewasa melainkan oleh teman-temannya. Karena remaja

sering berada diluar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok,


(43)

pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh

keluarga Hurlock (2003). Remaja dan dorongan seksual adalah dua hal yang sangat

berhubungan erat sehingga tidak bisa dipisahkan. Ini di karenakan fase remaja,

mereka umumnya memiliki dorongan seksual yang sangat kuat, sedangkan resiko

akibat kegiatan seksual yang menjurus pada hubungan seks belum sepenuhnya

mereka ketahui. Umumnya remaja lebih sering melakukan kegiatan bersama

kelompok teman-sebayanya, hal ini memicu munculnya pergaulan yang menganut

nilai-nilai kebebasan dalam berinteraksi dengan lawan jenis akan ia turuti demi

memperoleh pengakuan dan penerimaan dari kelompoknya. Akan dianggap kuno dan

ketinggalan zaman kalau tidak mencium atau berciuman dengan pacarnya.

Dalam kelompok

peer group

terjadi interaksi yang saling memengaruhi yaitu

konformitas. Santrock (2003) mengatakan, bahwa konformitas kelompok bisa berarti

kondisi di mana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam

kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh

kelompoknya tersebut. Sarwono (2011) menjelaskan karena kuatnya ikatan emosi dan

konformitas kelompok pada remaja, maka biasanya hal ini sering dianggap juga

sebagai faktor yang menyebabkan munculnya tingkah laku remaja yang buruk.

Apabila lingkungan

peer

remaja tersebut mendukung untuk dilakukan seks bebas,

serta konformitas remaja yang juga tinggi pada

peer

-nya, maka remaja tersebut

sangat berpeluang untuk melakukan seks bebas (Cynthia, 2007). Berdasarkan


(44)

menyatakan bahwa bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang

paling besar dalam kehidupannya.

Peer group

dapat memberi pengaruh positif atau negatif pada remaja.

Memiliki teman-teman yang nakal meningkatkan resiko remaja menjadi nakal pula

(Santrock, 2003). Remaja menjadi nakal karena mereka tersosialisasi dan beradaptasi

ke dalam kenakalan, terutama oleh kelompok pertemanan. Sebaliknya secara positif,

kelompok

peer group

adalah tempat terjadinya proses belajar sosial, yakni suatu

proses dimana individu mengadopsi dengan kebiasaan-kebiasaan, sikap, gagasan,

keyakinan, nilai-nilai dan pola tingkah laku dalam bermasyarakat dan

mengembangkannya menjadi suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya.

Karena remaja sering berada di luar rumah bersama dengan teman-

peer group

sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-

peer group

pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada

pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka

memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer,

maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar.

Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum alkohol, obat-obatan

terlarang, merokok, seks bebas maka remaja cenderung mengikutinya tanpa


(45)

2.4. Landasan Teori

Hurlock (1973) yang mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan konsep diri di antaranya adalah ; fisik, pakaian, nama

dan nama panggilan, intelegensi, tingkat aspirasi, emosi, budaya, sekolah dan

perguruan tinggi, status sosial ekonomi, dan keluarga. Pengaruh keluarga sangat besar

bagi pembentukan konsep diri karena untuk beberapa waktu lamanya anak belum

mengenal lingkungan sosial di luar keluarganya. Pengaruh karakteristik hubungan

orang tua dengan anak sangat penting dalam pembentukan identitas, ketrampilan

persepsi sosial, dan penalaran. Sedangkan pada masa remaja pengaruh lingkungan

sosial justru yang sangat berpengaruh.

Burns (1993) menyebutkan bahwa secara garis besar ada lima faktor yang

mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu citra fisik, merupakan evaluasi

terhadap diri secara fisik, bahasa, yaitu kemampuan melakukan konseptualisasi dan

verbalisasi, umpan balik dari lingkungan, identifikasi dengan model dan peran jenis

yang tepat, dan pola asuh orang tua. Konsep diri individu akan terbentuk baik dan

menjadi positif jika faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut berfungsi secara

positif juga.

Santrock (2007) yang mengutip pendapat Bandura (2000) menyatakan bahwa

faktor perilaku dan faktor lingkungan dapat berinteraksi secara timbal-balik. Dengan

demikian dalam pandangan Bandura, lingkungan dapat memengaruhi perilaku

seseorang, namun seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan. Prinsip


(46)

sosial dan moral terjadi melalui peniruan dan penyajian contoh perilaku (

modeling

),

dalam hal ini dapat dikatakan pola asuh orang tua dan

peer group

.

Dilihat dari teori tersebut maka landasan teori ini lebih menspesifikasikan

bahwa konsep diri remaja tentang perilaku seksual dapat dipengaruhi oleh pola asuh

orang tua dan

peer group

.

2.5. Kerangka Konsep

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Pola Asuh Orang Tua

Konsep Diri Remaja

Tentang Perilaku Seksual


(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode

survei dengan pendekatan potong lintang

(cross sectional),

yaitu suatu rancangan

penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan

(sekali waktu) (Hidayat, 2011).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Dharma Bakti Medan dengan alasan di

sekolah tersebut rata-rata siswa sudah mempunyai pacar dan mereka mengaku

perilaku dalam berpacaran seperti berpegangan tangan, berpelukan, berciuman kening

dan pipi, dan terdapat pula siswa yang telah melakukan perilaku seksual berat seperti

berciuman bibir, kemudian karena di sekolah tersebut belum pernah ada penelitian

sebelumnya.

Penelitian ini dimulai dengan penelurusan kepustakaan, melakukan survei

awal, konsultasi judul dengan pembimbing, penyusunan proposal, seminar proposal,

pengumpulan data penelitian, pengolahan data, penyusunan hasil penelitian, serta

seminar hasil penelitian. Keseluruhan proses penelitian tersebut dilakukan pada bulan


(1)

Variables Entered/Removed

Model

Variables

Entered

Variables

Removed

Method

1

Peer_group, X2,

X6, X5, X1

a

. Enter

a. All requested variables entered.

Model Summary

Model

R

R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1

.687

a

.472

.440

4.371

a. Predictors: (Constant), Peer_group, X2, X6, X5, X1

ANOVA

b

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

1433.000

5

286.600

15.003

.001

a

Residual

1604.656

84

19.103

Total

3037.656

89

a. Predictors: (Constant), Peer_group, X2, X6, X5, X1

b. Dependent Variable: Konsep_diri

Coefficients

a

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

99.509

11.753

8.466

.001

X1

-4.692

1.365

-.309

-3.439

.001

X2

-4.971

1.493

-.269

-3.329

.001

X3

9.810

3.241

.249

-3.027

.003

X4

9.310

3.241

.236

2.873

.005

Peer_group

8.627

1.084

.727

7.962

.001


(2)

HASIL UJI ASUMSI REGRESI LINIER BERGANDA

a.

Asumsi eksistensi (variabel random)

Asumsi eksistensi ini berkaitan dengan teknik pengambilan sampel. Untuk

memenuhi asumsi ini sampel yang diambil harus dilakukan secara random. Cara

mengetahui asumsi eksistensi dengan cara melakukan analisis deskriptif variabel

residual dari model, bila residual menunjukkan adanya mean mendekati nilai nol dan

ada sebaran (varian data standart deviasi) maka asumsi eksistensi terpenuhi. Hasil

analisis asumsi :

Tabel 1.1 Residual Statistic

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

N

Residual

-14.009

8.618

.000

4.246

90

Hasil dari tabel diatas menunjukkan angka residual dengan mean 0.000 dan

standart deviasi 1.890. dengan demikian asumsi Eksistensi terpenuhi.

b.

Asumsi Independensi

Asumsi ini dilakukan dengan cara mengeluarkan uji Durbin Watson, bila nilai

Durbin -2 s.d. +2 berarti asumsi independensi terpenuhi, sebaliknya bila nilai Durbin

<-2 s.d. +2 berarti asumsi tidak terpenuhi. Hasil analisis asumsi :

Tabel 1.2 Model Summary

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin

Watson

1

.687

a

.472

.440

4.371

1.948

Dari hasil uji didapatkan koefisien Durbin Watson 1.945, berarti asumsi

independensi terpenuhi.


(3)

c.

Asumsi Linearitas

Asumsi ini dilakukan dengan melakukan uji ANOVA (overall F test) bila

hasilnya signifikan (p value<alpha) maka model berbentuk linier. Hasil analisis

asumsi :

Model

Sum of

Squares

df

Mean

Square

F

Sig

Regression

1433.000

5

286.600

15.003

.000

a

Residual

1604.656

84

19.103

Total

3037.656

89

Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai p sebesar 0.000, berarti p<0.05 maka

asumsi linearitas terpenuhi.

d.

Asumsi Homoscedascity

Asumsi ini dilakukan dengan membuat plot residual. Bila titik tebaran tidak

berpola tertentu dan menyebar merata disekitar garis titik nol maka dapat disebut

varian homogeny pada setiap nilai X dengan demikian asumsi homoscedasticity

terpenuhi.


(4)

Dari hasil plot diatas terlihat tebaran titik mempunyai pola yang sama antara

titik-titik diatas dan dibawah garis diagonal 0. Dengan demikian asumsi

homoscedasity terpenuhi.

e.

Asumsi Normalitas

Asumsi ini diketahui dari Normal P-P plot residual, bila data menyebar

disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak

memenuhi asumsi normalitas.


(5)

Dari grafik histogram dan grafik normal P-P plot terbukti bahwa bentuk

distribusinya normal, berarti asumsi normality terpenuhi.

f.

Diagnostik Multicolinearity

Untuk mendeteksi collinearity dapat diketahuidari nilai VIF (variance inflation

factor), bila nilai VIF lebih dari 10 maka mengindikasikan telah terjadi collinearity.

Dari hasil uji asumsi didapatkan nilai VIF tidak lebih dari 10 (3.453, 2.818, 5.159,

1.374, 1.467) dengan demikian tidak ada multicollinearity antara sesama variabel

independen.

Dari hasil uji asumsi dan uji kolinearitas ternyata semua asumsi terpenuhi

sehingga model dapat digunakan untuk memprediksi konsep diri seorang remaja

tentang perilaku seksual di SMA Dharma Bakti Medan.


(6)

Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total Kategori Responden Ayah Ibu Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total Kategori

Responden 1 3 2 2 3 3 2 2 2 3 2 24 buruk Responden 1 2 2 Responden 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 Kuat

Responden 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 22 buruk Responden 2 2 2 Responden 2 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5 Kuat

Responden 3 4 4 3 3 3 3 4 2 3 4 33 Baik Responden 3 3 3 Responden 3 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 5 Kuat

Responden 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 37 Baik Responden 4 1 1 Responden 4 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 4 Lemah

Responden 5 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 38 Baik Responden 5 3 3 Responden 5 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 6 Kuat

Responden 6 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 37 Baik Responden 6 3 3 Responden 6 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 6 Kuat

Responden 7 3 4 3 4 4 3 4 3 3 4 35 Baik Responden 7 3 3 Responden 7 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 3 Lemah

Responden 8 4 3 3 2 1 1 2 1 1 3 21 buruk Responden 8 1 3 Responden 8 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 6 Kuat

Responden 9 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 38 Baik Responden 9 3 3 Responden 9 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 9 Kuat

Responden 10 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 24 buruk Responden 10 3 2 Responden 10 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 2 Lemah

Responden 11 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 37 Baik Responden 11 3 3 Responden 11 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8 Kuat

Responden 12 4 3 3 2 1 1 2 1 1 3 21 buruk Responden 12 1 3 Responden 12 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 5 Kuat

Responden 13 4 4 3 4 4 2 3 3 3 4 34 Baik Responden 13 3 3 Responden 13 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 7 Kuat

Responden 14 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 33 Baik Responden 14 3 3 Responden 14 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 4 Lemah

Responden 15 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 39 Baik Responden 15 3 3 Responden 15 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8 Kuat

Responden 16 3 2 2 2 1 3 3 2 3 2 23 buruk Responden 16 2 2 Responden 16 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 3 Lemah

Responden 17 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 39 Baik Responden 17 3 3 Responden 17 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 3 Lemah

Responden 18 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 37 Baik Responden 18 3 3 Responden 18 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 5 Kuat

Responden 19 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 38 Baik Responden 19 3 3 Responden 19 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 6 Kuat

Responden 20 3 4 3 3 4 3 4 3 3 4 34 Baik Responden 20 3 3 Responden 20 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 2 Lemah

Responden 21 4 4 4 3 4 2 4 3 3 3 34 Baik Responden 21 3 3 Responden 21 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 4 Lemah

Responden 22 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 37 Baik Responden 22 3 3 Responden 22 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 Kuat

Responden 23 3 4 4 3 3 4 3 3 4 4 35 Baik Responden 23 1 1 Responden 23 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 2 Lemah

Responden 24 3 3 4 4 1 4 4 4 4 4 35 Baik Responden 24 3 3 Responden 24 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 Lemah

Responden 25 3 4 4 4 3 3 4 3 3 4 35 Baik Responden 25 3 3 Responden 25 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 7 Kuat

Responden 26 3 3 3 3 3 4 4 2 4 4 33 Baik Responden 26 3 3 Responden 26 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2 Lemah

Responden 27 3 3 3 3 3 4 4 2 4 4 33 Baik Responden 27 3 3 Responden 27 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2 Lemah

Responden 28 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 38 Baik Responden 28 3 3 Responden 28 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 3 Lemah

Responden 29 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40 Baik Responden 29 3 3 Responden 29 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8 Kuat

Responden 30 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 32 Baik Responden 30 3 3 Responden 30 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 2 Lemah

Responden 31 3 2 3 2 3 2 2 2 1 2 22 buruk Responden 31 3 3 Responden 31 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 6 Kuat

Responden 32 4 2 2 2 2 3 3 2 1 2 23 buruk Responden 32 3 3 Responden 32 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 Lemah

Responden 33 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 22 buruk Responden 33 2 2 Responden 33 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 2 Lemah

Responden 34 3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 23 buruk Responden 34 2 2 Responden 34 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 2 Lemah

Responden 35 2 3 2 3 2 2 3 2 3 2 24 buruk Responden 35 3 3 Responden 35 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 4 Lemah

Responden 36 3 2 2 2 2 3 2 2 3 2 23 buruk Responden 36 3 3 Responden 36 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 3 Lemah

Responden 37 3 2 3 2 2 3 2 3 2 2 24 buruk Responden 37 3 1 Responden 37 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 Lemah

Responden 38 3 3 3 3 4 3 4 2 3 4 32 Baik Responden 38 1 2 Responden 38 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 2 Lemah

Responden 39 3 4 3 3 3 3 4 3 4 3 33 Baik Responden 39 3 1 Responden 39 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 7 Kuat

Responden 40 3 4 4 3 3 4 4 2 3 3 33 Baik Responden 40 3 3 Responden 40 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 6 Kuat

Responden 41 3 4 4 3 3 2 3 3 2 3 30 Baik Responden 41 3 3 Responden 41 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 5 Kuat

Responden 42 2 3 2 3 2 3 2 2 3 2 24 buruk Responden 42 1 3 Responden 42 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 6 Kuat

Responden 43 3 2 3 2 3 2 2 1 2 2 22 buruk Responden 43 1 2 Responden 43 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7 Kuat

Responden 44 3 4 4 3 3 2 3 3 2 3 30 Baik Responden 44 3 3 Responden 44 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 3 Lemah

Responden 45 3 2 3 2 3 2 3 2 1 2 23 buruk Responden 45 3 3 Responden 45 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 5 Kuat

Responden 46 4 4 4 4 1 3 4 1 3 3 31 Baik Responden 46 3 3 Responden 46 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 5 Kuat

Responden 47 3 4 3 3 4 3 4 3 4 3 34 Baik Responden 47 1 1 Responden 47 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 3 Lemah

Responden 48 3 2 2 3 3 2 3 2 1 2 23 buruk Responden 48 3 1 Responden 48 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 5 Kuat

Responden 49 3 2 2 3 3 2 2 1 2 1 21 buruk Responden 49 3 1 Responden 49 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 6 Kuat

Responden 50 3 2 3 2 3 2 3 1 3 2 24 buruk Responden 50 3 3 Responden 50 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 4 Lemah

Responden 51 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 34 Baik Responden 51 3 3 Responden 51 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 4 Lemah

Responden 52 4 4 4 3 4 2 4 3 4 4 36 Baik Responden 52 3 3 Responden 52 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 6 Kuat

Responden 53 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 36 Baik Responden 53 1 1 Responden 53 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 6 Kuat

Responden 54 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 36 Baik Responden 54 1 1 Responden 54 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 3 Lemah

Responden 55 4 4 3 4 4 2 4 2 4 4 35 Baik Responden 55 1 1 Responden 55 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 3 Lemah

Responden 56 2 2 3 2 3 3 3 1 2 3 24 buruk Responden 56 3 3 Responden 56 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 3 Lemah

Responden 57 3 4 3 4 4 4 4 1 4 4 35 Baik Responden 57 1 1 Responden 57 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 6 Kuat

Responden 58 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 39 Baik Responden 58 2 2 Responden 58 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 2 Lemah

Responden 59 2 4 4 4 2 4 3 4 3 4 34 Baik Responden 59 1 1 Responden 59 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9 Kuat

Responden 60 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 35 Baik Responden 60 1 1 Responden 60 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 6 Kuat

Responden 61 3 3 4 3 4 3 3 4 4 4 35 Baik Responden 61 3 3 Responden 61 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 2 Lemah

Responden 62 3 3 4 3 4 4 4 3 4 3 35 Baik Responden 62 1 1 Responden 62 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 6 Kuat

Responden 63 3 4 4 3 4 4 4 2 3 3 34 Baik Responden 63 2 2 Responden 63 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 3 Lemah

Responden 64 3 3 3 4 2 3 4 3 4 4 33 Baik Responden 64 1 1 Responden 64 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 6 Kuat

Responden 65 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 37 Baik Responden 65 1 1 Responden 65 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 6 Kuat

Responden 66 3 3 2 3 3 2 2 1 2 2 23 buruk Responden 66 1 1 Responden 66 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 6 Kuat

Responden 67 3 3 3 4 3 3 4 3 4 4 34 Baik Responden 67 1 1 Responden 67 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 3 Lemah

Responden 68 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 38 Baik Responden 68 3 2 Responden 68 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9 Kuat

Responden 69 3 4 3 3 4 4 4 3 3 4 35 Baik Responden 69 3 3 Responden 69 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 6 Kuat

Responden 70 3 3 2 4 4 4 4 3 4 4 35 Baik Responden 70 3 3 Responden 70 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9 Kuat

Responden 71 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 37 Baik Responden 71 1 1 Responden 71 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 Lemah

Responden 72 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 36 Baik Responden 72 3 3 Responden 72 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 Lemah

Responden 73 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 37 Baik Responden 73 3 3 Responden 73 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 6 Kuat

Responden 74 3 1 4 4 4 4 4 3 4 4 35 Baik Responden 74 1 1 Responden 74 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 6 Kuat

Responden 75 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 37 Baik Responden 75 3 3 Responden 75 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 6 Kuat

Responden 76 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 33 Baik Responden 76 1 1 Responden 76 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 7 Kuat

Responden 77 3 4 4 4 3 2 4 3 3 3 33 Baik Responden 77 3 3 Responden 77 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 3 Lemah

Responden 78 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 37 Baik Responden 78 2 2 Responden 78 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 6 Kuat

Responden 79 3 4 3 3 4 3 4 3 3 4 34 Baik Responden 79 3 1 Responden 79 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 6 Kuat

Responden 80 1 4 4 3 1 4 4 4 4 4 33 Baik Responden 80 1 1 Responden 80 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 7 Kuat

Responden 81 1 4 4 3 1 4 4 4 4 4 33 Baik Responden 81 1 1 Responden 81 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 7 Kuat

Responden 82 2 1 3 3 3 2 2 1 3 3 23 buruk Responden 82 1 2 Responden 82 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 4 Lemah

Responden 83 3 3 2 1 3 2 3 2 2 1 22 buruk Responden 83 3 1 Responden 83 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 5 Kuat

Responden 84 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 23 buruk Responden 84 3 3 Responden 84 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 7 Kuat

MASTER TABEL

PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA DAN PEER GROUP TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMA DHARMA BAKTI MEDAN TAHUN 2014

Nomor Butir Soal

Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku Seksual Peer Group

Nomor Butir Soal Pola Asuh Orangtua


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pola Asuh Orangtua Dan Peer Group Terhadap Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku Seksual Di Sma Negeri 2 Dan Man 2 Medan Tahun 2012

7 77 190

Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan Peer Group terhadap Konsep Diri Remaja tentang Perilaku Seksual di SMA Negeri 2 dan MAN 2 Medan Tahun 2012

4 52 190

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN PEER GROUP TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMA DHARMA BAKTI MEDAN TAHUN 2014

0 0 30

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Definisi - Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan Peer Group Terhadap Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku Seksual Di SMA Dharma Bakti Medan Tahun 2014

0 0 17

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan Peer Group Terhadap Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku Seksual Di SMA Dharma Bakti Medan Tahun 2014

0 0 11

Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan Peer Group Terhadap Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku Seksual Di SMA Dharma Bakti Medan Tahun 2014

0 0 16

Pengaruh Pola Asuh Orangtua Dan Peer Group Terhadap Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku Seksual Di Sma Negeri 2 Dan Man 2 Medan Tahun 2012

0 0 69

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri - Pengaruh Pola Asuh Orangtua Dan Peer Group Terhadap Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku Seksual Di Sma Negeri 2 Dan Man 2 Medan Tahun 2012

0 0 31

PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA DAN PEER GROUP TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMA NEGERI 2 DAN MAN 2 MEDAN TAHUN 2012 TESIS

0 0 19

Pengaruh Pola Asuh Orangtua dan Peer Group terhadap Konsep Diri Remaja tentang Perilaku Seksual di SMA Negeri 2 dan MAN 2 Medan Tahun 2012

0 0 69