ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH PADA PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING (IT) DAN DIRECT INSTRUCTION (DI).

(1)

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH

PADA PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING (IT)

DAN DIRECT INTRUCTION (DI)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh :

DEDE PARSAORAN DAMANIK

NIM : 8106175002

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2013


(2)

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH

PADA PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING (IT)

DAN DIRECT INTRUCTION (DI)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh :

DEDE PARSAORAN DAMANIK

NIM : 8106175002

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2013


(3)

(4)

ABSTRAK

Dede Parsaoran Damanik. “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Pada Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Inquiry Training dan Direct Intruction”. Tesis Medan. Program Studi Pendidikan Fisika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inquiry training dan pembelajaran langsung. (2) Mengetaui perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah. (3) Melihat apakah ada interaksi model pembelajaran inquiry training terhadap sikap ilmiah siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir ktitis siswa. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 2 Raya Kahean Kabupaten Simalungun. Pemilihan sampel dilakukan secara random dengan mengacak kelas. Instrument yang digunakan terdiri dari: (1) tes sikap ilmiah siswa melalui angket dengan jumlah angket 25 pernyataan (2) tes kemampuan berpikir kritis dalam bentuk uraian sebanyak 9 soal. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis ANOVA dua jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Inquiry Training lebih baik dibandingkan dengan Direct Intruction. (2) kemampuan berpikir kritis pada sikap ilmiah siswa tinggi lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis pada sikap ilmiah rendah. (3) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran Inquiry Training dan Direct Intrudiction dengan sikap ilmiah siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Kata Kunci: Kemampuan Berpikir Kritis, Sikap Ilmiah, Model Pembelajaran Inquiry Training dan Pembelajaran Langsung.


(5)

ABSTRACT

Dede Parsaoran Damanik. "The Analysis of Critical Thinking Skills and Scientific Attitudes Students In Learning Physics of Using Inquiry Training Model and Direct Intruction ". Thesis Medan. Physics Education Study Program Postgraduate School of University of Medan, 2013

This study was aimed to determine the diffrences: (1) The diffrence of critical thinking skills of students' that using Inquiry Training and Direct Intruction. (2) The diffrence of critical thinking skills among students who at high scientific attitude and students who at low scientific attitude. (3) To see if there is interaction between inquiry learning model of the scientific attitude students' to increase the ability to critical thinking. This is a quasi experimental research. wich students of private junior high school Two Raya Kahean District Simalungun. Population choose random sample of each class. Instrument used consisted of: (1) test the scientific attitude of students through a questionnaire with 25 statements questionnaire number (2) test the critical thinking skills in the form of descriptions by 9 questions. The data were analyzed according to ANAVA. It showed that: (1) There are differences in students' critical thinking of skills achievement Inquiry Training model and Direct Instruction model, (2) there was a difference of students' critical thinking in scientific attitude at high is better than who thought there is a difference of students' critical thinking in scientific attitude at low. (3) There was no interaction between Inquiry Training model and Direct Intruction with the scientific attitude students' to increase students critical thinking of skills.

Keywords: Critical Thinking Skills, Scientific Attitude, Inquiry Training Model and Direct Intruction.


(6)

KATA PENGATAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat meneyelesaikan tesis yang judul Analisis Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Pada pembelajaran Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Inquiry Training (IT) dan Direct Instruction (DI)”.

Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Pascasarjana Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Medan.

Selama penyusunan tesisi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penulisan dalam penyususnan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan.

2. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

3. Bapak Prof. Dr. Sahyar, M.S., M.M selaku Ketua Jurusan Pendidikan Fisika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan dan sekalian pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Dr. Nurdin Bukit, M.Si selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Fisika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan dan sekalian


(7)

pembimbing II yang juga telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Asmin, M.Pd, Ibu Dr. Derlina, M.Si, dan Bapak Dr. Ridwan A. Sani, M.Si selaku Narasumber penulisan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Fisika Program Pascasarjana yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan berlangsung.

7. Bapak Aman Manik, S.Pd selaku Kepala SMP Negeri 2 Raya Kahean 8. Kedua orang tuaku yang tersayang, keluarga J. Damanik (Ayah) A. Sinaga

(Ibu), saudara-saudaraku beserta kakak iparku (ka Lenny/bang silaban, ka Berta/bang Manurung, bang Hotlen/ka Hutagalung dan adikku Roganda) yang tiada henti-hentinya memberikan Doa, kasih sayang, dukungan dan semangat kepada saya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyususnan tesis ini.

9. Teman-teman sekerja yang tidak dapat disebutkan satu persatu baik dari SMA-SMK YAPIM Sei Rotan dan SMP Negeri 2 Raya Kahean yang telah memberikan motivasi kepada penulis dan spesial kepada sahabatku Normawaty Butar-Butar yang selalu memberikan doa, semangat dan pikiran dalam penyelesain tesis ini.

10.Rekan-rekan fisika lainnya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan baik pikiran maupun motivasi dalam penyelesaian tesis ini.


(8)

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih belum sempurna, oleh karena itu masukan dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Akhirnya tiada kata seindah doa dengan harapan dan syukur semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak.

Terima kasih.

Medan, Maret 2013 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ……… iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Identifikasi Masalah ... 8

1.3.Batasan Masalah ... 8

1.4.Runusan Masalah ... 9

1.5.Tujuan Penelitian ... 9

1.6.Manfaat Penelitian ... 10

1.7.Defenisi Operasional ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis ... 12

2.1.1 Pengertian Belajar ... 12

2.1.2 Teori-teori Belajar ... 18

2.1.3 Pengertian Mengajar ... 22

2.1.4 Sikap Ilmiah ... 25

2.1.5 Kemampuan Berpikir Kritis ... 29

2.1.6 Model Pembelajaran Inquiri Training ... 40

2.1.7 Model Pembelajaran Langsung ... 47

2.1.8 Penelitian Yang Relevan ... 51

2.2.Kerangka Konseptual ... 52

2.2.1 Ada Perbedaaan Kemampuan Berpikir Kritis Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Inquri dan Direct Instruction (DI) ... 52

2.2.2 Ada Perbedaaan Sikap Ilmiah Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Inquri dan Direct Instruction (DI) ... 55

2.2.3 Tidak Ada interaksi model Pembelajaran inkuiri training dan model pembelajaran langsung (Direct Instruction) dengan sikap ilmiah siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis ……….. 56

2.3 Hipotesis ………. . 57

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ... 58

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 58

3.2.1 Populasi Penelitian ... 58

3.2.2 Sampel Peneltian ... 58


(10)

3.4 Jenis dan Desain Penelitian ... 59

3.2.1 Jenis Penelitian ... 59

3.2.2 Desain Penelitian ... 59

3.5 Prosedur Penelitian ... 60

3.6. Instrumen Penelitian ... 63

3.6.1 Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 63

3.7 Validitas Penelitian ... 64

3.7.1 Validitas Isi ... 64

3.7.2 Analisis Validitas Tes ... 65

3.7.3 Reliabilitas ... 66

3.7.4 Tingkat Kesukaran ... 66

3.7.5 Daya Pembeda ... 67

3.8 Teknik Analisis Data ... 68

3.8.1. Simpangan Baku ... 68

3.8.2. Uji Normalitas ... 69

3.8.3. Uji Homogenitas ... 70

3.8.4. Pengujian Hipotesis ... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Deskripsi Hasil Penelitian ... 71

4.1.1. Pretes ... 71

4.1.2 Sikap Ilmiah ... 73

4.1.3 Postes ... 75

4.1.3.1 Analisis Kemampuan Berpikir Kritis IT dan DI 76 4.1.3.2 Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Pada Sikap Ilmiah Tinggi ... 77

4.1.3.3 Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Pada Sikap Ilmiah Rendah ... 78

4.1.3.4 Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Pada Sikap Ilmiah Rendah dan Tinggi ... 79

4.1.4 Pengujian Hipotesis ... 80

4.2.Pembahasan ... 87

4.2.1.Terdapat Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Model IT dan DI ... 87

4.2.2 Terdapat Kemampuan Berpikir Kritis Antara Siswa yang Memiliki Sikap Ilmiah tinggi dan Rendah ... 89

4.2.3 Tidak Terdapat Interaksi Model IT dan DI dengan Sikap Ilmiah Siswa Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 92

5.2 Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget ... 16

Tabel 2.2 Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis ... 27

Tabel 2.3 Sintaks Model Pembelajaran Inquiry Training ... 40

Tabel 2.4 Sintaks Model Pembelajaran Direct Intruction ... 43

Tabel 2.5 Perbedaan Teacher Centered dan Student Centerd ... 44

Tabel 3.1 Two Group Pretest-Postest Design ……… ... 55

Tabel 3.2 Desain Penelitian ANAVA……… ... 56

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 59

Tabel 3.4 Validitas Instrumen……….……… ... 63

Tabel 3.5 Reliabilitas Instrumen……………… ... 64

Tabel 3.6 Tingkat Kesukaran Instumrn……… ... 65

Tabel 3.7 Daya Beda Instrumen ……… .... 66

Tabel 4.1 Data Pretes Kelas DI dan IT ……… ... 71

Tabel 4.2 Uji Normalitas Kelas DI……… .... 72

Tabel 4.3 Uji Normalitas Kelas IT……… . 72

Tabel 4.4 Uji Homogenitas Pretes kelas DI dan IT ……… ... 72

Tabel 4.5 Sikap Ilmiah Kelas DI dan IT……… .... 73

Tabel 4.6 Data Sikap Ilmiah Tinggi dan Rendah Kelas DI dan IT ... 74

Tabel 4.7 Data Postes DI dan IT……… .... 75

Tabel 4.8 Nilai Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kritis Pada Sikap Ilmiah Model IT dan DI ……… ... 76

Tabel 4.9 Nilai Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kritis Pada Sikap Ilmiah Tinggi ……… ... 77

Tabel 4.10 Nilai Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kritis Pada Sikap Ilmiah Rendah ……… ... 77

Tabel 4.11 Nilai Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kritis Pada Sikap Ilmiah Tinggi dan Rendah……… ... 78

Tabel 4.12 Nilai Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kritis Pada Sikap Ilmiah Tinggi dan Renda……… ... 79

Tabel 4.13 Uji Normalitas Kelas DI……… ... 80

Tabel 4.14 Uji Normalitas Kelas IT……… ... 80

Tabel 4.15 Uji Homogenitas ……… ... 81

Tabel 4.16 Jumlah Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Rendah dan Tinggi… .... 81

Tabel 4.17 Statistik ANAVA……… ... 82

Tabel 4.18 Uji Levene……… ... 83

Tabel 4.19 OutputPerhitungan ANAVA Dua Jalur………... 83


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Bentuk-bentuk Belajar………... ... 14 Gambar 3.1 Tahap Alur Kerja Penelitian……….. ... 58 Gambar 4.1 Kemampuan Berpikir Kritis Pada Sikap Ilmiah di DI dan IT … ... 76 Gambar 4.2 Kemampuan Berpikir Kritis Pada Sikap Ilmiah Tinggi di DI

dan IT ………... ... 77 Gambar 4.3 Kemampuan Berpikir Kritis Pada Sikap Ilmiah Rendah di DI

dan IT………... ... 78 Gambar 4.4 Rata-Rata Kemampuan Berpikir Kritis Pada Sikap Ilmiah

Rendah dan Tingg………... ... 80 Gambar 4.5 Interaksi Model Pembelajaran DI dan IT Pada Sikap Ilmiah


(13)

i

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Program Satuan Pengajaran ... 97

2. Rencana Pembelajaran Siklus I ... 99

3. Bahan Ajar 1 ... 108

4. Lembar Kegiatan Siswa 1 ... 118

5. Rencana Pembelajaran Siklus II... 120

6. Bahan Ajar 2 ... 130

7. Lembar Kegiatan Siswa 2 ... 134

8. Rencana Pembelajaran Siklus III ... 136

9. Bahan Ajar 3 ... 143

10. Lembar Kegiatan Siswa 3 ... 147

11. Instrumen Penelitian Angket Sikap Ilmiah ... 149

12. Lembar Validitas Sikap Ilmiah Siswa ... 152

13. Lembar Validitas Soal Berpikir Kritis Sisawa ... 158

14. Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 164

15. Data Uji Coba Instrumen ... 169

16. Perhitungan Uji Daya Pembeda Instrumen Tes ... 170

17. Skor Skala Sikap Ilmiah Kelas Eksperimen Setelah di Validasi ... 171

18. Skor Skala Sikap Ilmiah Kelas Kontrol Setelah Divalidasi ... 172

19. Batas Atas dan Batas Bawah Sikap Ilmiah Kelas Eksperimen ... 173

20. Batas Atas dan Batas Bawah Sikap Ilmiah Kelas Kontrol ... 174

21. Hasil Pretes Kelas Eksperimen ... 175

22. Hasil Pretes Kelas Kontrol ... 176

23. Hasil Pretes Kelas Eksperimen ... 177

24. Hasil Pretes Kelas Kontrol ... 178

25. Postes Batas Atas dan Batas Bawah Kelas Eksperimen ... 179

26. Postes Batas Atas dan Batas Bawah Kelas Kontrol ... 180

27. Normalitas Pretes Kelas Kontroldan Eksperimen dan Hpmogenitas ... 181

28. Output Uji t Pretes SPSS ... 182

29. Normalitas Postes Kelas Kontroldan Eksperimen dan Hpmogenitas ... 183


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai peranan penting dalam suatu bangsa. Pendidikan harus dikembangkan secara terus menerus sesuai dengan perkembangan zaman. Melalui pendidikan diharapkan bangsa Indonesia dapat meningkatkan kualitas mutu pendidikan. Pendidikan nasional bertujuan meningkatkan sumber daya manusia yang beriman, bertaqwa, berbudi pekerti, berdisiplin, bertanggung jawab, mandiri dan cerdas.

Mengingat akan pentingnya peranan pendidikan, pemerintah terus menerus berupaya meningkatkan mutu pendidikan dengan seoptimal mungkin. Usaha yang telah dilakukan pemerintah antara lain perbaikan dan pengembangan kurikulum, peningkatan mutu guru berupa penataran, pelatihan, seminar serta peningkatan sarana dan prasarana. Tujuan dari semua usaha tersebut adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Mengajar bukan hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi melatih kemampuan siswa untuk berpikir, menggunakan struktur kognitifnya secara penuh dan terarah. Materi pelajaran digunakan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir, bukan sebagai tujuan. Mengajar yang hanya menyampaikan informasi akan membuat siswa kehilanagn motivasi dan konsentrasinya. Mengajar adalah mengajak siswa berpikir, sehingga kemampuan berpikir siswa akan terbentuk siswa yang cerdas dan mampu memecahkan setiap persoalan yang dihadapinya.


(15)

Proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik apabila terdapat interaksi timbal balik antara guru dengan siswa dan siswa dengan guru dalam hal kegiatan pembelajaran dan aktivitas para siswa baik dari kelompok maupun individu. Melalui pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa, siswa hendaknya dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan bahan pelajaran. Keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh ketepatan pemelilihan strategi pembelajaran yang digunakan. Strategi pembelajaran merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dalam staregi pembelajaran diatur suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menghasilkan hasil belajar pada siswa. Oleh karena itu, pemilihan pembelajaran yang tepat harus dilakukan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Apa yang harus dicapai dalam pembelajaran akan menentukan bagaimana cara mencapainya (Sanjaya, 2006).

Penerapan proses belajar mengajar di Indonesia kurang mendorong pada pencapaian kemampuan berpikir kritis (Sanjaya, 2009: 1). Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghapal informasi. Padahal keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu modal dasar atau modal intelektual yang sangat penting bagi setiapa orang dan merupakan bagian yang fundamental dari kematangan manusia. Oleh karena itu pengembangan keterampilan berpikir kritis menjadi sangat penting bagi siswa disetiap jenjang pendidikan. Dua faktor penyebab tidak berkembangnya kemampuan berpikir kritis selama ini adalah kurikulum yang umumnya dirancang dengan target materi yang luas sehingga pengajar lebih terfokus


(16)

pada penyelesaian materi dan kurangnya pemahaman mengajar tentang metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

Berdasarkan laporan Assosiation of Amerikan Colleges and Univerities (2005:

1), hanya enam persen dari tamatan United Satate College yang mampu secara actual membuktikan kemampuan berpikir kritis. Di Malaysia, pembelajaran sains dan matematika yang dibelajarkan dengan metode ceramah masih mendominasi lebih dari 80% aktivitas pembelajaran dikelas. Siswa tergantung pada guru dalam menentukan kapan harus belajar,dan bagaimana cara mempelajari suatu materi pelajaran (Zakaria dan Zanaton, 2006: 35).

Beberapa tahun berturut-turut peringkat Indonesia dalam Human Development

Index (HDI) menempati posisi pada urutan bawah. HDI Indonesia tahun 2006 berada

pada posisi 108 dari 177 negara (UNDP, 2006: 1). Hal tersebut menunjukkan rendahnya kulaitas sumber daya manusia Indonesia yang berarti lemahnya pula sistem pendidikan di Indonesia. Akibatnya sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkan adalah generasi yang kurang percaya diri, kurang bisa bekerja, kurang terampil dan kurang berkarakter. Maka tidak heran jika mutu SDM Indonesia dalam HDI berada jauh di bawah Malaysia, Thailand, Filipina dan terutama Singapura yang telah masuk dalam kategori high human development (UNDP, 2006: 1). Alasan lain rendahnya kemampuan siswa dalam belajar

adalah kurang tepatnya metode yang digunakan guru dalam mengajar (Oleyede, 2004: 2). Pembelajaran dapat ditingkatkan jika tujuan utama guru adalah mengembangkan sebuah pemahaman logis secara mendalam dri konsep-konsep dasar di dalam kurikulum (Crawford, 2001:18).


(17)

Pembelajaran di SMP Negeri 2 Raya Kahean cenderung abstrak dengan menggunakan metode ceramah sehingga konsep-konsep materi belajar kurang bisa dipahami siswa. Sementara itu kebanyakan guru dalam mengajar masih masih dengan menggunakan model pembelajaran langsung, kurang memperhatikan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Guru kurang memberikan model atau metode pembelajaran yang bervariasi. Sebagai akibatnya aktivitas dan motivasi belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan. Dalam membelajarkan siswa, guru kurang memanfaatkan media pembelajaran untuk membimbing siswa. Permasalahan lainnya yang ditemukan adalah rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa yang terlihat dari kualitas pertanyaan dan jawaban siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa kurang mampu mengunakan daya nalar dalam menanggapai informasi yang diterimanya. Selain itu, nilai rata-rata ulangan harian yang diperoleh siswa dua tahun terakhir masih dibawah dari nilai standar Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) 6,7 yang dimana nilai rata-rata yang diperoleh oleh siswa 6,3 pada tahun pelajaran 2009-2010, nilai rata-rata 6,5 pada tahun pelajaran 2010-2011, nilai rata-rata 6,5 pada tahun pelajaran 2011-2012 yang berarti ketuntasan secara klasikal belum tercapai.

Berdasarkan hasil studi awal yang yang telah dilakukan peneliti pada SMP Negri 2 Raya Kahean Kabupaten Simalungun menunjukkan bahwa kemauan belajar siswa khususnya pelajaran sains masih rendah yang ditunjukkan dengan kurangnya rasa ingin tahu siswa terhadap materi pelajaran, hanya sebagian kecil siswa yang mengajukan pertanyaan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa kurang dapat menerima perbedaan pendapat dan kurangnya kerja sama diantara sesama kelas. Peneliti menemukan permasalahan dalam menumbuhkan sikap ilmiah seperti kurangnya waktu


(18)

dalam praktikum, materi pelajaran yang tidak menarik, kurangnya perhatian siswa terhadap mata pelajaran sains, kurangnya aplikasi, jumlah siswa yang banyak didalam kelas dan kurangnya peralatan laboratorium (Yilmaz, 2007: 114).

Proses pembelajaran akan bermakna apabila siswa sebagai subjek belajar diberi kesempatan untuk aktif dalam kegiatan proses belajar mengajar. Kemampuan guru dituntut dalam memilih metode pembelajaran untuk meningkatkan penguasana konsep pelajaran. Untuk itu strategi pembelajaran di kelas seharusnya dimodifikasikan agar siswa memiliki kemamuan belajar yang lebih tinggi baik dalam pemahaman maupun dalam penguasaan materi pelajaran. Tugas dan peranan guru bukan lagi sebagai penyampaian informasi saja, namun guru harus mampu mendorong siswa belajar aktif untuk dapat memecahkan masalah dalam proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan permasalahan dan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam pembelajaran tersebut maka diperlukan strategi dan model yang tepata untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis anak dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadapa hasil belajarnya.

Menurut Sanjaya (2008:131), Model pembelajaran inquiry merupakan rangkaian kegitan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir ini dilakukan mengenai tanya jawab antara guru dan siswa. Inti sari dari pembelajaran inquiry adalah memberi pembelajaran siswa untuk menangani permasalahan yang mereka hadapi ketika berhadapan dengan dunia nyata. Pada pembelajaran inquiri guru harus merencanakan situasi sedemikian rupa, sehingga siswa bekerja seperti seorang peneliti dengan menggunakan prosedur mengenali permaslahan,


(19)

menjawab pertanyaan, investigasi dan menyiapkan kerangka berpikir, hipotesis dan penjelasan yang kompatibel dengan pengalaman pada dunia nyata (Hakim, 2008).

Inquiry Training memerlukan kegiatan penyelidikan, baik memelalui observasi

maupun eksperimen, yang merupakan bagian dari kinerja ilmiah. Inkuiri melibatkan keterampilan proses yang dilandasi sikap ilmiah sehingga kegiatan ini dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Di tingkat SMP inkuiri member pengalaman belajar kepada siswa untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi kinerja ilmiah secara bijaksana (Permendiknas No 22 Tahun 2006).

Pemebelajaran inkuiri banyak memberikan kebaikan-kebaikan dalam bidang pendidikan yang meningkatkan potensi intelektual siswa, memperoleh kepuasan intelektual yang datang dari dalam diri siswa dan memperpanjang proses ingatan (Tarigan, 2007). Dalam proses belajar mengajar yang berhubungan dengan kerja sama ilmiah yaitu inquiri, yang menjadi dasar dalam pengamatan atau percobaa, dan merupakan kesempatan untuk memperoleh pembelajaran untuk ukuran kelas besar (Allen, 2003) dimana siswa akan menggunakan masalah autentik sebagai dasar pengamatan terhadap apa yang dibutuhkan dan dapat diketahui olehnya (Akcay, 2009). Inkuiri merupakan sebuah metode mengajar yang menggabungkan keingin tahuan siswa dan metode ilmiah untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada saat pembelajaran sains (Winner, 2008). Dalam proses belajar mengajar, peranan guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator, sementara tanggung jawab berada pada siswa seperti tanggung jawab mengatur diri sendiri pada waktu belajar (Savery, 2006).


(20)

Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif siswa adalah guru. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Slameto (2003) yaitu, guru memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas siswa dalam belajar siswa dan guru harus benar-benar memperhatikan, memikirkan dan sekaligus merencakan proses belajar mengajar yang menarik bagi siswa, agar siswa berminat dan semangat belajar dan mau terlibat dalam proses belajar mengajar, sehingga pengajaran tersebut menjadi efektif. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, maka diperlukan berbagai terobosan, baik dalam pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran, dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan agar siswa tertarik dan tertantang untuk belajar. Menyikapi masalah di atas, perlu adanya upaya yang dilakukan oleh guru untuk menggunakan strategi mengajar yang membuat siswa lebih tertarik pada pelajaran fisika. Menurut Sry Mayana (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa sikap ilmiah dan kemampuan berpikir kritis siswa dapat dtingkatkan melalui metode pembelajaran penemuan terbimbing di SMA Negeri 1 batang Kuis Tahun Pelajaran 2010-2011.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siawa Pada pembelajaran Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Inquiry Training dan Model Pembelajaran Direct Instruction”.

1.2 Identifikasi Masalah

Permasalahan yang dapat di identifikasi dari latar belakang di atas adalah: 1. Hasil belajar fisika siswa masih rendah.


(21)

2. Model pembelajaran yang digunakan dalam menerapkan strategi pembelajaran tertentu masih kurang tepat dan kurang variatif.

3. Siswa cenderung pasif (tidak aktif) dalam proses pembelajaran.

4. Proses pembelajaran kurang merangsang siswa untuk berpikir kritis dan bersikap ilmiah.

5. Kurangnya kerja sama siswa dalam kegitan praktikum dilaksanakan. 6. Belum dapat menerima perbedaan pendapat sesame siswa.

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat terarah dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka penelitian ini dibatasi masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah di ukur dengan menggunakan tes kemampuan berpikir kritis Cornell Menurut Ennis.

2. Sikap ilmiah siswa masih rendah yang diukur dengan menggunakan angket sikap ilmiah TOSRA.

3. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Inquiry Training

dan model pembelajaran Direct Intruction pada materi Listrik Dinamis di kelas IX

semester ganjil.

1.4 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah dapat dirumuskan permaslahan dalam penelitian ini adalah:


(22)

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran inquiry training dan model pembelajaran direct instruction?.

2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah?.

3. Apakah terdapat interaksi model pembelajaran inquiry training terhadap sikap ilmiah

siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir ktitis siswa?.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan menggunakan strategi pembelajaran inquiry training dan pembelajaran langsung.

2. Mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah.

3. Mengetahui Apakah terdapat interaksi model pembelajaran inquiry training terhadap sikap ilmiah siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir ktitis siswa.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:

1. Bahan masukan bagi guru fisika dalam memilih strategi pembelajaran yang efektif yang dapat diterapkan di sekolah.


(23)

2. Bagi penulis memberikan informasi kepada guru tentang penerapan pembelajaran inquiry training dan pembelajaran langsung.

3. Menumbuhkan perhatian siswa dalam pembelajaran dan merangsang pemikiran sehingga menimbulkan minat siswa dalam upaya meningkatkan aktivitas belajarnya.

1.7 Defenisi Operasional

Untuk memperjelas istilah yang digunakan dalam penelitian ini maka dibuat suatu defenisi operasional sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Inquiry Training adalah salah satu dalam proses pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. mengajarkan siswa proses penyelidikan dan mencari penjelasan tentang fenomena yang jarang terjadi. Berdasar pada konsep metode ilmiah, ia mencoba untuk mengajarkan kepada siswa beberapa keterampilan penelitian.Jadi guru hanya memberikan masalah dan nara sumber untuk memberi bantuan apabila siswa mengalami kesulitan untuk menghindari frustasi dan kegagalan sedangkan siswa memecahkan masalah melalui pengamatan, percobaan atau prosedur penelitian.

2. Pembelajaran langsung (Direct Instruction) pada penelitian ini adalah pembelajaran yang biasanya digunakan, yakni dengan menggunakan metode ekspositori yang umumnya lebih berorientasi pada presentasi informasi secara langsung dan demonstrasi keterampilan oleh guru. Dalam hal ini siswa berperan pasif sebagai penerima informasi.


(24)

3. Hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan dalam memahami bahan ajar di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes. Hasil belajar siswa dinyatakan dalam bentuk angka yang diperoleh dari uji tes sebelum pembelajaran (pre – test) dan uji tes setelah pembelajaran (post test).

4. Berpikir kritis adalah berpikir rasional dan reflektif yang difokuskan pada apa yang diyakini dan dikerjakan. Menurut Ennis (Fisher, 2001:4) yang mengemukakan bahwa “critical thinking is reasonable, reflective thinking that is focused on deciding what to believe or do”

5. Sikap ilmiah diartikan sebagai suatu kecenderungan, kesiapan, kesediaan, seseorang untuk memberikan respon/tanggapan/tingkah laku secara ilmu pengetahuan dan memenuhi syarat (hukum) ilmu pengetahuan yang telah diakui kebenarannya ( Poerwodarminto, 2002:373). Sikap ilmiah merupakan pendekatan tertentu untuk memecahkan masalah, menilai ide dan informasi untuk membuat keputusan.

6. Kemampuan berpikir Kritis pada sikap ilmiah tinggi pada penelitian ini adalah diatas rata-rata dan kemampuan berpikir kritis pada sikap ilmiah rendah pada penelitian ini adalah dibawah rata-rata.


(25)

(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dan pembahasan maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kritis fisika siswa yang menggunakan model pembelajaran Inquiry Training (IT) lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan model pembelajaran Direct Instruction (DI).

2. Kemampuan berpikir kritis fisika siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah.

3. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran Inquiry Training (IT) dan Direct Instruction (DI) pada kemampuan berpikir kritis untuk meningkatkan sikap ilmiah siswa. Model pembelajaran dengan kemampuan berpikir kritis siswa tidak saling mempengaruhi dalam meningkatkan sikap ilmiah siswa. Interaksi pada model pembelajaran Inquiry Training dengan kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik dibandingkan pada interaksi kemampuan berpikir kritis rendah Inquiry Training. Pada kemampuan berpikir kritis tinggi dengan menggunakan model Direct Intruction lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis rendah dengan menggunakan model Direct Intruction. Interaksi kemampuan berpikir kritis tinggi pada model pembelajaran Direct Intruction lebih baik dibandingkan pada interaksi


(27)

kemampuan berpikir kritis rendah pada model pembelajaran Inquiry Training, dan interaksi kemampuan berpikir kritis rendah pada model pembelajaran Direct Intruction. Interaksi kemampuan berpikir kritis rendah pada model model pembelajaran Inquiry Training lebih baik dibandingkan pada interaksi kemampuan berpikir kritis rendah dengan model pembelajaran Direct Intruction

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian ini, maka peneliti memiliki beberapa saran untuk pembaca:

1. Pelaksanaan model pembelajaran Inquiry Training (IT) akan semakin meningkat jika siswa dilatih secara berulang dalam kegiatan praktikum dan dapat menemukan konsep fisika pada saat melakukan praktikum.

2. Materi yang disajikan hendaknya lebih variatif praktikum dalam konteks sikap ilmiah, agar siswa lebih terangsang dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya maupun dalam diskusi kelompok.

3. Dalam model pembelajaran Inquiry Training (IT) sebaiknya dipertimbangkan dengan waktu sehingga kegiatan pembelajaran bisa terlaksana dengan baik.


(28)

DAFTAR PUSTAKA

Anagun, S. S., and Yasar, S (2009). Reliability and Validity Studiesof the Science and Technology Course Scientific Attitude Scale. Journal of Turkish Science Education, 6(2): 43-45.

Arikunto, Suharsismi. (2008). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Brossard, D., Lewenstien B., and Bonney, R. (2005). Scientifict Knowledge and attitude

change: The impact of a citizen science project. International journal of Sceince Education, 27 (9): 1099-1121.

Chen, C. H., and Howard, B. (2010). Effect of Live Simulation on Middle School Students Attitudes and learning toward Science. Educational Technology & Society, 13(1): 133-139.

Crawford, M. L. (2001). Teaching Contextually: Research, Rationale, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in mathematics and Science. Texas: CCI Publishing, Inc. P.18.

Dahar, R. 1991. Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga.

Demirbas, M. (2009). The Relationships between the scientist perpection and scientific attitudes of science teacher candidates in Turkey: A case study. Academic journals, 4(6):565-567

Departemen pendidikan nasional. (2006). Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Endang wahyuningsih dkk, (2011). Journal PTK Vol Khusus. Dosen Universitas Negeri Surabaya. Jawa Timur

Fisher, A. (2009). Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Terjemahan oleh Benyamin Hadinata. Jakarta: Erlangga.

George, R. (2000). Measuring change in students attitudes toward science over time: An application of latent variable growth modelling. Journal of Science Education and Technology, 9(3): 213-225.


(29)

Heni Rusnayati dkk, (2011). Penerapan Model PembelajaranProblem Based Learning Dengan Pendekatan Inkuiri Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Penguasaan Konsep Elastisitas Pada Siawa SMA. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

http:/www.georgiasouthern,edu/ijsotl. (2009), International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning, ISSN 1931-4744

Joyce, Bruce & Marsha Weil. (1996). Models of Teaching. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Oleyede, O. I. (2004). Effect of Small group Instructional Techniques on Chemistry Achievementof SSS slow Learners ABUJOUS. School of Education, National Open University of Nigeria, Lagos, Nigeria

Orbay, M., Gokdere, M., Tereci, H., and Aydin, M. (2010). Attitudes of gifted Students towards science depending on some variables: A Turkish Sample. Academic Journal, 5(7): 693-699.

Osborne, J. (2003). Attitudes towards science: a review of the literature and its implications. Int. J. Sci. Educ, 25 (9): 1049-1079.

Papanastasiou, C. (2002). School, teaching and family influence on student attitudes toward science: Bassed on TIMSS data for Cyprus. Studies in Educational Evaluation, 28: 71-86.

Poerwadarminto, W. J. S. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Prokop, P., Tuncer, G and Chuda, J. (2007). Slovakian Students Attitudes toward Biology. Eurasian journal of Mathematics, Science & Technology Education, 3(4): 287-295.

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Sanjaya, W., (2008), Strategi Pembelajaran, Kencana Media Parsada: Jakarta.

Scantleburry, K., Boone, W., Kahle, J. B., and Fraser B. J. (2001). Design, validation and use of an evaluation instrument for monitoring systematic reform. Journal of Research in Science Teaching, 38(6): 646-662

Slameto (2003). Belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta


(30)

Trianto. (2005). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivis. Surabaya: Prestasi Pustaka

UNDP (2006). Human Development Report 2006. New York: St. Martin’s Press.

Yilmaz, F. (2007). Scientific attitudes and behaviour in the firts stages in primary science lesson winning teachers’ opinions about the effectiveness of science lesson. Primary online, 6(1), 113-126. Retrieved August 1, 2010, from http://ilkogretim-online.org.tr

Wena , M. (2009). Strategi pembelajaran inovatif kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara Wjanto. (2008). Metode pembelajaran inquiry. Online diakses Agustus 2012.

www.iop.org/journals/physed, (2004), Physics Education. IOP Publising Ltd

Zakaria, E. and Zanaton I. (2006). Promoting Cooperatif Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective. Eurasian Journal of Mathematics, Science and Technology Education. 3: 35-39


(1)

(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dan pembahasan maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kritis fisika siswa yang menggunakan model pembelajaran Inquiry Training (IT) lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan model pembelajaran Direct Instruction (DI).

2. Kemampuan berpikir kritis fisika siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah.

3. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran Inquiry Training (IT) dan Direct Instruction (DI) pada kemampuan berpikir kritis untuk meningkatkan sikap ilmiah siswa. Model pembelajaran dengan kemampuan berpikir kritis siswa tidak saling mempengaruhi dalam meningkatkan sikap ilmiah siswa. Interaksi pada model pembelajaran Inquiry Training dengan kemampuan berpikir kritis tinggi lebih baik dibandingkan pada interaksi kemampuan berpikir kritis rendah Inquiry Training. Pada kemampuan berpikir kritis tinggi dengan menggunakan model Direct Intruction lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis rendah dengan menggunakan model Direct Intruction. Interaksi kemampuan berpikir kritis tinggi pada model pembelajaran Direct Intruction lebih baik dibandingkan pada interaksi


(3)

kemampuan berpikir kritis rendah pada model pembelajaran Inquiry Training, dan interaksi kemampuan berpikir kritis rendah pada model pembelajaran Direct Intruction. Interaksi kemampuan berpikir kritis rendah pada model model pembelajaran Inquiry Training lebih baik dibandingkan pada interaksi kemampuan berpikir kritis rendah dengan model pembelajaran Direct Intruction

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian ini, maka peneliti memiliki beberapa saran untuk pembaca:

1. Pelaksanaan model pembelajaran Inquiry Training (IT) akan semakin meningkat jika siswa dilatih secara berulang dalam kegiatan praktikum dan dapat menemukan konsep fisika pada saat melakukan praktikum.

2. Materi yang disajikan hendaknya lebih variatif praktikum dalam konteks sikap ilmiah, agar siswa lebih terangsang dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya maupun dalam diskusi kelompok.

3. Dalam model pembelajaran Inquiry Training (IT) sebaiknya dipertimbangkan dengan waktu sehingga kegiatan pembelajaran bisa terlaksana dengan baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anagun, S. S., and Yasar, S (2009). Reliability and Validity Studiesof the Science and Technology Course Scientific Attitude Scale. Journal of Turkish Science Education, 6(2): 43-45.

Arikunto, Suharsismi. (2008). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Brossard, D., Lewenstien B., and Bonney, R. (2005). Scientifict Knowledge and attitude

change: The impact of a citizen science project. International journal of Sceince

Education, 27 (9): 1099-1121.

Chen, C. H., and Howard, B. (2010). Effect of Live Simulation on Middle School Students Attitudes and learning toward Science. Educational Technology & Society, 13(1): 133-139.

Crawford, M. L. (2001). Teaching Contextually: Research, Rationale, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in mathematics and Science. Texas: CCI Publishing, Inc. P.18.

Dahar, R. 1991. Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga.

Demirbas, M. (2009). The Relationships between the scientist perpection and scientific attitudes of science teacher candidates in Turkey: A case study. Academic journals, 4(6):565-567

Departemen pendidikan nasional. (2006). Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Endang wahyuningsih dkk, (2011). Journal PTK Vol Khusus. Dosen Universitas Negeri Surabaya. Jawa Timur

Fisher, A. (2009). Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Terjemahan oleh Benyamin Hadinata. Jakarta: Erlangga.

George, R. (2000). Measuring change in students attitudes toward science over time: An application of latent variable growth modelling. Journal of Science Education and Technology, 9(3): 213-225.


(5)

Heni Rusnayati dkk, (2011). Penerapan Model PembelajaranProblem Based Learning Dengan Pendekatan Inkuiri Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Penguasaan Konsep Elastisitas Pada Siawa SMA. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

http:/www.georgiasouthern,edu/ijsotl. (2009), International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning, ISSN 1931-4744

Joyce, Bruce & Marsha Weil. (1996). Models of Teaching. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Oleyede, O. I. (2004). Effect of Small group Instructional Techniques on Chemistry Achievementof SSS slow Learners ABUJOUS. School of Education, National Open University of Nigeria, Lagos, Nigeria

Orbay, M., Gokdere, M., Tereci, H., and Aydin, M. (2010). Attitudes of gifted Students

towards science depending on some variables: A Turkish Sample. Academic

Journal, 5(7): 693-699.

Osborne, J. (2003). Attitudes towards science: a review of the literature and its implications. Int. J. Sci. Educ, 25 (9): 1049-1079.

Papanastasiou, C. (2002). School, teaching and family influence on student attitudes toward science: Bassed on TIMSS data for Cyprus. Studies in Educational Evaluation, 28: 71-86.

Poerwadarminto, W. J. S. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Prokop, P., Tuncer, G and Chuda, J. (2007). Slovakian Students Attitudes toward Biology. Eurasian journal of Mathematics, Science & Technology Education, 3(4): 287-295.

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Sanjaya, W., (2008), Strategi Pembelajaran, Kencana Media Parsada: Jakarta.

Scantleburry, K., Boone, W., Kahle, J. B., and Fraser B. J. (2001). Design, validation and use of an evaluation instrument for monitoring systematic reform. Journal of Research in Science Teaching, 38(6): 646-662

Slameto (2003). Belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta


(6)

Trianto. (2005). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivis. Surabaya: Prestasi Pustaka

UNDP (2006). Human Development Report 2006. New York: St. Martin’s Press.

Yilmaz, F. (2007). Scientific attitudes and behaviour in the firts stages in primary

science lesson winning teachers’ opinions about the effectiveness of science

lesson. Primary online, 6(1), 113-126. Retrieved August 1, 2010, from

http://ilkogretim-online.org.tr

Wena , M. (2009). Strategi pembelajaran inovatif kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara Wjanto. (2008). Metode pembelajaran inquiry. Online diakses Agustus 2012.

www.iop.org/journals/physed, (2004), Physics Education. IOP Publising Ltd

Zakaria, E. and Zanaton I. (2006). Promoting Cooperatif Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective. Eurasian Journal of Mathematics, Science and Technology Education. 3: 35-39