D IPS 0808284 Chapter1
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Keprihatinan terhadap kemunduran kemanusiaan dan kerusakan lingkungan yang semakin meluas telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari persoalan modernitas, dan telah menjadi fokus perhatian pemerintahan di seluruh dunia. Bukan hanya dampak eksternal, tetapi juga logika kebebasan yang dibangun dalam perkembangan teknologi dan perkembangan ilmiah akan saling bertentangan jika bahaya serius dan tak tertahankan tidak dapat dihindari. Humanisasi teknologi tampaknya telah menyebabkan semakin meningkatnya isu
moral dalam relasi yang kini “sangat instrumental” antara manusia dengan
lingkungan (Giddens, 1990: 170). Dengan demikian, kesadaran semacam ini perlu mendorong pendidikan untuk lebih memperhatikan, bukan saja persoalan humanisasi terhadap teknologi dan ilmu-ilmu kealaman, tetapi juga perlu mendorong proses humanisasi terhadap ilmu-ilmu sosial dan sejarah, dengan berlandaskan pada kesadaran sikap bahwa pendidikan untuk menjadikan manusia Indonesia yang berakhlak mulia, berbudi pekerti, cerdas, terampil, singkatnya menjadi manusia yang “sempurna”.
(2)
2
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Itulah misi dan sekaligus juga tantangan utama dari pendidikan Indonesia. Desain ilmu-ilmu, khususnya ilmu sosial dalam pendidikan, terutama pendidikan sejarah agar lebih menawarkan kemandirian, melalui pengembangan kesadaran dan nalar kritisnya dengan memfungsikan kesadaran etis dan estetika yang dimilikinya. Nalar kritis mahasiswa dalam menganalisis sejarah akan memberikan perspektif keilmuan sekaligus juga pemahaman etis terhadap kehidupan sosial dalam masyarakatnya. Sedangkan pemahaman estetika akan menghadirkan bentuk kesadaran yang menghargai keindahan akan keunikan dalam keragaman peristiwa dan realitas yang dihadapinya.
Menurut Paul Kennedy (dalam: Wiriaatmadja, 2002: 286-287), bahwa analisis kritis yang berjangka panjang dan holistik terhadap berbagai variabel sosial dalam peristiwa sejarah akan menempatkan mahasiswa ke dalam situasi cerminan pembelajaran di dalam menanggapi perubahan dengan mengambil teladan dari peristiwa yang telah terjadi. Tantangan lama yang terdapat dalam sejarah, dengan berbagai peristiwa dalam materi sejarah dapat dijadikan model belajar dari sejarah. Dari sini menjadi penting model pembelajaran sejarah yang mengedepankan pendekatan hermeneutika dengan mengajukan konsep-konsep kesejarahan sebagai dasar pijakan berpikir dalam menganalisis informasi kesejarahan. Dengan demikian perlu ditegaskan juga bahwa yang terpenting bukan hanya bagaimana belajar dari sejarah yang sarat dengan nilai-nilai dan etika kehidupan, tetapi juga bagaimana mempelajari sejarah dengan benar.
(3)
3
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dalam kelanjutan gagasan tersebut, Wiriaatmadja (2002: 294), mengatakan bahwa sejarah termasuk kelompok ilmu yang lamban di dalam merespon perubahan. Padahal sikap optimisme terhadap sejarah sebagai sebuah disiplin yang menjanjikan nilai-nilai spiritual, dan kultural karena kajiannya yang bersifat memberikan pedoman terhadap keseimbangan hidup, harmoni, nilai-nilai, dan keteladanan dalam keberhasilan dan kegagalan, dan cerminan bagi pengalaman kolektif suatu masyarakat bangsa yang dapat menjadi petunjuk bagi kehidupan masa depan. Kesadaran sejarah dapat mengendalikan kecenderungan berkembangnya keserakahan yang semakin “menggurita” dari kemajuan teknologi dan industri dengan mengeksploitasi hutan, sungai, udara, lautan, daratan tempat di mana manusia tinggal. Kesadaran sejarah dalam konteks ini, menunjukkan bahwa ketidakarifan dalam pemanfatan kekayaan alam dan akal budi manusia pada gilirannya akan membawa eksistensi kemanusiaan dan peradabannya ke dalam kehancuran.
Konsekuensinya, pembelajaran sejarah tidak dapat disampaikan materinya kepada mahasiswa dengan cara-cara superfisial, yang hanya bergelut pada informasi tentang tokoh, peristiwa, dan tahun saja, sebab sejarah yang disampaikan semacam itu jelas tidak bermakna dan tanpa jiwa (soulless). Sesungguhnya banyak metode atau pendekatan pembelajaran yang dapat memberikan kebermaknaan dalam pembelajaran, dalam hal ini sejarah sebagai
(4)
4
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dimensi pengetahuan yang berfungsi sebagai sumber atau pedoman dalam moral dan keteladanan perlu disampaikan dengan pendekatan yang bermakna juga.
Kebermaknaan dalam pembelajaran menjadi penting dalam kajian ilmu-ilmu sosial khususnya pendidikan ilmu-ilmu pengetahuan sosial. Karena pengetahuan kesejarahan yang dimiliki mahasiswa tidak dapat mencapai pemahaman yang mendalam tanpa didukung oleh kemampuan analisis dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial atau pendidikan ilmu-ilmu sosial. Artinya mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan kajian interdisipliner, multidisipliner dan transdisipliner yang menjadi ciri khas Pedidikan Ilmu Pengetahuan sosial (PIPS).
Pembelajaran Pendidikan IPS dan pembelajaran sejarah di perguruan tinggi diharapkan membantu mengembangkan kesadaran sosial mahasiswa, etos perguruan tinggi dengan pengembangan kesadaran semacam ini merupakan sendi utama yang mutlak diperlukan mahasiswa sebagai bentuk kedewasaan berpikir dalam ranah Pendididikan IPS. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran sejarah yang merupakan bagian dari Pendidikan IPS yang ingin memberikan kesadaran kepada mahasiswa dalam mencari kehidupan yang penuh makna yang seringkali teralihkan di dalam prosesnya karena didorong oleh kebutuhan yang berjangka pendek dan cepat kepada hasil yang menunjukkan bias pengaruh dari proses dehumanisasi dan depersonalisasi (Wiriaatmadja, 2002: 296). Perguruan tinggi perlu menjadi hati nurani atau conscience jamannya, hati nurani kemanusiaan,
(5)
5
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sehingga pada gilirannya dapat berfungsi di dalam mendorong kesadaran mahasiswa akan identitas diri dan bangsanya yang dapat dipupuk dan dikembangkan sejalan dengan perkembangan kepribadian mahasiswa sebagai bagian dari intelektual bangsa. Pengajaran sejarah yang mengedepankan pendekatan hermeneutika dapat meningkatkan kemampuan berpikir kesejarahan mahasiswa secara analitis, logis, dan kritis.
Hermeneutika, yang merupakan upaya penafsiran atau interpretasi terhadap suatu teks, memegang peranan penting dalam ilmu-ilmu sosial khususnya sejarah. Hal ini dapat dipahami karena jika berbicara tentang hermeneutika pada hakikatnya sangat berhubungan dengan bahasa yang memiliki fungsi universal (Gadamer, 2004: 455-491). Kita berbicara dan menulis dengan bahasa, begitu juga kita bisa mengerti dan membuat interpretasi dengan bahasa. Bahkan seni, yang dengan jelas tidak menggunakan sesuatu bahasa tertentu, berkomunikasi dengan seni-seni yang lainnya juga menggunakan bahasa (Sumaryono, 1999: 26). Semua bentuk seni yang dipertunjukkan secara visual (misalnya, patung, lukisan, tarian, dan lain-lain) juga diapresiasi dengan menggunakan bahasa. Bagaimana ketika kita mengungkapkan keindahan mendengarkan musik klasik ciptaan Mozart maupun Bach, ataupun saat melihat kekaguman lukisan karya Afandi maupun Picasso, semuanya itu melalui bahasa.
(6)
6
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tentu saja, nuansa-nuansa bahasa tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang baru, karena jauh sebelumnya Hans-Georg Gadamer dalam bukunya
“Wahrheit und Methode” atau “Truth and Method” atau “Kebenaran dan
Metode” telah mengemukakan sebagai berikut: “bahasa merupakan modus
operandi dari cara kita berada di dunia dan merupakan wujud yang
seakan-akan merangkul seluruh konstitusi tentang dunia ini”. Dengan pernyataan
tersebut, Gadamer telah menyederhanakan status manusia di dunia ini sebagai bagian yang seakan-akan tidak terbedakan dari dunia itu sendiri. Di mana kita tidak mungkin dapat berbuat banyak di dunia ini, jika tanpa menggunakan bahasa. Mengingat dengan bahasa maka setiap orang menemukan dirinya di dunia yang terus berubah ini. Walaupun Gadamer tidak setuju jika bahasa dianggap sebagai yang selalu mengalami perubahan, akan tetapi hendaknya bahasa itu dipikirkan sebagai yang memiliki
“ketertujuan” (teleologi) di dalam dirinya (Gadamer, 2004: 62). Dengan kata lain bahwa kata-kata atau ungkapan secara aksidental tidak pernah memiliki
“kebakuan”. Kata-kata ataupun ungkapan mempunyai tujuan (telos) tersendiri atau penuh dengan makna, sebagaimana banyak diungkap oleh Wilhelm Dilthey (1962). Setiap kata tidak pernah tidak bermakna. Meskipun diketahui juga bahwa arti kata itu bersifat konvensioanal (arti diambil berdasarkan kesepakatan bersama), atau perumusannya tidak mempunyai
(7)
7
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dasar logika, namun pada kenyataannya kata-kata itu tidak pernah dibentuk secara aksidental saja atau sembarang saja.
Dengan demikian, hermeneutika dapat diibaratkan cara untuk „bergaul‟ melalui bahasa. Sebab dengan bahasa menjelemakan kebudayaan maupun peradaban manusia. Henri Bergson menyatakan bahwa bila seseorang memahami bahasa suatu negara, dapat dipastikan ia tidak akan mungkin benci terhadap negara itu (Bergson, 1959: 159). Hal ini dapat dipahami, karena bila seseorang mampu memahami sesuatu bahasa tertentu, maka ia memahami segala sesuatu tentang masyarakat, bangsa yang bersangkutan. Dengan demikian bahasa merupakan medium tanpa batas, yang membawa segala sesuatu di dalamnya – tidak hanya kebudayaan yang telah disampaikan kepada individu melalui bahasa, melainkan juga segala sesuatu tanpa ada kecualinya – sebab segala sesuatu termuat dalam domain pemahaman (Sumaryono, 1999: 28). Dengan kata lain bahasa adalah perantara yang nyata bagi hubungan manusia. Segala tradisi dan kebudayaan kita semuanya terungkap di dalam bahasa, baik yang terukir pada batu prasasti maupun yang ditulis pada daun lontar (Gadamer, 1977: 59-68).
Dari uraian di atas dapat dipahami betapa pentingnya hermeneutika dan penerapannya yang cukup luas dalam ilmu-ilmu kemanusiaan, seperti sejarah, agama, filsafat, seni, kesusasteraan, maupun linguistik. Memang disiplin yang pertama banyak menggunakan hermeneutika adalah ilmu tafsir kitab suci. Sebab semua karya yang mendapatkan inspirasi Illahi seperti Al-Quran, Taurat, Injil,
(8)
8
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Veda, dan Upanisad, agar dapat dimengerti memerlukan interpretasi atau hermeneutika. Begitu juga teks sejarah yang ditulis dalam bahasa yang rumit yang beberapa abad tidak dipedulikan oleh para pembacanya, tidak dapat dipahami dalam kurun waktu seseorang tanpa penafsiran yang benar. Istilah-istilah yang dipakai mungkin ada kesamaannya, tetapi arti atau makna dari istilah itu bisa berbeda. Perang pada zaman dahulu dengan perang zaman sekarang pada hakikatnya sama saja, tetapi dalam setiap perang memerlukan penafsiran lebih jauh. Sebagai contoh pada Perang Bubat dan Perang Diponegoro, memiliki nuansa dan substansi yang berbeda. Meminjam istilah Dilthey di samping memiliki perbedaan antara wajah dalam (interior) dan wajah luar (eksterior), dalam pandangan dualistis tersebut, suatu peristiwa bisa dilihat aspek eksterior-kontekstualnya (kapan, dimana, dan siapa tokohnya), sedangkan secara interior dapat dilihat dari dasar „kesadaran‟ (mengapa dan bagaimana peristiwa) itu terjadi (Tuttle, 1969: 65).
Kedua dimensi tersebut tidak bisa dipisah-pisahkan dalam teks sejarah. Di sini perlunya disusun sebuah dasar bagi pertimbangan sejarah yang menempatkan penyelidikan sejarah supaya sejajar dengan penelitian ilmiah lainnya. Padahal dalam penelitian ilmiah disiplin lainnya hanya terdapat satu dimensi, yaitu
dimensi eksterior saja. Sedangkan aspek „kesadaran‟ pada penelitian-penelitian ilmiah sebelumnya tidak dilibatkan dalam eksperimennya. Dalam konteks itu, Hans-Georg Gadamer (200: 50), tidak bermaksud menjadikan hermeneutika
(9)
9
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sebagai metode, tetapi untuk meletakkan pemahaman yang mengarah kepada tingkat ontologis, bukan metodologis. Sebab menurut Gadamer kebenaran menerangi metode–metode individual, sedangkan metode justru merintangi atau menghambat kebenaran. Dalam arti bahwa Gadamer ingin mencapai kebenaran bukan melalui metode, melainkan melalui dialogis dan reflektif (Gadamer, 2004: 224: 439: 441). Sebab di dalam proses dialogis dan reflektif, kesempatan untuk mengajukan pertanyaan secara bebas lebih banyak kemungkinannya dibandingkan dengan proses metodis. Pada dasarnya metode adalah struktur yang dapat membekukan dan memanipulasi unsur-unsur yang memudahkan prosedur tanya-jawab, sedangkan proses dialogis dan reflektif tidaklah demikian (Gadamer, 2004: 561-562). Di samping itu tidak semua ilmu pengetahuan kemanusiaan dapat diterapi melalui suatu metode tertentu, kesusasteraan dan seni tidak dapat diterapkan melalui metode itu, dan dalam hal ini hermeneutika dapat membantu dalam memahami dan menafsirkan pada domain ilmu- ilmu tersebut.
Dalam pengembangan model hermeneutika Gadamer, yang sangat menarik adalah konsep “permainan” yang menempatkan mahasiswa sebagai bagian dari permainan, karena dalam hermeneutika model Gadamer yang terpenting bukan pemainnya, tetapi permainannya, di mana “permainan” dapat dijadikan kerangka berpikir dalam proses memahami yang menjadi pokok tujuan hermeneutika. “Permainan” sebagaimana yang dimaksudkan Gadamer selalu mendampingi penafsir pada saat menghadapi objek-objek yang dihadapi,
(10)
10
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
walaupun kebanyakan hal ini tidak disadarinya. Sebagai contoh: ketika pemain bermain catur umpamanya, umumnya pemain tidak menyadari bahwa permainan itu diciptakan untuk sebuah aktivitas tertentu. Namun sebaliknya para pemain catur itu sendiri begitu serius dan larut dalam permainan itu sehingga permainan tersebut menguasai aktivitas mereka sebagai pemain catur. Subjek “permainan” yang sebenarnya bukanlah para pemainnya, melainkan permainannya sendiri (Gadamer, 1985: 92). Dalam hal ini siapa-pun yang ikut bermain harus betul-betul larut dalam “permainan” itu. Begitu-pun setiap “permainan”, mempunyai aturan atau dinamikanya sendiri yang bersifat independen terhadap kesadaran para pemainnya. Walaupun demikian, untuk bermain dengan baik yang harus dilakukan pemain, pertama-tama harus mengetahui lebih dahulu aturan-aturan dan dinamikanya. Setelah menguasai aturan-aturan dan dinamika “permainan” tersebut, maka pemain akan menyadari adanya aturan-aturan tersebut sekaligus tidak menyadarinya bahwa ini hanyalah sebuah “permainan”.
Di sinilah Gadamer menolak hermeneutika dipersepsikan sebagai metode, meskipun baginya hermeneutika adalah sebuah cara untuk mendapatkan
“pemahaman” namun ia tetap tidak menyatakan sebagai metode. Pernyataan ini terungkap dalam karyanya yang berjudul Philosophical Apprenticeships atau
“Magang Filsafat” (1985). Dalam retorikanya ia kemukakan: “Dapatkah tujuan
(11)
11
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
metodenya supaya mengenali dirinya sendiri terutama dalam konteks eksistensi manusia dan penalarannya” (Gadamer, 1985: 179).
Selain itu Gadamer begitu intens perhatiannya terhadap seni (meliputi;
bildung, sensus communis, pertimbangan, dan taste atau selera). Baginya
hermeneutika adalah „seni‟, bukan proses mekanis. Karena itu, jika pemahaman adalah jiwa dari hermeneutika, maka pemahaman tidak dapat dijadikan pelengkap proses mekanis. Pemahaman dan hermeneutika hanya dapat diberlakukan sebagai suatu karya seni. Sedangkan dalam berpikir tentang seni terdapat intuisi maupun imajinasi serta spekulasi. Oleh karena itu dalam proses hermeneutika hampir dapat dipastikan tidak dapat diramalkan sebelumnya.
Aktivitas dalam hermeneutika harus menghasilkan suatu esensi batiniah yang dalam, yang merupakan realitas utama yang dianggap benar. Esensi dalam hal ini harus dipahami dan diungkapkan. Adalah keharusan hermeneutika untuk melaksanakan secara rekonstruktif. Hal ini berarti peneliti yang menciptakan suatu karya paling tidak harus dapat mendekati konstruksi yang ideal. Dengan demikian, bila pernyataan Gadamer tersebut diinterpretasi, maka berarti kedua belah tangan hermeneutik sejarah harus penuh kreativitas, sebab realitas dan manusia selalu berkembang dan berubah. Namun ia juga mengatakan bahwa perilaku sejarah terhadap jiwa masa lampau tidak hanya terdiri dari penyempurnaan atau pembaharuan kehidupan masa lampau saja, melainkan juga terdiri dari mediasi yang setia
(12)
12
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
terhadap kehidupan kontemporer, sehingga manusia yang mempelajari sejarah dapat menangkap dan memahami bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa sejarah sebagai kontekstualisasi yang memberikan makna bagi kehidupan dirinya dan manusia lainnya.
Oleh karena itu narasi sejarah tidak boleh kering-kerontang, rigid, dan terlalu bersifat tekstual. Karena interpretasi bukanlah sekedar sesuatu yang ditambahkan atau dipaksakan masuk ke dalam pemahaman. Namun
sebaliknya “memahami” berarti mendayagunakan apa saja yang dikumpulkan
dari panca indera dan semangat intuisi dan imajinasi penafsir untuk memberi keutuhan kepada teks maupun narasi sejarah dari proses intelektual penafsir. Inilah sebabnya yang mendorong peneliti untuk mengkaji Pengembangan Pendekatan Hermeneutika Model Gadamer dalam Pembelajaran Sejarah (Studi Fenomenologi pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah di UHAMKA dan UNJ). Penelitian ini menjadikan mahasiswa sebagai subjek yang bernalar dan menafsirkan teks sejarah dalam dimensi sosio-kultural yang dihadapi mahasiswa dalam kehidupannya, sehingga tugas sejarah di tangan mahasiswa menjadi lebih layak dan bermakna bagi kehidupannya dan masyarakatnya.
(13)
13
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan latar belakang penelitian maka peneliti melakukan proses identifikasi masalah sebagai upaya menuju kepada perumasan masalah. Berikut ini identifikasi masalah tersebut:
1. Bagaimanakah proses pembelajaran sejarah mampu menumbuhkan kemampuan mahasiswa dalam memahami materi sejarah dalam bentuk teks sejarah?
2. Bagaimanakah pemahaman mahasiswa melalui pendekatan hermeneutika terhadap proses pembelajaran sejarah terkait dengan kerangka Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial?
3. Mengapa pendekatan hermeneutika penting untuk diterapkan dalam pembelajaran sejarah di perguruan tinggi
4. Bagaimana konsep hermeunitika sebagai sebuah pendekatan dalam proses pembelajaran sejarah memberikan pemahaman yang mendalam terhadap materi sejarah?
5. Bagaimana mengembangkan daya kritis dan analisis mahasiswa melalui pendekatan hermeneutik dengan studi fenomenologis?
6. Bagaimana pengembangan pendekatan hermeneutika model Gadamer dalam pembelajaran sejarah dengan studi fenomenologis?
(14)
14
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dengan memperhatikan latar belakang penelitian serta identifikasi masalah, maka rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pemahaman mahasiswa terhadap konsep hermeneutika yang selama ini mereka pahami sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran sejarah?
2. Bagaimanakah desain perencanaan pembelajaran untuk menerapkan pendekatan hermeneutika model Gadamer dalam pembelajaran sejarah dengan studi fenomenologis?
3. Bagaimanakah langkah-langkah penerapan pengembangan hermeneutika model Gadamer dalam pembelajaran sejarah dengan studi fenomenologis? 4. Bagaimanakah hasil-hasil penerapan pengembangan hermeuneutika model
Gadamer dalam pembelajaran sejarah dengan studi fenomenologis?
5. Bagaimana solusi pembelajaran hermeneutika model Gadamer dalam menghadapi kendala-kendala yang dihadapi dengan studi fenomenologis?
D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pendekatan hermeneutika model Gadamer dalam Pembelajaran Sejarah, dengan menggunakan studi fenomenologi. Karena selama ini pendekatan hermenutika dalam pembelajaran sejarah belum pernah diterapkan atau paling tidak, banyak
(15)
15
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mahasiswa yang belum mengenal penerapan hermenutika model Gadamer dalam pembelajaran sejarah secara konkret. Melalui penerapan pendekatan hermeneutika model Gadamer ini, diharapkan pemahaman mahasiswa dalam mengembangkan interpretasi dan pemahaman teks sejarah lebih komprehensif, utuh dan sesuai dengan jiwa zamannya dalam mengembangkan kemampuan berpikir kesejarahan.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: Pertama, untuk
mengembangkan pemahaman dan keterampilan atau skill interpretasi mahasiswa terhadap konsep hermeneutika yang selama ini mereka pahami sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran sejarah. Kedua, untuk mendesain rancangan pembelajaran penerapan pendekatan hermeneutika model Gadamer dalam pembelajaran sejarah dengan studi fenomenologis; Ketiga, untuk menyusun langkah-langkah pengembangan penerapan hermeneutika model Gadamer dalam pembelajaran sejarah dengan studi fenomenologis; Keempat, untuk menyimak dan menganalisis hasil-hasil pembelajaran penerapan pendekatan hermeneutika model Gadamer dalam pembelajaran sejarah dengan studi fenomenologis tersebut;
Kelima, untuk menganalisis dan memecahkan masalah dalam memahami
kendala-kendala serta mengatasi sejumlah persoalan yang ditimbulkan selama penerapan hermeneutika model Gadamer dengan studi fenomenologis tersebut.
(16)
16
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Manfaat yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini bersifat teoretis dan praktis. Secara teoretik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan aspek-aspek substansial dari pembelajaran sejarah yang kritis melalui kajian teoretis-hermeneutik dengan pengembangan kesadaran sejarah baik dalam wajah eksterior maupun interior dalam pemahaman kesejarahan. Sejauh yang dicermati penelitian mengenai pembelajaran sejarah di perguruan tinggi masih sangat terbatas, dengan lingkup kajian yang juga terbatas, yaitu terbatas pada aspek pembelajaran praktis, karena belum sampai pada persoalan filosofis-praktis bernalar secara konseptual-teoretik dengan kritis yang dibutuhkan dalam pembelajaran sejarah pada mahasiswa melalui pendekatan hermeneutika sebagai pisau analisisnya.
Dengan demikian penelitian ini merupakan hal baru yang berupaya untuk melakukan eksplorasi lebih jauh terhadap teori dan konsep hermeneutika dalam konteks pembelajaran sejarah yang dirumuskan dan dikembangkan secara sinergis dengan ragam teoritis lainnya dalam tujuan mengembangkan keterampilan berpikir kesejarahan yang lebih relevan dan kontekstual untuk situasi perkembangan masyarakat Indonesia dewasa ini.
Pada tataran praktis, hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas praktik pembelajaran sejarah di perguruan tinggi yang lebih komprehensif. Selama ini upaya perbaikan dan peningkatan kualitas praktik pembelajaran sejarah cenderung
(17)
17
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dilakukan melalui pengembangan pendekatan dan metode pembelajaran, belum sampai pada eksplorasi filosofis-teoretis-praktis yang bersifat kesejarahan, sehingga mahasiswa terjebak pada pola berpikir instrumental-mekanikal dalam memandang realitas yang dihadapinya. Oleh karena itu, hasil penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan oleh: (1). pakar pendidikan sejarah dan ilmu-ilmu sosial sebagai bahan informasi rujukan filosofis, teoretis, dan kontekstual dalam mengembangkan paradigma pembelajaran sejarah dan ilmu-ilmu sosial; (2). Praktisi pendidikan sejarah sebagai bahan informasi dan rujukan konsep pragmatik dalam mengembangkan pembelajaran sejarah pada setiap jenjang, terutama di perguruan tinggi.
F. Penjelasan Istilah
Untuk memudahkan pemahaman dalam kajian tulisan ini, peneliti sebelumnya akan memberikan penjelasan istilah secara konseptual yang ada dalam judul tersebut, yakni:
Pertama; “pengembangan”, dimaksudkan sebagai tindakan dalam
melakukan aktivitas, dalam hal ini pembelajaran sejarah. Pengembangan sebagai upaya untuk menerapkan model hermeneutika dalam pembelajaran sejarah, karena selama ini hermeneutika dikenal dan diterapkan dalam konteks pemahaman terhadap teks, maka penelitian ini bermaksud menerapkan hermeneutika model Gadamer ke dalam pembelajaran sejarah, untuk itu dilakukan
(18)
18
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
modifikasi sesuai dengan konteks pembelajaran yang mengandung kepentingan penanaman nilai dan keilmuan, bukan sebagai konteks keilmuan yang bebas nilai. Istilah hermeneutika model Gadamer mengacu kepada paradigma efistemologi ilmu-ilmu kemanusiaan yang pendekatan tidak bersifat posivistik-dualistik-mekanistik yang bebas nilai, melainkan pendekatan yang terikat dengan nilai sebagai sebagai kebenaran dengan memperhatikan aspek intuisi dan imajinasi dalam menangkap konteks realitas sebagai kebenaran. Dengan demikian, penelitian ini juga menggunakan istilah fenomenologi sebagai efistemologi dalam menangkap realitas yang sarat dengan nilai tersebut.
Kedua; “hermeneutika”, diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau
situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Batasan umum ini selalu dianggap benar, baik hermeneutika dalam pandangan klasik maupun dalam pandangan modern (Palmer, 1969: 3). Gadamer (2004: 197) memaknai hermeneutika sebagai disiplin klasik yang berkaitan dengan seni dalam memahami teks. Pada kenyataannya, hermeneutika kemudian dipahami sebagai perspektif yang komprehensif meliputi persoalan kompleks. Pemahaman memberikan pada kesadaran hermeneutika sebagai bagian dari proses menghadirkan makna, di mana arti dari semua pernyataan dari teks dibentuk dan disempurnakan.
Hermeneutika mengarah pada penafsiran dengan ekspresi yang penuh makna dan dilakukan dengan sengaja oleh manusia, dan melakukan interpretasi atas interpretasi yang telah dilakukan oleh pribadi atau kelompok manusia
(19)
19
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
terhadap situasi mereka sendiri. Setiap peristiwa atau karya memiliki makna dari interpretasi para pelaku atau pembuatnya. Karya yang merupakan interpretasi atas sesuatu tersebut selanjutnya menghadapi pembaca atau pengamatnya dan ditangkap dengan interpretasi dan diinterpretasi pula. Atau menurut istilah Gadamer dalam menjelaskan karya, bahwa setiap karya akan selalu diciptakan kembali oleh pengamat atau pembacanya, yaitu mendapatkan makna baru yang dicipta oleh pengamatnya (penghayatnya) tersebut.
Ketiga; “Model Gadamer”, adalah pola yang digagas oleh Hans-Georg
Gadamer (1900-2002), di mana dalam penyajian pendekatan hermeneutiknya menekankan pada: (1) Teks/narasi sejarah sebagai sesuatu yang bersifat seni;
Dalam penelitian ini „seni‟ yang dimaksud adalah sesuatu yang tidak terikat oleh daya nalar yang logis-rasional, melainkan dapat bersifat imajinatif dan intuitif. (2) hermeneutika dalam sejarah lebih menyerupai permainan di mana subjeknya
adalah “permainan” itu sendiri bukan pemainnya. Dalam penelitian ini permainan yang dimaksud adalah suatu kesepakatan antara dosen dan mahasiswa tentang aturan main dalam pengkajian narasi kesejarahan, sehingga mahasiswa dapat merasakan manfaat praktis dari pendekatan hermeneutika model Gadamer melalui pemahaman karya, menjiwai karya, memahami bahasa, dan jiwa jaman yang terkandung di dalam teks sejarah, yang menuntun mahasiswa untuk memperoleh kebermaknaan dalam mempelajari sejarah.
(20)
20
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Keempat; “pembelajaran sejarah” adalah sebuah corak wacana intelektual
yang kritis dan rasional. Ia bukan semata-mata wacana yang menggunakan ilustrasi dengan kisah yang bersumber pada masa lalu, sehingga sebagai bahan pembelajaran, sejarah tidak menjadi kering dan monoton, sebagai bahan pembelajaran sejarah menjadi menarik karena memberikan berbagai informasi berharga. Sebagai kajian ia perlu dibarengi dengan pemikiran kritis yang akan memberikan pemahaman jernih dan mendalam terhadap masa silam. Dalam hal ini pembelajaran sejarah dapat memunculkan satu pemikiran rasional yang menghubungkan peristiwa masa lalu dengan realitas masa sekarang dan perspektif masa yang akan datang, sehingga kesinambungan sejarah sebagai suatu kontinuitas yang mengalir dipahami mahasiswa dengan lebih baik lagi.
Oleh karena itu pembelajaran sejarah yang menampilkan sejarah sebagaimana adanya dan tidak diikuti dengan proses pengolahan materi yang memadai serta tidak memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan nalar interpretatif melalui kemampuan berpikirnya akan mengakibatkan mahasiswa tidak memiliki wawasan yang memadai dalam memahami sejarah bangsanya secara utuh. Selanjutnya kondisi yang demikian ini menjadikan mahasiswa berada pada pihak yang dirugikan dalam proses pembelajaran sejarah yang berlangsung.
Berkaitan dengan kajian fenomenologi, istilah fenomenologi mengacu pada ide filosofis teroretis Edmund Husserl (1889-1938), seorang filosof aliran
(21)
21
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
fenomenologi. Sesuai dengan namanya, fenomenologi merupakan ilmu (logos) mengenai gejala yang tampak (phenomenon). Dalam hal ini, fenomenologi merupakan sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada analisis terhadap gejala yang dihadapi kesadaran manusia. Fenomenologi merupakan studi tentang pengetahuan yang berasal dari kesadaran, atau cara memahami suatu objek atau peristiwa dengan mengalaminya secara sadar. Namun, Husserl menawarkan fenomenologi untuk memahami keteraturan sistemik dalam persepsi dan pemahaman melalui kepastian terhadap pengetahuan dunia objektif sebagai realitas, yaitu dengan cara menerima apa yang sebenarnya terlihat dalam fenomena, dan menggambarkannya secara jujur.
Sebagai salah satu aliran filsafat, Husserl menginginkan fenomenologi dapat melahirkan ilmu yang lebih bermanfaat bagi kehidupan manusia, sehingga fenomenologi berkembang tidak hanya sebagai salah satu aliran filsafat, juga menjadi salah satu varian dalam pendekatan penelitian kualitatif dalam payung paradigma interpretatif yang memperkaya epistemologi ilmu dalam riset yang ditetapkan dalam berbagai disiplin ilmu sosial.
Fenomenologi, dengan demikian, secara sederhana dapat dipandang sebagai sikap hidup yang mengajarkan individu untuk selalu membuka diri terhadap berbagai informasi, tanpa cepat-cepat menilai, menghakimi, atau mengevaluasi berdasarkan prakonsepsi kita sendiri. Kita berdialog dengan fenomena yang kita hadapi. Kita membiarkan fenomena ini “membuka
(22)
22
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mulutnya", bercerita tentang dirinya: kita bertanya, mendengarkan, dan menangkap pola serta maknanya. Sebagai metode ilmiah, fenomenologi menunjukkan jalan perumusan ilmu pengetahuan melalui tahap-tahap tertentu, di mana suatu fenomena yang dialami manusia menjadi subjek kajiannya. Penelitian ini membatasi pada fenomenologi sebagai studi dalam penelitian ilmu- ilmu sosial.
Dalam penelitian ini, fenomenologi bertindak sebagai efistemologi yang memberikan ruang bagi mahasiswa untuk memahami gejala kesejarahan dalam kehidupannya. Fenomenologi memberikan perspektif yang menjadikan realitas sosial yang dihadapi mahasiswa dalam kesehariannya dapat dihubungkan dengan realitas masa lampau dalam teks sejarah, sehingga diharapkan pemahaman sejarah mahasiswa tidak hanya mengakar pada masa lampau, tetapi juga memiliki visi pemahaman dalam konteks kekinian.
G. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang hemeneutika model Gadamer dengan kajian fenomenologis ini bukan merupakan penelitian yang pertama. Sebelumnya telah banyak kajian tentang hermeneutika Gadamer dan kajian fenomenologis. Namun yang membedakan adalah berbagai hasil penelitian itu dominan dengan kajian keilmuan murni. Hanya satu yang ditulis oleh Sembodo yang terkait dengan pendidikan. Berikut adalah beberapa hasil penelitian terdahulu yang dilakukan berbagai peneliti.
(23)
23
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Sembodo Ardi Widodo, 2008, Metode Hermeneutik dalam Pendidikan, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Dengan mencermati uraian-uraian sebelumnya, dapat diambil intisari pembahasan sebagai berikut: Pertama, hermeneutika mengambil model pemahaman dari wilayah human studies daripada natural sciences. Pemahaman tidak ubahnya seperti membaca teks atau mempelajari analog-analognya daripada mengobservasi objek. Sebuah teks selalu mempunyai makna, tetapi karena pengarangnya tidak hadir, meninggal, atau berasal dari kultur yang berbeda dengan kita, maka makna harus diinterpretasikan untuk kondisi waktu sekarang.
Bagi hermeneutik, interpretasi adalah “hati” pemahaman. Pandangan ini akan cocok bagi guru karena perannya adalah untuk memahami manusia dan kreasi-kreasinya serta mengembangkan pemahaman ini kepada murid. Mengajar dalam perspektif hermeneutika adalah seni, bukan ilmu atau teknologi. Sebagai guru kita harus menanyakan apa makna materi pelajaran yang kita ampu bagi kita, dan apa maknanya bagi murid. Kita harus memperkenalkannya dan menolong murid untuk memahaminya. Dalam kacamata hermeneutika, core dari proses pembelajaran adalah membaca dan berdiskusi atas teks dan analog-analognya yang muncul secara spontan. Kedua, menurut hermeneutika, kita memulai dengan pra-pemahaman terhadap teks dan analognya. Tanpa pra-pemahaman ini kita tidak memiliki ide apa
(24)
24
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang sedang kita hadapi, lebih-lebih untuk dipahami. Sebagai seorang guru, kita bertanya kepada murid-murid untuk topik terlebih dahulu dalam cakrawala pengetahuan dan interestnya sekarang, dan kemudian menyuruhnya untuk memodifikasi sikap-sikap mereka dalam merespon apa yang oleh topik dikatakan kepada mereka. Dengan cara ini mereka akan mengembangkan horizon mentalnya terhadap horizon topik. Inilah langkah kreatif dari pra pemahaman. Ketiga, bagi hermeneutik, proses pembelajaran itu seperti dialog atau “permainan” di mana mereka yang terlibat dibawa oleh sesuatu yang lebih besar dari dirinya kepada pandangan yang tidak mereka antisipasi sebelumnya. Diskusi sejati tidak pernah direncanakan kemajuan dan hasilnya. Guru dan murid-murid berbicara secara spontan. Sebagaimana layaknya dalam “permainan” pemahaman, mereka bisa merubah pandangan atau respon-responnya terhadap teks tanpa batas.
2. O. Hasbiansyah, 2008, Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik
Penelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi, Bandung: Unisba.
Praktik penelitian fenomenologi sebenarnya tidak serumit bayangan kebanyakan orang ketika memahami fenomenologi dalam kajian filsafat. Pada dasarnya, penelitian fenomenologi ingin menggali dua dimensi saja: apa yang dialami subjek (orang yang diteliti) dan bagaimana subjek tersebut memaknai pengalaman tersebut. Pengalaman subjek dalam hal ini merupakan fenomena yang menjadi subject matter yang diteliti. Dimensi pertama merupakan
(25)
25
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pengalaman faktual si subjek, bersifat objektif bahkan fisikal. Sedangkan dimensi kedua merupakan opini, penilaian, evaluasi, harapan dan pemaknaan subjek terhadap fenomena yang dialaminya. Dimensi kedua bersifat subjektif. Namun seorang peneliti perlu memahami terlebih dahulu prinsip-prinsip fenomenologi. Tanpa memahaminya, ia tidak akan mampu menganalisis data penelitian yang sudah ditranskripsikan ke dalam uraian atau tabel dalam konteks fenomenologi. Hal yang perlu ditekankan adalah bahwa tahapan-tahapan penelitian yang dikemukakan bukanlah prosedur baku dalam penelitian fenomenologi. Apa yang telah diuraikan hanyalah salah satu variasi metodologi penelitian fenomenologi yang dapat dipakai. Di luar itu masih ada sejumlah prosedur yang dapat digunakan.
3. Ratna Indriati, 2011, Serat Aji Pamasa dalam Kajian Hermeneutika Gadamer. Semarang: Unnes.
Serat Aji Pamasa sebagai teks sastra yang di dalamnya mengandung bahasa dengan tingkat ambiguitas yang tinggi, diperlukan pemahaman yang akurat. Oleh sebab itu, serat Aji Pamasa akan dipahami melalui empat konsep hermeneutika Gadamer. Dengan demikian, tujuan penelitian ini untuk memaparkan interpretasi serat Aji Pamasa melalui empat konsep pemahaman hermeneutika Gadamer. Teori yang digunakan adalah teori hermeneutika Gadamer dengan pendekatan penelitian mengggunakan pendekatan dialektika. Model yang digunakan adalah model hermeneutika dan teknik analisis data
(26)
26
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian ini berdasar konsep Bildung, pemahaman yang diperoleh tentang serat Aji Pamasa yang merupakan puisi Jawa klasik bermetrum macapat terdiri dari tiga belas pupuh yakni dhandhanggula, sinom, asmarandana, kinanthi, pucung, pangkur, gambuh,
durma, megatruh, pangkur, girisa, asmarandana, sinom dengan keseluruhan
jumlah bait yakni 689 bait.
Serat Aji Pamasa secara tekstual tersebutkan penciptanya adalah Ranggawarsita dengan bukti adanya sandiasma. Serat Aji Pamasa dibuat atas kehendak Mangkunegara IV dan dijadikan sebagai salah satu bahan wayang madya. Berdasarkan konsep sensus communis, pemahaman yang diperoleh yakni pandangan tentang keberadaan serat Aji Pamasa yang diciptakan sebagai bahan wayang madya untuk mengisi kekosongan antara wayang purwa dan wayang gedhog. Hal itu untuk menunjukkan adanya mata rantai bahwa raja-raja di Jawa merupakan keturunan Parikesit. Berdasarkan konsep pertimbangan, pemahaman yang diperoleh yakni cerita wayang madya terintegrasi dari wayang purwa yang penceritaannya terpusat pada cerita para Pandawa dan Kurawa. Berdasarkan konsep taste atau selera, pemahaman yang diperoleh yakni bahwa nama tokoh-tokoh dalam serat Aji Pamasa jika ditafsirkan mewakili sifat dan wujud perilaku dalam cerita serta pesan yang disampaikan pengarang yakni seolah-olah pengarang mencari sosok pemimpin
(27)
27
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang baik dan menganggap Mangkunegara IV sebagai sosok pemimpin yang baik. Rasa yang ingin disugestikan oleh pengarang ialah rasa damai.
Berdasar penelitian ini, saran yang bisa diberikan agar serat Aji Pamasa dikaji lebih lanjut menggunakan teori sastra lain, misalnya saja menggunakan teori strukturalisme untuk membedah serat Aji Pamasa dari segi strukturnya. Dengan demikian, dapat menambah wawasan terhadap karya sastra sebagai kebudayaan manusia.
4. Hambali, R. Yuli A., 2005, Pemulihan Peran Subjek dalam Hermeneutika
Hans Georg Gadamer, Yogyakarta: UGM.
Peryataan Descartes yang menegaskan bahwa rasio adalah satu-satunya tolok ukur bagi lahirnya kebenaran dan pengetahuan ternyata memunculkan sejumlah persoalan serius di sekitar sumber pengetahuan. Sebab, ini mengandaikan filsafat hendak merumuskan suatu fondasi. Dalam perspektif fondasional, diyakini bahwa segala pengetahuan membutuhkan suatu disiplin keras yang dapat mengecek dan mendasari klaim-klaimnya tentang kebenaran. Disiplin ini adalah epistemologi. Suatu ilmu baru memiliki derajat validitas yang terhormat bila penemuan dapat memenuhi pengujian epistemologis. Sisi lain yang muncul dari tradisi epistemologi adalah penafsiran tentang pemahaman pengetahuan. Pengetahuan dilihat sebagai representasi realitas yang betul-betul independen terhadap manusia.
(28)
28
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pada titik ini, persoalannya terasa jadi lebih mendasar, karena ini menyangkut soal hakikat dan posisi manusia selaku subjek dalam dunia. Hermeneutika Gadamer memiliki pandangan berbeda tentang ini. Dengan melanjutkan tradisi pemikiran Heidegger, Gadamer memandang hermeneutika sebagai ciri khas keberadaan manusia. Untuk menafsirkan teks bukanlah melulu berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tetapi merupakan bagian dari totalitas pengalaman manusia di dalam dunianya (being in the world).
Berbeda dengan apa yang telah diupayakan oleh Scheilmacher dan Dilthey, Gadamer berupaya menggeser bidang penelitian hermeneutika dari wilayah teori pengetahuan atau epistemologi ke ontologi, yaitu cara manusia memaknai dan melibatkan pengalaman keberadaannya di dunia. Pengalaman manusia saat bersentuhan dengan persoalan-persoalan filosofis, seni estetika, dan sejarah menjadi model-model pengalaman yang selalu melibatkan manusia dimana kebenaran yang dikomunikasikan tidak bisa diverifikasi dengan sarana-sarana metodis ilmu pengetahuan. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode historis, sedangkan tekhnik yang digunakan adalah interpretasi atas sejumlah naskah terutama dari Truth and Method (1975).
H. Paradigma Penelitian
Berikut ini adalah bagan paradigma penelitian
(29)
29
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Konteks dan Aktivitas Dosen dan Mahasiswa
Dokumen (Kampus, Dosen, Mahasiswa)
Konsep dan dokumen Hermeneutika Model Gadamer
dalam Pembelajaran Sejarah
Eksemplar hasil-hasil Penelitian/meta-analisis
Analisis Kontekstual
Analisis Konseptual/
Pemikiran
Analisis Teori dan Hermeneutika Model Gadamer
DASAR-DASAR KONTEKSTUA L
DASAR-DASAR KONSEPTUAL /
PEMIKIRAN
DASAR-DASAR TEORETIK DAN
FILOSOFIS
STUDI FENOM ENOLOGIS
HERM ENEUTIKA M ODEL GADAM ER
PENGEMBANGAN HERMENEUT IKA
MODEL GADAMER
PENGEMBANGAN PENDEKATAN HERMENEUTIKA MODEL GADAMER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN STUDI FENOMENOLOGIS
(1)
24
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
yang sedang kita hadapi, lebih-lebih untuk dipahami. Sebagai seorang guru, kita bertanya kepada murid-murid untuk topik terlebih dahulu dalam cakrawala pengetahuan dan interestnya sekarang, dan kemudian menyuruhnya untuk memodifikasi sikap-sikap mereka dalam merespon apa yang oleh topik dikatakan kepada mereka. Dengan cara ini mereka akan mengembangkan horizon mentalnya terhadap horizon topik. Inilah langkah kreatif dari pra pemahaman. Ketiga, bagi hermeneutik, proses pembelajaran itu seperti dialog atau “permainan” di mana mereka yang terlibat dibawa oleh sesuatu yang lebih besar dari dirinya kepada pandangan yang tidak mereka antisipasi sebelumnya. Diskusi sejati tidak pernah direncanakan kemajuan dan hasilnya. Guru dan murid-murid berbicara secara spontan. Sebagaimana layaknya dalam “permainan” pemahaman, mereka bisa merubah pandangan atau respon-responnya terhadap teks tanpa batas.
2. O. Hasbiansyah, 2008, Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi, Bandung: Unisba.
Praktik penelitian fenomenologi sebenarnya tidak serumit bayangan kebanyakan orang ketika memahami fenomenologi dalam kajian filsafat. Pada dasarnya, penelitian fenomenologi ingin menggali dua dimensi saja: apa yang dialami subjek (orang yang diteliti) dan bagaimana subjek tersebut memaknai pengalaman tersebut. Pengalaman subjek dalam hal ini merupakan fenomena yang menjadi subject matter yang diteliti. Dimensi pertama merupakan
(2)
25
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
pengalaman faktual si subjek, bersifat objektif bahkan fisikal. Sedangkan dimensi kedua merupakan opini, penilaian, evaluasi, harapan dan pemaknaan subjek terhadap fenomena yang dialaminya. Dimensi kedua bersifat subjektif. Namun seorang peneliti perlu memahami terlebih dahulu prinsip-prinsip fenomenologi. Tanpa memahaminya, ia tidak akan mampu menganalisis data penelitian yang sudah ditranskripsikan ke dalam uraian atau tabel dalam konteks fenomenologi. Hal yang perlu ditekankan adalah bahwa tahapan-tahapan penelitian yang dikemukakan bukanlah prosedur baku dalam penelitian fenomenologi. Apa yang telah diuraikan hanyalah salah satu variasi metodologi penelitian fenomenologi yang dapat dipakai. Di luar itu masih ada sejumlah prosedur yang dapat digunakan.
3. Ratna Indriati, 2011, Serat Aji Pamasa dalam Kajian Hermeneutika Gadamer.
Semarang: Unnes.
Serat Aji Pamasa sebagai teks sastra yang di dalamnya mengandung bahasa dengan tingkat ambiguitas yang tinggi, diperlukan pemahaman yang akurat. Oleh sebab itu, serat Aji Pamasa akan dipahami melalui empat konsep hermeneutika Gadamer. Dengan demikian, tujuan penelitian ini untuk memaparkan interpretasi serat Aji Pamasa melalui empat konsep pemahaman hermeneutika Gadamer. Teori yang digunakan adalah teori hermeneutika Gadamer dengan pendekatan penelitian mengggunakan pendekatan dialektika. Model yang digunakan adalah model hermeneutika dan teknik analisis data
(3)
26
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
dengan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian ini berdasar konsep Bildung, pemahaman yang diperoleh tentang serat Aji Pamasa yang merupakan puisi Jawa klasik bermetrum macapat terdiri dari tiga belas pupuh yakni
dhandhanggula, sinom, asmarandana, kinanthi, pucung, pangkur, gambuh, durma, megatruh, pangkur, girisa, asmarandana, sinom dengan keseluruhan jumlah bait yakni 689 bait.
Serat Aji Pamasa secara tekstual tersebutkan penciptanya adalah Ranggawarsita dengan bukti adanya sandiasma. Serat Aji Pamasa dibuat atas kehendak Mangkunegara IV dan dijadikan sebagai salah satu bahan wayang madya. Berdasarkan konsep sensus communis, pemahaman yang diperoleh yakni pandangan tentang keberadaan serat Aji Pamasa yang diciptakan sebagai bahan wayang madya untuk mengisi kekosongan antara wayang purwa dan wayang gedhog. Hal itu untuk menunjukkan adanya mata rantai bahwa raja-raja di Jawa merupakan keturunan Parikesit. Berdasarkan konsep pertimbangan, pemahaman yang diperoleh yakni cerita wayang madya terintegrasi dari wayang purwa yang penceritaannya terpusat pada cerita para Pandawa dan Kurawa. Berdasarkan konsep taste atau selera, pemahaman yang diperoleh yakni bahwa nama tokoh-tokoh dalam serat Aji Pamasa jika ditafsirkan mewakili sifat dan wujud perilaku dalam cerita serta pesan yang disampaikan pengarang yakni seolah-olah pengarang mencari sosok pemimpin
(4)
27
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
yang baik dan menganggap Mangkunegara IV sebagai sosok pemimpin yang baik. Rasa yang ingin disugestikan oleh pengarang ialah rasa damai.
Berdasar penelitian ini, saran yang bisa diberikan agar serat Aji Pamasa dikaji lebih lanjut menggunakan teori sastra lain, misalnya saja menggunakan teori strukturalisme untuk membedah serat Aji Pamasa dari segi strukturnya. Dengan demikian, dapat menambah wawasan terhadap karya sastra sebagai kebudayaan manusia.
4. Hambali, R. Yuli A., 2005, Pemulihan Peran Subjek dalam Hermeneutika Hans Georg Gadamer, Yogyakarta: UGM.
Peryataan Descartes yang menegaskan bahwa rasio adalah satu-satunya tolok ukur bagi lahirnya kebenaran dan pengetahuan ternyata memunculkan sejumlah persoalan serius di sekitar sumber pengetahuan. Sebab, ini mengandaikan filsafat hendak merumuskan suatu fondasi. Dalam perspektif fondasional, diyakini bahwa segala pengetahuan membutuhkan suatu disiplin keras yang dapat mengecek dan mendasari klaim-klaimnya tentang kebenaran. Disiplin ini adalah epistemologi. Suatu ilmu baru memiliki derajat validitas yang terhormat bila penemuan dapat memenuhi pengujian epistemologis. Sisi lain yang muncul dari tradisi epistemologi adalah penafsiran tentang pemahaman pengetahuan. Pengetahuan dilihat sebagai representasi realitas yang betul-betul independen terhadap manusia.
(5)
28
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Pada titik ini, persoalannya terasa jadi lebih mendasar, karena ini menyangkut soal hakikat dan posisi manusia selaku subjek dalam dunia. Hermeneutika Gadamer memiliki pandangan berbeda tentang ini. Dengan melanjutkan tradisi pemikiran Heidegger, Gadamer memandang hermeneutika sebagai ciri khas keberadaan manusia. Untuk menafsirkan teks bukanlah melulu berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tetapi merupakan bagian dari totalitas pengalaman manusia di dalam dunianya (being in the world).
Berbeda dengan apa yang telah diupayakan oleh Scheilmacher dan Dilthey, Gadamer berupaya menggeser bidang penelitian hermeneutika dari wilayah teori pengetahuan atau epistemologi ke ontologi, yaitu cara manusia memaknai dan melibatkan pengalaman keberadaannya di dunia. Pengalaman manusia saat bersentuhan dengan persoalan-persoalan filosofis, seni estetika, dan sejarah menjadi model-model pengalaman yang selalu melibatkan manusia dimana kebenaran yang dikomunikasikan tidak bisa diverifikasi dengan sarana-sarana metodis ilmu pengetahuan. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode historis, sedangkan tekhnik yang digunakan adalah interpretasi atas sejumlah naskah terutama dari Truth and Method (1975).
H. Paradigma Penelitian
Berikut ini adalah bagan paradigma penelitian
(6)
29
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu Konteks dan Aktivitas Dosen dan
Mahasiswa
Dokumen (Kampus, Dosen, Mahasiswa)
Konsep dan dokumen Hermeneutika Model Gadamer
dalam Pembelajaran Sejarah
Eksemplar hasil-hasil Penelitian/meta-analisis
Analisis Kontekstual
Analisis Konseptual/
Pemikiran
Analisis Teori dan Hermeneutika Model Gadamer
DASAR-DASAR KONTEKSTUA L
DASAR-DASAR KONSEPTUAL /
PEMIKIRAN
DASAR-DASAR TEORETIK DAN
FILOSOFIS
STUDI FENOM ENOLOGIS
HERM ENEUTIKA M ODEL GADAM ER
PENGEMBANGAN HERMENEUT IKA
MODEL GADAMER
PENGEMBANGAN PENDEKATAN HERMENEUTIKA MODEL GADAMER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN STUDI FENOMENOLOGIS