s pgsd 1009043 chapter2

(1)

BAB II

KAJIAN MATERI

A. Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran digunakan oleh guru sebagai titik tolak atau sudut pandang kita dalam memandang suatu masalah yang ada dalam program belajar mengajar. Seorang guru yang professional tidak hanya berfikir tentang apa yang diajarkan dan bagaimana mengajarkannya. Tetapi siapa yang menerima pelajaran, apa makna belajar bagi siswa, dan kemampuan apa yang ada pada siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Ada yang berpendapat bahwa mengajar itu adalah menyampaikan informasi kepada peserta didik belajar dalam pendekatan ini adalah usaha menerima informasi dari guru.

Ada juga yang berpendapat bahwa pendekatan itu adalah belajar, maksudnya adalah usaha untuk menguasai informasi. Pendekatan ini menghasilkan apa yang disebut material center strategis. Pendekatan lain berpangkal pengertian mengajar sebagai usaha untuk menciptakan kegiatan belajar mengajar dalam arti ini adalah usaha menciptakan suasana belajar bagi siswa secara optimal yang menjadi pusat perhatian dalam proses belajar mengajar adalah peserta didik. Pendekatan ini menghasilkan strategi yang disebut center strategis, yaitu strategi belajar mengajar berpusat pada siswa.


(2)

11

1. Pengertian Pendekatan Pembelajaran dan Hakikat Pendekatan

Pembelajaran Istilah pendekatan berasal dari bahasa Inggris approach yang memiliki arti ’pendekatan’. Di dalam dunia pengajaran, approach

atau pendekatan dapat diartikan cara memulai pembelajaran. Menurut pendapat Wahjoedi (1999), pendekatan pembelajaran adalah cara mengelola kegiatan belajar dan perilaku siswa agar ia dapat aktif melakukan tugas belajar sehingga dapat memperoleh hasil belajar secara optimal.

2. Fungsi Pendekatan Pembelajaran

Fungsi pendekatan bagi suatu pengajaran adalah sebagai pedoman umum dalam menyusun langkah-langkah metode pengajaran yang akan digunakan. Sering dikatakan bahwa pendekatan melahirkan metode. Artinya, metode suatu bidang studi, ditentukan oleh pendekatan yang digunakan. Di samping itu, tidak jarang nama metode pembelajaran diambil dari nama pendekatannya.

3. Hakekat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan


(3)

12

kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya written tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.

Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian, pembelajaran merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah melakukan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik. Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara induktif. Selain itu, pada beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga perlu dibimbing berpikir secara deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa


(4)

13

hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah.

4. Tujuan Pembelajaran IPA

Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti diatas dipengaruhi oleh tujuan apa yang ingin dicapai melalui pembelajaran tersebut. Tujuan pembelajaran IPA di SD telah dirumuskan dalam kurikulum yang sekarang ini berlaku di Indonesia. Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum KTSP selain dirumuskan tentang tujuan pembelajaran IPA juga dirumuskan tentang ruang lingkup pembelajaran IPA, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan arah pengembangan pembelajaran IPA untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sehingga setiap kegiatan pendidikan grave di SD harus mengacu pada kurikulum tersebut.

Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya, (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan


(5)

14

dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, (4) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan (7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.

Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Lingkup pemahaman konsep dalam Kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup materi yang terdapat dalam Kurikulum KTSP adalah: (1) makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. (2) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. (3) energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat


(6)

15

sederhana. (4) bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek tersebut saling berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA.

5. Permasalahan Pembelajaran IPA

Pembelajaran IPA bagi sebagian guru cenderung diajarkan secara konseptual saja, bersifat hafalan dan kurang mementingkan proses pemahaman dan pembinaan konsep. Belajar mengajar adalah suatu proses yang mengolah sejumlah nilai untuk dikonsumsi oleh setiap anak didik. Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya tetapi terambil dari berbagai sumber. Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali seperti di sekolah, di halaman, di perpustakaan, di pedesaan dan sebagainya. Sarifuddin dan Winataputra (1999:65) mengelompokkan sumber-sumber belajar menjadi 5 kategori yaitu manusia, buku/perpustakaan, media masa, alam lingkungan dan media pendidikan. Namun guru biasanya kurang tertarik menggunakan media sebagai sumber belajar seperti halnya mengajak siswa keluar lingkungan sekolah karena berbagai faktor diantaranya waktu yang terbatas, bobot materi terlalu banyak serta keterbatasan guru


(7)

16

dalam mengembangkan inovasi pembelajaran padahal sumber belajar cukup kaya di lingkungan siswa tinggal.

Melalui kurikulum berbasis kompetensi diharapkan pola pembelajaran yang disampaikan dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Menanamkan sikap ilmiah kepada siswa dan melatih siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya secara ilmiah (Subianto, 1990:28). Pada gilirannya siswa aktif dalam belajar karena pada dasarnya siswa sendiri yang akan menyelesaikan masalah-masalah yang dia dapatkan sesuai dengan konsep materi yang dipelajari dengan benda dan sifatnya sebagai sumber belajar siswa.

Di dalam KTSP IPA SD tahun 2006 indikator adalah acuan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran. Acuan ini bukan sesuatu yang mutlak dilaksanakan, hal ini disebabkan pembelajaran lebih menekankan pada “bagaimana menyediakan dan memperkaya belajar siswa”, bukan “apa yang akan dipelajari” Pengalaman belajar diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lain.

B. Pendekatan Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

1. Pengertian Pendekatan Berbasis Masalah (Problem Based


(8)

17

Pendekatan berbasis masalah merupakan salah satu bentuk pengajaran yang memberikan penekanan untuk membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan otonom. Melalui bimbingan yang diberikan secara berulang akan mendorong mereka mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah konkrit oleh mereka sendiri serta menyelesaikan tugas-tugas tersebut secara mandiri ( Ibrahim dan Nur, 2000). Model ini juga dikenal dengan nama lain seperti project based

teaching, experienced based education, dan anchoredinstruction (Ibrahim

dan Nur, 2004). Pembelajaran ini membantu pebelajar belajar isi akademik dan keterampilan memecahkan masalah dengan melibatkan mereka pada sistuasi masalah kehidupan nyata.

Sebenarnya pendekatan berbasis masalah awalnya dirancang untuk program graduate bidang kesehatan oleh Barrows (dalam Yasa, 2002: 7) yang kemudian diadaptasi untuk program kependidikan oleh Stapein Gallager (1993). PBL ini dikembangkan berdasarkan teori psikologi kognitif modern yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses dalam mana pebelajar secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya. Dalam belajar siswa itu sendirilah yang harus mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan belajar yang diseting oleh guru sebagai fasilitator pembelajaran. Teori yang dikembangkan ini mengandung dua prinsip penting dari makna belajar, yaitu (1) belajar adalah proses konstruktif bukan menerima (receptive


(9)

18

process) dan (2) belajar dipengaruh oleh faktor interaksi sosial dan sifat

kontekstual dari materi pelajaran.

Pendekatan berbasis masalah diturunkan dari teori bahwa belajar adalah proses dimana pembelajar secara aktif mengkontruksi pengetahuan (Gijselaers, 1996). Psikologi kognitif modern menyatakan bahwa belajar terjadi dari aksi pembelajar, dan pengajaran hanya berperan dalam memfasilitasi terjadinya aktivitas kontruksi pengetahuan oleh pembelajar. Pembelajar harus memusatkan perhatiannya untuk membantu pembelajar mencapai keterampilan self directed learning.

Problem based learning sebagai suatu pendekatan yang dipandang

dapat memenuhi keperluan ini (Schmidt, dalam Gijselaers, 1996).

Masalah-masalah disiapkan sebagai stimulus pembelajaran. Pembelajar dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, dan pembelajar hanya berperan memfasilitasi terjadinya proses belajar dan memonitor proses pemecahan masalah.

Dalam masyarakat pendidikan sains tampaknya ada semacam kesepakatan bahwa pembelajaran sains perlu ditingkatkan pada fungsi efektifnya dalam masyarakat demokratis untuk memecahkan masalah-masalah seperti, keseimbangan industri dan lingkungan, penggunaan energi nuklir, kesehatan dan lain-lain (Gallaher, et al, 1995). Oleh karena itu pendidikan sains tidak hanya ditujukan untuk peman konten dan proses


(10)

19

sains, tetapi juga memikirkan dampak sains pada masyarakat. Menghadapkan pembelajar pada masalah-masalah nyata sehari-hari merupakan salah satu cara mencapai tujuan ini. Allen, Duch, dan Groh (1996) mengemukakan pertimbangan penerapan PBL dalam pendidikan sain seperti berikut :

1. Kontekstual. Dalam pendekatan berbasis masalahpebelajar memperoleh pengetahuan ilmiah dalam konteks dimana pengetahuan itu digunakan. Pebelajar akan mempertahankan pengetahuannya dan menerapknanya dengan tepat bila konsep-konsep yang mereka pelajari berkaitan dengan penerapannya. Dengan demikian pembelajar akan menyadari makna dari pengetahuan yang mereka pelajari.

2. Belajar untuk belajar (learningf to learn). Pengetahuan ilmiah, berkembang secara eksponential, dan pebelajar perlu belajar bagaimana belajar dan dalam waktu yang sama mempraktekkan kerja ilmiah melalui karier mereka. Pendekatan berbasis masalah membantu pembelajar mengidentifikasi informasi apa yang diperlukan, bagaimana menata informasi itu kedalam kerangka konseptual yang bermakna, dan bagaimana mengkomunikasikan informasi yang sudah tertata itu kepada orang lain.

3. Doing Science. Pendekatan berbasis masalah menyediakan cara yang efektif untuk mengubah pembelajaran sains abstrak ke konkrit. Dengan memperkenalkan masalah-masalah yang relevan pada awal


(11)

20

pembelajaran, pembelajar dapat menarik perhatian dan minat pembelajar dan memberikan kesempatan pada mereka untuk belajar melalui pengalaman.

4. Bersifat interdisiplin. Penggunaan masalah untuk memperkenalkan konsep juga menyediakan mekanisme alamiah untuk menunjukkan hubungan timbal balik antar mata pelajaran. Pendekatan ini menekankan integrasi prinsip-prinsip ilmiah.

Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar bebasis masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.

Pendekatan berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

Boud dan Felleti (1991, dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa


(12)

21

using problem as a stimulus and focus on student activity”. H.S. Barrows

(1982) menyatakan bahwa PBM adalah sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu

(knowledge) baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai

sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya.

Menurut Arends (1997), pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri Model pembelajaran ini juga mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti “pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction)”, ” pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction)”, “belajar otentik (authentic learning)” dan ”pembelajaran bermakna

(anchored instruction)”.

Pada pelajaran IPA, Problem Based Learning merupakan salah satu pembelajaran yang cukup menarik dan sudah siap untuk digunakan, pembelajaran berdasarkan masalah mengajak siswa-siswa dalam penyelesaian kasus permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan IPA, meningkatkan minat diskusi di antara siswa dan mendorong


(13)

22

kegiatan belajar. Satu lingkungan yang menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik daripada praktik kerja/magang dan mampu membentuk para pembelajar untuk belajar dari sendiri, pembelajaran berdasarkan masalah juga lebih baik dari pada satu lingkungan yang menggunakan proses pembelajaran mimetis dimana siswa hanya melihat, mengingat, dan mengulang apa yang sudah mereka katakan (Osmundsen, 2001).

Model pendekatan berbasis masalah ini menurut Banks (1990) mempunyai ciri umum yaitu menyajikan kepada siswa masalah autentik dan bermakna yang akan memberi kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Sedangkan ciri khusus dalam model ini yaitu adanya pengajuan pertanyaan dan masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik, menghasilkan produk/karya, dan adanya kerjasama. Masalah autentik adalah masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat secara langsung jika ditemukan penyelesaiannya. Sedangkan masalah akademik adalah masalah yang muncul akibat pengaruh dari suatu masalah sehingga memunculkan masalah lainnya.

Peranan guru dalam Problem Based Learning adalah untuk mengajukan permasalahan, pertanyaan, dan menyediakan fasilitas yang diperlukan siswa. Arends (1997:156) menekankan pentingnya guru memberi scaffolding berupa dukungan dalam upaya meningkatkan inkuiri


(14)

23

dan perkembangan intelektual siswa. Oleh karena itu dalam pendekatan berbasis masalah diperlukan untuk menyajikan kepada siswa pada situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan bantuan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

2. Karakteristik Pendekatan Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Para pengembang pendekatan berbasis masalah(Ibrahim dan

Nur,2004) telah mendeskripsikan karaketeristik model pendekatan

berbasis masalah sebagai berikut.

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pendekatan berbasis masalah dimulai dengan pengajuan pertanyaan atau masalah, bukannya mengorganisasikan disekitar prinsip-prinsip atau keterampilan-keterampilan tertentu. Pendekatan berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi pebelajar. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk sitausi itu.

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun PBL mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu. Masalah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, pebelajar meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.


(15)

24

c. Penyelidikan autentik. Model pendekatan berbasis

masalahmenghendaki pebelajar untuk melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalsis dan mendefinisikan masalah mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalsis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.

d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya. PBL

menuntut pebelajar untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk tersebut dapat berupa laporan, model fisik, video, maupun program komputer. Karya nyata itu kemudian didemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.

e. Kerjasama. Model pendekatan berbasis masalahdicirikan oleh pebelajar yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan


(16)

25

dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

Gijselaers (dalam Yasa, 2002: 7). Strategi belajar berdasarkan masalah memiliki sejumlah karakteristik yang membedakan dengan strategi belajar lainnya, yaitu: (1) pembelajaran bersifat student centered, (2) pembelajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil, (3) guru berperan sebagai fasilitator dan moderator, (4) masalah menjadi fokus dan stimulus pembelajaran, masalah merupakan sarana mengembangkan secara klinis keterampilan problem solving, dan (5) informasi-informasi baru diperoleh melalui belajar mandiri (self directed learning), Barrows (dalam Yasa, 2005 : 7). Dengan membuat permasalahan sebagai tumpuan pembelajaran, peserta didik di dorong untuk mencari informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan. Salah satu keuntungan PBL adalah peserta didik didorong untuk mengeksplorasi pengetahuan yang telah dimilikinya kemudian mengembangkan keterampilan pembelajaran yang independen untuk mengisi kekosongan yang ada. Hal tersebut merupakan pembelajaran seumur hidup karena keterampilan tersebut dapat ditransfer ke sejumlah topik pembelajaran yang lain, baik di dalam maupun di luar sekolah.

Ibrahim dan M. Nur dalam Kunandar mengemukakan bahwa ada empat hal yang menjadi ciri atau kerakteristik pendekatan berbasis masalahyaitu:


(17)

26

a. Pembelajaran mengedepankan pertanyaan atau masalah

Pendekatan berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan perinsip-perinsip atau keterampilan akademik tertentu tetapi mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk peserta didik. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana, dan menemukan berbagai macam solusi untuk situasi itu.

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

Meskipun pendekatan berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu, (IPA, Matematika, dan ilmu-ilmu sosial termasuk sejarah) tetapi dalam pemecahannya melalui solusi, peserta didik dapat meninjaunya dari berbagai mata pelajaran yang ada. Sebagai contoh keruntuhan dinasti Islam masa lalu yang rata-rata disebabkan lemahnya pemerintah dalam mengambil kebijakan, terjadinya perebutan kekuasaan di tingkat pusat, berubahnya sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi yang akhirnya menyebabkan disintegrasi bangsa. Lalu kemudian guru mengaitkan dengan kondisi bangsa sekarang lalu dicari pemecahannya.


(18)

27

Pendekatan berbasis masalah mengharuskan peserta didik melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksprimen (jika diperlukan), membuat interfensi dan merumuskan kesimpulan

d. Menghasilkan produk / karya dan memamerkannya

Pendekatan berbasis masalah menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelasaian masalah yang mereka temukan. Produk ini dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, dan video.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga ciri utama dari strategi pembelajaran berbasis masalah.

Pertama, pendekatan berbasis masalah merupakan rangkaian aktifitas

pembelajaran, artinya dalam implementasinya ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Pendekatan berbasis masalah tidak mengharapkan peserta didik hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi peserta didik aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkan.


(19)

28

Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.

Pendekatan berbasis masalahmenempatkan masalah sebagai kata kunci proses pembelajaran.

Ketiga pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan

berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan dengan tahpan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

3. Prinsip-Prinsip dalam Pendekatan Berbasis masalah (Problem

Based Learning)

Pendekatan berbasis masalahsecara khusus melibatkan pebelajar bekerja pada masalah dalam kelompok kecil yang terdiri dari lima orang dengan bantuan asisten sebagai tutor. Masalah disiapkan sebagai konteks pembelajaran baru. Analisis dan penyelesaian terhadap masalah itu menghasilkan perolehan pengetahuan dan keterampilan pemecahan masalah. Permasalahan dihadapkan sebelum semua pengetahuan relevan diperoleh dan tidak hanya setelah membaca teks atau mendengar ceramah tentang materi subjek yang melatar belakangi masalah tersebut. Hal inilah yang membedakan antara PBL dan metode yang berorientasi masalah lainnya. Tutor berfungsi sebagai pelatih kelompok yang menyediakan


(20)

29

bantuan agar interaksi pebelajar menjadi produktif dan membantu pebelajar mengidentifikasi pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Hasil dari proses pemecahan masalah itu adalah, pebelajar membangun pertanyaan-pertanyaan (isu pembelajaran) tentang jenis pengatahuan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah? Setelah itu, pebelajar melakukan penelitian pada isu-isu pembelajaran yang telah diidentifikasi dengan menggunakan berbagai sumber. Untuk ini pebelajar disediakan waktu yang cukup untuk belajar mandiri. Proses PBL akan menjadi lengkap bila pebelajar melaporkan hasil penelitiannnya (apa yang dipelajari) pada pertemuan berikutnya.

Tujuan pertama dari paparan ini adalah untuk menunjukkan hubungan antara pengetahuan baru yang diperoleh dengan masalah yang ada ditangan pebelajar. Fokus yang kedua adalah untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfers pengetahuan baru. Setelah melengkapi siklus pemecahan masalah ini, pebelajar akan memulai menganalisis masalah baru, kemudian diikuti lagi oleh prosedur: analisis- penelitian- laporan.

4. Tujuan dan Hasil Belajar Model Pendekatan berbasis

masalah(Problem Based Learning)


(21)

30

Pendekatan berbasis masalahditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak sama dengan keterampilan yang berhubungan dengan pola-pola tingkah laku rutin. Larson (1990) dan Lauren Resnick (Ibrahim dan Nur,

2004) menguraikan cirri-ciri berpikir tingkat tinggi seperti berikut :

a. tidak bersifat algoritmik (noalgoritmic), yakni alur tindakan tidak sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya,

b. cenderung kompleks, keseluruihan alurnya tidak dapat diamati dari satu sudut pandang,

c. seringkali menghasilkan banyak solusi, masing-masing dengan keuntungan dan kerugian, dari pada yang tunggal,

d. melibatkan pertimbangan dan interpretasi,

e. melibatkan banyak kriteria, yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain,

f. seringkali melibatkan ketidakpastian. Tidak selalu segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas diketahui,

g. melibatkan pengaturan diri (self regulated) tentang proses berpikir, h. melibatkan pencarian makna menemukan struktur pada keadaan yang

tampaknya tidak teratur,

i. berpikir tingkat tinggi adalah kerja keras. Ada pengerahan kerja mental besar, besaran saat melakukan elaborasi dan pertimbangan yang dibutuhkan.Keterampilan-keterampilan berpikir tingkat tinggi ini dapat


(22)

31

diajarkan (Costa, 1985). Kebanyakan program dan kurikulum dikembangkan untuk tujuan ini amat mendasarkan pada pendekatan yang serupa dengan pendekatan berbasis masalah( Ibrahim dan Nur, 2004).

2) Pemodelan Peranan Orang Dewasa

Resnick (Ibrahim dan Nur, 2004) mengemukakan bahwa bentuk pendekatan berbasis masalah penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan adalah :

a) PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas.

b) PBL memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga pebelajar secara bertahap dapat memi peran yang diamati tersebut.

c) PBL melibatkan pebelajar dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun femannya tentang fenomena itu.


(23)

32

Pendekatan berbasis masalah berpusat pada pebelajar. Pebelajar harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, dibawah bimbingan pembelajar (Barrows,

1996). Dengan bimbingan pembelajar yang secara berulang-ulang

mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri, pebelajar belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri dalam kehidupan kelak (Ibrahim dan Nur, 2004).

5. Manfaat Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim, 2000 : 7).

Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode dewey adalah metode pemecahan masalah : tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.


(24)

33

6. Landasan Teoretik Model Pendekatan berbasis masalah(Problem

Based Learning)

Temuan-temuan dari psikologi kognitif menyediakan landasan teoretis untuk meningkatkan pengajaran secara umum dan khsususnya

problem based learning (PBL). Premis dasar dalam psikologi kognitif

adalah belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan baru yang berdasarkan pada pengetahuan terkini. Mengikuti Glaser (1991) secara umum diasumsikan bahwa belajar adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan. Proses-proses kognitif yang disebut metakognisi mempengaruhi penggunaan pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan kontektual mempengaruhi pembelajaran. Berdasar pada pandangan psikologi kognitif terdapat tiga prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan PBL.

Prinsip 1. Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan.

Pembelajaran tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan pengetahuan kekepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai kotak kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih diarahkan untuk penyimpanan informasi


(25)

34

oleh pebelajar pada memorinya seperti menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung pada kualitas nomer panggil(call number) yang digunakan dalam mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika belajar terjadi informasi baru digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan semantik tidak hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil.

Prinsip 2. Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi

Pembelajaran.

Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self

monitoring, secara umum mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam

Gijselaers, 1996). Metakognisi dipandang sebagai elemen esensial

keterampilan belajar seperti setting tujuan (what am I going to do), strategi seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan (did it work?).

Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada pemilikan pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan metokognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku belajar diri sendiri,


(26)

35

yakni menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan apakah hasil pemecahan masalah masuk akal?

Prinsip 3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran.

Prinsip ketiga ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk memiliki pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah merupakan tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan. Namun studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar mengalami kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning etal,1995). Studi juga menunjukkan bahwa pendidikantradisional tidak memfasilitasi peningkatan peman masalah-maslah fisika walaupun secara formal diajarkan teori fisika ( misalnya, Clement, 1990).

Jika tujuan pembelajaran adalah mengajarkan pebelajar untuk menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah dunia nyata, bagaimana seharusnya pembelajaran itu dilakukan? Mandl, Gruber, dan Renkl (1993) menyarankan empat cara yaitu: pengajaran harus diletakkan


(27)

36

dalam konteks situasi pemecahan masalah kompleks dan bermakna; pengajaran harus dipusatkan pada pengajaran keterampilan metakognitif dan bilamana mengunakannya; pengetahuan dan keterampilan-keterampilan harus diajarkan dari perspektif yang berbeda dan diterapkan pada setiap situasi yang berbeda; belajar harus berlangsung dalam situasi kerjasama untuk mengkonfrotasikan keyakinan yang dipegang oleh masing-masing individu. Strategi ini dilandasi oleh dua model yang saling melengkapi cognitive apprenticeship dan anchored instruction. Kedua model ini menekankan bahwa pengajaran harus terjadi dalam kontek masalah dunia nyata atau parktek-praktek professional.

Faktor sosial juga mempengaruhi belajar individu. Glaser (1991) beralasan bahwa dalam kerja kelompok kecil pembelajar mengekspose pandangan alternatif adalah tantangan nyata untuk mengawali pemahaman. Dalam kelompok kecil pembelajar akan membangkitkan metode pemecahan masalah dan pengetahuan konseptual mereka. Mereka menyatakan ide-ide dan membagi tanggung jawab dalam memanage situasi masalah. Bruning, Schraw, dan Ronning (1995) menyatakan bahwa pengajaran sains sangat efektif bila hakikat sosial pembelajaran diterima dan digunakan untuk membantu pebelajar memperoleh peman ilmiah secara akurat.


(28)

37

Bertolak dari prisnip-prinsip pembelajaran di atas, pendekatan berbasis masalahdapat ditelusuri melalui tiga aliran pemikiran pendidikan yaitu: Dewey dan Kelas Demokratis: Konstruktivisme Viaget dan Vygotsky, Belajar Penemuan Bruner (Ibrahim dan Nur, 2004).

1. Dewey dan Pembelajaran Demokratis

Pendekatan berbasis masalahmenemukan akar intelektualnya pada penelitian John Dewey (Ibrahim & Nur, 2004). Dalam demokrasi dan pendidikan Dewey menyampaikan pandangan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah kehidupan nyata. Ilmu mendidik Dewey menganjurkan pembelajar untuk mendorong pebelajar terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial. Dewey juga menyatakan bahwa pembelajaran disekolah seharusnya lebih memiliki manfaat dari pada abstrak dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan oleh pebelajar dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan proyek yang menarik dan pilihan mereka sendiri.


(29)

38

2. Konstrukivisme Piaget dan Vygotsky

Pendekatan berbasis masalahdikembangkan diatas pandangan konstruktivis kognitif (Ibrahim dan Nur, 2004). Pandangan ini banyak didasarkan teori Piaget. Piaget mengemukakan bahwa pebelajar dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Bagi Piaget pengetahuan adalah konstruksi(bentukan) dari kegiatan/tindakan seseorang

(Suparno, 1997). Pengetahuan tidak bersifat statis tetapi terus

berevolusi. Seperti halnya Piaget, Vygotsky juga percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang dan ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman ini

(Ibrahim & Nur, 2004). Untuk memperoleh pemahaman individu

mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki. Piaget memandang bahwa tahap-tahap perkembangan intelektual individu dilalui tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya individu. Sementara itu, Vygotsky memberi tempat lebih pada aspek sosial pembelajaran. Ia percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain mendorong terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual pembelajar. Implikasi dari pandangan Vygotsky dalam pendidikan adalah bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial dengan pembelajar dan teman sejawat. Melalui


(30)

39

tantangan dan bantuan dari pembelajar atau teman sejawat yang lebih mampu, pebelajar bergerak ke dalam zona perkembangan terdekat mereka dimana pembelajaran baru terjadi(Ibrahim dan Nur, 2004).

3. Bruner dan Belajar Penemuan

Bruner adalah adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi belajar kognitif. Ia telah mengembangkan suatu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh yang disebut dengan belajar penemuan. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik. Berusaha sendiri untuk pemecahan masalah dan pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna ( Dahar,

1998). Bruner menyarankan agar pebelajar hendaknya belajar melalui

partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperopleh pengetahuan. Perlunya pembelajar penemuan didasarkan pada keyakinan bahwa pembelajaran sebenarnya melalui penemuan pribadi.

7. Sintaks Model Pendekatan berbasis masalah(Problem Based


(31)

40

Pendekatan berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dari pembelajar memperkenalkan pebelajar dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja pebelajar. Secara singkat kelima tahapan pembelajaran PBL adalah seperti berikut :

Tahap Tingkah Laku Pembelajar

Tahap 1 Orientasi pebelajar pada masalah

• Pembelajar menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi pebelajar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Pembelajar mendiskusikan rubric asesmen yang akan digunakan dalam menilai kegiatan/hasil karya pebelajar.

Tahap 2 Mengorganisasikan pebelajar untuk belajar

• Pembelajar membantu pebelajar mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.


(32)

41

• Pembelajar mendorong pebelajar untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

• Pembelajar membantu pebelajar dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

• Pembelajar membantu pebelajar untuk melakukan efleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

8. Asesmen Model Pendekatan berbasis masalah(Problem Based

Learning)

Tugas-tugas asesmen untuk PBL tidak dapat semata-mata terdidri dari tes kertas dan pensil (pencil and paper test). Kebanyakan teknik asesmen dan evaluasi yang digunakan untuk PBL adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh pebelajar sebagai hasil penyelidikan/hasil kerja mereka. Seperti pada model pembelajaran kontekstual lainnya, bentuk asesmen PBL terdiri dari asesmen kinerja dan portofolio. Berbeda dengan


(33)

42

penilaian tradisional (paper dan pencil test). Penetapan kriteria penilaian tugas-tugas kinerja/ hasil karya harus dilakukan pada awal-awal pembelajaran dan harus dapat dikerjakan oleh pebelajar (Fottrell, 1996). Kriteria penilaian itu harus didiskusikan terlebih dahulu bersama pebelajar di kelas. Diskusi ini meliputi berapa grade yang harus mereka capai dan siapa yang akan menilai mereka (pembelajar, pebelajar, atau ahli luar).

9. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berdasarkan Masalah

(Problem Based Learning)

Kelebihan pembelajaran berdasarkan masalah sebagai suatu model pembelajaran adalah:

a. Realistik dengan kehidupan siswa b. Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa c. Memupuk sifat inquiry siswa

d. Retensi konsep menjadi kuat

e. Memupuk kemampuan problem solving

Dari kelebihan tersebut dapat dipahami bahwa pendekatan berbasis masalahmembantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektualnya. Para peserta didik belajar dengan keterlibatan langsung dalam pengalaman nyata atau simulasi serta menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.


(34)

43

Selain kelebihan yang telah dkemukakan di atas pendekatan berbasis masalahjuga memiliki beberapa kekurangan antara lain, yaitu :

a. Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks b. Sulitnya mencari problem yang relevan

c. Sering terjadi miss-konsepsi

d. Memerlukan waktu yang cukup panjang

Guru adalah pendidik yang membelajarkan siswa, maka guru harus melakukan pengorganisasian dalam belajar, menyajikan bahan belajar dengan pendekatan pembelajaran tertentu dan melakukan evaluasi hasil belajar, guru professional selalu berusaha mendorong siswa agar berhasil dalam belajar.

Kekurangan-kekurangan dalam model pendekatan berbasis masalahini bukan berarti PBL merupakan model pembelajaran yang kurang efektif untuk deterapkan dalam proses pembelajaran, akan tetapi kekurangan-kekurangan dalam penerapan model pendekatan berbasis masalahyang dikemukakan di atas, menuntut guru sebagai pendidik harus kreatif dalam meminimalisir serta berusaha mencari solusi untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut.

10.Pendekatan Dan Penerapan Model Pendekatan Berbasis Masalah

(Problem Based Learning) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar


(35)

44

Menurut Sudjana hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan S. Nasution berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Cullen, 2003 dalam Fathul Himam, 2004).

Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (sub formatif) dan nilai ulangan semester (sumatif). Dalam penelitian tindakan kelas ini, yang dimaksud hasil belajar siswa adalah hasil nilai ulangan harian yang diperoleh siswa dalam mata pelajaran IPA. Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam satuan bahasan atau kompetensi tertentu. Ulangan harian ini terdiri dari seperangkat soal yang harus dijawab para peserta


(36)

45

didik, dan tugas-tugas terstruktur yang berkaitan dengan konsep yang sedang dibahas. Ulangan harian minimal dilakukan tiga kali dalam setiap semester. Tujuan ulangan harian untuk memperbaiki modul dan program pembelajaran serta sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan nilai bagi para peserta didik.

Pembelajaran model Problem Based Learning berlangung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, menemukan dan mendiskusikan masalah serta mencari pemecahan masalah, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa megerti apa makna belajar, apa manfaatya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Siswa terbiasa memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergumul dengan ide-ide.

Dalam pembelajaran model Problem Based Learning tugas guru mengatur strategi belajar, membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pngetahuan baru, dan memfasilitasi belajar. Anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dari pembahasan diatas dapat diduga bahwa pembelajaran dengan model Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar efektif dan kreatif, diaman siswa dapat membangun sendiri


(37)

46

pengetahuannya, menemukan pengetahuan dan keterampilannya sendiri melalui proses bertanya, kerja kelompok, belajar dari model yang sebenarnya, bisa merefleksikan apa yang diperolehnya antara harapan dengan kenyataan sehingga peningkatan hasil belajar yang didapat bkan hanya sekedar hasil menghapal materi belaka, tetapi lebih pada kegiatan nyata (pemecahan kasus-kasus) yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran (diskusi kelompok dan diskusi kelas).Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.

C. Langkah-Langkah Pembelajaran Benda Dan Sifatnya Dengan Metode

(Problem Based Learning) Yang Akan Di Terapkan Di Kelas IV

1. Pendahuluan (10 menit)

a. Guru mengkondisikan siswa dan memastikan siswa siap menerima pelajaran dan guru memberikan motivasi dengan menceritakan kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan.


(38)

47

b. Guru memberitahukan tujuan pembelajaran (merujuk pada indikator).

2. Kegiatan Inti ( 50 menit)

Langkah 1: Mengorientasi siswa pada masalah

a. Guru memberikan masalah kontekstual yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan.

1. Mengapa tembok dalam bendungan dibuat makin kebawah makin tebal?

2. Mengapa kita tidak mudah mengetahui adanya benda gas di suatu tempat?

b. Dengan menggunakan alat peraga guru mengenalkan sifat-sifat benda dan perubahannya.

c. Guru menyuruh siswa untuk memberikan contoh sifat-sifat benda yang pernah dijumpai siswa dalam kehidupannya.

d. Guru menuntun siswa untuk mendefinisikan sendiri sifat benda dan perubahannya sesuai dengan pengetahuan yang sudah dimiliki.


(39)

48

a. Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa tiap kelompok.

b. Guru meminta setiap kelompok untuk menggunakan ide dari kelompoknya sendiri.

Langkah 3: Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

a. Guru membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah dari no.1 dan no.2.

b. Guru berkeliling dan membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan masalah dari no.1 dan no.2.

c. Guru mendorong siswa untuk melakukan diskusi masalah no.1 dan no.2 dengan teman sebangku.

Langkah 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

a. Dua orang siswa mengerjakan soal dan mempresentasikan hasil diskusinnya dari no.1 dan no.2 di depan kelas secara bergantian.

b. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi.

c. Guru memberikan contoh soal untuk menemukan sifat benda padat, cair dan gas


(40)

49

Contoh soal

1. Bagaimana bentuk benda padat jika dipindah-pindahkan dalam berbagai bentuk wadah?

2. Bagaimana bentuk benda padat jika dipindah-pindahkan dalam berbagai bentuk wadah?

3. Tuliskan alasannya mengapa bentuk benda gas mengikuti ruang yang

ditempatinya!

Langkah 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

a. Guru memberikan penguatan terhadap jawaban siswa.

b. Guru memberikan latihan soal dalam bentuk LKS secara individu.

c. Siswa mengumpulkan LKS yang sudah selesai.

d. Guru melakukan assessment product, kinerja dan autentik.

D. Materi pembelajaran

Wujud Benda

1. Benda Padat

Benda-benda di sekitarmu, seperti tanah, batu, kayu, logam, dan buku termasuk kelompok benda padat. Kamu tentu dapat menentukan suatu benda termasuk benda padat atau bukan.


(41)

50

Perhatikan Gambar 2.1 Penggaris, pensil, bolpoin, dan penghapus juga merupakan benda-benda berwujud padat. Jika penggaris kamu masukkan ke dalam gelas, bentuknya akan tetap.

Penggaris yang memanjang tidak mengikuti

bentuk gelas.

Hal tersebut akan terjadi pula pada pensil, bolpoin, dan penghapus jika dimasuk kan ke dalam

gelas. Hal itu menunjukkan bahwa setiap benda Gambar 2.1

yang berwujud padat bentuknya selalu tetap. Banyak sekali manfaat dari benda padat ini. Rumah yang kamu tinggali terbuat dari benda padat. Kendaraan dan jalan terbuat dari benda padat. Komponen penyusun televisi dan radio juga terbuat dari benda padat. Bahan baku semua benda itu berasal dari alam.

2. Benda Cair

Air, minyak, susu, dan kecap termasuk ke dalam benda cair. Oli, minyak tanah, bensin, dan solar merupakan contoh lain benda cair. Air yang di masukkan ke dalam botol, bentuknya akan sama dengan bentuk botol. Begitu pun air yang dimasukkan ke dalam gelas dan mangkuk. Bentuk air akan sama dengan bentuk gelas dan mangkuk. Demikian juga dengan susu, kecap, dan minyak goreng pada Gambar 2.2


(42)

51

Gambar 2.2.

Dengan demikian, dapat disimpulkan satu sifat benda cair. Benda cair mengikuti bentuk wadahnya. Permukaan air dalam botol datar. Ketika botol dimiringkan, permukaannya tetap datar, begitu pun ketika dimiringkan ke arah yang lain akan tetap datar. Jadi, sifat benda cair yang lain ialah selalu memiliki permukaan datar.

Sifat permukaan air yang selalu mendatar Sifat tersebut dimanfaatkan oleh para tukang bangunan dalam memastikan bahwa ketinggian tembok dalam suatu bangunan telah benar-benar rata. Alat khusus yang biasa digunakan untuk mengukur rata atau tidaknya tembok

tersebut dinamakan dengan waterpass.

Coba kamu perhatikan Gambar 2.3, disana terlihat dua jenis

waterpass yang biasa digunakan, yaitu waterpass yang berbentuk selang

dan waterpass yang berbentuk batang.

Gambar 2.3


(43)

52

Sifat air yang selanjutnya, yaitu bergerak ke segala arah dari tempat yang tinggi ke tempat yang

rendah. Terbukti ketika kamu tumpahkan air dari botol ke lantai halaman sekolah, air bergerak ke segala arah. Air akan

terus bergerak Gambar 2.4

mencari tempat yang paling rendah. Contoh nyata di lingkungan adalah air sungai. Air sungai berasal dari mata air yang terletak di pegunungan. Air tersebut akan mengalir terus menelusuri lembah.

Akhirnya, air sungai sampai di laut, tempat yang paling rendah. Airnya menjadi berkurang. Air tersebut

berkurang karena habis diambil oleh tanaman bunga yang hidup di atasnya. Air tersebut naik karena Air memilki sifat kapilaritas, yaitu dapat naik melalui pipa pipa kecil. Di dalam batang

bunga itu sendiri terdapat pipa-pipa kecil gambar 2.5

yang menyebabkan air di dalam toples naik. Sifat air lainnya adalah menekan ke segala arah. Perhatikan Gambar 2.5. Masukkan air ke dalam tabung plastik. Lalu, berikan lubang lubang kecil di dinding tabung. Dari setiap lubang tabung, akan memancar air. Tekanan air di permukaan


(44)

53

tabung akan diteruskan oleh air yang berada di bawahnya ke segala arah. Dengan demikian, air akan mengalir keluar tabung.

3. Wujud Benda Gas

Udara dan asap merupakan benda yang tergolong benda gas. Berbeda dengan benda padat dan cair, gas sulit diamati. Hanya gas gas tertentu yang dapat dilihat. Misalnya, asap pembakaran dan asap knalpot kendaraan. Hati hati jangan sampai kamu mengisapnya karena gas itu mengandung zat berbahaya. Udara merupakan gas yang tidak dapat dilihat. Akan tetapi, kita dapat merasakan keberadaannya. Karena ada aliran udara, pohon-pohon kecil terlihat bergerak-gerak. bagian dalam gelas tetap kosong. Air tidak dapat masuk karena di dalam ada benda lain. Benda lain tersebut adalah udara. Udara tidak dapat terlihat, tetapi ada dan dapat dirasakan. Bukti lainnya ialah ketika kamu berada di depan kipas angin yang sedang dinyalakan. Aliran udara terasa sejuk menerpa, tetapi tidak terlihat. Seperti halnya air, udara juga tidak berbentuk tetap. Udara atau benda gas bentuknya mengikuti wadahnya.

Jika yang digunakan adalah stoples, bentuk gas akan seperti stoples. Kita mengetahui bahwa udara tidak dapat dilihat. Misalnya, beberapa balon tiup dengan bentuk bermacam-macam. Dari mulut, tiupkan udara yang sama ke dalam balon-balon tersebut. Bentuk udara dalam balon tentunya akan sesuai dengan bentuk balon. Jadi, terbukti bahwa benda gas tidak tetap, tetapi sesuai dengan wadahnya.


(1)

48

a. Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari 4 orang

siswa tiap kelompok.

b. Guru meminta setiap kelompok untuk menggunakan ide dari

kelompoknya sendiri.

Langkah 3: Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

a. Guru membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah dari no.1 dan

no.2.

b. Guru berkeliling dan membantu siswa yang mengalami kesulitan

dalam mengerjakan masalah dari no.1 dan no.2.

c. Guru mendorong siswa untuk melakukan diskusi masalah no.1 dan

no.2 dengan teman sebangku.

Langkah 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

a. Dua orang siswa mengerjakan soal dan mempresentasikan hasil

diskusinnya dari no.1 dan no.2 di depan kelas secara bergantian.

b. Guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk

menanggapi.

c. Guru memberikan contoh soal untuk menemukan sifat benda padat,


(2)

49

Contoh soal

1. Bagaimana bentuk benda padat jika dipindah-pindahkan dalam

berbagai bentuk wadah?

2. Bagaimana bentuk benda padat jika dipindah-pindahkan dalam

berbagai bentuk wadah?

3. Tuliskan alasannya mengapa bentuk benda gas mengikuti ruang yang ditempatinya!

Langkah 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

a. Guru memberikan penguatan terhadap jawaban siswa.

b. Guru memberikan latihan soal dalam bentuk LKS secara individu.

c. Siswa mengumpulkan LKS yang sudah selesai.

d. Guru melakukan assessment product, kinerja dan autentik.

D. Materi pembelajaran

Wujud Benda

1. Benda Padat

Benda-benda di sekitarmu, seperti tanah, batu, kayu, logam, dan buku termasuk kelompok benda padat. Kamu tentu dapat menentukan


(3)

50

Perhatikan Gambar 2.1 Penggaris, pensil, bolpoin, dan penghapus juga merupakan benda-benda berwujud padat. Jika penggaris kamu masukkan ke dalam gelas, bentuknya akan tetap.

Penggaris yang memanjang tidak mengikuti

bentuk gelas.

Hal tersebut akan terjadi pula pada pensil, bolpoin, dan penghapus jika dimasuk kan ke dalam

gelas. Hal itu menunjukkan bahwa setiap benda Gambar 2.1

yang berwujud padat bentuknya selalu tetap. Banyak sekali manfaat dari benda padat ini. Rumah yang kamu tinggali terbuat dari benda padat. Kendaraan dan jalan terbuat dari benda padat. Komponen penyusun televisi dan radio juga terbuat dari benda padat. Bahan baku semua benda itu berasal dari alam.

2. Benda Cair

Air, minyak, susu, dan kecap termasuk ke dalam benda cair. Oli, minyak tanah, bensin, dan solar merupakan contoh lain benda cair. Air yang di masukkan ke dalam botol, bentuknya akan sama dengan bentuk botol. Begitu pun air yang dimasukkan ke dalam gelas dan mangkuk. Bentuk air akan sama dengan bentuk gelas dan mangkuk. Demikian juga dengan susu, kecap, dan minyak goreng pada Gambar 2.2


(4)

51

Gambar 2.2.

Dengan demikian, dapat disimpulkan satu sifat benda cair. Benda cair mengikuti bentuk wadahnya. Permukaan air dalam botol datar. Ketika botol dimiringkan, permukaannya tetap datar, begitu pun ketika dimiringkan ke arah yang lain akan tetap datar. Jadi, sifat benda cair yang lain ialah selalu memiliki permukaan datar.

Sifat permukaan air yang selalu mendatar Sifat tersebut dimanfaatkan oleh para tukang bangunan dalam memastikan bahwa ketinggian tembok dalam suatu bangunan telah benar-benar rata. Alat khusus yang biasa digunakan untuk mengukur rata atau tidaknya tembok tersebut dinamakan dengan waterpass.

Coba kamu perhatikan Gambar 2.3, disana terlihat dua jenis waterpass yang biasa digunakan, yaitu waterpass yang berbentuk selang dan waterpass yang berbentuk batang.

Gambar 2.3


(5)

52

Sifat air yang selanjutnya, yaitu bergerak ke segala arah dari tempat yang tinggi ke tempat yang

rendah. Terbukti ketika kamu tumpahkan air dari botol ke lantai halaman sekolah, air bergerak ke segala arah. Air akan

terus bergerak Gambar 2.4

mencari tempat yang paling rendah. Contoh nyata di lingkungan adalah air sungai. Air sungai berasal dari mata air yang terletak di pegunungan. Air tersebut akan mengalir terus menelusuri lembah.

Akhirnya, air sungai sampai di laut, tempat yang paling rendah. Airnya menjadi berkurang. Air tersebut

berkurang karena habis diambil oleh tanaman bunga yang hidup di atasnya. Air tersebut naik karena Air memilki sifat kapilaritas, yaitu dapat naik melalui pipa pipa kecil. Di dalam batang

bunga itu sendiri terdapat pipa-pipa kecil gambar 2.5

yang menyebabkan air di dalam toples naik. Sifat air lainnya adalah menekan ke segala arah. Perhatikan Gambar 2.5. Masukkan air ke dalam tabung plastik. Lalu, berikan lubang lubang kecil di dinding tabung. Dari setiap lubang tabung, akan memancar air. Tekanan air di permukaan


(6)

53

tabung akan diteruskan oleh air yang berada di bawahnya ke segala arah. Dengan demikian, air akan mengalir keluar tabung.

3. Wujud Benda Gas

Udara dan asap merupakan benda yang tergolong benda gas. Berbeda dengan benda padat dan cair, gas sulit diamati. Hanya gas gas tertentu yang dapat dilihat. Misalnya, asap pembakaran dan asap knalpot kendaraan. Hati hati jangan sampai kamu mengisapnya karena gas itu mengandung zat berbahaya. Udara merupakan gas yang tidak dapat dilihat. Akan tetapi, kita dapat merasakan keberadaannya. Karena ada aliran udara, pohon-pohon kecil terlihat bergerak-gerak. bagian dalam gelas tetap kosong. Air tidak dapat masuk karena di dalam ada benda lain. Benda lain tersebut adalah udara. Udara tidak dapat terlihat, tetapi ada dan dapat dirasakan. Bukti lainnya ialah ketika kamu berada di depan kipas angin yang sedang dinyalakan. Aliran udara terasa sejuk menerpa, tetapi tidak terlihat. Seperti halnya air, udara juga tidak berbentuk tetap. Udara atau benda gas bentuknya mengikuti wadahnya.

Jika yang digunakan adalah stoples, bentuk gas akan seperti stoples. Kita mengetahui bahwa udara tidak dapat dilihat. Misalnya, beberapa balon tiup dengan bentuk bermacam-macam. Dari mulut, tiupkan udara yang sama ke dalam balon-balon tersebut. Bentuk udara dalam balon tentunya akan sesuai dengan bentuk balon. Jadi, terbukti bahwa benda gas