Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya
LAPORAN AKHIR
Bab 3
Arahan Kebijakan dan Rencana
Strategis Infrastruktur Bidang
Cipta Karya
3.1
Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan
Arahan Penataan Ruang
3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena
turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan,
maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya Kementerian PU
berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.
A. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
RPJPN 2005‐2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen
perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara
menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005‐2025. Dalam
dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang
Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal
sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air
minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat
serta kebutuhan sektor‐sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi,
pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan
tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan
pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air,
serta kesehatan.
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1)
peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan
sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3)
penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4)
penyediaan sumber‐sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi
masyarakat miskin.
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan
adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.
Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana
dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin
ditingkatkan terutama untuk proyek‐proyek yang bersifat komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap
tahapan RPJMN, yaitu :
RPJMN ke 2 (2010‐2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui
percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara
pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐1
LAPORAN AKHIR
RPJMN ke 3 (2015‐2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus
meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan
berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong
terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.
RPJMN ke 4 (2020‐2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.
B. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2020
RPJMN 2010‐2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010
menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi
masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak
sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi
masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana
dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase. Dokumen RPJMN juga
menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode 2010‐2014, yaitu:
a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian
akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non‐perpipaan terlindungi 38 %.
b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014, yang
ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat (off‐site)
bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota
sebesar 5 % maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 % serta
penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on‐site)
yang layak bagi 90 % total penduduk.
c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah
perkotaan.
d. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk
meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang
memadai, melalui:
a. menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah;
b. memastikan ketersediaan air baku air minum;
c. meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman;
d. meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air limbah,
dan pengelolaan persampahan;
e. meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi;
f. meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman;
g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS);
h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur;
i. meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta;
j. mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.
Sejalan dengan arah kebijakan pembangunan jangka menengah 2010‐2014 dan ralam
rangka untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan Tahun 2012, maka arah kebijakan
pembangunan infrastruktur difokuskan pada: (1) Meningkatkan pelayanan infrastruktur sesuai
dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM), (2) Mendukung peningkatan daya saing sektor riil, dan (3)
Meningkatkan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan
pelayanan infrastruktur sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk Tahun 2012
diprioritaskan pada penyediaan infrastruktur dasar untuk mendukung peningkatan kesejahteraan
melalui peningkatan aksesibilitas terhadap infrastruktur, peningkatan pengelolaan pelayanan
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐2
LAPORAN AKHIR
infrastrukur, dan peningkatan SDM dan Kelembagaan, yang akan dilakukan melalui :
Meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas masyarakat terhadap :
a. pelayanan transportasi kepada seluruh lapisan masyarakat dan jaminan
keberlanjutannya melalui rehabilitasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana
transportasi; pelayanan transportasi perintis di wilayah terpencil, pedalaman dan
perbatasan dan public service obligation (PSO) untuk angkutan penumpang kelas
ekonomi perkeretaapian dan angkutan laut;
b.
penyediaan data serta informasi dalam rangka pengelolaan sumber daya air secara
terpadu, efektif, efisien dan berkelanjutan, dengan: (1) mendorong terbentuknya
jaringan informasi sumber daya air antar seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders); (2) membangun dan mengoptimalkan jaringan basis data antar seluruh
stakeholders dan menetapkan standar, kodifikasi, klasifikasi, proses dan
metode/prosedur pengumpulan dan penyebaran data dan informasi; dan (3) melakukan
collecting, updating dan sinkronisasi data serta informasi secara rutin dari
instansi/lembaga terkait;
c. kelistrikan desa termasuk daerah tertinggal dan terpencil serta pengembangan jaringan
gas kota melalui peningkatan pembangunan dan pemanfaatan energi terbarukan;
d. (1) hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah; (2)
penyediaan layanan air minum dan sanitasi yang layak melalui penyediaan perangkat
peraturan, memastikan ketersediaan air baku air minum; meningkatkan kinerja
manajemen penyelenggara penyedia/operator; mengembangkan alternatif sumber
pendanaan; dan meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta; (3) penyediaan air
minum layak sesuai target MDG’s melalui: (a) pemenuhan kebutuhan pokok rumah
tangga terutama di wilayah rawan air, wilayah tertinggal, dan wilayah strategis; (b)
meningkatkan pembangunan tampungan‐tampungan dan saluran pembawa air baku; (c)
prasarana, sarana dasar, dan utilitas umum yang memadai dan terpadu dengan
pengembangan kawasan perumahan dalam rangka mewujudkan kota tanpa permukiman
kumuh.
e. menutup wilayah blank spot informasi melalui pemerataan penyediaan
infrastruktur dan layanan komunikasi dan informatika; serta peningkatan jangkauan dan
mempertahankan keberlanjutan layanan komunikasi dan informatika di wilayah
perbatasan, perdesaan, terpencil, dan wilayah non komersial lain.
Penyediaan dan penambahan fasilitas keselamatan transportasi yang memenuhi standar
keselamatan internasional, guna mendukung penurunan tingkat fatalitas kecelakaan sebesar
50 persen dari kondisi saat ini, yang didorong melalui pendanaan Dana Alokasi Khusus (DAK);
serta peralatan pencarian dan penyelamatan (SAR) dalam operasi penanganan kecelakaan
transportasi dan bantuan SAR dalam penanggulangan bencana dan musibah lainnya.
Mendukung pembangunan berkelanjutan dan rendah karbon, melalui pengembangan
infrastruktur yang ramah lingkungan, mempertimbangkan daya dukung lingkungan, serta
dalam rangka mitigasi dan adaptasi perubahan iklim maupun peningkatan keselamatan dan
kualitas kondisi lingkungan;
Meningkatkan profesionalisme dan kinerja kelembagaan dan pengelolaan
infrastruktur melalui : (1) pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta
pembinaan teknis SDM tentang pelayanan operasional infrastruktur transportasi,
ketenagalistrikan dan energi, dan sumber daya air, serta sertifikasi berstandar internasional di
bidang TIK: (2) mempercepat penyelesaian peraturan pemerintah dan pedoman teknis lainnya
sebagai turunan UU bidang transportasi dan UU di bidang Sumber Daya Air; (3) mendorong
penerapan standarisasi dan sertifikasi peralatan, kewajiban sertifikasi laik operasi, sertifikasi
kompetensi bagi tenaga teknik, dan sertifikasi bagi badan usaha serta penerapan standar baku
mutu lingkungan; (4) meningkatkan komunikasi, kerjasama, koordinasi antarlembaga dan
antarwadah pengelolaan sumber daya air yang telah terbentuk; (5) melanjutkan proses
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐3
LAPORAN AKHIR
peningkatan kapasitas kelembagaan pengelolaan infrastruktur sumber daya air dan
peningkatan pemberdayaan serta partisipasi masyarakat terutama di tingkat kabupaten/kota;
(6) mempercepat penyelesaian rancangan pola pengelolaan sumber daya air yang berbasiskan
wilayah sungai dan lingkungan yang terpadu antar sektor dan tata guna lahan, dan
pengembangan wilayahnya, baik yang menjadi kewenangan pusat, provinsi maupun
kabupaten.
Arah kebijakan dalam rangka mendukung peningkatan daya saing sektor riil diprioritaskan
pada penyediaan sarana dan prasarana yang mampu menjamin kelancaran distribusi barang, jasa,
dan informasi untuk meningkatkan daya saing produk nasional, yang dilakukan melalui :
1. Percepatan pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang difokuskan pada 6 koridor
utama pengembangan ekonomi serta yang mendukung pengembangan daerah pariwisata
dan sentra‐sentra produksi pangan dan pertanian, energi, dan industri;
2. Pengembangan transportasi umum massal di wilayah perkotaan yang dapat memberikan
pelayanan yang aman, nyaman, efisien, lebih ramah lingkungan, dan harga terjangkau
sesuai dengan cetak biru transportasi perkotaan;
3. Peningkatan keterpaduan sarana dan prasarana penghubung antar‐pulau dan antarmoda
yang terintegrasi sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru transportasi
multimoda;
4. Memenuhi tuntuan kompatibilitas global yang memperkuat daya saing nasional dengan
menempatkan jaringan transportasi nasional sebagai subsistem dari jaringan global
dan regional, sehingga standar sistem operasi, standar keselamatan, dan kualitas
pelayanan dapat memenuhi standar internasional.
5. Mendorong efisiensi transportasi barang dan penumpang terutama dari aspek
penegakan hukum, deregulasi pungutan dan retribusi di jalan, serta penataan jaringan
dan ijin trayek yang terpadu serta akuntabel.
6. Pembangunan sarana dan prasarana pengendali banjir dan pengamanan pantai, terutama
pada daerah perkotaan dan pusat‐pusat perekonomian melalui: (1) percepatan pelaksanaan
penanganan DAS Bengawan Solo secara terpadu; (2) rehabilitasi sarana dan prasarana
pengendali banjir untuk pemulihan pasca bencana; (3) mengoptimalkan dan
mengefektifkan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengendali
banjir; (4) meningkatkan pembangunan dan optimalisasi fungsi sarana/prasarana
pengamanan pantai yang telah ada; (5) adaptasi dan mitigasi perubahan iklim guna
mengoptimalkan upaya pengendalian banjir dan pengamanan pantai; dan (6)
meningkatkan koordinasi antar kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan masyarakat
dalam penyelesaian permasalahan sosial dan lingkungan dalam pembangunan
infrastruktur sumber daya air sesuai prinsip‐prinsip pembangunan berkelanjutan.
7. Pembangunan komunikasi dan informatika diarahkan kepada: (a) memperkuat konektivitas
nasional secara virtual (virtual domestic connectivity) melalui pengembangan infrastruktur
broadband nasional baik jaringan backbone maupun lasemile termasuk mendorong
penetrasi broadband sebagai bentuk universal service melalui pemanfaatan ICT Fund
dan mempercepat penetrasi siaran TV digital; (b) memperkuat komunikasi dan pertukaran
informasi antar instansi pemerintah melalui pengembangan e‐government secara
nasional; (c) meningkatkan e‐literasi melalui peningkatan kualitas SDM TIK termasuk
aparatur pemerintah; dan (d) mendukung pengembangan industri manufaktur TIK dalam
negeri.
Pembangunan energi dan ketenagalistrikan yang diarahkan pada: (a) diversifikasi energi serta
peningkatan efisiensi dan konservasi energi yang diarahkan guna penganekaragaman pemanfaatan
energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan, sehingga dicapai optimasi penyediaan
energi regional dan nasional termasuk upaya menjamin ketersediaan pasokan domestik dalam
rangka mendukung pembangunan berkelanjutan termasuk pembangunan rendah emisi dan ramah
lingkungan; (b) kebijakan harga energi yang menitikberatkan pada nilai keekonomian agar tercipta
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐4
LAPORAN AKHIR
efisiensi ekonomi dengan tetap memperhatikan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat: (c)
kebijakan dan pelaksanaan listrik yang murah dan hemat serta dalam rangka mengelaborasi master
plan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia; (d) peningkatan kapasitas sarana
dan prasarana energi dan ketenagalistrikan serta; (e) restrukturisasi kelembagaan termasuk
penyempurnaan regulasi untuk mengakomodasikan perkembangan sektor energi dan
ketenagalistrikan.
Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) di
masing‐masing sub bidang adalah: (a) melanjutkan reformasi strategis kelembagaan dan peraturan
perundang‐undangan pada sektor dan lintas sektor yang mendorong pelaksanaan KPS, (b)
mempersiapkan proyek KPS yang terintegrasi agar dapat diimplementasikan oleh
Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah secara matang sehingga dapat menekan
biaya transaksi yang tidak perlu, (c) melakukan penguatan peran kelembagaan KPS untuk
meningkatkan efisiensi pengelolaan pelaksanaan KPS dalam menyusun strategi perencanaan dan
prioritas sektor yang akan dikerjasamakan, dan (d) menyediakan fasilitas‐fasilitas untuk mendukung
investasi dalam pembangunan dan pengoperasian proyek KPS, termasuk menyediakan dana
pendukung di dalam APBN.
Strategi yang akan ditempuh adalah: (a) membentuk jejaring dan meningkatkan kapasitas
untuk mendorong perencanaan dan persiapan proyek KPS, melakukan promosi KPS, peningkatan
kapasitas dalam pengembangan, dan memantau pelaksanaan KPS; (b) membentuk fasilitas‐
fasilitas yang mendorong pelaksanaan proyek KPS, seperti: fasilitasi dalam penyediaan tanah dan
pendanaan seperti Infrastructure funds dan guarantee funds; (c) mendorong terbentuknya regulator
ekonomi sektoral yang adil dalam mewakili kepentingan pemerintah, badan usaha, dan konsumen;
(d) memfasilitasi penyelesaian sengketa pelaksanaan proyek KPS secara efisien dan mengikat; (e)
mempersiapkan proyek KPS yang akan ditawarkan secara matang melalui proses perencanaan yang
transparan dan akuntabel; (f) memberi jaminan adanya sistem seleksi dan kompetisi yang adil,
transparan, dan akuntabel; (g) meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana daerah melalui
peningkatan pengeluaran pemerintah daerah yang didukung oleh kerangka insentif yang lebih baik.
Mempertimbangkan ruang lingkup infrastruktur yang cukup luas, arah kebijakan dan
strategi dalam meningkatkan KPS diuraikan sebagai berikut :
1. Pengembangan sumber daya air yang berkelanjutan, untuk mendorong peran swasta dan
masyarakat dalam penyediaan saluran pembawa air baku yang didukung melalui penetapan
hak guna air, peningkatan jaminan atas resiko oleh pemerintah, dan peningkatan willingness
to pay bagi penerima manfaat. Strategi pelaksanaan kebijakan tersebut adalah: (a)
menyusun peraturan perundangan yang menjamin swasta untuk dapat berpartisipasi
dalam penyediaan infrastruktur sumber daya air; (b) mengembangkan inovasi sumber
pendanaan termasuk penyediaan dukungan pemerintah; (c) mengembangkan kegiatan yang
terpadu antara sumber penyediaan air baku dengan sistem penyediaan air minum pada
kawasan komersial (termasuk water conveyance).
2. Pembangunan transportasi berkelanjutan melalui: (a) reformasi kelembagaan dan
peraturan perundang‐undangan, (b) melakukan bundling dan unbundling proyek KPS sektor
transportasi dan menyediakan fasilitas‐fasilitas pendukung kelayakan proyek untuk lebih
menarik untuk swasta dalam KPS. Strategi untuk pelaksanaan arah kebijakan tersebut
adalah: (a) melibatkan berbagai sumber pendanaan dalam pembiayaan pembangunan
infrastruktur transportasi termasuk dana pembiayaan infrastruktur, perbankan, pasar modal,
dana pensiun, asuransi, dan obligasi, baik domestik maupun internasional; (b) penerapan
tarif yang bersifat pemulihan biaya dan kepastian penerapan tarif berkala, dengan
mempertimbangkan aspek sosioekonomi dan kemampuan daya beli masyarakat, dan
penerapan manajemen resiko yang tepat; (c) pemberdayaan Simpul KPS (s) dan peningkatan
kapasitas fungsi regulator ekonomi dan penanggung jawab proyek serta reposisi BUMN
sektor transportasi sebagai operator sepenuhnya (bukan sebagai regulator); dan (d)
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐5
LAPORAN AKHIR
3.
4.
5.
6.
mengembangkan bundling dan unbundling pembangunan infrastruktur transportasi, yakni
bundling dengan pengembangan pusat kegiatan, kawasan industri, kawasan ekonomi khusus,
kawasan perdagangan bebas, atau sektor infrastruktur lainnya, dan unbundling melalui
penyediaan dukungan pemerintah, baik langsung maupun tidak langsung, yang bersumber
dari APBN/APBD dan/atau pinjaman/hibah luar negeri untuk penyediaan prasarana non
komersial termasuk lahan, sedangkan dana pihak swasta digunakan untuk membiayai
infrastruktur komersial.
Penyediaan air minum dengan mengembangkan inovasi pendanaan yang disesuaikan dengan
modalitas proyek. Strategi pelaksanaan kebijakan tersebut adalah mengembangkan bundling
untuk sistem penyediaan air minum, seperti instalasi pengolahan air (IPA), transmisi, dan
distribusi khususnya dalam skala kawasan komersial, dan unbundling untuk penyediaan air
minum yang paling komersial, seperti water meter.
Pembangunan persampahan yang berkelanjutan dengan meningkatkan peran aktif
masyarakat dan dunia usaha sebagai mitra pengelolaan. Strategi yang ditempuh antara
lain: (a) pengurangan timbulan sampah melalui penerapan prinsip 3R (reuse, reduce and
recycle), dan mendorong pengunaan kemasan pembungkus yang ramah lingkungan; (b)
pengelolaan persampahan secara profesional, melalui pemasaran bisnis persampahan
pada masyarakat dan swasta; (c) perkuatan lembaga pengelolaan sampah untuk peningkatan
pelayanan persampahan dalam satu wilayah; (d) pemberian jaminan kepastian hukum
kerjasama pengelolaan sampah antarpemda dalam pengelolaan akhir sampah bersama
dan antara pemda dengan swasta; (e) mengembangkan sistem tarif (tipping fee) yang
mempertimbangkan pemulihan biaya dan kemampuan APBD dan masyarakat di daerah;
serta (f) mengembangkan bundling untuk sistem pengelolaan sampah, seperti pengumpulan,
pengangkutan, dan pengolahan akhir sampah, khususnya dalam skala kawasan komersial,
serta pentahapan (unbundling) untuk sistem pengelolaan persampahan yang paling
komersial, sehingga menarik bagi masyarakat dan swasta.
Pembangunan komunikasi dan informatika melalui: (a) pembukaan peluang usaha bagi
badan usaha secara kompetitif, tidak diskriminatif, dan transparan dalam penyediaan sarana
dan prasarana dan layanan komunikasi dan informatika termasuk di wilayah
nonkomersial; (b) penyederhanaan perizinan, antara lain melalui penerapan unified
access licensing; (c) pengembangan skema KPS dalam penyelenggaraan komunikasi dan
informatika selain skema perizinan (licensing) dengan memperhatikan pengelolaan risiko
antara pemerintah dan badan usaha berdasarkan prinsip pengalokasian risiko kepada pihak
yang paling mampu mengendalikan resiko; serta (d) pemberian insentif/stimulus bagi
penyelenggara untuk pembangunan di wilayah nonkomersial.
Pembangunan prasarana ketenagalistrikan nasional dengan meningkatkan
diversifikasi dalam pemanfaatan energi non‐minyak khususnya untuk pembangkit tenaga
listrik, yang dikaitkan dengan penurunan tarif dan upaya mitigasi perubahan iklim (climate
change) dan pembangunan berkelanjutan. Strategi yang akan diterapkan adalah: (1)
memberi kepastian hukum yang adil kepada badan usaha dalam penyediaan tenaga
listrik sesuai UU Ketenagalistrikan yang baru; (2) meningkatkan kualitas standar dan prosedur
penyiapan proyek yang dapat diterima semua pihak; (3) memberi kepastian yang adil dalam
kesepakatan kedua belah pihak dalam perjanjian kerjasama proyek dan perjanjian jual beli
energi atau tenaga listrik dengan memperhatikan pengelolaan resiko yang adil dan tepat
serta mengikutsertakan pemerintah daerah; (4) mendorong usaha penyediaan
ketenagalistrikan pada pembangkitan, transmisi, distribusi dan penjualan tenaga listrik
yang dilakukan baik secara terintegrasi maupun secara terpisah.
Di samping itu, dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur dalan RPJM periode
2010‐2014 yang sekaligus mendukung pengembangan pada 6 koridor utama ekonomi dan program
kluster‐4 meliputi program : rumah sangat murah, kendaraan angkutan umum murah, air bersih
untuk rakyat, serta listrik murah dan hemat, maka pada RKP 2012 diupayakan beberapa inisiatif baru
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐6
LAPORAN AKHIR
yaitu percepatan pembangunan beberapa pelabuhan di 6 (enam) koridor utama ekonomi dan
percepatan penyelesaian pembangunan jalan tol Trans Jawa.
C. Masterplan
Indonesia
Percepatan
dan
Perluasan
Pembangunan
Ekonomi
Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang‐Undang
No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025, maka visi
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah “Mewujudkan Masyarakat
Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”. Melalui langkah MP3EI, percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun
2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250 – USD 15.500 dengan nilai total
perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 – 4,5 Triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan
pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen pada periode 2011–2014, dan sekitar 8,0 – 9,0
persen pada periode 2015 – 2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh
penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011 – 2014 menjadi 3,0 persen pada 2025.
Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju.
Gambar 3.1. Aspirasi Pencapaian PDB Indonesia
1.
2.
3.
Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu:
Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari
pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui
penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar‐
kawasan pusat‐pusat pertumbuhan ekonomi.
Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar
domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional.
Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun
pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation‐
driven economy.
Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia didukung oleh
potensi demografi, kekayaan sumber daya alam serta posisi geografis Indonesia.
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐7
LAPORAN AKHIR
Potensi Indonesia
1.
Penduduk dan Sumber Daya Manusia
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk ke‐4 terbesar di dunia. Penduduk yang
besar dengan daya beli yang terus meningkat adalah pasar yang potensial, sementara itu jumlah
penduduk yang besar dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang terus membaik adalah
potensi daya saing yang luar biasa Indonesia tengah berada dalam periode transisi struktur penduduk
usia produktif. Pada kurun waktu 2020 – 2030, penurunan indeks (ratio) ketergantungan Indonesia
(yang sudah berlangsung sejak tahun 1970) akan mencapai angka terendah. Implikasi penting dari
kondisi ini adalah semakin pentingnya penyediaan lapangan kerja agar perekonomian dapat
memanfaatkan secara maksimal besarnya porsi penduduk usia produktif. Lebih penting lagi, bila
tingkat pendidikan secara umum diasumsikan terus membaik, produktivitas perekonomian negara
ini sesungguhnya dalam kondisi premium, dimana hal tersebut akan sangat bermanfaat untuk tujuan
percepatan maupun perluasan pembangunan ekonomi.
2.
Sumber Daya Alam
Indonesia adalah negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam, baik yang terbarukan
(hasil bumi) maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral). Kekayaan sumber daya
alam yang dimiliki Indonesia harus dapat dikelola seoptimal mungkin, dengan meningkatkan
industri pengolahan yang memberikan nilai tambah tinggi dan mengurangi ekspor bahan mentah.
Sampai tahun 2010, Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia untuk
berbagai komoditas, antara lain kelapa sawit (penghasil dan eksportir terbesar di dunia), kakao
(produsen terbesar kedua di dunia), timah (produsen terbesar kedua di dunia), nikel (cadangan
terbesar ke empat di dunia) dan bauksit (cadangan terbesar ke tujuh di dunia) serta komoditas
unggulan lainnya seperti besi baja, tembaga, karet dan perikanan. Indonesia juga memiliki cadangan
energi yang sangat besar seperti misalnya batubara, panas bumi, gas alam, dan air yang sebagian
besar dimanfaatkan untuk mendukung industri andalan seperti tekstil, perkapalan, peralatan
transportasi dan makanan‐ minuman.
3.
Letak Geografis
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah dengan panjang
mencapai 5.200 km dan lebar mencapai 1.870 km. Lokasi geografisnya juga sangat strategis
(memiliki akses langsung ke pasar terbesar di dunia) karena Indonesia dilewati oleh satu Sea Lane of
Communication (SLoC), yaitu Selat Malaka, di mana jalur ini menempati peringkat pertama dalam
jalur pelayaran kontainer global (lihat Gambar 1.6). Berdasarkan data United Nations Environmental
Programme (UNEP, 2009) terdapat 64 wilayah perairan Large Marine Ecosystem (LME) di
seluruh dunia yang disusun berdasarkan tingkat kesuburan, produktivitas, dan pengaruh
perubahan iklim terhadap masing‐masing LME. Indonesia memiliki akses langsung kepada 6
(enam) wilayah LME yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar, yaitu: LME
34 – Teluk Bengala; LME 36 – Laut Cina Selatan; LME 37 – Sulu Celebes; LME 38 – Laut‐laut
Indonesia; LME 39 – Arafura – Gulf Carpentaria; LME 45 – Laut Australia Utara. Sehingga, peluang
Indonesia untuk mengembangkan industri perikanan tangkap sangat besar.
Tantangan Indonesia
Walaupun potensi ini merupakan keunggulan Indonesia, namun keunggulan tersebut
tidak akan terwujud dengan sendirinya. Sejumlah tantangan harus dihadapi untuk
merealisasikan keunggulan tersebut, sebagaimana diuraikan berikut ini. Struktur ekonomi Indonesia
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐8
LAPORAN AKHIR
saat ini masih terfokus pada pertanian dan industri yang mengekstraksi dan mengumpulkan hasil
alam. Industri yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah produk, proses produksi dan
distribusi di dalam negeri masih terbatas. Selain itu, saat ini terjadi kesenjangan pembangunan antara
Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia. Hal ini tidak bisa dibiarkan berlanjut ke generasi yang
akan datang. Harus pula dipahami bahwa upaya pemerataan pembangunan tidak akan
terwujud dalam jangka waktu singkat. Namun begitu, upaya tersebut harus dimulai melalui
upaya percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia sebagai titik awal menuju
Indonesia yang lebih merata. Tantangan lain dari suatu negara besar seperti Indonesia adalah
penyediaan infrastruktur untuk mendukung aktivitas ekonomi. Infrastruktur itu sendiri memiliki
spektrum yang sangat luas. Satu hal yang harus mendapatkan perhatian utama adalah infrastruktur
yang mendorong konektivitas antar wilayah sehingga dapat mempercepat dan
memperluas pembangunan ekonomi Indonesia. Penyediaan infrastruktur yang mendorong
konektivitas akan menurunkan biaya transportasi dan biaya logistik sehingga dapat meningkatkan
daya saing produk, dan mempercepat gerak ekonomi. Termasuk dalam infrastruktur konektivitas ini
adalah pembangunan jalur transportasi dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta seluruh
regulasi dan aturan yang terkait dengannya. Kualitas sumber daya manusia juga masih menjadi
tantangan Indonesia. Saat ini sekitar 50 % tenaga kerja di Indonesia masih berpendidikan sekolah
dasar dan hanya sekitar 8 % persen yang berpendidikan diploma/sarjana. Kualitas sumber daya
manusia ini sangat terkait dengan kualitas sarana pendidikan, kesehatan, dan akses ke
infrastruktur dasar.
Indonesia sedang menghadapi urbanisasi yang sangat cepat. Jika pada tahun 2010 sebanyak
53 persen penduduk Indonesia tinggal di kawasan perkotaan, maka BPS memprediksi bahwa pada
tahun 2025 penduduk di kawasan perkotaan akan mencapai 65 persen. Implikasi langsung yang
harus diantisipasi akibat urbanisasi adalah terjadinya peningkatan pada pola pergerakan,
berubahnya pola konsumsi dan struktur produksi yang berdampak pada struktur
ketenagakerjaan, meningkatnya konflik penggunaan lahan, dan meningkatnya kebutuhan dukungan
infrastruktur yang handal untuk mendukung distribusi barang dan jasa. Sebagai negara
kepulauan, Indonesia juga menghadapi tantangan akibat perubahan iklim global. Beberapa
indikator perubahan iklim yang berdampak signifikan terhadap berlangsungnya kehidupan manusia
adalah : kenaikan permukaan air laut, kenaikan temperatur udara, perubahan curah hujan, dan
frekuensi perubahan iklim yang ekstrem. Demikian pula, pengaruh kombinasi peningkatan
suhu rata‐rata wilayah, tingkat presipitasi wilayah, intensitas kemarau/banjir, dan akses ke air
bersih, menjadi tantangan bagi percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia.
Dengan seluruh potensi dan tantangan yang telah diuraikan di atas, Indonesia membutuhkan
percepatan transformasi ekonomi agar kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dapat diwujudkan
lebih dini. Perwujudan itulah yang akan diupayakan melalui langkah‐langkah percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia. Untuk itu dibutuhkan perubahan pola pikir (mindset)
yang didasari oleh semangat “Not Business As Usual”.
Perubahan pola pikir paling mendasar adalah pemahaman bahwa pembangunan ekonomi
membutuhkan kolaborasi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan
Swasta (dalam semangat Indonesia Incorporated). Perlu dipahami juga kemampuan pemerintah
melalui ABPN dan APBD dalam pembiayaan pembangunan sangat terbatas. Di sisi lain, semakin
maju perekonomian suatu negara, maka semakin kecil pula proporsi anggaran pemerintah
dalam pembangunan ekonomi. Dinamika ekonomi suatu negara pada akhirnya akan tergantung
pada dunia usaha yang mencakup BUMN, BUMD, dan swasta domestik dan asing.
Pemahaman tersebut harus direfleksikan dalam kebijakan Pemerintah. Regulasi yang ada
seharusnya dapat mendorong partisipasi dunia usaha secara maksimal untuk membangun berbagai
macam industri dan infrastruktur yang diperlukan. Karena itu percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia memerlukan evaluasi terhadap seluruh kerangka regulasi yang
ada, dan kemudian langkah‐langkah strategis diambil untuk merevisi dan merubah regulasi sehingga
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐9
LAPORAN AKHIR
mendorong partisipasi maksimal yang sehat dari dunia usaha. Semangat Not Business As Usual juga
harus terefleksi dalam elemen penting pembangunan, terutama penyediaan infrastruktur. Pola
pikir masa lalu mengatakan bahwa infrastruktur harus dibangun menggunakan anggaran
Pemerintah. Akibat anggaran Pemerintah yang terbatas, pola pikir tersebut berujung pada
kesulitan memenuhi kebutuhan infrastruktur yang memadai bagi perekonomian yang berkembang
pesat. Saat ini telah didorong pola pikir yang lebih maju dalam penyediaan infrastruktur melalui
model kerjasama pemerintah dan swasta atau Public‐Private Partnership (PPP).
Namun demikian, untuk mempercepat implementasi MP3EI, perlu juga dikembangkan
metode pembangunan infrastruktur sepenuhnya oleh dunia usaha yang dikaitkan dengan
kegiatan produksi. Peran Pemerintah adalah menyediakan perangkat aturan dan regulasi yang
memberi insentif bagi dunia usaha untuk membangun kegiatan produksi dan infrastruktur tersebut
secara paripurna. Insentif tersebut dapat berupa kebijakan (sistem maupun tarif) pajak, bea masuk,
aturan ketenagakerjaan, perizinan, pertanahan, dan lainnya, sesuai kesepakatan dengan dunia
usaha. Perlakuan khusus diberikan agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam
pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Selanjutnya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah harus membangun linkage semaksimal mungkin untuk mendorong pembangunan daerah
sekitar pusat pertumbuhan ekonomi.
Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama
yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi
perubahan/revisi terhadap peraturan perundang‐undangan yang perlu dilakukan maupun
pemberlakuan peraturan‐perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan
perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen
perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005 – 2025 (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional, namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus
untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. MP3EI juga dirumuskan dengan
memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN‐GRK) karena merupakan komitmen
nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global.
Gambar 3.2. Posisi MP3EI dalam Rencana Pembangunan Pemerintah
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐10
LAPORAN AKHIR
D. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia
(MP3KI)
Sejak tahun 2010, penurunan kemiskinan melambat, secara absolut menurun sekitar 1
juta penduduk miskin per tahun. Tingkat kemiskinan pada bulan Maret 2013 sebesar 11,37% atau
28,07 juta jiwa. Berkurang 0,59 juta jiwa dibandingkan tahun 2012 (target RKP 2014 sebesar 9,5%‐
10,5%).
Pelambatan tersebut diakibatkan oleh permasalahan antara lain :
1.
2.
3.
4.
Perencanaan dan/atau pelaksanaan program/ kegiatan penanggulangan kemiskinan
belum optimal yaitu:
Menyangkut ketidaktepatan sasaran, ketidakpaduan lokasi dan waktu, dan
koordinasi antar program/ kegiatan maupun program/ kegiatan pemerintah pusat dan
daerah yang belum selaras;
Program‐program pro‐rakyat Klaster‐4 belum terlaksana secara sistematis dan
terstruktur;
Penyediaan pelayanan dasar di daerah tertinggal, terisolir/ terpencil, daerah
perbatasan masih belum efektif;
Peran dan kapasitas TKPKD di beberapa daerah belum optimal;
Pemekaran wilayah yang terus menerus menyulitkan dalam perencanaan dan
penganggaran.
Social exclusion (marjinalisasi), seperti kepada penduduk: disable, lansia,
berpenyakit kronis, non‐ktp, dan kelompok rentan lainnya.
Kebijakan makro yang kurang optimal dalam mendukung upaya penanggulangan
kemiskinan.
Sebagian masyarakat masih memiliki kesadaran yang rendah untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka, termasuk yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan ibu dan anak.
Disamping permasalahan tersebut terdapat juga tantangan dalam penanggulangan
kemiskinan yaitu :
Pertumbuhan ekonomi masih belum mampu menyerap tenaga kerja penduduk
miskin, seperti di pertanian;
Pertumbuhan penduduk relatif cukup besar;
Petani dan nelayan dihadapkan pada lahan usaha yang terbatas serta
terjadinya perubahan iklim;
Kapasitas dan peluang usaha masyarakat miskin masih rendah;
Laju urbanisasi yang pesat memperparah kemiskinan perkotaan;
Peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor formal menghadapi tantangan isu
ketenagakerjaan;
Masih banyak daerah terisolir, dengan akses pelayanan dasar rendah;
Belum tersedianya Jaminan Perlindungan Sosial yang komprehensif.
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) dirancang
dengan memiliki visi yaitu mandiri, maju, adil dan makmur. Misi yang akan diwujudkan adalah
sejahtera, bebas dari kemiskinan absolut, dan memiliki kapabilitas penghidupan yang tinggi dan
berkelanjutan. Dalam mencapai visi dan misi tersebut, strategi yang utama yang digunakan meliputi :
Mengembangkan sistem perlindungan sosial nasional
Meningkatkan pelayanan dasar bagi masyarakat miskin dan rentan
Mengembangkan penghidupan berkelanjutan
Sesuai dengan agenda RPJMN 2010‐2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan
upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua
upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐11
LAPORAN AKHIR
dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok
masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI
bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:
a.
b.
c.
Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang
Bab 3
Arahan Kebijakan dan Rencana
Strategis Infrastruktur Bidang
Cipta Karya
3.1
Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan
Arahan Penataan Ruang
3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena
turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan,
maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya Kementerian PU
berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.
A. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
RPJPN 2005‐2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen
perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara
menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005‐2025. Dalam
dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang
Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal
sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air
minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat
serta kebutuhan sektor‐sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi,
pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan
tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan
pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air,
serta kesehatan.
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1)
peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan
sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3)
penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4)
penyediaan sumber‐sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi
masyarakat miskin.
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan
adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.
Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana
dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin
ditingkatkan terutama untuk proyek‐proyek yang bersifat komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap
tahapan RPJMN, yaitu :
RPJMN ke 2 (2010‐2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui
percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara
pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐1
LAPORAN AKHIR
RPJMN ke 3 (2015‐2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus
meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan
berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong
terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.
RPJMN ke 4 (2020‐2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.
B. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2020
RPJMN 2010‐2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010
menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi
masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak
sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi
masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana
dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase. Dokumen RPJMN juga
menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode 2010‐2014, yaitu:
a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian
akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non‐perpipaan terlindungi 38 %.
b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014, yang
ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat (off‐site)
bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota
sebesar 5 % maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 % serta
penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on‐site)
yang layak bagi 90 % total penduduk.
c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah
perkotaan.
d. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk
meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang
memadai, melalui:
a. menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah;
b. memastikan ketersediaan air baku air minum;
c. meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman;
d. meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air limbah,
dan pengelolaan persampahan;
e. meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi;
f. meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman;
g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS);
h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur;
i. meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta;
j. mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.
Sejalan dengan arah kebijakan pembangunan jangka menengah 2010‐2014 dan ralam
rangka untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan Tahun 2012, maka arah kebijakan
pembangunan infrastruktur difokuskan pada: (1) Meningkatkan pelayanan infrastruktur sesuai
dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM), (2) Mendukung peningkatan daya saing sektor riil, dan (3)
Meningkatkan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan
pelayanan infrastruktur sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk Tahun 2012
diprioritaskan pada penyediaan infrastruktur dasar untuk mendukung peningkatan kesejahteraan
melalui peningkatan aksesibilitas terhadap infrastruktur, peningkatan pengelolaan pelayanan
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐2
LAPORAN AKHIR
infrastrukur, dan peningkatan SDM dan Kelembagaan, yang akan dilakukan melalui :
Meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas masyarakat terhadap :
a. pelayanan transportasi kepada seluruh lapisan masyarakat dan jaminan
keberlanjutannya melalui rehabilitasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana
transportasi; pelayanan transportasi perintis di wilayah terpencil, pedalaman dan
perbatasan dan public service obligation (PSO) untuk angkutan penumpang kelas
ekonomi perkeretaapian dan angkutan laut;
b.
penyediaan data serta informasi dalam rangka pengelolaan sumber daya air secara
terpadu, efektif, efisien dan berkelanjutan, dengan: (1) mendorong terbentuknya
jaringan informasi sumber daya air antar seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders); (2) membangun dan mengoptimalkan jaringan basis data antar seluruh
stakeholders dan menetapkan standar, kodifikasi, klasifikasi, proses dan
metode/prosedur pengumpulan dan penyebaran data dan informasi; dan (3) melakukan
collecting, updating dan sinkronisasi data serta informasi secara rutin dari
instansi/lembaga terkait;
c. kelistrikan desa termasuk daerah tertinggal dan terpencil serta pengembangan jaringan
gas kota melalui peningkatan pembangunan dan pemanfaatan energi terbarukan;
d. (1) hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah; (2)
penyediaan layanan air minum dan sanitasi yang layak melalui penyediaan perangkat
peraturan, memastikan ketersediaan air baku air minum; meningkatkan kinerja
manajemen penyelenggara penyedia/operator; mengembangkan alternatif sumber
pendanaan; dan meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta; (3) penyediaan air
minum layak sesuai target MDG’s melalui: (a) pemenuhan kebutuhan pokok rumah
tangga terutama di wilayah rawan air, wilayah tertinggal, dan wilayah strategis; (b)
meningkatkan pembangunan tampungan‐tampungan dan saluran pembawa air baku; (c)
prasarana, sarana dasar, dan utilitas umum yang memadai dan terpadu dengan
pengembangan kawasan perumahan dalam rangka mewujudkan kota tanpa permukiman
kumuh.
e. menutup wilayah blank spot informasi melalui pemerataan penyediaan
infrastruktur dan layanan komunikasi dan informatika; serta peningkatan jangkauan dan
mempertahankan keberlanjutan layanan komunikasi dan informatika di wilayah
perbatasan, perdesaan, terpencil, dan wilayah non komersial lain.
Penyediaan dan penambahan fasilitas keselamatan transportasi yang memenuhi standar
keselamatan internasional, guna mendukung penurunan tingkat fatalitas kecelakaan sebesar
50 persen dari kondisi saat ini, yang didorong melalui pendanaan Dana Alokasi Khusus (DAK);
serta peralatan pencarian dan penyelamatan (SAR) dalam operasi penanganan kecelakaan
transportasi dan bantuan SAR dalam penanggulangan bencana dan musibah lainnya.
Mendukung pembangunan berkelanjutan dan rendah karbon, melalui pengembangan
infrastruktur yang ramah lingkungan, mempertimbangkan daya dukung lingkungan, serta
dalam rangka mitigasi dan adaptasi perubahan iklim maupun peningkatan keselamatan dan
kualitas kondisi lingkungan;
Meningkatkan profesionalisme dan kinerja kelembagaan dan pengelolaan
infrastruktur melalui : (1) pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta
pembinaan teknis SDM tentang pelayanan operasional infrastruktur transportasi,
ketenagalistrikan dan energi, dan sumber daya air, serta sertifikasi berstandar internasional di
bidang TIK: (2) mempercepat penyelesaian peraturan pemerintah dan pedoman teknis lainnya
sebagai turunan UU bidang transportasi dan UU di bidang Sumber Daya Air; (3) mendorong
penerapan standarisasi dan sertifikasi peralatan, kewajiban sertifikasi laik operasi, sertifikasi
kompetensi bagi tenaga teknik, dan sertifikasi bagi badan usaha serta penerapan standar baku
mutu lingkungan; (4) meningkatkan komunikasi, kerjasama, koordinasi antarlembaga dan
antarwadah pengelolaan sumber daya air yang telah terbentuk; (5) melanjutkan proses
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐3
LAPORAN AKHIR
peningkatan kapasitas kelembagaan pengelolaan infrastruktur sumber daya air dan
peningkatan pemberdayaan serta partisipasi masyarakat terutama di tingkat kabupaten/kota;
(6) mempercepat penyelesaian rancangan pola pengelolaan sumber daya air yang berbasiskan
wilayah sungai dan lingkungan yang terpadu antar sektor dan tata guna lahan, dan
pengembangan wilayahnya, baik yang menjadi kewenangan pusat, provinsi maupun
kabupaten.
Arah kebijakan dalam rangka mendukung peningkatan daya saing sektor riil diprioritaskan
pada penyediaan sarana dan prasarana yang mampu menjamin kelancaran distribusi barang, jasa,
dan informasi untuk meningkatkan daya saing produk nasional, yang dilakukan melalui :
1. Percepatan pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang difokuskan pada 6 koridor
utama pengembangan ekonomi serta yang mendukung pengembangan daerah pariwisata
dan sentra‐sentra produksi pangan dan pertanian, energi, dan industri;
2. Pengembangan transportasi umum massal di wilayah perkotaan yang dapat memberikan
pelayanan yang aman, nyaman, efisien, lebih ramah lingkungan, dan harga terjangkau
sesuai dengan cetak biru transportasi perkotaan;
3. Peningkatan keterpaduan sarana dan prasarana penghubung antar‐pulau dan antarmoda
yang terintegrasi sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru transportasi
multimoda;
4. Memenuhi tuntuan kompatibilitas global yang memperkuat daya saing nasional dengan
menempatkan jaringan transportasi nasional sebagai subsistem dari jaringan global
dan regional, sehingga standar sistem operasi, standar keselamatan, dan kualitas
pelayanan dapat memenuhi standar internasional.
5. Mendorong efisiensi transportasi barang dan penumpang terutama dari aspek
penegakan hukum, deregulasi pungutan dan retribusi di jalan, serta penataan jaringan
dan ijin trayek yang terpadu serta akuntabel.
6. Pembangunan sarana dan prasarana pengendali banjir dan pengamanan pantai, terutama
pada daerah perkotaan dan pusat‐pusat perekonomian melalui: (1) percepatan pelaksanaan
penanganan DAS Bengawan Solo secara terpadu; (2) rehabilitasi sarana dan prasarana
pengendali banjir untuk pemulihan pasca bencana; (3) mengoptimalkan dan
mengefektifkan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengendali
banjir; (4) meningkatkan pembangunan dan optimalisasi fungsi sarana/prasarana
pengamanan pantai yang telah ada; (5) adaptasi dan mitigasi perubahan iklim guna
mengoptimalkan upaya pengendalian banjir dan pengamanan pantai; dan (6)
meningkatkan koordinasi antar kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan masyarakat
dalam penyelesaian permasalahan sosial dan lingkungan dalam pembangunan
infrastruktur sumber daya air sesuai prinsip‐prinsip pembangunan berkelanjutan.
7. Pembangunan komunikasi dan informatika diarahkan kepada: (a) memperkuat konektivitas
nasional secara virtual (virtual domestic connectivity) melalui pengembangan infrastruktur
broadband nasional baik jaringan backbone maupun lasemile termasuk mendorong
penetrasi broadband sebagai bentuk universal service melalui pemanfaatan ICT Fund
dan mempercepat penetrasi siaran TV digital; (b) memperkuat komunikasi dan pertukaran
informasi antar instansi pemerintah melalui pengembangan e‐government secara
nasional; (c) meningkatkan e‐literasi melalui peningkatan kualitas SDM TIK termasuk
aparatur pemerintah; dan (d) mendukung pengembangan industri manufaktur TIK dalam
negeri.
Pembangunan energi dan ketenagalistrikan yang diarahkan pada: (a) diversifikasi energi serta
peningkatan efisiensi dan konservasi energi yang diarahkan guna penganekaragaman pemanfaatan
energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan, sehingga dicapai optimasi penyediaan
energi regional dan nasional termasuk upaya menjamin ketersediaan pasokan domestik dalam
rangka mendukung pembangunan berkelanjutan termasuk pembangunan rendah emisi dan ramah
lingkungan; (b) kebijakan harga energi yang menitikberatkan pada nilai keekonomian agar tercipta
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐4
LAPORAN AKHIR
efisiensi ekonomi dengan tetap memperhatikan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat: (c)
kebijakan dan pelaksanaan listrik yang murah dan hemat serta dalam rangka mengelaborasi master
plan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia; (d) peningkatan kapasitas sarana
dan prasarana energi dan ketenagalistrikan serta; (e) restrukturisasi kelembagaan termasuk
penyempurnaan regulasi untuk mengakomodasikan perkembangan sektor energi dan
ketenagalistrikan.
Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) di
masing‐masing sub bidang adalah: (a) melanjutkan reformasi strategis kelembagaan dan peraturan
perundang‐undangan pada sektor dan lintas sektor yang mendorong pelaksanaan KPS, (b)
mempersiapkan proyek KPS yang terintegrasi agar dapat diimplementasikan oleh
Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah secara matang sehingga dapat menekan
biaya transaksi yang tidak perlu, (c) melakukan penguatan peran kelembagaan KPS untuk
meningkatkan efisiensi pengelolaan pelaksanaan KPS dalam menyusun strategi perencanaan dan
prioritas sektor yang akan dikerjasamakan, dan (d) menyediakan fasilitas‐fasilitas untuk mendukung
investasi dalam pembangunan dan pengoperasian proyek KPS, termasuk menyediakan dana
pendukung di dalam APBN.
Strategi yang akan ditempuh adalah: (a) membentuk jejaring dan meningkatkan kapasitas
untuk mendorong perencanaan dan persiapan proyek KPS, melakukan promosi KPS, peningkatan
kapasitas dalam pengembangan, dan memantau pelaksanaan KPS; (b) membentuk fasilitas‐
fasilitas yang mendorong pelaksanaan proyek KPS, seperti: fasilitasi dalam penyediaan tanah dan
pendanaan seperti Infrastructure funds dan guarantee funds; (c) mendorong terbentuknya regulator
ekonomi sektoral yang adil dalam mewakili kepentingan pemerintah, badan usaha, dan konsumen;
(d) memfasilitasi penyelesaian sengketa pelaksanaan proyek KPS secara efisien dan mengikat; (e)
mempersiapkan proyek KPS yang akan ditawarkan secara matang melalui proses perencanaan yang
transparan dan akuntabel; (f) memberi jaminan adanya sistem seleksi dan kompetisi yang adil,
transparan, dan akuntabel; (g) meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana daerah melalui
peningkatan pengeluaran pemerintah daerah yang didukung oleh kerangka insentif yang lebih baik.
Mempertimbangkan ruang lingkup infrastruktur yang cukup luas, arah kebijakan dan
strategi dalam meningkatkan KPS diuraikan sebagai berikut :
1. Pengembangan sumber daya air yang berkelanjutan, untuk mendorong peran swasta dan
masyarakat dalam penyediaan saluran pembawa air baku yang didukung melalui penetapan
hak guna air, peningkatan jaminan atas resiko oleh pemerintah, dan peningkatan willingness
to pay bagi penerima manfaat. Strategi pelaksanaan kebijakan tersebut adalah: (a)
menyusun peraturan perundangan yang menjamin swasta untuk dapat berpartisipasi
dalam penyediaan infrastruktur sumber daya air; (b) mengembangkan inovasi sumber
pendanaan termasuk penyediaan dukungan pemerintah; (c) mengembangkan kegiatan yang
terpadu antara sumber penyediaan air baku dengan sistem penyediaan air minum pada
kawasan komersial (termasuk water conveyance).
2. Pembangunan transportasi berkelanjutan melalui: (a) reformasi kelembagaan dan
peraturan perundang‐undangan, (b) melakukan bundling dan unbundling proyek KPS sektor
transportasi dan menyediakan fasilitas‐fasilitas pendukung kelayakan proyek untuk lebih
menarik untuk swasta dalam KPS. Strategi untuk pelaksanaan arah kebijakan tersebut
adalah: (a) melibatkan berbagai sumber pendanaan dalam pembiayaan pembangunan
infrastruktur transportasi termasuk dana pembiayaan infrastruktur, perbankan, pasar modal,
dana pensiun, asuransi, dan obligasi, baik domestik maupun internasional; (b) penerapan
tarif yang bersifat pemulihan biaya dan kepastian penerapan tarif berkala, dengan
mempertimbangkan aspek sosioekonomi dan kemampuan daya beli masyarakat, dan
penerapan manajemen resiko yang tepat; (c) pemberdayaan Simpul KPS (s) dan peningkatan
kapasitas fungsi regulator ekonomi dan penanggung jawab proyek serta reposisi BUMN
sektor transportasi sebagai operator sepenuhnya (bukan sebagai regulator); dan (d)
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐5
LAPORAN AKHIR
3.
4.
5.
6.
mengembangkan bundling dan unbundling pembangunan infrastruktur transportasi, yakni
bundling dengan pengembangan pusat kegiatan, kawasan industri, kawasan ekonomi khusus,
kawasan perdagangan bebas, atau sektor infrastruktur lainnya, dan unbundling melalui
penyediaan dukungan pemerintah, baik langsung maupun tidak langsung, yang bersumber
dari APBN/APBD dan/atau pinjaman/hibah luar negeri untuk penyediaan prasarana non
komersial termasuk lahan, sedangkan dana pihak swasta digunakan untuk membiayai
infrastruktur komersial.
Penyediaan air minum dengan mengembangkan inovasi pendanaan yang disesuaikan dengan
modalitas proyek. Strategi pelaksanaan kebijakan tersebut adalah mengembangkan bundling
untuk sistem penyediaan air minum, seperti instalasi pengolahan air (IPA), transmisi, dan
distribusi khususnya dalam skala kawasan komersial, dan unbundling untuk penyediaan air
minum yang paling komersial, seperti water meter.
Pembangunan persampahan yang berkelanjutan dengan meningkatkan peran aktif
masyarakat dan dunia usaha sebagai mitra pengelolaan. Strategi yang ditempuh antara
lain: (a) pengurangan timbulan sampah melalui penerapan prinsip 3R (reuse, reduce and
recycle), dan mendorong pengunaan kemasan pembungkus yang ramah lingkungan; (b)
pengelolaan persampahan secara profesional, melalui pemasaran bisnis persampahan
pada masyarakat dan swasta; (c) perkuatan lembaga pengelolaan sampah untuk peningkatan
pelayanan persampahan dalam satu wilayah; (d) pemberian jaminan kepastian hukum
kerjasama pengelolaan sampah antarpemda dalam pengelolaan akhir sampah bersama
dan antara pemda dengan swasta; (e) mengembangkan sistem tarif (tipping fee) yang
mempertimbangkan pemulihan biaya dan kemampuan APBD dan masyarakat di daerah;
serta (f) mengembangkan bundling untuk sistem pengelolaan sampah, seperti pengumpulan,
pengangkutan, dan pengolahan akhir sampah, khususnya dalam skala kawasan komersial,
serta pentahapan (unbundling) untuk sistem pengelolaan persampahan yang paling
komersial, sehingga menarik bagi masyarakat dan swasta.
Pembangunan komunikasi dan informatika melalui: (a) pembukaan peluang usaha bagi
badan usaha secara kompetitif, tidak diskriminatif, dan transparan dalam penyediaan sarana
dan prasarana dan layanan komunikasi dan informatika termasuk di wilayah
nonkomersial; (b) penyederhanaan perizinan, antara lain melalui penerapan unified
access licensing; (c) pengembangan skema KPS dalam penyelenggaraan komunikasi dan
informatika selain skema perizinan (licensing) dengan memperhatikan pengelolaan risiko
antara pemerintah dan badan usaha berdasarkan prinsip pengalokasian risiko kepada pihak
yang paling mampu mengendalikan resiko; serta (d) pemberian insentif/stimulus bagi
penyelenggara untuk pembangunan di wilayah nonkomersial.
Pembangunan prasarana ketenagalistrikan nasional dengan meningkatkan
diversifikasi dalam pemanfaatan energi non‐minyak khususnya untuk pembangkit tenaga
listrik, yang dikaitkan dengan penurunan tarif dan upaya mitigasi perubahan iklim (climate
change) dan pembangunan berkelanjutan. Strategi yang akan diterapkan adalah: (1)
memberi kepastian hukum yang adil kepada badan usaha dalam penyediaan tenaga
listrik sesuai UU Ketenagalistrikan yang baru; (2) meningkatkan kualitas standar dan prosedur
penyiapan proyek yang dapat diterima semua pihak; (3) memberi kepastian yang adil dalam
kesepakatan kedua belah pihak dalam perjanjian kerjasama proyek dan perjanjian jual beli
energi atau tenaga listrik dengan memperhatikan pengelolaan resiko yang adil dan tepat
serta mengikutsertakan pemerintah daerah; (4) mendorong usaha penyediaan
ketenagalistrikan pada pembangkitan, transmisi, distribusi dan penjualan tenaga listrik
yang dilakukan baik secara terintegrasi maupun secara terpisah.
Di samping itu, dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur dalan RPJM periode
2010‐2014 yang sekaligus mendukung pengembangan pada 6 koridor utama ekonomi dan program
kluster‐4 meliputi program : rumah sangat murah, kendaraan angkutan umum murah, air bersih
untuk rakyat, serta listrik murah dan hemat, maka pada RKP 2012 diupayakan beberapa inisiatif baru
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐6
LAPORAN AKHIR
yaitu percepatan pembangunan beberapa pelabuhan di 6 (enam) koridor utama ekonomi dan
percepatan penyelesaian pembangunan jalan tol Trans Jawa.
C. Masterplan
Indonesia
Percepatan
dan
Perluasan
Pembangunan
Ekonomi
Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang‐Undang
No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025, maka visi
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah “Mewujudkan Masyarakat
Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”. Melalui langkah MP3EI, percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun
2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250 – USD 15.500 dengan nilai total
perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 – 4,5 Triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan
pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen pada periode 2011–2014, dan sekitar 8,0 – 9,0
persen pada periode 2015 – 2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh
penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011 – 2014 menjadi 3,0 persen pada 2025.
Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju.
Gambar 3.1. Aspirasi Pencapaian PDB Indonesia
1.
2.
3.
Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu:
Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari
pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui
penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar‐
kawasan pusat‐pusat pertumbuhan ekonomi.
Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar
domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional.
Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun
pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation‐
driven economy.
Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia didukung oleh
potensi demografi, kekayaan sumber daya alam serta posisi geografis Indonesia.
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐7
LAPORAN AKHIR
Potensi Indonesia
1.
Penduduk dan Sumber Daya Manusia
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk ke‐4 terbesar di dunia. Penduduk yang
besar dengan daya beli yang terus meningkat adalah pasar yang potensial, sementara itu jumlah
penduduk yang besar dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang terus membaik adalah
potensi daya saing yang luar biasa Indonesia tengah berada dalam periode transisi struktur penduduk
usia produktif. Pada kurun waktu 2020 – 2030, penurunan indeks (ratio) ketergantungan Indonesia
(yang sudah berlangsung sejak tahun 1970) akan mencapai angka terendah. Implikasi penting dari
kondisi ini adalah semakin pentingnya penyediaan lapangan kerja agar perekonomian dapat
memanfaatkan secara maksimal besarnya porsi penduduk usia produktif. Lebih penting lagi, bila
tingkat pendidikan secara umum diasumsikan terus membaik, produktivitas perekonomian negara
ini sesungguhnya dalam kondisi premium, dimana hal tersebut akan sangat bermanfaat untuk tujuan
percepatan maupun perluasan pembangunan ekonomi.
2.
Sumber Daya Alam
Indonesia adalah negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam, baik yang terbarukan
(hasil bumi) maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral). Kekayaan sumber daya
alam yang dimiliki Indonesia harus dapat dikelola seoptimal mungkin, dengan meningkatkan
industri pengolahan yang memberikan nilai tambah tinggi dan mengurangi ekspor bahan mentah.
Sampai tahun 2010, Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia untuk
berbagai komoditas, antara lain kelapa sawit (penghasil dan eksportir terbesar di dunia), kakao
(produsen terbesar kedua di dunia), timah (produsen terbesar kedua di dunia), nikel (cadangan
terbesar ke empat di dunia) dan bauksit (cadangan terbesar ke tujuh di dunia) serta komoditas
unggulan lainnya seperti besi baja, tembaga, karet dan perikanan. Indonesia juga memiliki cadangan
energi yang sangat besar seperti misalnya batubara, panas bumi, gas alam, dan air yang sebagian
besar dimanfaatkan untuk mendukung industri andalan seperti tekstil, perkapalan, peralatan
transportasi dan makanan‐ minuman.
3.
Letak Geografis
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah dengan panjang
mencapai 5.200 km dan lebar mencapai 1.870 km. Lokasi geografisnya juga sangat strategis
(memiliki akses langsung ke pasar terbesar di dunia) karena Indonesia dilewati oleh satu Sea Lane of
Communication (SLoC), yaitu Selat Malaka, di mana jalur ini menempati peringkat pertama dalam
jalur pelayaran kontainer global (lihat Gambar 1.6). Berdasarkan data United Nations Environmental
Programme (UNEP, 2009) terdapat 64 wilayah perairan Large Marine Ecosystem (LME) di
seluruh dunia yang disusun berdasarkan tingkat kesuburan, produktivitas, dan pengaruh
perubahan iklim terhadap masing‐masing LME. Indonesia memiliki akses langsung kepada 6
(enam) wilayah LME yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar, yaitu: LME
34 – Teluk Bengala; LME 36 – Laut Cina Selatan; LME 37 – Sulu Celebes; LME 38 – Laut‐laut
Indonesia; LME 39 – Arafura – Gulf Carpentaria; LME 45 – Laut Australia Utara. Sehingga, peluang
Indonesia untuk mengembangkan industri perikanan tangkap sangat besar.
Tantangan Indonesia
Walaupun potensi ini merupakan keunggulan Indonesia, namun keunggulan tersebut
tidak akan terwujud dengan sendirinya. Sejumlah tantangan harus dihadapi untuk
merealisasikan keunggulan tersebut, sebagaimana diuraikan berikut ini. Struktur ekonomi Indonesia
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐8
LAPORAN AKHIR
saat ini masih terfokus pada pertanian dan industri yang mengekstraksi dan mengumpulkan hasil
alam. Industri yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah produk, proses produksi dan
distribusi di dalam negeri masih terbatas. Selain itu, saat ini terjadi kesenjangan pembangunan antara
Kawasan Barat dan Kawasan Timur Indonesia. Hal ini tidak bisa dibiarkan berlanjut ke generasi yang
akan datang. Harus pula dipahami bahwa upaya pemerataan pembangunan tidak akan
terwujud dalam jangka waktu singkat. Namun begitu, upaya tersebut harus dimulai melalui
upaya percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia sebagai titik awal menuju
Indonesia yang lebih merata. Tantangan lain dari suatu negara besar seperti Indonesia adalah
penyediaan infrastruktur untuk mendukung aktivitas ekonomi. Infrastruktur itu sendiri memiliki
spektrum yang sangat luas. Satu hal yang harus mendapatkan perhatian utama adalah infrastruktur
yang mendorong konektivitas antar wilayah sehingga dapat mempercepat dan
memperluas pembangunan ekonomi Indonesia. Penyediaan infrastruktur yang mendorong
konektivitas akan menurunkan biaya transportasi dan biaya logistik sehingga dapat meningkatkan
daya saing produk, dan mempercepat gerak ekonomi. Termasuk dalam infrastruktur konektivitas ini
adalah pembangunan jalur transportasi dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta seluruh
regulasi dan aturan yang terkait dengannya. Kualitas sumber daya manusia juga masih menjadi
tantangan Indonesia. Saat ini sekitar 50 % tenaga kerja di Indonesia masih berpendidikan sekolah
dasar dan hanya sekitar 8 % persen yang berpendidikan diploma/sarjana. Kualitas sumber daya
manusia ini sangat terkait dengan kualitas sarana pendidikan, kesehatan, dan akses ke
infrastruktur dasar.
Indonesia sedang menghadapi urbanisasi yang sangat cepat. Jika pada tahun 2010 sebanyak
53 persen penduduk Indonesia tinggal di kawasan perkotaan, maka BPS memprediksi bahwa pada
tahun 2025 penduduk di kawasan perkotaan akan mencapai 65 persen. Implikasi langsung yang
harus diantisipasi akibat urbanisasi adalah terjadinya peningkatan pada pola pergerakan,
berubahnya pola konsumsi dan struktur produksi yang berdampak pada struktur
ketenagakerjaan, meningkatnya konflik penggunaan lahan, dan meningkatnya kebutuhan dukungan
infrastruktur yang handal untuk mendukung distribusi barang dan jasa. Sebagai negara
kepulauan, Indonesia juga menghadapi tantangan akibat perubahan iklim global. Beberapa
indikator perubahan iklim yang berdampak signifikan terhadap berlangsungnya kehidupan manusia
adalah : kenaikan permukaan air laut, kenaikan temperatur udara, perubahan curah hujan, dan
frekuensi perubahan iklim yang ekstrem. Demikian pula, pengaruh kombinasi peningkatan
suhu rata‐rata wilayah, tingkat presipitasi wilayah, intensitas kemarau/banjir, dan akses ke air
bersih, menjadi tantangan bagi percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia.
Dengan seluruh potensi dan tantangan yang telah diuraikan di atas, Indonesia membutuhkan
percepatan transformasi ekonomi agar kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dapat diwujudkan
lebih dini. Perwujudan itulah yang akan diupayakan melalui langkah‐langkah percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia. Untuk itu dibutuhkan perubahan pola pikir (mindset)
yang didasari oleh semangat “Not Business As Usual”.
Perubahan pola pikir paling mendasar adalah pemahaman bahwa pembangunan ekonomi
membutuhkan kolaborasi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan
Swasta (dalam semangat Indonesia Incorporated). Perlu dipahami juga kemampuan pemerintah
melalui ABPN dan APBD dalam pembiayaan pembangunan sangat terbatas. Di sisi lain, semakin
maju perekonomian suatu negara, maka semakin kecil pula proporsi anggaran pemerintah
dalam pembangunan ekonomi. Dinamika ekonomi suatu negara pada akhirnya akan tergantung
pada dunia usaha yang mencakup BUMN, BUMD, dan swasta domestik dan asing.
Pemahaman tersebut harus direfleksikan dalam kebijakan Pemerintah. Regulasi yang ada
seharusnya dapat mendorong partisipasi dunia usaha secara maksimal untuk membangun berbagai
macam industri dan infrastruktur yang diperlukan. Karena itu percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia memerlukan evaluasi terhadap seluruh kerangka regulasi yang
ada, dan kemudian langkah‐langkah strategis diambil untuk merevisi dan merubah regulasi sehingga
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐9
LAPORAN AKHIR
mendorong partisipasi maksimal yang sehat dari dunia usaha. Semangat Not Business As Usual juga
harus terefleksi dalam elemen penting pembangunan, terutama penyediaan infrastruktur. Pola
pikir masa lalu mengatakan bahwa infrastruktur harus dibangun menggunakan anggaran
Pemerintah. Akibat anggaran Pemerintah yang terbatas, pola pikir tersebut berujung pada
kesulitan memenuhi kebutuhan infrastruktur yang memadai bagi perekonomian yang berkembang
pesat. Saat ini telah didorong pola pikir yang lebih maju dalam penyediaan infrastruktur melalui
model kerjasama pemerintah dan swasta atau Public‐Private Partnership (PPP).
Namun demikian, untuk mempercepat implementasi MP3EI, perlu juga dikembangkan
metode pembangunan infrastruktur sepenuhnya oleh dunia usaha yang dikaitkan dengan
kegiatan produksi. Peran Pemerintah adalah menyediakan perangkat aturan dan regulasi yang
memberi insentif bagi dunia usaha untuk membangun kegiatan produksi dan infrastruktur tersebut
secara paripurna. Insentif tersebut dapat berupa kebijakan (sistem maupun tarif) pajak, bea masuk,
aturan ketenagakerjaan, perizinan, pertanahan, dan lainnya, sesuai kesepakatan dengan dunia
usaha. Perlakuan khusus diberikan agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam
pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Selanjutnya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah harus membangun linkage semaksimal mungkin untuk mendorong pembangunan daerah
sekitar pusat pertumbuhan ekonomi.
Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama
yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi
perubahan/revisi terhadap peraturan perundang‐undangan yang perlu dilakukan maupun
pemberlakuan peraturan‐perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan
perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen
perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005 – 2025 (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional, namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus
untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. MP3EI juga dirumuskan dengan
memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN‐GRK) karena merupakan komitmen
nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global.
Gambar 3.2. Posisi MP3EI dalam Rencana Pembangunan Pemerintah
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐10
LAPORAN AKHIR
D. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia
(MP3KI)
Sejak tahun 2010, penurunan kemiskinan melambat, secara absolut menurun sekitar 1
juta penduduk miskin per tahun. Tingkat kemiskinan pada bulan Maret 2013 sebesar 11,37% atau
28,07 juta jiwa. Berkurang 0,59 juta jiwa dibandingkan tahun 2012 (target RKP 2014 sebesar 9,5%‐
10,5%).
Pelambatan tersebut diakibatkan oleh permasalahan antara lain :
1.
2.
3.
4.
Perencanaan dan/atau pelaksanaan program/ kegiatan penanggulangan kemiskinan
belum optimal yaitu:
Menyangkut ketidaktepatan sasaran, ketidakpaduan lokasi dan waktu, dan
koordinasi antar program/ kegiatan maupun program/ kegiatan pemerintah pusat dan
daerah yang belum selaras;
Program‐program pro‐rakyat Klaster‐4 belum terlaksana secara sistematis dan
terstruktur;
Penyediaan pelayanan dasar di daerah tertinggal, terisolir/ terpencil, daerah
perbatasan masih belum efektif;
Peran dan kapasitas TKPKD di beberapa daerah belum optimal;
Pemekaran wilayah yang terus menerus menyulitkan dalam perencanaan dan
penganggaran.
Social exclusion (marjinalisasi), seperti kepada penduduk: disable, lansia,
berpenyakit kronis, non‐ktp, dan kelompok rentan lainnya.
Kebijakan makro yang kurang optimal dalam mendukung upaya penanggulangan
kemiskinan.
Sebagian masyarakat masih memiliki kesadaran yang rendah untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka, termasuk yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan ibu dan anak.
Disamping permasalahan tersebut terdapat juga tantangan dalam penanggulangan
kemiskinan yaitu :
Pertumbuhan ekonomi masih belum mampu menyerap tenaga kerja penduduk
miskin, seperti di pertanian;
Pertumbuhan penduduk relatif cukup besar;
Petani dan nelayan dihadapkan pada lahan usaha yang terbatas serta
terjadinya perubahan iklim;
Kapasitas dan peluang usaha masyarakat miskin masih rendah;
Laju urbanisasi yang pesat memperparah kemiskinan perkotaan;
Peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor formal menghadapi tantangan isu
ketenagakerjaan;
Masih banyak daerah terisolir, dengan akses pelayanan dasar rendah;
Belum tersedianya Jaminan Perlindungan Sosial yang komprehensif.
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) dirancang
dengan memiliki visi yaitu mandiri, maju, adil dan makmur. Misi yang akan diwujudkan adalah
sejahtera, bebas dari kemiskinan absolut, dan memiliki kapabilitas penghidupan yang tinggi dan
berkelanjutan. Dalam mencapai visi dan misi tersebut, strategi yang utama yang digunakan meliputi :
Mengembangkan sistem perlindungan sosial nasional
Meningkatkan pelayanan dasar bagi masyarakat miskin dan rentan
Mengembangkan penghidupan berkelanjutan
Sesuai dengan agenda RPJMN 2010‐2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan
upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua
upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan
Review RPIJM Kabupaten Bojonegoro Tahun 2017‐2021
III‐11
LAPORAN AKHIR
dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok
masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI
bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:
a.
b.
c.
Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang