KONSEP SAUDARA SEPERSUSUAN DALAM TEORI MUFASSIR SAYYID QUTHUB DAN HAMKA.

(1)

1

KONSEP SAUDARA SEPERSUSUAN DALAM TEORI

MUFASSIR SAYYID QUTHUB DAN HAMKA

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Stara Satu (S-I) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh :

MUFAROKHAH

(E73212107)

JURUSAN ILMU ALQURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Peneliti dengan nama Mufarokhah jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir, dengan judul Konsep Saudara Sepersusuan Dalam Mufassir Sayyid Quthub dan Hamka.

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana penafsiran Sayyid Quthub dan Hamka terkait dengan saudara sepersusuan atau rad}a‘ah ? 2) Bagaimana pendekatan teori yang digunakan Sayyid Quthub dan Hamka yang menyebabkan kedua mufassir tersebut berbeda pendapat ketika menafsirkan ayat terkait dengan saudara sepersusuan?.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status saudara sepersusuan terkait dengan Bank ASI dilihat dari penafsiran Sayyid Quthub dan Hamka

Penelitian ini dilakukan karena masih banyaknya manusia yang meremehkan akan hal yang sepeleh seperti halnya saudara sepersusuan. Dimana orang menganggap bahwa orang yang mempunyai hubungan saudara sepersusuan adalah ketika bayi tersebut dirawat oleh perempuan lain dan bayi tersebut diberikan ASI baik ASI tersebut dikasihkan melalui botol maupun dikasihkan bayi tersebut secara langsung.

Penelitian ini bersifat penelitian kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan metode diskriptif-kualitatif yaitu semua data yang terkumpul baik primer maupun sekunder diklasifikasi dan dianalisis sesuai dengan sub bahasan masing-masing. Selanjutnya dilakukan penelitian dengan melihat fenomena sosial yang dihubungkan dengan pendekatan teori Sayyid Quthub dan Hamka.

Hasil penelitian menyimpulkan Dalam penafsiran, menurut Sayyid Quthub yang dimaksud saudara sepersusuan adalah ketika bayi tersebut menetek langsung kepada perempuan lain dan jika bayi tersebut disusukan kepada perempuan lain itu tidak secara langsung maka bayi tersebut tidak dianggap saudara sepersusuan. Sedangkan menurut Hamka bahwa yang dimaksud saudara sepersusuan adalah ketika bayi tersebut disusukan oleh perempuan lain baik melalui putingnya perempuan tersebut secara langsung maupun tidak langsung. Jadi antara kedua mufassir tersebut mempunyai perbedaan pendapat terkait dengan saudara sepersusuan. Maka jika hal tersebut dihubungkan dengan fenomena zaman sekarang bahwa adnya proses Bank ASI dimana seorang Ibu mendonorkan ASI nya kepada rumahsakit tersebut dengan tujuan nantinya akan diberikan bayi yang membutuhkan ASI tersebut. Dalam kasus yang seperti itu menurut Hamka bayi yang disusukan kepada orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung atau melalui Bank ASI maka bayi tersebut masih tetap dianggap saudara sepersusuan karena memang zaman dahulu kasus yang seperti itu masih belum ada dan pada zaman yang modern ini Bank ASI sudah banyak bermunculan. Sedangkan menurut Sayyid Quthub ketika ASI tersebut dikasihkan tidak secara langsung mellaui putingnya seorang perempuan maka tidak dikatakan saudara sepersusuan karena bayi tersebut tidak secara langsung mencucup ASI itu. Jadi jika dihubungkan dengan Bank ASI maka menurut Sayyid Quthub ketika bayi diberi ASI lewat Bank ASI tidak termasuk saudara sepersusuan.


(6)

ABSTRAK ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iv

PENGESAHAN SKRIPSI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 6

C.Rumusan Masalah ... 7

D.Tujuan Masalah ... 7

E. Kegunaan Penelitian ... 8

F. Penegasan Judul ... 8


(7)

H.Metodologi Penelitian ... 14

I. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II SAUDARA SEPERSUSUAN A. rad}a‘ahatau Sepersusuan ... 16

B. ASI ... 25

C. Bank ASI ... 35

BAB III BIOGRAFI MUFASSIR SAYYID QUTHUB DAN HAMKA BERSERTA PENAFSIRAN TERKAIT DENGAN SAUDARA SEPERSUSUAN DALAM TAFSIR FI DZILAL ALQURAN DAN AL-AZHAR A. Biografi Tokoh ... ... 37

1. Sayyid Quthub ... 37

2. Hamka ... 60

B. Tafisir Ayat-Ayat Terkait Dengan Saudara Sepersusuan... ... 75

1. Ayat dan terjemah ... 75

2. Munasabah ... 77

3. Asbab an-nuzul ... 77

4. Penafsiran Sayyid Quthub dan Hamka ... 78

BAB IV ANALISIS TERHADAP TAFSIR FIDZILAL ALQURAN DAN AL-AZHAR TENTANG SAUDARA SEPERSUSUAN A. Konsep Saudara Sepersusuan Menurut Mufassir Sayyid Quthub dan Hamka Dalam Tafsir Fii Dzilal Alquran dan Al-Azhar ... 97


(8)

1. Persamaan ... 100 2. Perbedaan ... 102

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 105 B. Saran ... 106 DAFTAR PUSTAKA ... 108


(9)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menyusui anak bagi setiap ibu dengan cara memberikan air susu ibu (ASI), merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan dan kalangan hidup manusia di dunia ini. ASI merupakan minuman dan makanan pokok bagi setiap anak yang baru lahir.Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh pakar kesehatan menunjukkan bahwa anak-anak yang dimasa bayinya mengkonsumsi ASI jauh lebih cerdas, lebih sehat, dan lebih kuat daripada anak-anak yang dimasa kecilnya tidak menerimaASI.1 Mengenai keharusan ibu untuk menyusui anak telah dijelaskan dalam firman Allah surat al-Baqarah ayat 233:

                   

: رق لا( 322 )

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan2

Ayat diatas telah dijelaskan bahwa kewajiban seorang ibu untuk menyusui anaknya, dari situ banyak ulama berbeda pendapat menurut madzab Maliki seorang ibu wajib menyusui anaknya, sedangkan menurut jumhur ulama perintah terkait dengan menyusui anak merupakan anjuran bagi seorang ibu dalam arti lain seorang ibu di sunnahkan untuk menyusui

1

Abdul Hakim Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, Alih Bahasa Abdul Rahman, (Jakarta: Fikahati Aneska, 1993), 30.

2

Fadhlul Rahman, Alquran dan Terjemahnya al-Juma>natul„Ali>, ( Jakarta: CV-Penerbit


(10)

anaknya.3 Terkait dengan pendapatpara jumhur tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa seorang ibu ketika tidak mau menyusui anaknya maka boleh menyerahkan anak tersebut terhadap orang lain untuk disusui. Dalam hal ini hukum islam menyebutkan degan istilah ra

d}

a‘

(persusuan).

Ra

d}

a‘ah

diambil dari kata bahasa arab yang artinya penyusuan anak atau bayi,4 sedangkan yang dimaksud ra

d}

a‘ah

(penyusuan) menurut jumhur fuqoha‟ ialah segala sesuatu yang sampai keperut bayi melalui kerongkongan atau melalui jalan lainya, dengan cara menghisap atau yang lainya.5 Sedangkan proses penyusuan dengan cara menuangkan ASI kedalam mulut tanpa melalui penyusuan disebut al-wuju>r, dan menuangkan ASI melalui hidung tanpa melalui penyusuan disebut al-sau>r. Terkait dengan al-wuju>r dan al-sau>r ini banyak perbedaan pendapat yang menyebabkan hubungan mahrom atau nasab antara perempuan yang memiliki air susu dan bayi yang mengisap atau meminum susu dengan cara tersebut.

Sementara menurut Ata‟ dan Imam Dawud, al-wuju>r tidak menyebabkan hubungan kemahraman sebab proses al-wujur tidak menetek secara langsung terhadap tetek sang ibu.6 Sedangkan menurut madzab zahiriyah tidak ada yang mengharamkan sebab susuan kecuali proses penyusuan yang menetek langsung terhadap tetek sang ibu. Jadi yang

3

Al-Sabuni, Rawaihul Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam, (Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, tt), 276.

4

Ahsin W. al-Hafidz, Kamus Ilmu Alquran, ( Wonosobo Jawa Tengah: Amzah, 241. 5

Zakariyah al-Ansari, Fath al-Wahab, (Bairut: Dar al-Fikr, tt), 1: 112. 6


(11)

3

dimaksud penyusuan adalah pengisapan air susu melalui tetek seorang ibu.7

Perbedaan pendapat dikalangan para ulama dalam mendefinisikan persusuan merupakan bahwa persoalan persusuan tidak hanya dipandang dari aspek air susu yang dikonsumsi oleh bayi tersebut, akan tetapi juga harus melihat dan memperhatikan bagaimana proses yang digunakan dalam persusuan , seperti halnya menetek langsung atau menuangkan air susu ibu tersebut kedalam botol. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah surat an-Nisa‟ ayat 23:













































































































































Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah

7

Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, cet ke-5, Alih Bahasa, Abdul Ghafur,(Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2006), 193.


(12)

terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.8

Ayat tersebut menjelaskan dari berbagai macam orang yang haram dinikahi diantara salah satunya haram menikahi saudara perempuan sepersusuan. Dari ayat itu sudah jelas bahwa saudara sepersusuan itu haram dinikahi, akan tetapi dalam hal penafsiran para mufassir mempunyai bermacam-macam pendapat terkait dengan hal tersebut disebabkan dengan perkembangan zaman sekarang banyak orang yang bertingkah aneh bahkan banyak orang yang melakukan hal yang menyimpang.

Menurut Sayyid Quthub yang dikatakan audara sepersusuan yaitu baik orang tersebut menyusu atau menetek langsung ke sang Ibu ataupun susu tersebut ditampung dibotol kemudian baru diminum itu tetap dikatakan saudara sepersusuan.9

Sedangkan menurut penafsiran Hamka seseorang dikatakan saudara sepersusuan jika orang tersebut langsung menyusu atau menetek secara langsung kepada seorang Ibu, jadi ketika seseorang minta air susuitu dengan cara ditabung didalam botol susu maka itu bukan dikatakan saudara sepersusuan karena susu yang diminum itu tidak diterima secara langsung dari buah susu seorang ibu tersebut.10

8

Fadhlul Rahman, Alquran dan Terjemahnya al-Juma>natul„Ali>, ( Jakarta: CV-Penerbit

J-Art, 2004), 81. 9

Sayyid Quthub, Tafsir Fi dzilali Alquran, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 313. 10


(13)

5

Dari kedua mufassir itu tampaknya berbeda pendapat terkait dengan saudara sepersusuan tersebut, dan sampai sekarang masih diperdebatkan terkait dengan hal tersebut, karena banyak fenomena dizaman sekarang ketika seorang ibu sebagai wanita karir yang mempunyai seorang bayi dan membutuhkan air susu Ibu tersebut kebanyakan bayi itu disusukan kepada Ibu yang lainya dengan alasan untuk menjaga kesehatan seorang bayi tersebut. Bahkan ada banyak kasus yang terkait dengan bank ASI dimana bank asi tersebut adalah suatu tempat penampungan ASI untuk diperjual belikan kepada ibu yang tidak sanggup atau tidak bisa menyusui bayinya sendiri.

Dari beberapa kasus seperti itu maka penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut, selain itu juga antara mufasir satu dengan yang lainnya tentunnya mempunyai perbedaan pendapat baik dari segi makna maupun metode yang digunakan dalam menafsirkan sebuah ayat tersebut terutama pada topik kali ini yaitu tentang saudara sepersusuan.Para mufassir ketika menafsirkan sebuah ayat pastinya mempunyai metode yang berbeda untuk bisa dijadikan argumen. Untuk itu penulis akan mencari perbedaan maupun persamaan metode yang digunakan para mufassir sehingga pendapat yang sudah dijadikan pedoman para mufassir tersebut juga bisa ditrima oleh berbagai para ulama atau umat yang lain.

Karena zaman sekarang banyak orang yang menyalahgunakan penafsiran yang sudah beredar dikalangan masyarakat setempat. Maka penulis akan mencoba menganalisis metode yang diterapkan oleh para


(14)

mufassir salah satunya adalah Sayyid Quthub dan Hamka karena kedua mufassir tersebut berbeda pendapat terkait dengan tema yang sudah tertera diatas.

B. Identifikasi Maslah dan Batasan Masalah

Dari pemaparan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang timbul terkait dengan saudara sepersusuan baik persusuan yang di lakukan secara langsung maupun tidak langsung dalam Alquran meliputi:

1. Apa definisi ASI? 2. Apa fugsi ASI?

3. Seberapa besar kadar ASI yang menyebabkan kemahraman?

4. Apa pengaruh ASI terhadap pembentukan organ tubuh manusia ditinjau dari segi ilmu kedokteran?

5. Apa pengertian saudara sepersusuan?

6. Ada berapa syarat-syarat dan rukun rodlo‟ah? 7. Bagaimana proses sepersusuan?

8. Bagaimana proses bank ASI?

9. Bagaimana cara Ibu ketika memberikan ASI kepada si bayi tersebut 10. Bagaimana biografi Sayyid Quthub dan Hamka?

11. Metode apa yang digunakan Sayyid Quthub dan Hamka untuk menafsirkan ayat-ayat yang terkait dengan tema diatas?


(15)

7

12. Apa perbedaan dan persamaan teori yang digunakan Sayyid Quthub dan Hamka sehingga keduanya memiliki perbedaan dan persamaan dalam menafsirkan sebuah ayat?

Dari identifikasi di atas penulis hanya fokus pada ASI dan pendapat kedua mufassir yaitu Sayyid Quthub dan Hamka terkait dengan penafsiran ayat tentang ra

d}

a‘ah

.

C. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas, peneliti dapat merumuskan beberapa permasalahan untuk memperkuat fokus penelitian ini, di antaranya:

1. Bagaimana penafsiran Sayyid Quthub dan Hamka terkait dengan

ra

d}a‘ah

?

2. Bagaimana pendekatan teori yang digunakanHamka dan Sayyid Quthub yang menyebabkan kedua mufassir tersebut berebeda pendapat ketika menafsirkan ayat terkait dengan saudara sepersusuan?

D. Tujuan Masalah

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, di antaranya:

1. Untuk mengetahui penafsiran Sayyid Quthub dan Hamka terkait dengan ra

d}a‘ah

2. Untuk mengetahui pendekatan teori yang digunakan Sayyid Quthub dan Hamka untuk menafsirkan ayat terkait dengan sepersusuan


(16)

E. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini mempunyai kegunaan secara praktis dan teoritis. Adapun kegunaan tersebut ialah sebagai berikut:

1. Kegunaan secara teoritis

Menambah wawasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam penleitian tafsir yang terkait dengan penelitian mufassir serta menambah pemahaman tentang metode yang diterapkan kedua mufassirantara Sayyid Quthub dan Hamka sehingga bisa menginterpretasikan penafsiran sesuai pemaknaan yang semestinya terkait dengan saudara sepersusuan.

2. Kegunaan secara praktis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai ilmu penegtahuan yang memberikan informasi yang valid sehingga kualitas mufassir tidak diragukan dan bisa dipakai sebagai rujukan karya tulis ilmiah dan sebagainya. Serta memberikan informasi tentang pemaknaan tafsir konsep persusuanyang paling sesuai.

F. Penegasan Judul

Ketidakjelasan maksud dari suatu judul skripsi akan mengakibatkan kesalahpahaman dan timbul pengertian yang tidak utuh dan kabur, bahkan kebanyakan orang menjadi salah tafsir, maka dari itu untuk memperjelas dan mempertegas dari skripsi dengan judul “KONSEP

SAUDARA SEPERSUSUAN DALAM MUFASSIR SAYYID


(17)

9

perkata, sehingga nantinya akan lebih mudah untuk difahami, dengan uraian sebagai berikut:

Konsep :gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

Ra

d}a‘ah

:penyususan atau menyusui bayi yang dilakukan

oleh perempuan selain ibu kandung.

Mufassir :orang yang menerangkan makna atau maksud ayat Alquran atau bisa dikatakan ahli tafsir.

Dapat diambil kesimpulan bahwa dalam judul ini akan menjelaskan tentang gambaran sepersusuan yang sudah dijelaskan dalam Alquran dan pandangan para mufassir terkait dengan ayat tentang ra

d}a‘ah

.

G. Kajian Pustaka

Setelah menelusuri beberapa data yang terkait dalam penelitian ini baik buku maupun skripsi, yaitu sebagai berikut:

1. Skripsi yang ditulis oleh Elis Nuzhatul Fitriyah jurusan muamalah dengan judul “Pendapat Tokoh Agama Terhadap Praktik Jual Beli ASI di Kelurahan Wonorejo Rungkut Surabaya dalam Tinjauan Hukum” pada skripsi tersebut menjelaskan bahwa tokoh agama yang boleh berpendapat bahwa praktek jual beli ASI boleh dilakukan karena adanya faktor kebutuhan ekonomi dan sudah menjadi kebiasaan sebagai masyarakat kelurahan Wonorejo. Selain itu tokoh agama yang tidak membolehkan berpendapat bahwa praktik jual beli ASI dikelurahan


(18)

Wonorejo adalah haram karena obyek jual beli disini adalah ASI yang merupakan salah satu bagian dari anggota tubuh yang haram diperjual belikan disamping itu akad yang digunakan dalam praktek ini adalah akad jual beli yang seharusnya dirubah menjadi akad shodaqah atau ijaroh yang mana pemberian upah atau ujroh diberikan secara sukarela kepada pemberi atau penjual ASI. Sedangkan menurut tinjauan hukum Islam pada dasarnya hukum jual beli ASI adalah haram karena ASI termasuk bagian dari anggota tubuh yang haram diperjual belikan baik secara langsung maupun tidak langsung karena akan berdampak pada hubungan saudara sepersusuan yang haram dinikahi akan tetapi, hal tersebut boleh dilakukan ketika hanya dalam keadaan darurat saja sehingga menyebabkan terjadinya kebiasaan atau adat didaerah setempat tidak dapat dihindari dan Ibu bayi yang membutuhkan ASI tersebut diperbolehkan memberikan upah atau ujrah secara suka rela. 2. Skripsi yang ditulis oleh Subandi jurusan Ahwalus Syahsyiyah dengan

judul “ Analisi Pemikiran Yusuf Qardlowi Tentang Bank ASI dan Implikasinya Terhadap Hukum Rad}a‘ah

pada skripsi tersebut menjelaskan bahwa menurt Yusuf Qardlawi bank ASI boleh didirikan karena tidak ada penghalang untuk melarangnya asalkan sesuai tujuan

masalah syar‟iyyah yaitu membantu bayi yang lahir premature maupun

bayi yang ditinggal mati oleh Ibunya. Sedangkan dalam permasalahan bank ASI terhadap hukum Rad}a‘ah Qardlawi menggunakan ijtihad tarjih intiqa‟i atau selektif yaitu memilih satu pendapat dari beberapa


(19)

11

pendapat terkuat yang terdapat pada warisan fiqih Islam dengan tidak membatasi satu madzab melainkan beberapa madzab sehingga dapat dipilih pendapat yang terkuat dalil dan alasannya dan sesuai dengan kaidah tarjih. Selain itu Yusuf Qardlawi lebih memilih pendapat Lais bin Sa‟id dan Daud bin Ali serta pengikut dari golongan zahiriyyah yaitu Ibn Hazm yang menyatakan bahwa penyusuan yang dianggap benar adalah dengan cara mengisap putting langsung sehingga pandangan Yusuf Qardlawi pada bayi yang menyusu melalui bank ASI tidak dianggap mempunyai hubungan persusuan dengan wanita yang mendonorkan ASI.

3. Jurnal keilmuan tafsir hadis yang diketuai oleh Muhid. Yang didalamnya menjelaskan tentang peningkatan kecerdasan anak melalui pemberian ASI kepada bayi

4. Buku yang dikarang oleh Mahmud Syaltout dan Muhammad Ali as-Sais berjudul “Perbandingan Madzhab dalam masalah fiqh”. Buku ini menjelaskan tentang kadar susu yang mengharamkan nikah

H. Metodologi Penelitian

1. Model Penelitian

Peneliti dalam hal ini akan menggunakan metode komparatif yaitu membandingkan antara dua redaksi yang bermiripan atau lebih, atau membandingkan antara ayat dengan hadis, atau antara berbagai pendapat mufassir dalam menafsirkan suatu ayat sebagai mana yang


(20)

telah disebutkan.11 Dalam hal ini penulis akan mencoba membandingkan antara pendapat mufassir Sayyid Quthub dan Hamka terkait dengan saudara sepersusuan. Karena kedua mufassir tersebut ada sedikit perbedaan pendapat terkait dengan hal tersebut. Baik dari segi penafsiran maupun metode yang diterapkan.

Selain itu penulis juga menggunakan metode analitis yaitu membicarakan asbab al-Nuzul, munasabat, dan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan ayat yang ditafsirkan seperti halnya kosakata, susunan kalimat, dan lain sebagainya.12 Dari pengertian tersebut maka yang paling penting nantinya penulis akan mencari asbab an-Nuzul dari ayat yang berkaitan dengan tema untuk mengetahui asal- usul turunya ayat tersebut, dan munasabah ayat sebelumnya dari ayat yang sudah tertera pada topik pembahasan tersebut.

2. Jenis Penelitian

Penelitian inimenggunakan jenis metode pnelitian library research (penelitian perpustakaan), dengan mengumpulkan data dan informasi dari data-data tertulis baik berupa literatur berbahasa arab maupun literatur berbahasa indonesia yang mempunyai relevansi dengan penelitian.Dalam hal ini penulis akan mengumpulkan data-data yang terkait dengan saudara sepersusuan baik buku tersebut berbahasa arab maupun bahasa yang lainnya, dengan tujuan untuk menemukan berbafai macam informasi terkait dengan tema tersebut.

11

Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Alquran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002), 71.


(21)

13

Selain itu Penelitian ini bersifat kualitatif dimana penelitian yang bertujuan memahami realitas sosial, yaitu melihat dunia dari apa adanya, bukan dunia yang seharusnya, maka seorang peneliti kualitatif haruslah orangyang memiliki sifat open minded.Dari situ penulis nantinya akan mennyelesaikan karya tulis ilmiyah ini dengan berbagai macam cara salah satunnya mencari penafsiran dan biografi mufassir hamka dan sayyid Quthub dengan tujuan mencari kebenaran terkait dengan saudara sepersusuan.

Karenanya, melakukan penelitian kualitatif dengan baik dan benar berarti telah memiliki jendela untuk memahami dunia psikologi dan realitas sosial.Dalam penelitian sosial,masalah penelitian, tema, topik, dan judul penelitian berbeda secara kualitatif maupun kuantitatif.Baik substansial maupun materil kedua penelitian itu berbeda berdasarkan filosofis dan metedologis.13

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik atau cara yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan cara mengumpulkan berbagai data yang terkait dengan fokus permasalahan, kemudian mengklarifikasi sesuai dengan sub bahasan dan penyususnan yang akan digunakan dalam penelitian berdasarkan konsep kerangka penulisan yang telah dipersiapkan sebelumnya. 4. Pengelolahan Data

13

Lexy J. Moleong, Metodologi Peneltian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 4.


(22)

Penulis akan menggunakan beberapa langakah untuk mengelola data yang sudah dikumpulkan tersebut diantaranya sebagai berikut: a. Editing yaitu memeriksa kembali data-data yang dieroleh dari segi

kelengkapan, kesesuaian, kejelasan, relevasi, dan keragamannya. b. Pengorganisasian data yaitu menyususn dan mensistematikan

data-data yang diperoleh dalam sebuah kerangka paparan yang sudah disertakan sebelumnya sesuai dengan rumusan masalah tersebut. 5. Teknik Analisis Data

Menganalisis semua data yang sudah terkumpul baik dari data sekunder maupun data primer sesuai dengan sub bahasan masing-masing. Kemudian melakukan telaah yang lebih dalam atas karya-karya yang memuat obyek penelitian dengan menggunakan analisis ini, dimana suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan yang tersirat dari satu atau beberapa pernyataan.Selain itu analisis itu juga mengkaji bahan dengan tujuan spesifik yang ada dalam benak penelitian.14

6. Sumber Data

Menurut sumbernya, data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi

14


(23)

15

yang dicari.15Sedangkan data sekunder adalah data tangan kedua yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh penelitian dari subyek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud dokumentasi atau data laporan yang tersedia.16

a. Sumber data primer pada peneliti ini meliputi : 1. Tafsir fi dzilal Alquran, oleh Sayyid Quthub 2. Tafsir al-Azhar, oleh Hamka

b. Sumber data sekunder yang meliputi:

1. Relevansi pemikiran Tasawuf Hamka dalam Kehidupan Modern, oleh Sholehan

2. Perbandingan Madzah dalam Masalah Fiqh, oleh Mahmoud Syaltout.

I. Sistematika Pembahasan

Keseluruhan penulisan ini akan disusun dalam rangkaian bab sebagai berikut:

Bab pertama berisi pendahuluan. Pada bab ini akan dikemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Selain itu pada bab ini juga akan dijelaskan pengertian serta dalam bab ini juga digunakan sebagai pedoman, acuan, dan arahan sekaligus target penelitian, agar penelitian dapat terlaksana secara terarah dan pembahasannya tidak melebar.

15

Saifuddin, Metode Penelitian, ( Yogyakarta: Kanisius, 1998), 91.

16


(24)

Bab kedua berisi tentang teori secara umum terkait dengan saudara sepersusuan. Dimana pada bab ini menjelaskan gambaran secara umum tentang saudara sepersusuan, ASI, dan bank ASI.

Bab ketiga membahas tentang biografi tokoh mufassir yaitu Sayyid Quthub dan Hamka disertai dengan karya-karyannya, dan karakteristik penafsiran dari kedua tokoh mufassir yaitu Sayyid Quthub dan Hamka.

Bab keempat berisi tentang analisis gambaran penafsiran Sayyid Quthub dan Hamka, serta perbedaan dan persamaan diantara kedua tokoh tersebut.

Bab kelima membahas penutup, dimana pada bab ini merupakan hasil akhir dari penelitian ini, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.


(25)

17 BAB II

SAUDARA SEPERSUSUAN

A. Rad}a‘ah atau Sepersusuan

1. Definisi rad}a‘ah

rad}a‘ah secara bahasa adalah proses menyedot puting, baik hewan manupun manusia. Sedangkan menurut syara‟ yaitu dengan sampainya air susu manusia pada lambung anak kecil yang belum genap berumur dua tahun.1 Selain itu rad}a‘ah menurut syara‟ juga didefiniskan penyedotan anak yang menyusu pada puting manusia dalam waktu tertentu.2rad}a‘ah merupakan perbuatan yang dilakukan satu kali dalam penyusuan, sebagaimana lafadz d}arbatan (satu kali pukul) jalsatan (satu kali duduk) dan aklatan (satu kali makan), ketika seorang anak kecil menyedot puting susu kemudian meninggalkan dengan kemauannya se ndiri tanpa paksaan maka hal tersebut dinamakan rad}a‘ah.3

Ulama fiqh berpendapat bahwa anak-anak yang belum mencapai umur dua tahun ketika umurnya mencapai usia dua tahun perkembangan biologis anak tersebut ditentukan oleh kadar susu yang

1Abdurrah}man al-jaziri, Kitab al-Fiqh Ala> al-Madzab al-Arbaah, Juz IV, ( Beirut: Da>r al-Fikr), 219

2Abi Atayib Muhammas, „Aun al-Mabu>d, ( Beirut: dzar al-kutub al-„ilmiyayah, 1990) jilid III, 38.

3

Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammas as-Syaukani, Nail al-Aut}ha>r, juz V, (Beirut: Da>r al-Ji>l, 1995), 310.


(26)

diterima. Dengan demikian susuan anak kecil pada masa ini sangat

berpengaruh dalam perkembangan fisik mereka.4

2. Dasar Hukum Rad}a‘ah

Dalil yang menjadi dasar rad}a‘ah bersumber dari:

a. Ayat Alquran surat al-Baqarah ayat 233 dan surat an-Nisa‟ ayat 23

ل ل

َتي أ ارأ ن ل ني ماك نيل َن ل أ نعضري

ۚ عاضَرل

, رق لا)

322

(

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan5

مر

اّب كت خ كتَ ع ك خأ ك اّب كت َمأ كي ع

أل

اّب

خأل

كت َمأ

ٓ تَل

نم ك خأ كّعضرأ

عضَرل

,ءاسّلا)

32

(

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan6

b. Sunnah Rasulullah SAW

نْ ْيع ْسا اّ َ ْر نْب رْي ْ ّ َ

ه ا ْع نْب َ حم اّ َ ْي ارْبا

لْيع ْسا اّ َ رْي نْب

اك ا ْي س نْب رم ْعم اّ َ ْيعس نْب ْي س اّ َ

اق ْ لاق شئاع ْنع رْيب لا نْب ها ْع ْنع كْي م ْ با نْبأ ْنع ْ يا ْنع ا

س اق ) س هْي ع ها ص ها ْ سر

رْي

ْي

هْي ع ها ْ َص َ ّلا َ ا

اتَّ لا َّ لا رح ا اق َس

Bercerita padaku Zuhair Ibn Harb berkata Ismail Ibn Ibrahim dan berkata padaku Muhammad Ibn Abdillah Ibn Numair berkata padaku Ismail dan berkata padaku Suwaid Ibn Said berkata padaku Mu‟tamir Ibn Sulaiman keduanya dari Ayyub dari Ibn Abi Mulaikah dari Abdillah Ibn Zubair dari Ayyub dari Ibn Abi Malikah dari Abdillah Ibn Zubair dari Aisyah berkata Rasulullah SAW bersabda “ tidaklah menimbulkan kemahraman satu kali sedot dan dua kali sedotan”.

4

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, ( Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 1475.

5

Fadhlul Rahman, Alquran dan Terjemahnya al-Juma>natul„Ali>, ( Jakarta: CV-Penerbit J-Art, 2004), 37.


(27)

19

نْب ْ يْحي نْب َ حم اّ َ اَّقْلا

يْحي اّ َ ْر نْب رْي اّ َ

ب با اّ َ ْعس ْنع اعْي ج ر ع نْب رْسي اّ َ عّْقلا ارْ م

ْ با نْب رْك

هَا ْيعس ْي َ ا رْيغ ءا س اَ اّْساب اتق ْنع ا اك بْ رع

رْحي

نْب رباج ْع س ر ع نْب رْسي يا ر ْ ف بسَّلا ْنم رْحي ام عاضَرلا ْنم

. ْي

Bercerita Zuhair Ibn Harb bercerita padaku Yahya yaitu al-Quttan bercerita padaku Muhammad Ibn Yahya Ibn Mihran al-Quta’iy bercerita

padaku Bisyr Ibn Umar bersamaan dari Syu’bah dan bercerita padaku

Abu Bakar Ibn Abi Syaibah bercerita padaku Ali Ibn Musyhir dari Said Ibn Abi Arubah kedua-duannya dari Qatadah dengan sanad Hammam

sama saja selain bahwa hadis Syu’bah pada sabda Rasul: “sesungguhnya

dia (anak perempuan Hamzah adalah anak perempuan saudara sepersusuan sesuatu yang diharamkan sebab persusuan sama dengan yang diharamkan sebab nasab. Dan dala riwayat Bisyr Ibn Umar saya mendengar Jabir Ibn Zaid.7

Riwayat ini memberikan pengertian bahwa hukum rad}a‘ah yang dimaksud diatas adalah haramnya pernikahan, melihat, khalwat, dan bepergian dengan pasangan. Selain itu tidak termasuk seperti halnya warisan, kewajiban memberi nafkah dan memerdekakan budak dan hal-hal yang berhubungan dengan nasab, sehingga hukum mahram dan sebagainya disebabkan melihat pada orang yang menyusui, sehingga kerabatnya termasuk kerabat orang yang menyusu, maka kerabat orang yang menyusui selain daripada anak-anaknya tidak ada hubungan diantara mereka dengan orang yang disusui, maka tidak ada ketentuan hukum diantara mereka.8 Selain itu dalam hadis lain juga disebutkan:

ْ لاق

عاق لجر ْ ْيع َس هْي ع ها َص ها ْ سر َ ع لخ شئاع

َتْساف

ْ خا هَا ها ْ سر اي ْقف ْ لاق هْج ْ ف بضغْلا ْيار هْي ع كل

ا ْر ْا اقف ْ لاق عاضَرلا ْنم

ْنم عاضَرلا ا َاف عاضَرلا ْنم َنك ْخ

ع ا لا

,,,

Aisyah berkata: Rasulullah masuk kepadaku dan disisiku ada lelaki yang duduk. Maka Rasulullah kaget menyaksikan hal itu. Dan saya melihat

7

Muhammad Ibn Ismail al-Kah, subul as-Sala>m, Juz III, (Bandung: Dakhlan, tt), 217.

8


(28)

kemarahan diwajah beliau. Aisyah berkata: saya berkata: Wahai Rasulullah SAW! Dia adalah saudara laki-laki sepersusuan. Aisyah ra

berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ perhatikan saudara laki-laki

kalian, karena saudara persusuan itu akibat kenyangnya menyusu”,,,9

3. Rukun dan Syarat rad}a‘ah

a. Rukun rad}a‘ah

Jumhur Ulama selain Abu Hanifah bahwa rukun rad}a‘ah ada tiga yaitu:

1. Anak yang menyusu 2. Wanita yang menyusui

Wanita yang menyusui menurut beberapa pendapat para ulama disyaratkan adalah seorang wanita, baik dewasa, dalam keadaan haid, hamil atau tidak. Akan tetapi ulama berbeda pendapat tentang air susu dari wanita yang sudah meninggal.10

Menurut Imam Syafi’i susu harus berasal dari wanita yang masih hidup, sedangkan menurut Imam Hanafi dan Malik boleh meskipun tersebut sudah mati.11

3. Air Susu b. Syarat rad}a‘ah

Menurut jumhur ulama syarat sesusuan yang mengharamkan nikah adalah:12

9

Ibid., 217. 10

Ibnu Rusyd, Bida>yah al-Mujtahi>d, juz II, (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah, 1988), 39-40.

11Abdurrah}man Jaziry, Kitab al-Fiqh‘Ala> al-Mazhab al-Arba‘ah, (Beirur: Da>r al-Fikr, tt) , 221-222.

12Wahbah Zuh}aily, al-Fiqh al-Isla>m waAdillatuhu, (Beirut: Da>r al-Fikr al-Maa>s}ir, 1997),


(29)

21

a. Air susu yang diberikan kepada anak susuan harus dihasilkan dari hubungan yang sah. Maksudnya adalah jika air susu itu mengalir bukan disebabkan karena nikah melainkan dari hubungan zina, maka air susu tersebut tidak menyebabkan kemahraman.13

b. Airsusu harus berasal dari seorang wanita baik masih perawan maupun sudah berkeluarga atau janda. Jika yang diminumkan itu selain susu, seperti munum air kuning, darah, atau air muntahan maka tidak haram menikahi, sama halnya jika susu yang diminum itu dari seseorang lelaki, banci, atau dari binatang ternak. Jika ada dua orang bayi lelaki dan perempuan meminum susu kambing maka keduanya tidak menjadi saudara meskipun satu susuan karena susu yang diminum bukan dari seorang wanita. Dan keduanya halal untuk menikah karena tidak terhitung saudara, sedangkan persaudaraan itu cabang dari keibuan. Jika tidak ada pangkal maka tidak ada cabang.14

Ulama Syafi’iyah mensyaratkan wanita yang menyusui itu masih hidup atau sudah cukup umur atau baligh yaitu mencapai usia sekitar tujuh tahun dari hitungan hijriyah. Artinya nikah tidak menjadi manjadi haram dengan meminum susu wanita yang sudah meninggal dunia atau susu perempuan yang belum

13

Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘ala al-Madzabiyah al-Khamsah, (Jakarta: Lentera, 1996), 340.

14


(30)

cukup umur. Akan tetapi jika seorang wanita dewasa memeras air susunya sendiri sebelum meninggal dunia, kemudian susu tersebut diminumkan kepada bayi setelah wanita tersebut meninggal dunia maka menurut pendapat yang sah hukum nikahnya tetap haram karena keluarnya air susu tersebut ketika si wanita dalam keadaan hidup.

Akan tetapi mayoritas ulama tidak mensyaratkan syarat tersebut maksudnya meskipun air susu wanita yang sudah meninggal dan air susu dari anak kecil yang belum mampu melakukan senggama. Akan tetapi jika air susunya diminum dengan alasan karena air susu itu akan menjadi daging dan air susu itu tidak mati.

c. Air susu itu masuk kerongkongan anak, baik melalui isapan langsung dari putting payudara maupun melalui alat penampung susu seperti gelas, botol dan lain-lain. Menurut madzab empat terjadinya rad}a‘ah tidak harus melalui penyedotan pada puting susu, akan tetapi pada sampainya air susu pada lambung bayi yang dapat menumbuhkan tulang dan daging. Namun mereka berbeda pendapat mengenai jalan lewatnya ASI, menurut Imam Malik dan Hanafi harus melewati rongga mulut, sedangkan menurut Hambali adalah sampai pada lambung dan pada perut atau otak besar.15


(31)

23

d. Masuknya air susu boleh melalui jalan mulut ataupun lewat hidung. Para ulama sepakat bahawa pengharaman nikah kerena rad}a‘ah bisa tercapai dengan mengalirnya air susu melalui mulut, dan bisa juga dengan mengalirnya air susu melalui

hidung sampai keotak. Menurut Hanafiyah dan Syafi’yah

dalam pendapat azhar, dan Hanabilah dalam nas Imam Ahmad pengharaman nikah tidak berlaku jika masuknya air susu dengan cara suntikan atau penetesan air susu ke mata, hidung, atau luka ditubuh karena hal tersebut tidak termasuk rad}a‘ah dan tidak disebut juga menyuplai makanan sehingga dalam hal it tidak ditetapkan sebagai hukum rad}a‘ah. Sedangkan menurut Malikiyah berpendapat dikatakan rad}a‘ah dengan suntikan air susu sebagai suplai makanan, bukan hanya sekedar masuknya air susu kedalam perut melalui suntikan.16

e. Air susu yang diminum tidak tercampurkan dengan apapun, maka, jika yang lebih banyak adalah susu wanita tersebut maka diharamkan menikah dari keduanya (yang menyusui dan yang disusui).17 Menurut Hanafiyah dan Malikiyah jika air susu tercampur dengan cairan lain dan yang dominan air susunya maka haram dinikahi. Menurut Syafi’iyah pendapat yang azhar dan ulama Hanabilah dlam pendapat yang rajah menganggap air susu yang bercampur dengan yang lain hukumnya sama

16

Ibid., 51 17


(32)

dengan air susu murni yang tidak bercampur dengan apapun, baik bercampur dengan makanan maupun minuman dan lainnya asalkan air susu tetap masuk kedalam perut. Menurut Imam Abu Hanifah berbeda pendapat dengan Muhammad dan Abu Yusuf berpendapat bahwa air susu yang bercampur dengan makanan tidak menjadikan hukum rad}a‘ah yang mengharamkan pernikahann, baik air susu yang dominan maupun makananya. Disebabkan karena makanan meskipun dalam jumlah sedikit akan tetapi dapat mengubah kekuatan pengaruh susu hingga menjadi lemah dan tidak cukup untuk suplai makanan bayi.18

f. Meneteknya masih dalam usia bayi, kesepakatan ulama empat madzab jika yang menetek sudah besar maka tidak termasuk dalam hukum rad}a‘ah dan batasanya hingga usia dua tahun. Dalil mayoritas ulama yang berpendapat bahwa hukum rad}a‘ah hanya berlaku bagi bayi adalah sebagai berikut. Pertama dalam firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat 233 yang artinya para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyepurnakan penyusuan. Pada ayat itu menjelaskan bahwa sempurnakanya masa menyusui adalah dua tahun. Dari ayat ini bisa difahami bahwa hukum setelah dua tahun adalah sebaliknya. Dalam ayat lain surat


(33)

25

luqman ayat 14 Allah SWT juga menjelaskan bahwa lamanya

menyusui menurut syara’ adalah dua tahun. Dalam hadis Nabi

SAW yang berbunyi

نيل حلا ف اك ام ا ا عاضر ا

)

سم را لا

اص

(

Tidak termasuk hukum rad}a‘ah kecuali menyusui anak di bawah usia dua tahun.19

Selain itu ada hadis lain yang berbunyi

اّفلا ل ق اك ثلا ف ءاعماا قتف ام اا عاضرلا نم رحي ا

hukum rad}a‘ah tidak mengharamkan pernikahan kecuali sesuatu yang memasuki usus bayi dari puting susu, dan itu terjadi sebelum disapih.

Dalil lain yang menguatkan adalah pada hadis Nabi yang berbunyi

ف ات ا عب تي ا اّف عب عاضر

ا

tidak ada hukum rad}a‘ah setelah disapih, dan tidak ada yatim setelah dewasa.20

g. rad}a‘ah yang dilakukan itu lebih dari lima kali susuan yang berbeda-beda.21

4. Hikmah Pengharaman Akibat Sepersusuan

Salah satu akibat susuan dikarenakan karena beberapa bagian tubuh manusia terbentuk dari susu. Susu seorang perempuan

19

Ibid., 52.` 20

Ibid., 53. 21


(34)

menyebabkan tumbuhnya daging anak yang dia susui dan membuat ukuran tulangnya menjadi membesar. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis

ح لا ا ي علا ش ا ام اا عاضر

ا

Tidak dinamakan menyusu kecuali apa yang dapat memperbesar tulang dan menumbuhkan daging. (Shahih Bukhari)

Sesungguhnya pembesaran tulang dan penumbuhan daging akibat pasokan makanan yang berupa susu. Dengan demikian, maka perempuan yang menyusui menjadi ibu susuan karena dia adalah bagian dari anak itu secara hakikat.22

5. Kadar Susu yang Mengharamkan Nikah

a. Syarat dan Ketentuan Saudara Sepersusuan dalam Alquran23 1. Ibu yang menyusui (ibu susuan)

2. Saudara-saudara sepersusuan

3. Perempuan-perempuan yang haram dikawini karena senasab haram juga dikawini karena sepersusuan, berdasarkan sabda Rasulullah SAW

هي ع قفتم .بسَّلا نم رْحي ام عاضَرلا نم رْحي

Diharamkan karena susuan apa yang diharamkan karena nasab, (Hadis Muttafaq ‘Alaih).

b. Batasan menyusu yang dapat mengharamkan perkawinan

22

Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam 9, ( Jakarta: Gema Insani, 2011), 137. 23


(35)

27

1. Ali bin Abi Thalib, Ibn Abbas, Hasan, az-Zuhri, Qatadah, Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa tidak ada ukuran tertentu untuk mengharamkan pernikahan, banyak atau sedikit asalkan sudah diketahui dengan jelas anak itu menyusu, maka sudah cukup menjadikan ia anak susuan. Pendapat ini diambil berdasarkan zahir ayat yang tidak menyebutkan tentang batasan susuan.24

2. Diriwayatkan Imam Ahmad berpendapat bahwa batasan penyusuan tersebut adalah minimal tiga kali menyusu barulah menjadi anak susuan. Berdasarkan pada suatu riwayat yang

artinya “sekali atau dua kali menyusu tidaklah mengharamkan”.25 3. Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Zubair, Syafi’i dan Hambali

berpendapat bahwa ukurannya adalah paling sedikit lima kali menyusu.26

4. Menurut jumhur mengambil kesimpulan dari surat an-Nisa’ ayat 23 bahwa haram menyusu tanpa menentukan kadar tertentu.27

c. Batasan Usia Menyusu dalam Alquran28

24

Ibid., 138. 25

Ibid., 138. 26

Kementrian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, Jilid II, (Jakarta: Widya Jaya, 2011), 138.

27

Syaikh Mahmoud Syaltout dan M. Ali as-Sayis, Perbandingan Madzhab dalam Masalah Fiqh, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 136.

28

Kementrian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, Jilid II, (Jakarta: Widya Jaya, 2011), 138.


(36)

1. Si anak tidak boleh lebih dari dua tahun, yang diambil berdasarkan firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat 233

ۚ عاضَرل َتي أ ارأ ن ل ني ماك نيل َن ل أ نعضري ل ل

)

, ارقبلا

332

(

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.

Selain itu juga dalam sabda Rasulullah SAW yang artinya “tidak dianggap sepersusuan kecuali pada umur dua tahun “ (Riwayat Ibn

Abbas). Dimana pendapat ini dipegang oleh Umar, Ibn Mas’ud, Ibn

Abbas, Syafi’i, Ahamd, Abu Yusuf dan Muhammad.29

2. Batasan umur adalah sebelum datang masa menyapih atau berhenti menyusu. Jika si anak sudah disapih meskipun belum cukup umur dua tahun sudah tidak dianggap anak susuan. Maksudnya bahwa ketika bayi tersebut masih dalam tahap menyusu atau masih belum berumur dua tahun maka bayi tersebut masih dianggap sepersusuan atau dalam artian batasan menyusui tersebut dilihat dari masa penyapihan artinya jika bayi tersebut masih belum berusia dua tahun akan tetapi sudah disapih maka bayi tersebut ketika di susukan kepada perempuan lain maka tidak dianggap sepersusuan. Sebaliknya jika umurnya lebih dari dua tahun akan tetapi belum disapih, maka jika dia disusukan maka tetaplah berlaku hukum sepersusuan. Dimana pendapat ini dipegang oleh az-Zuhri, Hasan, Qatadah dan salah satu dari riwayat Ibn Abbas.30

29

Ibid., 138. 30


(37)

29

1. Pandangan Alquran tentang Pemberian ASI

Mayoritas ulama berpendapat bahwa Ibu wajib menyusui bayinya dengan dasar buny i

َنهدالْوا

نْعضْري تادلاولاو

dari potongan ayat tersebut merupakan suatu perintah. Menrut madzab Maliki menyusui merupakan kewajiban Ibu dalam kehidupan rumah tangga jika si Ibu berstatus sebagai seorang istri atau jika si bayi menolak puting selain puting susu ibunya.31

Akan tetapi pada bunyi ayat selanjtnya

:

ۚ عاضَرل َتي أ ارأ ن ل

Dari penggalan ayat tersebut bahwa bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan, maka ayat ini bisa dipahami sebagaisuatu anjuran bagi ibu untuk menyusui selama dua tahun penuh. Artinya ada pilihan bagi ibu untuk menyusui sendiri selama dua tahun atau tidak menyempurnakan penyusuannya.32

Untuk lebih jelasnya lagi ketika wanita yang ditalak dengan

talak ba’in atau talak tiga tidak wajib menyusui. Penyusuan dalam hal ini ditanggung oleh suami dengan menyusukan bayi pada perempuan lain, kecuali jika si istri memang menghendakinya maka si istri itulah yang peling berhak untuk menyusui anaknya dengan adanya upah dari suaminnya. Pada surat al-Baqarah ayat 233 adanya penegasan dari Allah untuk melakukan anjuran penyusuan selama dua tahun penuh.

31

Muhud, Mutawatir Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis, Vol I, (Surabaya: Mutawatir, 2011), 80.

32


(38)

Selain itu, tidak ada ayat di dalam Alquran yang menganjurkan penggantian penyusuan dengan susu dari makhluk lain atau susu formula, melainkan penggantian penyusuan dengan air susu dari perempuan lain dengan mengupahnya.33

Dalam ASI mempunyai banyak zat yang terkandung didalamnya diantaranya kandungan Taurin, DHA, dan AA yang tidak terdapat pada susu formula secara alami. Selain itu dalam kandungan ASI juga ada faktor bifidus yang dapat merangsang tumbuhannya Lactobacillus Bifidus yang berperan penting dalam proteksi saluran pencernaan bayi.Dan yang paling penting dalam penekanan penyusuan yaitu untuk mengoptimalkan perkembangan otak anak pada periode dua tahun pertama setelah kelahiran.34

B. ASI

1. Proses Pembentukan ASI

ASI diproduksi oleh kelenjar susu atau payudara (glandula mammae). Terdapat pada laki-laki dan perempuan, akan tetapi mempunyai perbedaan pada perkembangan. Pada laki-laki cenderung mengalami kemunduran (degenerasi) dan tidak berfungsi sebagai penghasil air susu. Sedangkan pada kelenjar susu perempuan akan mengalami perkembangan semakin nyata setelah memasuki masa

33

Ibid., 81. 34


(39)

31

pubertas. Pada seorang perempuan yang hamil kelenjar payudaranya akan semakin berkembang karena adanya pengaruh hormon estrogen, somatomamotropin, dan prolaktin.35

Kemudian proses tersebut akan dimulai pada trimester pertama pada kehamilan. Hormon estrogen berfungsi untuk membuat hipertrofi sistem duktus (saluran).Sedangkan hormon progesteron berfungsi untuk menambahkan sel-sel asinus pada payudara.Somatomamotropin berfungsi untuk pertumbuhan asinus dan perubahan-perubahan pada sel, pembentukan kasein, laktoalbumin, dan laktoglobulin. Selama proses kehamilan, air susu tidak keluar karena hormon prolaktin yang merangsang pengeluaran ASI yang dihambat oleh prolactin Inhibiting Hormone (PIH).36

2. Kandungan ASI

Adanya pengaruh hormon prolactin dan axytocin maka akan bisa memproduksi ASI. ASI yang keluar pertama disebut kolostrum atau jolong dan mengandung banyak immunoglobulin IgA yang baik untuk petahanan tubuh bayi melawan penyakit (Wikipedia, tanpa tahun). Kolostrum zat ini berfungsi melindungi bayi dari berbagai penyakit. Dalam kolostrum terdapat protein, vitamin A, karbohidrat, dan lemak rendah yang berguna bagi bayi di hari-hari pertamannya.37

35

Mufid, Mutawatir Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis, ( Surabaya: Volume 1, 2011), 75. 36

Ibid., 76. 37


(40)

Sumber lain yang menjelaskan bahwa ASI mempunyai potensi yaitu dilihat dari beberapa aspek diantaranya:

a. Aspek Gizi38

1. Mafaat kolostrum

a. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare

b. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung pada hisapan bayi ada hari-hari pertama kelahiran. Karena meskipun hanya sedikit akan tetapi sudah cukup untuk memenuhi gizi bayi.

c. Kolostrom mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.

d. Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan.

2. Komposisi ASI39

38

Ibid., 77. 39


(41)

33

a. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI

b. ASI mengandung zat-zat gizi yang berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak.

c. Selain mengandung protein yang tinggi ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi.

3. Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI40

a. Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi untuk neurotransmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak.

b. Decosabexanoic Acid (DHA) dan Aracbidonic (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal.

b. Aspek Imunologik41

40

Ibid., 77. 41


(42)

1. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi

2. ImmunoglobulinA (Ig. A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig. A tidak diserap akan tetapi dapat melumpuhnkan bakteri pathogen E. Coli dan berbagai firus pada saluran pencernaan.

3. Laktofenin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi disaluran pencernaan.

4. Lysosim, enzyme yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. Coli dan salmonella) dan virus. Jumlah hysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi 5. Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih

dari 4000 sel per mil.

6. Faktor bifidus yaitu dejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, yang menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini berfungsi untuk menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.


(43)

35

c. Aspek psikologik42

1. Rasa percaya diri ibu untuk menyusui bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Karena menyusui sangat berpengaruh terhadap sifat emosi dan kasih sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitotis yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.

2. Interaksi ibu dan bayi bahwa pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi tergantung pada kesatuan ibu dan bayi tersebut.

3. Pengaruh kontak langsung ibu dan bayi bahwa ikatan kasih sayang ibu dan bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Dari situ bayi akan merasakan kenyamanan dan rasa puasa karena bayi merasakan kehangatan pada tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam kandungan atau didalam rahim.

42


(44)

d. Aspek Kecerdasan43

Interaksi antara ibu, bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk proses perkembangan pada system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi. 1. Aspek Neurologis yaitu dengan cara mngisap payudara,

koordinasi syaraf menelan, menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi yang baru lahir akan menghasilkan yang lebih sempurna.

2. Aspek ekonomi yaitu dengan menyusui secara ekslusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan demikian akanmenghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.

3. Aspek penundaan kehamilan dengan menyusui secara ekslusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai metode amenorea laktrasi( MAL).

C. Bank ASI

Tidak ada keraguan status kehalalan air susu ibu baik air susu ibu si bayi maupun air susu wanita lain. Bila ASI tidak memadai atau karena sesuatu hal ibu kandung si bayi tidak dapat menyusuinya maka si bayi


(45)

37

boleh menyusu kepada wanita lain. Nabi Muhammad sendiri pernah

dititipkan kepada Halimatussa’diyah untuk dipersusukan dan

dididiknya.Jadi status ibu yang menyusukan seorang bayi, sama dengan ibu kandungnya sendiri dan tidak boleh menikah dengan wanita dan anak-anaknya tersebut.44

Seorang ibu yang baru melahirkan dalam Islam telah mengajarkan hendaknya menyusui bayinya selama dua tahun secara sempurna. Akan tetapi pernyataan itu bukanlah sebuah kewajiban, melainkan anjuran bagi mereka yang mempunyai keinginan untuk menyempurnakan penyusuannya. Kemudian, jika pasangan suami istri berkeinginan agar anaknya disusui oleh orang lain maka keduannya wajib memberikan upah menurut kelayakannya.45 Dalam firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat 233:

ل ل

َتي أ ارأ ن ل ني ماك نيل َن ل أ نعضري

ۚ عاضَرل

ع

ل ل

هل

ب َن سك َن ق ر

ۚف رع ل

فَك ال

ا ل ب ل َرٓاض ال ۚا عس اَلإ سف

ال

ل م

َل

ه

ل ب

ۚ

ع

را ل

ضار نع الاّف ا ارأ إف كل لثم

ر اش ا ّم

كي ع اّج ا ف ك ل أ ْآ عضرتس أ رأ إ ا ي ع اّج ا ف

َم ت َس ا إ

ٓا

ب تي اء

ف رع ل

ْا قَ

هَل

ْآ ع

َ أ

هَل

ا ب

ريّب

ع

(

, ارقبلا

332

(

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang

44

M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Hadis Pada Masalah-Maslah Kontemporer Hukum Islam, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), 162.

45

Hamid Laonso, Hukum Islam Alternatif Solusi Terhadap Masalah Fiqih Kontemporer, ( Jakarta: Restu Ilahi, 2005), 69.


(46)

tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.46

Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa seorang bayi boleh menyusu kepada wanita lain, akan tetapi seorang ayah wajib membayar air susu wanita tersebut dengan pemberian yang wajar. Selain itu jika para ibu tidak bersedia untuk menyusukan anak tersebut secara langsung maka boleh menggunakan air susu yang diperoleh dari bank ASI.47

Bank ASI merupakan persoalan yang muncul dizaman sekarang dimana air susu yang disimpan pada Bank ASI dimana bank ASI tersebut adalah suatu tempat untuk menyimpan ASI dan ASI tersebut bisa digunakan atau dimanfaatkan sewaktu-waktu ketika ada bayi yang membutuhkan. Persamaan antara donor darah dan Bank ASI adalah sama-sama mempunyai nilai yang tinggi ketika kedua hal tersebut bisa dimanfaatkan kepada orang lain, akan tetapi keduanya selain mempunyai persamaan juga mempunyai sedikit perbedaan dimana darah adalah suatu

46

Fadhlul Rahman, Alquran dan Terjemahnya al-Juma>natul‘Ali>, ( Jakarta: CV-Penerbit J-Art, 2004), 37.

47


(47)

39

benda yang najis sedangkan ASI adalah benda yang suci yang keluar dari susu seorang wanita.48

Hubungan donor ASI dengan bayi yang menerimanya bukanlah termasuk rad}a‘ah karena sulit untuk menentukan atau mengetahui donor ASI yang didapat tersebut. oleh karena itu baik Ibu susuan maupun anak susuan tidak ada saling kenal mengenal, dari situ dapat dikatakan pemanfaatan atau penggunaan air susu dari bank ASI tidak bisa disamakan dengan rad}a‘ah.49

Memberikan ASI kepada anak yang diperoleh dari bank ASI atau air susu ibunya yang disimpan di bank ASI sebenarnya lebih baik daripada memberikan ASI perempuan yang diwajibkan kepada ayah untuk membayarnya atau dari air susu yang dibotol-botol karena akan menumbuhkan efek positif bagi tubuh si bayi dianataranya:50

a. Ketika anak meminum air susu yang diperoleh dari bank ASI tidak terikat dengan konsekuensi hukum sebagai saudara sepersusuan, karena air susu yang dibeli itu tidak diketahui siapa pemiliknya dan pada saat anak meminum susu tersebut perempuan yang menaruh ASI di bank ASI tersebut kemungkinan besar tidak punya anak sebaya dengan anak yang

48

M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Hadis Pada Masalah-Maslah Kontemporer Hukum Islam, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), 163.

49

Ibid., 163. 50

Hamid Laonso, Hukum Islam Alternatif Solusi Terhadap Masalah Fiqih Kontemporer, ( Jakarta: Restu Ilahi, 2005), 71.


(48)

minum air susu tersebut. akan tetapi jika anak itu disusui oleh perempuan lain secara langsung meskipun ayah si anak tersebut wajib membayar ASI itu tetap dikatakan saudara sepersusuan. Karena pembayaran yang diberikan kepada perempuan yang menyusui tersebut diisyaratkan sebagai uang upah kelelahan ketika menyusui tersebut bukan untuk membatalkan persaudaraan persusuan tersebut.51

b. Dalam rangka membentuk kepribadian dan karakteristik anak maka menggunakan ASI dari bank ASI akan menghasilkan jauh lebih baik daripada menggunakan air susu botol yang bahan bakunya dari sapi, kambing, dan sebagainya. Sementara dalam kaidah fiqih dinyatakan bahwa menolah mafsadah atau kerusakan didahulukan untuk meraih kemaslahatan. Dari situ dapat diambil kesimpulan bahwa fungsinya yaitu mencegah kerusakan kepribadian anak diutamakan dalam kerangka pembentukan karakteristik yang baik.52

Ualam berbeda pendapat terkait dengan bank ASI yang difokuskan pada jual beli ASI dimana menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i membolehkannya dengan alasan bahwa air susu itu benda yang boleh dikonsumsi untuk itu boleh diperjual belikan. Sedangkan menurut Imam

51

Ibid., 71. 52


(49)

41

Hanafi tidak membolehkan dengan alasan air susu manusia sama dengan dagingnya, jadi membeli air susu berarti membeli daging manusia.53

Sedangkan menurut Syari’ah Islam sama sekali tidak

mempersoalkan apakah air susu tersebut langsung dari ibu atau air susu tersebut dari bank ASI. Akan tetapi yang dipersoalkan adalah hubungan antara anak yang menyusukan secara langsung atau air susu yang diperoleh dari bank ASI. Sehubungan dengan hal tersebut Allah berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat 23

كت َمأ

ٓ تَل

نم ك خأ كّعضرأ

عضَرل

(

,ء اس لا

32

(

ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan54 Menurut petunjuk hukum bahwa saudara sepersusuan atau baik perempuan maupun laki-laki termasuk salah satu perempuan yang haram dikawini, sehingga kedua bentuk diidentikkan dengan ibu dan saudara sekandung. Sementara air susu yang dibeli dari bank ASI sangat dimungkinkan untuk membentuk perilaku anak dengan baik, apalagi ketika air susu tersebut berasal dari orang yang baik-baik maka akan berdampak positif bagi prilaku anak tersebut. Oleh karena itu bank ASI

tidak menjadi persoalan bagi syari’at Islam, bahkan jika bank ini dapat

diwujudkan pada saat ini maka akan sangat membantu para Ibu yang sibuk

53

Ibid., 72.

54

Fadhlul Rahman, Alquran dan Terjemahnya al-Juma>natul‘Ali>, ( Jakarta: CV-Penerbit J-Art, 2004), 81.


(50)

denga pekerjaan, dari situ dapat mengalihkan kewajiban menyusui anaknya dengan jalan membeli ASI di bank ASI.55

55


(51)

43 BAB III

BIOGRAFI BESERTA PENAFSIRAN MUFASSIR SAYYID QUTHUB DAN HAMKA DALAM TAFSIR FII DZILAL

ALQURAN DAN AL-AZHAR TENTANG SAUDARA SEPERSUSUAN

A. Bografi Tokoh

1. Sayyid Quthub

a. Riwayat Hidup Sayyid Quthub

Pada tahun 1906 Sayyid Quthub lahir di desa Mosa wilayah Provinsi Asyuth, Mesir Atas.1 Nama lengkapnya adalah Sayyid Quthub Ibrahim Husain Syadzili. Ada beberapa kontrofersi perbedaan pendapat terkait dengan negeri asal Sayyid Quthub. Sebagian penulis ada yang berpendapat di Mesir dan adapula yang mengatakan di India.2

Dari kedua pendapat tersebut yang paling kuat adalah pendapat yang kedua dengan alasan secara fisik raut muka keluarga Sayyid Quthub tidak seperti raut muka orang Mesir pada umumnya, akan tetapi mirip dengan orang india. Selain itu berdasarkan pada pengakuan Sayyid Quthub sendiri kepada Abu Hasan Ali al-Nadwi ketika yang terakhir ini mengajak Quthub

berkunjung ke India, dan Quthub berkata “ keinginan saya

1

Sayyid Quthub, Jalan Pembebas, (Jogjakarta: Salahuddin Pers, 1982), 01. 2

A. Ismail Ilyas, Paradigma Sayyid Quthub, (Jakarta: PT. Penamadani, 2006), 41.


(52)

berkunjung ke India merupakan keinginan yang fitri. Karena kakekku yang keenam Abdullah berasal dari sana.”3

Sayyid Quthub merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Ayahnya Haji Ibrahim merupakan seorang muslim yang taat beragama. Beliau telah menunaikan ibadah haji dalam usia yang sangat muda. Dimana Haji Ibrahim bersama anaknnya selalu melaksanakan shalat berjamaan lima waktu di Masjid. Beliau dikenal dengan sosok dermawan karena beliau banyak membantu orang-orang miskin dan lemah didesannya, selain itu juga dikenal sebagai tokoh dan aktivis partai Nasional (al-Hizb al-Wathani).4

Sedangkan Ibunnya bernama Fatimah yang mempunyai kemahiran dalam bidan Alquran, beliau sangat suka mendengarkan lantunan-lantunan ayat-ayat suci Alquran dan gemar dalam membaca Alquran. Beliau selalu membimbing Quthub dalam membaca dan menghafal Alquran.5Beliau berasal dari keluarga kaya dan terpandang dilihat dari warisan kekayaan yang ditinggalkan orang tuanya, selain itu dilihat dari pendidikan saudara-saudarannya. Dari dua saudaranya yang lulus dari kampus Universitas al-Azhar.6

Keluarga Quthub tergolong keluarga yang bahagia dimana hubungan keluarga beliau sangat harmonis karena orang tua

3

Ibid., 41. 4

Ibid., 42.

5

Sayyid Quthub, Jalan Pembebas, (Jogjakarta: Salahuddin Pers, 1982), 01. 6


(53)

45

Quthub tidak pernah bertengkar, dan hubungan Quthub denga saudara-saudarannya juga terlihat sangat baik. Tempat Quthub dilahirkan desa Musyi yaitu merupakan tempat yang asri dan nyaman, jauh dari hiruk-piuk dan kebingsingan kota. Jadi dengan tempat dan kondisi keluarga yang sangat nyaman tersebut maka Quthub tidak akan pergi meninggalkan tempat kelahirannya tersebut sampai menginjak dewasa.7

b. Pendidikan Sayyid Quthub

Quthub mulai masuk sekolah dasar pada tahun 1912 pada waktu itu berusia enam tahun, dan menyelesaikan pendidikan dasarnya pada tahun 1918 pada waktu itu berusia 12 tahun, dia tergolong murid yang cerdas, menghafal Alquran dalam waktu kurang dari 3 tahun. Selesai dari sekolah dasar Quthub tidak langsung melanjutkan sekolahnya karena pada waktu itu usia Quthub sangat minim untuk melanjutkan sekolah di Mesir dan pada waktu itu ada gejolak politik ditempat tersebut.8

Pada tahun 1921 Quthub usia 14 tahun pergi meninggalkan desannya untuk pergi kerumah pamannya Ahmad Husain Ustsman seorang dosen dan wartawan alumni Universitas al-Azhar. Dia tinggal dipamannya selama empat tahun. Mulai dari situ Quthub

7

Ibid., 42. 8


(54)

berkelana dengan ‘Aqqid seorang sastrawan dan intelektual Mesir

yang sangat berpengaruh.9

Setelah itu pada tahun 1925 Quthub masuk sekolah Guru

(Madrasah Mu’allimin), selama 3 tahun dilembaga tersebut

kemudian setelah lulus tidak langsung mengajar, akan tetapi melanjutkan studi di Universitas Dar al-Ulum, disitu Quthub masuk kelas persiapan selama 2 tahun kemudian mulai kuliyah dan menyelesaikan studinya di Universitas tersebut pada tahun 1933 dengan meraih gelar Lc dalam bidang sastra dan Deploma dalam bidang pendidikan.10

Kemudian setelah lulus beberapa tahun kemudian Quthub mulai bekerja di kementrian pendidikan dan kebudayaan Mesir, awalnya bekerja sebagai guru, lalu penyidik, dan terakhir sebagai Inspektur Jendral Kebudayaan. Dalam kementrian ini ia bekerja selama delapan tahun mulai tahun 1940 sampai dengan 1948. Pada waktu menjabat sebagai Jendral tersebut Quthub mendapat tugas belajar ke Amerika untuk meneliti sistem dan metodologi pendidikan Barat. Awalnya ragu-ragu dengan tawaran tersebun akan tetapi pada akhirnya Quthub menerima tawaran tersebut.11

Menurut banyak pengamatan tawaran tersebut sengaja diberikan untuk menyisingkan atau mengusir Quthub dari Mesir,

9

Ibid., 43. 10

Ibid., 44. 11


(55)

47

disebabkan karena penguasa merasa resah dengan tulisan-tulisan Quthub yang sangat tajam dan kritis menyerang berbagai kebijakan pemerintah di majalah al-Fikr al-Jadid yang diasuh oleh al-Minyawi. Di Amerika Quthub belajar di beberapa perguruan tinggi, diantarannya menurut John L. Esposito, dia pernah belajar di

Wilson’s Teachers’ Collage, kini University of Nothern Colorodus’

Teachers Collage. Di Universitas tersebut dia mendapat gelar Master of Art (MA) dalam bidang pendidikan. Terakhir dia belajar di Stanford University.12

Pada waktu di Amerika Quthub merasa asing dan gelisah dalam hidupnya karena Quthub menyadari sepenuhnya bahwa kemajuan ekonomi dan ilmu pengetahuan dan teknologi Amerika, akan tetapi dia merasa risau bahkan negeri dengan rasialisme, kebebasan seksual, dan sikap pro-zionisme Amerika. Kegelisahan Quthub tersebut difahami oleh beberapa penulis termasuk John L. Wsposito sebagai peralihan orientalis hidup Quthub dari pencarian sastra dan pendidikan ke semangat dan komitmen agama (komitmen keislaman). Bahkan menurut Eposito menyebut kegelisahan tersebut sebagai titik balik yang penting dalam kehidupan Quthub dari situ dapat dikatakan dia mengalami kejutan budaya ( cultural shock) sehingga dia semakin religius.13

12

A. Ismail Ilyas, Paradigma Sayyid Quthub, (Jakarta: PT. Penamadani, 2006), 44.

13


(56)

Pada tahun 1950 Quthub meninggalkan Amerika dalam perjalanan pulang dia menyempatkan diri berkunjung ke Inggris, Swiss, dan Italia. Kemudian pada tahun 1951 kembali ke Kairo, Mesir akan tetapi Quthub tidak bersedia lagi untuk bekerja di kementrian pendidikan dan kebudayaan, dimana lembaga yang dulu menugaskan Quthub belajar di Amerika. Quthub aktif kembali menulis di media masa dalam masalah-masalah sosial dan politik. Kemudian dia melibatkan diri secara langsung dalam pergerakan Mesir kontemporer setelah dia resmi bergabung dengan Ikhwan al-Muslimun.14

c. Sayyid Quthub dan al-Ikhwan al-Muslimun

Hubungan Quthub dengan ikhwan ini merupakan hubungan yang secara tidak langsung yaitu dengan adannya penulisan artikel yang mengkritik buku Mustaqbal al-Tsaqafat bi Mishr, tulisan Thaha Husain yang sekularistik.Kemudian tulisan Quthub dimuat disurat kabar al-Ahram dan majalah Dar al-Ulum.Pihak ikhwan merasa tertarik pula dengan tulisan Quthub itu dan menerbitkannya dimajalah al-Ikhwan al-Muslimun.15

Selain itu hubungan yang kedua terjadi ketika dicapai kesepakatan antara Quthub dan Muhammad Hilmi al-Minyawi untuk menerbitkan majalah al-Fikr al-Jadid.Al-Minyawi pemilik penerbitan Dar al-Kitab al-‘Arabi ini adalah merupakan seorang

14

Ibid., 45. 15


(57)

49

tokoh dan penasihat pergerakan Ikhwan.Kemudian hubungan yang ketiga yaitu ketika Quthub bermaksud menerbitkan bukunya

al-‘Adalat al-Ijtima’iyyat fi al-Islam dimana pihak penguasa melarang

menerbitkan buku ini, kecuali apabila kata persembahan dalam buku tersebut ditiadakan sama sekali.16

Setelah keluar dari kementrian pendidikan Mesir, Quthub mempergunakan waktunya untuk mempelajari tulisan-tulisan Hasan al-Banna. Dari penelitihan ini Quthub sependapat dengan jalan hidup yang akan dicapai al-Banna. Dari situ Quthub menjadi sadar dan mengerti kenapa al-Banna dilawan dan dibunuh. Kemudian akhirnya Quthub berjanji kepada dirinnya sendiri untuk mengemban amanah yang dahulu diemban al-Banna. Selain itu Quthub juga mempunyai tekad untuk menempuh jalan hidup yang ditempuh Banna yaitu jalan hidup yang telah mengantar al-Banna menemuhi kesyahidannya.17

Kesanggupan dan komitmen Quthub tersebut, Hasan Hudlabi pemimpin ikhwan yang menggantikan Hasan al-Banna meminta untuk bergabung dengan Ikhwan. Quthub menerima tawaran tersebut dan bergabung dengan Ikhwan pada tahun 1951, kemudian 1 tahun kemudian Quthub diangkat menjadi anggota dewan penasihat ikhwan dan ditunjuk sebagai ketua bidang

16

A. Ismail Ilyas, Paradigma Sayyid Quthub, (Jakarta: PT. Penamadani, 2006), 46.

17


(58)

dakwah Ikhwan. Pada tahun 1953 Quthub memimpin delegasi ikhwan dalam Muktamar Umat Islam yang diselenggarakan di al-Quds. Selanjutnya pada tahun 1954 ketika dewan pemimpin pusat Ikhwan menerbitkan kembali majalah mingguan Ikhwan al-Muslimun Quthub dipercaya sebagai redaktur majalah sampai di bredel pemerintah setelah sempat terbit dua belas nomor.18

Pada tahun 1952 sebelum revolusi orang-orang ikhwan terutama Quthub tergolong dengan kelompok perwira bebas (Dewan Revolusi) yang berencana mengambil alih kekuasaan di Mesir. Akan tetapi hubungan baik ikhwan dengan pihak Dewan Revolusi ini tidak berlangsung lama, tidak lama setelah revolusi adannya perselisihan antara ikhwan dan Dewan Revolusi. Dimana perselisihan teresbut dipicu oleh bebrapa tuntutan ikhwan yang tidak dapat dipenuhi oleh Dewan Revolusi. Pihak Ikhwan mengajukan tiga tuntutan kepada Dewan Revolusi (pemerintah).19 1. Ikhwan mendesak Dewan Reverendum agar menetapkan

syari’at Islam sebagai konstitusi baru Mesir melalui

referendum.

2. Ikhwan meminta agar Dewan Revolusi tidak mengeluarkan suatu keputusan apapun tanpa persetujuan pihak Ikhwan, dimana pihak Ikhwan menentang keras kesepakatan Dewan

18

Ibid., 47. 19


(59)

51

Revolusi dengan pihak Inggris mengenai penarikan pasukan Inggris di Mesir.

3. Pihak Ikhwan meminta agar Dewan Revolusi mewajibkan hijab dan menutup tempat-tempat hiburan.

Selain itu faktor lain yang menjadi sumber konflik Ikhwan dengan pihak Dewan Revolusi ialah adannya percobaan pembunuhan terhadap Presiden Nashir. Menurut pihak pemerintah, percobaan pembunuhan ini dilakukan oleh anggota Ikhwan ketika Presiden Nashir sedang menyampaikan pidato di Mansyi’ah, Iskandaria. Oleh karena itu percobaan pembunuhan yang gagal ini

dikenal dengan “Kasus Mansyi’ah”.20

Perselisihan tersebut tidak bisa didamaikan, karena masing-masing pihak mempertahankan pendiriannya sendiri. Perselisihan tersebut perlu di sayangkan karena keduanya tersebut menurut Hasan Hanafi memiliki watak yang serupa yaitu revolusioner. Oleh karena itu perselisihan tersebut seharusnya dicarikan jalan keluar melalui dialog sehingga mencapai titik temu dan kesepakatan antara agama dan revolusi, akan tetapi disayangkan kesepakatan dan titik temu tersebut tidak dapat dicapai sampai sekarang.21

Pada tahun 1954 Quthub dan beberapa kelompok Ikhwan lainnya ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Quthub

20

A. Ismail Ilyas, Paradigma Sayyid Quthub, (Jakarta: PT. Penamadani, 2006), 49.

21


(1)

103

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari paparan di depan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Penafsiran terkait dengan sepersusuan bahwa menurut Hamka yang dimaksud saudara sepersusuan yaitu apabila bayi tersebut langsung menetek kepada seorang perempuan, dan ASI yang ditaruh di botol atau bank ASI ketika di kasihkan bayi yang mebutuhkan bukan termasuk saudara sepersusuan karena tidak susu tersebut tidak diterima langsung dari seorang yang menyumbangkan ASI tersebut. Sedangkan menurut Quthub yang dimaksud dengan saudara sepersusuan yaitu baik susu tersebut di dapatkan secara langsung atau menetek langsung ke seorang perempuan yang mau menyusui ataupu tidak. Karena hukum terserbut sudah ditetapkan oleh Allah manusia hanya bisa tunduk dan patuh terhadap ketemtuan Allah.

2. Teori yang digunakan Hamka dalam menafsirkan ayat tersebut adalah dengan menggunakan pola berfikir rasional, dengan tujuan agar umat Islam agar berfikir dan berbuat secara rasional serta tidak meninggalkan aspek-aspek yang normatif. Meskipun Hamka berfikirtanpabelajardilembagasekolah(auto didac) akan tetapi pemikiran beliau sangat relevan dengan perkembangan dan kemajuan modern. Sedangkan teori yang digunakan Quthub dalam hal ini adalah menggunakan pendekatan tashwir dengan tujuan untuk menarik


(2)

manusia memasukkan ke alam khayal sehingga ayat-ayat Alquran yang berupa kata-kata abstrak, kemudian akan tampil dalam bentuk gambaran-gambaran yang hidup dan mampu menyentuh perasaan manusia.

3. Seseorang bisa dikatakan saudara sepersusuan di dalam Alquran dijelskan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Ibu yang menyusui (ibu susuan) b. Saudara-saudara sepersusuan

c. Perempuan-perempuan yang haram dikawini karena senasab haram juga dikawini karena sepersusuan, berdasarkan sabda Rasulullah SAW

هي ع قفتم .بسَّلا نم رْحي ام عاضَرلا نم رْحي

Diharamkan karena susuan apa yang diharamkan karena nasab, (Hadis Muttafaq ‘Alaih).

B. Saran

Setelah mengemukakan simpulan dari penelitian ini, saran yang diusulkan penulis yaitu sebagai berikut:

1. Bermacam-macammetode penafsiran Alquran yang disajikan oleh para mufassir pada dasarnya merupakan upaya mereka masing-masing untuk dapat memahami kandungan Alquran dengan benar. Oleh sebab itu, hendaknya para generasi Islam selanjutnya lebih bersikap fleksibel dan terbuka dalam menerima hal-hal yang baru, jauh dari islam salafi begitu juga terhindar dari liberalisme pemikiran. Penelitian yang jauh 104


(3)

dari unsur kefanatikan sangat diperlukan untuk menyempurnakan hasil penelitian ini sehingga nilai-nilai obyektifitas terpenuhi.

2. Keterbatasan pada analisis mengenai masalah tersebut kiranya kurang begitu terwakili. Maka dari itu, diharapkan ada orang lain yang bersedia untuk melanjutkan penelitian ini sehingga bisa dijadikan teori oleh banyak orang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Shomad, Bukhori.JurnalStudiKeislaman.Bandar Lampung: PusatPenelitian IAIN RadenIntan, 2004.

Abdullah, Abdul Hakim. Keutamaan Air Susu Ibu. Jakarta: Fikahati Aneska, 1993. Agama RI ,Kementrian.AlqurandanTafsirnya, Jilid II.Jakarta: Widya Jaya, 2011. al-Ansari, Zakariyah.Fath al-Wahab.Bairut: Dar al-Fikr, tt

al-Farmawi, AbdAl-Hayy.MetodeTafsirMaudhu’i.Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 1994.

Ali Ibn Muhammas as-Syaukani, Muhammad Ibn. Nail al-Aut}ha>r, juz V. Beirut: Da>r

al-Ji>l, 1995.

al-jaziri,‘Abdurrah}man.Kitab al-Fiqh ‘Ala> al-Madzab al-Arba‘ah, Juz IV. Beirut: Da>r

al-Fikr

Al-Sabuni.Rawaihul Bayan TafsirAyat al-Ahkam.Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, tt.

Ayyub, Hasan.Fikih Keluarga. cet ke-5, Alih Bahasa, Abdul Ghafur. Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2006.

Aziz Dahlan, Abdul. Ensiklopedi Hukum Islam.Jakarta: IchtiarBaru Van Hoeve, 1997. az-Zuhaili, Wahba.Fiqh Sunnah wa al-Dillatuhu. Jakarta: Gema Insani, 2011.

az-Zuhaili, Wahbah.Fiqh Islam 9. Jakarta: Gema Insani, 2011

Baidan, Nashruddin. Metode Penafsiran Alquran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002.

Ghoffar, M. Abdul. Fiqih Wanita. Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1998. Hamka.Tafsir al-Azhar, Juz IV. Jakarta: Panjimas, 1983.

Hamka.Tafsir al-Azhar. Jakarta: PustakaPanjimas, 2004.

Hasan, M. Ali.Masail Fiqhiyah al-Hadis Pada Masalah-Maslah Kontemporer Hukum Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.


(5)

IbnRusyd. Bidayah al-MujtahidwaNihayah al-Muqtasid. Surabaya: al-Hidayah, tt Ilyas, A. Ismail.Paradigma Sayyid Quthub. Jakarta: PT. Penamadani, 2006.

J. Moleong, Lexy.Metodologi Peneltian Kualitati. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.

Jawad Mughniyah, Muhammad.al-Fiqh ‘ala al-Madzabiyah al-Khamsah. Jakarta: Lentera, 1996.

Jaziry, Abdurrah}man. Kitab al-Fiqh‘Ala> al-Mazhab al-Arba‘ah. Beirur: Da>r al-Fikr, tt.

Laonso, Hamid.Hukum Islam Alternatif Solusi Terhadap Masalah Fiqih Kontemporer. Jakarta: Restu Ilahi, 2005.

Laonso, Hamid.Hukum Islam Alternatif Solusi Terhadap Masalah Fiqih Kontemporer. Jakarta: Restu Ilahi, 2005.

Leonard. Islamic Liberalis, A Critique of Development Ideologis. Chicago: The University of Chicago Press, 1988.

Mahali, A. Mudjab.AsbabunNuzul. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2002.

Mahmoud Syaltout, Syaikhdan as-Sayis M.

Ali.PerbandinganMadzhabdalamMasalahFiqh. Jakarta: BulanBintang, 1993.

Mufid.Mutawatir Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis. Surabaya: Volume 1, 2011. Muhadjir, Noeng.MetodologiPenelitianKualitatif.Yogyakarta: Rake Saransi, 1993.

Muhammas, Abi Atayib. ‘Aun al-Ma‘bu>d, Jilid III. Beirut: dzar al-kutub al-‘ilmiyayah, 1990.

Norma Permata, Ahmad. Tasawuf Positif Dalam Pemikiran Hamka. Yogyakarta: CV. Adipura, 2000.

Quthub, Sayyid. Jalan Pembebas. Jogjakarta: Salahuddin Pers, 1982.

Quthub, Sayyid. Hari Akhir Menurut Alquran. ter. H. Zainal Abidin, Jakarta: Pustaka Setia, 1994.


(6)

Quthub, Sayyid.Hari Akhir Menurut Alquran. ter. H. Zainal Abidin, Jakarta: Pustaka Setia, 1994.

Quthub, Sayyid.Tafsir Fi dzilaliAlquran.Jakarta: GemaInsani, 2001.

Rahman,Fadhlul.AlqurandanTerjemahnyaal-Juma>natul‘Ali>.Jakarta: CV-Penerbit J-Art, 2004.

Rahman, Fadhlul.AlqurandanTerjemahnyaal-Juma>natul‘Ali>.Jakarta: CV-Penerbit J-Art, 2008.

Rahman, Fadhlul.AlqurandanTerjemahnyaal-Juma>natul‘Ali>. Jakarta: CV-Penerbit J-Art, 2004.

Rahman, Fadhlul.AlqurandanTerjemahnyaal-Juma>natul‘Ali>.Jakarta: CV-Penerbit J-Art, 2004.

Rusyd, Ibnu. Bida>yah al-Mujtahi>d, juz II. Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah, 1988. Sadr.PendekatanTematikTerhadapTafsirAlqurandalamUlumul Quran,Vol 1, Jakarta:

Gramedia, 1990.

Saifuddin.MetodePenelitian.Yogyakarta: Kanisius, 1998.

Shihab, M. Quraish. MembumikanAlquran. Bandung: Mizan, 1994. Shihab, Quraish.MembumikanAlquran.Bandung: PT MizanPustaka, 2007. Trigiyatno, Ali.Jurnal Hukum Islam. Yogyakarta: Gema Media, 2003. W. al-Hafidz, Ahsin.KamusIlmuAlquran.WonosoboJawa Tengah: Amzah