Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012
POTENSI PENGEMBANGAN LAHAN SUB OPTIMAL
DENGAN VARIETAS PADI RAWA
Wahyu Wibawa dan Nurmegawati
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu
ABSTRAK
Lahan rawa merupakan lahan sub optimal yang sangat berpotensi dalam mendukung kelestarian swasembada
beras. Namun budidaya padi di lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi karena mempunyai beberapa permasalahan
diantaranya: tinggi dan lama genangan air sulit diduga, kesuburan tanah rendah dan penggunaan varietas lokal Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan informasi pertumbuhan dan hasil beberapa varietas padi rawa sebagai bahan rekomendasi.
Penelitian dilakukan pada musim kemarau di lahan milik petani di Desa Dusun Baru Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten
Bengkulu Tengah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama
adalah perlakuan dosis pupuk yang terdiri atas dua level, yaitu: 1) urea 100 kg/ha , SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg dan 2)
urea 200 kg/ha , SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg. Anak petak adalah 5 varietas padi yang merupakan VUB padi rawa yaitu
Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Indragiri dan Banyuasin, yang terdiri dari 30 plot. Ukuran plot adalah 5 x 5 m = 25 m2 dengan
jarak antar plot 60 cm. Hasil pengkajian memperlihatkan bahwa varietas inpara 1 mempunyai tinggi tanaman tertinggi yaitu
81,33 cm, umur tanaman berbunga 50 % berkisar 62,50 – 65,81 cm, jumlah anakan produktifnya hanya berkisar 6,95 – 9,04
batang, dengan hasil berkisar 1,95 t/ha – 2,58 t/ha GKP. Hasil gabah terhadap varietas tidak berbeda nyata, sehingga
varietas Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Indragiri dan Banyuasin dapat direkomendasikan Dosis pemupukan tidak berbeda
nyata terhadap komponen hasil dan hasil gabah.
Kata kunci : varietas, dosis pemupukan, padi, rawa lebak
PENDAHULUAN
Permasalahan pangan yang dihadapi Indonesia saat ini salah satunya adalah terjadinya
konversi lahan pertanian yang menyebabkan luas lahan perkapita menjadi kecil, sehingga perlu
diupayakan cara yang paling efektif dan efeisien untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat
seiring dengan kenaikan jumlah penduduk yang terus merangkak naik. Salah satu solusinya dengan
mengoptimalkan lahan sub optimal yang ada seperti lahan rawa. Lahan ini yang sangat berpotensi
dalam mendukung kelestarian swasembada beras.
Menurut Subagyo (1997) lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara
daratan dan sistem perairan. Zona-zona wilayah rawa dibagi dalam 3 zona yaitu wilayah pasang surut
air asin, rawa pasang surut air tawar dan rawa lebak). Dirjen Tanaman Pangan (1992) dan WidjajaAdhi et al., (1992) menggolongkan rawa lebak menjadi 3 golongan, yaitu lebak pematang/dangkal,
lebak tengahan dan lebak dalam. Lebak pematang mempunyai permukaan lebih tinggi dan umumnya
terletak di pinggir sungai. Pada musim hujan lahan tersebut digenangi air kurang dari 50 cm, dengan
masa genangan kurang dari 3 bulan. Lebak tengahan mempunyai permukaan lebih rendah, terletak
agak jauh dari sungai. Pada musim hujan hujan lahan ini 400 digenangi air hingga 50-100 cm, dengan
waktu genangan 3-6 bulan. Sedangkan Lebak dalam mempunyai permukaan lebih dalam dan jauh dari
sungai, digenangi air dengan kedalaman lebih dari 100 cm dengan masa genangan lebih dari 6 bulan.
Luas lahan rawa lebak di Indonesia diperkirakan seluas 13,3 juta ha yang terdiri dari 4,2 juta
ha rawa lebak dangkal; 6,07 juta ha lahan rawa lebak tengahan dan 3,0 juta ha rawa lebak dalam.
Umumnya lahan tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Widjaya et al.,
1992). Berdasarkan data BPS Provinsi Bengkulu (2010), luas lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu
diperkirakan 11.609 ha yang mencakup Kabupaten Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara dan
Bengkulu Tengah. Lahan tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan khususnya untuk tanaman
padi dan diharapkan mampu menjadi penyumbang produksi beras yang cukup signifikan. Namun
budidaya padi di lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi karena mempunyai beberapa
permasalahn diantaranya: tinggi dan lama genangan air sulit diduga, kesuburan tanah rendah dan
penggunaan varietas lokal. Tanah pada lahan rawa bersifat masam, miskin unsur hara, dan
mengandung besi (Fe) yang tinggi. Keracunan besi dan ketidakseimbangan kandungan unsur hara
merupakan permasalahan utama yang menyebabkan produktivitas padi rendah (1-2 t/ha) atau bahkan
tidak menghasilkan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas maka diperlukan varietas yang
toleran terhadap cekaman genangan, kekeringan serta hama penyakit.
Pada saat ini sudah ada varietas unggul baru padi pasang surut yang toleran fe/pirit, toleran
keasaman tinggi, tahan rendaman, potensi hasil tinggi dan lebih tahan hama penyakit diantaranya
banyuasin, Batanghari, Kapuas, Indragiri, Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, Inpara 5 dan Inpara 6,
dimana masing-masing varietas mempunyai kelebihan masing-masing (Balai Besar Penelitian
Tanaman padi, 2010). Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut di atas maka diperlukan paket
teknologi dan varietas yang tahan kekeringan dan potens hasil yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendapatkan informasi pertumbuhan dan hasil beberapa varietas padi rawa sebagai
bahan rekomendasi.
BAHAN DAN METODA
Penelitian dilakukan pada musim kemarau di lahan milik petani di Desa Dusun Baru
Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Pada Petak utama merupakan perlakuan
dosis pupuk yang terdiri atas dua level, yaitu : 1) urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg dan
2) urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg. Anak petakan merupakan varietas padi dengan 5
VUB padi rawa yaitu Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Indragiri dan Banyuasin, yang terdiri dari 30 plot.
Ukuran plot adalah 5 x 5 m = 25 m2 dengan jarak antar plot 60 cm.
Penyemaian dilakukan di lahan petani pada tanggal 19 Mei 2012 untuk 8 varietas masingmasing seberat 2 kg. Sebelum benih disemai dilakukan perlakuan benih dengan memberi karbofuran
sebanyak 1 kg. Pengolahan lahan dilakukan secara manual yaitu dengan cara penebasan gulma dan
pencangkulan tanah, selanjutnya dilakukan penyemprotan dengan herbisida untuk membunuh biji-biji
gulma yang tersisa. Penanaman padi dilakukan dengan sistem legowo 2 : 1, dengan jarak tanam 20 cm
x 10 cm x 40 cm. Umur bibit yang digunakan yaitu 20 hss dengan jumlah bibit per lubang sebanyak 3
batang pada 8 varietas dengan 48 plot.
Pemberian pupuk dilakukan sesuai dengan dosis, pada pengkajian ini dilakukan pada 2
level pupuk yaitu, level: 1) 100 kg urea/ha, 50 kg SP-36/ha, 50 kg KCl/ha dan 2) 200 kg urea/ha, 100
kg SP-36 kg/ha, 100 kg KCl/ha. Pada level pertama diberikan setengah dosis anjuran sedangkan level
keduanya diberikan pupuk dengan dosis penuh. Perhitungan pemberian pupuk disesuaikan dengan
luas dari masing-masing plot. Jumlah pupuk yang diberikan tiap plot diperoleh dari luas plot dikalikan
dosis pupuk per m2. Pemberian pupuk urea rencananya dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada umur
tanaman 7 hst, 21 hst dan 45 hst sedangkan pemupukan SP-36 dan KCl diberikan pada pemupukan
pertama saja, karena pertanaman mengalami kekeringan maka pemupukan hanya dilakukan pada
umur tanaman 7 hst dan 21 hst sehingga dosis pupuk urea 2/3 dari dosis semula.
Pengajiran tanaman dilakukan pada setiap plot dimana pada masing-masing plot diberi ajir
untuk 5 sampel tanaman. Pengajiran ini dilakukan pada tanaman sampel untuk pengukuran tinggi
tanaman dan jumlah anakan. Untuk pelaksanaan budidaya padi mengacu pada PTT padi rawa
(Departemen Pertanian, 2008). Komponen teknologi yang diterapkan dalam percobaan disajikan pada
Tabel 1. Peubah yang diamati meliputi : tinggi tanaman saat panen, umur berbunga (50% keluar
malai), umur tanaman saat panen, berat kering jerami, anakan produktif, bobot 1000 butir dan hasil.
Tabel 1. Komponen teknologi budidaya padi rawa pada perlakuan petak utama.
No.
1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Petak utama
Komponen teknologi
Varietas Unggul
Pengolahan tanah
Sistem tanam
Jarak tanam (cm)
Umur bibit (hss)
Jumlah bibit per rumpun (btg)
Pemupukan (kg/ha)
- Urea
- SP-36
- KCl
Cara Pemupukan
Penyiangan
Pengendalian hama penyakit
Sistem panen
Level I
Level II
5 varietas
TOT-MT
Legowo 2 : 1
20x20
20
3
5 varietas
TOT-MT
Legowo 2 : 1
20x20
20
3
100
50
50
Tebar (3 kali)
2 kali
PHT
Sabit
200
100
100
Tebar (3 kali)
2 kali
PHT
Sabit
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan varietas menunjukkan
berbeda nyata terhadap tinggi tanaman tetapi tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan produktif
(Tabel 2.), namun berbeda nyata terhadap umur tanaman berbunga 50% tetapi tidak berbeda nyata
terhadap berat kering jerami, berat 1000 butir gabah dan hasil (Tabel 3). Varietas inpara 1 memiliki
tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas yang lain. Varietas Banyuasin memilki berat
kering jerami yang lebih tinggi dibanding varietas lain meskipun perbedaannya tidak begitu
mencolok. Jika dilihat dari hasil kelima varietas ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Tinggi tanaman pada masing-masing varietas kurang dari 100 cm, tinggi tanamannya berkisar 75 – 81
cm, tanaman berbunga 50 % berkisar pada umur 62 – 65 hari, berat kering jeraminya 13 – 18 gr,
anakan produktifnya berkisar 6 – 9 batang yang tergolong kurang sedangkan berat 1000 butir pada
kelima varietas tersebut berkisar 25 – 26 gram. Varietas Inpara 1 memiliki hasil yang tertinggi yaitu
2,58 t/ha sedangkan hasil yang terendah pada varietas Inpara 3 yaitu 1,95 ton/ha (Gambar1). Jika
dilihat dari deskripsi padi (Suprihatno et al., 2011) kelima varietas tersebut, maka hasil yang diperoleh
masih dibawah rata-rata hasil yang pernah diperoleh dan kondisi ini juga didukung oleh jumlah
anakan produktif yang rata-ratanya kurang dari 10 batang.
Tabel 2. Pengaruh tunggal varietas dan dosis pemupukan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan
produktif.
Perlakuan
Peubah yang diamati
Tinggi tanaman
Jumlah anakan
(cm)
produktif (btg)
Varietas Inpara 1
Varietas Inpara 2
Varietas Inpara 3
Varietas Indragiri
Varietas Banyuasin
81,33 a
75,67 b
75,50 b
77,17 b
76,50 b
7,74 a
9,04 a
6,95 a
8,13 a
8,30 a
Dosis Pemupukan;
urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg
urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg
75,00 p
79,47 p
7,56 p
8,50 p
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %.
Perbedaan yang terjadi pada kelima varietas tersebut karena dipengaruhi oleh faktor dalam
maupun faktor luar dari tanaman itu sendiri. Faktor dalam dari tanaman itu adalah genetika dari
tanaman tersebut yang terekspresikan melalui pertumbuhan sehingga diperoleh hasil, sedangkan
faktor luarnya adalah faktor biotik maupun abiotik yang meliputi unsur – unsur yang menjadi
pengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi alam, antara lain iklim, curah hujan, kelembaban,
intensitas cahaya, kesuburan tanah, serta ada tidaknya hama dan penyakit. Dikemukakan oleh De
Datta (1981) dalam Firdaus et al., (2001) bahwa lama fase pertumbuhan vegetatif merupakan
penyebab perbedaan umur tanaman yang disebabkan oleh faktor genetik dari suatu tanaman. Nyakpa
et al., (1988) menambahkan bahwa potensi hasil tinggi serta sifat-sifat lainnya (mutu, ketahanan
terhadap hama penyakit dan kekeringan) berhubungan erat dengan susunan genetika tanaman.
Tabel 3. Pengaruh tunggal varietas dan dosis pemupukan terhadap umur tanaman berbunga 50%,
berat kering jerami, berat 1000 butir gabah dan hasil.
Perlakuan
Varietas Inpara 1
Varietas Inpara 2
Varietas Inpara 3
Varietas Indragiri
Varietas Banyuasin
Dosis Pemupukan;
urea 100 kg/ha,SP-36 50 kg/ha
dan KCl 50 kg
urea 200 kg/ha, SP-36 100
kg/ha dan KCl 100 kg
Umur tanaman
berbunga 50 %
(hari)
Peubah yang diamati
Berat kering
Berat 1000
jerami
butir gabah
(grm)
(grm)
Hasil
(ton/ha)
65,83 a
62,50 b
62,50 b
64,17ab
64,17ab
17,21 a
13,71 a
17,22 a
18,56 a
19,39 a
25,17 a
25,83 a
25,42 a
25,25 a
26,17 a
2,58 a
2,56 a
1,95 a
2.42 a
2,06 a
63,00 p
14,42 p
25,67 p
2,09 p
64,67 p
19,62 p
25,47 p
2,47 p
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %.
Rendahnya hasil yang didapat diduga karena tanaman kekurangan air dan pemberian pupuk
urea yang dilakukan 2 kali hal ini karena tanaman mengalami kekeringan. Kekeringan berkaitan juga
dengan ketersediaan air terutama dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Air bagi tanaman berperan
sebagai unsur hara, pelarut unsur hara dan penyusun sel tanaman. Ketersediaan air yang rendah secara
mendasar menurunkan pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman. Foth (1998)
mengemukakan bahwa laju pertumbuhan tanaman adalah pada atau mendekati maksimum pada
kapasitas lapang yang merupakan suatu kondisi dimana air dalam ruang pori makro tidak ada lagi,
tetapi masih terdapat dalam pori mikro. Hakim et al., (1987) menyatakan bahwa daya tahan terhadap
kekeringan suatu tanaman akan mempengaruhi hasil.
Pada Tabel 2 terlihat diantara perlakuan dosis pemupukan terhadap tinggi tanaman dengan
pemberian urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha menunjukan lebih tinggi
dibandingkan dengan pemupukan urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg/ha. Sebaliknya
terhadap umur tanaman berbunga 50% pada perlakuan urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50
kg/ha tanaman berbunga 50 % lebih cepat dibanding dengan pemberian dosis urea 200 kg/ha, SP-36
100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Pada pemberian pupuk dengan dosis urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha
dan KCl 100 kg/ha berat jeraminya dibanding pada pemupukan urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan
KCl 50 kg/ha lebih berat. Jumlah anakan produktif pada pemberian pupuk dengan dosis urea 200
kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha lebih banyak dibanding dengan pemberian dosis urea 100
kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg/ha. Berat 1000 butir gabah dan hasil yang diperoleh relatif sama
antara pemberian pupuk pada dosis urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg/ha dan urea 200
kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha.
H
a
s
i
l
2.58 a
2.56 a
2.42 a
1.95 a
hasil (t/ha), Banyu
asin, 2.06
(
t
/
h
a
)
Varietas
Gambar 1. Hasil rata-rata padi rawa pada lahan rawa lebak.
Tidak berbeda nyatanya antara dosis pemupukan urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50
kg/ha dan urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha, hal ini diduga dari faktor kekeringan
yang melanda pertanaman sehingga pemupukan tidak optimal. Kondisi kekeringan mempengaruhi
serapan hara yang dilakukan oleh tanaman karena salah satu fungsi dari air yaitu pelarut unsur hara,
dimana pada prinsipnya dengan penambahan unsur hara maka hasil yang didapat akan meningkat.
Fitter and Hay (1998) menyatakan bahwa pemupukan akan meningkatkan pertumbuhan maupun
komposisi atau kedua-keduanya kecuali untuk tanah-tanah yang beracun dan tanah-tanah kering.
Nyakpa et al., (1988) menambahkan peningkatan suplai air ke dalam tanah menghasilkan serapan
hara cenderung meningkat oleh tanaman. Jika penyedian air cukup dalam tanah, maka pupuk yang
diberikan terpakai secara optimal.
KESIMPULAN
1. Varietas inpara 1 mempunyai tinggi tanaman tertinggi yaitu 81,33 cm; umur tanaman berbunga 50
% berkisar 62,50 – 65,81 cm; jumlah anakan produktifnya hanya berkisar 6,95 – 9,04 batang dan
hasil berkisar 1,95 t/ha – 2,58 t/ha GKP.
2. Hasil gabah terhadap varietas tidak berbeda nyata, sehingga varietas; Inpara 1, 2 dan 3 serta
Indragiri dan Banyuasin dapat direkomendasikan.
3. Dosis pemupukan tidak berbeda nyata terhadap komponen hasil maupun hasil gabah.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2010. Inovasi Varietas Unggul Padi Rawa Dalam Bank
Pengetahuan Tanaman Pangan Indonesia. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan
Litbang Pertanian Jakarta.
BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Provinsi Bengkulu dalam Angka. Bappeda dan BPS Provinsi
Bengkulu. Bengkulu 402 p.
Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Umum: Peningkatan Produksi dan Produktivitas Padi,
Jagung, dan Kedelai melalui pelaksanaan SL-PTT. Dirjen Tanaman Pangan. Departemen
Petranian. Jakarta. ;72 p.
Dirjen Tanaman Pangan. 1992. Program dan Langkah-Langkah Operasional Pembangunan
Pertanian di Lahan Rawa. Prosd. Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut
dan Lebak. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. pp. 39-52.
Firdaus, Yardha dan Adri. 2001. Keragaman Galur-Galur Harapan Padi Sawah. Jurnal Agronomi
Universitas Jambi, Vol. 5no. 2. Universitas Jambi. Jambi.
Fitter A.H. Hay R.K.M. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Penerbit Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Foth, H.D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Purbayanti , Lukiwati dan Trimulatsi.
Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hakim, N. M.Y.Nyakpa, A.M.Lubis, S.G.Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong dan H.H. Bailey. 1986.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung
Nyakpa, M.Y. A.M.Lubis, M.A. Pulung, A.G.Amrah, A.Munawar, G.B.Hong, N.Hakim. 1988.
Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Sembiring, H., Wardana, I.P., dan Setiobudi, D. 2011. Pengelolaan Pupuk Nitrogen, Hara Mikro dan
Sistem Tanam Pada Padi Tipe Baru. Prosd. Seminar Nasional Tanaman Pangan. Pusat
Penelitian Tanaman Pangan. Bogor
Subagyo H. 1997. Potensi Pengembangan dan Tata Ruang Lahan Rawa Untuk Pertanian. Prosd.
Simposium Nasional dan Konggres PERAGI. Jakarta 25- 27 Juni 1996. Badan Litbang
Pertanian. Jakarta.
Suparwoto1, Waluyo. I dan Jumakir. Pengaruh Varietas dan Metode Pemupukan Terhadap Hasil
Padi di Rawa Lebak. Jurnal Agronomi;8(1): 21-25
Suprihatno B., A. Darajat, Satoto dan Suwarno. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian
Padi. Sukamandi. 118 p
Widjaja Adhi, I.P.G., K. Nugroho, D. Ardi S., dan A. S. Karama. 1992. Sumberdaya Lahan Rawa:
Potensi, Keterbatasan dan Pemanfaatan. Prosd. Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa
Pasang Surut dan Lebak. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. ;pp.19-38
DENGAN VARIETAS PADI RAWA
Wahyu Wibawa dan Nurmegawati
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu
ABSTRAK
Lahan rawa merupakan lahan sub optimal yang sangat berpotensi dalam mendukung kelestarian swasembada
beras. Namun budidaya padi di lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi karena mempunyai beberapa permasalahan
diantaranya: tinggi dan lama genangan air sulit diduga, kesuburan tanah rendah dan penggunaan varietas lokal Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan informasi pertumbuhan dan hasil beberapa varietas padi rawa sebagai bahan rekomendasi.
Penelitian dilakukan pada musim kemarau di lahan milik petani di Desa Dusun Baru Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten
Bengkulu Tengah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama
adalah perlakuan dosis pupuk yang terdiri atas dua level, yaitu: 1) urea 100 kg/ha , SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg dan 2)
urea 200 kg/ha , SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg. Anak petak adalah 5 varietas padi yang merupakan VUB padi rawa yaitu
Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Indragiri dan Banyuasin, yang terdiri dari 30 plot. Ukuran plot adalah 5 x 5 m = 25 m2 dengan
jarak antar plot 60 cm. Hasil pengkajian memperlihatkan bahwa varietas inpara 1 mempunyai tinggi tanaman tertinggi yaitu
81,33 cm, umur tanaman berbunga 50 % berkisar 62,50 – 65,81 cm, jumlah anakan produktifnya hanya berkisar 6,95 – 9,04
batang, dengan hasil berkisar 1,95 t/ha – 2,58 t/ha GKP. Hasil gabah terhadap varietas tidak berbeda nyata, sehingga
varietas Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Indragiri dan Banyuasin dapat direkomendasikan Dosis pemupukan tidak berbeda
nyata terhadap komponen hasil dan hasil gabah.
Kata kunci : varietas, dosis pemupukan, padi, rawa lebak
PENDAHULUAN
Permasalahan pangan yang dihadapi Indonesia saat ini salah satunya adalah terjadinya
konversi lahan pertanian yang menyebabkan luas lahan perkapita menjadi kecil, sehingga perlu
diupayakan cara yang paling efektif dan efeisien untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat
seiring dengan kenaikan jumlah penduduk yang terus merangkak naik. Salah satu solusinya dengan
mengoptimalkan lahan sub optimal yang ada seperti lahan rawa. Lahan ini yang sangat berpotensi
dalam mendukung kelestarian swasembada beras.
Menurut Subagyo (1997) lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara
daratan dan sistem perairan. Zona-zona wilayah rawa dibagi dalam 3 zona yaitu wilayah pasang surut
air asin, rawa pasang surut air tawar dan rawa lebak). Dirjen Tanaman Pangan (1992) dan WidjajaAdhi et al., (1992) menggolongkan rawa lebak menjadi 3 golongan, yaitu lebak pematang/dangkal,
lebak tengahan dan lebak dalam. Lebak pematang mempunyai permukaan lebih tinggi dan umumnya
terletak di pinggir sungai. Pada musim hujan lahan tersebut digenangi air kurang dari 50 cm, dengan
masa genangan kurang dari 3 bulan. Lebak tengahan mempunyai permukaan lebih rendah, terletak
agak jauh dari sungai. Pada musim hujan hujan lahan ini 400 digenangi air hingga 50-100 cm, dengan
waktu genangan 3-6 bulan. Sedangkan Lebak dalam mempunyai permukaan lebih dalam dan jauh dari
sungai, digenangi air dengan kedalaman lebih dari 100 cm dengan masa genangan lebih dari 6 bulan.
Luas lahan rawa lebak di Indonesia diperkirakan seluas 13,3 juta ha yang terdiri dari 4,2 juta
ha rawa lebak dangkal; 6,07 juta ha lahan rawa lebak tengahan dan 3,0 juta ha rawa lebak dalam.
Umumnya lahan tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Widjaya et al.,
1992). Berdasarkan data BPS Provinsi Bengkulu (2010), luas lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu
diperkirakan 11.609 ha yang mencakup Kabupaten Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara dan
Bengkulu Tengah. Lahan tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan khususnya untuk tanaman
padi dan diharapkan mampu menjadi penyumbang produksi beras yang cukup signifikan. Namun
budidaya padi di lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi karena mempunyai beberapa
permasalahn diantaranya: tinggi dan lama genangan air sulit diduga, kesuburan tanah rendah dan
penggunaan varietas lokal. Tanah pada lahan rawa bersifat masam, miskin unsur hara, dan
mengandung besi (Fe) yang tinggi. Keracunan besi dan ketidakseimbangan kandungan unsur hara
merupakan permasalahan utama yang menyebabkan produktivitas padi rendah (1-2 t/ha) atau bahkan
tidak menghasilkan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas maka diperlukan varietas yang
toleran terhadap cekaman genangan, kekeringan serta hama penyakit.
Pada saat ini sudah ada varietas unggul baru padi pasang surut yang toleran fe/pirit, toleran
keasaman tinggi, tahan rendaman, potensi hasil tinggi dan lebih tahan hama penyakit diantaranya
banyuasin, Batanghari, Kapuas, Indragiri, Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, Inpara 5 dan Inpara 6,
dimana masing-masing varietas mempunyai kelebihan masing-masing (Balai Besar Penelitian
Tanaman padi, 2010). Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut di atas maka diperlukan paket
teknologi dan varietas yang tahan kekeringan dan potens hasil yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendapatkan informasi pertumbuhan dan hasil beberapa varietas padi rawa sebagai
bahan rekomendasi.
BAHAN DAN METODA
Penelitian dilakukan pada musim kemarau di lahan milik petani di Desa Dusun Baru
Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Pada Petak utama merupakan perlakuan
dosis pupuk yang terdiri atas dua level, yaitu : 1) urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg dan
2) urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg. Anak petakan merupakan varietas padi dengan 5
VUB padi rawa yaitu Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Indragiri dan Banyuasin, yang terdiri dari 30 plot.
Ukuran plot adalah 5 x 5 m = 25 m2 dengan jarak antar plot 60 cm.
Penyemaian dilakukan di lahan petani pada tanggal 19 Mei 2012 untuk 8 varietas masingmasing seberat 2 kg. Sebelum benih disemai dilakukan perlakuan benih dengan memberi karbofuran
sebanyak 1 kg. Pengolahan lahan dilakukan secara manual yaitu dengan cara penebasan gulma dan
pencangkulan tanah, selanjutnya dilakukan penyemprotan dengan herbisida untuk membunuh biji-biji
gulma yang tersisa. Penanaman padi dilakukan dengan sistem legowo 2 : 1, dengan jarak tanam 20 cm
x 10 cm x 40 cm. Umur bibit yang digunakan yaitu 20 hss dengan jumlah bibit per lubang sebanyak 3
batang pada 8 varietas dengan 48 plot.
Pemberian pupuk dilakukan sesuai dengan dosis, pada pengkajian ini dilakukan pada 2
level pupuk yaitu, level: 1) 100 kg urea/ha, 50 kg SP-36/ha, 50 kg KCl/ha dan 2) 200 kg urea/ha, 100
kg SP-36 kg/ha, 100 kg KCl/ha. Pada level pertama diberikan setengah dosis anjuran sedangkan level
keduanya diberikan pupuk dengan dosis penuh. Perhitungan pemberian pupuk disesuaikan dengan
luas dari masing-masing plot. Jumlah pupuk yang diberikan tiap plot diperoleh dari luas plot dikalikan
dosis pupuk per m2. Pemberian pupuk urea rencananya dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada umur
tanaman 7 hst, 21 hst dan 45 hst sedangkan pemupukan SP-36 dan KCl diberikan pada pemupukan
pertama saja, karena pertanaman mengalami kekeringan maka pemupukan hanya dilakukan pada
umur tanaman 7 hst dan 21 hst sehingga dosis pupuk urea 2/3 dari dosis semula.
Pengajiran tanaman dilakukan pada setiap plot dimana pada masing-masing plot diberi ajir
untuk 5 sampel tanaman. Pengajiran ini dilakukan pada tanaman sampel untuk pengukuran tinggi
tanaman dan jumlah anakan. Untuk pelaksanaan budidaya padi mengacu pada PTT padi rawa
(Departemen Pertanian, 2008). Komponen teknologi yang diterapkan dalam percobaan disajikan pada
Tabel 1. Peubah yang diamati meliputi : tinggi tanaman saat panen, umur berbunga (50% keluar
malai), umur tanaman saat panen, berat kering jerami, anakan produktif, bobot 1000 butir dan hasil.
Tabel 1. Komponen teknologi budidaya padi rawa pada perlakuan petak utama.
No.
1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Petak utama
Komponen teknologi
Varietas Unggul
Pengolahan tanah
Sistem tanam
Jarak tanam (cm)
Umur bibit (hss)
Jumlah bibit per rumpun (btg)
Pemupukan (kg/ha)
- Urea
- SP-36
- KCl
Cara Pemupukan
Penyiangan
Pengendalian hama penyakit
Sistem panen
Level I
Level II
5 varietas
TOT-MT
Legowo 2 : 1
20x20
20
3
5 varietas
TOT-MT
Legowo 2 : 1
20x20
20
3
100
50
50
Tebar (3 kali)
2 kali
PHT
Sabit
200
100
100
Tebar (3 kali)
2 kali
PHT
Sabit
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan varietas menunjukkan
berbeda nyata terhadap tinggi tanaman tetapi tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan produktif
(Tabel 2.), namun berbeda nyata terhadap umur tanaman berbunga 50% tetapi tidak berbeda nyata
terhadap berat kering jerami, berat 1000 butir gabah dan hasil (Tabel 3). Varietas inpara 1 memiliki
tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas yang lain. Varietas Banyuasin memilki berat
kering jerami yang lebih tinggi dibanding varietas lain meskipun perbedaannya tidak begitu
mencolok. Jika dilihat dari hasil kelima varietas ini tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Tinggi tanaman pada masing-masing varietas kurang dari 100 cm, tinggi tanamannya berkisar 75 – 81
cm, tanaman berbunga 50 % berkisar pada umur 62 – 65 hari, berat kering jeraminya 13 – 18 gr,
anakan produktifnya berkisar 6 – 9 batang yang tergolong kurang sedangkan berat 1000 butir pada
kelima varietas tersebut berkisar 25 – 26 gram. Varietas Inpara 1 memiliki hasil yang tertinggi yaitu
2,58 t/ha sedangkan hasil yang terendah pada varietas Inpara 3 yaitu 1,95 ton/ha (Gambar1). Jika
dilihat dari deskripsi padi (Suprihatno et al., 2011) kelima varietas tersebut, maka hasil yang diperoleh
masih dibawah rata-rata hasil yang pernah diperoleh dan kondisi ini juga didukung oleh jumlah
anakan produktif yang rata-ratanya kurang dari 10 batang.
Tabel 2. Pengaruh tunggal varietas dan dosis pemupukan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan
produktif.
Perlakuan
Peubah yang diamati
Tinggi tanaman
Jumlah anakan
(cm)
produktif (btg)
Varietas Inpara 1
Varietas Inpara 2
Varietas Inpara 3
Varietas Indragiri
Varietas Banyuasin
81,33 a
75,67 b
75,50 b
77,17 b
76,50 b
7,74 a
9,04 a
6,95 a
8,13 a
8,30 a
Dosis Pemupukan;
urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg
urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg
75,00 p
79,47 p
7,56 p
8,50 p
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %.
Perbedaan yang terjadi pada kelima varietas tersebut karena dipengaruhi oleh faktor dalam
maupun faktor luar dari tanaman itu sendiri. Faktor dalam dari tanaman itu adalah genetika dari
tanaman tersebut yang terekspresikan melalui pertumbuhan sehingga diperoleh hasil, sedangkan
faktor luarnya adalah faktor biotik maupun abiotik yang meliputi unsur – unsur yang menjadi
pengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi alam, antara lain iklim, curah hujan, kelembaban,
intensitas cahaya, kesuburan tanah, serta ada tidaknya hama dan penyakit. Dikemukakan oleh De
Datta (1981) dalam Firdaus et al., (2001) bahwa lama fase pertumbuhan vegetatif merupakan
penyebab perbedaan umur tanaman yang disebabkan oleh faktor genetik dari suatu tanaman. Nyakpa
et al., (1988) menambahkan bahwa potensi hasil tinggi serta sifat-sifat lainnya (mutu, ketahanan
terhadap hama penyakit dan kekeringan) berhubungan erat dengan susunan genetika tanaman.
Tabel 3. Pengaruh tunggal varietas dan dosis pemupukan terhadap umur tanaman berbunga 50%,
berat kering jerami, berat 1000 butir gabah dan hasil.
Perlakuan
Varietas Inpara 1
Varietas Inpara 2
Varietas Inpara 3
Varietas Indragiri
Varietas Banyuasin
Dosis Pemupukan;
urea 100 kg/ha,SP-36 50 kg/ha
dan KCl 50 kg
urea 200 kg/ha, SP-36 100
kg/ha dan KCl 100 kg
Umur tanaman
berbunga 50 %
(hari)
Peubah yang diamati
Berat kering
Berat 1000
jerami
butir gabah
(grm)
(grm)
Hasil
(ton/ha)
65,83 a
62,50 b
62,50 b
64,17ab
64,17ab
17,21 a
13,71 a
17,22 a
18,56 a
19,39 a
25,17 a
25,83 a
25,42 a
25,25 a
26,17 a
2,58 a
2,56 a
1,95 a
2.42 a
2,06 a
63,00 p
14,42 p
25,67 p
2,09 p
64,67 p
19,62 p
25,47 p
2,47 p
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %.
Rendahnya hasil yang didapat diduga karena tanaman kekurangan air dan pemberian pupuk
urea yang dilakukan 2 kali hal ini karena tanaman mengalami kekeringan. Kekeringan berkaitan juga
dengan ketersediaan air terutama dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Air bagi tanaman berperan
sebagai unsur hara, pelarut unsur hara dan penyusun sel tanaman. Ketersediaan air yang rendah secara
mendasar menurunkan pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman. Foth (1998)
mengemukakan bahwa laju pertumbuhan tanaman adalah pada atau mendekati maksimum pada
kapasitas lapang yang merupakan suatu kondisi dimana air dalam ruang pori makro tidak ada lagi,
tetapi masih terdapat dalam pori mikro. Hakim et al., (1987) menyatakan bahwa daya tahan terhadap
kekeringan suatu tanaman akan mempengaruhi hasil.
Pada Tabel 2 terlihat diantara perlakuan dosis pemupukan terhadap tinggi tanaman dengan
pemberian urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha menunjukan lebih tinggi
dibandingkan dengan pemupukan urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg/ha. Sebaliknya
terhadap umur tanaman berbunga 50% pada perlakuan urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50
kg/ha tanaman berbunga 50 % lebih cepat dibanding dengan pemberian dosis urea 200 kg/ha, SP-36
100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Pada pemberian pupuk dengan dosis urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha
dan KCl 100 kg/ha berat jeraminya dibanding pada pemupukan urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan
KCl 50 kg/ha lebih berat. Jumlah anakan produktif pada pemberian pupuk dengan dosis urea 200
kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha lebih banyak dibanding dengan pemberian dosis urea 100
kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg/ha. Berat 1000 butir gabah dan hasil yang diperoleh relatif sama
antara pemberian pupuk pada dosis urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50 kg/ha dan urea 200
kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha.
H
a
s
i
l
2.58 a
2.56 a
2.42 a
1.95 a
hasil (t/ha), Banyu
asin, 2.06
(
t
/
h
a
)
Varietas
Gambar 1. Hasil rata-rata padi rawa pada lahan rawa lebak.
Tidak berbeda nyatanya antara dosis pemupukan urea 100 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 50
kg/ha dan urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha, hal ini diduga dari faktor kekeringan
yang melanda pertanaman sehingga pemupukan tidak optimal. Kondisi kekeringan mempengaruhi
serapan hara yang dilakukan oleh tanaman karena salah satu fungsi dari air yaitu pelarut unsur hara,
dimana pada prinsipnya dengan penambahan unsur hara maka hasil yang didapat akan meningkat.
Fitter and Hay (1998) menyatakan bahwa pemupukan akan meningkatkan pertumbuhan maupun
komposisi atau kedua-keduanya kecuali untuk tanah-tanah yang beracun dan tanah-tanah kering.
Nyakpa et al., (1988) menambahkan peningkatan suplai air ke dalam tanah menghasilkan serapan
hara cenderung meningkat oleh tanaman. Jika penyedian air cukup dalam tanah, maka pupuk yang
diberikan terpakai secara optimal.
KESIMPULAN
1. Varietas inpara 1 mempunyai tinggi tanaman tertinggi yaitu 81,33 cm; umur tanaman berbunga 50
% berkisar 62,50 – 65,81 cm; jumlah anakan produktifnya hanya berkisar 6,95 – 9,04 batang dan
hasil berkisar 1,95 t/ha – 2,58 t/ha GKP.
2. Hasil gabah terhadap varietas tidak berbeda nyata, sehingga varietas; Inpara 1, 2 dan 3 serta
Indragiri dan Banyuasin dapat direkomendasikan.
3. Dosis pemupukan tidak berbeda nyata terhadap komponen hasil maupun hasil gabah.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2010. Inovasi Varietas Unggul Padi Rawa Dalam Bank
Pengetahuan Tanaman Pangan Indonesia. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan
Litbang Pertanian Jakarta.
BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Provinsi Bengkulu dalam Angka. Bappeda dan BPS Provinsi
Bengkulu. Bengkulu 402 p.
Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Umum: Peningkatan Produksi dan Produktivitas Padi,
Jagung, dan Kedelai melalui pelaksanaan SL-PTT. Dirjen Tanaman Pangan. Departemen
Petranian. Jakarta. ;72 p.
Dirjen Tanaman Pangan. 1992. Program dan Langkah-Langkah Operasional Pembangunan
Pertanian di Lahan Rawa. Prosd. Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut
dan Lebak. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. pp. 39-52.
Firdaus, Yardha dan Adri. 2001. Keragaman Galur-Galur Harapan Padi Sawah. Jurnal Agronomi
Universitas Jambi, Vol. 5no. 2. Universitas Jambi. Jambi.
Fitter A.H. Hay R.K.M. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Penerbit Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Foth, H.D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Purbayanti , Lukiwati dan Trimulatsi.
Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hakim, N. M.Y.Nyakpa, A.M.Lubis, S.G.Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong dan H.H. Bailey. 1986.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung
Nyakpa, M.Y. A.M.Lubis, M.A. Pulung, A.G.Amrah, A.Munawar, G.B.Hong, N.Hakim. 1988.
Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Sembiring, H., Wardana, I.P., dan Setiobudi, D. 2011. Pengelolaan Pupuk Nitrogen, Hara Mikro dan
Sistem Tanam Pada Padi Tipe Baru. Prosd. Seminar Nasional Tanaman Pangan. Pusat
Penelitian Tanaman Pangan. Bogor
Subagyo H. 1997. Potensi Pengembangan dan Tata Ruang Lahan Rawa Untuk Pertanian. Prosd.
Simposium Nasional dan Konggres PERAGI. Jakarta 25- 27 Juni 1996. Badan Litbang
Pertanian. Jakarta.
Suparwoto1, Waluyo. I dan Jumakir. Pengaruh Varietas dan Metode Pemupukan Terhadap Hasil
Padi di Rawa Lebak. Jurnal Agronomi;8(1): 21-25
Suprihatno B., A. Darajat, Satoto dan Suwarno. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian
Padi. Sukamandi. 118 p
Widjaja Adhi, I.P.G., K. Nugroho, D. Ardi S., dan A. S. Karama. 1992. Sumberdaya Lahan Rawa:
Potensi, Keterbatasan dan Pemanfaatan. Prosd. Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa
Pasang Surut dan Lebak. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. ;pp.19-38