Analisis Kemampuan Perawat Dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan Tahun 2016 Chapter III VI

44

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang dimaksudkan untuk
memperoleh informasi secara mendalam mengenai kemampuan perawat dalam
pencegahan dan pengendalikan infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan.
Kemudian, data dikelompokkan berdasarkan kebutuhan dengan pendekatan
interaktif terhadap subjek untuk selanjutnya dianalisis. Pendekatan interaktif
merupakan studi mendalam menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari
orang dalam lingkungan alamiahnya.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di RSU Mitra Medika Medan. Adapun alasan pemilihan

lokasi penelitian, karena ditemukan masalah tingginya angka infeksi nosomial dan

karena belum pernah dilakukan penelitian dengan topik yang sama dengan topik
penelitian ini.
3.2.2

Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan sejak bulan Januari sampai dengan Mei 2016. Diawali

dengan pengajuan judul, penyusunan proposal, penelitian dan penyusunan tesis.

44
Universitas Sumatera Utara

45

3.3 Sumber Informasi (Informan)
Untuk mendapat data yang tepat maka perlu ditentukan sumber informasi
(informan) yang memiliki kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan data (purposive).
Menurut Sugiyono (2015) purposive adalah teknik pengambilan sumber data
berdasarkan pertimbangan tertentu yakni sumber data yang dianggap paling tahu
tentang apa yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi objek atau

situasi sosial yang sedang diteliti. Aspek yang menjadi kepedulian dalam
pengambilan sampel penelitian kualitatif adalah tuntasnya pemerolehan informasi
dengan keragaman variasi yang ada, bukan pada banyak sumber data.
Sumber data atau sumber informasi dalam penelitian adalah pihak-pihak yang
dianggap berkompeten memberikan informasi internal RSU Mitra Medika Medan
berkaitan dengan infeksi nosokomial sebanyak 15 orang terdiri dari:
1. Kepala ruangan masing-masing 1 orang dari tiap ruangan = 7 orang.
2. Tim PPIRS (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit) sebanyak 1
orang.
3. Perawat pelaksana masing-masing 1 orang dari tiap ruangan = 7 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan untuk memperoleh data
primer dengan menggunakan pedoman wawancara kepada lima belas orang sumber
informasi. Metode wawancara yang penulis gunakan adalah metode wawancara tidak

Universitas Sumatera Utara


46

berstruktur. Hal ini karena penulis ingin mengembangkan wawancara yang dilakukan
sehingga akan didapat informasi-informasi baru yang muncul dalam wawancara dan
semula tidak diketahui namun tetap terpusat kepada satu pokok permasalahan
tertentu. Adapun hasil dari wawancara ini direkam, sebagaimana yang disarankan
oleh Cresswell (2013) dengan menggunakan catatan dan audiotape.
Perekaman dimaksudkan agar seluruh hasil wawancara dapat kembali
diperdengarkan sehingga tidak ada satupun informasi dari wawancara yang tertinggal.
Hasil wawancara kemudian ditulis kembali untuk dijadikan sumber rujukan penulis
dalam menganalisis permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
2. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data untuk memperoleh informasi
mengenai ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa,
waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan
gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk
membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi. Dalam penelitian ini,
observasi dilakukan terhadap perawat yang sama dan menjadi informan saat
dilakukan wawancara mendalam. Untuk menghindari bias penelitian, peneliti
menunjuk orang ketiga untuk melakukan observasi, yaitu asesor internal rumah sakit.

3. Studi Dokumentasi
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengumpulkan data sekunder berupa datadata dan informasi dari dokumen untuk mendukung latar belakang permasalahan,
laporan serta teori yang berkaitan dengan pembahasan permasalahan yang ada, serta

Universitas Sumatera Utara

47

data-data penunjang lainnya. Data-data ini diperoleh dari dokumen rumah sakit,
buku, artikel internet, jurnal penelitian sebelumnya serta peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian.

3.5 Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, dengan lebih banyak
bersifat uraian dari hasil wawancara dan hasil observasi. Data yang telah diperoleh
akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Teknik
analisis data dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah yang dikemukakan oleh
Bungin (2012) yaitu:
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
wawancara mendalam (indepth interview) dan dokumentasi.

2. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan,
mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan
sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.
3. Display Data
Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajiannya juga
dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan.
4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and Verification)

Universitas Sumatera Utara

48

Penarikan kesimpulan berupa kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data
yang telah disajikan.

Universitas Sumatera Utara

49


BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum RSU Mitra Medika Medan
Gambaran umum tentang wilayah penelitian diperlukan untuk memberikan
pemahaman mengenai lokasi dan permasalahan yang akan diteliti. Berikut akan
diberikan gambaran mengenai RSU Mitra Medika Medan.
4.1.1. Sejarah Perkembangan RSU Mitra Medika Medan
RSU Mitra Medika Medan merupakan salah satu rumah sakit swasta yang ada
di Kawasan Medan Utara yang merupakan kepemilikan swasta di bawah naungan
Yayasan RS. Mitra Medika dengan klasifikasi kelas C yang telah mendapatkan
penetapan kelas dari Kementerian Kesehatan Nasional melalui SK Penetapan Menteri
Kesehatan Nomor HK.02.03/I/0972/2014. RSU Mitra Medika Medan telah berdiri
sejak 3 Januari 2004 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota
Medan Nomor 445/0175/RS.11/1/04 dengan Nomor Izin Penyelenggaraan :
440/9697/IX/05 tertanggal 26 September 2005. RSU Mitra Medika Medan berlokasi
di Jl. K.L Yos Sudarso Km 7,5 Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli
di lahan seluas 1228 m2. Luas bangunan 6266 m2.
4.1.2. Visi dan Misi
Adapun Visi dan Misi RSU Mitra Medika Medan adalah sebagai berikut:

a.

Visi
“Menjadi Rumah Sakit Terbaik di Kawasan Medan Utara”

49
Universitas Sumatera Utara

50

b. Misi
1) Melakukan pelayanan kesehatan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
2) Meningkatkan mutu pelayanan yang berkesinambungan dengan komitmen
kerja yang professional.
3) Memberikan pelayanan kesehatan prima yang menjunjung rasa kemanusiaan
dan

keadilan

dengan


mengutamakan

kecepatan

waktu,

ketepatan

mendiagnosa, tanggap, cakap, berempati, beretika dan menjadikan pasien
sebagai pusat pelayanan.
4.1.3. Kegiatan Pelayanan
Pelayanan kesehatan yang diberikan di RSU Mitra Medika Medan meliputi
kegiatan di:
a. Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan jenis pelayanan emergency 24 jam,
disaster dan bencana, observasi, bedah minor, dan kasus non emergency diluar
poliklinik. Pelayanan IGD berjalan selama 24 jam, dengan fasilitas pelayanan
yang memadai yaitu dilengkapi dengan kamar bedah emergency, sehingga
mempermudah tindakan operatif yang membutuhkan penanganan secepatnya.
b. Instalasi Rawat Jalan, terdiri dari:

1) Poliklinik Umum
2) Poliklinik Gigi
3) Pelayanan Dokter Spesialis
a) Klinik Penyakit Dalam
b) Klinik Anak

Universitas Sumatera Utara

51

c) Klinik Bedah
d) Klinik Kebidanan dan Kandungan
e) Klinik Penyakit Mata
f) Klinik Telinga Hidung Tenggorokan dan Kepala Leher
g) Klinik Gigi dan Mulut
h) Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin
i) Klinik Penyakit Syaraf
j) Klinik Paru
4) Pelayanan TB DOTS (Direct Observe Treatment Short course)
5) Pelayanan PONEK (Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif)

Pelayanan rawat jalan RSU. Mitra Medika Medan berlokasi di lantai 2 (dua)
dilakukan waktu pagi, sore dan malam hari. Pola pelayanan ditata dengan baik
dan dilaksanakan oleh tenaga medis dan para medis profesional yang
berpengalaman.
c. Instalasi Rawat Inap, terdiri dari:
1) VIP, dengan fasilitas tempat tidur manual, meja makan pasien, televisi, sofa,
mini bar, kulkas, air conditioner, dan ruangan yang luas.
2) Kelas I, dengan fasilitas tempat tidur manual, televisi, sofa, kulkas, dan air
conditioner.
3) Kelas II, dengan fasilitas 2 tempat tidur manual, televisi, dan air conditioner.
4) Kelas III, dengan fasilitas 3 tempat tidur manual, TV LCD, dan air
conditioner.

Universitas Sumatera Utara

52

5) Instalasi Pelayanan Intensif (Intensive Care Unit (ICU))
ICU memiliki kapasitas 10 tempat tidur (2 tempat tidur untuk pasien isolasi
dilengkapi dengan sistem ventilasi tekanan negatif sesuai dengan prinsip PPI

dan dilengkapi dengan fasilitas Pendant pada masing-masing tempat tidur).
Dilengkapi dengan Central Monitor Patient untuk memonitoring kondisi
pasien secara menyeluruh dan didukung dengan teknologi canggih dan
komprehensif

serta

tenaga

medis

dan

paramedis

profesional

yang

berpengalaman dan terlatih. Tersedia 3 unit ventilator untuk pasien dewasa
dan 1 unit untuk pasien anak.
6) Ruang Bersalin
Menyediakan 2 tempat tidur untuk pelayanan bersalin normal, dengan
pelayanan yang menyeluruh dan berkesinambungan terhadap pelayanan
perinatal yang berada tepat disebelah kamar bersalin.
7) Ruang Bayi Sehat
Memiliki peralatan dan fasilitas yang sangat baik untuk memberikan
perawatan kepada bayi sehat yang baru lahir. Ruangan bayi sehat RSU. Mitra
Medika memiliki 6 box bayi dan infant warmer utnuk memenuhi kebutuhan
pelayanan pasien bayi. Ruang bayi sehat melayani pasien dengan perawat dan
bidan terlatih yang memberikan perawatan secara menyeluruh sesuai dengan
kebutuhan pasien dan memenuhi semua hak pasien.

Universitas Sumatera Utara

53

4.2 Penyajian dan Analisis Data Hasil Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian pada Bab 1, maka pada sub bab ini akan
disajikan hasil penelitian berupa karakteristik informan dan data hasil penelitian
mencakup kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial dan determinan dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial di RSU Mitra Medika Medan. Data diperoleh baik melalui wawancara
langsung (data primer) dan studi dokumentasi (data sekunder). Hasil penelitian dari
kegiatan wawancara direkam lalu dicatat dalam bentuk transkrip dan kemudian
disederhanakan dengan memilih dan memfokuskan pada hal-hal yang penting untuk
mendapatkan gambaran yang lebih tajam.
4.2.1 Karakteristik Informan
Hasil penelitian yang dilakukan di RSU Mitra Medika Medan diketahui
karakteristik informan berdasarkan umur sebanyak 8 orang informan berada pada
rentang usia 23-27 tahun dan sebanyak 7 orang berada pada rentang usia 30-44 tahun.
Berdasarkan jenis kelamin lebih banyak perempuan yaitu 12 orang dan selebihnya 3
orang laki-laki. Berdasarkan pendidikan lebih banyak D-3 Keperawatan selebihnya
dan S-1 Ners. Berdasarkan lama bertugas 8 orang pada rentang waktu 1-5 tahun dan 7
orang pada rentang waktu 6-10 tahun. Berdasarkan keikutsertaan pelatihan, 13 orang
sudah pernah mengikuti pelatihan, dan 2 orang lainnya belum pernah. Lebih jelas
sebagaimana tabel berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

54

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Informan di RSU Mitra Medika Medan
No.
Umur
Informan
1
27 tahun

Jenis
Pendidikan
Kelamin
PR
D-3 Kep

2

23 tahun

PR

S1 Nurse

3

23 tahun

PR

D-3 Kep

4

23 tahun

PR

D-3 Keb

5

24 tahun

LK

D-3 Kep

6

25 tahun

PR

S1 Nurse

7

26 tahun

LK

D-3 Kep

8
9
10

39 tahun
42 tahun
38 tahun

PR
PR
PR

D-3 Kep
D-3 Kep
D-3 Kep

11
12
13
14
15

37 tahun
40 tahun
30 tahun
44 tahun
25 tahun

PR
LK
PR
PR
PR

D-3 Keb
D-3 Kep
S-1 Kep
D-3 Kep
S-1 Ners

Jabatan/
Tempat Tugas
Perawat Pelaksana/
Poliklinik
Perawat Pelaksana/
Rawat Inap
Perawat Pelaksana/
Ruang Bayi/
Perinato
Bidan Pelaksana/
Ruang Kebidanan
Perawat Pelaksana/
Ruang Operasi
Perawat Pelaksana/
Ruang ICU
Perawat Pelaksana/
Ruang IGD
Karu Polilinik
Karu Rawat Inap
Karu Bayi
(Perinato)
Karu Kebidanan
Karu Operasi
Karu ICU
Karu IGD
IPCN

Lama Pelatihan
Bertugas
PPI
1 tahun
1 kali
1 tahun

Belum

1 tahun

1 kali

2 tahun

3 kali

1 tahun

3 kali

1 tahun,
3 bulan
1 tahun

3 kali

6 tahun
10 tahun
9 tahun

3 kali
3 kali
1 kali

10 tahun
11 tahun
7 tahun
8 tahun
2 tahun

5 kali
Belum
5 kali
3 kali
2 kali

3 kali

Sumber: Data Hasil Penelitian, 2016

4.2.2

Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Nosokomial di RSU Mitra Medika Medan
Data hasil penelitian melalui wawancara tentang kemampuan perawat dalam

pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan
dikelompokkan berdasarkan 8 kemampuan perawat yaitu: 1) menjaga kebersihan
rumah sakit; 2) melaksanakan cuci tangan; 3) menggunakan alat pelindung; 4)
menggunakan teknik aseptik; 5) melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala
infeksi; 6) melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular; 7) membatasi

Universitas Sumatera Utara

55

paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung dan peralatan
diagnosis; 8) mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari
penularan infeksi nosokomial. Selengkapnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Menjaga Kebersihan Rumah Sakit
Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU
Mitra Medika Medan, diketahui bahwa dalam menjaga kebersihan untuk pencegahan
dan pengendalian infeksi nosokomial, kemampuan 10 dari 14 perawat (71,43%) di
RSU Mitra Medika telah tergolong baik. Namun, masih terdapat 4 perawat yang
belum mampu menjalankan perannya dalam menjaga kebersihan rumah sakit. Hal ini
terlihat dari pernyataan berikut:
Dalam menjaga kebersihan RS, kami hanya membuang sampah pada
tempatnya..Itu aja sih..dan sudah ada CS yang membantu (Informan 1).
Kalau untuk kebersihan ruangan kami dibantu CS.. paling yang kami
lakukan hanya membuang sampah sesuai tempatnya.. itu saja sih..
(Informan 5).
Limbah yang terkena darah kotoran pasien, air liur pasien dimasukkan
ke ember hitam khusus untuk limbah infeksius (Informan 2).
Untuk limbah infeksius seperti plasenta kami serahkan ke keluarga
nya.. sebelumnya kami bersihkan pakai air mengalir.. kemudian kami
taruh ke dalam plastik dan kami serahkan (Informan 4).
Dari matrik jawaban di atas, diperoleh informasi bahwa informan lebih
cenderung menyerahkan tugasnya kepada Cleaning Service (CS) dalam menjaga
kebersihan rumah sakit untuk pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial.
Mereka menganggap perannya hanya sebatas membuang sampah, padahal selain hal

Universitas Sumatera Utara

56

tersebut perawat harus mampu membersihkan bed dan meja pemeriksaan pasien
dengan menggunakan cairan desinfektan, memilah limbah dan membuangnya ke
tempat sampah tertutup sesuai jenisnya (infeksius, non infeksius dan benda tajam),
mengganti laken yang kotor setiap hari atau bila terkena cairan tubuh, dan
menempatkan laken kotor non infeksius dan infeksius yang terkena darah/cairan
tubuh secara terpisah.
Kemudian dari hasil wawancara tersebut juga ditemukan masih terdapat
perawat yang kurang mampu melakukan pemilahan dan pengelolahan limbah secara
baik dan benar, padahal berdasarkan kebijakan rumah sakit yang mengacu pada
beberapa peraturan jelas tertulis bahwa limbah infeksius ditempatkan pada tong
sampah berwarna kuning, sedangkan tong sampah hitam digunakan untuk
menampung limbah non infeksius.
Disamping itu, juga terdapat pernyataan berupa plasenta yang merupakan
bagian dari jaringan tubuh dan tergolong sebagai sampah infeksius seharusnya
menjadi kewajiban rumah sakit untuk mengelolahnya, dan walaupun harus
diserahkan kepada keluarga karena alasan budaya seharusnya mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan, dimana plasenta seharusnya didesinfeksi dan dikemas ke dalam
toples sebelum diserahkan kepada keluarga.
Dari hasil observasi peneliti terhadap seluruh informan dalam hal menjaga
kebersihan rumah sakit sudah dilakukan secara rutin, ternyata hanya 5 dari 14
perawat (35,71%) yang melakukannya dengan maksimal, sebagaimana pada matrik
berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

57

Tabel 4.2. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat dalam
Menjaga Kebersihan Rumah Sakit secara Rutin
Dilakukan
Ya
Tidak















Informan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Perawat Pelaksana Poliknilik
Perawat Pelaksana Rawat Inap
Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato)
Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan
Perawat Pelaksana Ruang Operasi
Perawat Pelaksana ICU
Perawat Pelaksana IGD
KaRu Poliklinik
KaRu Rawat Inap
KaRu Ruang Bayi (Perinato)
KaRu Ruang Kebidanan
KaRu Ruang Operasi
KaRu ICU
KaRu IGD

Data Hasil Penelitian, 2016

Selain kemampuan beberapa perawat yang belum baik, hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan menjaga kebersihan rumah sakit antara lain :
Plastik untuk lapis tong sampahnya selalu habis.. apalagi kalau operasi
lagi banyak., jadi kami tuang langsung limbahnya ke dalam tong
sampah infeksius.. nanti misalnya besok sudah diambil baru kami cuci..
(Informan 5).
Jeregen benda tajam hanya tersedia satu di nurse station jadi setiap
kali selesai menyuntik kami recapping jarum suntik nya dan taruh
sementara di neilbaken (Informan 6).
Laken kadang kala tidak cukup sehingga digunakan berulang.. jika
laken nya tidak basah dan masih bersih ga kami ganti per pasien..
soalnya kalau nanti kami ganti semua sementara stoknya gak ada
jadinya bed nya tidak berlaken.. (Informan 7).
Kalau untuk linen kadang jumlahnya kurang.. jadi harus dicatat. terus
sering kurang bersih, misalnya rambut atau kapas berlengketan di
linen itu jadi kurang steril, terpaksa kita buangi helai demi helai.
(Informan 12).

Universitas Sumatera Utara

58

Laken masih kurang, karena pasien kadang muntah berkali-kali... laken
hanya 1 kali dicuci, bahkan laken pernah kosong. Jadi kadang kami
pinjam dari ruangan lain. Sering kejadian kalau pagi laken yang
dijemput petugas laundry 10, pengembaliannya sore hanya 8. Dan bisa
juga menjadi 15.. terkadang saat mereka mengembalikan kami sedang
sibuk.. kami tidak menghitung.. (Informan 13).
Plastik (tong sampah) kadang sama-sama warna hitam.. (Informan 14).
Berdasarkan rangkuman matriks jawaban di atas, dapat dinyatakan bahwa
beberapa sarana dan prasarana yang mendukung perawat dalam menjaga kebersihan
rumah sakit masih terbatas.
2. Pelaksanaan Cuci Tangan
Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU Mitra
Medika Medan tentang cara dan tahapan dalam melakukan cuci tangan untuk
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial, diperoleh informasi bahwa
kemampuan 12 dari 14 perawat (85,71%) dalam pelaksanaan cuci tangan sudah
tergolong baik. Pada umumnya, dalam tahapan pelaksanaan cuci tangan, sebagian
besar perawat sudah mengetahui aturan 6 langkah dan 6 waktu sesuai rekomendasi
WHO. Enam langkah cuci tangan dilakukan dengan membersihkan area telapak
tangan, punggung tangan, sela-sela jari, diikuti dengan gerakan mengunci dan
membersihkan ibu jari serta ujung-ujung jari yang dilakukan pada saat 6 waktu, yaitu:
sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan, sesudah kontak dengan pasien,
sesudah kontak dengan lingkungan pasien, sesudah memakai sarung tangan dan
sesudah kontak dengan cairan tubuh pasien.

Universitas Sumatera Utara

59

Akan tetapi, masih terdapat dua perawat yang belum mampu melaksanakan
cuci tangan dengan baik dan benar seperti penyataan berikut:
Saya masih sering lupa tahapan cuci tangan walaupun selalu ada
direspon saat overan di nursestation, saya sering lupa.. (Informan 2).
Kalau pake handrub tangan dicuci selama 20-30 menit.. eh detik ,
dengan air 30-40 detik.. ehm.. salah2.. 40-60 detik maksudnya.. kadangkadang lupanya gini.. kalau sudah dipanggil sus.. cairan infusnya
habis.. nah disana sering kelupaan cuci tangan karena uda mau
cepat..(Informan 4)
Dari matriks diatas terlihat bahwa perawat terkadang masih melupakan
tahapan dan durasi cuci tangan serta sering lupa mencuci tangan karena ada tindakan
spontan, padahal hal tersebut tidak sesuai SPO.
Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap seluruh informan di RSU Mitra
Medika Medan dalam hal perawat mencuci tangan dengan air, sabun ataupun
handrub, ternyata hanya 6 perawat (42,86%) yang melakukan 6 waktu 6 langkah cuci
tangan dengan prosedur yang benar, sebagaimana pada matrik berikut ini:
Tabel 4.3. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat dalam
Melaksanakan Cuci Tangan
Informan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Perawat Pelaksana Poliknilik
Perawat Pelaksana Rawat Inap
Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato)
Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan
Perawat Pelaksana Ruang Operasi
Perawat Pelaksana ICU
Perawat Pelaksana IGD
KaRu Poliknilik
KaRu Rawat Inap
KaRu Ruang Bayi (Perinato)

Dilakukan
Ya
Tidak











Universitas Sumatera Utara

60





11. KaRu Ruang Kebidanan
12. KaRu Ruang Operasi
13. KaRu ICU
14. KaRu IGD



Data Hasil Penelitian, 2016

Adapun beberapa hambatan yang dialami perawat dalam pelaksanaan cuci
tangan adalah:
Karena kelamaan .. biasanya bayinya sudah nangis duluan.. apalagi
kalo bayi nya sedang banyak dan nangis semua.. kan ga mungkin siap
dikasih susu kita handrub dulu. Pernah bayi sampai 8 orang, perawat
yang bertugas cuman 2 orang.. (Informan 3).
Yang enam langkah, jujur saja belum diaplikasi semua.. kadang ada
yang terlupakan.. lihat kondisi nya juga, misalnya kalau lagi rame
kesana kemari jadinya kelupaan.. (Informan 7).
SDM kami masih kurang.. kami hanya 8 orang termasuk saya.. pasien
kalau hari senin bisa mencapai 120 orang.. manalagi dokter kadang
mau datang semua bersamaan.. kami kan repot.. ga sempat kalau semua
dilakukan..paling dilakukan pun ga sampai 6 langkah.. hanya sekedar
saja.. (Informan 8).
Repot.. karena gimana ya.. memang sepele.. cuma tetap saja lama
waktunya, belum lagi sana sini sudah panggil.. kami 1 shift hanya 3-4
orang dengan 20-30 pasien setiap hari.. (Informan 9).
Dari beberapa matriks jawaban di atas terlihat bahwa kesibukan perawat
akibat jumlah SDM yang belum sesuai dengan kebutuhan menjadi kendala terbesar
perawat dalam pelaksanaan cuci tangan. Disamping itu, hambatan lain yang dihadapi
perawat dalam melaksanakan cuci tangan adalah sebagai berikut:
Kalau untuk wastafel, kami susah.. karena nurse station kami belum
ada.. jadi kalau mau mencuci tangan dengan air mengalir kami harus
ke VK atau ke nurse station lantai 3.. (Informan 4).
Untuk handuk buat lap cuci tangannya aja.. Itu selalu kurang.. bahkan
pernah 1 hari gak ada.. kami tanya orang laundry juga tidak tau
kemana handuknya.. (Informan 7).

Universitas Sumatera Utara

61

Cuman yah hambatan nya handuk untuk lap tangan itu.. padahal uda
dikasih 200-300 buah dari PPI, tapi setiap kali diantar ke laundry
berkurang.. sekarang paling banyak handuknya cuma 80.. kalau
handuknya dipakai berulang yah jadi infeksi juga.. (Informan 8).
Brush tidak ada, sudah diminta tapi yang diberi brush alat bukan untuk
brush tangan. Jadi selama ini kita pakai sabun saja karena brushnya
keras sakit bila dipakai.. (Informan 12).
Kurang nyaman aja klo pake handrub karena lengket-lengket di
tangan... (Informan 2).
Karena kalau pake handrub terasa makin lengket.. (Informan 5).
Dari beberapa matriks diatas dapat terlihat bahwa fasilitas pendukung perawat
untuk melakukan cuci tangan belum mencukupi kebutuhan. Selain itu, perawat juga
merasa tidak nyaman dalam menggunakan sarana dan prasarana cuci tangan yang
telah tersedia.
3. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi/bagian di
RSU Mitra Medika Medan tentang menggunakan alat pelindung untuk pencegahan
dan pengendalian infeksi nosokomial mencakup cara menggunakan dan tahapan
menggunakannya, diperoleh informasi bahwa kemampuan 7 dari 14 perawat (50%)
dalam menggunakan APD telah tergolong baik. Namun, beberapa perawat lainnya
kurang mampu menggunakan APD secara baik dan benar seperti pernyataan berikut:
APD pada bayi, biasanya (dipakai) pada saat melakukan injeksi vitamin
K, menginfus, pasang NGT atau pada saat membersihkan kotoran bayi,
ehm.. apa lagi ya.. lupa.. kalau buang linen biasanya tidak pakai
handscoen.. (Informan 3).

Universitas Sumatera Utara

62

Lupa pake handscoen karena kondisi tiba-tiba seperti dipanggil pas
infus pasien terlepas… jadi darah pasiennya kan nyocor.. mau balik
lagi ambil handscoen kadang-kadang gak sempat.. kan kasihan juga
pasiennya.. yang terpaksa kami pegang dulu.. nanti baru kami cepatcepat cuci tangan..(Informan 4).
Handscoen dipakai saat melakukan injeksi dan mengganti perban tapi
ga selalu dipake soalnya kan boros.. (Informan 1).
APD dipakai untuk satu orang satu pasien. saat melakukan tindakan,
infus, mengganti pampers, hanya itu.. Klo untuk menginjeksi tidak ganti
sarung tangan karena biar menghemat.. (Informan 2).
Waktu bayi buang air besar juga tapi tidak selalu.. karena klo kita
hitung-hitung bisa habis dong 1 kotak sarung tangan itu.. (Informan
10).
Dari matriks tersebut diatas, terlihat bahwa masih terdapat perawat yang
belum mengetahui prinsip universal precaution secara benar. Perawat belum
mengetahui tindakan-tindakan apa saja yang memerlukan penggunaan APD dan
terkadang masih tidak menggunakan APD akibat kesibukan akan pekerjaannya.
Selain itu, beberapa perawat belum paham penggunaan APD harus per pasien per
tindakan yang bersentuhan dengan cairan tubuh karena takut menghabiskan sumber
daya rumah sakit.
Hasil observasi peneliti terhadap informan di RSU Mitra Medika Medan
dalam hal penggunaan APD sesuai prosedur seperti sarung tangan, gaun pelindung,
masker, pelindung mata, pelindung wajah yang disesuaikan dengan kegiatan pada
tempat tugasnya, terlihat pada matrik berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

63

Tabel 4.4.

Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat dalam
Menggunakan Alat Pelindung
Dilakukan
Ya
Tidak















Informan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Perawat Pelaksana Poliknilik
Perawat Pelaksana Rawat Inap
Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato)
Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan
Perawat Pelaksana Ruang Operasi
Perawat Pelaksana ICU
Perawat Pelaksana IGD
KaRu Poliknilik
KaRu Rawat Inap
KaRu Ruang Bayi (Perinato)
KaRu Ruang Kebidanan
KaRu Ruang Operasi
KaRu ICU
KaRu IGD

Data Hasil Penelitian, 2016

Dari tabel di atas terlihat bahwa hanya 5 perawat (35,71%) yang
menggunakan APD dengan tepat dan sesuai prosedur. Berdasarkan hasil wawancara,
hambatan yang dihadapi perawat berkaitan dengan APD antara lain:
Ukuran handscoen itu selalu berubah-ubah.. kadang terlalu besar
kadang terlalu kecil.. kadang tertarik jadinya koyak.. (Informan 8).
Handschoen yang tersedia kebesaran saja ukurannya sehingga kurang
nyaman.. (Informan 11).
Topi kami gak ada.. celemek kami gak ada.. jadi kalau ada
pemasangan CVC kami minjam nya ke OK.. (Informan 6).
Sering lupa.. dan untuk apron jumlahnya juga kurang (Informan 14).
Berdasarkan matriks jawaban di atas, terlihat bahwa informan kurang nyaman
dengan APD yang tersedia, sehingga kepatuhan mereka dalam menggunakan APD

Universitas Sumatera Utara

64

menjadi kurang baik. Hambatan lainnya adalah APD selain sarung tangan dan masker
yang masih belum tersedia di beberapa instalasi/bagian yang membutuhkan.
4. Menggunakan Teknik Aseptik
Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU Mitra
Medika Medan tentang menggunakan teknik aseptik mencakup melakukan teknik dan
tahapan pelaksanaannya, diperoleh informasi bahwa kemampuan 10 dari 14 (71,43%)
perawat di RSU Mitra Medika Medan masih kurang baik. Beberapa matriks jawaban
diantaranya adalah:
Untuk perawatan tali pusat biasanya di lakukan setelah bayi
dimandikan.. caranya pertama pakai handscoen lalu tali pusat di
bungkus dengan kasa steril.. cuman terkadang lupa untuk cuci tangan...
(Informan 3).
Menolong persalinan tetap pakai handscoen yang non steril, menjahit
luka jalan lahir juga.. (Informan 4).
Cuman kami tidak menggunakan handscoen steril (untuk menjahit luka)..
karena menurut saya luka itu kan waktu datang kotor jadi yah gak apaapa kalau tidak pake yang non steril.. (Informan 7).
Pasang kateter digunakan sarung tangan biasa karena tak ada sarung
tangan steril,didesinfeksikan dengan air dari dalam ke luar. (Informan 2).
Untuk kateter ada dengan jelly.. dan untuk perempuan pakai kapas
cebok.. laki-laki pakai apa ya.. (Informan 1).
Sebelum dipasang kateter didesinfeksi dulu dipakaikan kapas cebok
labianya (Informan 4).
Untuk pasang kateter laki-laki kami bersihkan alat kelamin dengan kapas
yang dibasahi betadine dan diusap dari dalam ke luar.. kalau perempuan
kami pakai kaceb yang kami minta dari kebidanan.. (Informan 9).
Dari matrik jawaban di atas diketahui dalam menggunakan teknik aseptik,
terdapat beberapa perawat kurang menguasai kapan saja tindakan aseptik dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

65

Masih terdapat perawat yang melupakan cuci tangan dalam melakukan teknik aseptik.
Dalam pemasangan kateter, menjahit luka dan menolong persalinan, perawat belum
menggunakan sarung tangan steril. Selain itu, pada tahapan pemasangan kateter
perawat masih ada yang lupa melakukan desinfeksi dan cairan desinfeksi yang
digunakan untuk pemasangan kateter belum sesuai SPO, yaitu chlorhexipenidine.
Perawat masih menggunakan jelly, kapas cebok, cairan betadine bahkan air untuk
melakukan desinfeksi.
Hasil observasi peneliti bahwa peneliti terhadap seluruh informan dalam hal
menggunakan teknik aseptik terlihat pada matrik berikut ini:
Tabel 4.5. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat
dalam Menggunakan Teknik Aseptik
Informan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Perawat Pelaksana Poliknilik
Perawat Pelaksana Rawat Inap
Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato)
Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan
Perawat Pelaksana Ruang Operasi
Perawat Pelaksana ICU
Perawat Pelaksana IGD
KaRu Poliknilik
KaRu Rawat Inap
KaRu Ruang Bayi (Perinato)
KaRu Ruang Kebidanan
KaRu Ruang Operasi
KaRu ICU
KaRu IGD

Dilakukan
Ya
Tidak















Data Hasil Penelitian, 2016

Universitas Sumatera Utara

66

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa hanya 4 dari 14 perawat yang
melakukan teknik aseptik dengan tepat dan sesuai prosedur. Beberapa hambatan yang
dihadapi perawat berkaitan dengan teknik aseptik antara lain:
Yah.. masih banyak yang kami belum lakukan dengan benar.. terutama
untuk pemasangan kateter, seperti harus pakai sarung tangan steril, cara
desinfeksi nya.. karena selama ini belum ada arahan untuk itu selama
ini..(Informan 1).
Untuk handscoen steril hanya dokter yang pakai.. kalau kami cuma pakai
handscoen yang tersedia di kotak-kotak itu.., karena selama ini kami
belum tau.. (Informan 4).
Karena selama ini belum ada advice (Informan 7).
Kalau untuk sarung tangan steril untuk bantu persalinan sih tidak, apa
harus steril ya? Tapi saya ga pernah dikasi tau. Saya baru tau ini..
(Informan 11).
Ga ada sih.. paling sering lupa.. nanti dipelajari lagi.. (Informan 2).
Kami belum menggunakan sarung tangan steril untuk pasang kateter..
karena gak terbiasa pakai yang steril.. (Informan 9).
Dari beberapa matriks jawaban di atas, terlihat bahwa sebagian besar perawat
merasa belum mendapat pengarahan terkait pemakaian sarung tangan steril untuk
melakukan tindakan aseptik. Selain itu, perawat mengaku sering lupa atas arahan
yang telah diberikan dan belum terbiasa dengan prosedur yang telah ditetapkan.
5. Melapor kepada Dokter Jika Ada Tanda dan Gejala Infeksi
Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU
Mitra Medika Medan tentang melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala
infeksi mencakup cara dan tahapan dalam pelaksanaannya, diperoleh informasi
bahwa dalam melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi, kemampuan 13

Universitas Sumatera Utara

67

dari 14 perawat (92,86%) di RSU Mitra Medika Medan tergolong baik. Adapun
beberapa pernyataannya adalah:
Bila dijumpai tanda dan gejala infeksi nosokomial, biasanya tanda-tanda
infeksi itu kemerahan, bengkak, kadang berpus dan lain-lain.. biasa bila
ada tanda sepeti itu kami lapor dan minta dokter memeriksa.. (Informan
7).
Jika ada flebitis dengan tanda ada luka, merah, panas dan nyeri, saya
melapor ke karu dulu.. bila izin maka saya ganti, bisa saya atau karu
yang melapor ke dokternya. (Informan 2).
Kalo via phone sebelumnya kita perkenalkan diri.. baru kita ceritakan
kondisi pasien sesuai hasil pemeriksaan, vital sign nya dan lain-lain..
baru kita tanyakan apa rekomendasinya.. baru kita catat.. untuk
memastikannya kita baca ulang kembali.. misalnya obat yang kita
tambahankan ini ya dok, dosisnya segini.. baru kita ucapkan selamat
siang dan tutup teleponnya.. (Informan 13).
Dari matrik jawaban di atas diketahui perawat telah mengetahui biasanya
tanda-tanda infeksi itu kemerahan, bengkak, dan sebagainya. Tahapan pelaporan bila
dijumpai tanda-tanda infeksi pada pasien perawat pelaksana melaporkan ke kepala
ruangan, atau ke dokter jaga atau ke PPI untuk dilanjutkan ke dokter spesialis.
Kadang kala perawat pelaksana langsung menghubungi dokter spesialis
melalui telepon. Saat melaporkan perawat pelaksana menceritakan situasi dan
background pasien, hasil assemen pasien, dan dikonfirmasi apa rekomendasi dari
dokter spesialisnya. Selanjutnya perawat membuat catatan di rekam medis pasien.
Umumnya, setelah dilaporkan langsung dokter memeriksa dan pasien dikasih terapi.
Akan tetapi, terdapat 1 informan yang belum mengetahui dengan benar
prosedur di atas, seperti pada pernyataan berikut:

Universitas Sumatera Utara

68

Cara laporkan dan komunikasi bila ada infeksi. Biasanya ya melapor ke
dokter operator sesuai tanda infeksi yang muncul… nanti paling disuruh
naikkan antibiotik. (Informan 12).
Berdasarkan hasil observasi terhadap seluruh informan di RSU Mitra Medika
Medan dalam hal perawat melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi
secepat mungkin, sebagaimana pada matrik berikut ini:
Tabel 4.6. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat
dalam Melapor kepada Dokter jika Ada Tanda dan Gejala Infeksi
Informan
1: Perawat Pelaksana Poliklinik
2: Perawat Pelaksana Rawat Inap
3:Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato)
4: Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan
5: Perawat Pelaksana Ruang Operasi
6: Perawat Pelaksana ICU
7: Perawat Pelaksana IGD
8: Karu Poliklinik
9: Karu Rawat Inap
10: Karu Ruang Bayi (Perinato)
11: Karu Kebidanan
12: Karu Operasi
13: Karu ICU
14: Karu IGD

Dilakukan
Ya
Tidak















Data Hasil Penelitian, 2016

Dari tabel diatas, terlihat hanya 11 perawat (78,51%) yang melapor kepada
dokter jika ditemukan tanda dan gejala infeksi nosokomial. Hambatan dalam
pelaksanaannya adalah:
Dokter spesialis bisa tiba-tiba gak datang.. jadi pasien terpaksa kami
ganti perban dulu sendiri (Informan 1).
Dokter spesialisnya agak susah dihubungi, terutama di hari libur..
(Informan 7).

Universitas Sumatera Utara

69

Berdasarkan matriks jawaban di atas, terlihat bahwa komitmen dokter yang
belum baik menjadi hambatan bagi perawat.
6. Melakukan Isolasi terhadap Pasien dengan Penyakit Menular
Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU Mitra
Medika Medan tentang melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular
bagaimana melakukan isolasi dan bagaimana tahapan yang dilakukan, diperoleh
informasi kemampuan 8 dari 14 (57,14%) perawat di RSU Mitra Medika Medan
masih kurang baik sebagaimana terlihat dari pada beberapa contoh matrik berikut ini:
Biasanya pasien menular kami rawat di kamar isolasi, kek pasien TB..
DM dengan ganggren, hepatitis.. ehm.. yang menular lah pokoknya..
(Informan 6).
Pasien yang butuh isolasi misalnya pasien HIV AIDS, cacar, dan TB
paru dipisahkan dan dirawat di ruangan khusus.. (Informan 2).
Setau saya yang perlu diisolasi dan dirawat terpisah itu pasien TB paru,
pasien DM yang ada ganggren nya karena kan terganggu karena
baunya, HIV.. terus pasien-pasien yang menular lainnya.. (Informan 13).
Dari matrik jawaban di atas diketahui bahwa dalam melakukan isolasi
terhadap pasien dengan penyakit menular, perawat belum mampu dalam menetapkan
kategori pasien dengan penyakit menular yang perlu diisolasi. Sebagian besar perawat
masih mengganggap bloodborne disease tertentu seperti hepatitis dan HIV yang perlu
diisolasi, bahkan beberapa diantaranya menjawab pasien DM dengan ganggren yang
diisolasi, padahal kebijakan rumah sakit mengharuskan penyakit dengan airborne
disease saja seperti pasien tuberculosis paru aktif yang wajib diisolasi. Kondisi ini

Universitas Sumatera Utara

70

akan mengakibatkan sering penuhnya kamar isolasi akibat penggunaan kamar yang
sering tidak efisien. Hal ini dipertegas oleh pernyataan berikut:
Kamar yang terutama.. itu selalu penuh.. (Informan 9).
Karena ruangan isolasi kita selalu penuh, terpaksa pasien kadang dirujuk
(Informan 7).
Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap seluruh informan di RSU Mitra
Medika Medan dalam hal melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit
menular dengan baik dan benar dapat terlihat pada matrik berikut ini:
Tabel 4.7. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat
dalam Melakukan Isolasi terhadap Pasien dengan Penyakit
Menular
Informan
1: Perawat Pelaksana Poliklinik
2: Perawat Pelaksana Rawat Inap
3:Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato)
4: Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan
5: Perawat Pelaksana Ruang Operasi
6: Perawat Pelaksana ICU
7: Perawat Pelaksana IGD
8: Karu Poliklinik
9: Karu Rawat Inap
10: Karu Ruang Bayi (Perinato)
11: Karu Kebidanan
12: Karu Operasi
13: Karu ICU
14: Karu IGD

Dilakukan
Ya
Tidak















Data Hasil Penelitian, 2016

Dari tabel di atas, terlihat bahwa 8 dari 14 perawat (57,14%) belum
melakukan isolasi dengan baik dan benar terhadap pasien menular. Tahapan
seharusnya dilakukan

yang

berkaitan dengan isolasi terhadap pasien dengan penyakit

menular pada umumnya perawat memakaikan APD pada pasien mulai dari IGD dan

Universitas Sumatera Utara

71

perawat sendiri juga memakai APD serta melakukan cuci tangan . Pasien kemudiaan
ditempatkan di ruangan khusus isolasi. Selama dalam ruang isolasi pasien diberi
edukasi kepada pasien, keluarga, dan pengunjung tentang etika batuk, cuci tangan,
dan pemakaian APD jika diperlukan.
Selain kemampuan para perawat yang kurang baik, hambatan lain dalam
pelaksanaannya adalah:
Belum ada ruangan tunggu khusus untuk pasien TB di Poliklinik
(Informan 1).
Masker sih.. itu belum standar isolasi.. (Informan 13).
Kamar isolasi di IGD yang belum ada.. itu sangat perlu kalau menurut
saya (Informan 7).
Cuma saya ga tau dimana posisi kamar isolasi untuk pasien bayi disini..
(Informan 3).
Kendala nya kalau pasien nya orang tua.. kadang-kadang dia tambah
sesak perasaan dia kalau pake masker (Informan 8).
Kalau dari pasien ini juga kadang hambatan, ada keluarga yang ga mau
kadang pasiennya diisolasi.. gak apa-apa lah mereka bilang.. (Informan
13).
Dari beberapa matriks jawaban di atas terlihat bahwa keterbatasan fasilitas
pendukung kembali menjadi hambatan bagi perawat. Disamping itu, hambatan
lainnya adalah masih terdapat perawat yang belum mengetahui letak kamar isolasi
dan penolakan yang berasal dari pasien dan keluarga.
7. Membatasi Paparan Pasien terhadap Infeksi yang Berasal dari Pengunjung
Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU Mitra
Medika Medan tentang membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari

Universitas Sumatera Utara

72

pengunjung mencakup cara membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal
dari pengunjung dan tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaannya, diperoleh
informasi bahwa dalam membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari
pengunjung, kemampuan 11 dari 14 perawat (78,57%) di RSU Mitra Medika Medan
tergolong baik, sebagaimana dirangkum pada matrik berikut ini.
Ehm.. kalau kami batasi 2 orang pengunjung untuk 1 pasien, kalau sudah
berlebih kami suruh keluar dulu.. nanti ganti-gantian.. selain itu kami
berlakukan jam berkunjung, yaitu jam 10.00-11.00 dan jam 16.00-17.00
(Informan 6).
Yah tadi.. dibatasi pengunjungnya.. biasanya dipakaikan APD seperti
topi, masker dan baju pengunjung dan kami damping dan diberi edukasi
jangan menyentuh alat dan menjaga jarak dari peralatan di ruangan ini
agar alat steril tidak terkontaminasi.. (Informan 5).
Dari matrik jawaban di atas diketahui pada umumnya, perawat melakukan
pencegahan paparan infeksi dengan cara membatasi jumlah pengunjung, bahkan di
ruangan tertentu seperti kamar operasi dan ruang bayi tidak diperkenankan
pengunjung untuk masuk, dan di ICU diberlakukan jam berkunjung. Selain itu,
pengunjung yang diperbolehkan masuk diberikan edukasi seperti diajari cara mencuci
tangan yang baik dan benar sebelum dan sesudah menyentuh pasien, memakai APD,
dan cara mencegah kontaminasi lainnya.
Namun, beberapa perawat masih menganggap bahwa peran mereka dalam
membatasi paparan pasien terhadap infeksi hanya sekedar membatasi jumlah
pengunjung, seperti penyataan berikut:
Paling kami batasi jumlah pengunjung.. Itu aja sih.. (Informan 10).

Universitas Sumatera Utara

73

Kami batasi jumlah pengunjung.. biasanya kami batasi 1 pasien 1 orang
pengunjung.. kalau terlalu ramai yah kami suruh keluar.. Itu saja sih..
(Informan 7).
Padahal, peran paling penting yang harus dilakukan
memberikan edukasi

perawat adalah

dengan baik dan benar terhadap pengunjung yang

diperkenankan masuk.
Dari hasil observasi peneliti terhadap seluruh informan di RSU Mitra Medika
Medan dalam hal pencegahan paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari
pengunjung , ternyata hanya 5 dari 14 perawat (35,71%) yang membatasi paparan
pasien terhada infeksi yang berasal dari pengunjung dengan baik dan benar dapat
terlihat pada matrik berikut ini:
Tabel 4.8. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat
dalam Membatasi Paparan Pasien terhadap Infeksi yang Berasal
dari Pengunjung
Informan
1: Perawat Pelaksana Poliklinik
2: Perawat Pelaksana Rawat Inap
3:Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato)
4: Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan
5: Perawat Pelaksana Ruang Operasi
6: Perawat Pelaksana ICU
7: Perawat Pelaksana IGD
8: Karu Poliklinik
9: Karu Rawat Inap
10: Karu Ruang Bayi (Perinato)
11: Karu Kebidanan
12: Karu Operasi
13: Karu ICU
14: Karu IGD

Dilakukan
Ya
Tidak
















Data Hasil Penelitian, 2016

Universitas Sumatera Utara

74

Berdasarkan hasil wawancara, hambatan dalam pelaksanaannya antara lain:
Kadang kami ga sempat edukasi, karena jika semua pengunjung diedukasi..
pasien akan terbengkalai (Informan 1).
Ehm.. edukasi cuci tangan belum.. karena kalo untuk pembatasan aja belum
bisa, gak mungkin kami sempat ajari lagi.. tergantung jam dan polinya.. kalau
lagi rame jujur itu gak akan sempat.. (Informan 8).
Yah.. jujur kami juga ga sempat kalo untuk edukasi pengunjungnya satu-satu
karena kerjaan kami juga banyak. Jadi gak berjalan juga.. (Informan 9).
Dari beberapa matriks jawaban di atas, terlihat bahwa kesibukan perawat kembali
menjadi hambatan. Selain itu, hambatan lainnya adalah faktor budaya dan
pengunjung yang menolak untuk diberikan edukasi, seperti yang dinyatakan oleh
beberapa informan berikut:
Cuman kadang-kadang mau juga pengunjungnya naik lebih dari 4 orang..
uda coba dijelaskan juga gak mau.. karena pasien beranggapan semakin
banyak yang jenguk semakin cepat sembuh kami pun bingung jadinya..
(Informan 4).
Banyak yang ga patuh.. yah kami kasih pengarahan.. kadang ada yang
mau.. kadang ga.. kalau kita larang nanti marah.. (Informan 6).
Soalnya klo kita ajarin mereka juga cuek aja, bahkan kita ajarin lagi,
nengok pun engga.. (Informan 10).
8. Mempertahankan Keamanan Peralatan dan Perlengkapan Perawatan dari
Penularan Infeksi Nosokomial
Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU Mitra
Medika Medan tentang

mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan

perawatan dari penularan infeksi nosokomial mencakup cara dan tahapan dalam
pelaksanaannya, diperoleh informasi bahwa kemampuan 8 dari 14 perawat (57,14%)

Universitas Sumatera Utara

75

di RSU Mitra Medika Medan sudah tergolong baik, namun masih terdapat 6 perawat
(42,86%) yang kurang baik sebagaimana terlihat dari beberapa matriks di bawah ini:
Untuk alat yang disterilakan.. Hmm aduh apa ya.. padahal da blajar
dulu.. yang itu kalau kritikal yang kena membran mukosa, non kritikal
seperti stetoskop (Informan 10). Untuk alat THT seperti spatel tounge, falk
serumen, nasal forsep dan lain-lain termasuk set GV hanya disterilkan 1
kali di pagi hari (Informan 1). Klo nebul kadang-kadang dibersihkan,
Tensi yang kadang sering lupa (Informan 14).
Dari pernyataan di atas, terlihat bahwa masih terdapat perawat yang belum
mampu menggolongkan alat-alat mana yang membutuhkan sterilisasi dan mana yang
tidak. Selain itu, beberapa perawat juga belum memahami prosedur mempertahankan
keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan yang mengharuskan alat harus
didesinfeksi atau disterilkan setiap kali selesai digunakan.
Hasil observasi peneliti terhadap seluruh perawat pelaksana (informan) di
RSU Mitra Medika Medan dalam mempertahankan keamanan peralatan dan
perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial dapat dilihat, yaitu :
Tabel 4.9. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat
dalam Mempertahankan Keamanan Peralatan dan Perlengkapan
Perawatan dari Penularan Infeksi Nosokomial
Informan
1: Perawat Pelaksana Poliklinik
2: Perawat Pelaksana Rawat Inap
3:Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato)
4: Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan
5: Perawat Pelaksana Ruang Operasi
6: Perawat Pelaksana ICU
7: Perawat Pelaksana IGD
8: Karu Poliklinik
9: Karu Rawat Inap

Dilakukan
Ya
Tidak










Universitas Sumatera Utara

76

10: Karu Ruang Bayi (Perinato)
11: Karu Kebidanan
12: Karu Operasi
13: Karu ICU
14: Karu IGD









Data Hasil Penelitian, 2016

Dari hasil observasi, ternyata hanya 5 (35,71%) perawat yang mempertahankan
peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial. Selain
pemahaman perawat yang masih kurang baik, beberapa hambatan lain yang dialami
dalam pelaksaannya adalah:
Rata-rata alat GV set hanya 1 set di masing-masing poliklinik, jadi kalau
ada 5 pasien yang pakai.. hanya dibersihkan dengan alkohol.. tidak sempat
lagi disterilkan.. (Informan 1).
Kendalanya di alat untuk inspekulo.. punya kami hanya 1.. klo ada 2 pasien
yang harus di inspekulo, alat hanya satu.. yah gimana yah.. namanya sikon..
(Informan 4).
Kadang gak sempat kalau stetoskop harus dibersihkan per pasien.. repot
aja.. kan harus cuci tangan, bawa status pasien, dan lain-lain lagi..
(Informan 2).
Kadang kelupaan hahhaha.. kadang ga sempat.. tapi pas overan shift selalu
kami bersihkan lagi. (Informan 7).
Berdasarkan matriks jawaban di atas, terlihat bahwa instrument dan alat medis
belum mencukupi kebutuhan di instalasi/bagian tertentu. Selain itu, perawat juga
masih sering lupa dan tidak sempat dalam mempertahankan keamanan peralatan dan
perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial.

Universitas Sumatera Utara

77

BAB 5
PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas hasil penelitian yang telah dipresentasikan, yaitu:
Dari hasil wawancara, hanya 2 dari 8 kemampuan pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial yang telah dikuasai dengan baik oleh perawat di RSU Mitra
Medika apabila diasumsikan penguasaan terkait materi sudah baik pada lebih dari
80% informan yang diwawancarai. Kedua kemampuan yang telah dikuasai secara
baik adalah dalam hal pelaksanaan cuci tangan dan melapor kepada dokter jika ada
tanda dan gejala infeksi. Hal ini disebabkan karena kedua kemampuan tersebut
merupakan bagian dari kegiatan rutinitas. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan hasil
observasi langsung terhadap informan, ternyata seluruh kemampuan perawat di RSU
Mitra Medika Medan dalam pencegahan dan dan pengendalian infeksi nosokomial
masih belum sesuai aturan WHO.
Adapun penjabaran lebih lanjut terkait masing-masing kemampuan perawat
tersebut adalah sebagai berikut:

5.1 Menjaga Kebersihan Rumah Sakit
Berdasarkan hasil wawancara mendalam, ditemukan hanya 10 dari 14 perawat
di RSU Mitra Medika yang memiliki kemampuan baik dalam menjaga kebersihan
ruangan dan lingkungan rumah sakit. Namun, masih terdapat 4 perawat yang belum
mengetahui perannya secara lengkap dalam menjaga kebersihan rumah sakit, kurang

77
Universitas Sumatera Utara

78

mengetahui proses dan tahapan pemilahan dan pengelolahan limbah, serta
penanganan linen secara baik dan benar.
Padahal, berdasarkan studi dokumen rumah sakit terlihat bahwa dokumen
pedoman dan SPO terkait pengelolahan limbah dan kebersihan rumah sakit sudah
ada, bahkan telah tersedia di masing-masing instalasi/bagian. Tiga dari empat
informan yang kurang mampu tersebut bahkan sudah pernah mengikuti pelatihan
terkait PPI maupun sosialisasi SPO, namun kemampuan mereka terkait menjaga
kebersihan lingkungan masih belum juga maksimal.

Menurut asumsi peneliti,

kondisi ini terjadi karena penalaran perawat yang belum baik.
Menurut Asmadi (2008), pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir
individu, dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan
berbeda dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi. Pendidikan
keperawatan mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas pelayanan keperawatan,
sehingga pendidikan yang tinggi dari seorang perawat akan memberi pelayanan yang
optimal.
Sejalan dengan hasil penelitian Saragih dan Rumapea (2010), terdapat
hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dan kepatuhan perawat dalam
menerapkan PPI di RS Columbia Asia Medan. Namun, ber