T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Bahasa Jawa Sebagai Muatan Lokal (MULOK) di SMP Negeri di Kota Salatiga: Perspektif Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons T1 BAB V

BAB V
IMPLEMENTASIPENGEMBANGAN MULOK DISMP NEGERI SALATIGA

2.1 Penentuan MULOK
Kurikulum 2013 Muatan Lokal Bahasa Jawa dikembangkan dengan
mempertimbangkan tantangan internal dan eksternal. Tantangan internal terkait
dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional
Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Tantangan eksternal terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang
terkait dengan kemajuan teknologi, informasi perkembangan pendidikan di tingkat
nasional dan internasional. Arus globalisasi akan menggeser pola hidup dan budaya
masyarakat Jawa. Bila hal initidak ditangani secara tepat boleh jadi masyarakat Jawa
tinggal nama tanpa kepribadian. Kurikulum 2013 Muatan Lokal Bahasa Jawa
dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir, baik secara makro (jagad gedhe)
dan secara mikro (jagad cilik).
1.

Penyempurnaan pola pikir secara makro (jagad gedhe)mengacu pada perubahan
pola pikir yang mengarah pada hal-hal berikut:

1. pembelajaran berpusat pada peserta didik.
2. pembelajaran interaktif.
3. pola pembelajaran jejaring.
4. pola pembelajaran aktif dengan pendekatan sains.
5. pola belajar berbasis tim.
6. pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat
multimedia.
7. pola pembelajaran berbasis kebutuhan peserta didik.
8. pola pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines).
9. pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.

Pola pemikiran secara mikro (jagad cilik) mengacu pada;
1. pola pembelajaran bahasa Jawa mengarah pada pembentuk kepribadian dan
penguat jati diri masyarakat Jawa yang tercermin pada pocapan(ucapan),
patrap(sikap), dan polatan(muka / ekspresi wajah).

2. pembelajaran bahasa Jawa sebagai upaya pengolahan kearifan budaya lokal
untuk didayagunakan dalam pembangunan budaya nasional, watak, dan
karakter bangsa.
3. pembelajaran bahasa Jawa sebagai penjaga dan pemelihara kelestarian bahasa,

sastra, dan aksara Jawa.
4. pembelajaran bahasa Jawa sebagai upaya penyelarasan pemakaian bahasa,
sastra, dan aksara Jawa agar sejalan dengan perkembangan bahasa Jawa (nut
ing jaman kalakone)
5. pembelajaran bahasa Jawa sebagai proses pembiasaan penggunaan bahasa
Jawa yang laras dan leres dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehari-hari di
dalam keluarga dan masyarakat sesuai dengan kaidah, etika, dan norma yang
berlaku
6. pembelajaran bahasa Jawa memiliki ciri sebagai pembawa dan pengembang
budaya Jawa.

2.

Penguatan materi dilakukan dengan memperhatikan;
1. penggunaan

bahasa

Jawa


ragam

ngoko

dan

krama

dengan

mempertimbangkan keberadaan dialek masing-masing daerah. Materi
kebahasaan yang berkaitan dengan unggah-ungguh tidak disajikan secara
khusus pada aspek pengetahuan (KI3). Hal ini dikawatirkan unggah ungguh
hanya berhenti pada tataran pengetahuan padahal yang diharapkan unggah
ungguh basa sebagai sebuah action sebagai manifestasi kesantunan berbahasa
yang menjadi bagian dari sikap sosial (KI3)yang tercermin dalam penggunaan
bahasa sehari-hari yang diajarkan melalui keteladanan dan pembiasaan pada

setiap kesempatan baik itu dalam proses pembelajaran di dalam kelas,
maupun di luar kelas.

2. pemanfaatan sastra Jawa modern sebagai hasil karya sastra Jawa baik yang
berupa sastra tulis maupun sastra lisan (geguritan, crita cekak, crita sambung,
novel, drama, film dan sebagainya) yang berkembang untuk pembentukan
karakter yang njawani.
3. pemanfaatan sastra klasik baik lisan maupun tulis (sastra piwulang, babad,
legenda, tembang, nyanyian rakyat, tembang dolanan, cerita, mitos, dongeng,
sastra wayang dan sebagainya) untuk penguatan jati diri.
4. aksara Jawa sebagai pemertahanan jati diri.

Berikut adalah surat keputusan yang diberikan olah Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Tengah :

Gambar 1
Surat Keputusan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah

Gambar 2
Pelaksanaan Kurikulum Muaatan Lokal

Dilihat dari sikap yang sudah diberikan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Tengah mengenai MULOK bahasa jawa tersebut, mengharapkan adanya upaya

pembentukan karakter terhadap sikap dan tindakan dalam melestarikan kebudayaan
lokal.Tujuan dalam kurikulum tersebut nantinya para siswa dapat menjaga dan
melestarikan kebudayaan lokal yang ada dan memiliki sifat maupun karakter yang
mengakar terhadap kebudayaan tersebut.
Dalam perspektif teori struktural fungsional dimana AGIL sebagai pisau
analisisnya untuk melihat topik yang penulis teliti ini terdapat beberapa aspek yang
menurut penulis menjadi pertimbangan dalam penentuan MULOK tersebut yaitu:
1. Sistem Kultural
Menurut Parsons, kebudayaan merupakan kekuatan utama yang
mengikat sistem tindakan. Hal ini disebabkan karena di dalam kebudayaan
terdapat norma dan nilai yang harus ditaati oleh individu untuk mencapai
tujuan dari kebudayaan itu sendiri. Nilai dan norma itu akan diinternalisasikan
oleh aktor ke dalam dirinya sebagai suatu proses dalam sistem kepribadian
agar membentuk individu sesuai yang diinginkan dalam sistem kultural.
Contohnya, nilai dan norma akan mendorong individu untuk bertutur kata
lebih sopan kepada orang yang lebih tua maupun orang yang dituakan.
Parsons berpendapat bahwa sistem kultural sama dengan sistem
tindakan yang lain. Jadi, kebudayaan adalah sistem simbol yang terpola dan
tertata yang merupakan sarana orientasi aktor, aspek sistem kepribadian yang
diinternalisasikan, dan pola-pola yang terinstitusionalkan dalam sistem sosial

(Ritzer dan Goodman, 2008:263). Artinya sistem kultural dapat dikatakan
sebagai salah satu pengendali sistem kepribadian.
Sistem kultural terhadap implementasi MULOK bahasa jawa diSMP
Negeri di Salatiga yaitu dimana MULOK tersebut berasal dari budaya
masyarakat sekitar yang seperti dikatan oleh Parsons kultural sebagai salah
satu pengendali sistem kepribadian dan hal itu sama halnya dengan tujuan
yang ingin dicapai yaitu mengakar dan melestarikan kebudayaan sekitar.

2. Sistem Kepribadian
Sistem kepribadian tidak hanya dikendalikan oleh sistem kultural,
namun juga dikendalikan oleh sistem sosial. Ini tidak berarti tidak ada tempat
independen atau bebas pada sistem kepribadian. Pandangan Parsons adalah
kendati konteks utama struktur kepribadian berasal dari sistem sosial dan
kebudayaan melalui sosialisasi. Kepribadian menjadi sistem independen
karena hubungannya dengan organismenya sendiri dan melalui keunikan
pengalaman hidupnya sendiri; Sistem Kepribadian Bukanlah Sekadar
Epifenomena (Ritzer dan Goodman, 2008:263).
Kritik Parsons tentang kepribadian ialah, dia tidak membiarkan
kepribadian sebagai sistem yang tidak independen atau tidak bisa berdiri
sendiri dan hanya diatur oleh sistem kultural maupun sistem sosial.

Kepribadian adalah sistem motivasi yang ada di dalam diri individu yang
mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan disposisi. Kebutuhan ini
berbeda bukanlah dorongan naluriah sejak lahir yang dimiliki individu, namun
kebutuhan ini timbul karena individu berada dalam setting sosial.
Kebutuhan disposisi akan mendorong individu untuk menerima
maupun menolak objek yang ada di lingkungan itu maupun untuk mencari
dan menemukan objek yang baru. Dengan kata lain, kebutuhan inilah yang
mendorong individu untuk terjebak maupun masuk dalam suatu sistem
maupun terciptanya sistem.
Parsons membedakan kebutuhan disposisi menjadi tiga jenis, yakni hal
yang mendorong aktor untuk mendapatkan cinta, persetujuan, keputusan yang
disebabkan dari hubungan sosial mereka. Kedua adalah internalisasi nilai
yang mendorong aktor untuk mengamati berbagai standar struktural, dan
kemudian menjadi harapan suatu peran untuk memberi maupun mendapatkan
respon yang tepat dari hubungan sosial. Seperti yang dapat kita lihat dalam
contoh tadi, seorang yang lebih muda akan berbicara lebih sopan kepada
orang yang lebih tua maupun yang dituakan.

Dilihat dari keputusan yang sudah diberikan oleh pemerintah provinsi jateng
terkait dengan adanya kurikulum 2013 terkait MULOK bahasa jawa, bahwa dinas

pendidikan provinsi jateng telah melihat bahasa jawa adalah MULOK yang mudah
beradaptasi dengan keadaan lingkungan sekitar khususnya Provinsi Jawa Tengah
dikarenakan bahasa tersebut seringkali digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh
masyarakat sekitar. Tujuan yang diinginkan pun juga tergolong cukup mudah,
dikarenakan hingga saat ini terdapat cukup banyak komunitas yang bergerak dalam
pelestarian kebudayaan dan pengenalan kebudayaan kedaerah luar, sehingga
pemerintah provinsi cukup terbantu dalam penerapan muatan lokal d SMP-SMP
Negeri di Provinsi Jateng.SMP Negeri di Salatiga sendiri telah mengikuti atau
menerapkan kurikulum 2013 dimana juga melaksanakan keputusan yang telah
diberikan oleh Dinas Pnedidikan Provinsi Jwa Tengah terkait MULOK bahasa jawa.
Di SMP Negeri di Salatiga dari berlakunya Kurikulum 2013 yang telah diterapkan,
hingga saat ini hanya terdapat 1 (satu) mata pelajaran muatan lokal (mulok) yaitu
bahasa jawa.Bahasa jawa terkhususnya bagi masyarakat jawa merupakan bahasa ibu
yang bisa dikatakan bahasa nenek moyang terdahulu yang hingga saat ini masih ada
dan masih terjaga hingga saat ini dan dikembangkan melalui pendidikan yaitu
melewati mutan lokal (MULOK) diSMP – SMP Negeri.
2.2

Pengembangan mulok
Dilihat dari kondisi MULOK untuk wilayah jateng dan terkhusunya Salatiga


saat ini, dimana kurikulum MULOK yang terdapat dalam kurikulum K13 tersebut
yaitu bahasa jawa saja dan diputuskan langsung oleh gubernur Provinsi Jawa Tengah
dimana nantinya keinginan pemerintah yang diharapkan dengan adanya MULOK
tersebut mampu mengangkat bahasa daerah dan bahkan parasiswa nantinya mampu
mengembangkan kebudayaan yang ada melalui bahasa jawa tersebut dan pada
akhirnya mampu mengakar kepada kebudayaan.

Di Salatiga dinas pendidikan sendiri juga berharap dengan adanya MULOK
tersebut mampu menjadi salah satu upaya bagi para siswa dalam melestarikan
kebudayaan yang ada serta menjadi upaya dalam mempertahaankan budaya
berbahasa jawa di era globalisasi ini, dimana bahasa jawa ini semakin lama
ditinggalkan oleh generasi muda dan kesulitan dalam persaingan dengan bahasa luar
maupun nasional.
Dalam mengembangkan MULOK (muatan lokal) Dinas pendidikan berupaya
mengembangkan mencari potensi yang ada di kota Salatiga agar kota Salatiga
memiliki MULOK tersendiri dimana nantinya dapat masuk kedalam kurikulum yang
ada.
“ ini sudah di awali oleh bagian KESRA sudah mulai menggali potensi
apa yang ada di kota salatiga ini, yang nanti bisa dijadikan muatan

lokal yang berdasarkan kearifan lokal. Kita akan mengangkat potensi

kota salatiga dan bisa di kembangkan menjadi muatan lokal.”1
Mulok yang terdapat dalam kurikulum 2013 yaitu dari bahasa jawa karena
budaya jawa yang menonjol adalah dari segi bahsa namun sampai saat ini masih
dikembangkan lebih lagi dalam hal materi yang diberikan dan upaya Dinas
Pendidikan kota Salatiga dalam mencari potensi kota Salatiga adalah salah satu usaha
dalam mengembangkan muatan lokaldengan cara mendata potensi – potensi yang
terdapat dikota Salatiga ini yang selanjutnya akan dipilih maupun disaring dan
nantinya

mampu

dimasukan

kedalam

kurikulum

yang


akhirnya

dapata

diimplementasikan dalam pembelajaran oleh guru-guru kepada para siswa SMP –
SMP Negeri kota Salatiga. Bagi para siswa setiap tahunnya diadakan lomba macapat
bahasa jawa agar menjadi salah satu wadah ajang bersaing bagai para siswa untuk
mengembangkan diri dengan berbahasa jawa dan bagi para guru memiliki forum guru
pengampu bahasa jawa yang nantinya dalam forum tersebut membahas tentang
1

Wawancara denganKepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga Ibu Niken Lidiastuti, Salatiga April 21
2017

kabijakan kurikulum MULOK bahasa jawa hingga cara pengajaran atau penyampaian
materi didalam kelas. Dalam upaya tersebut sama seperti dalam sebuah teori sosiologi
Tallcot Parsons tentang AGIL yang menjadi kacamata dalam melihat implementasi
muatan lokal ini yaitu:
1. Adaptasi
Adaptasi yaitu adalah upaya suatu bagian beradaptasi atau membiasakan diri
dengan lingkungan/sistem/wadah maupun ruang lingkup yang ada.Sebelum
ditentukannya MULOK yang ada saat ini, Dinas Pendidikan sudah berupaya
dalam melihat potensi apa yang mampu masuk dalam kurikulum tersebut dan
mudah untuk dipelajari bagi para siswa dalam hal ini yaitu mulok bahasa
jawa.Dipilihnya mulok bahasa jawa sebagaisalah satu bagian dari kurikulum K13
dijawa tengah yaitu dikarenakan bahasa jawa merupakan bahasa ibu atau bahasa
nenek moyang masyarakat sekitar dan hal ini mempermudah dalam memutuskan
bahwa bahasa jawa masuk kedalam kurikulum K13.
MULOK sendiri sudah menjadi salah satu upaya dalam menjaga dan
melestarikan kebudayaan sekitar, bahkan MULOK hingga saat ini diterima dengan
baik oleh masyarakat sekitar yang hingga saat ini MULOK bahasa jawa cukup
berjalan dengan lancar dalam tataran pendidikan dan menjadi cukup mudah untuk
dipahami oleh para siswa SMP. Kurikulum MULOK bahasa jawa berbeda dengan
kurikulum mata pelajaran lain dimana mata pelajaran lain sudah relative rinci
hingga ke referensi buku – buku yang akan digunakan, beda dengan kurikulum
MULOK bahasa jawa dimana guru pengampu dituntut untuk berimprovisasi dalam
pengajaran dalam kelas dan menjacari referensi buku yang dirasa pas maupun
cocok dengan kurikulum kompetensi yang diberikan hingga para guru pengampu
MULOK bahasa jawa tersebut berbagi dalam forum yang mereka buat yang
berisikan seluruh guru pengampu MULOK bahasa jawa SMP – SMP Negeri di
Salatiga. Waktu mengajar guru pengampu MULOK bahasa jawa juga mengalami
adaptasi yaitu yang dulunya sempat hanya satu jam dalam sekali pertemuan

selama satu minggu sekarang sudah berubah menjadi dua jam sekali pertemuan
dalam satu minggu dimana hal itu sudah tercantum dalam kurikulum MULOK
bahasa jawa 2013.
2. Goal (Tujuan)
Apa tujuan dengan adanya MULOK?yaitu untuk menjaga dan melestarikan
kebudayaan lokal sekitar yang menjadi aset kebudayaan Indonesia. Dimana
mencari potensi yang dapat dijadikan MULOK?yaitu dengan melihat budaya
sekitar yang ada dan potensi yang mampu dan sesuai dengan standar seleksi suatu
kebudayaan lokal dijadikan MULOK. Siapa yang menerima pendidikan MULOK
?yaitu parasiswa dalam hal ini para siswa SMP –SMP Negeri di Salatiga. Kapan
pendidikan tentang MULOK diberikan ?pemberian pendidikan tentang MULOK
diberikan sedini mungkin, dikarenakan diera globalisasi ini menginginkan generasi
penerus yang mengakar akan kebudayaan sekitar. Kenapa pendidikan MULOK
harus diberikan ?karena melalui pendidikan MULOK mampu membuat para siswa
memiliki kesadaran akan melestarikan kebudayaan lokal yang ada di era
globalisasi yang semakin lama semakin menggeser kebudayaan lokal dan
diharapkanya mampu mengembangkan diri memalui MULOK tersebut hingga
akhirnya dapat mengakar akan kebudayaan sekitar.Berikut juga pernyataan dari
kepala Dinas pendidikan kota Salatiga tentang tujuan yang ingin dicapai kota
Salatiga oleh Dinas Pendidikan kota Salatiga:
“Dampak yang diharapkan yaitu dengan adanya muatan lokal ini kita
bisa mengangkat potensi daerah dan memberikan bekal anak – anak
untuk bisa menjadi suatu keterampilan dan nantinya dapat mengangkat
perekonomian kota salatiga .”2

Bagaimana tahapan tahapan yang akan dicapai dengan adanya mulok?
berikutpernyatan tentang tahapan tahapan yang akan dicapai dengan adanya
muatan lokal tersebut.
2

Wawancara denganKepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga Ibu Niken Lidiastuti, Salatiga April 21
2017

“Tahapan – tahapanya ya karna kita ada pembaharuan ya itu, kita
harus membuat fokus grup yang nanti akan ada iventarisasi kearifan
lokal, setelah di iventarisasi kita akan diskusikan lagi ini lho banyak
potensi. Dan kita pasti akan membuat kajian sebenarnya dari potensi
salatiga ini yang memililki peluang besar apa untuk dikembangkan.”3

3. Integrasi
Kurikulum MULOK tersendiri mampu dalam mengintegrasi sebuah sistem
masyarakat yang ada, dimana mulok mampu mengatur bagian-bagian dalam
komponennya yaitu kebudayaan, masyarakat serta pendidikan yang menjadikan
mulok menjadi salah satu hal penting dalam menjaga dan melestarikan
kebudayaan lokal sekitar bahkan mampu dalam pembentukan karakter dan
nantinya juga mampu membuat para siswa mengakar akan budaya lokal. Waktu
mengajar guru pengampu MULOK bahasa jawa juga mengalami upaya dalam
mengintegrasi pola dengan mata pelajaran lainya yaitu yang dulunya sempat hanya
satu jam dalam sekali pertemuan selama satu minggu sekarang sudah berubah
menjadi dua jam sekali pertemuan dalam satu minggu dan memiliki porsi yang
sama

dengan

mata

pelajaran

yang

lain.

MULOK

bahsa

jawa

memilikikesinambunagan dengan mata pejaran lain, dimana MULOK bahasa jawa
meiliki peran sebagai standar penilaian guru terhadap sikap dan dari itu menjadi
salah satu syarat kenaikan kelas bagi para siswa dengan cara nilai moral harus
sesuai dengan standar yang sudah ditentukan oleh sekolah.
4. Latensi (Pemeliharaan Pola)
Pemeliharaan pola yang terjadi dalam muatan lokal cukup menarik dimana
dalam setiap aspeknya memiliki cara tersendiri dalam menjaga polatersebut agar
tetap terkait. Dalam bagian kerangka berpikir menjelaskan bahwa pemeliharaan
pola yang terjadi dirasa cukup menjaga setiap bagaian-bagian yang terkait dari

3

Wawancara denganKepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga Ibu Niken Lidiastuti, Salatiga April 21
2017

munculnya MULOK hingga output yang diinginkan yaitu pembentukan karakter
siswa akan budaya lokalsehingga setiap aspek mampu memberikan kontribusi
yang cukup dalam pemeliharaan pola dalam pengembangan MULOK. Ada pula
upaya sekolah dan para guru dalam menjaga dan memelihara keberlangsungan
MULOK dengan cara pengambangan diri para siswa dalam hal ini berbahasa jawa
dan disalurkan melalui ekstra kurikuler karawitan ada juga pendalangan yang
nantinya dilombakan dengan sekolah lain dan upaya ini sudah menjadi kebiasaan
yang sudah dilakukan di sekolah – sekolah SMP Negeri di Salatiga yang nantinya
kembali lagi menjadi sarana dalam pengambangan diri oleh para siswa.
Ketika membahas sistem sosial, Parsons tidak sepenuhnya mengesampingkan
masalah hubungan antar aktor dengan struktur sosial. Sebaliknya, ia menyebut
integrasi

pola-pola

nilai

dan

kebutuhan

disposisi

dengan

dinamika

fundamental(Ritzer dan Goodman, 2008:260).
Karena perhatian utamanya pada sistem sosial, yang terpenting dalam
integrasi ini adalah internalisasi dan sosialisasi. Dalam sosialisasi yang sukses, nilai,
dan norma akan terinternalisasi atau dengan kata lain, mereka menjadi bagian dari
nurani aktor, sehingga dalam mengejar kepentingan mereka, para aktor tengah
menjalankan kepentingan sistem secara keseluruhan.
Aktor adalah penerima pasif dalam proses sosialisasi. Anak-anak tidak hanya
tahu cara bertindak, mereka juga mengetahui norma dan nilai, serta moral
masyarakat.
Sosialisasi digambarkan sebagai proses penjagaan dimana kebutuhan disposisi
mengikatkan anak-anak dalam sistem sosial. Untuk itu, akan diadakan sarana-sarana
yang akan dimiliki anak-anak untuk mengembangkan kreativitas dan memuskan
kebutuhannya, dan kebutuhan akan kepuasan akan mengikat anak-anak pada sistem
yang diharuskan.
Menurut Parsons, alur pertahanan kedua dalam sistem adalah kontrol sosial.
Suatu sistem akan berjalan baik apabila kontrol sosial hanya dijalankan sebagai
pendamping, sebab sistem harus mampu menoleransi sejumlah variasi, maupun

penyimpangan. Sosialisasi dan kontrol sosial adalah mekanisme utama yang
memungkinkan sistem sosial mempertahankan ekuilibriumnya.

Jumlah individu

yang sedikit dan berbagai bentuk penyimpangan dapat terakomodasi, namun bentukbentuk lain yang lebih ekstrim harus diakomodasi oleh mekanisme penyeimbang
baru.
Intinya adalah Parsons ingin menekankan bahwa analisisnya mengacu tentang
bagaimana sistem mengontrol aktor, bukan bagaimana aktor menciptakan dan
memelihara sistem.
Menurut Parsons, sistem sosial yang paling spesifik adalah masyarakat yang
dijabarkan sebagai sebuah kolektivitas yang relatif mandiri, dan anggotanya mampu
memenuhi seluruh kebutuhan individual dan kolektif dan sepenuhnya hidup dalam
kerangka kerja kolektif (Ritzer dan Goodman, 2008:262).
Seperti teori diatas menjelaskan bahwa bagian-bagian sistem didalam
pengembangan mulok sangat penting dimana pada nantinya sistem pengembangan
mulok berpengaruh dalam pengimplementasiannya bagi para siswa SMP – SMP
Negeri di Salatiga.
2.3

Implementasi MULOK
Kementrian pendidikan indonesia membuat sebuah peraturan dimana setiap

daerah di indonesia mengharuskan sekolah-sekolah untuk mengangakat budaya
sekitar dan menjadikan sebuah mata pelajaran yang berbasis dengan kebudayaan
masyarakat sekitar agar ikut serta dalam melestarikan budaya masyarakat sekitar,
maka dari itu diterbitkanlah peraturan PERMENDIKBUD NO. 79 Tahun 2014 yang
berisi tentang kurikulum muatan lokal (MULOK) dimana MULOK tersebut
berdasarkan nilai kebudayaan yang berbasis pada budaya masyarakat sekitar.
Peraturan tersebut nantinya akan memacu setiap sekolah untuk menciptakan
kebijakan-kebijakan (khususnya SMP-SMP Negeri di Salatiga) diperuntukan untuk
kurikulum

muatan

lokal

(MULOK)

agar

menjadi

sebuah

upaya

dalam

mengimplementasi MULOK di tingkat SMP Negeri Kota Salatiga yang diharapkan

yang berdampak pada pengembangan karakter pada setiap siswa dan berujung pada
tercapainya tujuan bagi setiap siswa agar dapat mengakar pada kebudayaan yang
berbasis pada budaya masyarakan sekitar maupun kebudayaan di Indonesia lainnya.
Dalam penerapan kurikulum K13 tentang muatan lokal sudah berjalan cukup
baik. Setiap guru menjadi lebih paham dan mudah dalam mencari materi yang sesuai
dengan kurikulum yang diberikan dan mampu memmahami sejauh man kemampuan
para siswa untuk menerima materi yang diberikan namun setiap guru harus mampu
menyesuaikan dengan mata pelajaran lain dikarena MULOK sendiri tidak menjadi
mata pelajaran utama pada setiap SMP Negeri di Salatiga.
“Karna mulok itu berbeda dangan MAPEL yang lain jadi kita harus
menyesuaikan dengan MAPEL yang lain, karna MULOK sendiri itu
membuat materi sendiri, hanya dibuatkan kurikulum dari dinas
pendidikan.”4

Dengan demikian pengimplementasian MULOK dapat dilakukan di SMP –
SMP Negeri di Salatiga dan para guru pengampu dimudahkan dengan adanya
kurikulum kompetensi yang sudah diberikan oleh dinas pendidikan provinsi jawa
tengah dan di harapkan dengan adanya kurikulum kompetensi tersebut menjadi guru
mempu memberikan metode – metode pengajaran yang dengan mudah dipahami dan
pemberian materi yang cukup untuk dapat dimengerti oleh para siswa.

4

Wawancara dengan (Guru Pengampu Muatan Lokal Bahasa Jawa SMP Negeri 1 Salatiga, Salatiga 20
April 2017)

BAB VI
PENUTUP

6.1

Kesimpulan
Dari data yang sudah didapat dilapangan dan observasi secara langsung ke

sekolah SMP –SMP Negeri di Salatiga dapat disimpulkan bahwa MULOK sangat
diperlukan dalamhalkeikutsertaan suatu usaha dalam melestarikan kebudayaan yang
ada melalui dunia pendidikan, dimana melalui pendidikan banyak golongan
masyarakat harus melewati bangku sekolah, makadari itu MULOK adalah salah satu
cara dalam mengenalkan kebudayaan lokal sekitar dalam dunia pendidikan.
Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa implementasi muatan lokal SMP
Negeri diSalatiga dirasa mampu dalam keikutsertaan melestarikan kebudayaan,
dikarenakan dari usaha dinas pendidikan Provinsi Jawa Tengah hingga para guru
pengampu MULOK di SMP – SMP Negeri di Salatiga dalam mempertahankan
adanya pendidikan akan MULOK yang masuk kedalam kurikulum hingga penerapan
MULOK. Dinas pendidikan dikota Salatiga pun juga berusaha dalam keikut sertaan
untuk mengembangkan kurikulum MULOK tersebut agar menjadi wadah terhadap
siswa dalam pengembangan diri hingga akhirnya dapat melestarikan kebudayaan
lokal sekitar dan dapat mengakar akan kebudayaan.

6.2

Rekomendasi
1. Kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah
Terhadap dinas terkait diharapkan dalam membuat kurikulum muatan
lokal, untuk memberikan buku referensi terhadap materi yang diberikan
agar guru pengampu dapat terbantu dalam kegiatan ajar mengajar dikelas
dengan adanya buku referensi tersebut dan tidak terjadi perbedaan maupun
pencapaian tujuan terhadap masing – masing sekolah

2. Kepada Peneliti Selanjutnya
Kepada peneliti selanjutnya yang akan meneliti dengan topik yang
sama, agar lebih mendalam lagi dalam hal membandingkan kualitas
pengajar dan pengajaran terhadap sekolah –sekolah tersebutagar nantinya
dapat terlihat bagaimana pengimplementasiannya yang nantinya dapat
melihat perbedaan antara kualitas pengampu mata pelajaran terhadap
pelajaran yang lain dalam memperbaiki sistem pengimplementasianya dan
cara menyelesaikan hambatannya.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN WRITING DESCRIPTIVE PARAGRAPH MADE BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

44 306 18

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20