Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman
bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau
pembuatan makanan dan minuman.
Menurut BKP (2010) Pangan dikelompokkan menjadi sembilan kelompok yakni :
1.

Padi - padian, terdiri dari beras, jagung, terigu.

2. Makanan berpati adalah bahan makanan yang berasal dari akar atau umbiumbian, terdiri dari atas kentang, ubi kayu, ubi jalar, sagu, talas dan umbiumbian lain.
3. Pangan hewani, terdiri dari ikan, daging, susu, telur.
4.

Minyak dan lemak, terdiri dari minyak kelapa, minyak jagung, minyak kelapa
sawit dan margarin.


5. Buah dan biji berminyak, yang terdiri dari kelapa, kemiri, kenari, mete, dan
coklat.
6. Kacang - kacangan, terdiri kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang
lainnya.
7. Gula, terdiri dari gula pasir, gula merah (gula mangkok, gula lempengan, gula
semut) dan gula lainnya.
8. Sayur dan buah, adalah seluruh jenis sayur dan buah yang biasa dikonsumsi.
9.

Lain- lain, terdiri dari teh, kopi, bumbu makanan dan minuman beralkoho.

Universitas Sumatera Utara

8

Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan dalam 2
kategori besar, yaitu kebutuhan pangan dan non pangan. Dengan demikian pada
tingkat pendapatan tertentu, rumah tangga akan mengalokasikan pendapatannya
untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Secara alamiah kuantitas pangan yang

dibutuhkan seseorang akan mencapai titik maksimum sementara kebutuhan non
pangan, tidak akan ada batasnya. Dengan demikian, besaran pendapatan yang
dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah tangga dapat digunakan sebagai
petunjuk tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut. Dengan kata lain, semakin
tinggi pengeluaran untuk pangan, berarti semakin kurang sejahtera rumah tangga
yang bersangkutan. Sebaliknya, semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka
rumah tangga tersebut semakin sejahtera (Mulyanto, 2005).
Pengeluaran Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat
memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Tingkat pengeluaran
terdiri atas dua kelompok, yaitu pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan.
Tingkat kebutuhan/ permintaan (demand) terhadap kedua kelompok tersebut pada
dasarnya berbeda- beda. Dalam kondisi pendapatan terbatas, kebutuhan makanan
didahulukan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan
terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan.
Seiring dengan peningkatan pendapatan, maka lambat laun akan terjadi
pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan
untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan
makanan (BKP, 2010).


Universitas Sumatera Utara

9

Pergeseran komposisi dan pola pengeluaran tersebut terjadi karena elastisitas
permintaan terhadap makanan secara umum rendah, sedangkan elastisitas
terhadap kebutuhan bukan makanan relatif tinggi. Keadaan ini jelas terlihat pada
kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik
jenuh, sehingga peningkatan pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan
barang bukan makanan, sedangkan sisa pendapatan dapat disimpan sebagai
tabungan (saving) atau diinvestasikan (BKP, 2010).
Uraian di atas dapat menjelaskan bahwa pola pengeluaran merupakan salah satu
variabel yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan (ekonomi
penduduk), sedangkan pergeseran komposisi pengeluaran dapat mengindikasikan
perubahan tingkat kesejahteraan penduduk (BKP, 2010).
Pangsa atau Persentase Pengeluaran Pangan
Pangsa atau persentase pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga adalah
rasio pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga. Menurut
Sinaga dan Nyak Ilham (2002) perhitungan pangsa atau persentase pengeluaran
pangan pada tingkat rumah tangga menggunakan formula sebagai berikut ini :


PF =

x 100 %

Dimana :
PF = Pangsa atau persentase pengeluaran pangan (%)
PP = Pengeluaran untuk pangan rumah tangga (Rp/Bulan)
TP = Total pengeluaran rumah tangga (Rp/Bulan).

Universitas Sumatera Utara

10

Tingkat ketahanan pangan rumah tangga diukur dengan indikator klasifikasi
silang antara pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan energi. Pangsa
pengeluaran pangan mengukur ketahanan pangan dari aspek ekonomi, sedangkan
pemenuhan kecukupan konsumsi pangan dalam satuan energi mengukur
ketahanan pangan dari aspek gizi (Purwaningsih, 2010).
Apabila menggunakan indikator ekonomi, dengan kriteria apabila pangsa atau

persentase pengeluaran pangan rendah (≤ 60 % pengeluaran total) maka kelompok
rumah tangga tersebut merupakan rumah tangga tahan pangan. Sementara itu
apabila pangsa atau pengeluaran pangan tinggi (> 60 % pengeluaran total) maka
kelompok rumah tangga tersebut merupakan rumah tangga tidak tahan pangan
(Purwantini, 1999).
Rumah tangga tahan pangan adalah rumah tangga yang mempunyai pangsa
pengeluaran rendah dan cukup mengkonsumsi energi. Pangsa pengeluaran pangan
rendah berarti kurang dari 60 % bagian pendapatan dibelanjakan untuk pangan.
Dan ini mengindikasikan bahwa rumah tangga tahan pangan memiliki
kemampuan untuk mencukupi konsumsi energi karena mempunyai akses yang
tinggi secara ekonomi juga memiliki akses yang tinggi secara fisik. Rumah tangga
tidak tahan pangan adalah rumah tangga yang mempunyai pangsa pengeluaran
tinggi dan kurang mengkonsumsi energi. Pangsa pengeluaran pangan tinggi
berarti lebih dari 60 % bagian pendapatan dibelanjakan untuk pangan. Ini
mengindikasikan rendahnya pendapatan yang diterima oleh kelompok rumah
tangga tersebut. Dengan rendahnya pendapatan yang dimiliki, rumah tangga
rawan pangan dalam mengalokasikan pengeluaran pangannya tidak dapat
memenuhi kecukupan energi (Purwaningsih, 2010).

Universitas Sumatera Utara


11

Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran pangan rumah tangga antara
lain: pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, jumlah
anggota rumah tangga, dan lamanya berumah tangga.
1.

Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi.
Biasanya makin baik tingkat pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi. Karena
ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli
aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar dan peningkatan kehidupan
juga menjadi berubah (Sumardi, 2003).
Tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi
keluarga untuk memilih pangan dalam jumlah maupun jenisnya. Keluarga atau
masyarakat yang berpenghasilan rendah mempergunakan sebagian besar dari
penghasilannya untuk membeli makanan, dan semakin tinggi penghasilan
semakin menurun proporsi yang digunakan untuk membeli makanan. Rumah

tangga yang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan akan
berakibat buruk pada status gizi anggota rumah tangganya. Pendapatan
mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi
pangan dimana perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi
perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti
memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang
lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan
dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli (Hardiansyah, 1985).

Universitas Sumatera Utara

12

Adanya sifat keterbatasan sumberdaya keluarga atau pendapatan yang tersedia
akan mempengaruhi adanya prioritas alokasi pengeluaran keluarga. Keluarga yang
berpenghasilan

rendah,

sebagian


besar pendapatannya digunakan

untuk

mencukupi kebutuhan pangan, sehingga persentase pengeluaran untuk pangan
akan relatif besar. Akan tetapi karena kebutuhan pangan relatif terbatas, maka
mulai pada tingkat

pendapatan tertentu pertambahan pendapatan akan

dialokasikan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan nonpangan, sehingga pada
kondisi tersebut persentase pengeluaran untuk pangan akan menurun. Peningkatan
pendapatan menyebabkan timbulnya kebutuhan- kebutuhan lain selain pangan,
sementara pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam peningkatannya
tidak sebesar pengeluaran nonpangan (Fatimah,1995).
Dalam realitanya tingkat pengeluaran akan berbanding lurus dengan tingkat
pendapatan. Semakin besar pendapatan masyarakat maka akan semakin besar
tingkat pengeluaran. Asumsi ini menjadi acuan dalam kajian untuk mengukur
distribusi pendapatan masyarakat (Rosida, 2007).

Untuk komoditas pangan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan
peningkatan permintaan yang progresif. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel, yang
menyatakan bahwa semakin rendah pendapatan keluarga, maka semakin besar
proporsi dari pendapatan tersebut yang dibelanjakan untuk makanan. (Sinaga dan
Nyak Ilham, 2002).
2. Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan ibu rumah tangga dapat juga dijadikan cerminan keadaan
sosial ekonomi didalam masyarakat. Semakin tinggi pendidikan atau keterampilan

Universitas Sumatera Utara

13

yang dimiliki seseorang, semakin tinggi investasi yang diperlukan. Dan tingkat
pendidikan istri, disamping merupakan modal utama dalam menunjang
perekonomian keluarga, juga berperan dalam penyusunan pola makan keluarga
(Hidayat, 2005).
Soekirman (2000) mengemukakan bahwa pada bagan penyebab kekurangan gizi
oleh UNICEF 1998 tercantum bahwa meski secara tidak langsung namun tingkat
pendidikan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kekurangan gizi.

Dari sudut sosial ekonomi, tingkat pendidikan ibu rumah tangga merupakan salah
satu aspek yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu
rumah tangga. Tingkat pendidikan formal seorang ibu seringkali berhubungan
positif dengan peningkatan pola konsumsi makanan rumah tangga. Hal ini
termasuk upaya mencapai status gizi yang baik pada anak-anaknya.
Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya
pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat perawatan kesehatan, hygiene,
kesadaran terhadap keluarga, disamping berpengaruh pada faktor sosial ekonomi
lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, makan, dan perumahan. Ibu memegang
peranan penting pada pengelolaan rumah tangga. Tingkat pendidikan ibu rumah
tangga terutama dapat menentukan sikap pengetahuan dan keterampilannya dalam
menentukan makanan keluarga (Hidayat, 2005).
3. Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah Anggota keluarga (Ukuran rumah tangga) akan mempengaruhi
pendapatan perkapita dan pengeluaran untuk komsumsi pangan. Rumah tangga
dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak yang sangat dekat akan

Universitas Sumatera Utara

14


menimbulkan lebih banyak masalah. Pangan yang tersedia untuk satu keluarga,
mungkin tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota rumah
tangga tersebut tetapi hanya mencukupi sebagian dari anggota rumah tangga itu
(Purwantini & Ariani 2002).
4. Lamanya Berumah Tangga/ Umur Perkawinan
Alokasi pengeluaran rumah tangga dipengaruhi oleh lamanya berumah tangga/
umur perkawinan. Setiap tingkatan keluarga baik keluarga yang muda ataupun
keluarga tua memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda - beda, baik pangan dan
non pangan. Karena kebutuhan berbeda pada setiap tahapan rumah tangga, maka
penggunaan/ alokasi pendapatan akan berbeda pula (Fatimah, 1995).
2.2. Landasan Teori
Teori Konsumsi
Keynes dalam bukunya yang berjudul The General Theory of Employment,
Interest and Money memberikan perhatian besar terhadap hubungan antara
konsumsi dan pendapatan. Lebih lanjut Keynes mengatakan bahwa ada
pengeluaran konsumsi minimum yang harus dilakukan oleh masyarakat
(outonomous consumption) dan pengeluaran konsumsi akan meningkat dengan
bertambahnya penghasilan (Waluyo, D. E., 2002).
Teori konsumsi dengan menggunakan hipotesis pendapatan relatif dikemukakan
oleh James Duesenberry dengan bukunya Income, Saving, and the Theory of
Consummer

Behavior,

bermaksud

merekonsiliasi

hubungan

yang

tidak

proporsional dan yang proporsional antara konsumsi dengan pendapatan dengan

Universitas Sumatera Utara

15

maksud agar diperoleh gambaran mengenai alasan sebab-sebab timbulnya
perbedaan tersebut.
Di dalam teorinya, Duesenberry menggunakan dua asumsi yang digunakan untuk
mengamati faktor- faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi
seseorang.
a. Selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah Interdependen. Artinya,
pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi
yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya (tetangga). Jadi faktor lingkungan
dapat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi.
b. Pengeluaran konsumsi adalah Irreversible. Artinya, pola pengeluaran pada saat
penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan
mengalami penurunan. Di dalam hal ini dikatakan bahwa pengeluaran
konsumsi seseorang dalam jangka pendek dapat dipengaruhi oleh besarnya
pendapatan relatif. Pendapatan relatif disini adalah merupakan pendapatan
tertinggi yang pernah dicapai oleh seseorang. Sebagai misal, apabila
pendapatan seseorang mengalami kenaikan maka secara otomatis konsumsi
juga mengalami kenaikan dengan proporsi tertentu, dan sebaliknya bila
pendapatan mengalami penurunan maka akan diikuti juga oleh penurunan
konsumsinya. Akan tetapi, proporsi penurunannya lebih kecil dibandingkan
proporsi akibat kenaikan pendapatan tadi
(Waluyo, D. E., 2002).

Universitas Sumatera Utara

16

Hukum Engel
Hukum engel, berbunyi : “semakin besar pendapatan, semakin kecil bagian
pendapatan yang digunakan untuk komsumsi, dan semakin kecil pendapatan
semakin besar pula bagian pendapatan yang digunakan untuk komsumsi.
Untuk komoditas pangan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan
peningkatan permintaan yang progresif. Berdasarkan hal tersebut dengan asumsi
harga pangan yang dibayar rumah tangga adalah sama, maka menurut hukum
Engel pangsa pengeluaran pangan terhadap pengeluaran rumah tangga akan
semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan. Untuk lebih jelasnya kurva
Engel dapat dilihat pada Gambar 1 Berikut ini :

Gambar 1. Kurva Engel
Perubahan pendapatan nominal tidak berpengaruh banyak terhadap perubahan
permintaan. Bahkan jika pendapatan terus meningkat, permintaan terhadap barang
tersebut perubahannya makin kecil dibanding perubahan pendapatan. Jika
dikaitkan dengan konsep elastisitas, maka elastisitas pendapatan dari barang

Universitas Sumatera Utara

17

kebutuhan pokok makin kecil bila tingkat pendapatan nominal makin tinggi
(Deaton dan Muelbauer, 1980)
2.3 Peneliti Terdahulu
Sepriyanti V. Barus 2015, dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor –
Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga
Pasca Erupsinya Gunung Sinabung di Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat,
Kabupaten Karo” menyimpulkan rumah tangga pasca erupsinya Gunung
Sinabung yang ada di Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo
termasuk rumah tangga rawan pangan karena sebanyak 64% sampel rumah tangga
memiliki besar pangsa atau persentase pengeluaran pangan yang tinggi. Secara
parsial, faktor – faktor yang memiliki pengaruh yang nyata dan positif terhadap
pengeluaran rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga dan jumlah anggota
rumah tangga. Dan faktor – faktor yang secara parsial tidak memiliki pengaruh
yang nyata/signifikan terhadap pengeluaran rumah tangga pasca erupsinya
Gunung Sinabung adalah tingkat pendidikan ibu rumah tangga dan lamanya
berumah tangga/ umur perkawinan.
Friska Juliana Simbolon 2011, dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Miskin
di Kecamatan Medan Tuntungan” menyimpukan bahwa Secara parsial faktorfaktor yang memiliki pengaruh yang nyata dan positif terhadap pengeluaran
pangan rumah tangga adalah : pendapatan rumah tangga dan jumlah anggota
rumah tangga, sedangkan yang memiliki pengaruh yang nyata dan negatif
terhadap pengeluaran pangan rumah tangga adalah : jumlah subsidi beras untuk
keluarga miskin (raskin) yang diterima. Dan faktor- faktor yang secara parsial

Universitas Sumatera Utara

18

tidak memiliki pengaruh yang nyata/ signifikan terhadap pengeluaran pangan
rumah tangga miskin adalah : tingkat pendidikan ibu rumah tangga dan lamanya
berumah tangga/ umur perkawinan.
2.4 Kerangka Pemikiran
Pengeluaran rumah tangga dibagi dua, yakni pengeluaran untuk pangan dan
pengeluaran untuk nonpangan. Dimana pengeluaran pangan rumah tangga untuk
mengkonsumsi pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor dan masing- masing
faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa faktor tersebut antara
lain seperti: pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga,
jumlah anggota rumah tangga, dan lamanya berumah tangga/ umur perkawinan.
Dari faktor - faktor tersebut akan mempengaruhi besar kecilnya alokasi suatu
rumah

tangga

untuk

mengkonsumsi

kebutuhan

pangan

dan

dengan

membandingkan total pengeluaran pada rumah tangga untuk pangan dan
nonpangan dapat dilihat berapa besar pangsa atau persentase pengeluaran. Dilihat
dari besar pangsanya, yaitu jenis pengeluaran terhadap jumlah pengeluaran
(pangan dan nonpangan), menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat ketahanan
pangan suatu rumah tangga maka semakin besar pangsa pengeluaran pangan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat skema dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

19

Rumah Tangga

Pengeluaran
Faktor-Faktor:
- Pendapatan Rumah
Tangga
- Tingkat Pendidikan
Ibu
- Jumlah Anggota
Rumah Tangga
- Umur Perkawinan

Pengeluaran
Pangan

Pengeluaran
Non Pangan

Pangsa Pengeluaran
Pangan

Tahan
Pangan

Tidak Tahan
Pangan

Keterangan :
: Menyatakan Hubungan
−−

: Menyatakan Pengaruh

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara

20

2.5 Hipotesis Penelitian
1.

Faktor pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga,
jumlah anggota rumah tangga, lamanya berumah tangga/ umur perkawinan
memiliki pengaruh yang nyata/ siginifikan terhadap pengeluaran pangan
rumah tangga di daerah penelitian

2.

Pangsa pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga di Desa Karang
Gading, Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat, di wilayah penelitian
>60%, yang berarti di desa tersebut termasuk desa yang tidak tahan pangan.

.

Universitas Sumatera Utara