Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersediaan
pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala
kemampuannya selalu berusaha untuk mencukupi kebutuhannya dengan berbagai
cara. Dalam perkembangan peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup
yang maju, mandiri, dalam suasana tenteram serta sejahtera lahir dan bathin,
semakin dituntut penyediaan pangan yang cukup, berkualitas, aman, dan merata.
Oleh karena itu, kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat
strategis untuk mewujudkan pembangunan sumber daya manusia yang sehat,
aktif, dan produktif (BKP, 2010).
Ketahanan pangan di suatu wilayah dan masyarakat dicerminkan oleh kondisi
terpenuhinya kebutuhan pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, terdistribusi dengan harga
terjangkau dan aman dikonsumsi untuk dapat melakukan aktifitas sehari-hari
sepanjang waktu. (Rachman, 2005)
Secara nasional, kewajiban mewujudkan ketahanan pangan tertuang secara
eksplisit dalam UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dimana dalam konsep
ketahanan pangan telah termuat aspek keamanan, mutu dan keragaman sebagai

kondisi yang harus dipenuhi dalam kebutuhan pangan penduduk secara cukup dan
merata serta terjangkau. Kondisi ketahanan pangan yang diperlukan juga
mencakup persyaratan bagi kehidupan sehat. Definisi ketahanan pangan
sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996
1

Universitas Sumatera Utara

2

tentang Pangan adalah sebagai berikut : “ Ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata terjangkau” (Sumarmi,
2010).
Banyak indikator lain yang digunakan untuk melihat ketahanan pengan, namun
beberapa diantaranya sulit diukur. Indikator yang baik mempunyai ciri: cukup
sederhana untuk pengumpulan dan penafsirannya, objektif dan dapat diukur
dengan angka, dan responsif terhadap perubahan-perubahan akibat adanya
program (Suhardjo, 1989).
Seharusnya indikator ketahanan pangan dapat mempresentasikan jumlah dan mutu

pangan yang dikonsumsi sesuai norma gizi. Walaupun program peningkatan
produksi pangan menunjukkan keberhasilan namun masih sering dijumpai isu
ketidaktahanan pangan. Ini berarti peningkatan produksi pangan belum cukup
dijadikan indikator ketahanan pangan. Pangsa pengeluran pangan merupakan
salah satu indikator ketahanan pangan, makin besar pangsa pengeluaran untuk
pangan berarti ketahanan pengeluaran pengan penduduknya semakin kecil,
demikian sebaliknya ( Deaton dan Muellbauer, 1980).
Secara garis besar konsumsi rumah tangga dibedakan menjadi dua kelompok yaitu
kebutuhan pokok (primer) dan kebutuhan penunjang (sekunder). yang tergolong
kebutuhan primer adalah sandang, pangan, dan perumahan. Sedangkan kebutuhan
sekunder meliputi kelompok kebutuhan yang tidak selalu menuntut kebutuhan.
Masing-masing rumah tangga mempunyai perilaku konsumsi yang berbeda-beda
mencakup apa saja yang dikonsumsi. Berapa banyak yang akan dikonsumsi dan
bagaimana mengkonsumsinya. Hal yang sangat wajar bila rumah tangga yang

Universitas Sumatera Utara

3

berpendapatan besar akan melakukan konsumsi lebih banyak dibanding yang

berpendapatan rendah (Pracoyo, 2005).
Tingkat pengeluaran terdiri atas dua kelompok, yaitu pengeluaran untuk makanan
dan bukan makanan. Tingkat kebutuhan/ permintaan terhadap kedua kelompok
tersebut pada dasarnya berbeda-beda. Dalam keadaan kondisi pendapatan terbatas,
kebutuhan

makanan

didahulukan,

sehingga

pada

kelompok

masyarakat

berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya
digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan,

maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi
pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan porsi pendapatan yang
dibelanjakan untuk bukan makanan (BKP, 2010).
Faktor-faktor yang ikut menentukan pola konsumsi keluarga antara lain: tingkat
pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu dan sosial
(lingkungan). Untuk mendukung pernyataan tersebut, telah banyak penelitian
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dan pola
komsumsi keluarga. Teori Engel’s yang menyatakan bahwa semakin tinggi
tingkat pendapatan keluarga semakin rendah presentasi pengeluaran untuk
komsumsi makanan. Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa dikatakan
lebih sejahtera bila presentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari
presentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi
pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan
keluarga, karena sebagian besar pendapatan tersebut dialokasikan pada kebutuhan
non pangan (Suryana,2004).

Universitas Sumatera Utara

4


Tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat dilihat dari besarnya konsumsi atau
pengeluaran yang dikeluarkan oleh rumah tangga, peningkatan konsumsi atau
pengeluaran rumah tangga, terutama pengeluaran non pangan, menunjukkan
adanya peningkatan kesejahteraan rumah tangga yang bersangkutan. Rumah
tangga dengan pendapatan rendah akan mendahulukan pengeluaran untuk pangan
dibanding dengan kebutuhan non pangan. Pada kelompok masyarakat seperti ini
terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk konsumsi pangan.
Pengeluaran untuk konsumsi pangan dan non pangan berkaitan erat dengan
tingkat pendapatan masyarakat. Di negara yang sedang berkembang, pemenuhan
kebutuhan makanan masih menjadi prioritas utama, karena untuk memenuhi
kebutuhan gizi (Suryana, 2004).
Tanggungan keluarga juga merupakan salah satu indikator ekonomi yang
menunjukkan kecenderungan semakin tinggi jumlah tanggungan, semakin berat
ekonomi yang ditanggung. Hal ini disebabkan biaya konsumsi semakin tinggi
sehingga sebagian besar pendapatan keluarga digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pangan, sehingga sangat kecil kemungkinan dapat menabung. Jumlah
tanggungan keluarga menunjukkan banyaknya orang yang ditanggung oleh kepala
keluarga. Adapun orang yang ditanggung adalah istri, anak, orang tua, saudara,
dan orang lain yang tinggal serumah atau di luar rumah tetapi menjadi tanggungan
kepala keluarga (Sepriyanti,2013).

Dilakukannya penelitian ilmiah ini, karena penulis tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut mengenai faktor faktor sosial-ekonomi yang mempengaruhi pengeluaran
pangan rumah tangga (pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, jumlah
anggota keluarga, dan lamanya berumah tangga/umur perkawinan) yang saling

Universitas Sumatera Utara

5

berhubungan terhadap ketahanan pangan dalam rumah tangga di Desa Karang
gading dimana di Desa Karang Gading memiliki jumlah rumah tangga yang
paling banyak di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat serta sebagaian
besar kepala rumah tangga memiliki pekerjaan sebagai petani yang memiliki
pendapatan yang tidak tetap sehingga dapat melihat banyak variasi komsumsi
pangan antar rumah tangga, dan mengkaji faktor-faktor tersebut akan mengetahui
apakah rumah tangga di Desa Karang Gading sudah tahan pangan atau tidak tahan
pangan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan penelitian sebagai berikut :

1.

Bagaimana pengaruh faktor pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu
rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, dan lamanya berumah tangga/
umur perkawinan terhadap pengeluaran pangan rumah tangga di daerah
penelitian?

2.

Bagaimana tingkat ketahanan pangan rumah tangga dilihat dari besar pangsa
atau persentase pengeluaran untuk pangan pada rumah tangga di daerah
penelitian?

Universitas Sumatera Utara

6

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini antara lain :
1. Untuk menganalisis pengaruh faktor pendapatan rumah tangga, tingkat

pendidikan ibu rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, dan lamanya
berumah tangga/umur perkawinan terhadap pengeluaran pangan rumah tangga
di daerah penelitian
2. Untuk menganalisis tingkat ketahanan pangan rumah tangga dilihat dari besar
pangsa atau persentase pengeluaran untuk pangan pada rumah tangga di daerah
penelitian.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Sebagai bahan informasi bagi pihak – pihak yang membutuhkan informasi
mengenai faktor- faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran untuk
konsumsi pangan rumah tangga.

2.

Sebagai bahan informasi kepada pemerintah dalam membuat kebijakan di
bidang pangan yang lebih berpihak kepada masyarakat

3.


Sebagai bahan masukan kepada para rumah tangga di Desa Karang Gading,
Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat terhadap pengeluaran konsumsi
pangan rumah tangga.

Universitas Sumatera Utara